• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Dan Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan (Kajian Pada Perjanjian Keagenan Cat Ici Indonesia Di Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kedudukan Dan Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan (Kajian Pada Perjanjian Keagenan Cat Ici Indonesia Di Medan)"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK

DALAM HUKUM PERJANJIAN KEAGENAN (KAJIAN PADA

PERJANJIAN KEAGENAN CAT ICI INDONESIA DI MEDAN)

TESIS

OLEH:

M IMANULLAH RAMBEY

017011076/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK

DALAM HUKUM PERJANJIAN KEAGENAN (KAJIAN PADA

PERJANJIAN KEAGENAN CAT ICI INDONESIA DI MEDAN)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magiter Kenotariatan Dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

M IMANULLAH RAMBEY

017011076/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Telah Diuji Pada

Tanggal:13 Desember 2007

____________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr.Bismar Nasution,SH.,MH.

Anggota : 1. Prof.Dr.Ningrum Natasya Sirait,SH.,Mli. 2. Syafruddin Hasibuan,SH.,MH.

(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirraahiim Asallamualaikum Wr.Wb.

Syukur Alhamdulillah Penulis ucapkan atas Kehadirat Allah Swt atas Ridho dan rahmatNYa sehingga mampu menyelesaikan tesis ini pada Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, kepada banyak pihak yang telah memberikan bantuan, Penulis mengucapkan terima kasih secara khusus kepada yang terhormat kepada para Komisi Pembimbing: Prof.Dr.Bismar Nasution,SH.,MH, Prof.Dr. Ningrum Natasya Sirait,SH.,Mli, Syafruddin Hasibuan,SH.MH.atas kesediaannya memberikan bimbingan dan petunjuk serta saran untuk kesempurnaan tesis ini.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada dosen penguji diluar komisi pembimbing, yaitu yang terhormat Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH.,MS.,CN dan Notaris Syahril Sofyan,SH.,MKn.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan para Asisten Direktur beserta seluruh Staff atas kesempatan yang diberikan dalam rangka menyelesaikan pendidikan ini.

(5)

menyelesaikan Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana , Universitas Sumatera Utara.

3. Para Dosen di lingkungan Sekolah Pascasarjana, khususnya para Bapak dan Ibu Dosen di Magister Kenotariatan.

4. Para pegawai Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Willy Sutiono,SE, selaku Regional Manager Sumatera Utara PT ICI Paints Indonesia yang telah bersedia diwawancarai dan memberikan informasi yang diperlukan demi kelancaran penulisan ini.

6. Bapak Ir.Chandra, selaku Manager PT Aneka Mujur Sumber Bangunan Medan yang telah bersedia diwawancarai dan memberikan informasi yang diperlukan demi kelancaran penulisan tesis ini.

7. Bapak Ir.Thomas, selaku Manager PT Delta Sakti Selaras Utama Medan yang telah bersedia diwawancarai dan memberikan informasi yang diperlukan demi kelancaran penulisan tesis ini.

8. Bapak Kiang Rotiac, selaku Manager PT Catur Karda Sentosa Medan yang telah bersedia diwawancarai dan memberikan informasi yang diperlukan demi kelancaran penulisan tesis ini.

(6)

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis persembahkan kedua orang tua Papanda H. Fachri Choldun Rambey,SH dan Mamanda Hj. Zarona, yang selalu memberikan kasih sayang serta memberikan semangat kepada penulis untuk berbuat yang terbaik demi masa depan penulis.

Dan kepada yang dikasihi istri tercinta dr.Haslina Efridawati Siregar yang telah memberikan pengertian dan waktu yang luar biasa kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini, dan anakku tersayang Safirah Razanah Rambey.

Akhirnya kepada semua sahabat, saudara, dan rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih buat semua kebaikan, ketulusan,dan dukungan kepada penulis selama proses penyelesaian tersis ini,Semoga tulisan ini ada manfaatnya bagi kita semua. Amiin.

Medan, 13 Desember 2007

Penulis

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. SD Negeri Pertamina I, Kecamatan Batam, Riau, Tahun 1974-1980 2. SMP Negeri 3, Bandar Lampung, Tahun 1980-1983

3. SMA Negeri 2, Bandar Lampung, Tahun 1983-1986

4. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Lampung, Tahun 1986-1991

5. Sekolah Pendidikan Spesialis Notariat, Universitas Sumatera Utara, Tahun 1998-2001

6. Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Tahun 1998-2002

7. Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, Tahun 2001s/d sekarang

IV. PEKERJAAN

1. Karyawan PT.Schering Plough Indonesia (Farmasi) tahun 1992-1994 2. Karyawan PT. Up Jhon Indonesia (Farmasi) tahun 1994-1997

3. Supervisor PT Dwi Satrya Utama (Cat) untuk Sumatera Utara tahun 1997-2003

4. Supervisor PT ICI Paints Indonesia (cat) Untuk Sumatera Utara tahun 2003-2006

5. Staff Pengajar UMSU (Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara), Fakultas Ekonomi, tahun 2003-sekarang

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP………. x

DAFTAR ISI……… xi

BAB I PENDAHULUAN……… …... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Faedah Yang Diharapkan... 5

E. Keaslian Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya... 7

1. Syarat Sah Suatu Perjanjian ... 10

2. Jenis-Jenis Perjanjian ... 13

3. Asas-Asas Perjanjian... 16

4. Pelaksanaan Perjanjian... 21

5. Berakhirnya Perjanjian Keagenan... 24

B. Pengertian Agen Cat Pada Umumnya... 30

1. Defenisi Agen ... 30

2. Jenis-Jenis Keagenan ... 32

3. Pengaturan Perjanjian Keagenan... 34

4. Wilayah Agen dan Saluran Distribusi... 35

5. Pengertian Cat ... 40

6. Tanggung Jawab Hukum ... 41

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

A. Sifat Penelitian ... 42

B. Lokasi Penelitian... 42

C. Metode Pengumpulan Data ... 43

D. Teknik Pengumpulan Data... 44

(9)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

Dalam Hukum Perjanjian Keagenan Cat ICI Paints Indonesia... 52

Di Medan... 52 DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 86

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(10)

KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM HUKUM PERJANJIAN KEAGENAN (KAJIAN PADA PERJANJIAN KEAGENAN CAT

ICI INDONESIA DI MEDAN) M.Imanullah Rambey1

Bismar Nasution2 Ningrum Natasya Sirait3

Syafruddin Hasibuan4 INTISARI

Sebagai negara berkembang, Indonesia mempunyai keinginan yang kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonominya, akan tetapi keinginan-keinginan tersebut tidak didukung oleh tersedianya sumber-sumber dana. Tidak hanya itu saja pembangunan membutuhkan sumber daya alam yang banyak, tenaga terampil yang cukup, manajemen yang baik, stabilitas politik yang mantap. Namun persoalan utama terletak dalam kebutuhan akan sumber modal dan investasi. Selain permodalan dalam negeri, permodalan diperoleh dari luar negeri. Bukti nyata pemerintah untuk mendapatkan modal dalam menunjang pembangunan nasional dengan mengeluarkan Undang-Undang Penanaman Modal No 25 Tahun 2007. Salah satu perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia adalah PT ICI Paints Indonesia. Untuk memasarkan catnya keseluruh Indonesia diperlukan saluran pemasaran yang efektif dan efisien, maka PT ICI Paints Indonesia mengangkat agen penjual untuk memasarkan catnya. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimanakah kedudukan dan tanggung jawab para pihak dalam perjanjian keagenan cat, dengan ruang lingkup adalah hak, kewajiban dan tanggung jawab dalam perjanjian keagenan serta upaya-upaya penyelesaian permasalahan perjanjian keagenan cat di Medan.

Dalam hal ini diperlukan perjanjian keagenan antara pihak-pihak. Pemerintah melalui Menteri Perindustrian dan Perdagangan mengeluarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 23/MPM/Kep 1998, tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan, tanggal 21 Januari 1998. Dalam Kepmenperindag ini digunakan istilah lembaga perdagangan. Lembaga perdagangan pasal 1 butir 3 KepMenPerindag Nomor 23/MPM/Kep/1998 adalah suatu instansi/badan yang dapat berbentuk perorangan atau badan usaha, baik sebagai eksportir, importir, pedagang besar, pedagang pengecer, ataupun lembaga-lembaga perdagangan lain yang sejenis, yang didalam tatanan pemasaran barang dan atau jasa, melakukan kegiatan perdagangan dengan cara memindahkan barang dan atau jasa, baik langsung maupun tidak langsung dari produsen sampai pada konsumen.

1

Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara

2

Dosen Sekolah Pascasarjana Magister Konotariatan Universitas Sumatera Utara

3

Dosen Sekolah Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara

4

(11)

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan metode pendekatan yuridis sosiologis, untuk mengetahui perjanjian keagenan, baik mengenai peraturannya maupun penerapannya dalam praktek. Data penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden dan informan dalam penelitian lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen resmi, buku-buku, majalah yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Responden penelitian ditentukan dan dipilih berdasarkan teknik Non Probability sampling yaitu purposive sampling sebanyak 10 toko besi dan cat di Medan. Informan penelitian adalah Regional Manager Sumatera PT ICI Paints Indonesia dan Para Manager Agen ICI Paints di Medan. Alat penelitian yang digunakan adalah wawancara, kuesioner dan studi dokumen.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa dalam perjanjian bisnis yang diadakan antara agen/prinsipal dengan principalnya, biasanya dilakukan dengan membuat suatu kontrak tertulis yang isinya ditentukan oleh para pihak sesuai dengan kepentingan para pihak tersebut, asal saja tidak bertentangan dengan hukum dan kesusilaan seusuai Pasal 1338 KUH Perdata. Sedangkan menurut perjanjian keagenan sebagai principal tunggal dari PT ICI Paints Indonesia dengan PT Aneka Mujur Sumber Bangunan sebagai agen, PT Catur Karda Sentosa, PT Delta Sakti Selaras Utama di Medan berisi hak, kewajiban dan tanggung jawab principal adalah hak-hak Principal (PT ICI Paints Indonesia), kewajiban dan tanggung jawab principal (PT ICI Paints Indonesia), hak-hak Agen (PT Aneka Mujur Sumber Bangunan Medan, PT Catur Karda Sentosa Medan, PT Delta Sakti Selaras Utama Medan), kewajiban dan tanggung jawab agen (PT Aneka Mujur Sumber Bangun Sejahtera Medan, PT Delta Sakti Selaras Utama Medan, PT Catur Karda Sentosa Medan) Principal dan agen dengan ini dengan tegas melepaskan semua ketentuan yang termaktub dalam pasal 1266 dan pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata perjanjian keagenan ini dianggap batal hanya dengan pemberitahuan tertulis dari principal/agen. Kedudukan principal PT ICI Paints Indonesia adalah sebagai manufaktur, pabrik yang mengolah, memproduksi, dan mengemas barang (cat) sedemikian rupa sehingga menjadi barang jadi yang siap didistribusikan kekonsumen. Kedudukan agen ICI adalah sebagai agen penjual dan sebagai pihak yang mendistribusikan barang Jadi (cat ICI) yang sudah dikemas sedemikian rupa untuk dijual, dipasarkan menurut wilayah yang telah disepakati dalam perjanjian keagenan cat. Dalam perjanjian keagenan cat ICI Indonesia tersebut didasarkan adanya hubungan hukum antara para pihak yang menimbulkan adanya akibat hukum pula dengan timbulnya hak dan kewajiban antara pihak. Tanggung jawab principal dan agen dalam perjanjian keagenan cat ICI Indonesia adalah semua resiko dan kerugian yang telah dicantumkan dalam perjanjian tersebut. Kemudian perlindungan hukum yang diberikan kepada agen terhadap principal ada dalam perjanjian keagenan cat ICI Indonesia di Medan adalah agen dapat memutuskan atau membatalkan kontrak yang telah dibuat dengan menyelesaikan hak dan kewajibannya terlebih dahlulu

Kata Kunci: - Hukum Perjanjian Keagenan - Penanaman Modal

(12)

THE EXISTENCE AND RESPONSIBILITY OF THE PARTIES ON AGENCY CONTRACT LAW (A STUDY ON AGENCY CONTRACT ICI INDONESIA

COMPANY IN MEDAN) M. Imanullah Rambey1

Bismar Nasution2 Ningrum Natasya Sirait3

Syafruddin Hasibuan4 ABSTRACT

As a developing country, Indonesia has politically willing greatly to perform its economy development, but the desires is not supported by the existence of fund sources, beside it the development however require an excessively natural resources, sufficiently skillful people, a credible management and stabile politica situation. But the main problem is precisely seen on the requirement of capital resource and investment. Seemly beside domestic capital exist, there obtained foreign fund is a development then issued a Regulation on Investment No. 25 of 2007. One of the foreign investments in Indonesia is PT ICI Paints Indonesia company. In order to market the product throughout Indonesia required there an effective and efficient marketing channel, formally the PT ICI company assign several sales agent in many cities. The Problem to this business assignment is how their existence and responsibility of the parties in the agency sales of painting, the scope of privilege, the obligation and responsibility in the agency business contact and the efforts how to settle the problem on the agency contract agreement in Medan.

In this case is required a formal agency agreement berween the parties. The government through the Ministry of Trades and Industries has issued a ministry decision No. 23/MPM/Kep/1998 regarding the Business Agencies on Trades dated 21 January 1998, which decision is used a certain term with trades agency. The agency in trades as Article 1 point 3 KepMenPerindag Number 23/MPM/Kep/1998 is an institution or agency either form of individual or organization in trades as for the market order on goods and services, performing the trades activitiy there by bring and move the goods and or sevices, performing the trades activity there by bring and move the goods and or services either directly or indirectly from producer through consumers.

The result of study indicated that business contract executed between the agency/principal with its principal, usually initiated provide a written business contract which the content by points have been defined by the parties refers to interest

1

Postgraduate Studen, School of Notary, State University of North Sumatera (USU)

2

Senior Lecture, post graduate program, Faculty of Law in USU

3

Senior Lecture, post graduate program, Faculty of Law in USU

4

(13)

of those parties, but it will not contradict with the law and fairly with the Article 1338 KUH Perdata Civil codes Meanwhile refers to the agency agreement, as sole principal for PT ICI Paints Company in Indonesia with PT Aneka Mujur Sumber Bangunan, PT Catur Karda Sentosa, PT Delta Sakti Selaras Utama in Medan, the privilege and responsibilities of principal is the principal responsibilities (PT ICI Paints Indonesia), the privilege of agent (PT Aneka Mujur Sumber Bangunan Medan, PT Delta Sakti Selaras Utama Medan Principal and agent hereby release firmly all the regulations as intended in the Article 1266 and Article 1267 as Civil Law Codes and this Agency Agreement is assumed postponed with informing only from Principal. The Existence of Principal PT ICI Paints Indonesia is as manufacture perhaps factory to process, produce, and packing the product in commercial to become a finished goods ready to distribute to all consumers. The existence of ICI agent is a sale agent and as partner a party to distribute the finished product (paint) that has been packed accordingly to sale and market refers to the region has been determined as in the agency agreement. In the agency business contract as above formally based on a partnership in business between the parties and will there be a legal consequence of emerging the privilege and obligation between the parties. The responsibilities of Principal and Agency in the agency agreement of business are all the risk and lost that has been listed in the business contract. Still, it is found a legal protection given to those agents mainly as principal there is a special agency provided by Cat ICI Indonesia company, in this case the agent can terminate or postpone contract that has been provided. The legal protection to those agencies ini Medan region is perhaps the agent may terminate and post the contract after settling everything obligations and rights firstly.

Keyword : - Legal agent agreement

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sebagai negara berkembang, Indonesia mempunyai keinginan yang kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonominya. Akan tetapi keinginan-keinginan tersebut tidak didukung oleh tersedianya sumber-sumber dana dalam negeri, karena masih dihadapkan pada situasi dilematis yang dalam dunia perekonomian disebut dengan lingkaran kemiskinan.5

Pembangunan membutuhkan sumber daya alam yang banyak, tenaga terampil yang cukup, manajemen yang baik, stabilitas politik yang mantap. Namun, persoalan utama terletak dalam kebutuhan akan sumber modal dan investasi. Selain modal dalam negeri, permodalan diperoleh dari luar negeri. Bukti nyata dari usaha pemerintah untuk mendapatkan modal dalam menunjang pembangunan nasional ini adalah dengan mengeluarkan Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU No.1 Tahun 1967), sebagaimana telah dirubah dengan UU No 11 Tahun 1970, dan telah berubah pula dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 yang bertujuan untuk mengundang investor asing masuk ke Indonesia yang diarahkan untuk berperan dalam menunjang pembangunan nasional.

Dalam penjelasan umum dari Undang-Undang No 25 Tahun 2007 menyatakan bahwa PMA menurut Undang-Undang ini dapat dilakukan dalam bentuk

5

(15)

perusahaan yang semula modalnya seratus persen terdiri dari modal asing ataupun dalam bentuk kerjasama antara modal asing dan modal nasional.

Salah satu perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia adalah PT ICI PAINT INDONESIA yang bergerak dalam bidang produksi cat sebagai Prinsipal.

Karena penduduk Indonesia yang beragam dan terdiri dari pulau-pulau yang luas, maka sebagai produsen atau prinsipal memerlukan cara untuk memasarkan dan menyebarkan produknya, untuk itu diperlukan perantara perdagangan atau agen yang dapat memberikan saluran distribusi dan saluran pemasaran yang efektif terhadap produk tersebut, agar produk cat ICI dikenal diseluruh wilayah Indonesia yang sulit dijangkau, diperlukan agen-agen Cat ICI.

(16)

Sedangkan yang dimaksud dengan Perdagangan dan Pedagang dirumuskan dalam Pasal 1 butir 1 dan butir 2, yaitu sebagai berikut :

1. Perdagangan adalah kegiatan jual beli barang dan atau jasa yang dilakukan secara terus –menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang dan atau jasa dengan disertai imbalan dan kompensasi.

2. Pedagang adalah perorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan perniagaan/perdagangan secara terus menerus dengan tujuan memperoleh laba.6

Selain agen perdagangan, dikenal pula jenis agen dalam praktek bisnis. Hal ini dijabarkan dalam Pasal 1 butir 14 – butir 19 Kep. Memperindag Nomor 23 Tahun 1998 diatas sebagai berikut :

1. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) termasuk agen Pemegang Lisensi adalah perorangan atau badan usaha yang ditunjuk untuk dan atas nama pabrik pemilik merek barang dari pihak tersebut.

2. Agen adalah perorangan atau badan usaha yang bertindak sebagai perantara untuk dan atas nama pihak yang yang menunjuknya untuk melakukan pembelian, penjualan/pemasaran tanpa melakukan pemindahan fisik barang. 3. Agen Pabrik (Manufactures Agent) adalah agen yang melakukan kegiatan

penjualan atas nama dan untuk kepentingan pabrik yang menunjuknya tanpa melakukan pemindahan fisik barang.

4. Agen penjualan (Sales Agent) adalah agen yang melakukan penjualan atas nama dan untuk kepentingan pihak lain yang menunjuknya tanpa melakukan pemindahan fisik barang.

5. Agen Pembelian (Purchasing Agent) adalah agen yang melakukan pembelian atas nama dan untuk kepentingan pihak lain yang menunjuknya tanpa melakukan pemindahan fisik barang.

6. Agen Penjualan Pemegang Merek (APPM) adalah yang melakukan penjualan atas nama dan untuk kepentingan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) yang menunjuknya. 7

6

Sentosa Sembiring. Hukum Dagang.(Bandung, Citra Aditya, Tahun 2001). halaman 79-80

7

(17)

Tentunya di dalam perjanjian keagenan diperlukan keseimbangan posisi sesuai dengan azas kebebasan berkontrak untuk mencapai tujuannya bila para pihak mempunyai bargaining position yang seimbang.8Untuk itu diperlukan suatu hukum yang mengaturnya. Salah satu pengertian hukum menurut Utrechts adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.9

Persoalan-persoalan hukum yang muncul dan akan menjadi pusat perhatian dari penelitian ini adalah bagaimana kedudukan dan tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan hukum perjanjian keagenan yang dibuat antara PT ICI Paints Indonesia (Prinsipal) dengan agen-agennya, apakah telah memenuhi standar hukum atau posisi yang seimbang yang berlaku dalam hukum perjanjian.

B. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, dapat diajukan beberapa masalah hukum tentang perjanjian keagenan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah kedudukan dan tanggung jawab para pihak dalam hukum perjanjian keagenan cat ICI Indonesia di Medan,

b. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap agen dalam perjanjian keagenan cat tersebut ?

8

(18)

c. Bagaimanakah penyelesaian masalah bila terjadi wanprestasi dalam penerapan perjanjian keagenan tersebut ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, maka dikemukakan tujuan penelitian untuk menjawab permasalahan, yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian keagenan cat ICI Indonesia di Medan

apakah sudah memenuhi prosedur hukum yang berlaku.

2. Untuk mengetahui tanggung jawab pihak-pihak dalam hukum perjanjian keagenan cat ICI Indonesia apakah sesuai antara yang tertulis dalam perjanjian dengan prakteknya dilapangan., serta untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap agen dalam perjanjian tersebut.

3. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian masalah, bila terjadi wansprestasi diantara pihak-pihak tersebut.

D. Faedah yang diharapkan

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas dan bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

a. Aspek teoritis, penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk menyumbangkan pemikiran di bidang hukum perjanjian pada umumnya dan dibidang perjanjian keagenan cat pada khususnya. Hasil penelitian ini juga bermanfaat untuk menambah khasanah materi hukum perjanjian keagenan sebagai bahan literatur bagi peminat akademik dan pihak lainnya.

(19)

1. Pada tingkat nasional, memberikan manfaat bagi pemerintah yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian keagenan

2. Kepada masyarakat, penelitian ini dapat memberikan gambaran yang jelas tentang perjanjian keagenan cat.

3. Kepada pelaku pengusaha, akan memberikan kontribusi yang berguna bagi pengembangan hukum perjanjian keagenan.

E. Keaslian Penelitian

(20)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya

Ketentuan yang mengatur mengenai masalah perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata yang berjudul tentang Perikatan. Perjanjian atau perikatan belum mendapat keseragaman bahwa perjanjian berasal dari istilah verbintenis, sebagian pakar hukum ada yang menterjemahkannya menjadi perjanjian,sedangkan kata

oveerenkomst diterjemahkan sebagai persetujuan.10 Maka dari kata verbintenis dan

oveerenkomst, adalah verbintenis berasal dari kata kerja verbinden yang artinya

mengikat, jadi kata verbintenis menunjuk kepada adanya ikatan atau hubungan, hal ini sesuai dengan definisi verbintenis sebagai suatu hubungan hukum. Atas pertimbangan tersebut diatas kata verbintenis lebih banyak digunakan perikatan sedangkan oveerenkomst berasal dari kata kerja oveerenkomen yang artinya setuju atau sepakat, jadi oveerenkomst mengandung arti kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh KUH Perdata.

Menurut pasal 1313 KUH Perdata yang dimaksud dengan perjanjian adalah sebagai berikut:“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri pada satu orang atau lebih”.

10

(21)

“Bahwa definisi tersebut menurut para ahli hukum pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian tersebut tidak lengkap dan terlalu luas’.11 Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup mengenai hal-hal mengenai perjanjian kawin yaitu perbuatan didalam lapangan perbuatan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga namun sifatnya karena dikuasai oleh ketentuan-ketentuan tersendiri sehingga Buku III KUH Perdata tidak berlaku kepadanya.

Adapun kelemahan dari pasal 1313 KUH Perdata ini adalah sebagai berikut: a. Pasal tersebut hanya menyangkut sepihak saja artinya hanya satu pihak saja yang

melakukan prestasi, dikatakan demikian karena dapat kita lihat dari rumusan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Kata mengikatkan sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak, jadi seharusnya, saling mengikatkan diri, jadi ada persetujuan para pihak. b. Perkataan perbuatan juga menyangkut konsensus. Dalam hal pengertian perbuatan

termasuk juga melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwarneming), tindakan melawan hukum (onrechtmatigedaad), seharusnya dipakai kata persetujuan;

c. Pengertian perjanjian terlalu luas, karena termasuk juga perkawinan, janji kawin, hal ini diatur dalam KUH Perdata Buku I, padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki Buku III KUH Perdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan yang bersifat personal;

11

(22)

d. Definisi pasal 1313 KUH Perdata tanpa menyebut tujuan. Dalam pasal ini tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian sehingga pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu tidak jelas mengetahui tujuannya mengikatkan

Dalam hal ini juga beberapa pakar hukum memberikan rumusan yang berbeda misalnya Subekti memberikan rumusan sebagai berikut:“suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

Selanjutnya beliau mengatakan:

“Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan itu adalah sama artinya sedangkan perkataan kontrak lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan tertulis.12

Sedangkan Mariam Darus Badrulzaman mengatakan bahwa pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu yang dibuat secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis maka ia bersifat sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan.13

Untuk beberapa perjanjian tertentu undang-undang menentukan suatu bentuk tertentu, sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak sah. Pada bentuk tertulis itu tidaklah hanya semata-mata merupakan alat pembuktian saja, tetapi merupakan syarat untuk adanya perjanjian itu, misalnya perjanjian untuk mendirikan

12

R.Subekti, Hukum Perjanjian,( Jakarta, PT Intermasa, 1979), halaman 1

(23)

PT harus dengan akta Notaris diatur dalam pasal 38 KUHD (pasal 7 UU No.1 Tahun1995).

Pendapat lain dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo “perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.14

M.Yahya Harahap berpendapat, Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum harta kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak kepada suatu pihak untuk memperoleh suatu prestasi dan sekaligus mewajibkan para pihak lain untuk menunaikan prestasi.15

1. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian.

Syarat sahnya suatu perjanjian Perdata tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata yang berbunyi: Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat yaitu:

1. Sepakat mereka yang membuat perjanjian; 2. Kecakapan untuk membuat perjanjian; 3. Objek tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Syarat pertama dan kedua adalah merupakan syarat subjektif yang membuat perjanjian, apabila salah satu dari syarat subjektif ini tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut atas permohonan pihak yang bersangkutan dapat dibatalkan oleh hakim.

14

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar,(Yogyakarta, Liberty, 1988) halaman 70

15

(24)

Syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena syarat ini menyangkut objek perjanjian. Apabila salah satu syarat ini tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Oleh karena dinyatakan batal demi hukum maka perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada pembatalannya adalah sejak semula.

Ad.1. Sepakat mereka yang membuat perjanjian

Yang dimaksud dengan kata sepakat adalah bahwa kedua subjek yang melakukan perjanjian itu harus sepakat mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang mereka buat itu, apa yang dikehendaki pihak yang satu juga harus dikehendaki oleh pihak yang lainnya.

Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas. Menurut pasal 1321 KUH Perdata sepakat yang telah diberikan ini menjadi tidak sah apabila kata sepakat itu diberikan karena:

a. Salah pengertian; b. Paksaan;

c. Penipuan.

Ad.2. Kecakapan untuk membuat perjanjian

(25)

Undang-undang tidak menyatakan dengan jelas siapa yang dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Pasal 1330 KUH Perdata menyatakan bahwa orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah:

a. Orang-orang yang belum dewasa;

b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;

c Orang-orang perempuan yang bersuami (sudah dihapus berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963).

Ad.3. Objek tertentu

Pasal 1333 KUH Perdata menyatakan bahwa paling sedikit yang menjadi objek perjanjian harus dapat ditentukan jenisnya, baik mengenai benda berwujud maupun benda yang tidak berwujud. Objek perjanjian dapat pula berupa barang-barang yang diharapkan akan ada dikemudian hari, jadi barang-barang itu belum ada pada saat perjanjian itu dibuat (pasal 1334 KUH Perdata).

Ad.4. Suatu sebab yang halal

Syarat yang terakhir untuk sahnya suatu perjanjian adalah adanya suatu sebab yang halal. Yang dimaksud dengan “sebab” adalah sesuatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian yang mendorong orang membuat perjanjian.

(26)

Perjanjian dikatakan dibuat tanpa sebab jika tujuan yang dimaksud para pihak pada waktu perjanjian dibuat tidak akan misalnya apabila dibuat perjanjian novasi atas suatu perjanjian yang tidak ada sebelumnya.

Yang dimaksud dengan sebab yang palsu adalah suatu sebab yang dibuat oleh para pihak untuk menutupi sebab yang sebenarnya dari perjanjian itu.

Perjanjian yang dibuat dengan suatu kausa yang tidak halal apabila dimohonkan pelaksanaanya kepada pengadilan akan tidak berhasil, oleh karena perjanjian itu sejak semula adalah batal demi hukum, contoh perjanjian jual beli heroin.

2. Jenis-Jenis Perjanjian

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Perjanjian timbal balik;

b. Perjanjian Cuma-Cuma dan perjanjian atas beban; c. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama; d. Perjanjian campuran;

e. Perjanjian obligatoir; f. Perjanjian kebendaan;

g. Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil; h. Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya; i. Perjanjian publik.16

Ad.a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak, misalnya perjanjian jual beli.

Ad.b. Perjanjian Cuma-Cuma dan perjanjian atas beban

16

(27)

Perjanjian dengan Cuma-Cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja misalnya hibah.

Perjanjian atas beban adalah perjanjian terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

Ad,c. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, maksudnya ialah perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian bernama terdapat dalam Bab V sampai dengan XVIII KUH Perdata. Diluar perjanjian bernama tumbuh perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi terdapat di masyarakat.

Jumlah perjanjian ini tidak terbatas. Lahirnya perjanjian ini adalah berdasarkan asas kebebasan mengadakan perjanjian atau partij otonomi yang berlaku di dalam hukum perjanjian. Salah satu contoh dari perjanjian adalah perjanjian sewa beli. Ad.d. Perjanjian campuran.

(28)

1. Paham pertama: mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus tetap ada.

2. Paham kedua: mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan.

3. Paham ketiga: mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan undang-undang yang diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan undang-undang yang berlaku untuk itu.

Ad.e. Perjanjian obligatoir

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian antara pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan). Menurut KUH Perdata, perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan beralihnya hak milik dari penjual kepad pembeli. Untuk beralihnya hak milik atas bendanya masih diperlukan satu lembaga lain yaitu, yaitu penyerahan. Perjanjian jual belinya itu dinamakan perjanjian obligatoir karena membebankan kewajiban kepada para pihak untuk melakukan penyerahan. Penyerahannya sendiri merupakan perjanjian kebendaaan.

Ad.f. Perjanjian kebendaan

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian hak atas benda dialihkan/diserahkan kepada pihak lain.

(29)

Perjanjian konsensual adalah perjanjian di antara kedua belah pihak yang telah mencapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUH Perdata, perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (pasal 1338 KUH Perdata). Namun demikian di dalam KUH Perdata ada juga perjanjian-perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang. Misalnya perjanjian penitipan barang (pasal 1694 KUH Perdata), pinjam pakai (pasal 1740 KUH Perdata). Perjanjian yang terakhir ini dinamakan perjanjian riil yang merupakan peninggalan hukum Romawi.

Ad.h. Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya

1. Perjanjian liberatoir: yaitu perjanjian perjanjian para pihak yang membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan hutang (pasal 1438 KUH Perdata);

2. Perjanjian pembuktian yaitu perjanjian antara para pihak untuk menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka;

3. Perjanjian untung-untungan, misalnya perjanjian asuransi pasal 1774 KUH Perdata;

(30)

3. Asas-Asas Perjanjian

Di dalam hukum perjanjian dikenal beberapa asas perjanjian. Adapun asas-asas dalam hukum perjanjian itu terdiri dari:

1. Asas kebebasan berkontrak; 2. Asas konsensualisme; 3. Asas kepercayaan; 4. Asas kekuatan mengikat; 5. Asas persamaan hukum; 6. Asas keseimbangan; 7. Asas kepastian hukum; 8. Asas Moral;

9. Asas kepatuhan; 10.Asas kebiasaan.17

Ad.1. Asas kebebasan berkontrak.

Pasal 1338 KUH Perdata berbunyi, semua persetujuan yang dimuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. “Semua” mengandung arti meliputi seluruh perjanjian baik yang namanya dikenal maupun tidak dikenal di dalam undang-undang, asas ini berhubungan dengan isi perjanjian yaitu kebebasan menentukan “bagaimana dengan “siapa” perjanjian itu dilakukan atau diadakan.

Dari keterangan di atas berarti hukum perjanjian menganut sistem terbuka artinya ada kebebasan bagi setiap orang yang mengadakan perjanjian mengenai apa saja. Namun kebebasan ini ada batasnya sebagaimana yang diatur dalam pasal 1337

17

(31)

KUH Perdata yang berbunyi suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.

Yang dimaksud dengan sebab yang terlarang adalah sebab yang dilarang oleh undang-undang atau berlawanan dengan ketertiban umum atau kesusilaan baik perjanjian yang dibuat dengan sebab yang demikian tidak mempunyai kekuatan sebagaimana yang diatur dalam pasal 1335 KUH perdata, suatu persetujuan tanpa sebab atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pasal uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pasal 1338 KUH Perdata mengandung suatu asas yang dapat membuat perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak, atau menganut sistem terbuka. Maka pasal ini seolah-olah berisikan suatu pernyataan bagi masyarakat, bahwa diperkenankan untuk membuat perjanjian apapun asalkan dibuat secara sah, karena perjanjian tersebut mengikat para pihak yang membuatnya sebagai undang-undang.

Ad.2. Asas Konsensualisme

Pada dasarnya asas konsensualisme terjadi karena adanya persetujuan para pihak. Atas dasar ini maka tanpa persetujuan tidak akan ada perikatan yang akan melahirkan hak dan kewajiban diantara para pihak.

(32)

dalam hukum perjanjian, asas ini dinamakan juga asas otonomi, konsensualisme yang menentukan adanya perjanjian tersebut.18

Asas konsesualisme dalam pasal 1320 KUH Perdata mengandung arti kemauan para pihak untuk saling mengikatkan diri. Grotius berkata bahwa Pakta Sun Servanda janji itu mengikat, seterusnya ia berkata lagi kita harus memenuhi janji kita. Ad.3. Asas kepercayaan.

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya dibelakang hari. Tanpa adanya kepercayaan itu, maka perjanjian itu tidak mungkin diadakan oleh para pihak.

Dengan kepercayaan ini kedua belah pihak mengikatkan dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang. Ad.4. Asas Kekuatan mengikat.

Para pihak terikat dalam perjanjian yang dibuat bukan saja hanya menyangkut apa yang diperjanjikan tapi juga terhadap beberapa unsur lain, sepanjang dikehendaki oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang, sebagaimana diatur dalam pasal 1339 KUH Perdata.

Ad.5. Asas Persamaan Hukum.

Asas ini menempatkan para pihak didalam kedudukan yang sama derajatnya, tidak ada perbedaan dari segi apapun, masing-masing pihak menghargai satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan19.

18

(33)

Ad.6. Asas Keseimbangan

Asas menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan hukum . Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat di sini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibanya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.

Ad.7. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.20

Ad.8. Asas Moral.

Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari pihak debitur, juga hal ini terlihat didalam zaakwaarneming, dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sukarela (moral) yang bersangkutan mempunyai kewajiban untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatanya juga asas ini terdapat dalam pasal 1339 KUH Perdata. Faktor-faktor yang memberikan motivasi panda yang

19

(34)

bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan (moral), sebagai panggilan dari hati nuraninya.

Ad.9. Asas Kepatutan

Asas ini dituangkan dalam pasal 1339 KUH Perdata. Asas kepatutan disini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Menurut hemat saya asas kepatutan ini harus dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.

Ad.10. Asas Kebiasaan

Asas ini diatur dalam pasal 1339 jo. 1347 KUH Perdata, yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim diikuti.21

4. Pelaksanaan Perjanjian

Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.. Hal ini adalah merupakan suatu gambaran saja yang nantinya diwujudkan kedua belah pihak secara bersama-sama. Maka dalam pelaksanaan perjanjian tidak jarang timbul persoalan yang pada saat perjanjian diadakan belum terlihat dengan jelas, atau masing-masing pihak memberikan penafsiran sendiri-sendiri mengenai maksud perjanjian yang mereka buat. Hal ini tentu saja menimbulkan sengketa diantara para pihak itu. Supaya jangan terjadi perbedaaan pendapat atau pertikaian diantara para

21

(35)

pihak perlu ada ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana melaksanakan dan memberikan tafsiran pada pelaksanaan suatu perjanjian.

Untuk melaksanakan suatu perjanjian lebih dahulu harus ditetapkan secara tegas dan cermat apa saja isi perjanjian tersebut, atau dengan kata lain apa saja hak dan kewajiban masing-masing pihak. Orang-orang yang mengadakan perjanjian tanpa mengatur dan menentukan hak dan kewajiban kedua belah pihak dengan jelas, tentu akan menemukan kesulitan dalam pelaksanaan perjanjian tersebut.

Pasal 1338 KUH Perdata menerangkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, artinya ialah bahwa janji tersebut mengikat para pihak. Namun demikian menurut pasal 1339 KUH Perdata, setiap perjanjian tidak hanya mengikat hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifatnya perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Dengan demikian setiap perjanjian harus dilengkapi dengan aturan-aturan yang terdapat dalam undang-undang. Namun menurut pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pasal ini merupakan salah satu sendi yang terpenting dalam hukum perjanjian, artinya bahwa dalam pelaksanaan perjanjian itu harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan dan dalam pelaksanaan tersebut hakim diberi kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian berdasarkan undang-undang yang berlaku serta keadilan,

(36)

artinya perjanjian dibuat adalah bebas tetapi sifatnya mengikat, sedangkan ayat 3 adalah ayat yang mengandung tuntutan keadilan.

Tentang bagaimana pelaksanaan dari suatu perjanjian, KUH Perdata memberikan pedoman sebagai berikut:

a. Semua perjanjian yang sah mengikat para pihak yang membuatnya sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pasal 1338 KUH Perdata).

b. Jika kata-kata dalam suatu perjanjian cukup jelas maka tidak dibenarkan untuk menyimpang dari padanya dengan jalan penafsiran (pasal 1342 KUH Perdata). c. Apabila kata-kata dalam suatu perjanjian dapat memberikan bermacam

penafsiran, harus dipilihnya menyelidiki maksud kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut, dari pada memegang teguh kata-kata menurut huruf (pasal 1343 KUH Perdata).

d. Jika suatu janji dapat memberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang dapat sedemikian yang memungkinkan perjanjian itu dilaksanakan, daripada memberikan pengertian yang tidak memungkinkan pelaksanaan. (pasal 1344 KUH Perdata).

e. Jika kata-kata dalam perjanjian dapat menimbulkan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian-pengertian yang paling sesuai dengan sifat perjanjian (pasal 1345 KUH Perdata).

(37)

g. Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya dijanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan dalam perjanjian walaupun tidak dengan tegas dinyatakan (pasal 1374 KUH Perdata).

h. Semua janji yang dibuat dalam suatu perjanjian harus diartikan dalam hubungan satu sama lain (pasal 1348 KUH Perdata).

i. Jika dalam suatu perjanjian terdapat suatu kerugian, maka perjanjian itu harus ditafsirkan atas kerugian orang lain yang telah meminta dijanjikan atau hal dan untuk keuntungan orang yang telah mengikatkan dirinya untuk itu (pasal 1349 KUH Perdata).

j. Meskipun bagaimana kerasnya kata-kata dalam suatu perjanjian disusun, namun perjanjian itu hanya meliputi hal-hal nyata dimaksudkan oleh kedua belah pihak itu (pasal 1350 KUH Perdata).

k. Jika seseorang dalam suatu perjanjian menyatakan sesuatu hal hendak menjelaskan perikatan, tidaklah ia dianggap mengurangi atau membatasi kekuatan perjanjian menurut hukum dalam hal-hal yang tidak dinyatakan (pasal 1351 KUH Perdata)

5. Berakhirnya Perjanjian Keagenan

(38)

Pada pasal 1381 KUH Perdata menetapkan cara-cara hapusnya perikatan, yaitu:

1. Karena pembayaran

Yang dimaksud oleh Undang-undang dengan pembayaran adalah “pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka rela artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi.22 Pembayaran harus ditafsirkan secara luas. Dari sudut juridis teknis pembayaran tidak harus dengan penyerahan sejumlah uang, tetapi juga dengan pemenuhan jasa, melakukan pekerjaan seperti yang diperjanjikan.

2. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan dan penitipan.

Dengan cara ini dapat menghapuskan perikatan karena apabila penawaran pembayaran yang diikuti dengan penitipan atau konsinasi telah dilakukan sesuai dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang, maka telah dianggap melakukan pembayaran.

Cara ini hanya dapat dilakukan jika prestasinya penyerahan sejumlah uang/barang, sementara jika prestasi benda tak bergerak pembuat Undang-undang tidak mengaturnya.

3. Pembaharuan hutang (Novasi)

22

(39)

“Artinya adalah suatu perjanjian dengan mana perikatan yang sudah ada dihapuskan dengan dan sekaligus diakui suatu perikatan baru”.23

Menurut Pasal 1413 KUH Perdata dengan diperbuatnya perjanjian dengan mana perjanjian lain dihapuskan atau dengan adanya pergantian debitur atau pergantian kreditur, maka debitur lama dan kreditur lama dibebaskan dari perikatan.

4. Perjumpaan hutang atau konpensasi

Perhitungan hutang timbal balik (konpensasi) dapat terjadi antara lain pihak yang mempunyai hutang dan piutang antara keduanya kemudian diadakan perhitungan hutang mereka. Menurut Pasal 1426 KUH Perdata perhitungan ini berlangsung secara otomatis, tanpa para pihak memohon atau menuntut diadakan perhitungan.

5. Percampuran hutang

“Menurut Pasal 1413 percampuran hutang terjadi apabila kedudukan kreditur dan debitur itu jadi satu artinya berada dalam satu tangan. Percampuran itu terjadi demi hukum. Dalam hal ini hutang piutang jadi hapus”.24

6. Pembebasan hutang

Hal ini terjadi dengan dibuatnya perjanjian baru dimana prinsipal dengan suka rela melepaskan/membebaskan agen untuk memenuhi prestasi, maka

23

(40)

hilanglah kewajiban agen untuk memenuhi prestasi karena perjanjian telah berakhir.

7. Hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian Menurut Pasal 1444 KUH Perdata menyebutkan:

“Jika suatu barang tertentu yang dimaksudkan dalam perjanjian hapus atau karena suatu larangan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak boleh diperdagangkan atau hilang tidak terang keadaanya akibat kesalahan debitur atau kreditur. Apabila terjadi karena kesalahan, kelalaian debitur, perjanjian tidaklah hapus, debitur tetap berkewajiban memenuhi prestasi”.

Pasal ini juga bisa diterapkan dalam perjanjian keagenan, dimana apabila prinsipal memberikan barang yang termasuk dilarang oleh pemerintah untuk diperdagangkan oleh agen.

8. Pembatalan

Pembatalan perjanjian biasanya terjadi syarat subjektif yang ditentukan oleh Pasal 1320 tidak dipenuhi. Dengan dimintakannya dan diputuskan batalnya perjanjian, konsekwensinya adalah dengan beakhirnya perjanjian.

(41)

berwenang dan menunggu adanya keputusan pengadilan yang membenarkan dilakukannya pemutusan perjanjian keagenan.

Akan tetapi oleh karena sistem hukum perjanjian kita menganut sistem terbuka, maka dalam praktik untuk menghindari prosedur tadi, para pihak dengan tegas menyatakan di dalam salah satu pasal perjanjiannya bahwa untuk perjanjian keagenan, harus setuju untuk mengenyampingkan berlakunya ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata. Dengan mengenyampingkan Pasal 1266 KUH Perdata secara sepihak dapat melakukan pemutusan perjanjian sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang mereka sepakati.

9. Berlakunya syarat batal

Hal ini terjadi jika syarat yang dicantumkan dalam isi perjanjian atas persetujuan dua belah pihak. Keadaan ini terjadi pada perikatan bersyarat, misalnya sewa menyewa rumah dengan syarat tidak boleh dipakai untuk jualan.

10.lampau waktu (daluwarsa)

(42)

“Ditinjau dari teoritis hapusnya perikatan sebagai hubungan antar kreditur dan debitur dengan sendirinya akan menghapuskan seluruh perjanjian. Akan tetapi sebaliknya dengan hapusnya perjanjian belum tentu dengan sendirinya menghapuskan persetujuan”.25

Selanjutnya dapat diperingatkan pada beberapa cara yang khusus diterapkan terhadap perikatan, misalnya ketentuan bahwa suatu perjanjian maatschap atau perjanjian last geving hapus dengan meninggalnya salah satu anggota atau orang yang memberikan perintah dan curatile, atau pernyataan pailit yang mengakibatkan juga hapusnya perjanjian maatschap.26

Dari penjelasan Pasal 1381 KUH Perdata diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perjanjian keagenan berakhir apabila:

1. Sudah tercapainya tujuan dari perjanjian keagenan yaitu perjanjian sudah selesai.

2. Perjanjian keagenan hapus karena pihak pemberi barang (dalam hal ini prinsipal) menghentikan perjanjian keagenan dengan memberi ganti rugi kepada agen sebesar biaya yang dikeluarkan agen atas barang yang dibelinya dari prinsipal.

Menurut Pasal 1611 KUH Perdata penghentian ini sah saja. Undang-Undang memberi kemungkinan untuk mengakhiri perjanjian tersebut secara sepihak dengan konsekwensinya pihak principal/bouwheer membayar ganti rugi

25

M. Yahya Harahap, op.cit, halaman 106.

26

(43)

terhadap biaya yang telah dikeluarkan agen untuk membeli barangnya. Demikian juga sebaliknya.

3. Karena adanya kepailitan atau karena adanya penyitaan benda-benda milik agen sehingga ia tidak dapat melanjutkan usahanya.

4. Perjanjian keagenan juga berakhir karena adanya pemutusan perjanjian yang disebabkan wanprestasi, dalam arti pemutusan untuk waktu yang akan datang dan pemenuhan untuk yang telah terjadi.

5. Dengan meninggalnya agen atau berakhirnya masa perjanjian (daluwarsa). Dalam perjanjian, para pihak biasanya akan merumuskan secara jelas peristiwa apa-apa saja yang menjadi perselisihan (events of defauls) yang memberi dasar bagi masing-masing pihak untuk memutus perjanjian keagenan/prinsipal di antara mereka. Biasanya yang dikategorikan sebagai events of defauls antara lain adalah:

1. Apabila agen/prinsipal lalai melaksanakan kewajibannya sebagaimana tercantum pada perjanjian keagenan/prinsipal termasuk kewajiban melakukan pembayaran; 2. Apabila agen/prinsipal melaksanakan apa yang sebenarnya tidak boleh dilakukan; 3. Apabila para pihak jatuh pailit;

(44)

B. PENGERTIAN AGEN PADA UMUMNYA 1. Definisi Agen

Distribusi merupakan salah satu sarana utama yang digunakan perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu meningkatkan penjualan, laba dan menunjang perkembangan perusahaan.27 Dalam hal ini ada berbagai macam bentuk dan ragamnya.

Agen adalah suatu perusahaan yang bertindak atas nama prinsipal, karena agen tidak melakukan pembelian dari prinsipal. Barang-barang tetap menjadi milik prinsipal sampai diselesaikannya proses penjualan melalui penyaluran atau penyampaian barang kepada pihak konsumen.28 Sedangkan distributor adalah suatu badan usaha yang membeli barang-barang dari prinsipal atas biaya mereka, menjualnya kepada konsumen dibawah wilayah pemasaran yang telah disepakati bersama.

Adapun perbedaan fungsi spesifik antara agen dan distributor adalah:

a. Agen adalah perusahaan yang menjual barang atau jasa untuk dan atas nama prinsipal. Pendapatan yang diterima adalah atas hasil dari barang-barang atau jasa yang dijual kepada konsumen yang berupa komisi dari hasil penjualan. Barang dikirim langsung dari prinsipal kepada konsumen. Pembayaran atas barang yang telah diterima oleh konsumen langsung kepada prinsipal bukan melalui agen.

27

M.Imanullah Rambey, Skripsi, Penerapan Sistem Distribusi Terhadap VolumPenjualan PT.Texindo Medan, (MEDAN, Fakultas Ekonomi UMSU, Tahun 2002) halaman 55

28

(45)

b. Distributor bertindak dan atas namanya sendiri (independen trader). Membeli dari produsen dan menjual kembali kepada konsumen untuk kepentingan sendiri. Produsen tidak selalu mengetahui konsumen akhir dari produk-produknya. Distributor bertanggung jawab atas keamanan pembayaran barang-barangnya untuk kepentingan sendiri.29Dengan melihat perbedaan antara agen dan distributor

terdapat kriteria utama untuk dapat dikatakan adanya suatu keagenan adalah wewenang yang dipunyai agen tadi untuk bertindak untuk dan atas nama prinsipal.30

Prinsipal akan bertanggung jawab atas tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seorang agen, sepanjang hal tersebut dilakukan dalam batas-batas wewenang yang diberikan kepadanya, apabila seseorang agen dalam bertindak ternyata melampaui batas wewenangnya, maka ia yang akan bertanggung jawab secara sendiri atas tindakan-tindakannya tadi.31

Di pihak lain seorang distributor tidaklah berhak untuk bertindak untuk dan atas nama pihak yang menunjuknya sebagai distributor (biasanya supplier, atau manufacturer). Seorang distributor akan bertindak untuk dan atas nama sendiri, oleh karena itu dalam perjanjian distributor biasanya secara tegas akan dinyatakan misalnya:

“Except as expressly provided for in this agreement, nothing herein shall be deemed to create an agency, joint venture, partnership or empoyment relationship or employment between the parties hereto, deemed or construed as granting to distributor any right or authority to assume or to create any abligation or

29

Ibid, halaman 31.

30

(46)

responsibility, express or implied, for on behalf of, or ini the name of x, or to bind x in any way or manner whatoever”.32

Hubungan bisnis dengan nama keagenan dan dengan nama distributor adalah berbeda, namun dalam praktek bisnis sehari-hari keduanya biasanya digabungkan.33

Bila seseorang/badan bertindak sebagai agen, berarti ia bertindak untuk dan atas nama prinsipal, sedangkan bila seseorang/badan bertindak sebagai distributor, berarti ia bertindak untuk dan nama dirinya sendiri.

2. Jenis-Jenis Keagenan

Suatu keagenan dapat diklafikasikan kedalam beberapa, yaitu jenis sebagai berikut :

1. Agen Manufaktur 2. Agen Penjualan 3. Agen Pembelian 4. Agen Umum 5. Agen Khusus

6. Agen Tunggal/Ekslusif.34

Berikut ini penjelasan bagi masing-masing jenis agen tersebut, yaitu sebagai berikut :

32

Sumantoro, op.cit.dikutip dari salah satu pasal perjanjian distributor.halaman 245

33

Richad Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta Rineka Cipta, , tahun 1996) halaman 70.

34

(47)

1. Agen Manufaktur

Agen manufaktur (manufacturer’s agent) adalah agen yang berhubungan langsung dengan pabrik (manufaktur) untuk melakukan pemasaran atas seluruh atau sebagian barang-barang hasil pabrik tersebut.

2. Agen Penjualan

Agen penjualan (selling agent) adalah agen yang merupakan wakil dari pihak penjual, yang bertugas untuk menjual barang-barang untuk pihak prinsipal 3. Agen Pembelian

Agen pembelian (buying agent) adalah agen yang merupakan wakil dari pihak pembeli, yang bertugas untuk membeli barang-barang untuk pihak prinsipal.

4. Agen Umum

Agen umum (general agent) adalah agen yang diberikan wewenang secara umum untuk melakukan seluruh transaksi atas barang-barang yang telah ditentukan.

5 Agen Khusus

Agen khusus (special agent) adalah agen yang diberikan wewenang secara khusus kasus per kasus atau melakukan sebagian saja dari transaksi tersebut. Misalnya, pengacara dapat merupakan agen dari kliennya untuk 1 (satu) kasus yang sedang ditanganinya.

6. Agen Tunggal/Eksklusif

(48)

Misalnya, ditunjuk hanya 1 (satu) agen dari perusahaan asing yang bertugas untuk seluruh wilayah Indonesia.

3. Pengaturan Perjanjian Keagenan

Menurut Mariam Darus dikenal ada dua perjanjian bernama : 1. Perjanjian Bernama Di Dalam KUH Pedata

a. Jual-beli b. Tukar-menukar c. Sewa-menyewa

d. Persetujuan-persetujuan untuk melakukan pekerjaan e. Persekutuan

f. Hibah

g. Penitipan barang h. Pinjam-pakai i. Pinjam-meminjam

j. Bunga tetap atau bunga abadi

k. Persetujuan-persetujuan untung-untungan

s. Jual beli saham dipasar modal. 2. Perjanjian Bernama Di Luar KUH Pedata

a. Perjanjian keagenan dan distribusi b. Perjanjian pembiayaan35

Dasar hukum suatu keagenan didapati dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1. Dalam KUH Perdata tentang Kebebasan Berkontrak. 2. Dalam KUH Perdata tentang Kontrak Pemberian Kuasa. 3. Dalam KUH Dagang tentang Makelar.

4. Dalam KUH Dagang tentang Komisioner

35

(49)

5. Dalam bidang-bidang hukum khusus, seperti dalam perundang-undangan di bidang pasar modal yang mengatur tentang dealer atau pialang saham.

6. Dalam peraturan administratif, semisal peraturan dari departemen perdagangan dan perindustrian, yang mengatur masalah administrasi dan pengawasan terhadap masalah keagenan ini.36

4. Wilayah Agen dan Saluran Distribusi

Ini erat kaitannya dengan masalah apakah penunjukkan seorang agen itu harus dalam bentuk agen tunggal atau tidak. Untuk beberapa sektor tertentu diantaranya alat-alat besar, kendaraan bermotor dan pupuk secara tegas memang dinyatakan bahwa penunjukan harus dalam bentuk agen tunggal.

Secara logis, karena tidak dinyatakan bahwa penunjukan itu (di luar ketiga sektor yang disebut diatas) tidaklah harus dalam bentuk agen tunggal, seorang prinsipal boleh saja menunjuk lebih dari seorang agen untuk memasarkan hasil-hasil produksinya di Indonesia.

Secara konkret, seorang prinsipal di luar negeri yang ingin memasarkan komputer misalnya dapat menunjuk beberapa agen di Indonesia. Namun adakalanya praktek memang menunjukkan hal yang lain, baik dengan apa yang seharusnya dalam bentuk agen tunggal maupun yang seharusnya tidak diisyaratkan dalam bentuk agen tunggal. Dapat saja terjadi bahwa suatu perjanjian keagenan yang sebenarnya tidak harus dalam bentuk-bentuk agen tunggal, tetapi dalam praktek ternyata harus dalam bentuk agen tunggal.

4.1. Saluran Distribusi

36

(50)

Dalam rangka kegiatan memperlancar arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen, maka salah satu faktor penting yang tidak dapat diabaikan adalah memilih secara tepat saluran distribusi atau chanel distribution yang akan digunakan dalam rangka penyaluran barang-barang dan jasa-jasa dari produsen ke konsumen.

David A. Revzan dalam bukunya Marketing Organization Trough The

Channel yang dikutip oleh Basu Swastha DH, mengatakan bahwa: “Saluran distribusi

merupakan suatu jalur yang dilalui oleh arus barang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai ke pemakai.”37

Definisi di atas bersifat sempit, karena cenderung menggambarkan pemindahan jasa-jasa atau kombinasi antara barang dan jasa. Selain membatasi barang yang disalurkan definisi ini juga membatasi lembaga-lembaga yang ada.

Philip Kotler mengatakan bahwa:”Sistem distribusi merupakan sumber extern yang penting. Untuk membentuk sistem itu biasanya dibutuhkan waktu bertahun-tahun dan sistem tersebut tidak akan mudah diubah. Sistem ini sama pentingnya dengan sumber daya intern penting lainnya seperti pengolahan, penelitian, rekayasa dan karyawan penjualan serta fasilitasnya. Sistem ini mencerminkan suatu ikatan yang penting dari perusahaan dengan sejumlah besar perusahaan mandiri yang bertugas melaksanakan distribusi dan dengan pasar khusus yang mereka layani. Sistem ini juga mencerminkan suatu ikatan terhadap seperangkat kebijaksanaan dan praktek yang membutuhkan struktur dasar sebagai landasan untuk suatu hubungan yang luas berjangka panjang.”38

Secara formal definisi saluran distribusi menurut M.Manullang adalah: “Suatu jalan yang diikuti dalam mengalihkan pemilikan secara langsung atau tidak

37

Basu Swastha , Saluran Pemasaran, (Yogyakarta,BPFE UGM,Tahun 2000) Halaman 3

38

(51)

langsung atas suatu produk, sementara ia berpindah tempat dari produsen kepada konsumen terakhir atau pemakai industri.”39

Dari definisi tersebut dapat diketahui adanya beberapa unsur penting yaitu:

1. Saluran merupakan sekelompok lembaga yang ada diantara berbagai lembaga yang mengadakan kerja sama untuk mencapai suatu tujuan.

2. Karena anggota kelompok terdiri dari beberapa pedagang dan beberapa agen, maka ada sebagian yang ikut memperoleh nama dan sebagian lagi tidak. Tidak perlu bagi tiap saluran untuk menggunakan sebuah agen, tetapi pada prinsipnnya setiap saluran harus memiliki seorang pedagang, alasanya adalah bahwa hanya pedagang saja yang dianggap tepat sebagai pemilik untuk memindahkan barang. 3. Tujuan dari saluran distribusi adalah untuk mencapai pasar-pasar tertentu. Jadi.

Pasar merupakan tujuan akhir dari kegiatan saluran.

4. Saluran melaksanakan dua kegiatan penting untuk mencapai tujuan, yaitu mengadakan penggolongan produk menunjukkan jumlah dari berbagai keperluan produk yang dapat memberikan kepuasan kepada pasar. Jadi, barang (mungkin juga jasa) merupakan bagian dari penggolongan produk dan masing-masing produk mempunyai suatu tingkat harga tertentu.

5. Jenis-Jenis Saluran Distribusi

Menurut Basu Swastha, dalam penyaluran barang-barang konsumsi yang ditujukan untuk pasar konsumen, terdapat lima macam saluran yaitu:

39

(52)

“1. Produsen-Konsumen Akhir

2. Produsen-Pengecer-Konsumen Akhir

3. Produsen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen Akhir 4. Produsen-Agen-Pengecer-Konsumen Akhir

6. Produsen-Agen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen Akhir.”40 Ad.1. Produsen-Konsumen Akhir

Merupakan saluran distribusi yang paling pendek dan paling sederhana untuk barang-barang konsumsi. Sering juga disebut saluran langsung, karena tidak melibatkan pedagang besar. Produsen dapat menjual barang yang dihasilkannya melalui pos atau mendatangi rumah konsumen (dari rumah kerumah).

Ad.2. Produsen-Pengecer-Konsumen Akhir

Dalam saluran ini, beberapa pengecer besar membeli secara langsung dari produsen. Ada juga beberapa produsen yang mendirikan toko pengecer untuk melayani penjualan langsung pada konsumennya, tetapi kondisi semacam ini tidak umum dipakai.

Ad.3. Produsen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen Akhir

Saluran ini disebut juga saluran distribusi tradisional, dan banyak digunakan oleh produsen. Disini produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar. Walaupun kegiatan perusahaan tertuju pada pedagang besar, akan tetapi pengawasan terhadap saluran distribusi tidak hanya sampai disitu saja. Pemasaran modern menuntut agar produsen mempelajari dengan efektif mengenai konsumen dan pasar untuk membantu pedagang besar maupun pengecer.

Ad.4. Produsen-Agen-Pengecer-Konsumen Akhir

40

(53)

Saluran ini menggunakan agen untuk menghubungkan antara produsen dengan pengecer. Moekijat mengatakan: “Agen adalah pedagang-pedagang perantara yang tidak memiliki barang yang mereka perdagangkan. Barang-barang tersebut bukan milik mereka, tetapi mereka melakukan usaha berdasarkan suatu komisi yang akan mereka peroleh dari pemberian perintah. Mereka ini disebut fungctional

Middleman (pedagang-pedagang perantara fungsional), karena tidak menanggung

resiko yang berhubungan dengan pemilikan. Seorang agen adalah seorang perantara yang melakukan jual beli untuk kepalanya (prinsipalnya), ia tidak menanggung resiko yang berhubungan dengan pemilikan barang tersebut. Agen mendapat upah dan komisi.”41

Menurut Basu Swastha dan Ibnu Sukotjo, adapun jenis-jenis agen antara lain: 1. Agen Penjualan, yang bertugas untuk mencarikan pasar bagi konsumen. 2. Agen Pembelian, yang mempunyai tugas utama mencarikan penyedia/supplier

bagi para pembeli. Kebanyakan agen pembeli ini digunakan oleh toko-toko pengecer sebagai pembeliannya.

3. Agen Pengangkutan, yang mempunyai tugas utama untuk menyampaikan barang dari penjual kepada pembelinya.”42

Agar berbeda dengan pedagang besar atau pengecer. Agen ini tidak menanggung resiko terhadap barang yang dijualnya, karena ia bukan pemilik. Jadi agen ini membantu produsen untuk menjual hasil produksinya dan sebagai imbalanya agen tersebut memperoleh komisi atas aktivitas yang dilakukannya.

Ad.5. Produsen-Agen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen Akhir

Untuk mencapai pengecer kecil. Produsen sering menggunakan agen sebagai perantara dalam penyaluran barangnya kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya kepada toko-toko kecil.

5. Pengertian Cat

41

Moekijat, Kamus Manajemen, (Bandung Mandar Maju, Tahun 1990) halaman 345

42

(54)

Rumah adalah sebagai tempat tinggal haruslah memberikan kenyamanan dan keindahan bagi yang menempatinya dan tembok rumah haruslah dijaga dengan baik hingga bisa bertahan lebih lama, salah satu cara membuat tembok rumah menjadi indah dan tahan lama yaitu dengan mengecatnya.

Arti dari cat adalah bahan pewarna (berupa barang cair, cairan yang kental, atau tepung).43

Menurut penulis cat adalah bahan berupa barang cair dan kental serta berwarna sebagai pelapis (tembok, kayu, besi), yang tujuannya sebagai pelindung dan memperindah.

Salah satu perusahaan yang terbesar memproduksi cat yang mempunyai daya tahan yang baik dan mempunyai pilihan warna banyak adalah cat ICI.Cat ICI Indonesia , yang diproduksi oleh PT ICI Indonesia yang berkantor pusat di Jakarta.Untuk produksi cat ICI dibuat , diolah dikemas di pabrik ICI di Cikarang. 6. Tanggung Jawab Hukum

Dalam membuat perjanjian antara pihak-pihak pasti akan menimbulkan hubungan hukum yang kemudian disertai akibat hukum, dan akibat hukum tersebut akan memikul hak dan kewajiban serta tanggung jawab diantara keduanya.

Pengertian dari tanggung jawab adalah keadaan wajib menangung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersamakan, diperkarakan).44

43

Kamus Besar Bahasa Indonesia , Balai Pustaka, edisi 2, cetakan ke 10, tahun 1999

44

(55)

Menurut teori Holmes tentang Tanggung Jawab Hukum (Legal Liability) yang berkenaan dengan kontrak/perjanjian.

Teori-teori Holmes pada prinsipnya mendasari pada dua prinsip sebagai berikut :

a. Tujuan utama dari teori hukum adalah untuk menyesuaikan hal-hal eksternal kedalam aturan hukum, dan

b. Kesalahan-kesalahan moral bukan unsur dari suatu kewajiban.45

(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu untuk menggambarkan secara terperinci informasi dan secara sistematis serta akurat mengenai kedudukan dan tanggung jawab para pihak dalam perjanjian keagenan. Bersifat analitis, karena dilakukan suatu analitis terhadap berbagai aspek hukum, baik dari segi peraturan maupun dari segi pelaksanaanya. Metode pendekatan penelitian dilakukan melalui pendekatan yuridis sosiologis, untuk mengetahui perjanjian keagenan, baik mengenai peraturannya maupun penerapannya dalam praktek, terutama yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.

B. Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh informasi yang dikehendaki dalam hal ini dipakai metode sampling adalah prosedur yang digunakan untuk dapat mengumpulkan kareteristik dari suatu populasi meskipun hanya sedikit saja yang diwawancarai.46

Golongan Sampling adalah Non Probability sampling dengan jenis purposive/judgmental sampling yaitu sample yang dipilih berdasarkan pertimbangan penulis dan menentukan sendiri responden dan informan yang dianggap mewakili populasi.47

46

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta, Rineka Cipta, 1998) halaman 78

47

(57)

1. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah Kota Medan, yang meliputi beberapa wilayah kecamatan Medan.

2. Responden dan informan penelitian Data responden penelitian adalah:

1. Pimpinan Agen PT.Delta Sakti Selaras Utama. 2. Pimpinan Agen PT. Catur Karda Sentosa Medan 3. Pimpinan Agen PT. Aneka Mujur Sumber Bangunan. 4. 10 Toko Besi dan Cat di Kota Medan

Informan :

- Bapak Willy Sutiono (Sales Manager ICI Paints Jakarta untuk regional Sumatera).

- Bapak Chandra (Manager PT Aneka Mujur, Agen ICI di Medan)

- Bapak Thomas (Manager PT Delta Sakti Selaras Utama, Agen ICI di Medan) - Bapak Kiang Rotiac (Manager PT Catur Karda Sentosa, Agen ICI di Medan) C. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat, maka digunakan:

Referensi

Dokumen terkait