• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKAP ETNIK MANDAILING DALAM MEMANDANG PENCANTUMAN KATA BATAK DI DEPAN KATA MANDAILING TERHADAP IDENTITASNYA PADA MASA KINI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SIKAP ETNIK MANDAILING DALAM MEMANDANG PENCANTUMAN KATA BATAK DI DEPAN KATA MANDAILING TERHADAP IDENTITASNYA PADA MASA KINI."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

ABSTRAK

Imsar Muda.Sikap Etnik Mandailing Dalam Memandang Pencantuman Kata Batak di Depan Kata Mandailing Terhadap Identitasnya Pada Masa Kini. Tesis Medan: Program Pascasarjana UNIMED, 2016.

Permasalahan identitas etnik Mandailing sudah lama terjadi, yaitu pada tahun 1920-an. Apakah Mandailing itu Batak atau bagian dari sub etnik Batak. Pada waktu itu perantau-perantau Mandailing di Tanah Deli sudah sangat dikenal oleh masyarakat Melayu atau perantau-perantau dari etnik lain. Masyarakat Mandailing di Tanah Deli umumnya adalah pedagang, guru-guru agama dan bahkan sudah ada yang masuk dalam struktur birokrasi kerajaan Melayu. Hal ini mendorong perantau-perantau yang lain yang berasal dari daerah selatan Tapanuli seperti Angkola memperkenalkan diri mereka sebagai orang-orang Mandailing atau bagian dari Mandailing. Belakangan mereka tidak mau lagi memakai identitas Mandailing, mereka merasa lebih nyaman menyebutkan diri mereka sebagai bagian dari Batak atau sub etnik Batak. Bahlan mereka juga menyebutkan bahwa Mandailing itu juga bagian dari Batak. Tentu saja hal ini sangat keras ditentang oleh Masyarakat Mandailing yang menganggap diri mereka sebagai etnik Mandailing tanpa terkait dengan Batak, bukan bagian dari Batak atau bukan Batak Mandailing.

Dengan mengemukakan segala macam argumentasi masyarakat Mandailing menolak pernyataan tersebut. Persoalan ini mengerucut pada suatu pertikaian, yang dikenal “peristiwa pekuburan sungai mati di Medan”. Pada waktu itu Pekuburan Sungai Mati, Medan diperuntukkan kepada orang-orang atau etnik Mandailing atau yang mengaku Mandailing, termasuk Angkola dan Sipirok karena selama ini mereka mengaku Mandailing. Oleh karena mereka mengaku bagian dari etnik Batak di belakang hari maka gugurlah hak mereka di pekuburan sungai mati. Hal ini ditentang mereka. Perkara pun akhirnya keluar masuk pengadilan. Akhirnya perkara tersebut dimenangkan oleh masyarakat Mandailing dan pengadilan menyatakan perkara tersebut selesai. Dengan demikian pengadilan tersebut mengakui identitas Mandailing sebagai suatu etnik.

Demikian kerasnya masyarakat Mandailing mempertahankan identitas etniknya pada waktu, sekarang bagaimanakah sikap dan pandangan masyarakat Mandailing yang sekarang terhadap identitas. Apakah sudah ada pergeseran, atau apakah mereka sudah mengangap mereka bagian dari etnik Batak. Penelitian ini dilakukan di Bandar Selamat kota Medan dan tempat-tempat lain yang menjadi konsentrasi manyarakat Mandailing di kota Medan . Penelitian ini mengunakan metode penelitian kwalitatif dengan mewawancarai masyarakat Mandailing dari berbagai lapisan dan dari berbagai profesi, seperti tokoh-tokoh adat Mandailing, pelajar, orang-orang tua.

(4)

ii

(5)

ABSTRACT

Imsar Muda. The ethnic Mandailing in view of the inclusion of the word of Batak in front of The Mandailing of their identity in the present. Medan Thesis: Graduate UNIMED, 2016.

The issue of the identity of ethnic Mandailing’s a long time ago, namely 1930s. Is it Mandailing is Batak or the part of sub-ethnic Batak. At that time the Mandailing migrants’ in Tanah Deli it has been very well known by Malay or the community-imigrants in other ethnic. Generally the malay in Tanah Deli is merchants, the religion teachers and even have been included in the structure of the bureaucracy of Malay. It’s encouraging other migrantswho come from the south of Tapanuli like Angkola who introduce themselves as Mandailing or the part of that. Later they dont want to take on the identity of Mandailing anymore, they feel more comfortable mention as Batak or sub-ethnic of Batak. In fact,they also mention said that Mandailing part of Batak. Of course it isvery strongly opposed by the Mandailing who consider themselves as ethnic of Mandailing without associated with Batak, not part of Batak of not Batak Mandailing.

That suggest all sorts of arguments Mandailing to the statement. This issue boiled down to a conflict, known “the burial of Sungai Mati in Medan”. At that time the burial of Sungai Mati, Medan reserve to the people or ethnic Mandailing or who claimed Mandailings, including Angkola and Sipirok as they have claimed Mandailing. Therefore they claimed as ethnic Batak in the future then fell off their right in burial of Sungai Mati. It was opposed them. The case finally was in andout of court. And finally the case was won by the people of Mandailing and court declared the case is completed. Thus the court admit the identity of the mandailing as ethnicity.

It was hard to the society Mandailing to maintain identify of ethnic at the time, now how is the attitude and the point of view of mandailing against identity. There’s a shift or whether they have considered them part of ethnic Batak. The research was carried out in Bandar Selamat the city of Medan and place to another been the focus of the Mandailing in the city of Medan. The study is using the method of research a qualitative by interviewing the mandailing people from various walks of life from all walks of life, such as the figures of mandailing, student, and old people.

(6)

iv

KATA PENGANTAR

Ketika kuliah S1 saya mengambil jurusan sejarah, beberapa mata kuliah pada jurusan ini terdapat beberapa mata kuliah antropologi. Dari sinilah mulai muncul minat dan ketertarikan belajar antropologi. Disamping itu semasa kuliah penulis mempunyai beberapa kawan yang juga berminat di bidang antropologi dan kuliah di jurusan antropologi. Saya bersama dengan kawan-kawan dari kominitas etnis Mandailing sering bergabung dan berdiskusi dengan berbagai thema terutama identitas etnis. Hal ini ikut mendorong minat dan ketertarikan penulis untuk mengikut kuliah di program S2 Antropologi Sosial.

Dengan mengucapkan Alhamdulillahirubbilalamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan kuliah tersebut. Dan berkat kesabaran dan ketabahan penulis telah menyelesai thesis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kuliah di dalam program magister ini.

Penulisan thesis ini tidak akan selesai tanpa bantuan para pembimbing, untuk itu saya ucapkan dengan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Prof. Usman Pelly MA.Ph.D sebagai Pembimbing I dan bapak Dr. Fikarwin Zuska. M.Ant. sebagai Pembimbing II yang telah berkenan membimbing penulis menyelesaikan tulisan ini. Ucapan terima kasih juga saya tujukan kepada bapak Dr. Phil. Ichwan Azhari, M.S. bapak Dr. Hidayat M.Si. dan Dr. Deny Setiawan M.Si. yang telah membantu penulis dalam menyelesai penulisan thesis ini.

(7)

Sosial saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya berkat bantuan dan motivasi kalian saya dapat menyelesaikan studi ini. Penulis juga tidak melupakan jasa-jasa baik dari saudaraku, temanku, parebanku kandidat doctor Drs. Zulkifli Lubis, M.Ant., untukmu saya ucapkan terima kasih. Untuk mengenang jasa motivasi serta kuliah-kuliah informal dari Almarhum Z.Pangaduan Lubis kepada penulis selama beliau masih hidup saya mengucapkan terima kasih, demikian juga kepada kedua almarhum orang tua saya semoga mereka diterima di sisi-Nya.

Dalam kesempatan ini saya juga mengucapkan teima kasih kepada tokoh masyarakat Mandailing terutama yang sempat menjadi informan saya, seperti Abanghanda Dolok Lubis, SH. Tulang Ursan Lubis, Tulang Palit Rangkuti, Pandapotan Nasution dan kepada semua yang telah berjasa membantu penulis.

Saya juga mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada istri saya Siti Rohani Siregar S.Sos serta ke empat anak saya berkat ketabahan, kesabaran serta pengertian kalian terutama dalam masa-masa berat menyelesaikan thesis ini.

Demkianlah, bahwa penulisan ini merupakan akumulasi bantuan dari berbagai pihak dan secara jujur telah banyak penulis peroleh, Oleh karena itu kalaulah penulis tidak menyebutkan nama mereka satu persatu bukan berarti mengurangi rasa terima kasih saya yang sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya kepada semuanya.

Medan, 16 September 2015 Penulis

(8)

vi DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 5

1.3 Pembatasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORI ... 8

2.1 Pendekatan Etnik dan Pernyataan Identitas ... 8

2.2 Teori Identitas ... 11

2.3 Tanah Leluhur Etnik Mandailing ... 13

2.3.1 Asal Nama Mandailing ... 13

2.3.2 Wilayah Mandailing ... 16

2.3.3 Marga-Marga di Mandailing ... 18

2.3.4 Sejarah dan Persebaran Arkeologi di Mandailing ... 30

2.3.5 Sistem Sosial ... 44

2.3.5.1 Sistem Kekerabatan ... 44

2.3.5.2 Stratifikasi Sosial ... 48

2.3.6 Sistem Religi ... 53

2.3.7 Masuk dan Berkembangnya Islam di Mandailing ... 57

2.3.8 Deli Sebagai Tanah Rantau Etnik Mandailing ... 70

2.4 Etnik Batak ... 73

2.4.1 Istilah Batak ... 73

2.4.2 Asal Usul Batak... 80

2.4.3 Wilayah Batak ... 85

2.5 Pertentangan Identitas Etnis ... 88

2.5.1 Pertentangan identitas Mandailing dan Batak ... 88

2.5.2 Pertentangan Identitas Antara Mandailing dengan Angkola, Sipirok dan Padang Lawas yang mengaku Batak ... 91

2.5.3 Antara Mandailing dan Toba dengan Batak 95 2.5.4 Menggugat Mandailing Bukan dari Batak Melalui Mitos Siboru Deak Parujar ... 97

2.5.5 Sundut (generasi) dalam Marga-Marga Membuktikan Mandailing bukan Batak ... 106

(9)

BAB III METODE PENELITIAN... 110

3.1 Pendekatan Penelitian ... 110

3.2 Pengumpulan Data ... 112

3.3 Kajian dokumen (Studi Literatur) ... 112

3.4 Observasi (Pengamatan)... 113

3.5 Wawancara ... 115

3.6 Teknik Analisa Data ... 116

3.7 Lokasi Penelitian ... 18

3.8. Waktu penelitian ... 118

BAB IV SIKAP MASYARAKAT MANDAILING TERHADAP PERNYATAAN MANDAILING ADALAH BAGIAN DARI BATAK ... 119

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 141

A. Kesimpulan ... 141

B. Saran ... 145

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1: Candi Biaro Padang Lawas ... 15 2. Gambar 2: Langkitang Baitang (Ilustrasi Legenda) ... 28 3. Gambar 3: Lumpang Peninggalan Zaman Megalitikumdi Runding

Mandailing Natal ... 31 4. Gambar 4: Lumpang Peninggalan Zaman Megalitikumdi Runding

Mandailing Natal ... 31 5. Gambar 5 : Menhir (Tiang Batu) di Padang Mardia Panyabungan

mandailing Natal ... 32 6. Gambar 6 : Menhir (Tiang Batu) di Padang Mardia Panyabungan

mandailing Natal ... 32 7. Gambar 7 : Pustaha Kitab Beraksara huruf Tulak-tulak ... 33 8. Gambar 8 : Peta Persebaran Huruf di Daerah Batak ... 34 9. Gambar 9 : Pondasi tapak Rumah yang memakai Batu Candi

(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Hingga saat sekarang ini, isu tentang Mandailing bukan sebagai etnik Batak

dan merupakan bagian dari etnik Batak masih sering diperdebatkan dan

dipermasalahkan oleh banyak kalangan. Perdebatan atau pembahasan tersebut

berlangsung dipersoalan mengenai identitas orang Mandailing sebagai salah satu

sub etnik Batak disatu sisi dan di sisi lain secara tegas pula menolak dikaitkan

sebagai bagian dari sub etnis Batak. Seperti diketahui para ahli membagi etnik

Batak menjadi enam sub etnik Batak yakni, “Batak Karo, Batak Simalungun,

Batak Toba, Batak Dairi, Batak Angkola dan Batak Mandailing (Castles, L

,2001:3). Kemudian masing masing pihak yang berdebat di dalam permasalahan

itu tentunya saling mengajukan alasan, referensi dan berbagai informasi yang

dimiliki oleh masing-masing yang berlainan pendapat dalam debat atau diskusi

tersebut. Referensi dan informasi yang dipunyai dan diajukan tersebut dapat

berupa, mitologi, cerita turun temurun, stambuk dari “tarombo” (silsilah asal

usul). Referensi yang diajukan oleh masing-masing pihak pun dipertahankan

dengan kukuh oleh kedua belah pihak yang berdiskusi, debat hingga terkadang

dapat memanas menjadi pertengkaran. Dan yang paling menarik didalam literatur

ada didapati orang-orang Mandailing dengan tegas menolak identitas dirinya

sebagai Batak, “lebih gamblang lagi, orang Mandailing bahkan tidak mengaku

dirinya Batak” (Castles, 2001:xxiv).

(12)

2

Menariknya dikalangan etnik Mandailing isu mengenai Mandailing

merupakan bukan bagian dari etnik Batak atau sub etnik Batak dan merupakan

bagian atau salah satu dari sub etnik Batak terkadang ditemukan dua sikap yang

berlainan. Hal dimaksudkan di atas adalah, terkadang orang Mandailing didapati

bangga dan rela mengakui dirinya sebagai bagian salah satu dari sub etnik Batak

atau dalam kata lain tidak mempermasalahkan identitas Mandailing disebut

sebagai “Batak Mandailing”, namun disisi yang berbeda ditemukan pula suatu

sikap yang keras menolak pencantuman kata Batak di depan kata Mandailing, atau

tepatnya yaitu “Mandailing saja tanpa embel-embel Batak”. Tetapi yang kembali

menjadi menarik adalah tidak sedikit pula orang-orang Mandailing yang tidak

terlalu pusing dan perduli dengan persoalan identitas ini, dan ditemukan sikap

kebingungan dan ragu-ragu dalam memberikan pernyataan dengan isu

sebagaimana telah dijabarkan oleh peneliti di atas.

Persoalan ini yaitu konflik identitas dimaksudkan di atas sebenarnya

bukan suatu permasalahan yang baru bagi orang Mandailing dengan orang Sipirok

dan Padang Lawas tetapi merupakan suatu persoalan yang sudah semenjak lama

berlangsung, yaitu dimulai di kisaran tahun 1920-an dimana leluhur dari orang

Mandailing dan orang-orang dari Padang Lawas, Angkola-Sipirok bertengkar

mengenai persoalan identitas Mandailing adalah Batak dan Mandailing bukan

Batak. Dan puncak dari konflik identitas itu adalah terjadi pada persoalan tanah

wakaf (perkuburan) di Sungai Mati di kota Medan. Persoalan ini juga telah

memberikan dampak yang luas diberbagai kalangan yaitu dari ranah publik di

(13)

3

hingga ke ranah para akademisi dan cendikiawan. Bukan itu saja, kini di era

cyber dan teknologi informasi dan komunikasi berkembang pesat saat ini yang

ditegaskan dengan kehadiran internet, dan dengan beragamnya media jejaring

sosial maka isu atau permasalahan identitas Mandailing ini menjadi semakin

kompleks dan ramai dibicarakan, di seantero dimana terdapat populasi Mandailing

dan Batak berada.

Penelitian ini tidak berimaksud untuk mengungkit-ungkit sejarah hitam

kedua etnik ini dan tidak pula untuk menggores kembali luka lama diantara

keduanya. Seandainya tergores kembali luka lama bukanlah tujuan dari penelitian

ini. Penelitian ini semata-mata murni ditujukan untuk kepentingan ilmiah dan

akademis.

Pada masa sekarang ini dalam pengamatan peneliti gejala tuntutan

masyarakat adat dalam skala nasional juga semakin menguat dalam

memperjuangkan identitas dan hak-hak tradisionilnya terhadap negara. Bukan itu

saja, bahkan dimasa kini di era globalisasi terlihat pula bahwa persoalan identitas

(etnisitas) adalah merupakan persoalan yang kembali hangat dibicarakan dan

diperjuangkan oleh berbagai kelompok etnik untuk memperjuangkan dan

menegaskan hak-hak identitas etniknya di berbagai bangsa-bangsa yang ada.

Gejala kebangkitan dan perjuangan berbagai kelompok etnik (retribalism)

diberbagai belahan dunia yang masih terus berlangsung hingga kini bahkan telah

memunculkan berbabagai negara-negara baru dalam warna suatu etnik tertentu.

Bahkan persoalan identitas sampai sekarang masih menyisakan persoalan

(14)

4

Mengenai persoalan gerakan kebangkitan etnik Elie Kedourie, “menyatakan

doktrin nasionalisme menandakan seluruh manusia secara alamiah terbagi dalam

bangsa bangsa, bahwa bangsa bangsa itu dikenal melalui karakteristik tertentu

yang dapat diketahui dengan pasti, dan bahwa satu satunya tipe pemerintahan

yang sah adalah pemerintahan nasional sendiri yang berdasarkan atas bangsa itu”

(Zon, Fadli , 2002:22).

Oleh sebab itu maka peneliti ingin mengetahui dan menggali sikap

orang-orang (etnik) Mandailing dimasa kini dalam memandang pencantuman kata Batak

dalam identitas Mandailingnya yang dimasa lalu telah menjadi suatu persoalan

yang sangat tajam dipersoalkan oleh leluhur-leluhurnya dan pada akhirnya

kejadian (pertikaian identitas) tersebut telah menjadi dan merupakan suatu pesan

yang sangat mendalam untuk generasi-generasi dari kedua kubu yang bertengkar

itu dimasa-masa yang akan datang. Dan pesan itu adalah Mandailing bukan Batak

disatu sisi dan disisi lain Mandailing adalah Batak. Dikarenakan itulah

sebagaimana dengan latar belakang masalah yang telah dijelaskan dan dipaparkan

oleh peneliti di atas, maka dalam proposal penelitian ini peneliti akan mengajukan

sebuah topik penelitian dengan judul “Sikap Etnik Mandailing Dalam

Memandang Pencantuman Kata Batak di Depan Kata Mandailing Terhadap

Identitasnya Pada Masa Kini”.

“Sikap Etnik Mandailing Dalam Memandang Pencantuman Kata

(15)

5

1.2. Rumusan Masalah

Dengan berpijak dan bersandar dari latar belakang masalah pada proposal

penelitian ini, berikut rumusan masalah yang diteliti:

1. Untuk mengetahui kondisi pemahaman orang Mandailing akan identitas

etnik yang dimilikinya.

2. Untuk melihat dan mengetahui sikap dan reaksi orang Mandailing

terhadap pencantuman kata Batak di depan kata Mandailing (Batak

Mandailing) sebagai identitasnya.

1.3. Pembatasan Masalah

Pada suatu penelitian disarankan adanya suatu pembatasan masalah,

pembatasan masalah ini disarankan agar penelitian memiliki suatu fokus, dimana

tujuannya adalah agar penelitian tidak keluar dari permasalahan yang hendak

diteliti. Peneliti diharuskan membuat suatu pembatasan masalah (fokus)

dikarenakan pembatasan masalah ini berguna untuk mempermudah dan

memberikan jalan agar fokus masalah tetap terjaga. Tujuan utama dari

pembatasan masalah ini adalah untuk didapatkannya suatu hasil penelitiann yang

memuaskan dan menyeluruh (holistic). Maka pembatasan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menggali dan mengetahui kondisi pemahaman orang Mandailing

terhadap keberadaan identitas dirinya di antara Mandailing dan Batak

(16)

6

2. Untuk mengetahui sikap orang Mandailing akan identitasnya apakah

menerima, menolak identitas etniknya ketika disebutkan sebagai Batak

Mandailing atau tidak.

1.4.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagaimanan tertera di bawah ini:

1. Untuk mengetahui pemahaman orang-orang Mandailing (etnik

Mandailing) akan identitas etniknya di masa sekarang ini.

2. Untuk mengetahui sikap dan penerimaan orang-orang Mandailing (etnik

Mandailing) terhadap identitas etniknya ketika disebutkan sebagai bagian

atau salah satu dari sub etnik Batak, yakni disebutkan sebagai Batak

Mandailing.

1.5. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini nantinya diharapkan akan memiliki manfaat dan

kegunaan secara teoritis dan praktis seperti berikut dibawah ini :

1. Untuk memberikan informasi dan kejelasan terhadap khalayak ramai

(public) mengenai sikap orang-orang Mandailing (etnik Mandailing),

khususnya pada orang Mandailing terhadap keberadaan dan kejelasan

identitas etniknya.

2. Untuk menyuguhkan suatu kondisi keberadaan informasi dan fakta

mengenai keadaan perjalanan pemahaman dan kesadaran identitas pada

suatu kelompok etnik (etnik Mandailing) dimasa kini dengan

(17)

7

3. Sebagai sumbangsih akademis bagi pihak-pihak yang membutuhkan

informasi, data, referensi bagi keperluan ilmiah bagi peneliti dan kalangan

akademis dimasa masa yang akan datang.

4. Sebagai sumbangsih bagi berbagai instansi pemerintah baik pemerintah

daerah otonom dan pemerintah pusat, Non Goverment Organization

(NGO/LSM), instansi swasta dan sebagainya yang memerlukan informasi

(18)

141

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Bertolak dari hasil penelitian yang didapatkan di lapangan dan studi literatur ,

maupun dari pembahasan yang dilakukan di atas, maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan dan argumentasi atas pendirian dan sikap mereka sebagaimana

diuraikan sebagai berikut.

1. Bahwa masyarakat Mandailing sekarang ini sudah terpolarisari mengenai

identitas diri mereka. Ada yang mengaku sebagai Mandailing tulen atau

Mandailing maninggoring dan ada yang sudah mengaku bagian dari sub

etnik Batak.

2. Masyarakat Mandailing yang merantau di Medan yang mengaku masih

Mandailing umumnya adalah orang-orang tua atau orang orang dewasa

belum terkontaminasi buku-buku dan media massa.

3. Masyarakat Mandailing yang menolak bagian dari Batak disebabkan oleh

beberapa argumentasi. Diantaranya, menurut mereka Mandailing lebih tua

dan lebih beradab maksudnya lebih tinggi peradaban mereka dari

saudaranya yang di utara.

4. Penolakan mereka juga disebabkan bahwa marga-marga yang ada di

Mandailing jauh lebih tua dari dari marga yang ada di utara. Bahkan

mereka menganggap mungkin yang terjadi sebaliknya dari Mandailinglah

asal muasal manusia kemudian pindah ke Toba seperti yang diuraikan

dalam tonggo-tonggo Siboru Deak Parujar.

(19)

142

5. Demikian juga peninggalan Hindu-Budha dan situs-situs lain yang ada di

Mandailing membuktikan mereka lebih tua. Demikian juga

kerajaan-kerajaan yang ada di Mandailing jauh lebih stabil atau lebih tenang.

6. Tulisan atau “uruf tulak-tulak” istilah di Mandailing dan huruf Batak di

Toba merupakan bukti aksara lebih dahulu ada di Mandailing kemudian

mengalir ke daerah Batak yang lain. Bukankah aksara merupakan salah

satu bukti ketinggian suatu peradaban.

7. Persamaan budaya, bahasadan tulisan merupakan adaptasi dari satu etnik

ke etnik dalam pola interaksi sosial, terjadi pinjam meminjam budaya dan

kearifan. Tentu mengalir dari yang tinggi ke yang rendah. Bukan

sebaliknya .

8. Menurut mereka orang Batak selalu mencari persamaan dengan

Mandailing sedang orang Mandailing berusaha untuk mencari perbedaan

antar mereka dengan Batak atau Toba. Mandailing tidak mau

dipersamakan.

9. Masyarakat Mandailing yang mengaku Mandailing adalah bagian dari

Batak adalah anak-anak muda dan orang tua yang sudah terpengaruh

dengan arus informasi media dan buku-buku yang umumnya membagi

Batak atas beberapa bagian atau kelompok atau sub suku.

10.Posisi Mandailing yang lebih dekat ke laut pantai barat, Natal

menyebabkan Mandailing merupakan daerah yang terbuka untuk pengaruh

(20)

143

Mandailing mudah dan akrab untuk beradaptasi dengan budaya-budaya

lain.

11.Masyarakat Mandailing yang menolak dikategorikan dengan Batak karena

mereka merasa itu adalah upaya untuk membesarkan kelompok Batak

dengan cara mem-Batakkan etnis yang ada di Sumatera Utara selain

Melayu. Padahal kelompok etnik lain juga sudah banyak yang menolak.

Seperti Karo mereka lebih suka disebut Karo saja daripada Batak Karo,

orang Simalungun lebih suka disebut Simalungun saja dari pada Batak

Simalungun demikian juga Mandailing.

12.Orang Mandailing ada yang mau mengaku Batak dihadapan orang Batak

karena mereka tidak mau “rebut” atau konflik soal identitas Mandailing

adalah Batak. Mereka mengiyakan saja kalau orang Batak mengatakan

Mandailing juga Batak karena mereka tidak mau pusing bertengkar

gara-gara itu. Katanya, kalau kita mau mengaku dan adalah satu bagian dari

marga Batak dan mereka merasa berkakak beradek, Orang Batak akan

senang, ya sudah bilang saja ya mereka akhirnya mengganggap kita

saudara. Istilah mereka “ilmu selamat”.

13.Di daerah rantau orang di luar Mandailing dan Batak menganggap

keduanya merupakan satu etnik yaitu Batak atau Batak Mandailing. orang

Mereka tidak paham antar keduanya ada perbedaan. Jadi orang Mandailing

mengalami kesulitan dalam menjelaskan identitas mereka sebagai etnis

(21)

144

tertentu, akhirnya mereka mengambil jalan pintas yang pragmatis dengan

mengiyakan mereka Batak tapi dalam hati tetap Mandailing.

14.Orang Batak yang berpendirian bahwa dari Batak atau Toba asal semua

marga atau orang di Sumatera ini termasuk Mandailing datang sikap dan

keadaan mereka yang selama ini tertutup atau (splendid isolation) terisolasi.

Mereka tidak tahu bahwa di belahan dunia lain sudah ada bangsa-bangsa lain.

Sikap inilah terbawa-bawa sampai sekarang. lihat pernyataan Gultom di atas.

15. Pertimbangan idiologis pun ada karena “suku Toba menganggap diri sebagai

nenek moyang seluruh penduduk pedalaman provinsi itu.” (Perret) Sehingga

membuat mereka merasa lebih dari etnis-etnis lain di Sumatera Utara

16.Disamping itu harus juga diperhatikan bahwa politik dan agama juga berperan

dalam menentukan keriteria atau pengelompokan etnis Batak. Seperti kata

Castles,Aquib Suminto dan A.P. Godon.

17. Kedatangan missionaris pertama ke Tanah Batak pada tahun 1857 betapapun

menghadapi kenyataan, bahwa agama Islam telah berkembang di Tapanuli

Selatan.Terjadilah kemudian persaingan antara Islam-Kristen di kawasan ini”.

(Suminto, 1985:185). Jadi unsur politik dan missi disamping unsur-unsur

yang lain juga ikut andil dalam pertentangan indentitas Mandailing dan Batak.

Apalagi pemerintah Belanda “Setelah bertahun-tahun mencoba membuat batas

menurut kriteria „etnis‟, Dari penelitian ini dapat kita lihat bahwa penamaan

(22)

145

SARAN

1. Persoalan identitas etnis adalah suatu pilihan sikap yang diambil oleh

seseorang atau sekelompok orang untuk mengidenfikasi diri mereka, Jadi

alangkah bijaknya kalau kita memberikan mereka kebebasan memilih

dengan beridentitas Mandailing atau Batak atau Batak Mandailing.

2. Persoalan identitas etnik ini juga sangat sensitive dan emosional di tangan

orang-orang tertentu. Oleh sebab itu marilah kita menjauhkan diri dari

sikap seperti. Marilah kita berhati dingin karena ini adalah kajian ilmiah

tidak ada pretensi atau maksud lain selain kajian antropologi semata.

3. Sesungguhnya masih banyak lagi yang ingin kita ketahui tentang

persoalan indentitas etnik di daerah ini. Marilah kita pelajari untuk

(23)

141

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Bertolak dari hasil penelitian yang didapatkan di lapangan dan studi literatur ,

maupun dari pembahasan yang dilakukan di atas, maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan dan argumentasi atas pendirian dan sikap mereka sebagaimana

diuraikan sebagai berikut.

1. Bahwa masyarakat Mandailing sekarang ini sudah terpolarisari mengenai

identitas diri mereka. Ada yang mengaku sebagai Mandailing tulen atau

Mandailing maninggoring dan ada yang sudah mengaku bagian dari sub

etnik Batak.

2. Masyarakat Mandailing yang merantau di Medan yang mengaku masih

Mandailing umumnya adalah orang-orang tua atau orang orang dewasa

belum terkontaminasi buku-buku dan media massa.

3. Masyarakat Mandailing yang menolak bagian dari Batak disebabkan oleh

beberapa argumentasi. Diantaranya, menurut mereka Mandailing lebih tua

dan lebih beradab maksudnya lebih tinggi peradaban mereka dari

saudaranya yang di utara.

4. Penolakan mereka juga disebabkan bahwa marga-marga yang ada di

Mandailing jauh lebih tua dari dari marga yang ada di utara. Bahkan

mereka menganggap mungkin yang terjadi sebaliknya dari Mandailinglah

asal muasal manusia kemudian pindah ke Toba seperti yang diuraikan

(24)

142

5. Demikian juga peninggalan Hindu-Budha dan situs-situs lain yang ada di

Mandailing membuktikan mereka lebih tua. Demikian juga

kerajaan-kerajaan yang ada di Mandailing jauh lebih stabil atau lebih tenang.

6. Tulisan atau “uruf tulak-tulak” istilah di Mandailing dan huruf Batak di

Toba merupakan bukti aksara lebih dahulu ada di Mandailing kemudian

mengalir ke daerah Batak yang lain. Bukankah aksara merupakan salah

satu bukti ketinggian suatu peradaban.

7. Persamaan budaya, bahasadan tulisan merupakan adaptasi dari satu etnik

ke etnik dalam pola interaksi sosial, terjadi pinjam meminjam budaya dan

kearifan. Tentu mengalir dari yang tinggi ke yang rendah. Bukan

sebaliknya .

8. Menurut mereka orang Batak selalu mencari persamaan dengan

Mandailing sedang orang Mandailing berusaha untuk mencari perbedaan

antar mereka dengan Batak atau Toba. Mandailing tidak mau

dipersamakan.

9. Masyarakat Mandailing yang mengaku Mandailing adalah bagian dari

Batak adalah anak-anak muda dan orang tua yang sudah terpengaruh

dengan arus informasi media dan buku-buku yang umumnya membagi

Batak atas beberapa bagian atau kelompok atau sub suku.

10.Posisi Mandailing yang lebih dekat ke laut pantai barat, Natal

menyebabkan Mandailing merupakan daerah yang terbuka untuk pengaruh

(25)

143

Mandailing mudah dan akrab untuk beradaptasi dengan budaya-budaya

lain.

11.Masyarakat Mandailing yang menolak dikategorikan dengan Batak karena

mereka merasa itu adalah upaya untuk membesarkan kelompok Batak

dengan cara mem-Batakkan etnis yang ada di Sumatera Utara selain

Melayu. Padahal kelompok etnik lain juga sudah banyak yang menolak.

Seperti Karo mereka lebih suka disebut Karo saja daripada Batak Karo,

orang Simalungun lebih suka disebut Simalungun saja dari pada Batak

Simalungun demikian juga Mandailing.

12.Orang Mandailing ada yang mau mengaku Batak dihadapan orang Batak

karena mereka tidak mau “rebut” atau konflik soal identitas Mandailing

adalah Batak. Mereka mengiyakan saja kalau orang Batak mengatakan

Mandailing juga Batak karena mereka tidak mau pusing bertengkar

gara-gara itu. Katanya, kalau kita mau mengaku dan adalah satu bagian dari

marga Batak dan mereka merasa berkakak beradek, Orang Batak akan

senang, ya sudah bilang saja ya mereka akhirnya mengganggap kita

saudara. Istilah mereka “ilmu selamat”.

13.Di daerah rantau orang di luar Mandailing dan Batak menganggap

keduanya merupakan satu etnik yaitu Batak atau Batak Mandailing. orang

Mereka tidak paham antar keduanya ada perbedaan. Jadi orang Mandailing

mengalami kesulitan dalam menjelaskan identitas mereka sebagai etnis

(26)

144

tertentu, akhirnya mereka mengambil jalan pintas yang pragmatis dengan

mengiyakan mereka Batak tapi dalam hati tetap Mandailing.

14.Orang Batak yang berpendirian bahwa dari Batak atau Toba asal semua

marga atau orang di Sumatera ini termasuk Mandailing datang sikap dan

keadaan mereka yang selama ini tertutup atau (splendid isolation) terisolasi.

Mereka tidak tahu bahwa di belahan dunia lain sudah ada bangsa-bangsa lain.

Sikap inilah terbawa-bawa sampai sekarang. lihat pernyataan Gultom di atas.

15. Pertimbangan idiologis pun ada karena “suku Toba menganggap diri sebagai

nenek moyang seluruh penduduk pedalaman provinsi itu.” (Perret) Sehingga

membuat mereka merasa lebih dari etnis-etnis lain di Sumatera Utara

16.Disamping itu harus juga diperhatikan bahwa politik dan agama juga berperan

dalam menentukan keriteria atau pengelompokan etnis Batak. Seperti kata

Castles,Aquib Suminto dan A.P. Godon.

17. Kedatangan missionaris pertama ke Tanah Batak pada tahun 1857 betapapun

menghadapi kenyataan, bahwa agama Islam telah berkembang di Tapanuli

Selatan.Terjadilah kemudian persaingan antara Islam-Kristen di kawasan ini”.

(Suminto, 1985:185). Jadi unsur politik dan missi disamping unsur-unsur

yang lain juga ikut andil dalam pertentangan indentitas Mandailing dan Batak.

Apalagi pemerintah Belanda “Setelah bertahun-tahun mencoba membuat batas

menurut kriteria „etnis‟, Dari penelitian ini dapat kita lihat bahwa penamaan

(27)

145

SARAN

1. Persoalan identitas etnis adalah suatu pilihan sikap yang diambil oleh

seseorang atau sekelompok orang untuk mengidenfikasi diri mereka, Jadi

alangkah bijaknya kalau kita memberikan mereka kebebasan memilih

dengan beridentitas Mandailing atau Batak atau Batak Mandailing.

2. Persoalan identitas etnik ini juga sangat sensitive dan emosional di tangan

orang-orang tertentu. Oleh sebab itu marilah kita menjauhkan diri dari

sikap seperti. Marilah kita berhati dingin karena ini adalah kajian ilmiah

tidak ada pretensi atau maksud lain selain kajian antropologi semata.

3. Sesungguhnya masih banyak lagi yang ingin kita ketahui tentang

persoalan indentitas etnik di daerah ini. Marilah kita pelajari untuk

Referensi

Dokumen terkait