• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Suhu Dan Bentuk Irisan Terhadap Laju Pengeringan Dan Mutu Manisan Mangga (Mangifera Indica, L.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Suhu Dan Bentuk Irisan Terhadap Laju Pengeringan Dan Mutu Manisan Mangga (Mangifera Indica, L.)."

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON SUHU DAN BENTUK IRISAN TERHADAP LAJU

PENGERINGAN DAN MUTU MANISAN MANGGA

(Mangifera indica, L.)

ROZANA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN

HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Respon Suhu dan Bentuk Irisan terhadap Laju Pengeringan dan Mutu Manisan Mangga (Mangifera indica, L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

(3)

RINGKASAN

ROZANA. Respon Suhu dan Bentuk Irisan terhadap Laju Pengeringan dan Mutu Manisan Mangga (Mangifera indica, L.). Dibimbing oleh ROKHANI HASBULLAH dan TJAHJA MUHANDRI

Pengeringan konvensional (penjemuran) sangat tergantung pada cuaca, terkontaminasi oleh debu, kotoran, dan polusi serta memerlukan lahan yang luas. Maka dari itu diperlukan alat pengering buatan yang mampu mengeringkan produk secara cepat dan menghasilkan mutu produk yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengkaji perubahan kadar air manisan mangga pada berbagai bentuk irisan dan suhu udara pengering, 2) Mengkaji laju pengeringan manisan mangga pada berbagai bentuk irisan dan suhu udara pengering, 3) Mengkaji mutu manisan mangga kering dari berbagai bentuk irisan dan suhu udara pengering

Penelitian dilakukan di Laboratorium Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan yang digunakan adalah mangga varietas Kopek yang diperoleh dari petani di Kabupaten Cirebon. Mangga dikupas dan direndam dalam larutan garam, kemudian diiris menjadi bentuk kotak, panjang, dan pipih lalu direndam dalam larutan kapur. Setelah direndam, irisan buah ditiriskan untuk selanjutnya direndam dalam larutan gula. Irisan mangga kemudian dikeringkan menggunakan pengering hot air rotary oven pada suhu 45 °C dan 50 °C sampai mencapai kadar air 25% bb. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Faktorial yang disusun secara Acak Lengkap (Faktorial RAL) dengan faktor pertama bentuk irisan (kotak, panjang, pipih) dan faktor kedua suhu pengeringan (45 °C dan 50 °C). Perlakuan diulang sebanyak 2 kali. Parameter yang diamati antara lain adalah kadar air, penurunan kadar air, laju pengeringan, aktivitas air, rendemen, dan nilai kesukaan/hedonik. Data penurunan kadar air selama pengeringan selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam membuat model prediksi waktu untuk mencapai kadar air 25% bb.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk irisan dan suhu pengeringan mempengaruhi penurunan kadar air manisan mangga selama proses pengeringan. Hubungan antara penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan dapat digambarkan menggunakan model polinomial dengan koefisien Determinasi (R2)

antara 0.9502 – 0.9978. Laju pengeringan pada suhu 45°C berkisar antara 2.18% bk/jam sampai 3.78 % bk/jam dan laju pengeringan pada suhu 50 °C berkisar antara 7.28% bk/jam sampai 13.59% bk/jam. Bentuk irisan dan suhu pengeringan memberikan pengaruh terhadap mutu manisan mangga. Pengeringan manisan mangga pada suhu 45 °C menghasilkan rendemen antara 52.58% sampai 56.53% dengan nilai aw 0.56-0.57 sedangkan pengeringan pada suhu 50 °C menghasilkan rendemen sebesar 50.22-52.45% dengan nilai aw berkisar 0.58-0.59. Penilaian terhadap mutu organoleptik menunjukkan bahwa bentuk irisan kotak dapat diterima panelis lebih baik dibanding bentuk irisan panjang dan pipih (skor >5).

(4)

SUMMARY

ROZANA. Response Temperature and Slices Shape on the Drying Rate and Quality of Candied Mango (Mangifera indica L.). Supervised by ROKHANI HASBULLAH and TJAHJA MUHANDRI

Conventional drying (sun drying) depends on the weather, contamination by dust, dirt, and pollution and require large tracts of land. Therefore be required artificial dryer to drying products fast and produce good quality products. This study aims to: 1) Assessing the changes moisture content of candied dried mango in various slice and drying temperatures, 2) Assessing the drying rate of candied dried mango in various slice and drying temperatures, 3) Assessing the quality of candied dried mango in various slice and drying temperatures.

The study was conducted at the Laboratory of the Department of Mechanical Engineering and Biosystems, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University. Materials used are Kopek mango varieties obtained from farmers in Cirebon. Mango peeled and soaked in a salt solution, then cut into the shape cubes, sticks, and flat and then soaked in a solution calcium. After soaked, drained fruit slices for the next immersed in a solution of sugar. Mango slices dried using hot air rotary oven dryers at 45 ° C and 50 ° C temperatures until it reaches a moisture content of 25% wb. The experimental design used is a factorial design by completely randomized (Factorial RAL) with the first factor is slices shape (cubes, sticks, flat) and the second factor is drying temperatures (45 °C and 50 ° C). Treatment was repeated twice. The parameters were observed the moisture content, decrease moisture content, drying rate, water activity, yield, and the value of hedonic. The value of moisture content reduction during drying processing is used as a basis for making a prediction model of time to reach a moisture content of 25% wb.

The results showed that slice shape and drying temperature affect moisture content reduction of candied dried mango. The relationship between the rate of moisture reduction on the drying time can be described using a polynomial model with a coefficient of determination (R2) between 0.9900 - 0.9976. The drying rate

at 45 °C ranged 2.18% db/h to 7.28% wb/h and drying rate at 50 °C ranged 7.28% wb/h to 13.59% db/h. Slice shape and drying temperature affect to candied dried mango quality. Drying process of candied dried mango at 45 °C produce yield ranged 52.58% to 56.53% with aw value 0.56-0.57. Drying process at 50 °C produce yields ranged 50.22 to 52.45% with aw value is 0.58-0.59. The response to the organoleptic quality showed that the cubes slices is acceptable by panelists then sticks and flat slice (score> 5).

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

RESPON SUHU DAN BENTUK IRISAN TERHADAP LAJU

PENGERINGAN DAN MUTU MANISAN MANGGA

(Mangifera indica, L.)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Mei sampai Juli 2014 adalah Respon Suhu dan Bentuk Irisan terhadap Laju Pengeringan dan Mutu Manisan Mangga (Mangifera indica, L.).

Penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada : 1. Dr Ir Rokhani Hasbullah, MSi dan Dr Tjahja Muhandri STP MT sebagai

komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya kepada penulis.

2. Prof Dr Ir Sutrisno M.Agr, selaku Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen yang telah memberikan saran dan perbaikan kepada penulis. 3. Para teknisi di Laboratorium Laboratorium Siswadhi Supardjo yang telah

bersedia membantu menyiapkan peralatan selama penelitian.

4. Ayahanda Abdul Razak dan Ibunda Mani’ah serta adik-adik penulis Alm. Evien Aquarius, Sakinah, Faisal Tanjung dan Hairul serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya selama dalam proses studi.

5. Special thanks juga kepada teman baik yang selalu didoakan agar menjadi teman hidup “Adefirman”, terima kassih atas motivasi, teguran, dan dorongan untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Teman-teman Teknologi Pascapanen angkatan 2012 yang telah memberikan kritikan, bantuan, saran, dan semanggat kepada penulis.

7. Teman-teman Wisma Kartika yang selalu memberikan semanggat dalam menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata, penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan ilmu serta penerapan pembelajaran, khususnya bagi Program Studi Teknologi Pascapanen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Botani Mangga 4

Pascapanen dan Pengolahan Mangga 4

Manisan Buah 7

Pengeringan 8

Pengeringan Buah 10

Aktivitas Air (aw) 12

3 METODE PENELITIAN 13

Waktu dan Tempat Penelitian 13

Bahan dan Alat Penelitian 13

Prosedur Penelitian 15

Rancangan Percobaan 15

Analisis dan Pengukuran 17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Penurunan Kadar Air 20

Model Perubahan Kadar Air 22

Laju Pengeringan 25

Mutu Manisan Mangga Kering 27

5 SIMPULAN DAN SARAN 36

Simpulan 36

Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 41

(11)

DAFTAR TABEL

1. Kelas mutu mangga berdasarkan SNI 3164-2009 6

2. Syarat mutu manisan kering buah-buahan (SNI.0718-83 2005) 8 3. Data kadar air awal dan kadar air akhir rata-rata manisan mangga 20 4. Model laju penurunan kadar air manisan mangga menggunakan

pengering hot air rotary oven 23

5. Laju pengeringan rata-rata dan lama pengeringan manisan mangga 27

6. Karakteristik mutu manisan mangga kering 28

DAFTAR GAMBAR

1. Proses pengeringan pada kurva psikometrik (Brooker et al. 1991) 9

2. Alat Pengering Hot Air Rotary Oven 13

3. Bagian-bagian Hot Air Rotary Oven (Tampak Depan) 14 4. Bagian-bagian Hot Air Rotary Oven (Tampak Atas) 14

5. Diagram alir prosedur penelitian 16

6. Penurunan kadar air pada suhu pengeringan 45 °C. 21 7. Penurunan kadar air pada suhu pengeringan 50 °C. 22 8. Grafik penurunan kadar air manisan mangga irisan kotak 24 9. Grafik penurunan kadar air manisan mangga irisan panjang 24 10.Grafik penurunan kadar air manisan mangga irisan pipih 24 11.Grafik laju pengeringan rata-rata terhadap waktu pada suhu 45 °C 25 12.Grafik laju pengeringan rata-rata terhadap waktu pada suhu 50 °C 26 13.Hasil pengujian organoleptik warna manisan mangga 30

14.Mangga segar bahan baku manisan mangga 31

15.Manisan mangga kering pada berbagai bentuk irisan 31 16.Hasil pengujian organoleptik rasa manisan mangga 32 17.Hasil pengujian organoleptik tekstur manisan mangga 33 18.Hasil pengujian organoleptik aroma manisan mangga 34 19.Hasil pengujian organoleptik penampakan manisan mangga 35

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data penurunan berat pada suhu 45 °C 41

2. Data penurunan berat pada suhu 50 °C 48

3. Hasil analisis sidik ragam laju pengeringan rata-rata 51

4. Hasil analisis sidik ragam lama pengeringan 53

5. Hasil analisis sidik ragam aw 55

6. Hasil analisis sidik ragam warna 56

7. Hasil analisis sidik ragam rasa 57

8. Hasil analisis sidik ragam tekstur 59

9. Hasil analisis sidik ragam aroma 60

(12)
(13)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mangga (Mangifera indica L.) merupakan salah satu buah penting bagi penduduk tropis setelah pisang. Sebagai salah satu buah musiman yang mempunyai prospek baik sebagai komoditas ekspor, mangga diproduksi secara komersial oleh lebih dari 87 negara, diantaranya yang paling menonjol adalah India, Cina, Thailand, Indonesia, Filipina, Pakistan, dan Meksiko (Tharanathan et al. 2006). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014), produksi mangga di Indonesia tahun 2014 mencapai 2 464 234 ton atau meningkat sebesar 12.37 % dari tahun 2012 yaitu sebesar 2 376 333 ton dengan luas panen 265 837 ha. Beberapa tahun terakhir, mangga telah memasuki pasar global baik sebagai buah segar maupun produk olahan karena rasa yang khas, aroma yang menarik, warna yang indah, dan kandungan gizinya (Arauz 2000).

Sifat mangga sebagai buah klimaterik sangat mudah rusak oleh aktivitas enzim degradatif seperti poligalakturonase dan selulase mengakibatkan terjadinya penurunan kandungan serat dan pelunakan buah (Baloch dan Bibi 2012). Kerugian terbesar mangga terjadi selama periode pascapanen karena kurangnya penanganan pascapanen yang tepat dan kurangnya upaya pengolahan. Faktor yang paling berpengaruh adalah adanya kerusakan mikroorganisme, waktu panen yang tidak tepat, serta fasilitas penyimpanan yang tidak sesuai (Giraldo et al. 2003).

Mangga yang merupakan buah musiman sulit dijumpai pada waktu-waktu tertentu sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan konsumen akan buah mangga diluar musim mangga. Selama masa panen raya, harga jual mangga relatif turun dan harga mangga akan naik jika sudah diluar musim panen (Mercer 2012). Selama periode panen raya banyak buah yang terbuang (losses) hingga mencapai 30% sebagai akibat distribusi yang kurang baik. Selain itu terdapat beberapa varietas mangga yang tidak disukai jika dikonsumsi sebagai buah segar. Salah satunya adalah mangga Kopek. Hal ini menyebabkan mangga varietas ini memiliki harga jual yang sangat rendah dibandingkan dengan mangga jenis lainnya seperti Gedong Gincu, Indramayu, maupun Arumanis.

Kandungan nilai gizi yang tinggi (sumber vitamin A, C, B kompleks, serat dan mineral) dan rasa yang khas pada mangga menyebabkan mangga tidak hanya dihargai sebagai buah segar, tetapi juga sebagai bahan tambahan dalam produk olahan seperti susu, es krim, salad buah atau makanan ringan. Pengolahan mangga menjadi berbagai macam produk seperti pulp (kulit buah), chutney, selai, acar, sirup kaleng, irisan dalam air garam, irisan beku, irisan kering, dan manisan basah atau kering menjadikan daya simpan mangga menjadi lebih lama dan jangkuan pemasarannya lebih luas sehingga mampu memberikan nilai tambah. Teknologi ini juga memungkinkan pada saat bukan musimnya cita rasa buah sesuai dengan cita rasa buah segarnya masih dapat dinikmati.

Beberapa metode untuk pengeringan buah dan sayur telah banyak dikemukakan, sehingga produk yang baik dan berkualitas tinggi diproduksi secara efisien dan harga yang bersaing (Romero et al 2004). Giraldo et al. (2003) telah menemukan bahwa perendaman mangga larutan gula 45 oBrix mampu menekan

(14)

2

untuk mempertahankan warna mangga kering, Ismail dan Nagy (2012) mengemukakan bahwa penggunaan natrium metabisulfit sebagai antioksidan lebih baik dibandingkan menggunakan sukrosa.

Proses pengeringan hasil-hasil pertanian yang dilakukan oleh para petani di Indonesia, masih memanfaatkan tenaga matahari sebagai tenaga pengeringnya. Namun, pada saat musim hujan tiba, akan mengalami kesulitan dalam mengeringkan hasil pertanian karena tidak ada cahaya matahari yang mempunyai intensitas yang cukup sebagai sumber panas. Bila hasil-hasil pertanian tersebut tidak berhasil dikeringkan sampai kandungan air tertentu, maka hasil-hasil pertanian tersebut akan membusuk karena aktivitas metabolisme oleh mikroorganisme sehingga akan mengurangi mutu hasil pertanian.

Pengeringan manisan mangga masih banyak dilakukan secara konvensional (penjemuran), meskipun pada dasarnya peneringan manisan mangga dapat dilakukan dengan bantuan alat. Proses penjemuran menghasilkan tekstur yang tidak diinginkan, warna yang jelek, berkurangnya nilai nutrisi, sehingga menurunkan nilai ekonomi (Tedjo et al. 2002). Selain itu, pengeringan dengan cara penjemuran terbuka banyak kelemahan antara lain dibutuhkan lahan yang luas, adanya kontaminasi produk oleh debu, kotoran dan polusi kendaraan (penjemuran di pinggir jalan). Kondisi cuaca juga sangat mempengaruhi proses pengeringan terutama pada keadaan mendung atau hujan sehingga produk harus dipindah-pindahkan dan memerlukan waktu yang lama bila produk yang dikeringkan dalam jumlah besar.

Sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah tersebut, maka perlu dilakukan pengeringan dengan bantuan alat pengering yang dapat membantu para petani dalam mengeringkan hasil pertanian dan dapat beroperasi dengan keandalan yang tinggi, aman dan ekonomis. Dalam penelitian ini, hot air rotary oven digunakan untuk mengurangi kandungan air yang cukup tinggi pada manisan mangga, sehingga menghasilkan manisan mangga kering dimana bahan bakunya adalah mangga varietas Kopek. Pengering manisan mangga dengan hot air rotary oven adalah sebagai wujud dari pengembangan pengering buatan untuk menggantikan sistem tradisional. Keuntungan yang lain adalah tidak tergantung cuaca, kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan keperluan, tidak memerlukan tempat yang luas, kondisi pengeringan dapat dikontrol dan memerlukan waktu yang relatif singkat.

Pengolahan buah dengan teknik pengeringan telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, antara lain pengeringan pisang iris (Tabtiang et al. 2012), mangga (Sengar et al. 2012), nanas (Lombard et al. 2008). Beberapa faktor yang mempengaruhi laju proses pengeringan antara lain adalah suhu udara pengering, kelembaban relatif (RH) udara pengering, kecepatan aliran udara pengering, kadar air bahan. Faktor lain yang juga mempengaruhi pengeringan adalah luas permukaan bahan atau dinyatakan sebagai bentuk geometri bahan dalam hubungannya dengan pemindahan panas permukaan atau medium. Untuk melihat pengaruh dari beberapa faktor diatas, maka diperlukan penelitian lebih lanjut terutama spesifik bahan seperti mangga.

(15)

3

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka beberapa rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perubahan kadar air manisan mangga pada berbagai bentuk irisan dan suhu udara pengering?

2. Bagaimana laju pengeringan manisan mangga pada berbagai bentuk irisan dan suhu udara pengering?

3. Bagaimana mutu manisan mangga kering dari berbagai bentuk irisan dan suhu udara pengering?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengkaji perubahan kadar air manisan mangga pada berbagai bentuk irisan dan suhu udara pengering.

2. Mengkaji laju pengeringan manisan mangga pada berbagai bentuk irisan dan suhu udara pengering.

3. Mengkaji mutu manisan mangga kering dari berbagai bentuk irisan dan suhu udara pengering

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan alternatif teknologi pengeringan buah yang dapat diaplikasikan oleh petani maupun pengusaha olahan buah kering.

(16)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Mangga

Mangga (Mangifera indica L.) merupakan buah tropis dan subtropis yang terkenal dengan aroma eksotis dan biasanya disebut sebagai raja buah (Sivakumar dan Pandarinathan 2010). Mangga juga dikenal sebagai The Best Loved Tropical Fruit yaitu buah khas daerah tropis yang mahal harganya dan banyak peminatnya di pasar luar negeri selain manggis dan pisang.

Sebagai salah satu buah musiman yang mempunyai prospek baik sebagai komoditas ekspor, mangga diproduksi secara komersial di lebih dari 87 negara, diantaranya yang paling menonjol adalah India, Cina, Thailand, Indonesia, Filipina, Pakistan, dan Meksiko (Tharanathan et al. 2006) dan terdapat terdapat 49 jenis dan ribuan kultivar mangga (Lebrun et al. 2008).

Broto (2003) menerangkan bahwa tanaman mangga termasuk dalam keluarga Anacardiaceae. Hanya 4 spesies yang biasa dimakan dari 16 spesies yang dapat dimakan yaitu Mangifera caesta Jack (kemang), Mangifer feotida Lour (bacang/kweni, bembem), Mangifera adorata Griff, dan Mangifer indica L (mangga). Varietas mangga dapat dibedakan berdasarkan sifat morfologi bentuk luar tanaman terutama pohon, daun, bunga, dan buah. Tiap buah mangga mempunyai bagian pusat, bagian bahu kiri (sisi kiri) yang disebut perut, bagian kanan (sisi kanan) yang disebut punggung dan bagian paling luar yang disebut kulit yang diselimuti oleh lapisan lilin putih.

Kandungan utama mangga segar adalah air dan karbohidrat, sejumlah asam-asam organik, protein, mineral, pigmen, vitamin, lemak, polifenol dan zat eternis yang menyebabkan flavor. Kandungan karbohidrat pada mangga terdiri dari gula-gula sederhana, pati, dan selulosa. Kandungan gula-gula-gula-gula sederhana yang banyak pada mangga adalah glukosa, fruktosa, dan galaktosa yang memberikan rasa manis dan energi untuk metabolisme mangga.

Sejak buah masih muda sampai pada tingkatan masak, kandungan gula reduksi selalu berjumlah tetap. Setelah masak, kandungan gula sukrosanya makin bertambah, yakni selama proses pemasakan berlangsung. Buah dianggap bermutu baik bila kandungan gulanya mencapai 11.1%. Makin tua buah mangga, rasa asamnya semakin berkurang. Buah mangga masak dengan berat jenis 1.01-1.02 memberikan kualitas buah yang cukup baik.

Pascapanen dan Pengolahan Mangga

(17)

5 Secara tradisional, mangga dipanen berdasarkan penilaian oleh petani dengan mengamati penampilan buah. Tingkat kematangan juga dapat dilihat dari umur buah yaitu dihitung dari mulai berbunga, mekar penuh dan menjadi buah. Umumnya, mangga dipanen saat umur 12-16 minggu setelah bunga mekar. Untuk mangga gedong gincu, umur panennya adalah 90-125 hari setelah bunga mekar (Satuhu 2004).

Mangga dipanen dengan bantuan alat panen, misalnya tiang yang dilengkapi gunting atau pisau dan keranjang. Metode ini agak lambat dan membutuhkan pengalaman dan keterampilan yang cukup, tetapi sangat diperlukan jika menginginkan kualitas buah yang tinggi. Ketika buah dipanen dengan gunting, disyaratkan untuk meninggalkan 4 inci (10 cm) tangkai untuk menghindari semburan getah resin yang keluar jika tangkai awalnya dipotong terlalu dekat dengan buah. Sebelum pengemasan, tangkai dipotong 1/4 inci (6 mm) dari pangkal buah (Bally 2006).

Kerugian akibat getah pada buah mangga dapat dikurangi dengan menggunakan beberapa metode yaitu: menyisakan tangkai sekitar 1-2 cm, meletakkan buah pada rak panen/hamparan dengan posisi tangkai menghadap ke bawah untuk menghentikan aliran getah, pencelupan dan penyemprotan dengan deterjen, membersihkan getah dari kulit mengunakan larutan 0.5-5% CaCO3, dan

mencuci buah dilarutan aluminium sulfat 1%.

Setelah pemanenan, dilakukan sortasi dan pengkelasan mutu. Perlakuan ini dilakukan untuk memperoleh buah dengan ukuran, tingkat kematangan, dan kualitas yang seragam. Sortasi bertujuan untuk memisahkan buah yang layak jual dan tidak layak dijual agar diperoleh buah yang seragam bentuk, warna, ukuran, dan kematangannya sedangkan pengkelasan mutu dilakukan untuk memperoleh buah yang seragam ukurannya (besar, sedang, kecil atau sangat kecil). Buah yang tidak layak jual ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam olahan mangga.

SNI 3164-2009 telah mengatur ketentuan kriteria mutu minimum untuk semua kelas mutu dan pembagian kelas mutu mangga yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Pelilinan dilakukan untuk menekan respirasi dan transpirasi pada buah sehingga dapat memperpanjang umur simpannya. Pelilinan merupakan salah satu perlakuan yang direkomendasikan. Selain dapat menjaga dari kerusakan juga dapat memperbaiki penampilan buah. Pelilinan pada buah mangga dapat menurunkan serangan antraknos dan buah memiliki penampakan yang lebih baik secara fisik dan kimia dengan kerusakan minimal.

Buah kemudian dikemas untuk melindungi buah dari luka, memudahkan penyimpanan, pengelolaan dan pengangkutan, mencegah kehilangan air, serta memberikan nilai estetika pada konsumen. Kemasan transportasi untuk mangga, umumnya terbuat dari keranjang bambu, keranjang plastik, peti kayu atau kotak karton. Kemasan untuk konsumen biasanya dilakukan di tingkat pedagang eceran yaitu berupa jala busa dan kertas tipis.

Sivakumar dan Pandarinathan (2010) merangkum informasi yang tersedia dan hasil berbagai penelitian untuk mempertahankan kualitas buah mangga secara keseluruhan dan untuk mengurangi kerugian pascapanen di sepanjang rantai pasok dengan mengadopsi teknologi pascapanen yang cocok, diantaranya adalah: 1. Pengendalian penyakit pascapanen melalui penggunaan fungisida, Hot Water

(18)

6

penyimpanan, pengembangan perangkat deteksi dini terhadap adanya penyakit pascapanen.

2. Pengendalian serangan lalat buah melalui: HWT dan Vapour Heat Treatment (VHT).

3. Pengaturan suhu pematangan.

4. Perlakuan untuk memperpanjang umur simpan, mencegah rusaknya penampilan, mencegah terjadinya chilling injury, dan mempertahankan aroma buah.

5. Penerapan manajemen mutu di sepanjang rantai pasok mangga.

Tabel 1 Kelas mutu mangga berdasarkan SNI 3164-2009

Kelas Mutu Kriteria

Semua kelas mutu (Super, A, dan B)

Syarat minimum: utuh, padat, penampilan segar, layak konsumsi, bersih/bebas dari benda asing yang tampak, bebas dari memar, bebas dari hama dan penyakit, bebas dari kerusakan akibat temperatur rendah dan atau tinggi, bebas dari kelembaban eksternal yang abnormal kecuali pengembunan sesaat setelah pemindahan dari tempat penyimpanan dingin, bebas dari aroma dan rasa asing, memiliki kematangan yang cukup, serta panjang tangkai buah tidak boleh lebih dari 1 cm.

Kelas Mutu Super Mangga berkualitas super yaitu bebas dari segala jenis cacat

Kelas Mutu A Mangga berkualitas baik. Cacat yang diperkenankan: sedikit penyimpangan bentuk, cacat sedikit pada kulit akibat tergores atau terbakar matahari, noda akibat getah dan bekas lecet maks. 2cm2 (mangga < 250 g) dan 3 cm2 (mangga 250-350 g), serta cacat tidak boleh mempengaruhi daging buah.

Kelas Mutu B Mangga berkualitas baik. Cacat yang diperkenankan: sedikit penyimpangan bentuk, cacat sedikit pada kulit akibat tergores atau terbakar matahari, noda akibat getah dan bekas lecet maks 4 cm2 (mangga < 250 g)

dan 5 cm2 (mangga 250-350 g), serta cacat tidak boleh mempengaruhi daging buah.

Sumber: SNI 3164-2009

Sebagai komoditas yang mudah rusak, mangga diolah dalam berbagai bentuk untuk melindungi dari kerusakan kimia dan kontaminasi mikroba, memberikan pendapatan tambahan, memastikan kecukupan dan kelanjutan supplai produk mangga sepanjang tahun.

(19)

7

Manisan Buah

Berbagai macam jenis olahan buah yang terdapat di pasaran, salah satunya adalah manisan. Manisan merupakan salah satu jenis makanan ringan yang biasanya menggunakan gula pasir sebagai bahan pemanisnya. Larutan gula akan mengurangi proses oksidasi dengan melapisi bagian luar buah sehingga akan mencegah hubungan buah dengan oksigen dari udara. Larutan juga memberikan rasa manis sehingga mengurangi rasa asam buah dan melindungi ester-ester dari buah yang mudah menguap.

Manisan buah adalah buah yang diawetkan dengan gula. Tujuan pemberian gula dengan kadar yang tinggi pada manisan buah selain untuk memberikan rasa manis, juga untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme (jamur, kapang). Berdasarkan cara pembuatannya, daya awet, penampakan, dan lama perendaman dalam larutan gula, manisan buah pada umumnya dibedakan menjadi manisan basah dan manisan kering. Manisan kering lebih tahan lama dibandingkan dengan manisan basah. Hal ini disebabkan selain kadar air manisan kering lebih rendah juga kandungan gula yang tinggi. Dari segi penampakan manisan basah lebih menarik dibandingkan manisan kering. Manisan basah diperoleh setelah penirisan buah dari larutan gula, sedangkan manisan kering diperoleh bila manisan yang pertama kali dihasilkan (manisan basah) dijemur sampai kering.

Pembuatan manisan dilakukan melalui beberapa tahap yaitu pencucian, pemotongan, perendaman dalam larutan garam, perendaman dalam larutan kapur atau asam sitrat, blansir, perendaman dalam larutan gula, penirisan, dan pengeringan. Pencucian buah bertujuan untuk menghilangkan kotoran, getah, dan mengurangi jumlah mikroba awal yang menempel di kulit buah. Kemudian dilakukan pemotongan dan perendaman dalam larutan kapur jenuh. Perendaman dalam air kapur jenuh bertujuan untuk memperkuat jaringan buah (memperkeras) melalui reaksi antara kalsium dengan pektin. Tingkat kekerasan yang baik diharapkan akan menghasilkan produk manisan yang renyah sehingga meningkatkan mutu manisan. Dengan proses perendaman dalam larutan gula maka buah akan mengalami dehidrasi osmosis. Hal ini dimungkinkan karena gula mempunyai difusitas yang lebih rendah daripada difusitas air. Proses tersebut berlangsung terus hingga tercapai keseimbangan kadar gula dan air dalam bahan pangan. Proses inilah yang menyebabkan buah-buahan dapat menjadi manisan.

Dinding sel buah akan menyerap gula, mungkin oleh ikatan hidrogen dengan polisakarida. Hal ini akan menyebabkan aliran air buah keluar terhenti diikuti dengan terjadinya aliran ke dalam buah, tergantung dari konsentrasi gula sejumlah air akan keluar dari dinding sel yang kemudian bersama-sama dengan molekul polisakarida akan membentuk polimer-polimer dengan ikatan hidrogen yang lebih tinggi. Hal ini mengakibatkan jumlah gugusan hidroksil yang tersedia untuk berikatan dengan gula akan berkurang dan akan terjadi pembentukan dinding sel yang baru.

(20)

8

Tabel 2 Syarat mutu manisan kering buah-buahan (SNI.0718-83 2005)

Uraian Persyaratan

Keadaan (penampakan, bau, rasa, dan jamur) Kadar air

Jumlah gula (dihitung sebagai sukrosa) Pemanis buatan

Zat warna

Benda asing (daun, tangkai, pasir, dll) Bahan larutan sulfit (dihitung sebagai SO2)

Cemaran logam :

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah konsentrasi larutan gula yang digunakan untuk perendaman awal tidak boleh terlalu tinggi. Jika buah direndam dalam larutan gula panas dengan konsentrasi 75% akan menyebabkan air keluar dari dinding sel buah lebih cepat dari masuknya larutan gula ke dalam buah. Dengan adanya perbedaan yang besar antara kecepatan keluarnya air dan masuknya larutan gula akan mengakibatkan struktur sel dan tekstur buah akan menjadi keras dan berkerut. Selain itu proses dehidrasi akan sulit mencapai optimum karena terbentukhya daerah dengan konsentrasi gula yang rendah di sekitar potongan buah.

Pembuatan manisan buah terjadi dengan peresapan gula secara perlahan-lahan ke dalam buah sampai konsentrasi gula cukup untuk mencegah kerusakan. Proses peresapan gula yang terjadi harus berjalan baik agar tekstur manisan yang dihasilkan tidak terlalu lunak atau terlalu keras. Juga larutan gula dengan konsentrasi yang lebih tinggi akan menyempurnakan hasil yang diinginkan.

Pengeringan

(21)

9 Mujumdar (2006) mengatakan bahwa saat pengeringan berlangsung, terdapat dua proses yang berlangsung secara simultan yaitu:

a. Proses 1, menghilangkan air pada permukaan bahan sebagai uap, tergantung pada suhu kondisi eksternal, kelembaban dan kecepatan udara, luas permukaan yang terekspos, dan tekanan.

b. Proses 2, pergerakan air internal dalam padatan, ini merupakan fungsi dari sifat fisik padatan, suhu, dan kadar air. Dalam operasi pengeringan salah satu dari proses-proses ini mungkin menjadi faktor pembatas yang mengatur laju pengeringan, meskipun keduanya terjadi secara bersamaan sepanjang siklus pengeringan.

Pengeringan terjadi melalui penguapan cairan dengan pemberian panas ke bahan umpan basah. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, panas dapat disediakan melalui konveksi (pengering langsung), konduksi (pengering sentuh atau tak langsung), radiasi atau secara volumetrik dengan menempatkan bahan basah tersebut dalam medan elektromagnetik gelombang mikro atau frekuensi radio. Seluruh cara pengeringan, kecuali dielektrik (gelombang mikro atau frekuensi radio), menyediakan panas pada batas objek yang dikeringkan sehingga panas harus berdifusi ke dalam padatan dengan cara konduksi. Cairan harus bergerak ke batas bahan sebelum diangkut ke luar oleh gas pembawa (atau dengan penerapan vakum pada pengering non konvektif) (Mujumdar 2001).

Selama proses pengeringan berlangsung, entalpi dan suhu bola kering berkurang yang diikuti dengan kenaikan kelembaban mutlak, kelembaban nisbi, tekanan parsial uap air dan suhu pengembunan udara pengering. Terjadinya proses pengeringan dengan udara pengering yang dipanaskan pada kurva psikometrik dapat dilihat pada Gambar 1. Pengeringan dengan menggunakan udara alami bearti proses pemanasan udara (1)-(2) ditiadakan. Kenaikan suhu udara alami karena gesekan atau turbulensi udara dapat dianggap sebagai proses pemanasan udara sebelum masuk ruang pengering (Brooker et al. 1991).

(22)

10

Keterangan:

(1)-(2) : Proses pemanasan udara (2)-(3) : Proses pengeringan

i : udara masuk alat pengering p : udara pengering

o : udara keluar dari alat pengering

Brooker et al. (1991) menyatakan bahwa produk pertanian dengan kadar air tinggi di atas 70% bb mempunyai laju pengeringan awal yang ditentukan tiga parameter eksternal, yaitu: kecepatan udara, temperatur udara, dan kelembaban. Apabila kondisi parameter tersebut konstan, maka laju pengeringannya konstan pula. Laju pengeringan menurun akan berlangsung setelah periode laju pengeringan konstan selesai. Kadar air antara periode laju pengeringan disebut dengan kadar air kritis (Brooker et al. 1991, Henderson et al. 1997). Karena uap air secara terus menerus meninggalkan bahan, maka tekanan uap dalam bahan akan semakin kecil, bearti perbadaan tekanan uap antara bahan dengan udara sekitarnya semakin kecil. Kondisi demikian akan menghasilkan penurunan pada laju pengeringan produk, sehingga disebut dengan laju pengeringan menurun (Brooker et al. 1991).

Kasus yang paling umum untuk pengeringan suatu padatan basah pada kondisi pengeringan tetap adalah setelah tahap penyesuaian awal, kadar air basis kering (X) menurun secara linier terhadap waktu (t), akibat mulainya penguapan. Hal ini diikuti dengan penurunan X terhadap t secara tak linier, setelah waktu yang sangat panjang, padatan tersebut mencapai kadar air keseimbangannya (X*), dan pengeringan terhenti. Dalam bentuk kadar air bebas (Xf), dijelaskan dengan rumus dibawah ini. Laju pengeringan mencapai nol pada Xf = 0.

Xf = (X - X*) (1)

Berdasarkan kesepakatan, laju pengeringan (N) dapat dijelaskan dengan rumus dibawah ini.

(23)

11 Untuk mempercepat proses pengeringan bahan-bahan pertanian, udara pengering disirkulasikan secara kontinyu melewati bahan yang dikeringkan.

Kemajuan kebaruan dalam teknik dan metode pengeringan telah dibuat untuk semua jenis pengeringan, mulai dari buah-buahan dan sayuran yang pada beberapa tahun dulu sifatnya tidak bisa diramalkan. Pertumbuhan dalam inovasi makanan sangat cepat dan memicu kebutuhan untuk bahan-bahan tersebut. Perubahan gaya hidup, terutama di negara maju mengakibatkan permintaan berbagai produk yang dikeringkan dengan penekanan pada kualitas yang tinggi, kesegaran, serta rasa menjadi sangat besar (Mujumdar 2006).

Selama pengeringan, perubahan fisik maupun kimia sangat besar kemungkinannya untuk terjadi. Sehingga diperlukan perlakuan pendahuluan tertentu untuk meningkatkan karakteristik pengeringan dan meminimalkan perubahan yang merugikan selama pengeringan dan penyimpanan berikutnya dari produk yang dikeringkan tersebut. Beberapa perlakuan tersebut termasuk perendaman dalam alkali untuk buah-buahan, perlakuan sulfur, dan blansir untuk buah-buahan dan sayuran (Mujumdar 2006).

Perendaman dalam Larutan Alkali

Perendaman dalam larutan ini dilakukan sebelum pengeringan terutama untuk buah-buahan yang dikeringkan keseluruhan, terutama plum dan anggur. Perendaman biasanya dilakukan dalam natrium karbonat atau larutan alkali (0.5% atau kurang) dan biasanya digunakan pada suhu 93.3 sampai 100 ºC, karena memudahkan pengeringan dengan membentuk retakan yang baik pada kulit. Ester oleat merupakan bahan aktif komersial yang digunakan untuk perendaman anggur. Hal ini akan mempercepat hilangnya kelembaban dengan menyebabkan terpisahnya lapisan lilin pada kulit anggur sehingga mempermudah difusi air (Mujumdar 2006).

Perlakuan Sulfur

Perlakuan sulfur oksida yang banyak digunakan dalam pengeringan buah dan sayuran adalah aditif yang paling efektif untuk menghindari pencoklatan non enzimatik. Hal ini juga menghambat berbagai reaksi enzim-dikatalisasi, terutama browning enzimatik, bertindak sebagai antioksidan dalam mencegah hilangnya asam askorbat dan melindungi lipid, minyak esensial, dan karotenoid melawan kerusakan oksidatif selama pemrosesan dan penyimpanan. Selain itu juga dapat menghambat dan mengontrol mikroorganisme, terutama mikroba fermentasi gula dalam buah-buahan seperti apricot yang dijemur lebih lama. Dengan ini akan memungkinkan suhu yang lebih tinggi, maka waktu pengeringan yang lebih pendek. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan warna, mencegah pembusukan, mempertahankan atribut nutrisi sampai dipasarkan (Mujumdar 2006).

Buah yang akan dikeringkan sering diperlakukan dengan SO2 gas dari

(24)

12

Blansir

Blansir biasanya dilakukan dengan air panas atau uap sebelum pengeringan. Hal ini dimaksudkan untuk denaturasi protein yang bertanggung jawab menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang mempengaruhi kualitas produk seperti pencoklatan enzimatik dan oksidasi selama pengolahan dan penyimpanan. Efektivitas perlakuan ini dinilai dari tingkat inaktivasi enzim. Keuntungan lain dilakukan blansir meliputi pengurangan waktu pengeringan, penghapusan udara antar jaringan, pelunakan tekstur dan retensi karoten dan asam askorbat selama penyimpanan (Mujumdar 2006).

Blansir dengan paparan uap biasanya selama 2 sampai 10 menit. Penggunaan air panas juga digunakan dimana kandungan padatan dalam air panas dipertahankan pada tingkat ekuilibrium untuk meminimalkan kerugian pencucian. Selain menggunakan air panas dan uap, penggunaan energi gelombang mikro menjadi metode yang mudah dan efektif dan baik dalam retensi asam askorbat. Suhu rendah selama blansir (65-70 ºC selama 15-20 menit) digunakan untuk meningkatkan kualitas tekstur wortel kering (bersamaan dengan perlakuan kalsium) dan ubi jalar kering dengan waktu balnsir singkat (95-100 ºC selama 3 menit). Karena pada suhu ini pektin metil esterase aktif untuk meningkatkan gugus karboksil bebas dari pektin yang kemudian bisa membentuk ikatan garam dengan kation divalent untuk menghasilkan produk yang bertekstur lebih kuat (Mujumdar 2006).

Aktivitas Air (aw)

Dalam pengeringan beberapa bahan, yang membutuhkan perhatian higienis khusus seperti bahan pangan adalah ketersediaan air untuk pertumbuhan mikroorganisme, perkecambahan spora, dan penyertaan dalam beberapa reaksi kimia. Ketersediaan ini tergantung pada tekanan nisbi, atau aktivitas air (aw), didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan parsial air (p) pada sistem padatan basah terhadap tekanan keseimbangan uap air (pw), pada suhu yang sama (Mujumdar 2001).

Jika aw diturunkan menjadi dibawah nilai aw minimum terukur untuk pertumbuhan mikroba atau perkecambahan spora dengan cara pengeringan atau dengan menambahkan agen pengikat air seperti gula, gliserol, atau garam, maka pertumbuhan mikroba dapat dihambat. Akan tetapi, penambahan tersebut seharusnya tidak sampai mempengaruhi aroma, rasa, atau kriteria mutu lainnya. Karena untuk menurunkan nilai aw sebesar 0.1 pun diperlukan jumlah aditif terlarut yang cukup besar, maka pengeringan tampaknya mempunyai daya tarik khusus untuk bahan pangan berkadar air tinggi sebagai cara penurunan aw (Mujumdar 2001).

(25)

13

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Mei sampai Juli 2014. Penelitian dilakukan di Laboratorium Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah mangga varietas Kopek yang diperoleh dari UKM Satria, Kabupaten Cirebon. Bahan lain yang diperlukan adalah bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan manisan mangga seperti kapur sirih, garam, gula pasir, dan gula cair.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat yang digunakan dalam pembuatan manisan mangga seperti rotary oven Model NFX-32Q (Gambar 2-4), thermometer, hybrid recorder Yokogawa MV1000, timbangan digital, pisau, sarung tangan latex food grade, baskom, alat tulis, dan alat dokumentasi. Selain itu juga diperlukan seperangkat alat untuk analisis mutu.

(26)

14

Gambar 3 Bagian-bagian Hot Air Rotary Oven (Tampak Depan)

Gambar 4 Bagian-bagian Hot Air Rotary Oven (Tampak Atas) a

b

c

a

b

c

Keterangan gambar: a. Rotating Rack b. Electromechanical

Control Panel c. Burner

(27)

15

Prosedur Penelitian Tahapan Penelitian

Penelitian terdiri dari dua tahap, tahap 1 adalah pembuatan manisan dan tahap 2 adalah analisis mutu manisan mangga kering. Secara lengkap tahapan pembuatan manisan dijelaskan dalam bagan alir proses pada Gambar 5.

Penelitian didahului dengan pengupasan buah mangga sebanyak 6 000 g kemudian direndam dalam larutan garam 1% selama 10 menit. Buah diiris menjadi bentuk irisan kotak (2 x 2 x 1.5 cm), panjang (9 x 2 x 1.5 cm), dan pipih (9 x 6.5 x 1.5 cm) kemudian direndam dalam larutan kapur sirih 4% selama 8 jam. Sebelum penggulaan, buah ditimbang sebanyak 1 kg untuk tiap irisan. Irisan buah lalu dicuci dengan air mengalir selama 10 menit kemudian ditiriskan. Irisan buah kemudian dicampur dengan gula pasir 100% (tanpa pelarutan) sebanyak 40% dari berat buah (400 g) dan gula cair Rose Brand (fruktosa 55%) sebanyak 50 g/kg mangga (50 g), lalu didiamkan selama 10 jam. Sebelum dikeringkan, diukur kadar air awal manisan mangga dengan metode oven dan nilai aw awal manisan mangga. Manisan mangga dikeringkan menggunakan pengering hot air rotary oven pada suhu 45 °C dan suhu 50 °C dengan kecepatan aliran udara 2.0 m/detik. Berat mangga yang dikeringkan adalah sebanyak 1 224 g dengan luas tray pengeringan 713 cm2. Pengeringan dihentikan jika kadar air manisan tercapai (±25% bb) yang diketahui dengan mengukur penurunan kadar air melalui berat sampel yang ditimbang tiap 30 menit. Selama pengeringan berlangsung, dilakukan pengukuran suhu menggunakan termokopel, RH (ruang pengering dan lingkungan) dengan higrometer, kecepatan udara dengan anemometer, penurunan kadar air, laju pengeringan, dan rendemen. Manisan mangga kering yang dihasilkan kemudian dikemas dalam plastik polipropilen/polietilen untuk selanjutnya dilakukan pengamatan mutunya. Parameter mutu yang diamati meliputi kadar air, aktivitas air (aw), dan mutu organoleptik.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Faktorial yang disusun secara Acak Lengkap (Faktorial RAL). Faktor pertama adalah bentuk irisan (A) meliputi kotak, panjang, dan pipih. Faktor kedua adalah suhu

Yij : nilai pengamatan bentuk irisan ke-i dan suhu pengeringan ke-j. μ : rata-rata umum

Ai : Pengaruh bentuk irisan taraf ke-i Bj : Pengaruh suhu pengeringan taraf ke-j

(AB)ij : Pengaruh interaksi faktor A (bentuk irisan) taraf ke-i dan faktor B (suhu pengeringan) taraf ke-j

εij : Pengaruh galat percobaan

(28)

16

pengeringan, aktivitas air (aw), rendemen, dan organoleptik. Data hasil pengukuran dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) dengan taraf signifikansi 5%. Apabila hasil ANOVA menunjukkan beda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) 5%.

Gambar 5 Diagram alir prosedur penelitian T= 45 oC T= 50 oC

Pengukuran: - k.a akhir - aw

- rendemen - organoleptik Manisan mangga kering

Mulai

Mangga 6 000 g

Pencucian 10 menit

Pengeringan V= 2.0 m/det Penggulaan 1 000 g mangga

(Gula pasir 400 g) Gula cair 50 g, 10 jam)

Pengupasan

Perendaman (Kapur Sirih 4% 8 jam)

Pengirisan Perendaman (NaCl 1% 10 menit

Pengukuran: - k.a awal - aw awal

Pipih (9x6.5x1.5 cm) Kotak

(2x2x1.5 cm)

Panjang (9x2x1.5 cm)

(29)

17

Analisis dan Pengukuran

Pengukuran dan perhitungan dilakukan dalam dua tahap yaitu pada saat proses pengeringan yang meliputi suhu dan RH (lingkungan dan di ruang pengering), kecepatan udara, laju pengeringan, dan perubahan massa sampel. Kemudian pengukuran dan perhitungan selanjutnya adalah pengukuran pada parameter mutu manisan mangga kering yang dihasilkan yaitu kadar air, aw, rendemen, dan organoleptik.

Suhu dan RH

Pengukuran suhu dan kelembaban relatif (RH) udara ruang pengering dan lingkungan dilakukan dengan termokopel, termometer, dan higrometer digital setiap 30 menit. Pengukuran suhu dilakukan dengan menempatkan termokopel suhu bola kering pada 3 titik yaitu, saluran udara masuk, saluran udara keluar, dan lingkungan masing-masing 1 buah, sedangkan pada masing-masing rak diukur dengan termometer berjumlah 6 buah.

Pengukuran RH dilakukan dengan menambahkan termokopel suhu bola basah pada 1 titik yaitu lingkungan dan 6 titik pada masing-masing rak dengan hogrometer digital.

Kadar Air (AOAC 1999)

Metode pengukuran kadar air menggunakan metode oven. Prinsip pengukuran kadar air ini adalah kehilangan bobot setelah sampel dioven pada suhu 105 °C. Cawan kosong dikeringkan di dalam oven ± 15 menit. Kemudian didinginkan di dalam desikator lalu cawan ditimbang dan dihitung sebagai berat cawan kosong. Sebanyak ± 2 gram sampel segar dalam cawan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 °C selama 8 jam, kemudian didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang. Berat sampel kering dihitung dari selisih berat sampel dalam cawan setelah pengeringan dengan berat cawan kosong. Kadar air dihitung dengan rumus :

Pengukuran Penurunan Kadar Air Selama Pengeringan

Proses pengukuran dan pengamatan terhadap kadar air diawali dengan penimbangan massa awal bahan dan ditata di atas wadah yang telah diketahui beratnya. Wadah sampel yang akan ditentukan kadar airnya ditempatkan pada masing-masing rak dan lingkungan. Posisi wadah sampel berada di tengah-tengah rak. Perubahan kadar air tiap jam didapat dengan menimbang wadah dan sampel pada selang waktu tertentu. Setelah penimbangan wadah sampel ditempatkan kembali ke dalam rak pada kedudukan semula. Untuk mengukur perubahan kadar air bahan, kadar air awal bahan ditentukan lebih dahulu dengan metode oven. Pengukuran penurunan kadar air sampel dilakukan dengan menggunakan timbangan digital pada selang/interval waktu 1 jam dan dihentikan setelah berat yang dikehendaki tercapai.

(30)

18

Model Perubahan Kadar Air

Penentuan model penurunan kadar air didasarkan pada data perubahan kadar air terhadap waktu. Model yang diperoleh merupakan persamaan regresi hasil pengolahan data software Minitab. Model yang diperoleh digunakan untuk memprediksi waktu pengeringan manisan mangga sampai tercapai kadar air 25% bb secara tepat. Model yang baik dicirikan dengan nilai R2 diatas 0.95.

Garis lurus yang dipakai untuk menyusun model ini adalah garis lurus antara perubahan kadar air terhadap waktu pengeringan. Setelah nilai koefisien determinasi (R2) tertinggi diperoleh maka persamaan tersebut ditetapkan sebagai model persamaan terbaik.

Laju Pengeringan

Laju pengeringan merupakan kecepatan perubahan kadar air suatu bahan terhadap waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan kadar air bahan tersebut. Pada proses pengeringan dibedakan menjadi dua periode yaitu periode laju pengeringan tetap dan periode laju pengeringan menurun. Perhitungan laju pengeringan rata-rata membutuhkan data hasil pengukuran kadar air awal, kadar air akhir, dan selang waktu di antaranya.

(4)

dM/dt = laju pengeringan (% bk/jam) KA t = kadar air pada saat t (% bk)

KAt+t1 = kadar air pada saat t+ Δt (% bk)

Δt = lama pengeringan (jam)

Rendemen

Rendemen merupakan persentase produk yang didapatkan dari perbandingan berat akhir produk dengan berat awal produk. Rendemen biasa dinyatakan dalam satuan persen (%).

Aktivitas Air (aw) (AOAC 1999)

Aktivitas air (aw) diukur dengan aw meter. Alat aw-meter dihidupkan dengan menekan tombol power. Setelah tanda ready muncul, larutan NaCl jenuh dimasukkan dalam chamber tempat pengukuran alat untuk mengkalibrasi aw -meter. Setelah itu, tombol start ditekan dan ditunggu sampai nilai aw yang terbaca 0.750-0.752. Jika belum terbaca sekitar 0.750-0.720, knop tahanan kalibrasi diatur sehingga kalibrasi tercapai kemudian tombol start ditekan kembali. Sebanyak 1 g contoh dimasukkan dalam chamber contoh dan tombol start ditekan. Setelah itu, nilai aw ditunggu hingga terbaca oleh alat.

Uji Kesukaan/Hedonik

Contoh uji hedonik disajikan secara acak dan dalam memberikan penilaian panelis tidak boleh membanding-bandingkan contoh yang disajikan. Jumlah panelis tidak terlatih yang digunakan sebanyak 25 orang dan kemudian disajikan

(31)

19 contoh satu per satu sehingga panelis tidak akan membandingkan satu contoh dengan contoh yang lainnya. Penilaian terhadap uji hedonik harus dilakukan secara spontan. Skala penilaian yang akan digunakan adalah 9 skala. Berikut formulir untuk uji kesukaan.

Tanggal : Nama Panelis :

Jenis Contoh : Manisan Mangga Kering

Instruksi : Nyatakan penilaian anda dan berikan tanda (√) pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian saudara

Penilaian Kode Contoh

815 558 384

1. Amat sangat tidak suka 2. Sangat tidak suka 3. Tidak suka 4. Agak tidak suka 5. Netral

6. Agak suka 7. Suka

(32)

20

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penurunan Kadar Air

Proses pengeringan manisan mangga berlangsung dari kadar air awal (kadar air setelah penggulaan) sampai mendekati kadar air 25% bb. Selama proses pengeringan dilakukan pengukuran berat sampel pada masing-masing perlakuan suhu dan bentuk irisan. Pengukuran ini dilakukan hingga proses pengeringan selesai. Dari hasil pengamatan diperoleh data penurunan berat sampel pada masing-masing suhu dan bentuk irisan. Berdasarkan data pengukuran berat sampel diperoleh kadar air akhir rata-rata sampel pengeringan untuk tiap suhu dan irisan. Data kadar awal dan kadar air akhir rata-rata untuk tiap perlakuan suhu dan irisan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Data kadar air awal dan kadar air akhir rata-rata manisan mangga Perlakuan

Ket: nilai rata-rata dengan huruf yang berbeda, berbeda nyata (p<0.05).

Kadar air awal rata-rata berkisar antara 57.57% bb sampai 62.07% bb. Perbedaan kadar air ini dipengaruhi oleh tingkat kematangan mangga. Meskipun sudah diupayakan untuk memilih mangga dengan tingkat kematangan yang sama, tetapi untuk memperoleh daging buah mangga dengan kadar air yang sama sangat sulit didapatkan karena kondisi daging buah mangga yang satu berbeda dengan yang lainnya. Tingkat kematangan dan kesegaran buah mangga akan berubah dengan berjalannya waktu, sehingga kadar air awal mangga akan berubah dan berbeda satu dengan yang lainnya. Mangga dengan tingkat kematangan yang sama, pada prakteknya belum tentu memiliki kadar air yang awal yang sama. Mangga yang akan dikeringkan terlebih dahulu diberi perlakuan perendaman dalam larutan kapur dan garam.

Kemampuan untuk melepas air dari bagian permukaan semakin besar dengan meningkatnya suhu udara pengering. Parameter yang mempengaruhi proses pengeringan adalah suhu dan RH pengering, kadar air awal bahan, kadar air akhir bahan, dan kecepatan udara pengering (Brooker 1991).

(33)

21 °C, total waktu pengeringan untuk irisan kotak adalah 13.5 jam, irisan panjang 16.75 jam, dan irisan pipih 15.25 jam.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor bentuk irisan dan suhu pengeringan memberikan pengaruh terhadap lama waktu pengeringan (Lampiran 4). Uji lanjut DMRT 5% menunjukkan bahwa antar perlakuan suhu pada irisan yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Hal ini disebabkan kemampuan bahan untuk melepaskan air dari permukaannya akan semakin besar dengan meningkatnya suhu udara pengering yang digunakan dan makin lamanya proses pengeringan kadar air yang dihasilkan semakin rendah (Taib et al 1988 dalam Histifarina et al 2004). Waktu yang diperlukan dalam proses pengeringan dipengaruhi oleh struktur bahan, distribusi aliran udara, suhu, kelembaban, serta kecepatan udara (Muljoharjo 1987 dalam Histifarina dan Agriawati 2009).

Torres et al. (2007) menyebutkan bahwa kehilangan massa air mangga (sebagai akibat dari keseimbangan kehilangan air dan kenaikan zat terlarut) meningkat karena konsentrasi buah yang meningkat tetapi untuk tiap tingkat, banyaknya nilai bervariasi, tergantung pada konsentrasi larutan osmosis dan penerapannya.

Selain kadar air akhir manisan mangga, pengukuran berat sampel selama pengeringan dapat menggambarkan penurunan kadar air untuk tiap-tiap sampel irisan pengeringan. Pada Gambar 6 dan Gambar 7 dapat dilihat kurva penurunan kadar air rata-rata terhadap waktu pada pengeringan suhu 45 °C dan 50 °C. Kurva tersebut menggambarkan tahap penurunan kadar air yaitu tahap penurunan kadar air cepat yang terjadi pada awal proses, tahap penurunan kadar air lambat, dan penurunan kadar air sangat lambat yang terjadi pada akhir proses atau disaat mendekati kadar air keseimbangan. Penurunan kadar air yang sangat lambat ditunjukkan pada kurva yang landai atau mendekati datar di akhir proses pengeringan. Data hasil pengukuran penurunan kadar air pada suhu 45 °C dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan pada suhu 50 °C dapat dilihat pada Lampiran 2.

(34)

22

Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa proses pengeringan di 20 jam awal menunjukkan penurunan kadar air yang relatif cepat dan dalam jumlah yang besar. Hal ini disebabkan karena air yang menguap adalah air bebas yang terdapat dipermukaan bahan. Massa air yang tersedia dalam jumlah yang besar dipermukaan bahan menyebabkan penurunan kadar air yang cepat. Kemudian pada jam berikutnya penurunan kadar air mulai lambat.

Gambar 7 Penurunan kadar air pada suhu pengeringan 50 °C.

Model Perubahan Kadar Air

Data pengeringan dengan pengering hot air rotary oven pada suhu 45 °C dan 50 °C pada bentuk irisan kotak, panjang, dan pipih digunakan sebagai dasar untuk menentukan kecukupan pengeringan manisan mangga. Waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar air manisan mangga sesuai SNI yaitu 25% bb berbeda-beda tiap suhu dan bentuk irisan.

Persamaan perubahan kadar air menggunakan hot air rotary oven pada berbagai suhu pengeringan dan bentuk irisan disajikan pada Tabel 4. Persamaan perubahan kadar air dianggap baik dengan dicirikan nilai R2 diatas 0.9500. Model persamaan tersebut dapat digunakan untuk memprediksi waktu yang diperlukan untuk menghasilkan manisan mangga dengan kadar air 25% bb.

Model perubahan kadar air manisan mangga menggunakan hot air rotary oven pada suhu 45 °C dan 50 °C mengikuti persamaan polinomial, dengan sumbu x adalah waktu pengeringan dalam jam (x) dan sumbu y adalah kadar air (kadar air dalam %bk). Berdasarkan persamaan matematik yang diperoleh, prediksi waktu yang diperlukan untuk mendapatkan manisan mangga dengan kadar air 25% bb, disajikan pada Tabel 4.

(35)

23 Tabel 4 Model penurunan kadar air manisan mangga menggunakan pengering hot

air rotary oven

Pada perlakuan suhu 45 °C untuk mencapai kadar air 25% bb, irisan kotak membutuhkan waktu 32.36 jam dengan kadar air awal 60.51% bb, irisan panjang membutuhkan waktu 38.88 jam dengan kadar air awal 57.57% bb, dan irisan pipih membutuhkan waktu 34.86 jam dengan kadar air awal 59.97% bb. Sedangkan pengeringan pada suhu 50 °C, irisan kotak memerlukan waktu 12.75 jam dengan kadar air awal 60.11% bb, irisan pipih memerlukan waktu 15.52 jam dengan kadar air awal 61.87% bb, dan irisan pipih memerlukan waktu 15.20 jam dengan kadar air awal 62.07% bb.

Dari hasil prediksi yang diperoleh, terlihat bahwa perbedaan irisan menghasilkan lama pengeringan yang berbeda pada suhu yang sama. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kabiru et al. (2013) yang menyatakan bahwa lama pengeringan akan menurun sesuai penurunan ketebalan irisan.

Hasil regresi yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai R2 tertinggi adalah pada irisan kotak dengan suhu pengeringan 45 °C dibandingkan model-model lainnya. Dengan demikian model tersebut sangat sesuai dengan kondisi pengeringan manisan mangga. Ojediran dan Raji (2011) dalam Kabiru et al. (2013) menyatakan bahwa hal ini sebagai akibat difusi air terutama disebabkan oleh mekanisme transportasi massa selama fase pertama pengeringan. Kelembaban dari dalam produk bermigrasi dan menggantikan permukaan kapiler karena penguapan dan akhirnya difusi kelembaban menjadi mekanisme yang dominan.

Perbedaan suhu pengeringan pada irisan yang sama akan menghasilkan lama pengeringan yang berbeda-beda. Gambar 8-10 menunjukkan perbedaan lama pengeringan manisan mangga pada masing-masing suhu dan bentuk irisan. Pengeringan suhu 45 °C memerlukan waktu lebih lama dibandingkan dengan manisan mangga yang dikeringkan pada suhu 50 °C. Perbedaan waktu pengeringan dikarenakan suhu udara yang relatif rendah menyebabkan kecepatan pembebasan uap air yang berada dipermukaan juga rendah, uap air lebih lama tertahan di dalam thallus sehingga bentuk kurva menjadi landai.

(36)

24

semakin tinggi suhu ruang pengering maka makin besar energi panas yang dibawa udara, sehingga makin bertambah banyak jumlah massa uap air yang dapat diuapkan dari dalam bahan yang dikeringkan.

Gambar 8 Grafik penurunan kadar air manisan mangga irisan kotak

Gambar 9 Grafik penurunan kadar air manisan mangga irisan panjang

(37)

25 Suhu ruang pengering yang tinggi mampu memanaskan bahan sehingga tekanan parsial uap air bahan meningkat. Adanya perbedaan tekanan parsial uap air bahan dengan tekanan parsial uap jenuh udara pengering menyebabkan air yang berada dipermukaan bahan dapat diuapkan. Penguapan pada permukaan bahan dikendalikan oleh difusi uap air dari permukaan bahan menuju atmosfir lingkungan.

Laju Pengeringan

Laju pengeringan merupakan perpindahan atau migrasi uap air yang terjadi karena perbedaan tekanan uap air antara udara dengan bahan atau sama dengan banyaknya air yang diuapkan per satuan waktu. Penguapan massa air dari permukaan bahan akan bertambah cepat dengan adanya kenaikan suhu dalam proses pengeringan. Kecepatan laju penguapan selama proses pengeringan akan menentukan besarnya laju pengeringan selama proses pengeringan.

Pola laju pengeringan pada pengeringan manisan mangga disajikan pada Gambar 11 dan Gambar 12. Berdasarkan Gambar 11 dan 12, terlihat bahwa laju pengeringan pada jam awal mula-mula tinggi, tetapi kemudian menurun dengan cepat. Hal ini disebabkan karena pada saat tersebut kadar air masih tinggi, sehingga difusitas air ke permukaan thallus berlangsung cepat.

Laju pengeringan menggambarkan kecepatan suatu bahan terhadap waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan kadar air bahan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan suatu hasil pertanian dengan menggunakan alat pengering buatan antara lain: suhu dan kelembaban nisbi udara selama pengeringan, kecepatan aliran udara yang melalui satuan bobot bahan, kadar air awal bahan yang dikeringkan, jenis bahan yang dikeringkan, dan suhu udara yang masuk dan keluar alat pengering.

Gambar 11 Grafik laju pengeringan rata-rata terhadap waktu pada suhu 45 °C

(38)

26

Gambar 12 Grafik laju pengeringan rata-rata terhadap waktu pada suhu 50 °C Berdasarkan Gambar 11 dan 12, laju pengeringan berfluktuasi cenderung tinggi. Fluktuasi ini disebabkan oleh faktor eksternal meliputi suhu, kelembaban, dan kecepatan aliran udara. Adanya fluktuasi ini juga dipengaruhi oleh pembukaan rak pengering selama penimbangan berat sampel dan elemen pemanas. Adanya pembukaan rak pengering mempengaruhi suhu udara optimum dalam rak pengering. Sedangkan elemen pemanas sangat mempengaruhi suhu udara pengeringan. Pada awal periode suhu pemanas cenderung naik dan belum konstan. Hal ini sesuai dengan kecenderungan pemanas yang telah mencapai kondisi optimum (konstan). Pada jam ke-28 sampai pengeringan diselesaikan (Gambar 11), laju pengeringan memiliki bentuk yang landai. Hal ini disebabkan karena laju difusi uap air dari dalam bahan ke permukaan semakin kecil karena semakin sulit dan semakin besar jarak yang harus ditempuh untuk sampai ke permukaan bahan. Selain itu laju difusi uap air dari dalam bahan ke permukaan terhambat karena kadar gula yang dikandung dalam manisan mangga. Semakin tinggi kadar gulanya maka laju difusi uap air dari dalam ke permukaan bahan semakin lambat, akibatnya laju penguapan berjalan lambat.

Tinggi rendahnya laju pengeringan suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam pengeringan. Salah satu faktor tersebut adalah luas permukaan. Menurut Teti dan Ahmadi (2009), proses pengecilan ukuran dapat mempercepat proses pengeringan dengan mekanisme: (1) pengecilan ukuran memperluas permukaan bahan (ukuran bahan semakin kecil) menyebabkan permukaan yang dapat kontak dengan medium pemanas menjadi lebih banyak, (2) luas permukaan yang tinggi juga menyebabkan air lebih mudah berdifusi atau menguap dari bahan pangan sehingga penguapan air lebih cepat dan bahan menjadi cepat kering, (3) ukuran yang kecil menyebabkan penurunan jarak yang harus ditempuh oleh panas semakin pendek.

Laju pengeringan rata-rata selama proses pengeringan disajikan pada Tabel 5. Laju pengeringan rata-rata menunjukkan banyaknya jumlah air yang diuapkan setiap satuan waktu.

(39)

27 Tabel 5 Laju pengeringan rata-rata dan lama pengeringan manisan mangga

Perlakuan

Ket: nilai rata-rata dengan huruf yang berbeda berbeda nyata (p<0.05).

Laju pengeringan rata-rata berbeda untuk tiap bentuk irisan dan suhu pengeringan. Suhu yang lebih tinggi menghasilkan laju pengeringan rata-rata yang tinggi. Seperti pada bentuk irisan kotak yang dikeringkan pada suhu 50 °C menghasilkan laju pengeringan sebesar 7.28% bk/jam sedangkan laju pengeringan pada suhu 45 °C dengan bentuk irisan yang sama menghasilkan laju pengeringan rata-rata sebesar 2.18% bk/jam.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa bentuk irisan dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pengeringan rata-rata (Lampiran 3). Uji lanjut DMRT 5% menunjukkan bahwa antar perlakuan suhu dan bentuk irisan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Laju pengeringan memiliki keterkaitan dengan kecukupan waktu dalam proses pengeringan. Laju pengeringan yang tinggi cenderung mempercepat waktu untuk menghasilkan kadar air yang diinginkan.

Penelitian Kamil dan Ahmet (2006) pada apel dengan berbagai ketebalan irisan menunjukkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi laju pengeringan adalah suhu udara pengeringan. Oleh karena itu semakin tinggi suhu udara pengeringan akan menghasilkan laju pengeringan yang lebih tinggi dan akibatnya waktu pengeringan menurun.

Bila suhu pengeringan dinaikkan maka panas yang dibutuhkan untuk penguapan air menjadi berkurang. Kemampuan bahan untuk melepaskan air dari permukaannya akan semakin besar dengan meningkatnya suhu udara pengering yang digunakan. Proses pengeringan pada dasarnya adalah penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang akan dikeringkan. Penguapan ini terjadi karena kadar air udara lebih kecil dari kadar air bahan. Udara pengering yang panas dan kering akan semakin mempercepat proses pengeringan. Semakin panas dan kering udara maka kandungan uap air udara semakin lebih rendah dibandingkan uap air yang dikandung bahan, sehingga perlahan-lahan air bahan naik ke permukaan bahan dan diserap udara pengering.

Mutu Manisan Mangga Kering

(40)

28

Tabel 6 Karakteristik mutu manisan mangga kering Perlakuan

Ket: nilai rata-rata dengan huruf yang berbeda, berbeda nyata (p<0.05).

Berdasarkan Tabel 6 kadar air akhir manisan mangga kering berkisar antara 23.94% bb sampai 24.94% bb. Kadar air ini diperoleh dengan menurunakan kadar air awal manisan mangga yaitu berkisar antara 57.57% bb sampai 62.07% bb. Kadar air akhir manisan yang diperoleh telah memenuhi standar mutu maksimum yang dipersyaratkan Standar Nasional Indonesia (SNI. 0718-83 2005) yaitu mempunyai rata-rata kadar air maksimum 25% (bb).

Kadar air akhir manisan mangga yang diinginkan adalah maksimal 25% bb. Kadar air akhir manisan mangga ini dipengaruhi oleh kandungan sukrosa dalam manisan mangga.

Standar kadar air merupakan salah satu parameter kritis yang harus diperhatikan karena mempengaruhi daya simpan produk. Pada kondisi air yang tinggi, maka semakin lama penyimpanan menunjukkan kecenderungan penurunan. Adanya air dalam bahan pangan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme terutama untuk produk kering adalah tumbuhnya kapang dan khamir. Manisan mangga kering dengan kadar air kurang dari 25% bb, mempunyai umur simpan dan daya tahan cukup baik terhadap kemungkinan rusaknya bahan oleh mikroorganisme pembusuk. Pada kisaran kadar air ini sudah cukup aman untuk disimpan dan didistribusikan. Semakin rendah kadar air manisan kering, umur simpan dan daya tahan terhadap kemungkinan rusaknya bahan oleh mikroorganisme pembusuk semakin lama.

Aktivitas air adalah sifat termodinamik dari produk pangan dalam interaksinya dengan lingkungan udara. Aktivitas air berkaitan dengan kecenderungan air atau kemampuan air dalam suatu produk untuk berinteraksi dengan lingkungan udaranya. Aktivitas air suatu bahan pangan berhubungan erat dengan potensial kimiawi. Pada Tabel 6, nilai aw yang diperoleh setelah pengeringan manisan mangga berkisar antara 0.56-0.59 dari aw sebelum pengeringan sebesar 0.80.

Hasil analisis menunjukkan tidak adanya pengaruh bentuk irisan dan suhu pengeringan terhadap nilai aw manisan mangga (Lampiran 5). Hal ini disebabkan kadar air akhir manisan mangga yang berada pada kisaran sama dan perlakuan perendaman dalam larutan osmosis dengan konsentrasi sama. Penambahan larutan gula dan garam serta adanya proses pengeringan ternyata mampu menurunkan nilai aw manisan mangga. Pada saat penambahan aditif ini, telah terjadi dehidrasi osmosis yang menyebabkan ketersediaan air pada bahan pangan berkurang.

Gambar

Tabel 1 Kelas mutu mangga berdasarkan SNI 3164-2009
Tabel 2 Syarat mutu manisan kering buah-buahan (SNI.0718-83 2005)
Gambar 1 Proses pengeringan pada kurva psikometrik (Brooker et al. 1991)
Gambar 2 Alat Pengering Hot Air Rotary Oven
+7

Referensi

Dokumen terkait