UJI POTENSI FUNGI PELAPUK PUTIH PADA KAYU
KARET LAPUK (Hevea brasilliensis Muell. Arg) SEBAGAI
PENDEGRADASI LIGNIN
SKRIPSI
GUSTI PRABU JAYA P 101201057
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Uji Potensi Fungi Pelapuk Putih Pada Kayu Karet Lapuk (Hevea brasilliensis Muell. Arg) Sebagai Pendegradasi Lignin.
Nama : Gusti Prabu Jaya P NIM : 101201057
Program Studi : Budidaya Hutan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Edy Batara Mulya Siregar, M.S
Ketua Anggota
Nelly Anna S.Hut.,M.Si
Mengetahui,
ABSTRAK
GUSTI PRABU JAYA P. Uji Potensi Fungi Pelapuk Putih Pada Kayu Karet Lapuk (Hevea brasilliensis Muell. Arg) Sebagai Pendegradasi Lignin. Dibawah bimbingan EDY BATARA MULYA SIREGAR dan NELLY ANNA.
Lignin adalah polimer alami dan merupakan komponen yang sangat penting penyusun dinding sel tumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jamur pelapuk putih yang terdapat pada proses pelapukan kayu karet, mengukur aktivitas enzim LiP pada jamur pelapuk putih, menentukan isolat jamur yang paling berpotensi untuk proses biopulping. Sampel kayu karet lapuk diambil dari lahan karet di Arboretum USU. Uji Bavendamm dan uji aktivitas enzim lignolitik menghasilkan tiga genus jamur yaitu Phanerochaete sp1, Phanerochaete sp2, dan Exidia sp. Aktivitas enzim lignin peroksidase yang paling tinggi adalah pada isolat Phanerochaete sp2 sebesar 0,466 U/ml.
ABSTRACT
GUSTI PRABU JAYA P. Test of Potential White Rot Fungi at Rotten Karet Wood (Hevea bresilliensis Muell. Arg) as degrading lignin. Under the guidance of EDY BATARA MULYA SIREGAR and NELLY ANNA.
Lignin is a natural polymer and an important compound of plant cell wall constituent. The research objective to get white rot wood in the Rotten Karet Wood, measure the activity of lignin peroxidase at White Rot Fungi, and know the potential of White Rot Fungi for biopulping. The samples taken at Karet land in Arboretum USU. The Bavendamm and lignolitic enzyme activities test found three species of fungus that came from genus Phanerochaete sp1, Phanerochaete sp2, dan Exidia sp. The highest activity of lignin peroxidase was produced by Phanerochaete sp2 isolate by the value of 0,466 U/ml.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Uji
Potensi Fungi Pelapuk Putih Pada Kayu Karet Lapuk (Hevea
brasilliensis Muell. Arg) Sebagai Pendegradasi Lignin” ini dengan baik.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada,
Dr. Ir. Edi Batara Mulya Siregas M.S selaku Komisi Pembimbing yang telah
banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam
menyelesaikan proposal penelitian ini, dan penulis juga ingin mengucapkan
terimakasih kepada rekan-rekan sejawat di Program Studi Kehutanan Fakultas
Pertanian USU yang selalu memberi semangat kepada penulis.
Penulis masih mengharapkan kritik, saran, dan masukan dari pembaca
demi kelancaran penelitian ini. Semoga penelitian ini akan memberi manfaat dan
menyumbangkan kemajuan bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang kehutanan.
DAFTAR ISI
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Proses Pelapukan ... 4
Lignin ... 4
Degradasi Lignin ... 7
Jamur Pelapuk Putih ... 7
Enzim Pendegradasi Lignin ... 8
Lignin Peroksidase (LiP) ... 9
Manganase Peroxidase (MnP) ...10
Lakase ...11
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ...12
Bahan dan Alat ...12
Pengambilan Sampel ...12
Isolasi Jamur Pendegradasi Lignin dari Karet ...13
Skrining Aktivitas Enzim ligninolitik ...13
Persiapan Sumber Enzim ...13
Pengukuran Aktivitas Ligninolitik secara Kuantitatif ...13
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Jamur Pelapuk Kayu ...15
Skrining Aktivitas Enzim Ligninolitik dengan Uji Bavendamm ...16
Identifikasi Fungi Pelapuk Putih ...19
Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP) ...22
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...26
Saran ...26
DAFTAR TABEL
No Hal
Hasil Karakterisasi Isolat Jamur dari kayu karet lapuk ... 15
Uji Bavendamm Isolat Jamur dari kayu karet lapuk ... 18
Hasil Karakterisasi Mikroskopik Isolat Jamur dari karet lapuk ... 20
DAFTAR GAMBAR
No Hal
1. Pengamatan Isolat Jamur dari Kayu Karet yang Lapuk ...16
2. Hasil uji bavendamm isolat jamur dari kayu karet lapuk ...17
3. Exidia sp ...19
4. Phanerochaete sp ...22
ABSTRAK
GUSTI PRABU JAYA P. Uji Potensi Fungi Pelapuk Putih Pada Kayu Karet Lapuk (Hevea brasilliensis Muell. Arg) Sebagai Pendegradasi Lignin. Dibawah bimbingan EDY BATARA MULYA SIREGAR dan NELLY ANNA.
Lignin adalah polimer alami dan merupakan komponen yang sangat penting penyusun dinding sel tumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jamur pelapuk putih yang terdapat pada proses pelapukan kayu karet, mengukur aktivitas enzim LiP pada jamur pelapuk putih, menentukan isolat jamur yang paling berpotensi untuk proses biopulping. Sampel kayu karet lapuk diambil dari lahan karet di Arboretum USU. Uji Bavendamm dan uji aktivitas enzim lignolitik menghasilkan tiga genus jamur yaitu Phanerochaete sp1, Phanerochaete sp2, dan Exidia sp. Aktivitas enzim lignin peroksidase yang paling tinggi adalah pada isolat Phanerochaete sp2 sebesar 0,466 U/ml.
ABSTRACT
GUSTI PRABU JAYA P. Test of Potential White Rot Fungi at Rotten Karet Wood (Hevea bresilliensis Muell. Arg) as degrading lignin. Under the guidance of EDY BATARA MULYA SIREGAR and NELLY ANNA.
Lignin is a natural polymer and an important compound of plant cell wall constituent. The research objective to get white rot wood in the Rotten Karet Wood, measure the activity of lignin peroxidase at White Rot Fungi, and know the potential of White Rot Fungi for biopulping. The samples taken at Karet land in Arboretum USU. The Bavendamm and lignolitic enzyme activities test found three species of fungus that came from genus Phanerochaete sp1, Phanerochaete sp2, dan Exidia sp. The highest activity of lignin peroxidase was produced by Phanerochaete sp2 isolate by the value of 0,466 U/ml.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lignin merupakan polimer yang strukturnya heterogen dan kompleks yang
terdiri dari koniferil alkohol, sinaphil alkohol, dan kumaril alkohol sehingga sulit
untuk dirombak. Sekitar 30% material pohon adalah lignin yang berfungsi sebagai
penyedia kekuatan fisik pohon, pelindung dari biodegradasi dan serangan
mikroorganisme. Struktur yang kompleks dari lignin dengan berat molekul yang
tinggi dan tidak larut dalam air membuat lignin sukar didegradasi
(Perez et al., 2002). Oleh karena itu, degradasi lignin membutuhkan enzim
ekstraseluler yang bekerja secara tidak spesifik. Lignin selain dapat didegradasi
oleh beberapa jenis mikroorganisme, juga dapat didegradasi secara kimiawi yaitu
dengan penambahan bahan-bahan seperti NaOH, Na2S, Sulfit, Bisulfit, Klorin,
Kalsium Hipoklorit, Klorin dioksida, dan Peroksida (Widjaja et al., 2004) dan
senyawa alkali (Sudiyani et al., 2010).
Di alam terdapat tiga kelompok jamur yang dapat menguraikan komponen
kayu (lignoselulosa) yaitu pelapuk cokelat (brown rot), pelapuk putih (white rot)
dan pelapuk lunak (soft rot). Pengelompokan jamur pelapuk ini didasarkan pada
hasil proses pelapukan. Jamur pelapuk cokelat menghasilkan sisa hasil pelapukan
berwarna cokelat sedangkan jamur pelapuk putih menghasilkan sisa hasil
pelapukan yang berwarna putih. Ketiga jenis jamur tersebut memiliki karakteristik
yang berbeda. Jamur pelapuk putih memiliki kemampuan mendegradasi lignin
yang tinggi dengan sedikit mengakibatkan kehilangan selulosa
Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme dari kelas
Basidiomycetes yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu.
Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim ligninolitik yang dihasilkan oleh
jamur pelapuk putih yaitu Lignin Peroksidase (LiP), Manganese Peroksidase
(MnP) dan Lakase. Proses degradasi lignin ini dimulai saat jamur pelapuk putih
menembus dan membentuk koloni dalam sel kayu, lalu mengeluarkan enzim yang
berdifusi melalui lumen dan dinding sel. Jamur pelapuk putih menyerang
komponen lignin dari kayu hingga menyisakan selulosa dan hemiselulosa yang
tidak terlalu berpengaruh. Akibatnya, terjadi penurunan kekuatan fisik kayu dan
pembengkakan jaringan kayu degradasi lignin akan mengakibatkan kandungan
lignin pada kayu berkurang. Kemampuan mendegradasi lignin jamur pelapuk
putih dapat digunakan dalam proses pemutihan pulp kimia.
Degradasi lignin oleh jamur pelapuk putih merupakan proses oksidatif.
Enzim oksidatif merupakan enzim non-spesifik dan bekerja melalui mediator
bukan protein yang berperan dalam degradasi lignin (Perez et al., 2002). Enzim
pendegradasi lignin terdiri dari Lignin Peroksidase (LiP), Manganase Peroksidase
(MnP) dan Lakase. Adanya enzim ini akan mendegradasi lignin menjadi senyawa
yang lebih sederhana (Kerem dan Hadar, 1998).
Sebagian besar proses bioteknologi dalam industri pulp dan kertas
menggunakan enzim lignolitik yang terdapat pada fungi pelapuk putih
(Guiterrez et al, 1999). Beberapa jenis fungi pelapuk putih yang dapat digunakan
untuk mengatasi rumit dan mahalnya dalam proses pembuatan pulp, yaitu
cytopaga sp, Trichoderma sp dan Phanerochaeta sp diketahui dapat mendegradasi
biopulping. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa biopulping relatif lebih
unggul dibanding proses kraft karena bersifat ramah lingkungan.
Penelitian tentang enzim Lignin Peroksidase (LiP) yang dihasilkan oleh
jamur pelapuk putih belum banyak dilakukan terutama pada tanaman karet, maka
penelitian ini perlu dilakukan untuk dapat mengetahui potensi enzim LiP agar
dapat memanfaatkan jamur pelapuk putih misalnya dalam proses biopulping.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah
1. Untuk mendapatkan jamur pelapuk putih yang terdapat pada proses pelapukan
kayu karet.
2. Untuk mengukur aktivitas enzim LiP pada jamur pelapuk putih yang diperoleh.
3. Untuk menentukan isolat jamur yang paling berpotensi untuk proses
biopulping.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini berguna untuk memperoleh isolat jamur yang dapat
dimanfaatkan sebagai pendegradasi lignin serta berpotensi dalam proses
TINJAUAN PUSTAKA
Proses Pelapukan
Pelapukan dan perubahan warna pada kayu disebabkan oleh fungi dan
bakteri. Fungi dan bakteri adalah sumber kerugian utama pada produksi kayu dan
penggunaannya. Pelapukan adalah tipe utama kerusakan kayu yang disebabkan
oleh fungi. Pelapukan pada dasarnya adalah hasil dari aktivitas fungi. Proses
aktivitas fungi menyebabkan perubahan warna dan sifat fisika dan kimia. Hanya
fungi kelompok tertentu yang memiliki kemampuan enzimatik sehingga
menyebabkan pelapukan. Pelapukan mengakibatkan perubahan drastis pada
kekuatan kayu dan mengakibatkan kehancuran (Zabel, 1992).
Enzim yang berperan dalam proses degradasi adalah enzim ekstraseluler.
Fungi yang hidup pada bahan lignoselulosa mengeluarkan enzim yang dapat
mendegradasi bahan tersebut sebagai nutrisinya. Bahan lignoselulosa yang terdiri
atas selulosa, hemiselulosa dan lignin merupakan bahan polimer sehingga enzim
yang disekresikan fungi akan mengubah bahan lignoselulosa menjadi
monomernya agar mudah masuk kedalam sel. Lignolitik berhubungan dengan
produksi enzim ekstraseluler pendegradasi lignin yang dihasilkan oleh fungi
pelapuk putih. Dua enzim yang berperan dalam proses tersebut adalah fenol
oksidase (lakase) dan peroksidase atau lignin peroksidase/LiP dan manganase
peroksidase/MnP (Herliyana et al., 2008).
Lignin
Lignin adalah suatu polimer yang terdiri dari unit-unit fenilpropana dengan
polimer dengan struktur aromatik dan mempunyai bentuk kompleks tiga dimensi
yang tersusun dari unit fenilpropana, dengan struktur aromatik yang terbentuk
melalui unit-unit fenilpropana (Sjorberg, 2003).
Lignin merupakan senyawa kimia yang umumnya diperoleh pada kayu dan
merupakan bagian integral dari dinding sel tumbuhan. Lignin adalah bahan
polimer alam terbanyak kedua setelah selulosa. Lignin merupakan polimer yang
sukar larut dalam asam dan basa kuat dan sulit terdegradasi secara kimiawi
maupun secara enzimatis. Lignin pada kayu terdapat pada lamela tengah antara
selulosa , hemiselulosa, dan pektin yang berfungsi sebagai perekat atau penguat
dinding sel. Lignin berperan sangat penting bagi tumbuhan sebagai pengangkut
air, nutrisi, dan metabolis dalam sel tumbuhan. Lignin sulit didegradasi karena
strukturnya yang kompleks dan heterogen yang berikatan dengan selulosa dan
hemiselulosa dalam jaringan tanaman. Lebih dari 30 persen tanaman tersusun atas
lignin yang memberikan bentuk yang kokoh dan memberikan proteksi terhadap
serangga dan patogen (Orth et al. 1993). Disamping memberikan bentuk yang
kokoh terhadap tanaman, lignin juga membentuk ikatan yang kuat dengan
polisakarida yang melindungi polisakarida dari degradasi mikroba dan
membentuk struktur lignoselulosa.
Lignin memiliki komponen struktural yang memberikan sifat kekakuan
dan kekuatan pada kayu sehingga lignin mempunyai peran yang besar terhadap
sifat mekanik kayu. Lignin dapat memperkuat jaringan pengangkut dan membantu
transportasi air dan secara fisik bekerja sama dengan xylem (Makela, 2009).
Disamping memberikan bentuk yang kokoh terhadap tanaman, lignin juga
dari degradasi mikroba dan membentuk struktur lignoselulosa (Suparjo, 2008).
Lignin terbentuk dari gugus aromatik yang saling dihubungkan dengan rantai
alifatik, terdiri atas 2-3 buah karbon. Lignin membentuk ikatan kovalen dengan
polisakarida-polisakarida yang lain. Unit fenil propana terikat satu sama lain
dengan ikatan eter dan ikatan C-C, dengan persentasi ikatan eter lebih banyak
(Sigit, 2009).
Para Kumaril Alkohol Koniferil Alkohol Sinapil Gambar 2.2. Satuan Penyusun Fenilpropana (Steffen, 2003).
Struktur lignin pada kayu daun lebar memiliki komposisi yang lebih
kompleks dibandingkan kayu daun jarum. Jenis kayu daun lebar disusun oleh unit
siringil dan guaiasil dengan perbandingan tertentu, sedangkan lignin kayu daun
jarum didominasi oleh unit guaiasil dengan sedikit tambahan p-hidroksiphenil
(Agustina, 2009). Polimer alam kedua ini sangat melimpah dan membentuk 15
sampai 30 persen dinding sel kayu dari gymnospermae (softwood) dan
angiospermae (hardwood). Lignin yang terdapat pada dinding sel, mendukung
bentuk struktural, impermeabilitas, pertahanan terhadap mikroba dan oksidative
stress. Secara struktural, lignin memiliki bentuk heteropolimer yang amorf, tidak
larut dalam air dan terdiri atas 3 jenis fenilpropana yaitu coniferyl alcohol
(guaiacyl propanol), coumaryl alcohol (p-hydroxyphenylpropanol), and sinapyl
alcohol (syringyl propanol). Coniferyl alcohol adalah komponen utama dari
softwood lignin, sementara, guaiacyl and syringyl alcohols konstituen utama dari
Degradasi Lignin
Degradasi lignin adalah tahap perubahan karbon dari lingkungan. Di alam,
terjadi degradasi tanaman yang telah mati oleh mikroorganisme saprofit.
Meskipun pengendalian terhadap mikroorganisme telah banyak dilakukan namun
masih banyak mikroorganisme yang dapat mendegradasi lignin dengan
menggunakan sistem enzimatik.
Degradasi lignin akan mengakibatkan kandungan lignin pada kayu
berkurang. Jamur pelapuk lignin adalah jamur yang mampu merombak selulosa
dan lignin yang dikenal sebagai jamur pelapuk putih. Percobaan
Siagian et al., (2003) pada serbuk kayu sengon yang diinokulasi dengan jamur P.
chrysosporium menunjukkan turunnya kadar lignin 1,07%.
Jamur Pelapuk Putih
Jamur pelapuk putih dari kelas Basidiomycetes, merupakan organisme
yang bekerja efisien dan efektif dalam proses degradasi lignin. Proses degradasi
lignin ini dimulai saat jamur pelapuk putih menembus dan membentuk koloni
dalam sel kayu, lalu mengeluarkan enzim yang berdifusi melalui lumen dan
dinding sel. Jamur ini menyerang komponen lignin dari kayu hingga menyisakan
selulosa dan hemiselulosa yang tidak terlalu berpengaruh. Akibatnya, terjadi
penurunan kekuatan fisik kayu dan pembengkakan jaringan kayu (Sigit, 2009).
Jamur pelapuk putih merupakan kelompok jamur yang dikenal
menghasilkan enzim ligninolitik secara ekstraseluler sehingga mampu
mendegradasi lignin untuk mendapatkan hara yang diperlukan untuk
pertumbuhannya. Jamur yang paling efisien dalam mendegradasi lignin dalam
P. chrysosporium, Phanerochaete sordida, P. radiata, Pleurotus ostreatus,
Trametes hirsuta, dan Trametes versicolor (Toumela, 2002). Jamur P.
chrysosporium merupakan salah satu jamur yang dapat menguraikan ikatan dan
mendegradasi lignin dengan bantuan enzim pendegradasi lignin. Jamur ini juga
dapat mendegradasi polimer selulosa dan hemiselulosa (Suparjo, 2008).
Jamur pelapuk putih dari kelas Basidiomycetes merupakan organisme
yang bekerja efisien dan efektif dalam proses degradasi lignin. Proses degradasi
lignin ini dimulai saat jamur pelapuk putih menembus dan membentuk koloni
dalam sel kayu, lalu mengeluarkan enzim yang berdifusi melalui lumen dan
dinding sel. Jamur ini menyerang komponen lignin dari kayu hingga menyisakan
selulosa dan hemiselulosa yang tidak terlalu berpengaruh. Akibatnya, terjadi
penurunan kekuatan fisik kayu dan pembengkakan jaringan kayu (Sigit, 2009).
Fungi pelapuk umumnya berfungsi sebagai pembuka jalan pelapukan lain
oleh mikroba yang lebih rendah tingkatannya seperti bakteri. Pada umumnya
fungi yang sangat berperan dalam pendegradasi kayu adalah fungi pelapuk putih
(white rot fungi) dan fungi pelapuk coklat (brown rot fungi), dan keduanya
sebagian besar tergolong Basidiomycetes. Fungi pelapuk putih mempunyai peran
utama dalam mendegradasi komponen lignin, sedangkan fungi pelapuk coklat
banyak mendegradasi selulosa dan hemiselulosa daripada lignin (Prasetya, 2005).
Enzim Pendegradasi Lignin
Degradasi lignin oleh jamur pelapuk putih merupakan proses oksidatif.
Enzim oksidatif merupakan enzim non-spesifik dan bekerja melalui mediator
pendegradasi lignin terdiri dari Lignin Peroksidase, Manganase Peroksidase dan
Lakase (Kerem dan Hadar, 1998).
Semua enzim pada awalnya dihasilkan di dalam sel, akan tetapi beberapa
enzim dapat diekskresikan melalui dinding sel dan dapat berfungsi di luar sel.
Oleh karena itu dikenal dua tipe enzim, yaitu enzim ekstraseluler atau eksoenzim
dan intraseluler atau endoenzim. Enzim bersifat tidak stabil, aktivitasnya dapat
berkurang dengan nyata atau hancur oleh berbagai kondisi fisik atau kimiawi.
Adapun keadaan-keadaan yang mempengaruhi aktivitas enzim, di antaranya yaitu
konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, pH dan suhu (Pelczar dan Chan, 1986).
Lignin Peroksidase (LiP)
Lignin Peroksidase (LiP) merupakan enzim yang mengandung gugus
heme dengan potensial redoks yang tinggi dan disekresikan keluar sel. Lignin
Peroksidase mengoksidasi gugus metoksil pada cincin aromatik non fenolik
dengan menghasilkan radikal bebas. pH optimum dari enzim LiP adalah dibawah
3 tetapi enzim menunjukkan ketidakstabilan apabila berada pada kondisi yang
asam, mendekati pH 4. LiP memerlukan dua jenis metabolit agar dapat berfungsi
dengan baik. Kedua jenis metabolit tersebut adalah hidrogen peroksida yang juga
diperlukan oleh MnP dan veratil alkohol (VA) yang digunakan sebagai mediator
dalam reaksi redoks (Sigit, 2008). Veratil alkohol merupakan substrat dari enzim
LiP dan dihasilkan untuk meningkatkan kerja enzim LiP dan melindungi LiP dari
inaktivasi akibat kelebihan H2O2
LiP ditemukan pertama kali pada jamur P. chrysosporium. P.
chrysosporium merupakan jamur pelapuk putih yang paling banyak dipelajari,
kemampuan mendegradasi paling efisien, dan beberapa strain sering digunakan
secara industrial, seperti pada degradasi lignin dan biopulping (Kerem dan Hadar,
1998). Seperti peroxidase lainnya, LiP mampu dalam oksidasi dari berbagai jenis
senyawa fenolik (guaicol, vanillyl alcohol, cathecol, syringic acid,
acetosyringone, dan lainnya) (Wong, 2008). Beberapa jenis jamur yang dapat
menghasilkan LiP ialah Panus sp., Pycnoporus coccineus, Pycnoporus
sanguineus and Perenniporia medulla-panis (Dashtban et al., 2010).
Manganase Peroxidase (MnP)
Manganase Peroxidase (MnP) merupakan enzim ekstraseluler yang
mengandung glikosilat heme yang disekresikan oleh berbagai jenis jamur pelapuk
putih dan menggunakan H2O2 untuk mengkatalis oksidasi dari Mn (II) menjadi
Mn (III). Aktivitas MnP dirangsang oleh asam organik yang berfungsi sebagai
pengkelat atau penstabil Mn3+. Mekanisme reaksinya pada keadaan awal MnP
dioksidasi oleh H2O2 membentuk MnP senyawa I yang dapat direduksi oleh Mn2+
Ekstraseluler MnP yang pertama dimurnikan dari P. chrysosporium,
dengan ekspresi dan produksi yang ditunjukkan pada kehadiran Mn dalam media
kultur (Wong, 2008). MnP hanya dihasilkan pada sejumlah jamur Basidiomycetes
(Steffen, 2003). Beberapa jenis jamur yang dapat menghasilkan MnP ialah Panus
tigrinus, Lenzites betulinus, Phanerochaete flavido-alba, A. bisporus, Bjerkandera
sp., Nematoloma frowardii (Dashtban et al., 2010), Coliours versicolor, P.
chrysosporium (Kerem dan Hadar, 1998).
dan senyawa fenol membentuk MnP senyawa II (Sigit, 2008). MnP merupakan
kelas kedua dari kelompok peroksidase yang dihasilkan oleh jamur secara
Lakase
Lakase merupakan anggota dari kelompok kecil protein yang dikenal
sebagai blue multi copper oxidases. Lakase mengandung empat atau lebih atom
tembaga dan mempunyai peranan dalam mengurangi oksigen secara lengkap di
dalam air. Lakase pada jamur ligninolitik berupa glikoprotein. Sampai tahun 1980,
lakase merupakan satu-satunya enzim yang disekresikan oleh jamur yang mampu
mengoksidasi polifenolik. Lakase tidak mampu mengoksidasi senyawa non
fenolik, yang memiliki potensial redoks yang lebih tinggi dibandingkan senyawa
fenolik (Gadd, 2001).
Lakase menggunakan molekul oksigen untuk mengoksidasi berbagai jenis
senyawa aromatik dan senyawa non aromatik melalui reaksi katalisasi radikal
bebas. Lakase mengkatalisis oksidasi satu elektron dari fenol menjadi radikal
fenoksi. Seperti MnP, lakase dapat mengkatalisis pembelahan alkil-fenil dan Cα
-Cβ dari lignin dimer dan dapat mengkatalisis dimetilisasi dari senyawa lignin
(Gold dan Alic, 1993). Beberapa jenis jamur yang dapat menghasilkan enzim
lakase ialah Omphalina sp. (Siswanto et al., 2007), Lentinus tigrinus, P. ostreatus,
Cerrena unicolor strain, T. Versicolor, Trametes sp. strain AH, Trametes
pubescens dan Cyathus bulleri (Dashtban et al., 2010), P. chrysosporium (Gold
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2014.
Pengambilan sampel kayu karet lapuk di Arboretum USU. Isolasi jamur di
Laboratorium Bioteknologi, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, dan Pengukuran aktivitas LiP di Laboratorium
Mikrobiologi Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
Alat yang diperlukan pada penelitian ini antara lain neraca analitik,
sentrifuse, spektrofotometer, vortex, pH meter, shaker, pipet serologi, cawan petri,
inkubator jamur, sedangkan bahan yang diperlukan pada penelitian ini antara lain
penyangga tartrat (pH 2.5), H2O2, MnSO4, veratryl alcohol, Potato Dextrose
Agar (PDA), KH2PO4, MgSO4.7H2O, tanin, Alkaline Lignin, NH4NO3, KCL,
MgSO4.7H2O, FeSO4.7H2O, MnCL2.2H2O, CuSO4.5H2
Pengambilan Sampel
O.
Pengambilan sampel dilakukan di areal perkebunan karet Arboretum USU.
Kriteria sampel yang digunakan adalah pangkal batang karet. Metode yang
digunakan untuk pengambilan sampel yaitu menggunakan metode sensus dengan
mengamati secara langsung kayu lapuk yang terinfeksi fungi, dan dilihat secara
visual kayu lapuk lalu diambil sampelnya kemudian sampel dibersihkan dan
dimasukkan ke dalam kantung kertas dan disimpan di dalam ruangan pada suhu
Isolasi Jamur Pendegradasi Lignin dari Karet
Sampel kayu karet diambil secara aseptik dari pangkal batang karet dan
selanjutnya dibawa ke dalam laboratorium. Sampel dipotong menjadi ukuran 0,5 x
0,5 cm kemudian disebarkan di atas media PDA dan diinkubasi pada suhu ruang
selama 3 x 24 jam. Koloni jamur yang tumbuh dipindahkan pada media PDA
yang baru dan dibuat biakan murninya.
Skrining Aktivitas Enzim Ligninolitik
Skrining aktivitas enzimatik secara kualitatif dilakukan dengan uji
Bavendamm. Uji bavendamm ini bertujuan untuk mendapatkan jamur pelapuk
putih. Isolat yang didapat ditumbuhkan pada media PDA yang ditambahkan 0,1 %
asam tanin. Bila terbentuk endapan cokelat pada media, mengindikasikan adanya
aktivitas fenol oksidase, maka fungi tersebut termasuk ke dalam kelompok fungi
pelapuk putih (Nishida et al., 1988).
Persiapan Sumber Enzim
Sumber enzim untuk uji kuantitatif dipersiapkan dengan membiakkan
isolat jamur pada media ligninase cair pada suhu ruang selama 14 hari.Suspensi
jamur disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4 °C selama 15
menit. Suspensi berupa ekstrak enzim kasar digunakan untuk pengukuran aktivitas
ligninolitik secara kuantitatif. Pengukuran aktivitas enzim ligninolitik dilakukan
setiap 2 hari selama 14 hari dengan metode sebagai berikut :
Pengukuran Aktivitas Ligninolitik Secara Kuantitatif Pengukuran Aktivitas Lignin Peroksidase (LiP)
Pengukuran aktivitas enzim LiP dilakukan menurut metode
ml larutan penyangga tartrat (pH 2.5). Campuran ini ditambahkan veratryl alcohol
2 mM dan H2O2 0.4 mM masing-masing sebanyak 1 ml. Campuran tersebut
selanjutnya dihomogenkan dengan vortex dan diinkubasi selama 30 menit pada
suhu kamar. Jumlah veratraldehida yang terbentuk diukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 310 nm. Untuk larutan blanko
digunakan 1 ml veratryl alcohol 2 mM dan 1 ml H2O2
Jumlah veratraldehida yang terbentuk dihitung berdasarkan rumus
Lambert-Beer, yaitu,
0.4 mM dan 0,2 ml
akuades yang dipanaskan pada suhu 60 °C selama 5 menit.
∆C = (��−��)
Aktivitas enzim dinyatakan dalam satuan unit yang setara dengan 1 nmol
veratraldehida yang dihasilkan per menit dari perlakuan 1 ml enzim yang
direaksikan dalam kondisi asam, sehingga aktivitas enzim yaitu :
Unit (U/ml) = ∆C x Vtot (ml ) x 10 9
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Isolasi Jamur Pelapuk Kayu
Sampel kayu lapuk yang telah diambil dari tegakan karet di arboretum
diisolasi dengan menggunakan PDA sebagai medianya. Isolat jamur yang tumbuh
pada saat isolasi kemudian dikelompokkan menjadi beberapa bagian berdasarkan
penampakan visualnya. Penampakan visual ini dapat berupa warna jamur dan
bentuk permukaan koloni pada media. Dari hasil pengelompokan tersebut
masing-masing diambil satu untuk efisiensi.
Setelah dilakukan pemilihan berdasarkan pengamatan visual, ditemukan
lima isolat. Kelima isolat jamur ditumbuhkan di media PDA yang dicampurkan
dengan kapsul antibiotik (kemicetin) yang berfungsi untuk mencegah
perkembangbiakan bakteri. Isolat yang dibiarkan selama 3 hari kemudian
dimurnikan pada media PDA baru ditambah dengan 0,1% asam tanin atau yang
disebut dengan Uji Bavendamm.
Karakterisasi pada kelima isolat jamur diamati berdasarkan pengamatan
makroskopis. Pengamatan morfologi dilakukan berdasarkan warna dan
permukaan koloni tepung (Tabel.1). Untuk pengamatan mikroskopis, isolat jamur
diamati setelah terbentuk endapan cokelat yaitu melalui uji Bavendamm.
Tabel 1. Hasil Karakterisasi Isolat Jamur dari kayu karet lapuk
Isolat Jamur Warna Koloni
(3-5 hari)
Jenis Pengamatan Permukaan Koloni
R1 Putih kehijauan Menggunung seperti kapas
R2 Putih kehijauan Menyebar
R3 Putih Menggunung
R4 Putih Menggunung seperti kapas
Gambar 1. Pengamatan Isolat Jamur dari Kayu Karet yang Lapuk (a) R1, (b) R2, (c) R3, (d) R4, (e) R5.
2. Skrining Aktivitas Enzim Ligninolitik dengan Uji Bavendamm
Kelima isolat jamur tersebut kemudian di Skrining Aktivitas Enzim
Ligninolitik dengan uji Bavendamm. Isolat jamur ditumbuhkan di tempat yang
gelap (kotak tertutup). Hasil Skrining Aktivitas Enzim Ligninolitik dengan uji
bavendamm tersebut, diperoleh tiga isolat jamur yang menunjukkan reaksi positif.
Reaksi positif ini diperoleh dengan cara melihat ada tidaknya endapan
coklat pada media disekitar koloni yang menunjukkan bahwa fungi tersebut dapat
mendegradasi asam tanin sesuai dengan penelitian (musa, 2012) apabila pada
medianya tidak terbentuk warna cokelat berarti uji Bavendammnya negatif (-),
artinya jamur tersebut tidak bisa mendegradasi asam tannin sehingga jamur ini
bisa dikelompokkan ke dalam jamur pelapuk cokelat. Kemudian apabila terbentuk
warna cokelat pada media, berarti uji Bavendammnya positif (+). Artinya, jamur
tersebut bisa mengoksidasi asam tannin sehingga jamur ini bisa dikelompokkan ke
dalam jamur pelapuk putih. Fungi yang mampu mendegradasi asam tanin adalah
a b c
fungi yang memiliki enzim oksidase ekstraseluler yang pada umumnya adalah
fungi pelapuk putih.
Penelitian Siagian et al., (2003) menunjukkan bahwa pemberian fungi
pelapuk putih cenderung menurunkan zat ekstraktif kayu. Zat ekstraktif yang larut
dalam pelapuk organik adalah resin, lemak, lilin dan tanin. Penurunan zat
ekstraktif merupakan hal yang baik karena zat ekstraktif yang tinggi dapat
menyebabkan noda pada petri bagian bawah. Warna cokelat yang terbentuk
karena adanya reaksi fenol oksidase seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 2. Hasil uji bavendamm isolat jamur dari kayu karet lapuk ; (a) isolat R2, (b) isolat R3 dan (c) isolat R4 menunjukkan hasil positif pada uji Bavendamm dimana terdapat endapan cokelat
c
Endapan coklat
Endapan coklat
Endapan coklat
Dari kelima isolat yang diuji, hanya ada tiga isolat yang menunjukkan
tanda positif yang ditandai dengan terbentuknya endapan coklat pada media agar
asam tanin (Tabel 2). Pembentukan endapan cokelat merupakan hasil sekresi
enzim lignolitik oleh karena kemampuan isolat jamur dalam menggunakan asam
tanat sebagai sumber karbon, dan diasumsikan sebagai hasil dari aktifitas
polifenol menjadi kuinon yang menghasilkan polimer yang berwarna gelap
(Prayudyaningsih et al., 2007).
Dari hasil uji bavendamm menunjukkan terjadi degradasi lignin pada kayu
karet yang lapuk. Degradasi dapat dibagi dalam tiga kategori. Degradasi diawali
pada selulosa, hemiselulosa kemudian degradasi lignin. Pertama, lignin yang
didegradasi kemudian diikuti degradasi selulosa dan hemiselulosa. Kedua,
sebaliknya degradasi diawali pada selulosa dan hemiselulosa kemudian degradaasi
lignin. Ketiga, degradasi lignin dan selulosa berjalan secara bersama. Pada
umumya proses degradasi berjalan bertahap dan pada umumnya terjadi
pemotongan rantai panjang dari polimer selulosa menjadi lebih pendek (Prasetya,
2005).
Tabel 2. Uji Bavendamm Isolat Jamur dari kayu karet lapuk
Isolat Jamur Endapan Cokelat
R1 -
R2 +
R3 +
R4 +
R5 -
Endapan cokelat pada ketiga jenis jamur terbentuk (Gambar 2). Tiga isolat
jamur yang menunjukkan hasil positif ditandai dengan terdapatnya endapan
cokelat pada media, yaitu isolat jamur R2, R3, dan R4. Warna cokelat yang
mengeluarkan enzim-enzim tertentu pada saat menempel pada substrat, ini sesuai
dengan pernyataan Prasetya (2005) yang menyatakan bahwa degradasi lignin pada
umumnya dimulai dari reaksi biotransformasi komponen kompleks lignin yang
umumnya dilakukan oleh enzim yang dikeluarkan oleh fungi pelapuk putih.
Bowyer dan Haygreen (1989) menyatakan fungi pelapuk putih memiliki
kemampuan untuk merusak baik komponen lignin ataupun selulosa sel. Fungi
pelapuk putih mempunyai pengaruh yang terbatas pada warna kayu tetapi dalam
hal-hal lain mungkin memberikan warna pucat atau keputih-putihan. Fungi
pelapuk putih cenderung untuk mengikis ke arah luar dari rongga sel dengan
menguraikan lapisan-lapisan dinding sel secara berturut-turut, menyerupai sungai
mengikis tebingnya sehingga dinding sel menjjadi semakin tipis. Kayu yang
terkena fungi pelapuk putih canderung masih memiliki bentuk tetapi menjadi
berongga. Umumnya fungi pelapuk sedikit atau tidak terlihat penyusutan kayu
atau collapse sehingga bentuk kayu relative tidak berubah. Selain itu serangan
fungi pelapuk putih mengakibatkan kehilangan kekuatan kayu secara bertahap
sampai kayu menjadi seperti sponge. Umumnya fungi pelapuk putih menyerang
hardwood, tetapi bisa juga menyerang softwood (Wilcox, 1973).
3. Identifikasi Fungi Pelapuk Putih
Berdasarkan identifikasi secara mikroskopis, identifikasi fungi dilakukan
pada isolat fungi yang menunjukkan hasil positif pada uji Bavendamm. Hasil
identifikasi yang didapatkan adalah fungi Phanerochaete sp (terdapat 2 tipe fungi)
dan Exidia sp, dimana fungi tersebut termasuk dalam kelompok Basidiomycetes
dan termasuk dalam keluarga Auliculariaceae dan Phanerochaetaceae. Pada
(Boyce, 1961). Karakteristik ketiga isolat jamur secara mikroskopis berdasarkan
hifa, spora aseksual, bentuk dan spora aseksual dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil Karakterisasi Mikroskopik Isolat Jamur dari karet lapuk
Isolat Hifa Spora Aseksual Bentuk dan Pengaturan Spora
Aseksual
R2 Berseptat Konidiospora Konidia berbentuk bulat, banyak sel,
dan diproduksi berantai
R3 Tidak Berseptat - -
R4 Berseptat Konidiospora Konidia berbentuk bulat, banyak sel.
Diproduksi tunggal, bersel banyak
Exidia sp
Berdasarkan identifikasi secara mikroskopis isolat R3 merupakan jenis
fungi Exidia sp yang digolongkan dalam keluarga Auriculariaceae dan
diklasifikasikan sebagai berikut:
Secara mikroskopik Exidia dapat dilihat pada Gambar 3. Exidia termasuk jeli
fungi yang bersifat saprotrophik pada kayu mati dan merupakan kelompok
organisme yang dapat mengurai lignin. Terdapat clamp connection (sambungan
apit) pada gambar 3 yang merupakan ciri dari Basidiomycetes yang bertujuan
untuk memindahkan inti sel dalam proses perkembangan hifa
Gambar 3. Exidia sp (Perbesaran 100x)
Exidia sp adalah spesies pionir yang mampu hidup berkoloni pada kayu
yang baru mati. Sebuah studi dari proses pembusukan kayu di cabang-cabang
kayu menunjukkan bahwa exidia sp erat kaitannya dengan pembusukan cabang
mati di pohon hidup. Secara khusus, perannya adalah untuk menghancurkan
jaringan dari kambium vaskular (Kuo, 2007).
Phanerochaete sp
Berdasarkan identifikasi secara mikroskopis isolat R2 dan R4 merupakan
jenis fungi Phanerochaete spyang diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota Kelas : Basidiomycetes Ordo : Polyporales Famili : Phanerochaetaceae Genus : Phanerochaete
Gambar 4. (a)Struktur mikroskopis Phanerochaete sp,(Burdsall, 1981) (b)Phanerochaete sp1 (R2) (Perbesaran 100x) , (c) Phanerochaete sp2 (R4) (Perbesaran 100x)
Pada Gambar 4 Spora Phanerochaetetaceae (basidiospora) berbentuk elips
berdinding tipis, bening dan hifanya dengan lumen normal, berdinding tebal
memanjang dan tidak menggembung sesuai dengan pernyataan dari (Burdsall and
Eslyn,1974) juga sesuai dengan pernyataan dari (Zmitrovich, 2006). Hifa bersekat
(septa) dan bersifat totipoten serta berminyak, memiliki clamp connection dan
sporanya diproduksi tunggal dan mengelompok yaitu pada ujung hifa sesuai
dengan pernyataan dari Zmitrovich et al. (2006).
4. Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP)
Dari hasil pengukuran aktivitas enzim LiP, setiap 2 hari selama 14 hari
pengukuran. Isolat yang dikultur pada medium ligninase cair menunjukkan
aktivitas yang bervariasi. Aktivitas enzim LiP tertinggi pada isolat jamur
Phanerochaete sp1 adalah pada pengukuran hari ke-8 yaitu 0,073 (U/ml)
selanjutnya tidak terjadi aktivitas pada hari ke-10 sampai akhir pengukuran. Pada
Isolat jamur R3, aktivitas enzim LiP tertinggi pada pengukuran hari ke-8 yaitu
0,323 (U/ml) dan pada pengukuran hari ke-10 terjadi penurunan aktivitas enzim
LiP dan berhenti pada pengukuran hari ke-14. Pada isolat jamur Phanerochaete sp2
puncak aktivitas tertinggi enzim LiP adalah pada pengukuran hari ke-10 yaitu
0,466 (U/ml) dan mengalami penurunan pada pengukuran hari ke-12 kemudian
berhenti pada pengukuran hari ke-14. Dari ketiga isolat jamur yang diuji aktivitas
enzim LiPnya, isolat jamur Phanerochaete sp2 adalah yang tertinggi aktivitasnya,
yaitu sebesar 0,466 (U/ml). Diikuti isolat jamur Exidia sp yaitu 0,323 (U/ml) dan
aktivitas enzim LiP yang terendah adalah pada isolat jamur Phanerochaete sp1,
Tabel 4. Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP) dari Isolat Jamur Kayu Karet Lapuk
Dari hasil pengukuran aktivitas enzim LiP yang dilakukan, terdapat
perbedaan aktivitas enzim LiP pada masing-masing isolat jamur. Perbedaan hasil
aktivitas enzim LiP ini disebabkan oleh respon pada setiap jenis isolat berbeda
terhadap media selama pengukuran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supriyanto
(2009) yang menyatakan bahwa jenis isolat dan juga media berpengaruh dalam
produksi enzim ligninase.
Gambar 5. Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP) dari Isolat Jamur Kayu Lapuk Karet
Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan waktu aktivitas
enzim LiP. Pada isolat jamur Phanerochaete sp1, aktivitas enzim LiP mulai terjadi
pada hari ke-6 yaitu 0,052 (U/ml) kemudian mencapai maksimum pada hari ke-8,
yaitu 0,073 (U/ml) dan berhenti pada hari ke-10. Pada isolat jamur Exidia sp
aktivitas enzim LiP mulai terjadi pada hari ke-6 yaitu 0,090 kemudian
aktivitasnya maksimum pada hari ke-8 yaitu 0,323 (U/ml) dan berhenti pada hari
enzim LiP pada isolat jamur Phanerochaete sp2 juga terjadi pada hari ke-6 yaitu
0,036 (U/ml) kemudian mencapai puncaknya pada hari ke-10 yaitu 0,466 (U/ml)
dan berhenti pada hari ke-14. Hal ini sesuai dengan penelitian Widjaja et al.
(2004) yang menunjukkan bahwa aktivitas maksimum enzim LiP pada P.
chrysosporium dicapai pada hari ke-4 sebesar 0,81 U/ml, selanjutnya mengalami
penurunan karena pertumbuhan jamur mulai menurun dan adanya kematian sel.
Hasil pengukuran aktivitas enzim LiP, terdapat isolat jamur yang aktivitas
enzim LiPnya berhenti pada waktu tertentu setelah mengalami penurunan aktivitas
enzim LiP. Hal ini disebabkan pada hari atau waktu tertentu, enzim LiP tidak
dapat lagi mendegradasi lignin. Ini sesuai dengan pernyataan Widjaja et al (2004)
yang menjelaskan bahwa penurunan aktivitas enzim disebabkan penurunan
pertumbuhan jamur dan adanya kematian sel.
Ketiga isolat jamur yang diukur menunjukkan hasil yang berbeda-beda.
Diantara ketiga isolat jamur pelapuk putih tersebut, isolat yang diasumsikan
berpotensi untuk biopulping adalah isolat jamur jenis Phanerochaete sp2. Hal ini
dikarenakan isolat jamur Phanerochaete sp2 adalah yang paling banyak
mendegradasi lignin. Selain itu, isolat jamur Phanerochaete sp2 memiliki masa
aktif yang lebih lama dibandingkan kedua isolat jamur lainnya sehingga proses
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Hasil lima isolat jamur yang berada pada kayu karet yang lapuk, hanya ada 3
jamur pelapuk putih setelah dilakukan uji Bavendamm, yaitu isolat jamur
Phanerochaete sp1, Exidia sp, dan Phanerochaete sp2.
2. Aktivitas enzim LiP tertinggi selama 14 hari pengukuran, secara
berturut-turut adalah isolat jamur Phanerochaete sp1 pada hari ke-8, yaitu 0,073 (U/ml),
isolat jamur Exidia sp pada hari ke-8, yaitu 0,323 (U/ml) dan isolat jamur
Phanerochaete sp2 pada hari ke-10, yaitu 0,466 (U/ml).
3. Dari ketiga isolat jamur, yang berpotensi paling untuk proses biopulping
adalah isolat jamur Phanerochaete sp2.
Saran
Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut untuk mengaplikasikan jamur
pelapuk putih tersebut untuk proses biopulping, agar potensinya dapat diketahui
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, D. 2009. Kadar Lignin dan Tipe Monomer Penyusun Lignin Pada Kayu Akasia. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Artiningsih, T. 2006. Aktivitas Lignolitik Jenis Ganoderma pada Berbagai Sumber Karbon. Biodiversitas 7(4): 307-311.
Bonnen, A. M., Anton. L. H and Orth. A. B. 1994. Lignin-Degrading Enzymes of The Commercial Button Mushroom, Agaricus bisporus. Appl. Environ.Microbiol. 60(3): 960-965.
Boyce JS. 1961. Forest Pathology. 2
nd
Burdsall, H. H. and Eslyn. 1974. The Taxonomy Of Sporotrichum Pruinosum And
Sporotrichum Pulverulentum/Phanerochaete Chrysosporium. Madison. U.S.
Department of Agriculture, Forest Service.
edition. New York: McGraw Hill Book Company.
Dashtban, M., Schraft. H., Syed. A and Qin, W. 2010. Fungal Biodegration and Enzymatic Modification of Lignin. Int J Biochem Mol Biol 1(1):36-50. Gadd, M. G. 2001. Fungi in Bioremediation. Cambridge University Press. United
Kingdom. hlm. 16-35.
Haygreen, J. G. dan J. L. Bowyer. 1982. Forest Product And Wood Science, An Introduction. Iowa State University Press, Amess, Iowa 50010, USA. Herliyana EN. 1997. Potensi Schizophyllum commune dan Phanerochaete
chrysosporium untuk pemutihan pulp kayu Acacia mangium dan Pinus
merkusii [tesis]. Bogor: Program Studi Entomologi/Fitopatologi Program
Pascasarjana IPB.
Kerem, Z and Hadar. Y. 1998. Lignin Degrading Fungi Mechanisms and Utilization. The Heberw University of Jerusalem. Israel.
Kuo, M.2007 Exidia glandulosa
Makela, R . 2009. The White rot Fungi Phelebia radiata and Dichomitus squalens in Wood Based cultures Expression of Laccases, Lignin Peroxidases, and Oxalate Decarboxylase. [Dissertation]. Finland: University of Helsinki Musa, 2012. Wood Rot Fungi Identification on Dead Wood Biodelignification
Orth A.B., D.J. Royse, M. Tien. 1993. Ubiquity of lignindegrading peroxidases among various wood-degrading fungi. Appl Environ Microbiol 59:4017-4023.
Perez, J., Dorado. J., Rubia. T and Martinez. J. 2002. Biodegradation and Biological Treatments of Cellulose, Hemicellulose and Lignin. An overview. Int. Microbiol. 5: 53-63.
Prasetya.B. 2005. Proses dan Produksi Ramah Lingkungan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Prayudyaningsih, R. dan B. Santoso. 2007. Efektivitas mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan semai bitti (Vitex cofassus Reinw). Dalam Prosiding Kongres Nasional Mikoriza II. “ Percepatan Sosialisasi Teknologi Mikoriza untuk Mendukung Revitalisasi Kehutanan, Pertanian dan Perkebunan”. Bogor. 17-21 Juli 2007.
Ragupathy S dan Mahadevan A. 1991. VAM distribution influenced by salinity gradient in coastal tropical forest. Di dalam : Soerjanegara I dan Supriyanto, editor. Proceeding of second Asian Conference on
Risdianto, H., Setiadi. T., Suhardi. H. S dan Niloperbowo. W. 2007. Pemilihan Spesies Jamur dan Media Imobilisasi Untuk Produksi Enzim Ligninolitik. Prosiding seminar nasional rekayasa kimia dan proses: 1-6.
Siagian, R. M., Suprapti, S., dan Komarayati, S. 2003. Peranan fungi Pelapuk Putih Dalam Proses Biodelignifikasi Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen).Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Vol 1 No. 1 Januari 2003.
Sigit, M. 2009. Pola Aktivitas Enzim Lignolitik Jamur Tiram (Pleorotus ostreatus) Pada Media Sludge Industri Kertas. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sjoberg, G. 2003. Lignin Degradation: Long-Term Effects of Nitrogen Addition on Decomposition of Forest Soil Organic Matter. [Dissertation]. Swedish: University of Agricultural Sciences.
Steffen, K.T. 2003. Degradation of Recalcitrant Biopolymers and Polycyclic Aromatic Hydrocarbons by Litter-Decomposing Basidiomycetous Fungi. [Dissertation]. Finland: University of Helsinki.
Sudiyani, Y., Sembiring. C. K., Hendarsyah. H and Alawiyah, S. 2010. Alkaline Pretreatment and Enzymatic Saccharification of Oil Palm Empty Fruit Bunch Fiber for Ethanol Production. Menara Perkebunan 78(2) : 70-74. Suparjo. 2008. Degradasi Komponen Lignoselulosa oleh Kapang Pelapuk Putih.
Thompson.A dan L. Gloria.1965. Laboratory Manual of Tropical Mycology and Elementary Bacterology. University of Malaya Press. Kuala Lumpur.
Toumela, M. 2002. Degradation of Lignin and Other 14
Wilcox, P. L. et al. Detection of a major gene for resistance to fusiform rust disease in loblolly pine by genomic mapping. Proc. Natl Acad. Sci. USA 93, 3859–3864 (1996).
C-labelled Compounds in Compost and Soil with An Emphasis on White Rot Fungi. [Dissertation]. Finland: University of Helsinki.
Wong, S. 2008. Structure and Action Mechanism of Ligninolitic Enzymes. Appl Biochem Biotechnol. 157: 174-209.
Zabel RA, Morrell JJ. 1992. Wood Microbiology: Decay and its Prevention. California: Academic Press Inc.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Komposisi Media Ligninase
Komposisi Media Ligninase (Iwara et al.) KH2PO4
Lampiran 2.Alur Kerja Isolasi Jamur Pendegradasi Lignin dari Kayu Lapuk Karet
dimasukkan ke dalam plastik bersih dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil disebarkan di atas media PDA
diinkubasi pada suhu suhu ruang selama 3 x 24 jam dibuat biakan murni dari koloni jamur
Kayu Karet Lapuk
Hasil
Kayu Karet Lapuk
Hasil
Lampiran 3.Skrining Aktivitas Enzim Ligninolitik dengan Uji Bavendamm
ditumbuhkan pada media PDA + asam tanin 0,1 % pada suhuh ruang
diinkubasi pada suhu ruang
diamati endapan cokelat yang terbentuk
Lampiran 4.Persiapan Sumber Enzim
dibiakkan pada 50 ml media ligninase cair
diinkubasi selama 14 hari pada suhu ruang
disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm pada suhu 4 °C selama 15 menit
Biakan Jamur Yang Mampu Membentuk Endapan Cokelat
Lampiran 5.Pengujian Aktivitas Lignolitik Secara Kuantitatif Pengukuran Aktivitas Lignin Peroksidase (LiP)
ditambahkan 2,8 ml larutan penyangga tartrat (pH 2,5)
ditambahkan 1 ml veratril alkohol 2 mM ditambahkan 1 ml H2O2
dihomogenkan
0.4 mM
diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang
diukur jumlah veratraldehida yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 310 nm dihitung jumlah veratraldehida yang terbentuk berdasarkan rumus Lambert-Beer
dihitung aktivitas unit enzim 0,2 ml Supernatan Enzim
Hasil
Lampiran 6. Tabel Perhitungan Aktivitas Enzim Ligninolitik Perhitungan Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP)
Lampiran 7. Gambar Dokumentasi Penelitian
Gambar 7.1 Media Ligninase Cair
Gambar 7.2 Isolat Jamur Pada Media Ligninase Cair
Gambar 7.3 Ekstrak Enzim Kasar
R4 R3