• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efisiensi Teknis Tomat Di Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat: Pendekatan Stochastic Frontier Analysis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efisiensi Teknis Tomat Di Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat: Pendekatan Stochastic Frontier Analysis"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

EFISIENSI TEKNIS TOMAT DI KECAMATAN CIWIDEY,

KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT: PENDEKATAN

STOCHASTIC FRONTIER ANALYSIS

NATALINA SIANTURI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efisiensi Teknis Tomat di Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat: Pendekatan Stochastic Frontier Analysis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari tesis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

NATALINA SIANTURI. Efisiensi Teknis Tomat di Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat: Pendekatan Stochastic Frontier Analysis. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI dan HARIANTO.

.Tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang peran penting dalam pemenuhan pangan masyarakat dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Mengingat karakteristik tomat yang tersedia musiman (seasonal) dan perlu adanya jaminan ketersediaan tomat sepanjang tahun, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan produksinya. Produktivitas yang rendah pada usahatani tomat mengindikasikan ketidakmampuan petani tomat dalam memanfaatkan sumberdaya dan teknologi yang ada secara maksimal, yang berimplikasi pada rendahnya efisiensi suatu usahatani.

Penelitian ini dilakukan pada lokasi yang merupakan sentra produksi tomat di Jawa Barat yaitu Kecamatan Ciwidey. Penelitian ini bertujuan 1) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani tomat di Kecamatan Ciwidey, 2) menduga tingkat efisiensi teknis usahatani tomat di Kecamatan Ciwidey dan 3) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani tomat di Kecamatan Ciwidey. Penelitian menggunakan data cross-section dari 100 orang petani tomat dengan teknik simple random sampling. Pengumpulan data dari petani tomat responden menggunakan kuesioner yang disusun sedemikian rupa. Metode pengolahan data yang digunakan untuk menganalisis efisiensi teknis adalah fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas. Temuan empiris penelitian adalah indeks efisiensi teknis bervariasi, dengan nilai rataan 0.80. Nilai efisiensi teknis minimum adalah 0.47, sementara nilai maksimum adalah 0.98. Penelitian ini menyimpulkan dari fungsi produksi tomat, terdapat indikasi penggunaan input yang digunakan sudah jenuh. Dengan demikian, adanya upaya introduksi teknologi baru diyakini lebih efektif untuk meningkatkan produksi tomat. Pengalaman petani, keikutsertaan dalam penyuluhan dan frekuensi penyiangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap efisiensi teknis usahatani tomat.

Pemerintah diharapkan berperan dalam terobosan teknologi seperti varietas baru yang lebih unggul untuk bisa meningkatkan produksi tomat. Pemerintah perlu membentuk penyuluh pertanian yang memiliki keahlian spesifik (spesialis) dalam komoditas tomat karena berperan penting dalam meningkatkan efisiensi teknis tomat.

(5)

SUMMARY

NATALINA SIANTURI. Technical Efficiency of Tomato Production in Ciwidey District, Bandung Regency, West Java: Stochastic Frontier Analysis Approach. Supervised by NUNUNG KUSNADI and HARIANTO.

Tomato is one of the major horticultural crops in Indonesia because of its nutritional and economic importance. In view of its seasonal availability and the need to make it available all-year round, effort must be made to increase efficiency of its production. Low productivity in tomato production indicates the inability of tomato farmers to optimize the available resources and technology fully, resulting in lower efficiency of production.

This study used data collected from the major tomato-producing distric of Bandung Regency, Ciwidey District. This research was conducted to 1) identify the determinants of tomato production in Ciwidey district, 2) determine the level of technical efficiency in Ciwidey District and 3) analize the determinants of technical efficiency in Ciwidey District. A cross-sectional data were collected from 100 household farmers by simple random sampling. A well-structured questionnaire was used to collect data from the respondents. Data collected were analyzed using Cobb-Douglas stochastic frontier production function to measure the technical efficiency. The empirical findings revealed that technical efficiency indices varied significantly, averaging at 0.80. The minimum score was 0.47, while the maximum was 0.98. The study concluded that there is an indication of the input use is near saturation point. Therefore, the introduction of new technology is believed to be more effective to increase tomato production. Farming experience, extension contacts and weeding frequency contributed positively and significantly to technical efficiency of tomato production.

This study highlights the need for government to find technological breakthrough such as the new superior variety of tomato to enhace tomato production. Moreover, government needs to establish the tomato extenxion specialists, in order to increase the technical efficiency of tomato.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

EFISIENSI TEKNIS TOMAT DI KECAMATAN CIWIDEY,

KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT: PENDEKATAN

STOCHASTIC FRONTIER ANALYSIS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Burhanuddin, MM

(9)

Judul Tesis

Nama NIM

: Efisiensi Teknis Tomat di Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat: Pendekatan Stochastic Frontier Analysis

: Natalina Sianturi

: H351120061

Dr Ir Kusnadi MS

Ketua

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Aribisnis

ProfDr Ir Rita Nunalina, MS

Dr Ir MS

Anggota

Tanggal Ujian: 18 September 2015 Tanggal Lulus:

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah efisiensi, dengan judul Efisiensi Teknis Tomat di Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat: Pendekatan Stochastic Frontier Analysis.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Nunung Kusnadi, MS dan Dr Ir Harianto, MS selaku pembimbing, Dr Ir Burhanuddin, MM selaku penguji luar komisi, Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku penguji wakil program studi dan ketua program studi Magister Sains Agribisnis serta Dr Ir Suharno, MAdev selaku sekretaris program studi Magister Sains Agribisnis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Muhtar Efendi, penyuluh pertanian Kecamatan Ciwidey, Bapak Odin dan Bapak Nom pengurus gapoktan Nagara Padang di Kecamatan Ciwidey, yang telah membantu selama pengumpulan data. Dan tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Dikti) atas Beasiswa Unggulan yang diterima penulis dari tahun 2012-2014.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik-adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Karya ini penulis persembahkan untuk kalian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Faktor-faktor (Determinants) yang Mempengaruhi Efisiensi Teknis 6

Permodelan Efisiensi Produksi 13

Efisiensi Teknis Usahatani Tomat 15

Analisis Keuntungan Usahatani Tomat 17

3 KERANGKA PEMIKIRAN 18

Kerangka Teoritis 18

Kerangka Pemikiran Operasional 37

4 METODE 39

Lokasi dan Waktu Penelitian 39

Jenis dan Sumber Data 39

Metode Pengambilan Sampel 39

Metode Analisis Data 40

5 KERAGAAN USAHATANI TOMAT DI DAERAH PENELITIAN 50

Karakteristik Petani Responden 50

Keragaan Usahatani Tomat 52

Penggunaan Sarana Produksi 52

Teknis Budidaya Tomat 55

Struktur Biaya dan Pendapatan Usahatani Tomat 57

Analisis Keuntungan Usahatani Tomat 63

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 64

Analisis Fungsi Produksi 64

Analisis Efisiensi Teknis 71

Faktor-faktor Inefisiensi Teknis 72

7 SIMPULAN DAN SARAN 79

Simpulan 79

Saran 79

(13)

LAMPIRAN 86

(14)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas tomat di

Indonesia pada tahun 2010-2014 1

2 Produktivitas Tomat di Sentra Produksi Tomat di Indonesia (ton/ha)

pada tahun 2010-2014 2

3 Perkembangan produktivitas tomat (ton/ha) dan pertumbuhan produktivitas (persen) di wilayah sentra Jawa Barat 2 4 Uji signifikansi untuk masing-masing parameter penduga fungsi

produksi 42

5 Analisis ragam terhadap model penduga fungsi produksi 43 6 Karakteristik petani berdasarkan umur, pendidikan, pengalaman, dan

status usaha di Kecamatan Ciwidey tahun 2014 51

7 Struktur biaya usahatani tomat per hektar di Kecamatan Ciwidey

tahun 2013 59

8 Struktur biaya usahatani tomat dan petsai per hektar di Kecamatan

Ciwidey tahun 2013 60

9 Struktur biaya usahatani tomat, petsai dan cabai rawit merah per

hektar di Kecamatan Ciwidey tahun 2013 62

10 Hasil dugaan model produksi Cobb Douglas usahatani tomat

menggunakan metode OLS 65

11 Hasil dugaan model produksi stochastic frontier Cobb-Douglas usahatani tomat Kecamatan Ciwidey menggunakan metode MLE 67 12 Penduga efek inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic frontier 72

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan produktivitas tomat Kabupaten Bandung 4

2 Fungsi produksi stochastic frontier 29

3 Efisiensi orientasi input 34

4 Efisiensi pada orientasi output. 35

5 Kerangka pemikiran operasional efisiensi teknis tomat di Kecamatan

Ciwidey 38

6 Sebaran indeks efisiensi teknis usahatani tomat di Kecamatan

Ciwidey, 2014 71

7 Sebaran TE berdasarkan umur petani tomat di Kecamatan Ciwidey,

2014 73

8 Sebaran TE berdasarkan tingkat pendidikan petani tomat di

Kecamatan Ciwidey, 2014 74

9 Sebaran TE berdasarkan jumlah anggota keluarga petani tomat di

Kecamatan Ciwidey, 2014 75

10 Sebaran TE berdasarkan pengalaman petani tomat di Kecamatan

Ciwidey, 2014 75

11 Sebaran TE berdasarkan keikutsertaan petani tomat di Kecamatan

Ciwidey dalam penyuluhan, 2014 76

12 Sebaran TE berdasarkan keanggotaan dalam gapoktan petani tomat

(15)

13 Sebaran TE berdasarkan frekuensi penyiangan petani tomat di

Kecamatan Ciwidey, 2014 79

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pendugaan fungsi produksi Cob-Douglas metode OLS dengan

menggunakan program SAS 9.0 86

2 Hasil uji heteroskedastisitas model fungsi produksi tomat di

Kecamatan Ciwidey tahun 2013 87

3 Hasil uji normalitas model fungsi produksi tomat di Kecamatan

Ciwidey tahun 2013 88

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu komoditas hortikultura yang memegang peran penting dalam pemenuhan pangan masyarakat dan memiliki nilai ekonomis tinggi adalah tomat. Penggunaan komoditas ini saat ini semakin luas, karena selain dikonsumsi dalam bentuk segar dan bahan bumbu masakan, komoditas ini juga dijadikan produk olahan sebagai bahan baku industri makanan. Tomat merupakan komoditas hortikultura yang masih memerlukan penangan serius terutama dalam hal peningkatan kuantitas produksi dan kualitas buahnya (Hanindita 2008).

Dalam perkembangannya dari tahun 2010 sampai 2014, baik produksi, luas panen maupun produktivitas tomat nasional mengalami fluktuasi (Tabel 1). Tren perkembangan ketiga indikator tersebut tidak konsisten dari waktu ke waktu, kadang cenderung mengalami peningkatan dan kadangkala mengalami penurunan atau kontraksi. Penurunan produksi, luas panen dan produktivitas tomat dari tahun 2013 sampai 2014 masing-masing sebesar 9.83 persen, 6.13 persen dan 3.94 persen.

Sentra produksi tomat di Indonesia didominasi oleh lima provinsi yaitu Jawa Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hal ini berarti budidaya tomat di Indonesia menyebar di beberapa provinsi dan tidak hanya terkonsentrasi pada satu provinsi tertentu. Kelima provinsi sentra tersebut memberikan share kumulatif lebih dari setengah produksi tomat domestik pada tahun 2014 yaitu sebesar 65.74 persen (BPS 2015). Perkembangan produktivitas tomat di lima provinsi sentra produksi tomat ini pada periode 2010 sampai 2014 mengalami fluktuasi (Tabel 2). Pada tahun 2014, provinsi Jawa Barat menempati urutan pertama sebagai sentra produksi tomat dengan produktivitas yang paling tinggi, diikuti oleh Sumatera Barat dan Sumatera Utara, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Ditinjau dari perkembangan produktivitasnya, Jawa Barat dan Jawa Timur mengalami perkembangan produktivitas yang positif dari tahun 2013 sampai 2014 yaitu masing-masing sebesar 0.61 persen dan 6.72 persen. Sebaliknya, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Jawa Tengah mengalami penurunan produktivitas yaitu masing-masing sebesar 18.02 persen, 5.98 persen dan 7.04 persen. Perkembangan produktivitas di sentra produksi tomat Indonesia pada tahun 2010 sampai 2014 ditampilkan lebih rinci pada Tabel 2.

Tabel 1 Perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas tomat di Indonesia pada tahun 2010-2014

Tahun Indikator

Produksi (ton) Luas Lahan (ha) Produktivitas (ton/ha)

2010 891 616 61 154 14.58

2011 954 046 57 302 16.65

2012 893 463 56 724 15.75

2013 992 780 59 758 16.61

2014 895 163 56 095 15.96

(18)

2

Jawa Barat merupakan sentra produksi utama nasional yang memasok tomat dalam negeri. Kontribusi Jawa Barat atas produksi tomat nasional adalah sebesar 34.04 persen pada tahun 2014 (BPS 2015). Hal ini berarti ketersediaan dan kestabilan pasokan tomat di Jawa Barat memegang peranan yang penting. Produksi tomat di Jawa Barat tersebar di lima wilayah produksi utama. Kelima wilayah produksi utama tomat di Jawa Barat meliputi Kabupaten Bandung, Garut, Cianjur, Bandung Barat dan Tasikmalaya. Terdapat perbedaan (gap) pertumbuhan produktivitas yang dicapai oleh wilayah produksi utama di Jawa Barat dari tahun 2010 sampai dengan 2013 (Tabel 3), yaitu beberapa menunjukkan peningkatan dan ada yang menunjukkan penurunan. Adanya kesenjangan produktivitas ini mengindikasikan terdapat perbedaan produksi dan efisiensi di wilayah-wilayah tersebut.

Pada umumnya usahatani tomat mengalami beberapa kendala dalam pengusahaannya, seperti kualitas bibit tomat, teknik budidaya yang masih konvensional, manajemen usaha yang belum efisien, sarana transportasi yang belum memadai dan kondisi lingkungan yang tidak menentu. Kendala lainnya adalah petani belum menerapkan teknologi yang mendukung peningkatan produksi tomat. Para petani di negara berkembang mengalami kesulitan mengadopsi teknologi karena keterbatasan teknologi (Nwaru et al. 2011). Adanya beberapa kendala tersebut berimplikasi pada hasil produksi tomat yang tidak maksimal.

Adanya perbedaan produktivitas di beberapa sentra produksi tomat mengindikasikan terdapat perbedaan efisiensi teknis pada daerah tersebut. Tabel 2 Produktivitas Tomat di Sentra Produksi Tomat di Indonesia (ton/ha)

Tabel 3 Perkembangan produktivitas tomat (ton/ha) dan pertumbuhan produktivitas (persen) di wilayah sentra Jawa Barat

Jawa Barat Tahun Pertumbuhan (%)

2010 2011 2012 2013 2012-2013

(19)

3 Penurunan produktivitas tomat yang terjadi di sentra produksi tomat diduga disebabkan karena adanya inefisiensi dalam penggunaan dan pengelolaan input-input produksi yang digunakan oleh petani tomat. Penggunaan faktor produksi seperti pupuk, benih, pestisida dan obat-obatan yang berlebihan malah bisa menjadi faktor yang menimbulkan risiko (risk-inducing factors) dan ketidakefisienan dalam produksi yang mengarah pada pemborosan faktor produksi dan hasil panen yang rendah. Usahatani yang efisien akan menghasilkan produksi dan produktivitas yang maksimal. Adanya inefisiensi dalam usahatani tomat akan diikuti dengan produktivitas tomat yang rendah. Penyebab hal ini adalah tidak terwujudnya produktivitas potensial karena adanya efek inefisiensi yang berasal dari faktor internal (dikendalikan oleh petani) dan faktor eksternal (di luar kendali petani).

Tujuan utama petani tomat dalam mengelola usahataninya adalah untuk mencapai keuntungan maksimal. Produksi dan keuntungan maksimal yang belum tercapai bisa disebabkan oleh produktivitas yang menurun yang mengindikasikan adanya inefisiensi dalam usahatani tomat. Kemungkinan terjadinya inefisiensi merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari suatu usahatani. Dalam mengelola usahataninya, petani bisa melakukan kesalahan penggunaan input produksi yang menimbulkan inefisiensi dalam usahataninya. Analisis terhadap faktor-faktor inefisiensi ini tidak hanya memberikan informasi tentang faktor-faktor produksi yang inefisien, tapi juga saran atau rekomendasi terhadap keputusan petani selanjutnya apakah meningkatkan atau mengurangi faktor tersebut untuk mencapai tingkat efisiensi yang optimal. Dengan demikian, penting dilakukan penelitian mengenai efisiensi di tingkat petani dalam rangka meningkatkan produksi dan efisiensi usahatani tomat.

Perumusan Masalah

Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang menghasilkan berbagai tanaman sayuran. Salah satu sayuran yang produksinya cukup tinggi di Kabupaten Bandung adalah tanaman tomat. Produksi tomat di Kabupaten Bandung dari waktu ke waktu cenderung mengalami variasi produksi (fluktuasi). Fluktuasi produksi ini diiringi dengan fluktuasi penggunaan luas panen tomat yang ada di Kabupaten Bandung. Adanya fluktuasi produksi dan luas panen ini berimplikasi pada fluktuasi produktivitas usahatani tomat di Kabupaten Bandung.

(20)

4

Kecamatan Ciwidey merupakan salah satu sentra tomat yang memberikan kontribusi besar dalam produksi tomat total Kabupaten Bandung. Kecamatan ini merupakan kecamatan yang memiliki produktivitas tomat paling tinggi di Kabupaten Bandung. Gambar 1 memberikan informasi bahwa tren produktivitas tomat di Kecamatan Ciwidey mengalami fluktuasi selama kurun waktu 4 tahun (2009 sampai tahun 2013). Pada tahun 2013, produktivitas tomat Kabupaten Ciwidey mengalami penurunan produktivitas yang cukup drastis yaitu sekitar 52 persen dari tahun 2012. Penurunan produktivitas tomat di Kecamatan Ciwidey menjadi satu isu penting mengingat kecamatan ini merupakan salah satu sentra produksi tomat di Kabupaten Bandung yang menyumbang produksi tomat paling tinggi di Indonesia.

Seperti dijelaskan pada latar belakang sebelumnya bahwa pengadaan dan penggunaan varietas benih yang berkualitas berpengaruh terhadap produksi tomat yang diproduksi. Selain itu, teknik budidaya dan pengelolaan input produksi lainnya seperti pupuk, obat-obatan dan pestisida juga mempengaruhi produksi usahatani tomat. Teknik budidaya dan penggunaan input produksi oleh petani yang satu berbeda dengan petani yang lain. Apabila petani tersebut menerapkan teknik budidaya yang tepat dan menggunakan input produksi secara efisien maka berimplikasi pada produksi tomat yang tinggi. Sebaliknya, teknik budidaya yang buruk dan penggunaan input yang tidak efisien akan berakibat pada produksi tomat yang rendah. Petani mencapai efisiensi apabila bisa mencapai salah satu dari dua kondisi ini. Kondisi tersebut adalah apabila petani mengelola input tertentu untuk mencapai produksi maksimum atau menggunakan input minimum untuk menghasilkan produksi dalam jumlah yang sama.

Bertitik tolak dari permasalahan tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain:

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi tomat di Kecamatan Ciwidey?

2. Apakah usahatani tomat di Kecamatan Ciwidey sudah efisien secara teknis? Gambar 1 Perkembangan produktivitas tomat Kabupaten Bandung

(21)

5 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi teknis pada usahatani

tomat di Kecamatan Ciwidey?

Tujuan Penelitian

Berbekalkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani tomat di Kecamatan Ciwidey.

2. Menganalisis tingkat efisiensi teknis usahatani tomat di Kecamatan Ciwidey. 3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani

tomat di Kecamatan Ciwidey.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi berbagai pihak, yaitu:

1. Petani tomat, sebagai bahan masukan dalam mencapai efisiensi teknis pada usahatani tomat di Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. 2. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau

wawasan dan mengenai efisiensi teknis pada usahatani tomat dan menjadi bahan acuan atau perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi penulis, penelitian ini merupakan media untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan.

.

Ruang Lingkup Penelitian

(22)

6

2

TINJAUAN PUSTAKA

Efisiensi merupakan salah satu indikator penting dalam peningkatan produktivitas suatu usaha pertanian. Penelitian yang mengangkat topik efisiensi teknis sudah cukup banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Para peneliti umumnya tertarik untuk mengestimasi efisiensi produksi suatu usaha pertanian dan menganalisis faktor-faktor apa yang berpengaruh secara signifikan terhadap efisiensi teknis. Menentukan sumber atau faktor efisiensi teknis bukan hanya memberikan informasi tentang sumber potensial inefisiensi, tetapi juga menghasilkan rekomendasi kebijakan untuk diimplementasikan atau dihilangkan untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan (Kalijaran 1991). Dalam mengestimasi dan menganalisis faktor-faktor tersebut, pendekatan yang umum digunakan oleh para peneliti adalah pendekatan parametrik dengan Stochastic Frontier Analysis dan pendekatan nonparametrik dengan Data Envelopment Analysis. Pada bab ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis suatu usaha pertanian, model yang sering digunakan dalam analisis datanya dan efisiensi produksi yang menganalisis usahatani tomat secara spesifik.

Faktor-faktor (Determinants) yang Mempengaruhi Efisiensi Teknis

Efisiensi teknis suatu usahatani dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Faktor-faktor ini bisa berpengaruh positif atau negatif terhadap efisiensi teknis suatu usaha. Adanya pengaruh yang berbeda dari faktor-faktor ini tentu saja akan berpengaruh secara langsung pada produksi dan produktivitas suatu usaha pertanian. Faktor-faktor yang berpengaruh positif akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas usahatani yang akan memberikan keuntungan kepada pelaku usaha pertanian. Sebaliknya, faktor-faktor yang berpengaruh negatif akan mengakibatkan efisiensi yang rendah dan mengindikasikan adanya pemborosan atau penggunaan faktor-faktor yang kurang tepat sehingga bisa merugikan pelaku usaha pertanian.

(23)

7

Faktor-faktor Terkait Sosio-Ekonomi Pelaku Usaha Pertanian

Sebagian besar penelitian empiris memasukkan faktor-faktor sosio-ekonomi dalam melihat pengaruhnya terhadap efisiensi teknis suatu usahatani. Faktor sosio-ekonomi ini merepresentasikan karakteristik dari pelaku usaha pertanian. Yang termasuk ke dalam faktor sosio-ekonomi yang sering diteliti antara lain usia, pendidikan, pengalaman, jumlah anggota keluarga, jenis kelamin dan luas lahan.

1. Faktor Usia

Usia petani yang semakin tua mengindikasikan semakin banyak pengalaman yang diperoleh oleh petani sehingga petani tersebut diduga lebih efisien dalam menjalankan usahanya. Namun, dengan pengalaman yang lebih banyak petani dengan usia tua cenderung tidak terlalu mudah atau enggan dalam mengadopsi teknologi baru. Sebaliknya, petani muda dengan pendidikan formal yang tinggi mengindikasikan petani tersebut memiliki kemampuan manajerial yang lebih baik daripada petani yang tua namun dengan tingkat pendidikan lebih rendah. Hal ini yang menyebabkan penelitian-penelitian terdahulu belum menemukan hasil empiris yang konsisten (incloncusive) mengenai pengaruh usia terhadap efisiensi produksi.

Khan (2012) tertarik meneliti lebih dalam tentang efisiensi teknis petani tomat di Pakistan utara. Penelitiannya menghasilkan kesimpulan bahwa usia berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis. Khan (2012) menyatakan bahwa faktor usia berkontribusi besar dalam ketidakefisienan teknis tomat, di mana petani dengan usia yang lebih muda lebih efisien dibandingkan dengan petani yang lebih tua. Hal ini merupakan penemuan yang cukup penting mengingat petani muda umumnya lebih berpendidikan dibandingkan dengan petani yang lebih tua di Pakistan Utara. Sehingga semakin muda dan semakin berpendidikan petani maka petani tersebut semakin efisien secara teknis dan ekonomi. Pernyataan ini didukung oleh Gul et al. (2009) yang menemukan bahwa usia petani berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis dari usaha kapas di Cukurova, Turki. Hal yang sama juga disampaikan oleh Otitoju dan Arene (2010) dalam hasil penelitiannya dalam menganalisis secara empiris kendala dan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis dari produksi kedelai di Nigeria. Mereka menemukan bahwa faktor usia berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis. Semakin tua usia petani kedelai di Nigeria maka petani tersebut akan semakin tidak efisien. Oleke dan Isinika (2011) semakin memperkuat dugaan ini dengan menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa usia peternak berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis peternak ayam petelur di Tanzania.

Berbeda halnya dengan hasil yang diungkapkan para peneliti di atas, Piya et al. (2012) menemukan bahwa faktor usia berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis padi di pada area perkotaan dan pedesaan di Nepal. Sesuai dengan hasil tersebut, Hussain et al. (2012) menyatakan bahwa usia petani berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis pada produksi gandum di Punjab (Pakistan).

(24)

8

2. Faktor Pendidikan

Pendidikan formal petani diduga meningkatkan kemampuan manajerial petani dan membantu petani dalam pengambilan keputusan yang tepat. Pendidikan petani yang baik membantu petani menggunakan informasi tentang input dengan baik sehingga lebih efisien secara teknis. Sebagian besar penelitian menyimpulkan hasil yang mendukung hipotesis ini. Hal ini sesuai dengan penelitian Donkoh et al. (2012) tentang efisiensi teknis dari petani tomat di Ghana. Mereka menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara pendidikan petani tomat di Ghana dengan efisiensi teknis petani tersebut. Pengaruhnya adalah positif yang berarti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan formal petani maka semakin tinggi efisiensi teknis yang akan dicapai oleh petani tomat tersebut.

Konsisten dengan temuan empiris Donkoh et al. (2012), banyak peneliti juga menemukan hasil yang sama yaitu Piya et al. (2012), Lawrence et al. (2013), Bozoglu dan Ceyhan (2007), Gul et al. (2009), Kilic et al. (2009), Sohail et al. (2012), Tchereni et al. (2012), Khan (2012), Donkoh et al. (2013) dan Oleke dan Isinika (2011). Semua hasil penelitian mereka menyimpulkan bahwa pendidikan berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis usahatani.

Sanggahan terhadap temuan empiris tersebut dikemukakan oleh Kalirajan dan Shand (1985) yang menyatakan bahwa pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap efisiensi teknis beras di Tamil. Petani yang tidak bersekolah dan buta huruf (illiterate farmers) bisa mengerti teknologi produksi yang modern, layaknya petani lain yang berpendidikan, apabila teknologi produksi tersebut dikomunikasikan atau disosialisasikan dengan baik. Sementara itu, Nwaru et al. (2011) mengemukakan hasil yang juga berbeda ketika menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknisi pada petani ubi jalar di Nigeria. Menurut mereka faktor pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap efisiensi teknis.

Penelitian yang secara khusus mengelaborasi faktor pendidikan sebagai fokus satu-satunya sumber efisiensi teknis dan mengabaikan faktor lainnya adalah Weir (1999). Weir (1999) meneliti pengaruh faktor pendidikan terhadap efisiensi produksi sereal di pedesaan Ethiopia dengan menggunakan stochastic production functions. Penelitian ini menemukan terdapat threshold lama pendidikan, dimana dibutuhkan lama pendidikan setidaknya 4 tahun untuk memperoleh pengaruh yang signifikan pada efisiensi teknis di tingkat petani. Efisiensi teknis berkisar antara 44 persen sampai dengan 56 persen, dengan meningkatkan pendidikan dari 0 menjadi 4 tahun akan berimplikasi pada kenaikan efisiensi teknis sebesar 15 persen. Sementara itu pada penelitian yang berikutnya, Weir dan Knight (2000) menganalisis pengaruh pendidikan terhadap efisiensi teknis para petani di daerah pedesaan Ethiopia, dan menemukan bukti bahwa sumber pendidikan adalah adopsi dan inovasi yang menggeser produksi frontier. Efisiensi teknis rata-rata dari petani sereal adalah 55 persen dan setiap satu tahun peningkatan dalam pendidikan akan meningkatkan efisiensi teknis sebesar 2.1 persen.

3. Faktor Jumlah Anggota Keluarga

(25)

9 dihadapi oleh petani terutama di pedesaan yang lebih mengandalkan anggota keluarganya sendiri sebagai tenaga kerja daripada mempekerjakan orang lain. Lawrence et al. (2013) dan Oleke dan Isinika (2011) mendukung hasil ini.

Donkoh et al. (2012) memperoleh hasil yang bertentangan dengan Nwaru et al. (2001). Menurut Donkoh et al. (2012) faktor jumlah anggota keluarga berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis tomat di Ghana. Hal yang senada juga diungkapkan Bozoglu dan Ceyhan (2007), Masterson (2007), Maganga (2012) dan Sohail et al. (2012). Menurut Sohail et al. (2012) hal ini disebabkan petani dengan jumlah keluarga yang banyak akan menghadapi masalah ekonomi dan sosial dimana mereka membutuhkan lebih banyak makanan. Proporsi pendapatan petani untuk kebutuhan dasar menjadi lebih besar dibandingkan untuk membeli pupuk atau benih untuk usaha pertanian. Penjelasan lain ditawarkan oleh Masterson (2007), bahwa sebagian petani lebih memilih menjadi petani upahan dibandingkan bekerja pada lahannya sendiri. Kondisi ini dipilih apabila upah yang mereka peroleh lebih besar daripada hasil dari bekerja pada lahan sendiri.

4. Faktor Pengalaman

Pengalaman memegang peran penting dalam kesuksesan dan kelangsungan usaha pertanian. Semakin banyak pengalaman petani maka petani tersebut banyak belajar dari kegagalan-kegagalan usaha sebelumnya sehingga semakin efisien dalam pembuatan keputusan. Selain itu, dengan pengalaman petani biasanya semakin berani mengambil risiko terkait dengan adopsi inovasi baru (Onyenweaku dan Okowe 2007).

Dugaan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian dari Donkoh et al. (2012), Nwaru et al. (2011), Bozoglu dan Ceyhan (2007), Gul et al. (2009), Maganga (2012), Sohail et al. (2012), Tchereni et al. (2012), Oleke dan Isinika (2011) yang menemukan adanya pengaruh yang signifikan dan positif antara pengalaman petani terhadap efisiensi teknis suatu usahatani.

Kontras dengan temuan yang menyimpulkan adanya pengaruh positif antara pengalaman terhadap efisiensi teknis, Lawrence et al. (2013) dan Otitoju dan Arene (2010) menemukan bahwa faktor pengalaman malah menunjukkan pengaruh negatif terhadap efisiensi teknis usaha tomat di sebelah selatan Malawi. Hal ini disebabkan pengalaman yang dimiliki petani tidak sesuai (incompatible) dengan kompetensi atau keahlian yang dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman dalam mengadopsi teknologi baru yang ada (Otitoju dan Arene 2010).

5. Frekuensi Penyiangan

(26)

10

negatif lainnya dari buah yang terlalu banyak adalah batang atau cabangnya mudah patah tidak kuat menahan beban yang banyak, sehingga dapat menyebabkan buah rontok sebelum masak. Jika frekuensi aktivitas penyiangan yang spesifik dan detil ini semakin rutin dan sering dilakukan maka efisiensi usahatani tomat juga diduga semakin meningkat. Sebaliknya, apabila frekuensi penyiangan tomat semakin jarang dilakukan maka pertumbuhan dan produksi tomat yang dihasilkan semakin rendah sehingga efisiensi yang dicapai diduga juga semakin rendah.

Dugaan ini didukung oleh penelitian Maganga (2012) yang menemukan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara frekuensi penyiangan tomat dengan efisiensi teknis tomat di Malawi. Selain itu Ejeta et al. (1993) dan Tamado (2001) menyimpulkan tingginya populasi hama tanaman di lahan sorghum akibat kurangnya intensitas penyiangan mengakibatkan turunnya hasil panen sebesar 65 sampai dengan 70 persen. Mengabaikan kegiatan pengendalian hama dan tanaman penggangu akan mempengaruh output output dan mengarah pada produktivitas dan efisiensi yang tidak optimal (Sherlund et al. 2002).

Faktor Terkait Input dan Biaya Usaha Pertanian

Selain faktor-faktor terkait sosio-ekonomi pelaku pertanian, terdapat faktor lain yang sering digunakan para peneliti terkait pengaruhnya terhadap efisiensi produksi usaha pertanian. Faktor-faktor ini berkaitan langsung dengan kegiatan operasional usaha pertanian. Beberapa faktor yang terkait input dan biaya yang diduga berpengaruh antara lain lahan, pupuk, tenaga kerja tetap, benih, pesitisida dan biaya-biaya lainnya.

Luas lahan merupakan salah satu faktor kunci dalam meningkatkan produksi usaha tani. Jika dikaitkan dengan efisiensi, petani dengan luas lahan yang besar belum tentu efisien jika tidak menerapkan sistem usaha yang baik. Lahan yang kecil namun diusahakan dengan intensif bisa menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan lahan yang luas. Penelitian-penelitian yang memasukkan faktor luas lahan untuk melihat pengaruhnya terhadap efisiensi teknis suatu usahatani telah banyak dilakukan. Donkoh et al. (2012), Lawrence et al. (2013), Kilic et al. (2009) menyatakan bahwa faktor luas lahan berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis. Hasil ini didukung oleh penelitian Nwaru et al. (2011) yang menyimpulkan luas lahan berpengaruh signifikan dan negatif terhadap efisiensi teknis, alokasi dan ekonomi dari petani ubi jalar di Nigeria. Hal ini menunjukkan bahwa petani ubi jalar dengan luas lahan kecil (smallholder farmers) lebih efisien dimana penggunaan sumber daya lahan dilakukan secara intensif oleh petani skala kecil.

Hasil yang kontroversial ditemukan oleh Piya et al. (2012), Gul et al. (2009), Otitoju dan Arene (2010), Hussain et al. (2012). Penemuan mereka menyimpulkan bahwa luas lahan berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis usaha pertanian. Semakin luas lahan yang dimiliki petani maka semakin efisien usaha tersebut. Bertentangan dengan temuan penelitian sebelumnya, Mochebelele dan Winter-Nelson (2000) tidak menemukan bukti statistik yang signifikan bahwa luas lahan berpengaruh terhadap efisiensi teknis pada petani di Afrika Selatan.

(27)

11 pedesaan di Nepal. Mereka membandingkan efisiensi teknis padi di dua wilayah di Nepal yaitu Dhading (desa) dan Chitwan (kota). Temuan empiris mereka membuktikan bahwa adanya perbedaan intensifikasi dalam hal input produksi dan teknologi merupakan alasan utama perbedaan efisiensi teknis usahatani padi pada dua lokasi penelitian. Petani yang bermukim dekat dengan area perkotaan memiliki tingkat pemahaman teknologi dan efisiensi teknis yang relatif lebih tinggi dibandingkan petani yang lokasinya jauh dari pusat perkotaan. Petani yang tinggal di daerah perkotaan memiliki peluang ekonomi yang lebih baik karena ditunjang dengan akses pasar dan informasi yang lebih baik. Lawrence et al. (2013) mengemukakan hal yang senada. Mereka menemukan bahwa faktor yang berkontribusi positif terhadap efisiensi teknis tomat di bagian selatan Malawi adalah benih dan pupuk. Sementara itu, Michalickova et al. (2013) menemukan bahwa upah tenaga kerja berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis peternakan sapi perah di Slovakia. Hubungan positif mengindikasikan adanya kemungkinan untuk meningkatkan efisiensi teknis dengan melalui partisipasi tenaga kerja dalam penggunaan input yang lebih tinggi (motivasi).

Berbeda dengan temuan empiris tersebut, Donkoh et al. (2012) menemukan bahwa faktor tenaga kerja tetap, benih, pupuk, biaya yang lain berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis tomat di Ghana. Sementara itu Gul et al. (2009) menganalisis efisiensi teknis dari pertanian kapas di Cukurova, Turki. Mereka menyimpulkan bahwa penggunaan input yang berlebihan seperti pupuk fosfor, tenaga kerja, benih, dan irigasi akan mengakibatkan inefisiensi teknis. Adanya inefisiensi mengindikasikan kombinasi yang salah dari input-input tersebut. Hal yang sama disampaikan Otitoju dan Arene (2010), dari penelitian mereka diperoleh faktor tenaga kerja dan pupuk berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis petani kedelai di Nigeria. Michalickova et al. (2013) menganalisa efisiensi teknis teknis susu sapi perah dan mensintesis pengaruh input utama (biaya) terhadap efisiensi teknis di peternakan sapi perah Slovakia. Hasil penelitian mereka bahwa variabel-variabel seperti biaya pakan, berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis produksi susu di Slovakia. Sementara itu koefisien variabel biaya material, biaya perbaikan dan servis, depresiasi dan overhead cost juga bertanda negatif namun tidak berpengaruh secara statistik terhadap efisiensi teknis teknis susu sapi.

Faktor-faktor Lembaga Penunjang Kegiatan Pertanian

(28)

12

1. Faktor Kredit

Ketersediaan pinjaman (kredit) mempermudah petani dalam mengatasi kendala anggaran untuk pengadaan input-input yang diperlukan oleh petani dalam menjalankan kegiatan produksinya. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian Lawrence et al. (2013) dan Khan (2012) yang menyatakan akses terhadap kredit berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis petani tomat. Hal ini juga sesuai dengan temuan Nwaru et al. (2011), Bozoglu dan Ceyhan (2007), dan Oleke dan Isinika (2011). Hal ini yang mendasari Nwaru et al. (2011) dan Khan (2012) menyarankan adanya implikasi kebijakan dan program pemerintah untuk meningkatkan akses petani terhadap kredit.

Bertentangan dengan hasil penelitian yang disebutkan sebelumnya, Maganga (2012) melakukan studi empiris mengenai efisiensi teknis petani kentang Irish di Dedza, Malawi. Maganga (2012) tidak menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara akses terhadap kredit dan kunjungan penyuluh pertanian terhadap efisiensi teknis.

2. Faktor Gabungan Kelompok Tani atau Koperasi

Masuknya petani menjadi salah satu anggota koperasi atau asosiasi pertanian tertentu diduga akan berpengaruh terhadap efisiensi teknis usaha petani. Koperasi atau asosiasi petani tertentu diduga dapat meningkatkan interaksi dengan petani-petani atau pengusaha lain sehingga dapat bertukar informasi penting. Selain itu koperasi bisa menjadi sumber penyedia input dengan kualitas yang baik dan pemasaran yang terorganisasi dengan baik yang akan menguntungkan petani anggotanya. Hal ini sesuai dengan penelitian Nwaru et al. (2011) yang menyimpulkan keanggotaan koperasi berpengaruh secara positif terhadap efisiensi alokasi dan ekonomi petani ubi jalar di Nigeria. Namun keanggotaan koperasi tidak berpengaruh signifikan terhadap efisiensi teknis.

3. Faktor Penyuluh Pertanian

Adanya kunjungan penyuluh pertanian akan membantu pengetahuan atau wawasan petani mengenai sistem bertani yang baik. Selain itu penyuluh pertanian bisa menginformasikan kepada petani informasi mengenai teknologi baru yang cocok diadopsi misalnya benih, pupuk, pestisida atau alat pertanian yang baru. juga ditemukan berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis, alokasi dan ekonomi.

Nwaru et al. (2011) dan Khan (2012) menemukan pengaruh yang positif dari kunjungan penyuluh pertanian terhadap efisiensi teknis. Hasil ini didukukung oleh Hussain et al. (2012) yang meneliti efisiensi produksi gandum di Punjab (Pakistan). Bertentangan dengan hasil tersebut, Bozoglu dan Ceyhan (2007) mengemukakan bahwa faktor penyuluhan (training) petani berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis petani sayuran di Turki. Sementara itu, Manganga (2012) tidak menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara akses terhadap kredit dan kunjungan penyuluh pertanian terhadap efisiensi teknis petani kentang Irish di Malawi.

(29)

13 lain faktor-faktor sosio-ekonomi antara lain usia, pendidikan, pengalaman dan jumlah anggota keluarga. Selain itu peneliti juga menduga faktor-faktor seperti luas lahan pupuk, benih, pestisida, lahan juga mempengaruhi secara signifikan efisiensi teknis tomat di Kecamatan Ciwidey. Peneliti juga mempertimbangkan faktor lembaga penunjang seperti adanya kegiatan penyuluhan pertanian dan keanggotaan gapoktan berpengaruh secara signifikan terhadap efisiensi teknis petani tomat di Kecamatan Ciwidey. Dengan demikian, peneliti juga memasukkan faktor-faktor tersebut sebagai variabel dalam penelitian ini.

Permodelan Efisiensi Produksi

Dua pendekatan yang umum digunakan untuk mengestimasi efisiensi produksi adalah parametrik dengan Sthocastic Frontier Analysis (SFA) dan nonparametrik dengan Data Envelopment Analysis (DEA) (Coelli 1995). SFA mengasumsikan hubungan fungsional antara input dan output dan menggunakan teknis statistik untuk mengestimasi parameter fungsi. SFA menggabungkan komponen error yang terdapat pada kedua komponen tersebut; komponen simetris (simmetryc component) yang berkaitan dengan statistical noises terkait error pengumpulan data dan komponen non-negatif (non-negative component) yang berpengaruh terhadap inefisiensi produksi (Coelli 1995). SFA juga digunakan untuk pengujian hipotesis. Yang menjadi keterbatasan SFA adalah menerapkan sejumlah asumsi untuk fungsi frontier dan distribusi error terms. Sebaliknya, DEA menggunakan metode Linear Programming untuk membangun frontier (batas) dari data. Karena merupakan deterministik, DEA tidak menerapkan asumsi untuk bentuk fungsi dan tipe distribusi error. Sifat deterministik dari DEA menunjukkan setiap deviasi (penyimpangan) merupakan bagian dari inefisiensi yang menjadi kendala statistical noises yang dihasilkan kesalahan pengukuran data (Coelli 1995).

Sejauh ini mana pendekatan yang lebih superior atau lebih inferior di antara kedua metode tersebut belum jelas disimpulkan oleh para peneliti sebelumnya. Bravo-Ureta et al. (2007) menyimpulkan bahwa nilai efisiensi dugaan yang dihasilkan model parametrik fungsi stochastic frontier lebih tinggi dibandingkan dengan nilai yang dihasilkan deterministik. Temuan pada studi-studi terdahulu umumnya menghasilkan perbedaan kuantitatif pada nilai efisiensi antara dua metode tersebut, namun rangking efisiensi ordinal antara data yang diamati cenderung sama untuk kedua metode tersebut. Dengan demikian, pilihan mana yang lebih baik masih samar atau kabur. Kedua metode tersebut layak dan pemilihan salah satu sebagai metode yang akan digunakan itu hanya berdasarkan preferensi dari peneliti (Singh dan Singh 2010).

(30)

14

konteks penggunaan metodologi, penggunaan spesifikasi translog stochastic frontier analysis menunjukkan hasil yang fit dan lebih baik dibandingkan Cobb Douglas dimana translog bisa memperlihatkan interaksi atau hubungan antara dua variabel apakah substitusi atau komplementer.

Walaupun SFA lebih luas digunakan, beberapa peneliti lainnya lebih tertarik menggunakan pendekatan DEA dalam menganalisis efisiensi produksi. Pendekatan dengan model DEA dengan bantuan menggunakan Data Envelopment Analysis Program (DEAP) software antara lain digunakan oleh Gul et al. (2009) dalam menganalisis efisiensi teknis dari pertanian kapas di Cukurova, Turki. Gul et al. (2009) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis pertanian kapas menggunakan analisis regresi Tobit. Mengikuti Gul et al. (2009), Kilic et al. (2009) juga menggunakan adalah DEA dan Tobit Regression Analysis dalam menganalisis efisiensi produksi kacang hazelnut di Turki. Hal yang sama juga dilakukan oleh Sohail et al. (2012), Michalickova et al. (2013) dan Watkins et al. (2013).

Beberapa peneliti menggunakan DEA untuk menganalisis efisiensi diluar bidang pertanian seperti industri teknologi tinggi di Taiwan (Lu et al. 2010) dan industri bank di India (Kaur dan Kaur 2013). Keuntungan memilih non-parametrik DEA pada penelitian efisiensi bagian penelitian dan pengembangan (R&D) industri high-tech di Taiwan adalah kemampuan DEA dalam menganalisis secara simultan multiple output dan multiple input, tidak memerlukan penggunaan asumsi fungsi produksi, efisiensi diukur secara relatif terhadap efisiensi tertinggi sampel data yang diobservasi --bukan dibandingkan dengan efisiensi rata-rata seperti yang dihasilkan pada metode parametrik SFA-- dan DEA tidak memerlukan adanya data mengenai harga (Odeck 2000). Metode DEA menyatakan bahwa efisiensi diperoleh dengan mengkombinasikan input-input yang tersedia untuk menghasilkan output yang lebih banyak daripada yang bisa dihasilkan oleh DMU yang lainnya. Menurut Lu et al. (2010) DEA lebih fleksibel dalam menganalisis efisiensi perusahaan high-tech di Taiwan dibandingkan metode konvensional yang digunakan oleh para penelitian sebelumnya seperti teknik pengukuran pada tingkat makro dan teknik pengukuran pada tingkat mikro, balanced scorecard, cost saving ratio (CSR) yang hanya menganalisis performa R&D secara konseptual tanpa menjelaskan lebih jauh analisis produktivitas secara empiris. Demikian juga Kaur dan Kaur (2013) menggunakan DEA pada penelitian mengenai efisiensi bank di India. Pertimbangan peneliti memilih DEA adalah DEA membutuhkan sedikit asumsi mengenai frontier dugaan dan tidak mengasumsikan bentuk fungsi spesifik untuk merepresentasikan fungsi biaya dan produksi (lebih sederhana).

(31)

15 efisiensi terutama untuk produksi asparagus dimana tidak ditemukan adanya pengaruh total output terhadap efisiensi asparagus dalam penelitian ini.

Dari kajian literatur terdahulu dapat ditarik kesimpulan bahwa metode yang paling popular di kalangan peneliti di bidang pertanian adalah stokastik frontier. Jenis data yang bisa digunakan untuk estimasi efisiensi adalah data cross section dan panel. Greene (1993) menyimpulkan bahwa pengaruh jenis data tidak berpengaruh nyata pada magnitude atau besar nilai efisiensi. Pendekatan Stochastic Frontier Analysis yang digunakan para peneliti terdahulu menghasilkan model yang bisa menjelaskan efisiensi teknis komoditas pertanian yang diteliti dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi usahatani tersebut. Dengan pertimbangan tersebut, peneliti memilih menggunakan pendekatan Stochastic Frontier Analysis dalam penelitian efisiensi produksi tomat di Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Efisiensi Teknis Usahatani Tomat

Topik spesifik tentang efisiensi teknis usahatani tomat menjadi objek penelitian yang dianggap menarik oleh beberapa peneliti untuk dielaborasi lebih lanjut. Umumnya, hampir sama seperti penelitian-penelitian efisiensi produksi komoditas lainnya, penelitian efisiensi usahatani tomat juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani tomat. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini juga tidak jauh berbeda dari penelitian efisiensi secara umum, yaitu SFA dan DEA. Dari kajian beberapa penelitian yang menyoroti efisiensi teknis usahatani tomat, diperoleh bahwa efisiensi teknis usahatani di lokasi penelitian belum bisa disimpulkan efisien sepenuhnya (fully efficient), masih terdapat ruang untuk meningkatkan efisiensi tomat.

Murthy et al. (2009) menganalisis efisiensi teknis tomat di India dengan 3 kondisi lahan yaitu luas, sedang dan sempit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petani tomat menghadapi masalah inefisiensi teknis, terlepas dari ukuran luas lahan yang dimiliki. Penyebabnya diduga karena para petani tomat yang diamati pada ketiga kategori luas lahan menggunakan benih di bawah standar jumlah benih yang disarankan. Demikian juga dengan penggunaan input seperti pupuk N, P dan K yang diaplikasikan oleh petani tomat dengan dosis yang juga kurang dari dosis yang direkomendasikan.

(32)

16

untuk meningkatkan produksi dan keuntungan tomat dengan penggunaan faktor produksi dengan efisien.

Penelitian Donkoh et al. (2013) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis petani tomat di daerah irigasi di Kasena-Nankana, Ghana pada musim tanam 2007-2008. Hasil analisis menunjukkan nilai efisiensi teknis rata-rata sebesar 71 persen dari range 36 persen sampai 99 persen. Adanya program intensifikasi seperti adopsi input yang lebih baik berimplikasi pada tingginya nilai efisiensi teknis tersebut.

Beberapa peneliti fokus menyoroti efisiensi usahatani tomat pada satu musim saja yaitu musim kemarau. Adenuga et al. (2013) secara khusus menganalisis efisiensi teknis tomat pada musim kemarau di Kwara, Nigeria. Efisiensi teknis rata-rata pada penelitian ini adalah 78.94 persen yang merupakan nilai yang cukup tinggi walaupun masih ada ruang untuk meningkatkan output dengan sumber daya input yang ada. Sementara itu, Usman dan Bakari (2013) juga meneliti efisiensi teknis tomat di Nigeria yaitu di Adamawa, yang merupakan daerah pengembangan pertanian. Dari fungsi produksi stochastic frontier menunjukkan bahwa luas lahan, benih (kuantitas) dan pupuk (kuantitas) digunakan di bawah dosis yang disarankan (under-utilized). Hal ini berarti petani tomat tidak efisien secara total, masih terdapat peluang untuk meningkatkan ouput dengan meningkatkan input tersebut. Indeks rata-rata efisiensi teknis adalah 72 persen. Petani tidak sepenuhnya efisien, masih terdapat peluang meningkatkan output sebesar 28 persen dengan meningkatkan alokasi input dengan teknologi yang ada. Nilai efisiensi alokatif rata-rata adalah 81 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa petani tomat cukup efisien secara alokatif, namun masih terdapat peluang sebesar 19 persen untuk meningkatkan efisiensi alokatif.

Penelitian lain yang cukup menarik adalah Asante et al. (2013) karena menganalisis efisiensi tomat tomat pada 3 zona yaitu hutan (forest), transisi hutan menjadi savana (forest-savannah transition) dan savana pertanian (guinea savannah agro-ecological) pada tahun 2011. Hasil analisis menunjukkan bahwa efisiensi teknis rata-rata adalah 78 persen dengan range 40 persen sampai dengan 95 persen. Hal ini berarti rata-rata petani memproduksi sekitar 78 persen dari potensi tingkat produksi pada batas frontier, dengan teknologi yang ada. Dengan demikian, pada jangka pendek masih ada peluang untuk meningkatkan produksi tomat sebesar 22 persen dengan cara mengadopsi teknik yang dilakukan oleh petani dengan best practice. Secara umum, mayoritas sampel petani tomat efisien secara teknis dalam pengalokasian dan penggunaan input.

Penelitian Abu et al. (2011) menggunakan Cobb-Douglas stochastic frontier analysis untuk menganalisis kemampuan petani tomat skala kecil untuk berkembang di Benue, Nigeria dari sudut pandang efisiensi teknis. Efisiensi teknis di antara sesama petani tomat bervariasi dengan kisaran antara 20 persen sampai 99 persendengan nilai rata-rata sebesar 58 persen. Hal ini memperlihatkan bahwa diperkirakan 42 persen output tomat mengalami loss karena adanya inefisiensi. Dengan kata lain, apabila sumber daya yang ada digunakan oleh petani dengan efisien maka ouput bisa meningkat sebesar 42 persen. Masih terdapat potensi besar bagi petani tomat untuk meningkatkan output.

(33)

17 data cross section untuk memperoleh informasi dari 150 petani tomat di 4 zona pertanian di provinsi Oyo. Dari pengamatan diperoleh bahwa terdapat pemakaian input yang berlebihan (excess use) terutama pupuk, anggota keluarga dan tenaga kerja yang dipekerjakan. Masih terdapat potensi untuk meningkatkan produksi tomat sekitar 45 persen sampai 57 persen dengan efisiensi teknis untuk CRS dan VRS dengan teknologi yang ada di provinsi Oyo. Analisis efisiensi teknis menunjukkan bahwa petani tomat tidak beroperasi pada produksi frontier.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari beberapa kajian penelitian terdahulu adalah sebagian besar produksi tomat ternyata belum efisien sepenuhnya (fully efficient) di lokasi penelitian yang mayoritas negara berkembang. Hal ini bisa saja terjadi karena negara berkembang cenderung masih terbatas dalam hal adopsi teknologi baru yang akan berimplikasi pada efisiensi produksi tomat. Peningkatan produktivitas melalui peningkatan teknologi di negara berkembang sering mengalami kegagalan (Kabede 2001). Hal ini disebabkan negara berkembang sulit memahami dan mengadopsi teknologi baru karena keterbatasan dalam hal modal, pendidikan, infrastruktur, keterampilan, kredit dan fasilitas penyuluhan. Kondisi ini menjadi pertanyaan yang menggelitik dalam penelitian ini; apakah akan menghasilkan kesimpulan yang sama dengan penelitian yang akan dilakukan atau tidak, mengingat Indonesia juga masih tergolong sebagai negara berkembang.

Analisis Keuntungan Usahatani Tomat

Penelitian mengenai usahatani tomat, ditinjau dari sudut pandang menguntungkan atau layak tidaknya untuk diusahakan, mendapat tempat khusus di kalangan peneliti komoditas pertanian baik di dalam negeri maupun luar negeri. Hasil penelitian umumnya menyimpulkan bahwa usahatani tomat termasuk menguntungkan dan layak untuk diusahakan.

(34)

18

usahatani tomat yang mereka jalankan. Sementara itu, Hanura et al. (2012) menjadikan pedagang tomat segar di Bauchi, Nigeria menjadi objek penelitiannya dalam menganalisis keuntungan mereka secara ekonomi. Data penelitian diperoleh dari 50 orang pedagang tomat segar yang tersebar di 3 pasar induk. Nilai revenue/cost rasio yang diperoleh mereka adalah sebesar 1.16 yang mengindikasikan bahwa usaha ini menguntungkan.

Analisis keuntungan tomat di Ruwanda menghasilkan nilai 1.94 (Maniriho dan Bazoza 2013). Sementara itu nilai R/C ratio tomat yang ditanam dengan media mulsa di Washington, yang tergolong negara bagian yang maju di Amerika Serikat, adalah sebesar 2.34 (Galinato et al. 2012). Untuk penelitian usahatani tomat di dalam negeri, salah satu peneliti lokal tertarik menganalisis keuntungan usahatani tomat memperoleh nilai R/C tomat organik yang diperoleh untuk setiap 14 m2 selama satu musim tanam sebesar 1.18 (Pertiwi 2008).

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Teoritis

Pada bagian ini dijelaskan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian antara lain mengenai teori produksi dan fungsi produksi, teori produktivitas dan efisiensi, dan teori lainnya. Teori-teori tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

Teori Produktivitas dan Efisiensi

Istilah produktivitas dan efisiensi merupakan dua hal yang berbeda. Dua pelaku usaha bisa memiliki efisiensi yang sama namun memiliki produktivitas yang berbeda. Yang membuat kedua istilah ini berbeda terletak pada karakter atau sifatnya. Produktivitas merupakan konsep yang bersifat mutlak atau absolut, diukur dengan rasio output terhadap input; sementara efisiensi merupakan konsep yang mengacu ke produksi maximum atau frontier, diukur dengan membandingkan rasio aktual output input terhadap rasio output input yang optimal. Produktivitas umumnya dibedakan menjadi dua yaitu Produktivitas Faktor Parsial (PFP) dan Produktivitas Faktor Total (PFT). PFP adalah produktivitas rata-rata dari input tunggal yang diukur dengan output total dibagi dengan kuantitas suatu input. TFP merupakan produktivitas input secara bersama-sama (simultan). Dengan demikian, dapat dikatakan umumnya suatu kegiatan usaha yang memiliki tingkat efisiensi yang tinggi diikuti dengan peningkatan produktivitas.

(35)

19 Ukuran produktivitas tersebut adalah total factor productivity, yang menghitung produktivitas dari semua faktor produksi.

Terdapat dua tolak ukur yang digunakan dalam mengukur produktivitas suatu proses produksi, yaitu: produk marginal yang disingkat PM (Marginal Physical Productivity/MPP) dan produk rata-rata yang disingkat PR (Average Physical Product atau APP). PR menggabarkan kuantitas output produk yang dihasilkan (PR=Y/X), sedangkan PM mengukur banyaknya penambahan atau pengurangan total output akibat penambahan input ((PM=∆Y/∆X). Perubahan produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh penggunaan faktor produksi dapat dilihat melalui elastisitas produksi. Elastisitas produksi merupakan persentase perubahan output sebagai akibat persentase perubahan dari input (Soekartawi 2003). Elastisitas Produksi (EP) secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

Ep=∆YY / ∆XX =∂Y∂X*XYi=PεPR

Keterangan:

Ep = elastisitas produksi

∂Y = perubahan hasil produksi

∂Xi = perubahan faktor produksi ke-i (i = 1, β, γ,…, n) Y = hasil produksi

Xi = faktor produksi ke-i (i = 1, β, γ,…, n) PM = produk marjinal (MPP)

PR = produk rata-rata (APP)

Terdapat tiga cara dalam meningkatkan produktivitas yaitu peningkatan efisiensi teknis, peningkatan skala usaha dan perubahan teknologi (Coelli et al. 2005). Seorang pelaku usaha dikatakan efisien secara teknis apabila mampu beroperasi pada batas produksi (production frontier), yaitu batas yang merepresentasikan jumlah output maksimal yang bisa dihasilkan dari setiap tingkat input. Jika pelaku usaha tersebut berproduksi di bawah batas produksi maka pelaku usaha tersebut tidak efisien secara teknis. Dikatakan tidak efisien secara teknis karena pelaku usaha tersebut masih bisa meningkatkan output sampai batas produksi tanpa adanya penambahan input.

Seorang pelaku usaha yang mencapai efisiensi teknis bisa meningkatkan produktivitasnya dengan cara memanfaatkan skala ekonomis. Namun kadang mengubah skala operasi tidak bisa dilakukan dengan cepat. Apabila produktivitas dibandingkan seiring dengan faktor waktu, maka akan terdapat perubahan produktivitas diakibatkan faktor tambahan lainnya berupa perubahan teknis (technical change). Hal ini disebabkan adanya kemajuan teknologi yang akan menggeser kurva batas produksi ke atas (upward shift).

(36)

20

Ditinjau dari sudut pandang empiris, meskipun petani memiliki pengalaman panjang dalam usahatani namun petani tersebut tidak selalu mencapai efisiensi teknis tertinggi (TE=1). Hal ini disebabkan banyak faktor (internal maupun eksternal) yang mempengaruhi hasil produksi petani. Faktor internal merupakan faktor yang bisa dikendalikan petani dan berkaitan dengan kemampuan manajerial petani seperti tingkat pendidikan, pengalaman, umur, tingkat penguasaan teknologi, penguasaan lahan, akses terhadap kredit, kegiatan penyuluhan. Sementara itu factor eksternal berada di luar kendali petani seperti cuaca, hama dan penyakit, bencana alam, harga input dan output.

Ditinjau dari sudut pandang teoritis, analisis efisiensi teknis dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan output (indeks efisiensi Timmer) dan pendekatan input (indeks efisiensi Kopp). Kedua indeks ini menghasilkan nilai efisiensi teknis yang sama apabila skala usahanya konstan. Konsep efisiensi teknis dari sisi input adalah rasio dari input atau biaya frontier terhadap input yang diobservasi. Efisiensi teknis dari sisi output adalah rasio dari output yang diobservasi terhadap output frontier.

Para ekonom pertanian (baik ekonom teoritis (theoretical economists) maupun ekonom terapan (applied economists)) telah lama tertarik meneliti ukuran efisiensi produksi dari seorang pelaku usaha relatif terhadap pelaku usaha

pertanian lainnya atau terhadap “the best practice” pada suatu industri pertanian. Dari sudut pandang teori, penelitian ini penting karena menjadi acuan tentang komponen mana yang paling penting relatif terhadap komponen-komponen pada efisiensi sebuah pertanian (Leibenstein 1977). Ditinjau dari sudut pandang ekonomi terapan, pengukuran efisiensi penting karena merupakan sebuah tahapan yang penting yang mengarah pada penghematan sumberdaya yang substansial dan berimplikasi pada formulasi kebijakan dan manajemen (Bravo-Ureta dan Rieger 1991).

Teori Produksi dan Fungsi Produksi

Proses produksi melibatkan hubungan antara faktor produksi (input) yang digunakan dengan produk yang dihasilkan (ouput). Setiap produsen sebaiknya mampu untuk mengalokasikan input-input yang dimiliki untuk mendapatkan produksi yang lebih optimal sehingga fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai suatu fungsi yang menggambarkan hubungan teknis antara faktor-faktor produksi (input) dengan hasil produksi fisik (output) dalam suatu proses produksi. Pengertian tersebut dapat dikatakan juga sebagai factor relationship menurut Hanafie (2010). Rumus matematis factor relationship (FR) dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi, 2003):

Y = f (X1, X2, X3, ……Xn)

Keterangan:

Y = jumlah produksi yang dihasilkan

X = faktor produksi yang digunakan atau variabel yang mempengaruhi Masukan X1, X2, X3, …, Xn menurut Soekartawi et al. (2002) dapat

dikategorikan menjadi dua, yaitu masukan yang dapat dikuasai oleh petani seperti luas lahan, jumlah pupuk, tenaga kerja, dan sebagainya; serta masukan yang tidak dapat dikuasai petani seperti iklim.

(37)

21 kombinasi input yang terbaik dan dapat melakukan studi tentang pengaruh kebijakan pemerintah terhadap penggunaan input dan dampaknya terhadap produksi. Namun demikian, hal tersebut seringkali sulit dilakukan karena informasi yang diperoleh dari analisis fungsi produksi tersebut tidak sempurna karena beberapa hal berikut (Soekartawi et al. 2002):

1. Adanya faktor yang tidak menentu, seperti masalah cuaca, hama, dan penyakit tanaman.

2. Ada kemungkinan bahwa data yang digunakan untuk melakukan pendugaan fungsi produksi belum benar.

3. Pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata suatu pengamatan.

4. Data harga dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat diketahui secara pasti.

5. Setiap petani dan usahataninya memiliki sifat yang khusus.

Beberapa bentuk fungsi produksi yang umum digunakan pada kajian ekonomi terapan antara lain linear, Cobb-Douglas, kuadratik, translog dan transendental. Hasil analisis fungsi produksi merupakan fungsi pendugaan. Pemilihan fungsi produksi yang tepat harus memenuhi beberapa kriteria (Coelli et al. (2005), yaitu:

a. Fleksibel (flexible)

Terdapat dua kategori fleksibilitas dalam sebuah bentuk fungsi produksi yaitu first-order flexible dan second-order flexible. Sebuah fungsi produksi dikatakan memiliki turunan pertama yang fleksibel (first-order flexible) apabila memiliki cukup parameter yang menyediakan perkiraan turunan pertama diferensial terhadap sebuah fungsi yang asal/sembarang (arbitrary function) pada satu titik tertentu. Sebuah fungsi yang bersifat fleksibel turunan kedua (second-order flexible) memiliki parameter yang cukup untuk menyediakan perkiraan turunan kedua. Fleksibilitas yang semakin meningkat (pada second-order flexible) mengindikasikan semakin banyak parameter yang harus diestimasi yang memungkinkan menghadapi permasalahan multikolinearitas.

Fungsi linear dan Cobb-Douglas tergolong ke dalam first-order flexible, sementara itu untuk fungsi lainnya seperti kuadratik, translog, Generalised Leontief dan Constant Elasticity of Substitution (CES) tergolong dalam second-order flexible.

b. Parameter bersifat linear (linear in parameters)

Parameter pada fungsi linear bersifat linear. Sementara itu, parameter fungsi Cobb-Douglas dan translog bisa diduga pada regresi linear setelah terlebih dahulu ditambahkan logaritma pada kedua fungsi tersebut. Sehingga parameter kedua fungsi tersebut juga linear.

Cobb Douglas : ln Y=A0+ ∑n=1N n ln Xn dimanaA0= ln 0 Translog : ln Y = B0+ ∑Nn=1 n ln Xn +1

β∑Nn=1 ∑Nm=1 nm ln Xn ln Xm

c. Regular

(38)

22

Prinsip dari parsimony adalah pemilihan bentuk fungsi yang paling sederhana yang bisa menyelesaikan masalah dengan cukup baik. Fungsi Cobb-Douglas dan translog akan sulit untuk diduga jika mengandung unsur nol (zero) karena tidak bisa membangun logaritma dari variabel. Namun, kelayakan model terkadang diduga setelah estimasi dengan melakukan analisis residual, uji hipotesis dan uji kebaiksuaian (goodness-of-fit).

Terkait dengan perubahan teknologi, fungsi linear secara implisit mengasumsikan dampak dari perubahan teknologi berbanding terbalik terhadap output. Fungsi Cobb-Douglas secara implisit mengasumsikan bahwa dampaknya kostan. Sementara itu, fungsi translog mengasumsikan bahwa dampak perubahan teknologi bisa meningkatkan atau menurunkan output yang dihasilkan (tergantung tanda dari parameter).

Economics of scale berkaitan dengan return to scale (skala pengembalian). Perlu digarisbawahi kedua konsep ini berbeda. Economics of scale mengarah pada biaya suatu usahatani, sedangkan return to scale menggambarkan hubungan antara input (variabel) dan output dalam jangka panjang dari suatu fungsi produksi. Untuk mengetahui apakah suatu usahatani masih dapat ditingkatkan skala usahanya, maka perlu diketahui terlebih dahulu return to scale-nya. Kaitan return to scale dengan Total Product (TP), Average Product (AP) dan Marginal Product (MP) adalah:

1. Increasing return to scale, dimana kenaikan satu unit input mengakibatkan kenaikan output yang semakin bertambah. Kondisi ini mengindikasikan elastisitas produksi lebih besar dari satu (Ep>1) atau MP lebih besar dari AP. Pada skala hasil, kondisi ini menggambarkan AVC lebih besar dari MC. Pada kondisi increasing return to scale ini, pelaku usahatani belum mengerahkan semua kemampuannya dalam memproduksi output dengan maksimal sehingga bisa dikatakan belum efisien. Para pelaku usahatani dapat meningkatkan terus input untuk meningkatkan outputnya. Dengan demikian, biaya rata-rata akan semakin menurun yang pada akhirnya mengarah pada economics of scale.

2. Constant return to scale, dimana penambahan satu umit imput akan mengakibatkan kenaikan otput dengan proporsi yang sama. Kondisi ini menggambarkan elastisitas produksi sama dengan satu (Ep=1) atau MP=AP dan AVC=MC. Apabila uatu usahatani berada pada kondisi constant return to scale, maka semua sumberdaya yang tersedia sudah digunakan secara optimal. Dengan demikian, usaha penambahan input tidak akan mempengaruhi peningkatan output. 3. Decreasing return to scale, dimana peningkatan satu unit input akan mengakibatkan kenaikan output yang semakin berkurang. Elastisitas produksi pada kondisi ini adalah lebih kecil dari satu (Ep<1) atau MP<AP dan AVC<MC. Jika suatu usahatni berada pada kondisi ini, maka peningkatan input malah akan menurunkan output yang dihasilkan.

Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Gambar

Tabel 1  Perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas tomat di
Gambar 1  Perkembangan produktivitas tomat Kabupaten Bandung
Gambar 2 memperlihatkan komponen deterministik pada model frontier, y
Gambar 4  Efisiensi pada orientasi output.
+7

Referensi

Dokumen terkait

f. Pelaksanaan fungsi kedinasan lain yang diberikan oleh pimpinan, sesuai dengan tugas dan fungsinya. Susunan Organisasi Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengacu pada

Penelitian dilakukan dengan cara menggambarkan precedence diagram dan mengumpulkan data waktu dari setiap elemen kerja kemudian melakukan pengujian dan perhitungan

Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas, perlu dikaji secara mendalam bagaimana deskripsi faktor penyebab peserta didik tidak menguasai kompetensi dasar matematika SMP

Perlindungan Saksi dan Korban telah memberikan sedikit kelegahan bagi para saksi untuk memberikan keterangan di depan pengadilan tanpa adanya suatu ancaman yang dapat

17 Berdasarkan analisis di dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa variabel impor, FDI, dan harga minyak dunia berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia

Hasil evaluasi kebijakan HPP gabah periode 2004 – 2006 (dalam rentang sepuluh tahun awal pelaksanaannya) memberikan beberapa informasi menarik untuk perspektif ke

bayi baru lahir. Salah satu tujuan pelayanan antenatal terpadu adalah menyediakan pelayanan antenatal terpadu, kornprehensif dan berkualitas, termasuk konse!ing KB

Ansoriyah (2017) Pendapat tersebut sejalan dengan [4], bahwa salah satu faktor kemampuan dalam menulis karya ilmiah adalah motivasi dan disiplin yang tinggi, yang diperlukan