• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KARAKTERISTIK FISIK DAS DENGAN ASTER GDEM V 2.0 DI SUNGAI OPAK-OYO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KARAKTERISTIK FISIK DAS DENGAN ASTER GDEM V 2.0 DI SUNGAI OPAK-OYO"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS KARAKTERISTIK FISIK DAS DENGAN ASTER

GDEM V 2.0 DI SUNGAI OPAK-OYO

Disusun guna melengkapi persyaratan untuk mencapai derajat kesarjanaan Strata-1 Pada

Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

SIGIT SYUSANTO

20120110122

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

iii

“You Must not only aim right, but draw the bow with all your might”

(Henry David Theoeau)

“It’s fine to celebrate success, but it is more important to heed the lessons of failure”

(Bill Gates)

“Sejauh manapun perjalanan ditentukan oleh langkah pertama”

(Lao Tzu)

“Visi tanpa eksekusi adalah halusinasi”

(Thomas Edison)

“Apabila kamu sudah memutuskan menekuni suatu bidang, jadilah orang yang konsisten. Itu adalah kunci keberhasilan yang sebenarnya”

(B.J Habibie)

“Selalu jadi orang gila di antara orang waras, atau jadi orang waras di antara orang gila”

(Alamanda Shantika)

“Lebih baik salah karena belajar percaya diri, dari pada tidak pernah benar karena minder”

(Mario Teguh)

“orang sombong itu seperti orang yang berdiri di atas gunung . dari atas dia memanndang semua orang di bawah kecil. Dia tidak sadar orang memandang

dia juga kecil”

(3)

iv Yang Utama Dari Segalanya...

Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan keharibaan Rasullah Muhammad SAW.

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat kukasihi dan kusayangi :

 Kepada kedua orang tua bapak Sukadi dan ibu Lasiyem, sebagai tanda bakti, hormat dan rasa terimakasih yang tiada terhingga saya persembahkan karya kecil ini kepada ibu dan bapak yang telah memberikan kasih sayang, Semoga ini bisa menjadi langkah awal untuk membuat Ibu dan Bapak bahagia karena saya sadar, selama ini belum bisa berbuat yang lebih. Untuk ibu dan Bapak yang selalu membuatku termotivasi dan selalu menyirami kasih sayang, selalu mendoakanku, selalu menasehatiku menjadi lebih baik. Terima Kasih Ibu...Terima Kasih Bapak...

 Ketiga mba-mbaku Solis Tyaningsih, Fitriyani dan Sulastri yang selalu memberi semangat walaupun lewat marahan dan ceramah yang tidak ada habisnya, namun berkat itu saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, Terima Kasih.

 Sahabat DALAM KABUT “Deden, Aulia, Ilham, Mimin dan Eka” terima kasih atas doa, hiburan dan semangat yang kalian berikan selama ini.  Sahabat di Yogyakarta wawan, koko, yuyun, dede, kiki, kiswan, ridwan,

Ahmad, pandu dan seluruh anak sipil kelas B.

 Kelompok Keairan dan sekaligus teman-teman seperjuangan ridwan, ika, fandi, iska, adit yang selalu kompak saling menunggu satu sama lain.  Semua pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung yang

(4)
(5)

xiii

Karakteristik fisik DAS merupakan variabel dasar yang menentukan proses hidrologi pada DAS, sedangkan karakteristik sosial ekonomi dan budaya masyarakat adalah variabel yang mempengaruhi percepatan perubahan kondisi hidrologi DAS. Pembuatan jaringan sungai dan batas DAS dengan manual menggunakan peta topografi hardcopy memakan waktu yang lama dan biaya yang sangat besar, sehingga diperlukan suatu cara agar bisa menghemat waktu dan biaya tersebut. Data Digital Elevation Model (DEM) merupakan data digital yang menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi atau bagiannya yang terdiri dari himpunan titik-titik koordinat hasil sampling. Data DEM dalam penelitian ini menggunakan data dari ASTER GDEM V2.0, data ini memiliki ukuran piksel yang lebih kecil yaitu ±30m2.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis karakteristik fisik DAS Opak-Oyo menggunakan data DEM ASTER GDEM V2.0 dan software ArcGIS. Pada penelitian ini analisis delineasi batas DAS diperoleh dari fitur Watershed, sedangkan untuk jejaring aliran atau sungai diperoleh dari fitur Flow Accumulation dan Stream Order. Analisis tambahan pada penelitian ini adalah perbandingan data permukaan DEM dengan kontur RBI.

Hasil penelitian ini diperoleh perbedaan batas DAS yang berbeda antara data ASTER GDEM versi 2.0 dibandingkan batas DAS BPDAS Serayu Opak Progo. Hal tersebut ditunjukkan luas yang berbeda-beda untuk masing-masing DAS, luas DAS dari sumber ASTER GDEM versi 2.0 (1.781,02 km2) sedangkan luas DAS dari BPDAS Serayu Opak Progo (1.408,17).Data Digital Elevation Model ASTER GDEM versi 2.0 lebih baik dalam pembuatan batas DAS dibandingkan Data Kontur RBI karena data DEM memiliki ketelitian lebih baik.

(6)

1

A. LATAR BELAKANG

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh pemisah topografi berupa punggung bukit yang menerima, menampung, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya menuju sungai sampai ke laut atau danau. Suatu DAS terdiri dari komponen fisik berupa tanah, air, vegetasi dan komponen non fisik berupa manusia dan segala aktifitasnya. Air merupakan salah satu komponen utama DAS yang sangat penting bagi kehidupan di muka bumi ini (UU RI no 7 tahun 2004 tentang sumber daya air). Di dalam bidang hidrologi diperlukan beberapa pemahaman karakteristik suatu das yang dicirikan oleh morfometri, topografi, tanah, geologi, penggunaan lahan, hidrologi dan manusia yang dapat mempengaruhi aliran air. Sehingga dapat diketahui kemana air tersebut mengalir. Untuk mengetahuinya maka dapat dimanfaaatkan teknologi analisis hidrologi yang mampu membuat suatu bentuk model batas DAS dari DEM (Digital Elevation Model)

Pembuatan jaringan sungai dan batas DAS dengan proses manual akan mengakibatkan banyak waktu yang terbuang. Otomatisasi menjadi salah satu pilihan karena mampu menghasilkan keluaran hasil secara lebih mudah dan lebih terstruktur. Data DEM mempunyai kelebihan untuk membentuk terrain seperti DAS, basin igir, kelerengan dan lembah hingga bentuk lahan. Dari kelebihan data DEM tersebut maka dapat dilakukan ekstraksi sesuai dengan algoritma yang disediakan suatu software pengolah data spasial.

(7)

Pengkajian secara teknis terhadap pemetaan jaringan sungai menggunakan data DEM memiliki kegunaan untuk mengetahui morfometri DAS. DEM merupakan salah satu model untuk menggambarkan bentuk topografi permukaan bumi sehingga dapat divisualisasikan ke dalam tampilan 3D (tiga dimensi). Ada banyak cara untuk memperoleh data DEM, interferometri SAR (Synthetic Aperture Radar) merupakan salah satu algoritma untuk membuat data DEM yang relatif baru. Data citra SAR atau citra radar yang digunakan dalam proses interferometri dapat diperoleh dari wahana satelit atau pesawat, selain dari radar DEM juga bisa diperoleh dari citra ASTER.

Proses pembuatan DEM pada dasarnya merupakan proses matematis terhadap data ketinggian yang diperoleh dari hasil pengukuran atau pembacaan peta. Salah satu metode pembuatan DEM dapat menggunakan data kontur, pembuatan DEM menggunakan data kontur dengan menggunakan ArcGis Dekstop.

Karakteristik Daerah Aliran Sungai merupakan sifat fisik yang ada pada sungai dan merupakan suatu ciri khas dari sungai yang digambarkan dengan parameter. Karakteristik atau sifat-sifat fisik DAS seperti panjang sungai utama, orde sungai, luas sungai, dan kemiringan sungai. Pengukuran DAS jarang dilakukan secara terestrial karena karena luasan DAS yang sangat luas. Daerah aliran sungai yang ditinjau adalah sungai Opak-Oyo.

(8)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan kemampuan sistem SIG atau GIS dan kualitas data DEM yang telah dipaparkan. Penyusun memperoleh rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaiman keakuratan grometri muka bumi data DEM jika dibandingkan dengan data kontur BIG.

2. Bagaimana mengolah data DEM menggunakan software ArcGIS untuk menganalisis karakteristik fisik DAS sungai Opak-Oyo.

3. Bagaimana perbandingan luas DAS dan jejaring aliran antara hasil analisis dan data yang telah ada di instansi.

C. TUJUAN PENELITIAN

Dengan mengingat kemampuan dan kualitas dari ArcGIS dan data DEM, kemudian pentingnya karakteristik fisik DAS sebagai bahan baku utama bagi pengelolaan data hidrologi, pendekatan rencana, pelaksanaan maupun pemantauan, dan evaluasi pengelolaan DAS secara efektif dan efisien, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Ekstraksi morfometri daerah aliran sungai dari data digital elevation model (DEM).

2. Menganalisis karakteristik fisik DAS Opak-Oyo dengan menggunakan data ASTER Global DEM versi 2.0 dan sofware ArcGIS 10.1.

3. Melakukan perbandingan terhadap karakteristik fisik DAS Opak yang telah ada pada instansi terkait

D. BATASAN MASALAH

Agar penelitian ini tidak terlalu luas sehingga dapat menyimpang dari tujuan penelitian, maka lingkup pembahasannya hanya terbatas sebagai berikut:

1. Data yang digunakan dalam analisis adalah data DEM dari ASTER Global Versi 2.0.

(9)

4. Pembahasan pada penelitian ini hanya pada lingkup membandingkan batas DAS dari data DAS yang telah dikeluarkan oleh beberpa instansi.

5. Perangkat lunak GIS yang digunakan adalah ArcGIS dekstop 10.1 khususnya ArcMap 10.1

E. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberi informasi tentang karakteristik fisik DAS pada sungai Opak. 2. Menjadi refrensi dalam teknik analisis karakteristik fisik pada sebuah DAS. 3. Sebagai refrensi untuk digunakan oleh instansi yang membutuhkan data

Digital elevasi model (DEM)

F. KEASLIAN PENELITIAN

(10)

5

A. Tinjauan Umum

Hidrologi sebagai cabang ilmu yang basisnya adalah pengukuran Fenomena Alam, dihadapkan pada tantangan bagaimana memodelkan atau memprediksi proses hidrologi pada wilayah (atau DAS) yang tidak terukur. Fenomena Alam dalam hal ini adalah Siklus Hidrologi, yang pada hakekat-nya adalah suatu proses yang sangat kompleks (Indarto, 2013). Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi (Anonim, 2006) dalam Fauzan (2016).Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai.

Kajian siklus hidrologi sangat bermanfaat dalam memahami konsep keseimbangan air dalam skala global hingga daerah aliran sungai . DAS adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2002). Kemudian dapat disimpulkan bahwa pemahaman terhadap fenomena hidrologi yang terjadi sangat diperlukan sebagai dasar pengelolaan DAS.

(11)

Dalam penelitiannya tentang karakteristik fisik DAS diharapkan dapat memudahkan pengelola terkait dalam menyusun perencanaan pembangunan daerah setempat yang sesuai dengan karakteristik fisik DAS, sehingga dapat meminimalisir terjadinya bencana alam seperti tanah longsor, banjir bandang dan bencana geologis, misalnya gempa bumi (Bambang, 2006).

B. Peran GIS dalam analisis DAS

Secara harafiah, SIG dapat diartikan sebagai ”suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan,

menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis”

(Atie, 2003).

Penyajian sebuah sistem untuk delineasi dan kodifikasi DAS bumi yang dipercaya unik dalam menentukan batas dan penerapannya secara global. Hal ini merupakan sebuah sistem alami yang mengidentifikasi kontrol topografi drainase dan topologi jaringan sungai. Sistem ini diusulkan sebagai kerangka spasial mendasar yang dapat digunakan untuk melakukan rekonsiliasi data dan informasi dari berbagai skala model sirkulasi global untuk proyek irigasi (K.L. Verdin, 1999) dalam Fauzan (2016).

(12)

teknik yang membutuhkan rata-rata spasial dan metode empirisme untuk ilmu spasial yang lebih deskriptif.

Manfaat yang paling sering dikaitkan dengan penggunaan GIS di DAS dan analisis hidrologi adalah meningkatkan akurasi, sulit diduplikasi, penyimpanan peta lebih mudah, lebih fleksibel, kemudahan berbagi data, ketepatan waktu, efisiensi yang lebih besar, dan kompleksitas produk yang lebih tinggi. Secara umum, sistem GIS telah dipuji karena memungkinkan masukan yang cepat, penyimpanan, dan manipulasi informasi geospasial. Namun, teknologi GIS tidak menyediakan fasilitas input, penyimpanan, dan manipulasi data dari variasi waktu dengan cara yang mudah.

C. Analisis Spasial ArcGIS Desktop dalam pengelolaan DAS

(13)

ditambah kerangka bahasa pemrograman pada setiap alat analisis disediakan oleh lingkungan GIS untuk kepentingan hidrologi.

Teknik analisis hidrologi berbasis GIS berada dalam berbagai tahap pembangunan dan mulai memasukkan praktek rekayasa hidrologi yang umum digunakan. Saat ini, teknik yang paling banyak digunakan adalah GIS untuk model tradisional seperti HEC-1 dan TR-20. Tidak ada keraguan bahwa dalam teknik hidrologi modeling masa depan akan semakin tergantung pada GIS dan modul geospasial dan model interface (Fred et al., 2001).

Dalam perencanaan DAS penggunaan fitur-fitur ArcGIS dan data DEM yang digunakan dapat mempengaruhi luas dan batas DAS itu sendiri. Hal ini dikarenakan arah aliran dan akumulasi aliran sangat dipengaruhi tata letak punggung muka bumi yang divisualisasikan ArcGIS berdasarkan data DEM. Pengelolaan DAS dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SIG. Penggunaan perangkat lunak SIG, yaitu ArcMap dapat mempermudah dalam melakukan analisis DAS guna mendukung pengelolaan DAS terpadu seperti yang dimaksudkan ke dalam PP No 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Namun pengetahuan tentang ArcGIS saja tidaklah cukup untuk dapat melakukan analisis DAS, pengguna harus terlebih dahulu mengetahui konsep dasar dari DAS, terutama dari segi fisik atau morfometrinya. Kesalahan dalam melakukan langkah-langkah analisis dengan fitur-fitur ArcGIS dapat mempengaruhi hasil analisis. Selain itu, pemilihan data yang baik akan sangat berpengaruh pada analisis. Data yang baik merupakan data yang memiliki ketelitian atau resolusi tinggi. Data DEM yang memiliki resolusi tinggi akan berpengaruh terhadap bentuk/relief muka bumi yang akan diproses (Beni, 2015).

D. Analisis Karakteristik DAS dengan Data DEM

(14)

Penggunaan Model Elevasi Digital (Digital Elevation Model, DEM) memungkinkan untuk memunculkan informasi tentang morphologi permukaan tanah yang digunakan dalam prediksi hidrologi. Algoritma untuk mengekstrak struktur topografi dari elevasi digital dan implentasinya dalam berbagai paket Sistem Informasi Geografi (SIG) sebagai sistem pemrosesan raster telah banyak dikembangkan.

O’ Callaghan dan Mark (1984) dalam Sulianto (2006) melakukan pendekatan dalam menentukan jaringan drainase dari DEM raster didasarkan pada simulasi aliran limpasan. Dimana secara esensial mencakup pengidentifikasian aliran limpasan kearah kemiringan paling curam antara masing- masing sel DEM raster dan sel-sel tetangganya. Pendekatan ini lebih sederhana, dan langsung membangkitkan jaringan yang terhubungkan. Pendekatan ini dianggap sebagai pendekatan yang lebih baik karena mengandalkan analogi limpasan untuk menetapkan lintasan aliran.

(15)

10

A. Siklus Hidrologi

Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran dan agihannya, sifat-sifat kimia dan fisiknya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungannya dengan makhluk-makhluk hidup (Internatinal Glossary of Hidrology, 1974) [Seyhan,1990]. Karena perkembangan yang ada maka ilmu hidrologi telah berkembang menjadi ilmu yang mempelajari sirkulasi air. Jadi dapat dikatakan, hidrologi adalah ilmu untuk mempelajari; presipitasi (precipitation), evaporasi dan transpirasi (evaporation), aliran permukaan (surface stream flow), dan air tanah (ground water).

Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran

yang dinamakan “siklus hidrologi”. Siklus Hidrologi adalah suatu proses yang berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan kembali lagi ke laut. Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan) menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut. Asdak (2002) menyatakan bahwa dalam daur hidrologi, masukan berupa curah hujan akan didistribusikan melalui beberapa cara yaitu air lolos (throughfall), aliran batang (streamflow) dan air hujan langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi dan air infiltrasi.

(16)

pegunungan ke lembah, lalu ke daerah yang lebih rendah, sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut aliran permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju kesistem jaringan sungai, sistem danau atau waduk. Dalam sistem sungai aliran mengalir mulai dari sistem sungai kecil ke sistem sungai yang besar dan akhirnya menuju mulut sungai atau sering disebut estuary yaitu tempat bertemunya sungai dengan laut. Air hujan sebagian mengalir meresap kedalam tanah atau yang sering disebut dengan Infiltrasi, dan bergerak terus kebawah. Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian menguap (evaporasi dan transpirasi) dan membentuk uap air. Sebagian lagi mengalir masuk kedalam tanah (infiltrasi, perkolasi, kapiler). Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang – tertentu aliran masih tetap dan kontinyu.

Sebagian air yang tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar ke permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan (surface runoff), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang terkumpul di sungai yang akhirnya akan mengalir ke laut kembali terjadi penguapan dan begitu seterusnya mengikuti siklus hidrogi.

B. Daerah Aliran Sungai

(17)

melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis menjadi wilayah yang lebih kecil yaitu Sub DAS-Sub DAS, dan apabila diperlukan maka dapat dipisahkan lagi menjadi sub-sub DAS, demikian untuk seterusnya (Sudarmadji, 2007). Morfometri DAS merupakan nilai kuantitatif dari parameter-parameter yang ada pada daerah aliran sungai.

Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Pengelolaan DAS merupakan suatu usaha yang terus berjalan, karena faktor alam maupun faktor buatan manusia selalu ada dan berubah setiap waktu (Sheng, 1986 dan 1990). Perencanaan pengelolaan DAS bersifat dinamis karena dinamika proses yang terjadi di dalam DAS, baik proses alam, politik, sosial ekonomi kelembagaan, maupun teknologi yang terus berkembang.

Perencanaan dan pengelolaan DAS membutuhkan pengetahuan tentang karakteristik fisik DAS merupakan parameter-parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, topografi, tanah, geologi, vegetasi, penggunaan lahan, hidrologi dan manusia (Seyhan, 1993). Dengan demikian karakteristik fisik DAS dapat menjadi referensi dalam melakukan rangkaian pendekatan perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan, dan evaluasi pengelolaan DAS secara efektif dan efisien, sehingga dapat meminimalisir terjadinya bencana alam seperti tanah longsor, banjir bandang dan bencana geologis.

(18)

saluran, serta kombinasi saluran. Penentuan teknik dan metode pengolahan juga dapat berpengaruh terhadap hasil akhir suatu aplikasi penginderaan jauh. Sistem Informasi Geografis (SIG) diperlukan dalam analisis sumberdaya wilayah karena memiliki kemampuan menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi dan kemampuan untuk melakukan tumpang susun antar beberapa paramater, serta memiliki kemampuan memvisualisasikan hasil pengolahan spasial citra penginderaan jauh.

C. Geografis Information System (GIS)

Sistim Informasi Geografis yang selanjutnya disingkat SIG adalah suatu sistem yang berbasiskan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografis yang mencakup : data input (pemasukan), manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), analisis dan manipulasi data (Permen PU 2013).

Sistem Informasi Geografis juga biasa disebut GIS atau Geografis

Information System yang definisikan sebagai “an integrated collection of computer software and data used to view and manage information about geographic place, analyze spatial relationships, and model spatial processes”(ESRI 2011). Dalam pengertian tersebut adalah framework untuk memperoleh dan mengorganisir data spasial dan informasi terkait, sehingga dapat ditampilkan dan dianalisis.

(19)

database, dan sebagainya. Penguasaan disiplin-disiplin lain sangat menunjang pemahaman dan penguasaan GIS.

Dalam penerapan sistem ini dibutuhkan komponen-komponen SIG, yang diantaranya adalah perangkat keras, perangkat lunak, user atau operator, data dan metode. Perangkat lunak adalah aplikasi atau program yang mampu mengolah metode dan data dari sistem SIG. Perangkat keras adalah sistem komputer (Personal Computer) yang sesuai untuk pengoperasian perangkat lunaknya. User atau operator adalah orang yang mengoprasikan sistem SIG. Metode adalah teknik atau fitur yang digunakan dalam sistem SIG. Data adalah bahan yang akan diolah atau dianalisis dengan sistem SIG. Sebagai suatu sistem, maka terdapat interkoneksi antara satu komponen dengan komponen lainnya. Kualitas dari keseluruhan GIS sebagai suatu sistem sangat tergantung kepada keseluruhan komponen dan interkoneksi antar komponen.

GIS berhubungan data spasial dan data non-spasial. Salah satu jenis data spasial adalah data raster yang merupakan data yang terdiri dari elemen (sel/pixel), yang mana setiap elemen memiliki nilai tertentu. Data raster digunakan dalam GIS untuk data kontinyu seperti citra satelit, foto udara, model elevasi digital (DEM), kelas lereng dan sebagainya. Untuk kepentingan analisis, data raster sering juga digunakan untuk data diskret seperti kelas lereng, kecamatan, atau areal studi. Penggunaan data raster dalam GIS disumbang oleh teknologi seperti penginderaan jauh, photogrammetry dan photography.

ArcGIS adalah salah satu perangkat lunak yang sangat populer dan andal dalam melakukan tugas Sistem Informasi Geografis (SIG). Meskipun cukup banyak perangkat lunak alternatif yang lebih murah dan bahkan gratis, tetapi ArcGIS masih menjadi perangkat lunak GIS utama. Keandalan ArcGIS tidak saja dalam hal membuat peta, melainkan yang lebih utama adalah membantu praktisi SIG melakukan analisis, pemodelan, dan pengelolaan data spasial secara efektif dan efisien.

D. ArcGIS Desktop

(20)

yang terdiri dari beberapa software yaitu Desktop GIS, Server GIS, Online GIS, ESRI Data, dan Mobile GIS. ArcGIS Desktop adalah bagian dari Desktop GIS yang juga bagian dari ArcGIS. ArcGIS Desktop merupakan platform dasar yang dapat digunakan untuk mengelola suatu proyek dan alur kerja SIG yang komplek serta dapat digunakan untuk membangun data, peta, model, serta aplikasi. ArcGIS Desktop masih merupakan kumpulan software (suite) yang terdiri dari beberapa software tersendiri yaitu :

- ArcMap - ArcCatalog - ArcScene - ArcGlobe - ArcReader

ArcGIS Desktop merupakan pengembangan dan gabungan dari ArcView 3.x yang unggul dalam antarmuka visual dengan Arc/INFO versi 7 yang unggul dalam analisis. Oleh karena itu tidak mengherankan jika ArcGIS Desktop disebut sebagai gabungan ArcView 3.x dan Arc/INFO.

ArcMap adalah software paling utama di dalam ArcGIS Desktop karena hampir semua tahapan GIS seperti input, analisis dan output data spasial dapat dilakukan pada ArcMap. Meskipun demikian, banyak tugas-tugas GIS yang tidak dapat dilakukan menggunakan ArcMap sehingga pengguna masih perlu untuk mempelajari dan menggunakan software ArcGIS Desktop lain selain ArcMap.

Penyimpanan dan pengelolaan data geografis pada perangkat lunak ArcGIS dapat dilakukan dalam berbagai format. Diantaranya adalah :

- Vektor adalah data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area/poligon.

(21)

E. Digital Elevation Model (DEM)

Digital Elevation Model yang selanjutnya disingkat DEM adalah data digital yang menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi atau bagiannya yang terdiri dari himpunan titik-titik koordinat hasil sampling dari permukaan dengan algoritma yang didefinisikan permukaan tersebut menggunakan himpunan koordinat (Permen PU 2013).

Beberapa sumber data DEM adalah FU stereo, citra satelit stereo, data pengukuran lapangan (GPS, Theodolith, EDM, Total Stasion, Echosounder), peta topografi, dan Linier Array Image. Struktur dari data DEM terdiri dari :

GCPs (Ground Control Points), menggunakan sebuah bidang segitiga teratur, segiempat, atau bujursangkar atau siku yang teratur. Perbedaan resolusi grid dapat dugunakan sebagai pilihan yang berhubungan dengan ukuran daerah penelitian dan kemampuan fasilitas komputer.

TIN (Triangulasi Irreguler Network), adalah rangkaian segitiga yang tidak tumpang tindih pada ruang tak beraturan dengan koordinat x, y, dan z (nilai elevasi). Model TIN disimpan dalam topologi hubungan antara segitida dengan segitiga didekatnya, tiap bidang segitiga digabungkan dengan tiga titik segitiga yang dikenal dsebagai facet. Titik tak teratur pada TIN biasanya merupakan hasil sampel permukaan titik khusus seperti lembah, igir, dan perubahan lereng. Kontur, dibuat dari garis digitasi garis kontur yang disimpan dalam format seperti DLGs (Digital Line Graphs koordinat (x,y)) sepanjang tiap garis kontur yang menunjukkan elevasi khusus. Kontur paling banyak digunakan untuk menyajikan permukaan bumi dengan simbol garis.

(22)

yang memberikan informasi tentang garis pantai, danau, salju, awan, korelasi dan lain-lain.

ASTER (Advance Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer) merupakan sensor optik multispektral dengan resolusi spasial 15 m yang dimuat pada satelit Terra 14 band spektral dari mulai spektrum tampak sampai dengan saluran thermal yang terbagi menjadi 3 radiometer, yaitu: VNIR (Visible Near Infrared Radiometer), SWIR (Short Wave Infrared Radiometer) dan TIR (Thermal Infrared Radiometer) (Ersdac, 2003). Citra ASTER VNIR dapat digunakan sebagai kajian penutup dan penggunaan lahan. Salah satu turunan citra ASTER, yaitu ASTER GDEM dengan resolusi spasial 30 m, merupakan citra yang dapat digunakan untuk merepresentasikan elevasi permukaan bumi dalam bentuk digital. Dengan citra ini, bentuk topografi permukaan bumi dapat divisualisasikan dalam bentuk tiga dimensi.

F. Fitur ArcGIS Desktop Terkait Hidrologi

Beni dan Ikhsan (2015) menyatakan dalam buku tutorial ArcGIS bahwa ArcGIS Desktop menyediakan tool-tool yang dapat digunakan untuk analisis hidrologi di dalam ekstensi Spatial Analyst, beberapa tool untuk melakukan persiapan hingga delineasi daerah tangkapan sudah tersedia. Analisis hidrologi yang berkaitan dengan topografi adalah analisis hidrologi yang berkaitan dengan terrain atau topografi. Beberapa analisis yang termasuk kelompok ini adalah penghitungan flow direction, flow accumulation, flow length dan pour point. Untuk melakukan analisis hidrologi, data yang tepat digunakan adalah DEM yang sudah terbebas dari fitur-fitur seperti bangunan, pohon, dan lain-lain. Sehingga nilai elevasi pada DEM hanya nilai elevasi mjuka permukaan tanah yang sering disebut dengan digital terrain model (DTM). Namun untuk analisis yang luas, terkadang data DEM yang masih mengandung nilai-nilai fitur bangunan, pohon dan lain-lain seringkali digunakan.

1. Fitur Persiapan Data DEM

(23)

Namun seringkali DEM memiliki sink, yaitu pixel-pixel yang memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan nilai disekelilingnya. Sink harus dihilangkan dengan cara mengisinya (fill) agar tidak diidentifikasi sebagai tujuan akhir dari aliran air.

Gambar 3.1 (a) Profil dari Sink dan (b) Proses Fill

2. Flow Direction (arah aliran)

Flow Direction digunakan untuk menentukan arah aliran dari setiap sel, yaitu arah penurunan yang paling curam (steepest path). Suatu sel dikelilingi oleh sebanyak delapan (8) buah sel tetangga. Oleh karena itu akan terdapat delapan kemungkinan arah flow direction. Jika arah penurunan paling curam adalah ke arah utara, maka nilai flow direction pada sel tengah adalah 64. Kemungkinan nilai flow direction yang lain adalah 1 (timur), 2 (tenggara), 4 (selatan), 8 (barat daya), 16 (barat), 32 (barat laut), 64 (utara) dan 128 (timur laut). Output dari fitur flow direction adalah suatu data raster yang setiap selnya memiliki arah dengan diwakili oleh nilai 1, 2, 4, 8, 16, 32, 64 atau 128.

(24)

3. Flow Accumulation

Fitur flow accumulation digunakan untuk menentukan akumulasi aliran dari setiap sel. Suatu sel yang memiliki flow accumulation nol (0) menunjukkan jika tidak ada satu sel pun yang akan mengalirkan air kepada sel tersebut, demikian juga jika suatu sel memiliki flow accumulation seratus (100), maka akan terdapat sejumlah 100 sel yang akan mengalirkan air kepada sel tersebut. Semakin tinggi nilai flow accumulation suatu sel maka semakin tinggi juga potensi air akan terakumulasi pada sel tersebut. Output dari fitur flow accumulation adalah data raster dengan nilai pada sel adalah jumlah sel yang akan menyumbangkan air kepadanya.

Jejaring aliran dapat diperoleh dari klasifikasi ulang nilai Flow Accumulation dengan menggunakan tool Reclassify. Klasifikasi ditentukan berdasarkan nilai flow accumulation rata-rata untuk anak sungai dan standar deviasi nilai flow accumulation untuk sungai utama.

Gambar 3.3 Determinasi Akumulasi Aliran 4. Stream Order

Stream dapat diartikan sebagai jejaring aliran, baik itu berupa sungai, parit, dan sebagainya yang secara teoritis jika terjadi hujan akan secara signifikan dialiri air. Identifikasi stream dapat diartikan dengan sebagai identifikasi jejaring aliran dengan ambang batas tertentu.

(25)

stream dilakukan terhadap data flow accumulation. Nilai dari satu sel adalah jumlah sel lain yang jika terjadi hujan akan mengalirkan air ke sel tersebut. Semakin tinggi nilai dari flow accumulation maka semakin tinggi kemungkinannya sel tersebut menjadi stream, terlepas dari apakah pada kondisi riil di lapangan sel tersebut berupa sungai, parit, dsb atau pun tidak. Stream order adalah urutan dari segmen stream dengan menggunakan metode Strahler atau Shreve sesuai dengan keperluan anlisis. Hasil dari analisis Stream Order adalah sebuah data raster diskret dengan nilai 1, 2, dst yang menunjukkan ordo dari stream (ordo sungai). Dengan menggunakan metode Strahler, order 1 menunjukkan sungai baru terbentuk di daerah hulu atau ujung daerah tangkapan. Semakin ke hilir, ordo sungai akan bertambah.

Gambar 3.4 Metode Aliran Strahler 5. Pour Point

Titik outlet, atau sering disebut watershed outlet atau pour point, adalah titik dimana batas daerah tangkapan ditentukan. Beda posisi outlet memiliki beda hasil delineasi. Titik outlet dapat berupa bendungan atau stasiun pengamatan erosi. Titik outlet harus tepat berada di atas sel yang memiliki flow accumulation paling tinggi. Jika posisi outlet meleset sedikit saja, maka proses delineasi daerah tangkapan tidak akan sesuai yang diharapkan. Titik outlet yang ditentukan/diukur dengan menggunakan GPS dengan akurasi tinggi pun belum tentu dapat digunakan untuk delineasi daerah tangkapan karena yang diperlukan adalah posisi outlet yang konsisten dengan data flow accumulation. Untuk menempatkan outlet dengan benar, pengguna dapat melakukan hal berikut,

(26)

nilai akumulasi tertinggi. Cara ini sangant direkomendasikan mengingat user/pengguna memiliki kontrol penuh untuk meletakkan dimana seharusnya outlet berada.

2)Gunakan snap pour point, untuk menggeser titik outlet (fitur/raster) sehingga berapa pada flow accumulation tertinggi terdekat.

6. Delineasi Daerah Tangkapan (Watershed Tool)

Delineasi daerah tangkapan adalah identifikasi sel-sel yang jika dijatuhkan air akan mengalir kepada titik outlet yang akan ditentukan. Untuk melakukan delineasi daerah tangkapan diperlukan adanya arah aliran, akumulasi aliran dan outlet.

Delineasi daerah tangkapan dilakukan untuk membuat areak dimana seluruh sel di dalam areal tersebut, jika jatuh hujan/air di atasnya maka seluruh air limpasan akan mampir ke outlet. Dengan demikian, delineasi di sini sangat terhantung kepada dimana outlet ditempatkan. Salah satu fitur ArcGIS desktop untuk melakukan delineasi adalah watershed dan basin.

Hasil dari tool watershed adalah data raster dimana sel yang berada pada daerah tangkapan yang sama akan memiliki atribut yang sama yang bersumber dari atribut atau nilai outlet. Namun analisis delineasi daerah tangkapan seperti telah dibahasa pada bagian ini tidak dapat digunakan untuk secara instan membagi suatu wilayah, misalnya satu provinsi atau satu pulau, menjadi beberapa daerah aliran sungai.

Gambar 3.5 Komponen Watershed

Delineasi daerah tangkapan hanya dilakukan untuk membuat daerah tangkapan dari titik-titik outlet yang telah dibuat dan disesuaikan. Pada beberapa analisis, diperlukan pembagian suatu wilayah menjadi DAS

(27)

sungai secara otomatis. Untuk melakukan hal tersebut diperlukan tool/fitur basin. Data daerah tangkapan yang dihasilkan oleh fitur basin adalah berupa data raster. Untuk analisis basin biasanya ditujukan untuk pengelolaan sehingga batas DAS yang diperlukan tidak hanya berupa batas DAS secara alami, tapi juha dapat digunakan untuk tujuan pengelolaan.

(28)

23

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah sungai Opak-Oyo yang memiliki luas daerah aliran sungai (DAS) Opak-Oyo mencakup 138,052.64 Ha (BPDAS Serayuopakprogo). Secara administrasi daerah penelitian berada di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang meliputi Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta . Posisi DAS Opak-Oyo secara gografis berbatasan dengan DAS Progo di bagian barat, DAS Bengawan Solo di bagian timur laut, lereng Gunung Merapi di bagian utara, pertemuan sungai Opak-Oyo di bagian selatan.

B. Bahan Penelitian

Data yang digunakan pada analisis adalah data sekunder, berikut merupakan data yang diperoleh dengan cara mengunduh data dari internet yaitu berupa data (Lampiran A):

a. ASTER GDEM Versi 2.0

Data DEM dapat di download di situs earthexplorer.com dengan membuat akun terlebih dahulu, berikut karakteristik ASTER GDEM : Tabel 4.1 karakteristik ASTER GDEM

Ukuran Ubin 3601 x 3601 (1° x 1°) Ukuran pixel 1 arc-second

Sistem Koordinat Geografis

Geografis lintang dan bujur

(29)

b. Peta kontur, batas administrasi, tatagunalahan, dan jenis tanah provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarata, diperoleh dari Badan Informasi Geospasial (BIG)

c. Peta jeajaring sungai Jawa tengah dan DI Yogyakarta, diperoleh dari BIG dan BPDAS Serayu Opak Progo

d. Peta batas DAS Opak-Oyo, diperoleh dari BPDAS Serayu Opak Progo.

C. Alat Penelitian

1. PC atau Laptop yang digunakan berspesifikasi terhadap software ArcGIS Desktop 10.1 dan Microsoft Office 2013.

2. Software ArcMap 10.1 (ArcGIS Desktop 10.1), digunakan untuk melakukan pengolahan data DEM dan analisis hidrologi.

3. Software Microsoft Excel 2013, digunakan untuk melakukan rekap data hasil analisis ArcGIS Desktop 10.1.

(30)

Mulai

Kajian Pustaka

Pengumpulan Data

Data Sekunder

Analisis Data Spasial ArcGIS

Rekapitulasi Data Atribut ArcGIS

Evaluasi Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selelsai

D. Tahapan Penelitian

(31)

Union DEM

(32)

E. Analisis Hasil

1. Delineasi Batas DAS

Untuk mendelineasi batas DAS digunakan tool Watershed yang mampu menetukan wilayah suatu DAS berdasarkan arah aliran dan titik outletnya. Berikut merupakan langkah-langkah untuk memperoleh delineasi batas DAS menggunakan tool Watershed menggunakan data DEM (Lampiran B).

a. Download Data DEM

Proses Download dilakukan pada situs www.earthexplorer.com yang menyediakan data DEM dari GDEM ASTER versi 2.0 per 1 luasan dengan satuan derajat atau 1,1664×1010 m2.

b. Mempersiapkan DEM

Untuk melakukan penggabungan data DEM yang saling bertetangga, pengguna dapat menggunakan tool Mosaic to New Raster yang terdapat pada toolbox. Tool ini berfungsi menyatukan beberapa data raster yang saling bertetangga dan identik, kemudian menyimpannya sebagai data raster yang baru. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengisian informasi untuk analisis, 1) Input raster diisi data-data DEM (raster) yang akan digabungkan 2) Nama DEM (raster) baru diisi disertai ekstensinya yaitu “.tif” 3) Number of band diisi 1, karena DEM akan terdiri dari 1 band.

(33)

Sedangkan untuk melakukan pemotongan pada data raster, pengguna dapat memilih beberapa metode clip yang terdapat pada toolbox. Pilihan yang paling efisien, mudah dan cepat adalah dengan metode koordinat (extract by polygon atau extract by rectangle) dan metode topeng (extract by mask). Tool extract by mask berfungsi memotong atau mengclip raster berdasarkan wilayah dari mask atau topeng yang dapat berupa data feature ataupun raster. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengisian informasi untuk analisis,

1) Input raster diisi data DEM yang akan dipotong,

2) Input mask diisi data batas administrasi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, dikarenakan wilayah analisis DAS Opak-Oyo berada di provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta,

Gambar 4.4 Peta Administrasi dan Data DEM

Menggabungkan dan memotong data DEM terkadang akan menemukan masalah NoData atau dengan kata lain beberapa piksel tidak memiliki nilai atau kosong. Untuk mengatasi masalah tersebut, dapat digunakan tool IsNull dan Con.

(34)

Gambar 4.5 Kotak Dialog Input Data Tool IsNull

Kemudian tool Con berfungsi melakukan kondisi atau logika if (jika) yang sangat identik dengan formula/logika if pada Ms. Excel. Dimana,

3) Input conditional raster, pilih raster yang akan dikondisikan, hasil analisis IsNull dimasukkan mengingat data hasil IsNull telah terbagi menjadi 2 nilai (0 dan 1).

4) Expression (optional), masukkan logika, formula, atau ekspresi nilai. Pada data IsNull dapat tulis “value=0”, hal ini dikarenakan nilai 0 pada data IsNull merupakan wilayah yang akan diinput dengan nilai DEM yang asli.

5) Input true raster or constant value, diisi data DEM yang asli, hal ini dikarenakan logika yang digunakan adalah jika nilai dari raster (IsNull) adalah 0, maka nilainya akan berubah sesuai dengan input true raster (DEM asli).

(35)

Gambar 4.6 Kotak Dialog Input Data Tool Con

Maka semua piksel yang kosong (NoData) akan diganti nilainya dengan 0 (nol).

c. Analisis Aliran

(36)

Gambar 4.7 Kotak Dialog Input Data Tool Fill

Kemudian dilakukan analisis arah aliran menggunakan tool Flow Direction dengan Input raster adalah data DEM yang telah melewati analisis Fill.

(37)

Gambar 4.9 Kotak Dialog Input Data Tool Flow Accumulation

d. Watershed

Untuk melakukan delinasi Batas DAS menggunakan tool Watershed, dibutuhkan sebuah titik outlet atau biasa disebut pour point. Titik outlet harus terletak pada akumulasi aliran tertinggi dari jejaring sungai yang dihasilkan DEM. Titik outlet dibuat dengan cara meletakan sebuah titik atau point berupa data fitur di wilayah dengan nilai akumulasi aliran tertinggi.

Gambar 4.10 Peletakan Titik Outlet

(38)

dengan Input raster berupa raster hasil Flow Direction dan Input raster or feature pour point data adalah data feature titik outlet.

Gambar 4.11 Kotak Dialog Input Data Tool Watershed e. Konversi dan kalkulasi geometri

Hasil analisis tool Watershed, Flow Accumulation, dan Slope merupakan data raster dengan dimensi yang cukup sulit untuk diidentifikasi. Untuk itu dibutuhkan sebuah proses konversi dari data raster ke data feature. Hasil analisi tool Watershed kemudian dikonversi menggunakan tool Raster to Polygon

(39)

yang mampu melakukan perhitungan atau kalkulasi geometri terhadap data atribut. Adapun beberapa parameter yang diperhatikan dalam proses kalkulasi adalah sebagai berikut;

- Pada baris Geometry Propertise, centang LENGTH_GEODESIC (untuk panjang garis sungai), AREA_GEODESIC (untuk luasan DAS), dan PARIMETER_LENGTH_GEODESIC (untuk panjang keliling DAS)

- Untuk satuan panjang (Length Unit (optional)) diisi METERS - Untuk satuan luas (Area Unit (optional)) diisi SQUARE_METERS

2. Jejaring Aliran

Untuk membuat jejaring aliran dilakukan analisis tool Flow Accumulation yang terlebih dahulu diklasifikasi menggunakan tool Reclassify (Toolbox). Proses klasifikasi dilakukan untuk menentukan nilai atau value dari raster yang akan dijadikan sebagai DAS dan Sungai. Klasifikasi untuk hasil akumulasi aliran (Flow Accumulation) dilakukan dengan pengamatan pixel value yang layak sebagai anak sungai dan sungai utama. Berdasarkan penyesuaian terhadap jaringan sungai dari BIG, ditentukan nilai rata-rata dari pixel value secara keseluruhan ditentukan sebagai klasifikasi untuk anak sungai, kemudian nilai standar deviasi (Pixel Value) untuk menentukan nilai dari sungai utama.

(40)

Untuk menentukan ordo sungai, digunakan tool Stream Order. Dengan menggunakan metode Strahler.

Gambar 4.14 Kotak Dialog Inpit Data Tool Stream Order. 3. Kemiringan Lahan

(41)

Gambar 4.15 Kotak Dialog Inpit Data Tool Slope.

Untuk proses klasifikasi yang harus dilakukan sebelum melakukan konvers ke data feature, ditetapkan nilai berdasarkan kelas kemiringan (5 kelas) pada RLKT tahun 1986 tentang penetapan faktor LS berdasarkan kelas kemiringan lahan. Setelah proses konversi selesai, dilakukan pemotongan wilayah menggunakan tool Clip pada daerah aliran sungai Progo hasil analisis.

4. Tataguna Lahan

Berdasarkan data tataguna lahan pulau Jawa, dilakukan pemotongan menggunakan tool Clip berdasarkan luasan daerah aliran sungai Opak-Oyo.

(42)

5. Jenis Tanah

Gambar 4.17 Kotak Dialog Inpit Data Tool Clip.

Berdasarkan data jenis tanah pulau Jawa, dilakukan pemotongan menggunakan tool Clip berdasarkan luasan daerah aliran sungai Opak-Oyo.

F. Kesulitan Penelitian

Melakukan rekondisi DEM memerlukan pemahaman terhadap kondisi topografi dan kekhasan areal studi. Selain itu, pemilihan data jejaring aliran atau sungai sangat menentukan rekondisi DEM yang dilakukan. Sedangkan ketersedian data jejaring aliran sangat bervariasi dari setiap instansi.

(43)

38

A. Perbandingan Peta Topografi

1. DEM dan Kontur RBI

Perbandingan peta topografi antara data DEM dan Kontur RBI disajikan dalam bentuk degredasi warna yang diklasifikasikan menjadi 10 warna. Berikut peta dan klasifikasi warna dari DAS Opak-Oyo :

Dari hasil pengamatan kedua gambar tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa degredasi warna yang ada pada kedua data tidak memiliki perbedaan yang signifikan atau dapat dikatakan data DEM memiliki bentuk permukaan yang mirip dengan data kontur RBI akan tetapi data DEM memiliki ketelitian yang lebih baik ketimbang data kontur RBI.

Gambar 5.1 (a) Peta DEM dan (b) Peta Kontur RBI

a

b

(44)

2. Perbandingan data Statistik

Dari hasil klasifikasi kedua data didapatkan nilai statistik yang disajikan sebagai berikut:

Tabel 5.1 Data Statistik Perbandingan Peta Topografi

Data DEM RBI Satuan

Minimum 4 -5,254 Mdpl

Maksimum 2.933 2.610 Mdpl

Jumlah 433.914.563 6.837.922 Piksel

Rata-rata 229,27 219,73 Piksel

Standar deviasi 184,53 183,19

Berdasarakan perbandingan statistik antara DEM dengan kontur RBI dapat diambil kesimpulan :

a. Perbedaan yang cukup signifikan terdapat pada jumlah piksel yang memiliki selisih 427.076.641 piksel.

b. Data DEM memiliki piksel-piksel yang berukuran kecil sedangkan untuk data RBI memiliki piksel-piksel yang lebih besar, hal ini yang menyebabkan Data DEM memiliki piksel yang lebih banyak dibanding Data RBI yang memiliki piksel yang lebih sedikit.

(45)

B. Batas DAS

Berikut menunjukkan data-data yang diperoleh dari proses delineasi mengguanakan software ArcGis 10.1.

Tabel 5.2 Data DAS Opak-Oyo Hasil Analisis

Keterangan GDEM ASTER

V.2.0 BPDAS Satuan

Luas 1.781.022.257,22 1.408.176.470 Meter2

Keliling 315.731,003 250.199 Meter

Posisi Bujur

110,24846 s.d

110,858304 110,259036 s.d 110,858030 Derajat Posisi Lintang 8,0824099 s.d

-7,541223

Lintang -8,012122 -8,009176 Derajat

Perbandingan luas DAS hasil analisis menggunakan data GDEM ASTER memiliki perbedaan nilai 372,85 km2 dengan data BPDAS Serayu Opak Progo. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan nilai ini sangat signifikan mengingat persentase perbedaannya adalah 26,48 % terhadap data BPDAS Serayu Opak Progo.

(46)
(47)

Perbedaan pertama berada pada bagian barat atau lebih lengkapnya pada daerah bantul, untuk DAS DEM dan DAS BPDAS ditampilkan dengan warna merah dan biru.

Gambar 5.3 Perbedaan DAS Antara DEM dan BPDAS

(48)

Gambar 5.4 Perbedaan DAS Antara DEM dan BPDAS Bagian Barat

Perbedaan DAS yang mencolok terjadi di bagian tenggara tepatnya pada wilayah Paliyan Wonosari, hal ini kemudian dijelaskan akibat adanya sungai tadah hujan yang mengarah ke DAS Opak-Oyo. Menurut klasifikasi dari BPDAS sungai tersebut bukan merupakan bagian dari DAS Opak-Oyo, sedangkan hasil analisis dari data DEM mengidentifikasi bahwa sungai tersebut tersebut masih merupakan bagian dari DAS Opak-Oyo (Gambar 5.5).

(49)

2. Batas Adminitrasi DAS Opak-Oyo

Wilayah administratif yang mencakup daerah aliran sungai Opak-Oyo termasuk ke dalam 2 (dua) provinsi yakni Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Jika dibagi terhadap wilayah kabupaten maka DAS Progo mencakup 6 kabupaten. Berikut merupakan wilayah yang berbatasan langsung terhadap DAS Opak-Oyo (Gambar 5.6):

1. Sebelah Selatan berbatasan dengan samudra Hindia, dimana perbatasan tersebut merupakan titik pertemuan sungai dengan laut.

2. Sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Sleman dan Bantul. 3. Sebelah Utara berbatasan dengan kabupaten Boyolali.

4. Sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Klaten, Gunung Kidul dan Wonogiri.

(50)
(51)

C. Jejaring Aliran

Data jejaring aliran (sungai) diperoleh berdasarkan hasil konversi analisis fitur Flow Accumulation atau akumulasi aliran. Peta jejaring aliran sungai Opak-Oyo hasil analisis menggunakan data ASTER GDEM Versi 2.0 dan Software ArcGIS 10.1 ditampilkan pada (Gambar 5.7).

Berikut menunjukkan data-data yang diperoleh dari proses akumulasi arah aliran.

Tabel 5.3 Data Jejaring Aliran DAS Opak-Oyo

Keterangan Nilai Satuan

Panjang Sungai Utama 86526,3657 Meter Total Panjang Anak Sungai 1363449,972 Meter Posisi Hulu

Berikut merupakan data ordo sungai yang diperoleh dari hasil analisis fitur Stream Ordo

(52)
(53)

D. Kemiringan Lahan

Berdasarkan data ASTER GDEM Versi 2.0 dalam cakupan wilyah DAS Opak-Oyo hasil analisis, kemudian dilakukan analisis kemiringan lahan menggunakan fitur Slope. Berikut ini merupakan peta kemiringan lereng di wilayah DAS Opak-Oyo (Gambar 5.8). Berikut ini merupakan luasan, panjang keliling dan faktor LS pada setiap kelas kemiringan (RLKT).

Tabel 5.5 Data Kemiringan Lahan DAS Opak-Oyo

Kemiringan Luas Keliling Faktor

LS

persen meter2 Meter

0 - 5 762.175.223,01 27.615.761,04 0,75 5 - 15 661.841.346,19 36.442.054,62 1,2 15 - 35 241.248.801,33 14.843.351,75 4,5 35 - 50 92.224.819,50 5.065.958,68 7,5 > 50 22.236.538,19 1.025.021,75 12

Untuk rekapitulasi data pada setiap piksel data DEM, diperoleh data statistik sebagai berikut.

Tabel 5.6 Data Statistik Kemiringan Lahan DAS Opak-Oyo

Keterangan Nilai Satuan

Data 1.892.614,00 piksel

Minimum 0,00 %

Maksimum 205,12 %

Jumlah 24.645.551,22 %

Rata-rata 13,02 %

Standar Deviasi 11,33

(54)
(55)

E. Tataguna Lahan

Berdasarkan klasifikasi tataguna lahan oleh RBI, maka dihasilkan luas wilayah berdasarkan fungsi lahan yang berada pada cakupan daerah aliran sungai Opak-Oyo. Berikut adalah tabel rekapitulasi luas dan keliling berdasarkan fungsi lahan pada DAS Opak-Oyo.

Tabel 5.7 Data Tataguna Lahan DAS Opak-Oyo.

Keterangan Keliling Luas

Meter Meter2

Air Payau 164,34 684,88

Air Tawar 609.153,86 8.509.127,41

Belukar/Semak 1.404.794,90 77.567.914,38

Pasir Darat 15.779,34 438.704,31

Gedung 122.375,07 3.039.523,68

Kebun 3.269.754,11 228.910.432,65

Pemukiman 6.760.412,71 387.804.862,85

Rumput 418.538,73 11.769.746,39

Rawa 4.225,87 151.151,49

Sawah Irigasi 3.367.074,66 353.142.270,45

Sawah Tadah Hujan 3.358.679,28 206.986.359,82

Tegalan 6.141.483,17 491.049.621,59

Tanah Berbatu 6.006,65 615.531,27

Hutan 41.304,87 9.743.513,90

Jumlah 25.519.747,57 1.779.729.445,08

(56)
(57)

F. Jenis Tanah

Berdasarkan klasifikasi jenis tanah yang ada di pulau Jawa, maka dihasilkan luas wilayah berdasarkan jenis tanah yang berada pada cakupan daerah aliran sungai Progo. Peta jenis tanah pulau Jawa yang telah dipotong berdasarkan wilayah DAS Progo disajikan pada Gambar 5.10.

Berikut adalah tabel luas dan keling berdasarkan jenis tanah pada DAS

Endapan Gunungapi Merapi Tua 6.668,05 1.604.947,23

Formasi Mandalika 22.492,24 18.065.506,65

Formasi Semilir 141.683,52 8.754.2852,10

Formasi Kebobutak 20.686,50 6.537.832,78

Formasi Wonosari 33.944,03 16.536.729,65

Formasi Semilir 2.949,91 569.941,04

Formasi Sentolo 35.085,39 13.656.705,81

Formasi Oyo 77.719,86 93.910.021,71

Nglanggran Formation 129.368,02 112.042.088,02

Formasi Sambipitu 95.670,23 46.503.930,14

Alluvium tua 2.929,11 604.342,87

Formasi Wungkal 2.684,58 503.860,89

Formasi Nampol 2.549,48 420.922,41

Aluvial 9.151,90 1.989.416,74

Formasi Wonosari 1.244,85 106.350,28

Formasi Kepek 24.138,18 35.711.570,89

Jumlah 840.245,33 1.072.622.559,61

(58)
(59)

54 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil analisis Daerah aliran sungai dengan menggunakan data ASTER GDEM V.2.0 pada sungai Opak-Oyo didapatkan beberapa kesimpulan :

1. Degradasi warna yang ada pada data DEM ASTER dan DEM dari kontur RBI yang hampir sama dan Nilai rata-rata dari kedua data sebesar 229,27 dan 219,73, nilai tersebut tidak terlalu signifikan menunjukan DEM memiliki bentuk permukaan yang mirip dengan kontur RBI. Data ASTER GDEM dapat digunakan untuk melakukan delineasi batas DAS secara efektif dan efisien dan Data DEM lebih baik menggambarkan batas DAS dibandingkan Data RBI.

2. Berdasarkan klasifikasi jejaring aliran DAS Opak-Oyo memiliki panjang sungai utama 86,53 Km. Untuk kemiringan lahan yang diperoleh dari data statistik memiliki kemiringan lahan sebersar 13,02 %, sehingga dapat dikategorikan bahwa DAS Opak-oyo memiliki nilai kemiringan yang cukup curam. Penggunaan lahan di DAS Opak-Oyo didominasi oleh kebun, pemukiman, sawah irigasi, sawah tadah hujan dan tegalan, Sedangkan untuk jenis tanah di DAS Opak-Oyo didominasi batuan gunung api tak terpisahkan.

(60)

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, berikut merupakan beberapa saran yang dapat diperhatikan:

1. Penggunaan data DEM darus disesuaikan dengan kondisi topografi wilayah studi agar dapat mengetahui seberapa besar perbedaan data elevasinya yang nantinya dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk menggunakan data DEM pada wilayah studi tertentu. Hal ini mengingat standar deviasi dari topografi antara kedua perbandingan yang dilakukan.

2. Sebelum data DEM digunakan seabaiknya dilakukan perbandingan dengan data yang didapatkan dari instansi lain untuk membandingkan bentuk permukaannya.

(61)

xiii

Asdak, C.. 2002. “Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai”. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta

Atie, Dewi S., Tarigan J.. 2003. “Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam”. Bogor: Center for International Forestry Research. Bambang. “Karakteristik Fisik Sub Daerah Aliran Sungai Batang Gadis,

Mandailing Natal, Sumatra Utara”. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli (2003).

Environmental Systems Research Institute. 2011. “GIS Dictionary” http://support.esri.com/en/knowledgebase/Gisdictionary/ (Dikunjungi 2 Mei 2016)

Fauzan A. K.. 2016 “Analisis Karakteristik Fisik DAS Dengan RSTM 1 arc Second

Di Sungai Progo”. Universitas Muhammadyah Yoyakarta.

Fred, L.O., Garbrecht, J., DeBarry, P.A., Johnson, L.E.. “GIS and Distributed Watershed Models II: Modules, Interfaces, And Models”. Journal of Hydrologic Engineering, 6:515-523. ASCE No. 22287 (2001).

Indarto, Widodo., S., Subakti., A.P.. “Karakteristik Fisik dan Kurva Durasi Aliran pada 15 DAS di Jawa Timur”. Teknik Pertanian Universitas Jember (2013).

O’Callaghan, J.F., dan Mark, D.M.. “The Extraction Of Drainage Networks From Digital Elevation Data” Computer Wsion, Grapmcs, And Image Processing 28, 323-344 (1984). Science Direct registered trademark of Elsevier B.V. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 tahun 2012, tentang

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS).

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2013, tentang Tata Cara Penetapan Batas Daerah Aliran Sungai (DAS).

Raharjo, B., Ikhsan, M.. 2015. “Belajar ArcGIS Desktop 10: ArcGIS 10.2/10.3.” Banjarbaru: Geosiana Press.

Rahayu, S., Widodo, R.H., van Noordwijk, M., Suryadi, I., Verbist, B.. 2009.

Monitoring air di daerah aliran sungai”. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre – Southeast Asia Regional Office, 104 p.

Rahman, A.. “Analisis Rawan Banjir di Kabupaten Barito Kuala”. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Lambung Mangurat Banjarbaru (2011).

(62)

xiv

Sulianto, A., Haji, T.S.. “Definisi Numerik Jaringan Drainase dan Daerah Aliran Sungai dari Model Elevasi Digital untuk Model Hidrologi”. Fakultas Teknlogi Pertanian Universitas Brawijaya (2006).

(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)

1

OPAK_OYO

Sigit Syusanto2, Nursetiawan3, Puji Harsanto4

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2016

ABSTRAK

Karakteristik fisik DAS merupakan variabel dasar yang menentukan proses hidrologi pada DAS, sedangkan karakteristik sosial ekonomi dan budaya masyarakat adalah variabel yang mempengaruhi percepatan perubahan kondisi hidrologi DAS. Pembuatan jaringan sungai dan batas DAS dengan manual menggunakan peta topografi hardcopy memakan waktu yang lama dan biaya yang sangat besar, sehingga diperlukan suatu cara agar bisa menghemat waktu dan biaya tersebut. Data Digital Elevation Model (DEM) merupakan data digital yang menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi atau bagiannya yang terdiri dari himpunan titik -titik koordinat hasil sampling. Data DEM dalam penelitian ini menggunakan data dari ASTER GDEM V2.0, data ini merupakan versi terbaru dimana data DEM memiliki ukuran piksel yaitu ±30m2.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis karakteristik fisik DAS Opak-Oyo menggunakan data ASTER GDEM V.2.0 dan software ArcGIS. Pada penelitian ini analisis delineasi batas DAS diperoleh dari fitur Watershed, sedangkan untuk jejaring aliran atau sungai diperoleh dari fitur Flow Accumulation dan Stream Order. Analisis tambahan pada penelitian ini adalah perband ingan data elevasi DEM dan rekondisi DEM. Analisis tambahan dilakukan guna membandingkan dan menyesuaikan data DEM terhadap kondisi topografi di lapangan.

Hasil penelitian ini diperoleh perbedaan batas DAS yang berbeda antara data ASTER GDEM versi 2.0 dibandingkan batas DAS BPDAS Serayu Opak Progo. Hal tersebut ditunjukkan luas yang berbeda-beda untuk masing-masing DAS, luas DAS dari sumber ASTER GDEM versi 2.0 (1.781,02 km2) sedangkan luas DAS dari BPDAS Serayu Opak Progo (1.408,17).Data Digital Elevation Model ASTER GDEM versi 2.0 lebih baik dalam pembuatan batas DAS dibandingkan Data Kontur RBI karena data DEM memiliki ketelitian lebih baik.

Kata Kunci : Daerah Aliran Sungai, Digital Elevation Model, Batas DAS, Jejaring Aliran.

(77)

2 Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah

suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh pemisah topografi berupa punggung bukit yang menerima, menampung, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya menuju sungai sampai ke laut atau danau. Suatu DAS terdiri dari komponen fisik berupa tanah, air, vegetasi dan komponen non fisik berupa manusia dan segala aktifitasnya. Air merupakan salah satu komponen utama Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sangat penting bagi kehidupan di muka bumi ini (UU RI no 7 tahun 2004 tentang sumber daya air).

Di dalam bidang hidrologi diperlukan beberapa pemahaman karakteristik suatu das yang dicirikan oleh morfometri, topografi, tanah, geologi, penggunaan lahan, hidrologi dan manusia yang dapat mempengaruhi aliran air. Sehingga dapat diketahui kemana air tersebut mengalir. Untuk mengetahuinya maka dapat dimanfaaatkan teknologi analisis hidrologi yang mampu membuat suatu bentuk model batas DAS dari DEM (digital elevation model).

Pembuatan jaringan sungai dan batas

DAS dengan proses manual akan

mengakibatkan banyak waktu yang terbuang. Otomatisasi menjadi salah satu pilihan karena mampu menghasilkan keluaran hasil secara lebih mudah dan lebih terstruktur. Data DEM

mempunyai kelebihan untuk membentuk

terrain seperti DAS, basin igir, kelerengan dan lembah hingga bentuk lahan. Dari kelebihan data DEM tersebut maka dapat dilakukan ekstraksi sesuai dengan algoritma yang disediakan suatu software pengolah data spasial.

B. Rumusan Masalah

Berikut merupakan rumusan masalah dalam penelitian ini:

1. Bagaiman keakuratan grometri muka bumi data DEM jika dibandingkan dengan data kontur BIG.

2. Bagaimana mengolah data DEM

menggunakan software ArcGIS untuk menganalisis karakteristik fisik DAS sungai Opak-Oyo.

C. Tujuan Penelitian

Berikut merupakan tujuan dalam

penelitian ini:

1. Ekstraksi morfometri daerah aliran sungai (DAS) dari data Digital Elevation Model (DEM).

2. Menganalisis karakteristik fisik DAS Opak-Oyo dengan menggunakan data ASTER GLOBAL DEM Versi 2.0 dan software ArcGIS 10.1.

3. Melakukan perbandingan data hasil analisis karakteristik fisik DAS Opak-Oyo terhadap data karakteristik fisik dari instansi terkait.

D. Batasan Masalah

Berikut merupakan batasan masalah dalam penelitian ini:

1. Data yang digunakan dalam analisis adalah data DEM dari ASTER Global Versi 2.0 2. Analisis karakteristik fisik DAS hanya pada

lingkup sungai Opak-Oyo.

3. Data pendukung adalah data-data tentang karakteristik fisik pada DAS Opak-Oyo yang diperoleh dari instansi terkait yaitu BPDAS Serayu Opak Progo dan Badan Informasi Geospasial (BIG).

4. Perangkat lunak GIS yang digunakan adalah ArcGIS Desktop 10.3.1 khususnya ArcMap 10.1.

E. Manfaat Penelitian

Berikut merupakan manfaat yang

diperoleh dari penelitian ini:

1. Memberikan informasi tentang

karakteristik fisik DAS pada sungai Opak-Oyo.

2. Menjadi referensi dalam teknik analisis karakteristik fisik pada sebuah DAS. 3. Menjadi referensi pembanding terhadap

karakteristik fisik DAS Opak-Oyo yang telah ada pada instansi terkait.

F. Keaslian Penelitian

Dalam melakukan analisis batas DAS,

penulis menggunakan data DEM yang

Gambar

Gambar 4.1 Bagan Alir Tahapan Penelitian
Gambar 4.2 Bagan Alir Tahapan Analisis Spasial
Gambar 4.3 Kotak Dialog Input Data Tool Mosaic to New Raster
Gambar 4.4 Peta Administrasi dan Data DEM
+7

Referensi

Dokumen terkait