• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Cabai Merah dan Kunyit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Cabai Merah dan Kunyit"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN NILAI GIZI MI BASAH DENGAN

FORTIFIKASI CABAI MERAH DAN KUNYIT

SALMAN FARIS

DEP ARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENG ETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Cabai Merah dan Kunyit adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

(4)
(5)

ABSTRAK

SALMAN FARIS. Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Cabai Merah dan Kunyit. Dibimbing oleh IRMA HERAWATI SUPARTO dan DEWI APRI ASTUTI.

Mi adalah produk pangan yang dibuat dari adonan terigu sebagai bahan utama. Berbagai inovasi dan pengembangan diperlukan agar mi menjadi produk pangan dengan nilai gizi yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan meningkatkan nilai nutrisi mi melalui penambahan cabai merah dan kunyit ke dalam adonan. Parameter yang dianalisis adalah kadar air, abu, lemak, protein, serat, karbohidrat, mineral kalsium dan besi, vitamin C, dan aktivitas antioksidan. Hasil analisis dibandingkan dengan mi basah kontrol (tanpa fortifikasi). Analisis proksimat menunjukkan peningkatan kadar serat kasar pada penambahan cabai merah dan kunyit masing- masing sebesar 0.2 dan 0.3%. Penambahan cabai merah meningkatkan kandungan besi sebesar 1.9%. Kandungan vitamin C dalam sampel mi cabai merah meningkat 3 kali dibandingkan dengan mi kontrol. Aktivitas antioksidan terbaik juga ditunjukkan oleh produk mi cabai merah. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa penambahan cabai merah dalam mi dapat meningkatkan nilai nutrisi lebih baik dibandingkan dengan kunyit, khususnya kandungan mineral besi, kalsium, vitamin C, dan aktivitas antioksidannya.

Kata kunci: antioksidan, fortifikasi, mi, kalsium, vitamin C

.

ABSTRACT

SALMAN FARIS. Nutrition Increase of Wet Nood les with Chilli Pepper and Turmeric Fortification. Supervised by IRMA HERAWATI SUPARTO dan DEWI APRI ASTUTI.

Noodles is a food product made from flour dough as the main ingredient. Various innovations and development is needed to improve nutrient quality of noodles. This study aimed to improve the nutritional value of noodles by adding chilli pepper and turmeric into the dough. The parameters analyzed were water, ash, fat, protein, fiber, carbohydrate, mineral (calcium and iron), and vitamin C contents as well as the antioxidant activity. The results were compared with control noodles (without fortification).Proximate analysis showed an increase in crude fiber content with addition of chilli pepper and turmeric, 0.2 and 0.3%, respectively. Addition of chilli pepper increased the iron content 1.9%. The vitamin C content in chilli pepper noodle increased 3 times compared with the control noodles. Best antioxidant activity was shown by the chilli pepper noodle product as well. Based on these results, it can be concluded that noodles fortified with chilli pepper improved nutritional values better than turmeric, especially iron and calcium mineral, vitamin C, and antioxidant activity.

(6)

2

PENINGKATAN NILAI GIZI MI BASAH DENGAN

FORTIFIKASI CABAI MERAH DAN KUNYIT

SALMAN FARIS

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

DEP ARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENG ETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Skripsi : Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Cabai Merah dan Kunyit

Nama : Salman Faris NIM : G44104016

Disetujui oleh

Dr dr Irma Herawati Suparto, MS Pembimbing I

Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Cabai Merah dan Kunyit. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahka n kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang tetap berada di jalan-Nya hingga akhir zaman.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr dr Irma Herawati Suparto, MS selaku pembimbing pertama dan Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS selaku pembimbing kedua yang senantiasa memberikan arahan, semangat, dan doa kepada penulis selama melaksanakan penelitian. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Syawal, Bapak Soenarsa, dan Bapak Mul dari Laboratorium Kimia Anorganik, Bapak Wawan dan Bapak Eko dari Laboratorium Bersama, Ibu Endang dari Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU), serta Bapak Asep, Bapak Didi, dan Ibu Aah dari Komisi Pendidikan Departemen Kimia, Institut pertanian Bogor yang telah membantu selama penelitian berlangsung dan pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Budi Suprianto, Chaecar Himawan, dan Ulfiah atas kritik dan sarannya selama penelitian berlangsung.

Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Pembuatan Bubur Cabai Merah dan Kunyit 2

Pembuatan Mi Kontrol dan Mi Fortifikasi 2

Analisis Proksimat (AOAC 2007) 3

Analisis Kadar Besi (Fe) dan Kalsium (Ca) 5 Analisis Vitamin C Metode Titrasi Iodium Jacobs 5 Analisis Aktivitas Antioksidan Metode DPPH 5

Rancangan Percobaan 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Proksimat 6

Kadar Mineral Besi dan Kalsium 8

Kadar Vitamin C 8

Aktivitas Antioksidan 9

Simpulan 11

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Kadar serat kasar mi biasa, mi cabai, dan mi kunyit 7 2 Kadar vitamin C mi biasa, mi cabai dan mi kunyit 9 3 Aktivitas antioksidan mi biasa, mi cabai, dan mi kunyit dibandingkan dengan

asam askorbat 10

4 Reaksi DPPH dengan senyawa antioksidan 11

5 Struktur kapsaisin 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pembuatan mi 14

2 Pembuatan bubur cabai merah dan kunyit 15

3 Kadar air 16

4 Kadar abu 16

5 Kadar lemak 17

6 Kadar protein 17

7 Kadar serat kasar 18

8 Kadar karbohidrat 18

9 Kadar besi 19

10 Kadar kalsium 21

11 Kandungan vitamin C 23

(13)

PENDAHULUAN

Saat ini banyak masyarakat mengonsumsi mi sebagai bahan pangan dan sering menjadi andalan pengganti makanan pokok yang sangat praktis, mudah diolah, dan cepat disajikan. Industri mi pun berkembang cukup pesat dari tahun ke tahun. Menurut Kementerian Perindustrian Republik Indonesia pada tahun 2008, jumlah produksi mi mencapai 1.5 juta ton. Pada tahun 2009, produksi tumbuh sekitar 20% menjadi 1.8 juta ton, produksinya diperkirakan terus meningkat hingga mencapai 2 juta ton tahun 2010 dan 2011 (BPS 2011).

Ditinjau dari segi nilai gizinya, mi kaya akan karbohidrat dan energi, tetapi kandungan protein, mineral, dan vitaminnya relatif rendah (Depkes 1992). Kandungan karbohidrat yang tinggi menjadikan mi sebagai alternatif sumber karbohidrat pengganti nasi. Akan tetapi, konsumsi bahan pangan tidak cukup hanya kaya akan karbohidrat. Nutrisi lain juga harus terpenuhi agar tercapai gizi yang seimbang. Proporsi penggunaan terigu yang kaya karbohidrat relatif lebih dominan dibandingkan dengan zat gizi lainnya. Oleh sebab itu, diperlukan usaha peningkatan kandungan gizi mi terutama kandungan vitamin dan mineralnya.

Berbagai inovasi dan pengembangan dalam memproduksi mi yang memiliki nilai gizi sangat diperlukan agar menjadi produk pangan yang berkualitas. Salah satu pengembangan dilakukan dengan fortifikasi rempah-rempah yang berguna bagi kesehatan. Produk mi basah saat ini juga mengalami perkembangan dengan variasi campuran antara tepung terigu sebagai bahan baku utama dan bahan-bahan lain seperti umbi-umbian. Penelitian yang terkait dengan peningkatan nilai nutrisi mi telah dilakukan sebelumnya, di antaranya penambahan tepung ikan untuk meningkatkan kadar protein dan kalsium, kadar protein meningkat dari 29.6% menjadi 33.2% dan kalsium dari 0.7% menjadi 1.1% setelah ditambahkan tepung ikan (Muhajir 2007). Modifikasi mi dengan menggunakan tepung ubi jalar varietas unggulan menurunkan daya serap air menjadi 53.2% dibandingkan dengan mi yang menggunakan tepung terigu (84.7%) (Sugiyono et al. 2011).

(14)

2

METODE

Ruang Lingkup Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan mi (Lampiran 1), pembuatan bubur cabai merah dan kunyit (Lampiran 2), serta analisis parameter kadar air, abu, lemak, protein, serat, karbohidrat, mineral kalsium dan besi, vitamin C, dan aktivitas antioksidan. Sampel diambil secara acak sebanyak 2 kali dan diuji di laboratorium.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah peralatan kaca, cawan porselen, oven, desikator, neraca analitik, pelat penangas, pengaduk magnetik, pembakar bunsen, tanur, radas soxhlet, alat distilasi kjeldahl, corong büchner, spektrofotometer serapan atom (SSA) Shimadzu AA-7000, spektrofotometer ultraviolet-tampak Shimadzu UV-PharmaSpec 1700. Bahan-bahan yang digunakan adalah n-heksana, selen, NaOH, H2SO4, Na2S2O3, H3BO3, indikator hijau bromkresol-merah metil (BCG-MM), HCl, alkohol, HNO3, amilum 1%, larutan iodium, asam askorbat, metanol, 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), mi biasa, mi cabai merah, mi kunyit, akuades, dan akuabides.

Pembuatan Bubur Cabai Merah dan Kunyit

Cabai merah dan kunyit yang masih segar dicuci dengan air bersih, lalu ditimbang. Cabai merah dan kunyit kemudian dipotong-potong dan dihancurkan sampai halus dengan menggunakan blender. Pembuatan bubur cabai merah dan kunyit secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pembuatan Mi Kontrol dan Mi Fortifikasi

(15)

3

Analisis Proksimat (AOAC 2007)

Kadar Air

Cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 100 ºC kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya (a). Sebanyak 1 g sampel ditimbang (b) dan dimasukkan ke dalam cawan tersebut. Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100 ºC selama 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah mencapai suhu kamar. Pengulangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan (c). Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus

Kadar Abu

Cawan porselen dikeringkan dalam tanur pada suhu 550 ºC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya (a). Sebanyak 1 g sampel ditimbang (b) dan dimasukkan ke dalam cawan tersebut, selanjutnya dipijarkan dengan menggunakan pembakar bunsen sampai tidak berasap. Sampel lalu diabukan dengan menggunakan tanur pada suhu 550 ºC selama 2–4 jam atau sampai diperoleh bobot konstan. Sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah mencapai suhu kamar. Pengulangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan (c). Kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus

Kadar Le mak dengan Metode Soxhlet

Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 100 ºC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya (a). Sebanyak 2 g sampel ditimbang (b), dibungkus dengan kertas saring, dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut n-heksana. Proses ekstraksi dilakukan selama 6 jam. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 100 ºC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya (c). Pengeringan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Kadar lemak dihitung dengan menggunakan rumus

Kadar Protein dengan Metode Mikrokjeldahl

(16)

4

dihasilkan ditangkap oleh 5 mL H3BO3 dalam erlenmeyer yang telah ditambahkan 2–4 tetes indikator BCG-MM. Sebanyak 15 mL kondensat diencerkan menjadi 50 mL dan dititrasi dengan HCl 0.1 N yang sudah distandardisasi hingga titik akhir titrasi (warna kondensat berubah dari merah muda menjadi hijau). Penetapan blangko dilakukan dengan menggunakan metode yang sama seperti penetapan sampel. Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus

Kadar protein (% b/b) = 6.25 × % N dipanaskan sampai mendidih dan didestruksi selama 30 menit. Hasil destruksi disaring menggunakan corong büchner. Residu hasil penyaringan dibilas dengan 25 mL air mendidih dan 25 mL NaOH 1.25% mendidih sebanyak 3 kali. Residu kembali bobotnya. Kadar serat kasar dihitung dengan menggunakan rumus

(17)

5

Analisis Kadar Besi (Fe) dan Kalsium (Ca) (Apriyantono et al. 1989)

Sampel untuk pengukuran kadar Fe dan Ca diabukan kering terlebih dahulu. Sampel ditimbang sebanyak 1 g ke dalam cawan porselen kemudian dipanaskan di atas pembakar bunsen sampai tidak mengeluarkan asap. Cawan lalu dimasukkan ke dalam tanur, dipanaskan pada suhu 300 ºC sampai semua karbon berwarna keabuan, dilanjutkan pada suhu 600 ºC selama 2–3 jam. Abu yang diperoleh dilarutkan dengan 2 mL HNO3 pekat dan dipindahkan ke dalam labu takar 50 mL. Larutan diencerkan dengan akuabides sampai tanda tera lalu disaring dan dipindahkan ke dalam botol uji untuk diukur menggunakan SSA.

Larutan standar Fe dan Ca serta blangko diukur absorbansnya pada panjang gelombang 248.3 nm untuk larutan Fe dan 422.7 nm untuk larutan Ca, dilanjutkan dengan pengukuran absorbans larutan sampel. Konsentrasi Fe dan Ca dalam sampel ditentukan dari kurva standar yang diperoleh, y ialah absorbans dan x ialah konsentrasi.

Analisis Vitamin C Metode Titrasi Iodium Jacobs (Sudarmadji et al. 1997)

Sebanyak 20 g sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan ditambah akuades sampai tanda tera. Larutan diaduk selama 15 menit dengan pengaduk magnetik dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 menit untuk memisahkan filtratnya. Filtrat diambil sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 mL. Setelah itu, ditambahkan 2 mL larutan amilum 1% dan 20 mL akuades, lalu dititrasi dengan larutan iodium 0.01 N. Kadar vitamin C dihitung dengan menggunakan rumus

1 mL iodium 0.01 N = 0.88 mg asam askorbat

Analisis Aktivitas Antioksidan Metode DPPH (Andayani et al. 2008)

Sebanyak 25 mg ekstrak kasar dilarutkan dengan metanol dalam labu takar 25 mL, lalu volumenya ditepatkan dengan metanol sampai tanda tera (larutan induk 1000 ppm). Larutan induk dipipet sebanyak 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, dan 0.5 mL ke dalam labu takar 25 mL untuk mendapatkan larutan uji dengan konsentrasi berturut-turut 4, 8, 12, 16, dan 20 ppm.

(18)

6

Rancangan Percobaan

Percobaan dilakukan dengan observasi langsung pada proses pembuatan mi di lapangan dan pengujian di laboratorium. Sampel mi kontrol dan mi fortifikasi masing- masing dibuat 2 kali ulangan pada hari yang berbeda. Kondisi pada saat pembuatan mi maupun pada saat pengujian di laboratorium dibuat semirip mungkin antarulangan perlakuan. Semua data hasil analisis dari setiap ulangan perlakuan disajikan secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proksimat

Hasil uji proksimat (kadar air, abu, lemak, protein, serat kasar, dan karbohidrat) dapat dilihat pada Tabel 1. Terlihat sedikit penurunan kadar abu, lemak, dan protein. Di samping itu, kandungan serat kasar meningkat setelah mi ditambahkan cabai merah dan kunyit masing- masing sebesar 0.22 dan 0.28%. Data hasil analisis proksimat selengkapnya diberikan berturut-turut pada Lampiran 3–8.

Tabel 1 Proksimat mi biasa, mi cabai dan mi kunyit

Komposisi Kandungan (%b/b) pembentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akan mengembang dengan adanya air. Semakin banyak jumlah air yang diserap, mi menjadi tidak mudah patah. Jumlah air yang optimum akan membentuk pasta yang baik. Akan tetapi, peningkatan jumlah air dapat memengaruhi laju kerusakan bahan pangan oleh proses mikrobiologis, kimiawi, dan enzimatis sehingga umur simpan mi menjadi semakin singkat (Piliang dan Soewondo 2006).

(19)

7

terpenuhi oleh kedua sampel mi tersebut (Tabel 1). Abu merupakan residu yang tertinggal setelah suatu bahan pangan dibakar hingga bebas karbon. Semakin besar kadar abu suatu bahan pangan, semakin tinggi pula mineral yang terkandung di dalamnya (Ekafitri 2009).

Penambahan cabai merah dan kunyit menurunkan kadar lemak dan protein mi hasil fortifikasi. Penurunan kadar tersebut disebabkan oleh pengurangan jumlah komposisi telur sebagai sumber terbesar lemak dan protein dalam adonan mi akibat substitusi oleh cabai merah dan kunyit. Kadar lemak semua sampel mi yang dianalisis berkisar 0.9–1.1%, sedangkan kadar protein mi berkisar 10.1– 11.4%. Hasil ini masih memenuhi syarat mutu mi basah menurut SNI 01-2987-1992, yaitu kadar protein minimum 8%.

Serat kasar sering didefinisikan sebagai komponen pangan nabati yang tidak dapat dipecah dalam proses pencernaan manusia. Serat kasar meliputi polisakarida yang terbentuk dari unit gula bergabung satu dengan yang lainnya membentuk rantai yang tidak dapat dipecah oleh enzim pencernaan manusia. Serat kasar umumnya tidak dapat dipecah dalam unit cukup kecil yang memungkinkannya diabsorpsi (Piliang dan Soewondo 2006). Hasil analisis kadar serat kasar ditunjukkan pada Gambar 1 dan Lampiran 7.

Gambar 1 Kadar serat kasar mi biasa, mi cabai, dan mi kunyit

Mi biasa memiliki serat kasar yang sangat sedikit sehingga terlihat seperti tidak mengandung serat kasar. Seharusnya terdapat kandungan serat kasar pada mi biasa karena bahan penyusun utamanya adalah tepung terigu. Menurut Makfoeld (1982), tepung terigu mengandung serat kasar maksimum 1% per 100 g tepung terigu. Penentuan kadar serat kasar menggunakan metode gravimetri. Menurut SNI 01-2891-1992, metode penentuan serat kasar dalam makanan di antaranya metode gravimetri dan metode enzimatik. Metode gravimetri hanya dapat mengukur kadar serat kasar yang tidak larut, sedangkan metode enzimatik dapat mengukur kadar serat kasar yang larut dan tidak larut secara terpisah sehingga diketahui kadar serat makanan total. Penambahan cabai merah dan kunyit meningkatkan kadar serat kasar mi masing- masing sebesar 0.2 dan 0.3%. Peningkatan kadar serat kasar tertinggi ditunjukkan oleh penambahan kunyit.

(20)

8

membantu mengurangi bobot badan karena makanan tersebut akan berada cukup singkat dalam saluran pencernaan sehingga absorpsi zat makanan menjadi berkurang (Piliang dan Soewondo 2006).

Kadar karbohidrat mi meningkat 2.7% ketika ditambahkan cabai merah. Sebaliknya, penambahan kunyit menurunkan kandungan karbohidrat mi 1.9% dibandingkan dengan mi biasa. Kadar karbohidrat tertinggi ditunjukkan oleh penambahan cabai merah. Kandungan karbohidrat dalam cabai merah dan kunyit sebesar 7.3 dan 9.1 g dalam 100 g bahan segar (Setiadi 1994, diacu dalam Depkes 1992).

Karbohidrat merupakan sumber energi di dalam sel. Karbohidrat mengandung unsur karbon, hidrogen, dan oksigen dengan nisbah C:H:O 1:2:1 (CnH2nOn) yang merupakan golongan monosakarida (Piliang dan Soewondo 2006). Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan bobot molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin (Winarno 2008).

Kadar Mineral Besi dan Kalsium

Kadar besi pada mi dengan penambahan cabai merah (21.09 ppm) hampir sama dengan mi kontrol (21.01 ppm), sedangkan pada mi kunyit menurun menjadi 12.62 ppm. Penurunan ini disebabkan oleh distribusi ekstrak kunyit yang tidak merata pada adonan mi karena serat selulosa pada kunyit lebih kasar dibandingkan dengan serat cabai merah. Hal ini dapat pula disebabkan oleh substitusi telur sebagai sumber terbesar besi oleh ekstrak kunyit yang memiliki kandungan besi lebih sedikit.

Berbeda dengan kadar besi, kadar kalsium pada mi cabai menurun menjadi 52.86 ppm dibandingkan dengan mi kontrol (58.83 ppm). Penurunan juga terjadi dengan penambahan kunyit menjadi 50.21 ppm. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan hipotesis.

Perhitungan kadar besi dan kalsium selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 9 dan 10. Kadar besi yang terkandung dalam 100 g cabai merah dan kunyit menurut Depkes (1992) berturut-turut ialah 0.5 dan 3 mg, sedangkan kadar kalsium berturut-turut ialah 29 dan 24 mg.

Kadar Vitamin C

(21)

9

Gambar 2 Kadar vitamin C mi biasa, mi cabai, dan mi kunyit

Vitamin C (C6H8O6) sangat mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, tetapi tidak larut dalam benzena, eter, kloroform, minyak, dan sejenisnya. Vitamin C dapat dianalisis dengan menggunakan metode titrasi iodimetri. Sampel yang mengandung vitamin C direaksikan langsung dengan larutan iodium (I2) dengan menggunakan indikator amilum. Titik akhir tercapai pada saat warna larutan titrat berubah dari tidak berwarna menjadi biru. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

C6H8O6  C6H6O6 + 2H+ + 2e I2 + 2e  2I

C6H8O6 + I2  C6H6O6 + 2I+ 2H+

Vitamin C (asam askorbat) banyak memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh, di antaranya sebagai senyawa antioksidan alami yang dapat menangkal berbagai radikal bebas dari polusi di sekitar lingkungan. Terkait dengan sifatnya yang mampu menangkal radikal bebas, vitamin C dapat membantu menurunkan laju mutasi dalam tubuh sehingga dapat mengurangi risiko timbulnya berbagai penyakit degeneratif seperti kanker.

Aktivitas Antioksidan

(22)

10

Gambar 3 Aktivitas antioksidan mi biasa, mi cabai, dan mi kunyit (atas) dibandingkan dengan asam askorbat (bawah)

(23)

11

Gambar 4 Reaksi DPPH dengan senyawa antioksidan

Tingginya aktivitas antioksidan mi cabai diduga disebabkan oleh keberadaan senyawa kapsaisin. Perucka dan Materska (2003) menyebutkan bahwa aktivitas antioksidan senyawa kapsaisin hampir sama dengan flavonoid. Struktur senyawa kapsaisin ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Struktur kapsaisin

Kapsaisin juga bertindak sebagai antioksidan dengan menyumbangkan atom hidrogen kepada radikal bebas sehingga radikal bebas tersebut menjadi lebih stabil. Senyawa kapsaisin dalam keadaan radikal memiliki struktur yang stabil disebabkan oleh resonans elektron ke dalam cincin benzena. Selain bertindak sebagai antioksidan, senyawa kapsaisin merupakan pemberi rasa pedas pada cabai merah dan memiliki kadar yang cukup tinggi, yaitu sebesar 20–40% dalam 100 g cabai merah segar (Reyes-Escogido et al. 2011).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(24)

12

Saran

Perlu dilakukan uji organoleptik untuk memperoleh komposisi terbaik mi tanpa mengubah cita rasa mi. Selain itu, uji aktivitas antioksidan sebaiknya dilakukan dengan menentukan IC50 dan uji serat kasar dilakukan dengan menggunakan metode enzimatik yang dapat mengukur kadar serat kasar total dalam makanan. Uji lanjutan juga diperlukan untuk menentukan peningkatan nilai nutrisi yang dihasilkan oleh penambahan cabai merah dan kunyit ke dalam adonan mi setelah dipanaskan sebagaimana cara konsumsi yang lazim di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Communities. 2007. Official Methods of Analysis of AOAC International. Ed ke-18, Rev ke-2. Maryland (US): AOAC International.

Andayani R, Lisawati Y, Maimunah. 2008. Penentuan aktivitas antioksidan, kadar fenolat total dan likopen pada buah tomat (Solanum lycopersicum L). J Food Sci Tech. 13(1):31-37.

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budijanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor (ID): IPB.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Industri Besar dan Sedang. Jakarta (ID): BPS.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-2987-1992. Mie Basah. Jakarta (ID): BSN.

[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta (ID): Bhratara Karya Aksara.

Ekafitri R. 2009. Karakterisasi tepung lima varietas jagung kuning hibrida dan potensinya untuk dibuat mie jagung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Makfoeld D. 1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Yogyakarta (ID): Agritech.

Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical d iphenylpicrylhidrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. J Sci Tech. 26(1):211-219. Muhajir A. 2007. Peningkatan gizi mie instan dari campuran tepung terigu dan

tepung ubi jalar melalui penambahan tepung tempe dan tepung ikan [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Perucka I, Materska M. 2003. Antioxidant activity and content of capsaicinoids isolated from paprika fruits. J Food Nutr Sci. 12(2):15-18.

Piliang WG, Soewondo DA. 2006. Fisiologi Nutrisi. Bogor (ID): IPB.

Reyes-Escogido ML, Gonzalez-Mondragon G, Vazquez-Tzompantzi E. 2011. Chemical and pharmacological aspects of capsaisin. Molecules. 16(1):1253-1270.

(25)

13

Sugiyono, Setiawan E, Syamsir E, Sumekar H. 2011. Pengembangan produk mi kering dari tepung ubi jalar (Ipomoea batatas) dan penentuan umur simpannya dengan metode isoterm sorpsi. J Tech Pang Indones. 22(2):164 -170.

Sunarni T. 2005. Aktivitas antioksidan penangkap radikal bebas beberapa kecambah dari biji tanaman familia Papilionaceae. J Farm Indones. 2(2):53-61.

Trilaksani W. 2003. Antioksidan: jenis, sumber, mekanisme kerja dan peran terhadap kesehatan [makalah falsafah sains]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

(26)

14

Lampiran 1 Pembuatan mi

Bahan baku: Tepung terigu, telur, cabai merah, dan kunyit

Nisbah tepung terigu dan bahan fortifikasi yang ditambahkan: - Terigu - cabai merah (10:1)

- Terigu - kunyit (30:1)

Pembentukan adonan Tepung terigu

Pencampuran semua bahan baku

Pengadukan

Pressing

Penipisan adonan

Pemotongan

Pemupuran dengan tepung tapioka

(27)

15

Lampiran 2 Pembuatan bubur cabai merah dan kunyit

Pencucian dengan air bersih

Penimbangan cabai merah dan kunyit

Pemisahan kulit cabai

Pengukusan kulit cabai

Pemblenderan

Sari cabai merah

Pemotongan kunyit

Pemblenderan

(28)
(29)

17

Lampiran 5 Kadar lemak

Sampel

Lampiran 6 Kadar protein

(30)

18

Lampiran 7 Kadar serat kasar

Sampel mi

- Kadar serat kasar sampel mi cabai batch 1

Lampiran 8 Kadar karbohidrat

Sampel Kadar karbohidrat (%) Rerata (%)

(31)

19

Lampiran 9 Kadar besi

- Pengukuran absorbans deret standar besi

Konsentrasi (ppm) Absorbans

0.2000 0.0236

0.5000 0.0566

1.0000 0.1081

2.0000 0.2144

- Kurva kalibrasi standar besi

- Kadar besi sampel mi biasa, mi cabai, dan mi kunyit

(32)

20

lanjutan Lampiran 9

Contoh perhitungan kadar besi mi biasa:

Persamaan garis: y = a  bx

y = 0.10571x + 0.00289; dengan y = absorbans, x = konsentrasi Konsentrasi besi mi biasa (x) diperoleh dari persamaan garis.

(33)

21

Lampiran 10 Kadar kalsium

- Pengukuran absorbans deret standar kalsium Konsentrasi Absorbans

- Kurva kalibrasi standar kalsium

- Kadar kalsium dalam sampel mi biasa, mi cabai, dan mi kunyit

(34)

22

lanjutan Lampiran 10

Contoh perhitungan untuk kadar kalsium mi biasa:

Persamaan garis: y = a  bx

y = 0.0486x − 0.0008; dengan y = absorbans, x = konsentrasi

Konsentrasi kalsium mi biasa (x) diperoleh dari persamaan garis.

(kadar kalsium terukur dalam sampel)

(35)

23

(36)

24

- Kandungan vitamin C (sampel I)

Ulg Sa mpel Bobot mi

(g)

Vo lu me Titrasi (mL) Kandungan

vitamin C

- Kandungan vitamin C (sampel II)

Ulg Sa mpel Bobot mi

- Kandungan vitamin C mi biasa ulangan 1

1 mL I2 0.01 N = 0.88 mg vitamin C Konsentrasi I2 sebenarnya = 0.0096 N

Kandungan vitamin C per 1 mL I2 0.0096 N sebenarnya:

Volume titrasi = 0.1 mL

- Konsentrasi dalam 100 mL sampel setara dengan 20.0014 g

(37)

25

Lampiran 12 Aktivitas antioksidan

(38)

26

lanjutan Lampiran 12 Contoh perhitungan:

- Nilai % penghambatan larutan standar asam askorbat 1 ppm

(39)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 9 September 1989 di Rantauprapat, Sumatera Utara sebagai anak kedua dari 4 bersaudara, dari Ayahanda Yusran Effendy, SH dan Ibunda Hasnah Farida, SPd. Tahun 2007, penulis lulus dari SMAN 3 Rantau Utara. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Program Diploma III Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan lulus pada tahun 2010.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melaksanakan kegiatan Malam Keakraban (Makrab) mahasiswa Analisis Kimia angkatan 45 Program Diploma III IPB sebagai ketua panitia penyelenggara pada tahun 2009. Tahun 2010, penulis melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (Puslitbang Hasil Hutan), Bogor dengan judul

Gambar

Tabel 1  Proksimat mi biasa, mi cabai dan mi kunyit
Gambar 3  Aktivitas antioksidan mi biasa, mi cabai, dan mi kunyit (atas) dibandingkan dengan asam askorbat (bawah)
Gambar 4  Reaksi DPPH dengan senyawa antioksidan

Referensi

Dokumen terkait

Abrasi yang terjadi di kawasan pesisir Kecamatan Bancar menjadi ancaman bagi kehidupan di wilayah tersebut sehingga perlu riset untuk menentukan langkah kebijakan

Proses instanisasi untuk produk grits jagung sebagai bahan baku bubur sada dilakukan dengan metode pregelatinisasi, proses ini dilakukan dengan 3 perlakuan waktu

Novick mengatakan bahwa seorang siswa dikatakan melakukan penalaran analogi dalam pemecahkan masalah matematika jika 25 : (1) siswa dapat mengidentifikasi apakah ada hubungan

Pertanyaan mengenai apakah anak putus sekolah dan masih bersekolah ikut serta dalam gotong- royong yang merupakan menjadi nilai dominan di pedesaan, informan yang

Hasil analisis pH bubur menunjukkan bahwa semua perlakuan rasio bubur rumput laut ini aman digunakan sebagai bahan baku masker wajah karena memiliki nilai pH yang sesuai

Jumlah pemesanan berdasarkan sistem Multi-item Single Supplier memberikan nilai lebih ekonomis karena pemesanan dilakukan secara bersama-sama untuk frekuensi pemesanan tiap

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1) Kualitas Pelaksanaan Diklat Teknis Fungsional

Erään isän kokemuksen mukaan on tärkeää, että perhetilan- teet kartoitettaisiin yhdessä oman sosiaalityöntekijän kanssa, koska hakemukset eivät kerro