• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Elang Ular Bido (Spilornis cheela Latham, 1790) di Cagar Alam Takokak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Elang Ular Bido (Spilornis cheela Latham, 1790) di Cagar Alam Takokak"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PELEPASLIARAN

ELANG ULAR BIDO (

Spilornis cheela

Latham, 1790)

DI CAGAR ALAM TAKOKAK

WAHYU RETNO SAVITRI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Elang Ular Bido (Spilornis cheela Latham, 1790) di Cagar Alam Takokak adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Wahyu Retno Savitri

(4)

ABSTRAK

WAHYU RETNO SAVITRI. Identifikasi Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Elang Ular Bido (Spilornis cheela Latham, 1790) di Cagar Alam Takokak. Dibimbing oleh JARWADI BUDI HERNOWO dan RESIT SÖZER.

Elang ular bido merupakan salah satu jenis burung pemangsa yang keberadaannya terancam oleh perburuan liar, perdagangan dan degradasi habitat. Informasi mengenai proses pelepasliaran tergolong sedikit. Penelitian dilakukan di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga dan Cagar Alam Takokak untuk mengidentifikasi proses pelepasliaran serta mengidentifikasi faktor penentu yang dapat mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran elang ular bido. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa tahap pelepasliaran elang ular biso meliputi tahap rehabilitasi, pengangkutan, habituasi, pelepasliaran dan monitoring paska pelepasliaran. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran elang ular bido adalah aspek kesehatan, aspek perilaku, tingkat stress akibat pengangkutan, penggunaan teknik pelepasliaran yang benar, daya adaptasi, dan tingkat kemampuan hidup. Elang ular bido yang berhasil dilepasliarkan di Cagar Alam Takokak mampu mengenal pakan hutan dengan baik, mampu berburu dan mencari makan sendiri, serta menjauhi aktivitas manusia.

Kata kunci: cagar alam takokak, elang ular bido, pelepasliaran

ABSTRACT

WAHYU RETNO SAVITRI. Identification of Determining Factor Crested serpent eagle (Spilornis cheela Latham, 1790) Successfull Release at Takokak Nature Reserve. Supervised by JARWADI BUDI HERNOWO and RESIT SÖZER.

Crested serpent eagle is one of raptor species which it existence is threatened by illegal hunting, trading, and habitat degradation. Information about releasing process still categorized as few. This research is conducted at Cikananga Wildlife Center and Takokak Nature Reserve for identifying process and determining factor which decisive for successfull release of crested serpent eagle. Based on this research, crested serpent eagle release phase consist of rehabilitation, transportation, habituation, release, and post release monitoring. Several factors which determine successfull rate of crested serpent eagle release are health aspect, behavior aspect, stress caused by transporting, using of precise release technic, adaptation effort, and survival rate. Crested serpent eagle which released at Takokak nature reserve were able to recognize forest provision, hunt and search for own meal, also avoid human activities.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

IDENTIFIKASI FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PELEPASLIARAN

ELANG ULAR BIDO (

Spilornis cheela

Latham, 1790)

DI CAGAR ALAM TAKOKAK

WAHYU RETNO SAVITRI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi: Identifikasi Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Elang Ular Bido (Spilornis cheela Latham, 1790) di Cagar Alam Takokak Nama : Wahyu Retno Savitri

NIM : E34090097

Disetujui oleh

Dr Ir Jarwadi Budi Hernowo, MScF Pembimbing I

Resit Sözer, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Identifikasi Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Elang Ular Bido (Spilornis cheela

Latham, 1790) di Cagar Alam Takokak” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2013 di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga dan di Cagar Alam Takokak.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar atas doa, kasih sayang, dan dukungannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Jarwadi Budi Hernowo, MScF serta Resit Sozer, MSc selaku pembimbing atas segala bimbingan, arahan, nasehat serta motivasinya dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga diucapkan kepada Bapak Zaini Rakhman, Willie, Kang Duduy, Kang Opink, Kang Inda, Rifat, Dewi, keluarga abah, dan pihak pengelola PPSC atas bantuan pengambilan data selama di lapang. Keluarga besar Anggrek Hitam 46 (Azza, Barika, Damay, Paul, Ilham, Robby, Lala, Reni, Hafiyyan) atas suka duka yang mewarnai selama masa kuliah. dan Teman-teman kontrakan (Icha, Hanna dan Luksie) terima kasih atas persahabatan, bantuan, dukungan, kerjasama, dan kebersamaannya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN i

Latar Belakang 1

Tujuan 1

Manfaat 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Alat dan Objek 2

Jenis Data dan Teknik pengumpulan data 2

Pengolahan dan Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 6

Identifikasi Proses Pelepasliaran 7

Tahap Rehabilitasi Elang Ular Bido 9

Keberhasilan Tahap Rehabilitasi Elang Ular Bido 10

Pengangkutan Elang Ular Bido 12

Tahap Habituasi Elang Ular Bido 13

Keberhasilan Tahap Habituasi Elang Ular Bido 14

Evaluasi Kegiatan dan Hasil Penilaian Habitat CA Takokak 15

Kegiaan Pelepasliaran Elang Ular Bido 17

Monitoring Paska Pelepasliaran 17

Kriteria Keberhasilan Pelepasliaran Elang Ular Bido 20

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data manajemen 3

2 Bobot komponen/indikator perilaku 4

3 Nilai untuk setiap kategori perilaku 5

4 Klasifikasi penilaian perilaku elang ular bido 6

5 Identifikasi proses pelepasliaran elang ular bido 8

6 Komponen habitat di kandang rehabilitasi 9

7 Hasil pemeriksaan fisik Hoki dan August 10

8 Hasil pemeriksaan laboratorium Hoki dan August 11 9 Hasil penilaian perilaku Hoki dan August selama tahap rehabilitasi 11

10 Komponen habitat di kandang habituasi 14

11 Hasil penilaian perilaku Hoki dan August selama tahap habituasi 14 12 Lingkup kegiatan pada masing-masing tahap pelepasliaran 15

13 Syarat pohon sarang elang ular bido 16

14 Jumlah spesies elang lain yang tercatat selama survey di CA Takokak 16 15 Frekuenis perjumpaan elang ular bido paska pelepasliaran 18 16 Penggunaan vegetasi untuk tempat bertengger elang ular bido 18 17 Jenis aktivitas yang teramati paska pelepasliaran 19 18 Jarak titik perjumpaan Hoki dan August dari titik awal pelepasliaran 20

DAFTAR GAMBAR

1 Kandang rehabilitasi 10

2 Hoki dan August 10

3 Kandang angkut 12

4 Transportasi elang ular bido menuju lokasi habituasi 12

5 Kandang habituasi 13

6 Penggunaan strata vegetasi elang ular bido paska pelepasliaran 18 7 Penggunaan pohon puspa oleh Hoki untuk bertengger 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lembar penilaian perilaku elang ular bido pada tahap rehabilitasi 24 2 Lembar penilaian perilaku elang ular bido pada tahap habituasi 25 3 Peta lokasi pelepasliaran elang ular bido di CA Takokak 26

4 Daftar jenis satwa di Cagar Alam Takokak 27

5 Daftar jenis pakan potensial elang ular bido di Cagar Alam Takokak 28

(12)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ancaman utama yang dihadapi oleh burung pemangsa salah satunya jenis elang ular bido (Spilornis cheela Latham,1790) antara lain berupa perburuan liar, perdagangan satwa secara ilegal, menjadikan burung elang sebagai satwa peliharaan, serta degradasi habitat (Balen 1998 dan Birdlife International 2004). Dengan semakin banyaknya elang yang diperjual belikan dan dijadikan satwa peliharaan oleh manusia menyebabkan kekhawatiran adanya perubahan perilaku pada elang, oleh karena itu kegiatan rehabilitasi dan pelepasliaran menjadi penting untuk dilakukan.

Salah satu upaya untuk memulihkan kembali sifat liar dan meningkatkan populasi elang di habitatnya adalah dengan kegiatan rehabilitasi dan pelepasliaran. Raptor atau elang yang akan dilepasliarkan harus memiliki tingkat kesehatan yang baik dan memiliki pola perilaku alami dan liar. Tujuan dari kegiatan ini yaitu agar elang yang akan dilepaskan ke habitat barunya dapat bertahan hidup dan bahkan dapat berkembangbiak dengan baik.

Kegiatan pelepasliaran elang telah dilakukan oleh lembaga rehabilitasi satwa seperti Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) yang telah melepasliarkan dua individu elang ular bido di kawasan Cagar Alam Takokak pada tanggal 8 Juli 2013. Ada beberapa kriteria yang harus dilakukan sebelum dilakukan pelepasliaran, antara lain penilaian kelayakan kesehatan dan kelayakan dari aspek aktivitas dan perilaku. Hal yang menjadi permasalahan dalam pelaksanaan pelepasliaran elang ular bido adalah masih sedikit informasi mengenai proses pelepasliaran di Indonesia. Hal tersebut mendorong dilakukannya penelitian mengenai faktor-faktor yang dapat menentukan keberhasilan pelepasliaran elang ular bido.

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi tahap-tahap pelepasliaran elang ular bido

2. Mengidentifikasi faktor-faktor penentu yang mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran elang ular bido.

Manfaat

(13)

2

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) dan Cagar Alam Takokak, Cianjur Jawa Barat (Lampiran 3). Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga Agustus tahun 2013.

Alat dan Objek

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah binokuler, meteran, jam tangan, stopwatch, kamera digital, dan alat tulis. Objek yang diamati pada penelitian ini adalah dua individu burung elang-ular bido (Spilornis cheela) yang bernama Hoki dan August (Lampiran 6).

Jenis Data dan Metode Pengambilan Data

Untuk mengidentifikasi faktor penentu keberhasilan pelepasliaran, dibutuhkan data persiapan pelepasliaran yang meliputi kegiatan :

1. Penilaian medis/kesehatan yang meliputi :

a. pengamatan visual terhadap bentuk fisik yang meliputi; kesempurnaan sayap, bulu primer, kaki, ekor, mata, paruh, selaput lendir, dan pengukuran yang meliputi; pengukuran temperatur dan denyut nadi. b. Pemeriksaan parasitologi dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi

endoparasit (cacing, amoeba dan protozoa) dalam feses dan pemeriksaan terhadap ektoparasit (kutu, tungau dan lain-lain).

c. Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kondisi satwa dengan melihat gambaran darahnya.

Setelah tahap penilaian medis dilakukan, kemudian dilakukan rekomendasi medis berupa kelayakan pelepasliaran elang ular bido dari segi penilaian kesehatan.

2. Penilaian perilaku elang ular bido

Data yang diambil dalam pengamatan atau observasi satwa ini dibagi dalam beberapa kriteria atau bagian, yaitu;

a. Perilaku berburu, informasi yang diperoleh menunjukan tingkat kemampuan berburu masing-masing individu elang yang ada. Perilaku ini terdiri dari tiga bagian yaitu : (1) Pencariaan mangsa, perilaku ini dilihat dari pengawasan terhadap mangsa dan pemilihan mangsa. (2) Penangkapan mangsa, perilaku ini dilihat dari cara dan akurasi elang dalam menangkap mangsa terutama mangsa hidup. (3) Penanganan mangsa, perilaku ini dilihat dari cara dan tempat membunuh mangsa serta proporsi mangsa yang dimakan oleh elang tersebut

(14)

3

yang lain ditunjukan dengan agresifitas dan suara untuk penandaan teritori. (3) Perilaku sosial terhadap manusia

c. Perilaku umum elang, terdiri dari : (1) Perilaku bertengger, dengan melihat penggunaan tenggeran dan perilaku ketika bertengger. (2) Perilaku terbang, dengan melihat intensitas pengepakan sayap dan perpindahan antar cabang yang ada, kemampuan dan ketahanan terbang serta kemampuan melakukan gerakan-gerakan terbang.

Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data manajemen seperti tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis data manajemen Tahap dan Aspek

kajian

Rincian data Metode

Rehabilitasi 1.Perkandangan 2. Pakan

3. Kesehatan

Jenis, fungsi, bahan, ukuran , komponen habitat kandang (shelter, air, tenggeran) Jenis, jumlah, waktu pemberian, cara pemberian, dan frekuensi pemberian Jenis penyakit yang pernah, sedang dan sering diderita, serta perawatan yang dilakukan.

Ukuran (panjang, lebar dan tinggi), bentuk dan bahan penyusun. Jenis dan kondisi

Perlakuan khusus, waktu dan jalur pengangkutan

Jenis, fungsi, bahan, ukuran , komponen habitat kandang (shelter, air, tenggeran) Jenis, jumlah, waktu pemberian, cara pemberian, dan frekuensi pemberian Jenis penyakit yang pernah, sedang dan sering diderita, perawatan yang

dilakukan.

Pakan, air, sarang, predator, kompetitor, dan potensi gangguan

Jumlah perjumpaan, aktivitas teramati, penggunaan strata tenggeran

Jarak titik perjumpaan paska pelepasliaran dengan lokasi pelepasliaran dan kemampuan adaptasi.

(15)

4

Pengolahan dan Analisis Data Analisis data dilakukan dengan cara berikut :

1. Ukuran keberhasilan pelepasliaran sebelum pelepasliaran

Keberhasilan pelepasliaran elang ular bido dianalisis secara deskriptif. Menurut Blair (2001) beberapa hal yang harus dipenuhi sebelum dilakukan pelepasliaran yang menentukan keberhasilan program pelepasliaran yaitu :

1. Dapat mencari makan sendiri, mampu mengenal pakan dan memakan pakan alami,

2. Dapat terbang dengan baik untuk bertahan hidup, mampu menangkap pakan hidup,

3. Dapat mengatasi variasi suhu yang normal,

4. Dapat mengenali dan menunjukkan perilaku waspada terhadap predator termasuk manusia,

5. Memiliki berat tubuh yang optimal ketika dilepasliarkan,

6. Kondisi bulu dan sayap bersih serta tidak ada yang rusak. Jika salah satu dari poin tersebut tidak dipenuhi maka burung elang tidak layak untuk dilepasliarkan.

2. Penilaian perilaku

Tolak ukur dan faktor penentu keberhasilan pelepasliaran elang ular bido selama proses rehabilitasi dan habituasi dianalisis dengan cara melakukan penilaian perilaku berburu, bertengger, terbang, dan interaksi terhadap elang ular bido. Pengolahan data menggunakan metode yang mengacu pada pedoman atau penilaian perilaku elang berdasarkan Suaka Elang (2012). Penilaian dilakukan terhadap dua individu elang ular bido yang akan dilepasliarkan yaitu Hoki dan August.

Tabel 2 Bobot komponen/indikator perilaku

No Komponen/indikator Bobot

(a)

Skoring (b)

Nilai terbobot (a x b) 1. Perilaku berburu

a. Pengawasan terhadap mangsa b. Cara menangkap mangsa c. Akurasi tangkapan 2. Perilaku bertengger

a. Perilaku bertengger

b. penggunaan strata tenggeran

1 1 3. Perilaku terbang

a. Mengepakkan sayap 4. Perilaku interaksi

a. Adaptasi terhadap manusia b. Adaptasi terhadap jenis lain

(16)

5

Paramater pemberian nilai skoring untuk masing-masing perilaku adalah sebagai berikut :

Tabel 3 Nilai untuk setiap kategori perilaku

No Perilaku Keterangan Skor

1 Pengawasan mangsa >30 menit 21 - 30 menit

3 Akurasi tangkapan Tidak bisa

>5 kali

5 Bertengger Tidak stabil/diam

Stabil/ aktif

1* 2* 6 Penggunaan strata

tenggeran

7 Mengepakan sayap Tidak

Jarang Sering

1 2 3 8 Kemampuan terbang Loncat antar tenggeran

Pendek <3 meter

9 Intensitas terbang Tidak

Jarang Sering

1 2 3 10 Adaptasi terhadap

manusia 11 Interaksi terhadap jenis

(17)

6

Total nilai dari setiap komponen penilaian dimasukkan ke dalam kolom jumlah skoring untuk mendapatkan nilai terbobot. Hasil rata-rata skor penilaian dimasukkan dalam klasifikasi penilaian kelayakan perilaku (Tabel 4) . Elang ular bido yang layak untuk dilepasliarkan dan dinyatakan berhasil melewati proses rehabilitasi dan habituasi adalah elang dengan minimal hasil klasifikasi akhir Cukup (57-71).

Tabel 4 Klasifikasi penilaian perilaku elang ular bido

No Kategori Klasifikasi penilaian Jumlah nilai terbobot

Kategori 1 Kurang Sekali 27 – 41

Kategori 2 Kurang 42 – 56

Kategori 3 Cukup 57 – 71

Kategori 4 Baik 72 – 85

Kategori 5 Baik Sekali 86 – 98

3. Ukuran keberhasilan paska pelepasliaran

Kriteria keberhasilan paska pelepasliaran elang ular bido dianalisis secara deskriptif berdasarkan Miller (2000) yaitu :

1. Elang ular bido hasil pelepasliaran menjauhi aktivitas manusia

2. Mampu bertahan hidup setelah dilepasliarkan dilihat dari kemampuan mencari makan dan berburu mangsa.

3. Elang ular bido dapat beraktivitas normal sesuai perilakunya di alam seperti makan, istirahat dan bergerak/terbang.

4. Mampu bereproduksi 4. Data manajemen

Data manajemen meliputi faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran selama masa rehabilitasi, faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran selama pengangkutan elang ular bido menuju kandang habituasi, faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran selama proses habituasi, faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran elang ular bido, dan faktor yang mempengaruhi keberhasilan paska pelepasliaran elang ular bido dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian Cagar Alam Takokak

(18)

7

Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat) untuk kawasan hutan cagar alam seluar 50 ha dan PT Perum Perhutani untuk kawasan hutan penyangga sekitar kawasan cagar alam.

Keadaan topografi kawasan ini agak bergelombang dengan rata-rata ketinggian diatas 900 m dpl. Keadaan vegetasi di kawasan ini umumnya didominasi oleh pohon-pohon berkayu seperti : Rasamala (Altingia excelsa), Saninten (Castanopsis javanica), Puspa (Schima walichii), Rotan Sega (Calamus caesius) dan lain-lain.

Tiga jenis primata Jawa masih dapat dijumpai dikawasan ini seperti Owa Jawa (Hylobetes moloch), Surili (Presbitis comata) dan Lutung (Trachypitechus auratus). Beberapa jenis mamalia besar yang pernah tercatat dikawasan ini diantaranya sepeti Rusa (Cervus timorensis), Babi hutan (Sus javanicus) dan Macan Tutul (Panthera pardus). Sedangkan untuk jenis burung tercatat lebih 41 jenis burung, termasuk jenis burung pemangsa besar adalah Elang Jawa (Nisaetus bartelsi), Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus), Elang Hitam (Ictinayetus malayensis) dan Elang ular bido (Spilornis cheela). Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC)

PPS Cikananga berlokasi di Kampung Cikananga, Desa Cisitu, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat. Didirikan pada tanggal 27 Agustus 2001 dengan luas lahan 11,2 Ha dan berada pada ketinggian 800 mdpl. PPS Cikananga merupakan organisasi non pemerintah bersifat nirlaba yang bergerak di bidang pelestarian satwaliar Indonesia dan habitatnya, serta mendorong dan meningkatkan upaya terciptanya penegakan hukum terhadap pelestarian satwaliar serta habitatnya. PPS Cikananga menampung, merawat dan melatih satwaliar hasil sitaan atau serahan sukarela dari masyarakat yang selanjutnya akan dilepas kembali ke habitat aslinya.

Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) didirikan pada tanggal 27 Agustus 2001, dan telah menampung total satwa yang disita sejumlah 3.750 satwa sampai saat ini. Di bulan Desember tahun 2006 PPSC dan seluruh Pusat Penyelamatan Satwa yang ada di Indonesia mengalami pemutusan sokongan dana sehingga banyak pengurangan kegiatan operasional. Kini PPSC berkembang menjadi Yayasan Cikananga (Cikananga Wildlife Center) adalah suatu lembaga non-profit yang bergerak di bidang konservasi satwaliar dan habitatnya di Indonesia. Yayasan ini merupakan hasil pengembangan ide dari Pusat Penyelamatan Satwa (PPS). Yayasan Cikananga bertujuan membantu pemerintah dalam upaya penyelamatan dan pelestarian satwaliar dan habitatnya dan mendorong serta meningkatkan upaya terciptanya penegakan hukum terhadap penyelamatan satwaliar

Identifikasi Proses Pelepasliaran

(19)

8

tahapan yaitu, kegiatan pra pelepasliaran (rehabilitasi, pengangkutan, dan habituasi), pelepasliaran, dan kegiatan paska pelepasliaran (Tabel 5).

Tabel 5 Identifikasi proses pelepasliaran Elang ular bido Tahap sifat liar dan melatih kemampuan berburu elang-ular bido serta meminimalisir kontak langsung dengan manusia. - Memindahkan individu

elang ular bido dari lokasi rehabilitasi di PPSC menuju lokasi habituasi di tempat pelepasliaran CA Takokak.

- Proses habituasi dilakukan sebagai upaya penanganan untuk adaptasi elang ular bido terhadap lingkungan baru yang berbeda dengan kondisi di tempat hasil nilai klasifikasi akhir 83,3 dan 79,1 (Baik). - Hoki dan August sedikit mengalami stress (diam) akibat pengangkutan, respon interaksi baik dan cenderung menyerang kepada manusia ketika akan dikeluarkan dari kandang angkut. - Hari pertama setelah pengangkutan Hoki dan August terpantau kurang aktif, namun hari-hari selanjutnya selama proses habituasi perilaku Hoki dan August terpantau baik dengan hasil skor akhir 79,1 dan 79,5 (baik). Pelepasliaran

(1 hari)

- Melepas individu elang ular bido ke habitat barunya di CA Takokak.

- Ketika kandang habituasi dibuka, Hoki dan August tidak langsung keluar dari kandang, sekitar 15 menit paska pembukaan

kandang habituasi, Hoki dan August baru keluar dari kandang tersebut. kemampuan hidup elang ular bido setelah dilepasliarkan.

(20)

9

Manajemen yang dilakukan terhadap elang ular bido (Hoki dan August) pada masing-masing tahap pelepasliaran sudah cukup baik. Hoki menempati kandang rehabilitasi selama 6 bulan, sedangkan August 8 bulan. Keduanya menempati dan melalui proses habituasi selama 7 hari. Perlakuan manajemen yang mendukung keberhasilan sebelum elang dilepasliarkan sangat penting dilakukan. Menurut Rakhman et al. (2005) kegiatan perencanaan dan persiapan dibutuhkan dalam kegiatan pelepasliaran untuk mengurangi beberapa resiko dari program pelepasliaran seperti kematian elang paska pelepasliaran, penyebaran penyakit terhadap populasi lain, dan infasive spesies yang dapat mengakibatkan kepunahan.

Tahap Rehabilitasi Elang Ular Bido

Deskripsi pakan dan kelengkapan habitat dalam kandang rehabilitasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Komponen habitat di kandang rehabilitasi Aspek Deskripsi

Pakan  Pakan yang diberikan berupa tikus putih dan kadal

 pakan diberikan dalam kondisi hidup

 pemberian pakan dilakukan dua hari sekali sebanyak dua ekor satwa pakan/elang.

Air  Sumber air minum elang ular bido dalam kandang diletakkan dalam ember (± 8 liter)

 Tiap satu minggu sekali air dalam ember diganti oleh pengelola.

Shelter  Vegetasi yang ada di dalam dan sekitar kandang berupa rumput, ilalang dan pohon dibuat agar cahaya matahari mampu menembus dalam kandang karena kondisi peneduh mempengaruhi keaktifan agar elang dapat memperoleh udara termal.

Tenggeran  Tenggeran dibuat dan ditempatkan pada beberapa strata ketinggian berupa atas, tengah, dan bawah.

 Tenggeran digunakan oleh Hoki dan August untuk beristirahat.

 Tenggeran dalam kandang berjumlah 12.

(21)

10

Gambar 1 Kandang rehabilitasi

Kondisi habitat di dalam dan sekitar kandang memungkinkan cahaya matahari dapat menembusnya. Kondisi habitat di dalam kandang dibuat semirip mungkin dengan habitat alami elang, tumbuhan herba dan rumput-rumput yang tinggi di sekitar kandang, dan tenggeran untuk tempat beristirahat elang merupakan komponen pendukung ketika proses rehabilitasi.

Keberhasilan Tahap Rehabilitasi Elang Ular Bido

Gambar 2 Hoki (kanan) dan August (kiri)

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik terhadap dua individu elang ular bido, tidak ditemukan adanya kelainan fisik, tidak dijumpai adanya indikasi ektoparasit dan endoparasit pada Hoki dan August (Tabel 7).

Tabel 7 Hasil pemeriksaan fisik Hoki dan August

Jenis pemeriksaan Nama Individu

Hoki August

Tubuh Baik Baik

Bulu Baik Baik

Cakar Baik Baik

Paruh Sangat Baik Baik

Pernapasan Normal Normal

(22)

11

Kondisi tubuh Hoki dan August baik, tidak ada cacat tubuh dan kelengkapan alat tubuh sempurna. Kondisi bulu baik, mengkilap, sempurna tidak ditemukan bulu yang patah. Kondisi cakar dan paruh tajam, serta kondisi pernapasan normal. Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap Hoki dan August disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil pemeriksaan laboratorium Hoki dan August

Tanggal Jenis pemeriksaan Hasil

Hoki 06/07/2012 06/07/2012 15/08/2012

AI dan ND

Medivac ND Clone-45 drop in eye Inj. Medivac ND/AI 0,4 ml/sc

Negatif

August 06/07/2012 03/07/2012 15/08/2012

AI dan ND

Medivac ND Clone-45 drop in eye Inj. Medivac ND/AI 0,4 ml/sc

Negatif

Sumber : PPSC (2013)

Hasil penilaian kesehatan yang meliputi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium terhadap Hoki dan August menunjukan bahwa kedua individu tersebut dalam kondisi sehat serta dapat disimpulkan bahwa Hoki dan August layak untuk dapat dilepasliarkan.

Keberhasilan proses kegiatan pelepasliaran elang ular bido dipengaruhi oleh faktor kesehatan dari individunya. Pemeriksaan medis bertujuan untuk memastikan bahwa individu yang akan dilepasliarkan benar-benar dalam kondisi sehat dan tidak membawa penyakit yang dapat menularkan kepada satwa lain.

Hasil penilaian perilaku Hoki dan August dalam kandang rehabilitasi termasuk dalam kategori baik dengan nilai rata-rata sebesar 83,3 untuk Hoki, dan 79,1 untuk August (Tabel 9). Selama satu minggu observasi, kedua individu menunjukkan pola perilaku yang normal.

Tabel 9 Hasil penilaian perilaku Hoki dan August selama tahap rehabilitasi Nama Individu Tanggal

observasi

(23)

12

Penilaian perilaku meliputi penilaian perilaku berburu, terbang, bertengger dan interaksi. Menurut (Sinta 2006) perilaku berburu dan terbang merupakan perilaku yang dapat menentukan apakah burung elang mampu bertahan hidup di alam setelah dilepaskan.

Berdasarkan hasil pengamatan lapang yang telah dilakukan, didapatkan hasil penilaian perilaku yang menjadi tolak ukur keberhasilan adaptasi elang ular bido (Hoki dan August) selama masa rehabilitasi. Hasil penilaian perilaku tersebut menunjukkan bahwa Hoki dan August telah berhasil melalui tahap rehabilitasi dengan kriteria Baik.

Pengangkutan Elang Ular Bido

Elang ular bido yang akan dilepasliarkan di Cagar Alam Takokak dibawa menggunakan kandang angkut. Kandang angkut memiliki peran yang sangat penting untuk keberhasilan pengangkutan elang ular bido (Hoki dan August). Berikut ini merupakan foto kandang angkut yang digunakan.

Gambar 3 Kandang angkut

Ukuran kandang angkut yang digunakan dalam proses pengangkutan ini adalah 1 m x 0,5 m x 0,5 m. Kandang angkut diberi lobang-lobang yang berfungsi sebagai sirkulasi udara, di bagian dalam ditempatkan satu buah kayu sebagai tempat bertengger elang ketika diangkut. Pengangkutan elang ular bido dari tempat rehabilitasi menuju tempat pelepasliaran dilakukan menggunakan mobil bak terbuka (Gambar 4).

(24)

13

Jarak menuju lokasi habituasi dan pelepasliaran menentukan pemilihan jenis transportasi yang digunakan untuk mengangkut elang ular bido. Jarak menuju lokasi ditempuh selama satu jam melalui transportasi darat menggunakan mobil bak terbuka. Selama pengangkutan kandang transportasi ditutup dengan menggunakan kain untuk meminimalisir tingkat stress pada satwa (Gambar 4).

Pemindahan elang ular bido ke lokasi pelepasliaran dilakukan pada tanggal 1 Juli 2013. Pengangkutan dilakukan pada pagi hari dari melalui jalur darat dari lokasi rehabilitasi di PPSC menuju lokasi habituasi di cagar Alam Takokak. Hal utama yang harus diperhatikan ketika pengangkutan adalah meminimalisir tingkat stress selama pengangkutan terhadap Hoki dan August.

Tahap Habituasi Elang Ular Bido

Proses habituasi mulai dilakukan terhadap Hoki dan August pada tanggal 1 sampai 8 juli 2013 atau selama delapan hari. Menurut Rakhman et al. (2006) elang ular bido yang termasuk dalam genus Spilornis membutuhkan lama waktu habituasi antara 6 sampai 18 hari. Lama waktu habituasi disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan perilaku elang ular bido di lingkungan barunya. Kandang habituasi terletak di Cagar Alam Takokak, Cianjur. Jenis kandang yang digunakan dalam proses ini adalah kandang habituasi yang terbuat dari bahan jaring nylon dengan ukuran 10 m x 8 m x 5 m. Ukuran kandang ini lebih kecil jika dibandingkan dengan kandang rehabilitasi. Hal itu mengakibatkan pergerakan Hoki dan August menjadi terbatas.

Gambar 5 Kandang habituasi

Faktor yang berpengaruh terhadap perilaku elang ular bido salah satunya berasal dari ukuran kandang yang digunakan dalam proses habituasi serta kelengkapan habitat pendukung yang ada dalam kandang habituasi. Berikut ini merupakan manajemen habituasi elang ular bido yang berupa kelengkapan dan komponen habitatnya (Tabel 10).

(25)

14

sebelumnya pada saat masa rehabilitai, kondisi kandang habituai lebih terbuka dibanding kandang rehabilitasi, hal tersebut akan membuat jangkauan penglihatan elang menjadi lebih luas.

Tabel 10 Komponen habitat di kandang habituasi

Aspek Deskripsi

Pakan  Pakan yang diberikan pada proses habituasi berupa kadal

 pakan diberikan dalam kondisi hidup

 pemberian pakan dilakukan dua hari sekali sebanyak 2 ekor pakan/individu elang.

Air  Ember air diletakkan dalam kandang sebagai tempat minum elang ular bido. Air dalam ember tidak diganti karena elang menempati kandang ini selama 8 hari. Shelter  Berbeda dengan kondisi shelter di kandang rehabilitasi,

shelter pada kandang habituasi lebih sederhana karena terbuat dari daun daun pisang yang ditumpuk diatas kandang yang berfungsi sebagai peneduh bagi Hoki dan August.

 Kondisi habitat sekitar kandang habituasi lebih terbuka jika dibandingkan dengan kondisi di kandang rehabilitasi. Tenggeran  Tenggeran dibuat dan ditempatkan pada beberapa

ketinggian dan strata (atas, tengah, bawah)

 jumlah tenggeran sebanyak 6 buah.

Keberhasilan Tahap Habituasi Elang Ular Bido

Hasil penilaian perilaku terhadap Hoki dan August di kandang habituasi termasuk dalam kategori Baik dengan nilai rata-rata sebesar 79,1 untuk Hoki dan 79,5 untuk August (Tabel 11).

Tabel 11 Hasil penilaian perilaku Hoki dan August selama tahap habituasi Nama Individu Tanggal observasi Total nilai Keterangan

(26)

15

Berdasarkan pengamatan selama proses habituasi, kondisi fisik Hoki dan August terpantau baik, cenderung lebih aktif dan memberikan respon waspada ketika ada manusia mendekat. Ketika ada manusia, elang ular bido cenderung tidak aktif dan tidak menunjukkan adanya aktivitas terbang. Hasil penilaian perilaku berburu, terbang, bertengger, dan interaksi Hoki dan August menunjukkan bahwa kedua individu elang ular bido telah berhasil melalui tahap proses habituasi dengan kriteria Baik dan layak untuk melalui tahap selanjutnya yaitu pelepasliaran. Tahap adaptasi di lokasi pelepasliaran dan kesiapan elang merupakan tahap yang sangat mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran, hal yang sama berlaku untuk orang utan (Siregar 2000) dan Jalak Putih (Hosiana 2013) karena pada masa ini elang yang berada di habitat baru harus mampu beradaptasi dengan baik di habitat barunya.

Evaluasi Kegiatan dan Hasil Penilaian Habitat CA Takokak

Tahapan kegiatan teknis proses pelepasliaran elang ular bido di Cagar Alam Takokak meliputi enam tahap kegiatan yaitu pre-release, rehabilitasi, habituasi, pengangkutan atau transportasi, dan pelepasliaran. Masing masing tahap terdapat beberapa lingkup kegiatan yang dilakukan (Tabel 12).

Tabel 12 Lingkup kegiatan pada masing-masing tahap pelepasliaran

No Tahapan Kegiatan Lingkup kegiatan

1 Rehabilitasi Pengecekan terhadap kondisi fisik dan kesehatan (medis) terhadap Hoki dan August menyatakan bahwa keduanya dalam kondisi sehat dan layak dilepasliarkan. Hasil penilaian perilaku akhir termasuk dalam klasifikasi Baik dengan jumlah nilai Hoki (83,3) dan August (79,1) menunjukkan keduanya bisa melalui tahap selanjutnya yaitu habituasi 2 Habituasi Kondisi fisik dan kesehatan Hoki dan

August baik dan normal. Hasil penilaian perilaku akhir termasuk dalam klasifikasi Baik dengan jumlah nilai Hoki (79,1) dan August (79,5) menunjukkan keduanya bisa melalui tahap selanjutnya yaitu dapat dilepeasliarkan.

3 Pengangkutan/transportasi Pemindahan elang dari kandang rehabilitasi menuju kandang habituasi. 4 Pelepasliaran dan paska

pelepasliaran

Teknik pelepasliaran yang digunakan adalah soft release. Kegiatan monitoring paska pelepasliaran dilakukan secara intensif selama satu bulan.

(27)

16

keberadaan tipe habitat, keberadaan jenis burung pemangsa lain, keberadaan pakan, tingkat ancaman dan gangguan, dan dukungan serta keterlibatan masyarakat dalam program pelepasliaran elang ular bido yang dilakukan.

Kriteria yang harus dipenuhi dalam menentukan suatu areal lokasi pelepasliaran sehingga program pelepasliaran nantinya akan berhasil. Kriteria yang harus dipenuhi berdasarkan IUCN (2013) yaitu :

1. areal yang dipilih harus mampu memenuhi dan menyediakan kebutuhan sumberdaya yang cukup untuk mendukung keberlangsungan hidup populasi elang-ular bido seperti pakan, cover, dan tempat berkembangbiak

2. areal yang dipilih harus merupakan kawasan dilindungi dan terisolasi sehingga kepunahan elang dapat dihindari dan dicegah

3. areal tersebut merupakan daerah yang masuk dalam distribusi geografis elang ular

Hasil survey terhadap kondisi habitat kawasan Takokak telah memenuhi syarat sebagai habitat elang ular bido berdasarkan Gokula (2012). Berikut ini merupakan hasil survey penilaian habitat kawasan hutan Cagar Alam Takokak

Tabel 13 Syarat pohon sarang elang ular bido Variabel Gokula

Sumber : Tielen (2013)

Survey terhadap keberadaan jenis burung pemangsa lain menunjukkan bahwa kawasan takokak juga dijumpai sebagai habitat beberapa jenis burung pemangsa lain seperti elang hitam, elang bondol, elang brontok, dan elang ular bido (Tabel 14).

Tabel 14 Jumlah spesies elang lain yang tercatat selama survey di CA Takokak Jenis elang Nama ilmiah Jumlah individu (ekor)

Elang hitam Ictinaetus malayensis 3

Elang bondol Haliastur indus 1

Elang brontok Nisaetus cirrhatus 2

Elang ular bido Spilornis cheela 3

Sumber : Tielen (2013)

Beberapa ancaman berupa penebangan hutan secara liar dan masyarakat lokal yang menangkap burung tercatat ditemukan di kawasan Takokak. Telah dilakukan program penyadartahuan dan edukasi kepada masyarakat sekitar Cagar Alam Takokak untuk menanggulangi hal tersebut. Dukungan dari masyarakat terhadap program pelepasliaran sangat membantu mensukseskan program pelepasliaran elang ular bido di Cagar Alam Takokak.

(28)

17

rasamala (Altingia excelsa), saninten (Castanopsis javanica), dan puspa (Schima walichii) yang sesuai serta biasa digunakan elang ular bido untuk bertengger dan bersarang, meskipun hasil GBH sedikit berbeda dengan referensi, namun ketinggian pohon hampir di semua area berada di atas 22,1 meter dan ini sangat penting karena raptor sebagian besar memilih pohon sarang karena ketinggian pohon daripada GBH pohon. Selain itu, terdapat sumber air berupa sungai kecil dekat dengan lokasi pelepasliaran, serta dijumpai jenis pakan potensial elang ular bido di kawasan ini (Lampiran 5).

Kegiatan Pelepasliaran Elang Ular Bido

Pelepasliaran Hoki dan August di Cagar Alam Takokak dilakukan pada tanggal 8 Juli 2013 pada pukul 13.00 WIB. Kondisi cuaca pada saat pelepasliaran cerah, hal tersebut dikarenakan pertimbangan waktu pelepasliaran di mana tidak diperkenankan untuk melepasliarkan burung apabila cuaca hujan atau berangin karena pemilihan waktu pelepasliaran merupakan hal yang sangat penting diperhatikan untuk meminimalisir tingkat kematian satwa akibat cuaca yang ekstrim (Blair 2001). Kegiatan pelepasliaran Hoki dan August menggunakan teknik pelepasliaran soft release

karena kedua individu tersebut telah melalui tahap adaptasi/aklimatisasi terlebih dahulu dengan cara menempatkannya di kandang habituasi.

Pemilihan teknik pelepasliaran yang akan dilakukan memerlukan pertimbangan tergantung kepada jenis dan sifat satwa tersebut, kondisi habitat dan lamanya waktu dalam rehabilitasi. Terdapat dua macam teknik pelepasliaran satwa, yaitu hard release dan soft release (Hall 2005). Hard release adalah pelepasliaran satwa yang tidak diikuti oleh program yang mendukung lainnya. Dalam pelepasliaran tipe ini satwa yang dilepasliarkan tanpa mengalami proses aklimatisasi terlebih dahulu terhadap lingkungan sekitarnya. Teknik pelepasliaran ini sering disebut dengan pelepasliaran langsung. Pada soft release satwa tersebut masih dijaga dalam area tersebut sehingga mulai terbiasa dengan lingkungan sekitarnya. Pada umumnya soft release memerlukan monitoring dan studi tentang kondisi habitat dan aspek perilaku setelah dilepasliarkan.

Menurut Primarck et al. (1998) program-program pelepasliaran perlu memperhatikan beberapa hal agar diperoleh keberhasilan, antara lain organisasi sosial, dan perilaku satwa yang dilepaskan.

Monitoring Paska Pelepasliaran

(29)

18

Tabel 15 Frekuensi perjumpaan Hoki dan August paska pelepasliaran berdasarkan periode waktu pagi, siang, dan sore hari

Waktu Frekuensi (kali)

06.00-09.00 WIB (pagi) 5

10.00-13.00 WIB (siang) 7

14.00-17.00 WIB (sore) 4

Pada Tabel 5 terlihat bahwa perjumpaan tertinggi ditemui pada pukul 10.00-13.00 WIB dengan jumlah perjumpaan sebanyak tujuh kali. Waktu-waktu tersebut merupakan Waktu-waktu ketika suhu udara mulai panas dimana elang ular bido terlihat lebih aktif pada siang hari. Hoki dan August teramati sebagian besar sedang melakukan aktivitas hariannya yaitu berupa terbang berpindah pohon tenggeran.

Tabel 16 Penggunaan vegetasi untuk tempat bertengger

No. Jenis pohon Nama Ilmiah Frekuensi

penggunaan(kali)

Berdasarkan perjumpaan dengan Hoki dan August paska pelepasliaran, dapat disimpulkan bahwa jenis pohon yang paling sering digunakan untuk bertengger adalah pohon kayu afrika dan sengon. Pola penggunaan ruang secara vertikal Hoki dan August menunjukkan bahwa keduanya lebih sering dijumpai pada strata tengah (Gambar 17).

Gambar 6 Penggunaan strata vegetasi elang-ular bido paska pelepasliaran Selama dijumpai, elang ular bido sedang bertengger di cabang pohon bagian strata tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa elang ular bido lebih menyukai beraktivitas pada cabang pohon dengan ketinggian 10 sampai 15 meter. Gokula (2012) di India, dan Purbahabsari (2013) di Indonesia menunjukkan bahwa pohon yang digunakan untuk bertengger elang ular bido berada pada strata A hingga C.

(30)

19

Tingkat perjumpaan cukup tingggi pada minggu pertama dan kedua paska pelepasliaran dikarenakan kedua individu tersebut masih berada di dekat lokasi pelepasliaran sehingga memudahkan pengamat untuk menemukan kedua individu tersebut. Daerah jelajah elang paska pelepasliaran masih terbatas di sekitar lokasi pelepasliaran.

Gambar 7 Penggunaan pohon puspa oleh Hoki untuk bertengger

Paska pelepasliaran, aktivitas yang paling banyak terpantau adalah bertengger. Hasil monitoring dapat menjadi bahan evaluasi hasil pelepasliaran. Aktivitas di alam paska pelepasliaran yang teramati meliputi terbang berpindah pohon tempat bertengger, soaring, dan diam bertengger

Tabel 17 Jenis aktivitas yang teramati paska pelepasliaran Jenis aktivitas Definisi/pengertian Keterangan Bertengger Ketika bertengger, Hoki

dan August teramati sedang diam di cabang pohon

Posisi bertengger sering dijumpai berada pada strata ketinggian pohon tengah.

Terbang berpindah cabang

August sering terlihat terbang berpindah pohon dan cabang tempat bertengger

Elang cenderung terbang menjauhi pengamat ketika dijumpai

Soaring Terbang berputar, semakin lama semakin tinggi ketinggiannya.

Ketika soaring, teramati individu August terbang bersama-sama dengan elang ular bido liar

(31)

20

sekitarnya, hal ini ditunjukan dengan perjumpaan dan aktivitas kedua elang tersebut yang masih dapat dijumpai di sekitar kawasan Takokak paska pelepasliaran.

Pada awal paska pelepasliaran kedua elang tersebut beraktivitas tidak jauh dari kandang habituasi atau titik pelepasliaran dengan jarak kurang dari 50 meter. Semakin lama kedua individu ditemukan menjauhi lokasi titik pelepasliaran. Berikut ini merupakan data perjumpaan dengan elang ular bido ditinjau dari daya jelajah dari jarak titik perjumpaan dan titik pelepasliaran. Tabel 18 Jarak titik perjumpaan Hoki dan August dari titik awal pelepasliaran Individu Jarak perjumpaan dari titik pelepasliaran

< 100 m 100-500 m 500-1000 m >1 km

Hoki 1 1 1 1

August 2 2 5 3

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa August cenderung dijumpai pada hutan tanaman, ladang dan kebun di sekitar kampung, sedangkan Hoki sering dijumpai di hutan sekunder dan pinggiran hutan alami. Daya jelajah kedua individu setelah dilepasliarkan masih terbatas pada hari-hari awal paska dilepasliarkan, menurut (Chou et al. 2012) elang ular bido membutuhkan wilayah jelajah yang cukup luas yaitu sebesar 16,65 km2 untuk jantan dan 6,93 km2 untuk betina.

Kriteria Keberhasilan Pelepasliaran Elang Ular Bido

Beberapa kriteria yang digunakan untuk menilai tingkat keberhasilan pelepasliaran elang ular bido antara lain:

1. Tidak menyukai kontak dengan manusia

Berdasarkan pengamatan, daerah jelajah Hoki dan August setelah dilepasliarkan masih berada tidak jauh sekitar titik pelepasliaran, meskipun begitu kedua individu tersebut tidak menyukai kontak langsung dengan manusia. Terbukti dari beberapa perjumpaan paska pelepasliaran, apabila ada manusia mendekat maka Hoki dan August cenderung terbang menjauh.

2. Mampu berburu dan mencari makan sendiri

Selama monitoring paska pelepasliaran, August sudah terlihat mampu berburu dan mencari makan sendiri (1 kali teramati) berupa kadal di sekitar hutan tanaman di pinggiran kawasan Cagar Alam Takokak. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu tersebut telah mampu berburu mangsa sendiri di habitat barunya di lokasi pelepasliaran.

3. Mampu berkembang biak

Perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui apakah elang ular bido hasil pelepasliaran telah mampu berkembang biak atau belum. Gejala perilaku proses pencarian dan pembentukan jodoh belum teramati dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengetahuinya. Selama monitoring paska pelepasliaran, pengamatan lebih difokuskan kepada kemampuan hidup atau daya adaptasi elang ular bido setelah dilepasliarkan.

(32)

21

habitat barunya. Selama penelitian berlangsung diketahui bahwa individu August mengalami kematian pada hari ke 60 setelah dilepasliarkan. Ditemukan luka pada leher dan sayap kanan August, kemungkinan kematian disebabkan oleh serangan elang lain atau kompetitor alami dari jenis yang sama maupun dengan jenis elang yang berbeda. Kemungkinan penyebab kematian yang lainnya adalah, August diburu oleh manusia, karena saat tubuh August ditemukan cincin di kaki dan wing marker pada sayap tidak ditemukan. Kejelasan tentang identifikasi tubuh August diketahui melalui pengecekan terhadap microchip yang ditanam pada lehernya. Menurut Castellanos (2005) indikator kesuksesan pelepasliaran dapat dilihat dari tidak adanya konflik antara masyarakat dengan satwa yang dilepasliarkan, tidak mengganggu populasi lokal, mampu beradaptasi paska pelepasliaran dan dapat berkembangbiak.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Tahap pelepasliaran elang-ular bido meliputi tahap persiapan pelepasliaran yang meliputi proses rehabilitasi dan proses habituasi yang dicapai oleh Hoki dan August dengan hasil klasifikasi penilaian perilaku akhir Baik, tahap selanjutnya adalah pengangkutan dari lokasi rehabilitasi menuju lokasi habituasi di Cagar Alam Takokak, tahap selanjutnya adalah pelepasliaran, dan tahap terakhir adalah tahap paska pelepasliaran yang meliputi kegiatan monitoring secara intensif selama satu bulan setelah pelepasliaran.

2. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan sebelum pelepasliaran elang ular bido yaitu aspek kesehatan dan perilaku yang baik, perlakuan untuk meminimalisir terjadinya stress akibat pengangkutan, hasil penilaian perilaku Hoki dan August menunjukkan kriteria perilaku dengan kategori baik. Faktor penentu keberhasilan pada kegiatan pelepasliaran adalah aspek habitat lokasi pelepasliaran dan penggunaan teknik pelepasliaran yang tepat adalah soft release. Kriteria elang ular bido yang berhasil dilepasliarkan yaitu mampu mengenal pakan alami dengan baik, mampu berburu dan mencari makan sendiri, tidak menyukai kontak dengan manusia, serta mampu mempertahankan teritori yang baru.

Saran

(33)

22

DAFTAR PUSTAKA

Balen S. 1998. Tropical forest raptors in Indonesia: recent information on distri-bution, status, and conservation. Journal of Raptor Research. 32(1):56-63.

BirdLife International. 2004. Menyelamatkan Burung-Burung Asia yang Terancam Punah: Panduan untuk pemerintah dan Masyarakat Madani. Birdlife International, Cambridge (UK):69

Blair SK. 2001. Management and Release of Rescue Birds. Bird care and Conservation Society South Australia Inc.

Castelanos AX. 2005. Ecology of Reintroduced Andean bears in th Maquipucuna Biological Reserve, Ecuador. Conservation implication. Reintroduction news 23:32-34.

Chou PC, Lee PF, Chen H. 2002. Breeding Biology of the Crested Serpent Eagle Spilornis cheela hoya in Kenting National Park, Taiwan.

Chou TC, Walther BA, Lee PF. 2012. Spacing pattern of the crested serpent-eagle (Spilornis cheela hoya) In Southern Taiwan. Taiwania. 57(1): 1-13.

Gokula V. 2012. Breeding ecology of the crested serpent eagle Spilornis cheela (Latham, 1790) (Aves: Accipitriformes: Accipitridae) in Kolli Hills, Tamil Nadu, India. Tapobanica. 4(2):77-82.

Hall E. 2005. Release Consideration For rehabilitated Wildlife. National Wildlife Rehabilitation Conference.

Hosiana FA. 2013. Manajemen dan Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Jalak putih di Kawasan Hutan Pongkor, Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 2013. Guidelines for Reintroductions and Other Conservation Translocations version 1.0. gland, Switzerland: IUCN Species Survival Commision, viiii +57 pp.

Li YD. 2008. An Introduction to the Raptors of Southeast Asia. Singapura (SN): Nature Society

Miller EA. 2000. Minimum Standards for Wildlife Rehabilitation, 3rd edition. National Wildlife Rehabilitators Association, St. Clound, MN. 77 pages Primack BR, Supriatna J, Indrawan M, Padma K. 1998. Biologi Konservasi.

Yayasan Obor Indonesia. Jakarta

Purbahapsari AF. 2013. Penggunaan Habitat Koridor Halimun Salak oleh Elang Ular Bido di Taman Nasional Gunung Halimun Salak [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[PPSC] Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga. 2013. Laporan Pemeriksaan Kesehatan Elang ular bido Hoki dan August.

(34)

23

Rakhman Z, Setiadi T, Sukandar C. 2006. Laporan Singkat Manajemen Pra Pelepasliaran Elang Jawa di Kawasan Panaruban, Cagar Alam Tangkuban Perahu.

Sinta K. 2006. Studi Perilaku Berburu dan Terbang Elang Jawa (Spizaetus bartelsi Stresemann, 1924) Betina dan Jantan di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga, Sukabumi [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Negeri Jakarta.

Siregar JP. 2007. Studi Faktor Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Orangutan Sumatera di Taman Nasional Bukit Tigapuluh provinsi Riau dan Jambi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suaka Elang. 2001. Laporan Pelepasliaran Elang Ular Bido (Spilornis chella) di Kawasan PT Antam TK, Pongkor – Jawa Barat

Sukmantoro W, Irham M, Novarino W, Hasudungan F, Kemp N, Muchtar M. 2007. Daftar Burung Indonesia No. 2. Bogor (ID): Indonesian Ornithologists’ Union.

(35)

24

Lampiran 1 Lembar penilaian perilaku Elang ular bido pada tahap rehabilitasi

Parameter

(36)

25

Lampiran 2 Lembar penilaian perilaku Elang ular bido pada tahap habituasi

Parameter

(37)

26

(38)

27

Lampiran 4 Daftar jenis satwa di Cagar Alam Takokak

No Nama local Nama Jenis Suku

Burung

1 Elang ular bido Spilornis cheela Accipitridae 2 Elang hitam Ictinaetus malayensis Accipitridae 3 Alang brontok Spizaetus cirrhatus Accipitridae 4 Ayam hutan merah Gallus gallus Phasianidae 5 Tekukur Streptopelia chinensis Columbidae 6 Wiwik uncuing Cacomantis sepulcralis Cuculidae 7 Bubut alang alang Centropus bengalensis Cuculidae 8 Cekakak sungai Halcyon chloris Alcedinidae 9 Raja udang meninting Alcedo meninting Alcedinidae 10 Layang layang batu Hirundo tahitica Hirundinidae 11 Sepah gunung Pericrocotus miniatus Campephagidae 12 Jinjing batu Hemipus hirundinaceus Campephagidae 13 Cipoh kacat Aegithina tiphia Chloropseidae 14 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster Pycnonotidae 15 Bentet kelabu Lanius schach Timaliidae 16 Cinenen pisang Orthotomus sutorius Sylviidae 17 Sikatan belang Ficedula westermanni Muscicapidae 18 Cabai gunung Dicaeum sanguinolentum Dicaeidae 19 Bondol jawa Lonchura leucogastroides Estrildidae 20 Srigunting kelabu Dicrurus leucophaeus Dicruridae 21 Takur tulung tumpuk Megalaima javensis Capitonidae 22 Munguk beledu Sitta frontalis Sittidae

23 Gagak hutan Corvus enca Corvidae

Mamalia

1 Babi hutan Sus crova Suidae

2 Owa jawa Hylobates moloch Hylobatidae

3 Monyet ekor panjang Macaca fascicularis Cercopithecidae 4 Lutung Trachypitechus auratus Cercopithecidae 5 Bajing kelapa Callosciurus notatus Sciuridae

Reptil

1 Kadal terbang Draco volans Agamidae

2 Kadal kebun Eutropis multifasciata Scincidae 3 Ular pucuk Ahaetulla prasina Colubridae

Amfibi

1 Katak pohon hijau Rhacophorus reindwardtii Rhacophoridae

2 Kodok buduk Bufo asper Bufonidae

3 Kodok buduk Bufo melanostictus Bufonidae

(39)

28

Lampiran 5 Daftar jenis pakan potensial elang ular bido di Cagar Alam Takokak

No Nama lokal Nama Jenis Suku

Burung

1 Ayam hutan merah Gallus gallus Phasianidae 2 Tekukur biasa Streptopelia chinensis Columbidae 3 Wiwik lurik Cacomantis sonneratii Cuculidae 4 Bubut alang-alang Centropus bengalensis Cuculidae 5 Cipoh kacat Aegithina tiphia Chloropseidae

Mamalia

1 Tupai Tupaia glis Tupaiidae

2 Bajing kelapa Callosciurus notatus Sciuridae Reptil

1 Kadal terbang Draco volans Agamidae

2 Kadal kebun Eutropis multifasciata Scincidae 3 Ular pucuk Ahaetulla prasina Colubridae

Amfibi

1 Kodok buduk Bufo melanostictus Bufonidae

(40)

29

Lampiran 6 Profil Hoki dan August

Nama : Hoki

Jenis kelamin : Betina

No. ID : C-12-A-Sch-75

No. Trovan chip : 00066CDB80

Warna cincin : Kuning (kaki kiri)

No. Cincin : ZOO Koln 2964

Warna wing marker : Biru (sayap kanan)

Tanggal terima : 20 Januari 2012

Asal satwa : Penyerahan warga sukabumi

Lama proses karantina : 30 hari Lama proses rehabilitasi : 6 bulan Lama proses habituasi : 7 hari

Nama : August

Jenis kelamin : Jantan

No. ID : C-05-A-Sch-71

No. Trovan chip : 00066CC002

Warna cincin : Merah (kaki kiri)

No. Cincin : ZOO Koln 2953

Warna wing marker : Abu-abu (sayap kiri)

Tanggal terima : 17 Agustus 2005

Asal satwa : Translokasi KONUS-Bandung

(41)

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyumas pada tanggal 24 April 1991. Penulis merupakan putri kelima dari lima bersaudara pasangan Ayah Wahiran Suharyono dan Ibu Siti Kholifah. Pendidikan formal ditempuh di SD Negeri 3 Karangduren, SMP Negeri 1 Sokaraja, dan SMA Negeri 2 Purwokerto. Pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor melalui jalur UTM (Ujian Talenta Mandiri IPB) dan tahun 2010 penulis tercatat sebagai mahasiswi Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai pengurus dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Kelompok Pemerhati Burung Himakova dan anggota biro sosial dan lingkungan pada periode 2010-2012.

Gambar

Tabel 1  Jenis data manajemen
Tabel 2 Bobot komponen/indikator perilaku
Tabel 3 Nilai untuk setiap kategori perilaku
Tabel 5 Identifikasi proses pelepasliaran Elang ular bido
+7

Referensi

Dokumen terkait

 CPP dikawal orang tua CPP dan CPW menuju lokasi Akad, rombongan keluarga mengikuti di belakangnya  CPP: Bapak Sunardi  CPW: Bapak Sumarno &amp; Ibu Minar  Ibu Mary/

besarnya erosi alur yang terjadi pada sungai, sehingga untuk selanjutnya dapat ditentukan.. langkah atau metode yang tepat dalam menangani

Hasil penelitian berupa ketidakergonomisan UKM dan kajian intervensi ergonomi, meliputi: sikap kerja dan rancangan alat lama yang tidak memenuhi kaidah ergonomi,

Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan ini, peneliti menawarkan sebuah solusi, yaitu dengan membuat sampling berbagai macam suara instrumen musik sehingga diharapkan

Semua perubahan pada penjelasan tersebut di atas merupakan perubahan dokumen pengadaan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Dokumen Pengadaan tersebut..

Efusi pleura adalah istilah yang digunakan untuk penimbunan cairan dalam rongga pleura transudat atau eksudat. Transudat terjadi peningkatan vena pulmonalis, misalnya pada

Beberapa implikasi kebijakan yang dapat dilakukan antara lain : (1) peningkatan posisi dan peran petani sehingga mempunyai posisi tawar yang seimbang, (2) pelaku

Dalam pengolahan data surat masuk dan surat keluar pada Fakultas Teknik Universitas Bhayangkara Jakarta Raya masih memiliki beberapa kekurangan, diantaranya pada proses