• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PENDAPATAN USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI PROVINSI LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PENDAPATAN USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI PROVINSI LAMPUNG"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PENDAPATAN USAHA PENGOLAHAN IKAN TERI NASI

DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh

Sabastina Melani Simamora

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PENDAPATAN USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN

DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh

Sabastina Melani Simamora

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai tambah dan pendapatan usaha pengolahan ikan teri nasi. Penelitian dilakukan di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan pada bulan September 2012. Lokasi dipilih secara sengaja karena daerah merupakan sentra pengolahan ikan di Lampung. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif (metode Hayami) dan kualitatif (deskriptif). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tambah yang dihasilkan usaha pengolahan ikan teri nasi asin di Pulau

Pasaran Kota Bandar Lampung adalah sebesar Rp.3.306,94 per kilogram dan nilai tambah usaha pengolahan ikan teri nasi di Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan adalah sebesar Rp.2.045,00 per kilogram. Pendapatan rata-rata yang diperoleh usaha pengolahan ikan teri nasi per bulan di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung adalah Rp.32.615.942,75 dengan R/C rasio sebesar 1,13 sedangkan untuk pengolahan ikan teri nasi di Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan adalah sebesar Rp.18.318.968,67 dengan R/C rasio sebesar 1,12.

(3)
(4)
(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ………...……....………... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 9

C. Kegunaan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 10

A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Ikan ... 10

2. Klasifikasi Ikan Teri ... 11

3. Perikanan Ikan ... 12

a. Penangkapan ... b. Pasca Penangkapan ... 12 12 4. 5. Ikan Olahan ... Nelayan ... 14 22 6. Konsep Agribisnis dan Agroindustri ... 23

7. Konsep Nilai Tambah ... 24

8. Teori Pendapatan ... 25

9. Teori Biaya ... 28

B. Kerangka Pemikiran ... 29

III. METODE PENELITIAN ...…………... 32

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 32

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian ... 35

C. Metode Pengumpulan Data ... 36

(6)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 42

A. Keadaan Umum Provinsi Lampung ... 42

1. Keadaan Umum ... 42

2. Kependudukan ………... 42

3. Ketenagakerjaan …... 43

B. Keadaan Umum Kota Bandar Lampung ... 44

1. Keadaan Umum ... 44

2. Sejarah Terbentuknya Kota Bandar Lampung ... 45

3. 4. Keadaan Geografis ... Topografi ... 45 46 C. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Barat ... 47

1. Sejarah Singkat ... 47

2. Letak Geografi ... 47

3. Topografi ... 48

D. Keadaan Umum Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung ... 48

1. Letak Administratif ... 48

2. Luas Daerah dan Keadaan Alam ... 49

3. Keadaan Sosial Ekonomi ... 49

E. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan ... 51

1. Keadaan Geografis ... 51

2. Topografi dan Iklim ... 52

3. 4. Keadaan Demografi ... Sarana dan Prasarana ... 52 54 F. Keadaan Umum Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan ... 54

1. Potensi Demografi Daerah Penelitian ... 54

2. Sarana dan Prasarana ... 56

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

A. Keadaan Umum Responden ... 58

1. Umur Responden ... 58

2. Tingkat Pendidikan Responden ... 59

3. Pengalaman Usaha ... 60

(7)

1. Penggunaan Faktor Produksi Ikan Teri Nasi di Pulau

Pasaran ………...

63

a. Pengadaan Bahan Baku ... b. Bahan Bakar ... c. Tenaga Kerja ... d. Modal Awal ...

63 64 65 65

e. Proses Pembuatan Ikan Teri Nasi ... 66

f. Pemasaran ... 69

2. Analisis Nilai Tambah Usaha Pengolahan Ikan Teri Nasi di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung ... 70

3. Analisis Pendapatan Usaha Pengolahan Ikan Teri Nasi di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung ... 74

C. Keragaan Usaha Pengolahan, Nilai Tambah, dan Pendapatan di Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan …. 76 1. Penggunaan Faktor Produksi Usaha Pengolahan Ikan Teri Nasi di Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan …………...………... 76 a. Pengadaan Bahan Baku ... b. Bahan Bakar ... c. Tenaga Kerja ... d. Modal Awal ... 76 77 78 78 e. Proses Pembuatan Ikan Teri Nasi ... 79

f. Pemasaran ... 82

2. Analisis Nilai Tambah Usaha Pengolahan Ikan Teri Nasi di Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan ... 82

3. Anlisis Pendapatan Usaha Pengolahan Ikan Teri Nasi di Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan ... 88

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ... 94

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian

sebagai petani. Sumber daya alam tersebut merupakan salah satu faktor utama

untuk berkembangnya sektor pertanian di Indonesia dan hal ini merupakan salah

satu pilar penyangga pertumbuhan ekonomi. Pembangunan pertanian sebagai

bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

pertumbuhan ekonomi nasional. Peranan strategis tersebut terutama dalam

penyediaan pangan, penyediaan bahan baku industri, peningkatan eksport dan

devisa negara, penyediaan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta

peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat.

Pertanian juga berperan dalam menunjang perekonomian di Provinsi Lampung.

Pada tahun 2012 sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 16.242.780 juta

rupiah atau 37,33 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lampung dan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Perkembangan

PDRB di Provinsi Lampung menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan

(9)

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 (Juta Rupiah), tahun 2010-2012

No Lapangan Usaha 2010 2011 2012 Persentase

(%)

1. Pertanian, peternakan, kehutanan, dan

perikanan

14.851.400 15.587.581 16.242.780 37,33

2. Pertambangan dan penggalian

713.022 809.109 827.570 1,90

3. Industri pengolahan 5.177.596 5.430.218 5.668.830 13,03

4. Listrik dan air bersih 142.869 156.952 173.449 0,40

5. Bangunan 1.833.091 1.975.551 2.090.461 4,81

6. Perdagangan, restoran, dan hotel

6.114.068 6.450.606 6.811.060 15,66

7. Angkutan dan komunikasi

2.803.218 3.166.967 3.598.532 8,27

8. Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan

3.856.252 4.144.817 4.660.496 10,71

9. Jasa-jasa 2.898.383 3.137.140 3.432.638 7,89

PDRB 38.389.899 40.858.942 43.505.816 100

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2012

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan

perikanan mendominasi dalam PDRB Provinsi Lampung. Bila dibandingkan

dengan delapan lapangan usaha lainnya, maka PDRB sektor pertanian,

peternakan, kehutanan, dan perikanan menduduki peringkat teratas. Selama tiga

tahun terakhir kontribusi sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan

mengalami peningkatan. Hal ini berarti sektor perikanan juga memberikan

kontribusi terhadap PDRB dan merupakan sumber penghasil devisa.

Peningkatan kontribusi sektor perikanan menunjukkan bahwa sektor ini

berpotensi untuk dikembangkan (Badan Pusat Statistik Provinsi lampung, 2012).

Peluang usaha sektor perikanan memiliki prospek yang baik, karena ditunjang

(10)

sepanjang tahun dan juga lautan yang cukup luas. Salah satu usaha di bidang

subsektor perikanan adalah produksi ikan olahan, baik yang bernilai ekonomis

tinggi ataupun yang hanya berupa ikan asalan. Salah satu contoh produk ikan

olahan adalah ikan teri nasi. Produksi ikan olahan di Provinsi Lampung menurut

kabupaten/kota tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi ikan olahan dan unit pengolahan hasil perikanan per kabupaten/kota di Provinsi Lampung, tahun 2010

No Kabupaten/kota Volume

(kg/bln)

Jumlah unit pengolahan hasil perikanan

(Unit)

1 Lampung Selatan 454.420 134

2 Lampung Timur 344.452 352

3 Tanggamus 135.003 52

4 Bandar Lampung 124.685 333

5 Tulang Bawang 45.100 120

6 Lampung Tengah 21.945 280

7 Lampung Barat 17.508 61

8 Lampung Utara 16.500 12

9 Way Kanan 4.675 2

10 Metro 660 15

Jumlah 1.164.948 1.361

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, 2010

Tabel 2 memperlihatkan bahwa jumlah produksi ikan olahan di Provinsi Lampung

adalah 1.164.948 kg per bulannya dan jumlah unit pengolahan hasil perikanan

adalah 1.361 unit. Lampung Selatan merupakan kabupaten dengan produksi ikan

olahan terbesar, yaitu 454.420 kg setiap bulannya dengan jumlah unit pengolahan

yang cukup besar yaitu 134 unit. Selain itu, salah satu kabupaten/kota yang juga

memproduksi ikan olahan dalam jumlah yang cukup besar adalah Bandar

Lampung dengan produksi sebesar 124.685 kg per bulannya dengan jumlah unit

(11)

setelah Lampung Timur (333 unit pengolah). Jumlah unit pengolah di Lampung

Selatan berjumlah 134 pengolah. Banyaknya unit pengolahan ikan membuktikan

bahwa usaha pengolahan ikan telah berkembang di Bandar Lampung dan juga

Lampung Selatan.

Usaha pengolahan ikan dilakukan di beberapa tempat. Pulau Pasaran Kota

Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan merupakan

sentra pengolahan ikan di dua kabupaten/kota tersebut (Tabel 4 dan 5). Bandar

Lampung merupakan pusat pemasaran ikan basah dan ikan asin termasuk di

dalamnya ikan teri nasi serta mempunyai daerah penangkapan ikan di laut, yaitu

Teluk Lampung dan sekitarnya. Salah satu daerah penangkapan ikan dan

pengolahan ikan di Bandar Lampung adalah Pulau Pasaran. Sentra pengolahan

ikan di Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Sentra pengolahan ikan di Kota Bandar Lampung, tahun 2010

Lokasi Jenis Olahan Produksi

(Kg/bln)

∑ Pengolah (Unit)

∑ Tenaga kerja (Orang)

Bandar lampung 124.685 40 155

1. Lempasing Ikan asin & teri 25.685 19 43

2. P. Pasaran Ikan asin & teri 99.000 21 112

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, 2010

Tabel 3 memperlihatkan bahwa sentra pengolahan ikan di Bandar Lampung

adalah Lempasing dan Pulau Pasaran. Pulau Pasaran menempati posisi pertama

sebagai penghasil terbanyak di Bandar Lampung. Pulau Pasaran Kota Bandar

Lampung mempunyai keunikan tersendiri, karena letaknya yang sangat dekat

(12)

sekitar ± 500 m dari tepi pantai Kota Bandar Lampung, dan dapat ditempuh

dengan perahu kurang lebih selama 5 menit. Luas pulau ini mencapai ± 8 Ha

dengan jumlah penghuni sebanyak 240 KK (Bank Indonesia, 2010). Hampir

seluruh penghuninya bermata pencaharian sebagai pekerja/pengolah ikan dari

hulu sampai hilir, dan telah dilakukan secara turun-temurun.

Lampung Selatan merupakan kabupaten dengan produksi ikan olahan tebesar di

Provisi Lampung (Tabel 2), dan salah satu sentra pengolahan ikan di Lampung

Selatan adalah Desa Tarahan Kecamatan Katibung (Tabel 5). Walaupun Pulau

Pasaran Kota Bandar Lampung lebih unggul daripada Desa Tarahan Kabupaten

Lampung Selatan dalam pengolahan ikan, namun dari informasi yang didapat dari

lapangan, Desa Tarahan lebih strategis daripada Pulau Pasaran dilihat dari segi

lokasi. Letak Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan yang berada dekat jalan

raya memudahkan transaksi, sedangkan letak Pulau Pasaran Kota Bandar

Lampung yang berada di tengah laut kurang strategis untuk bertransaksi karena

harus menyebrang laut terlebih dahulu. Sentra pengolahan ikan di Desa Tarahan

Kabupaten Lampung Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Sentra pengolahan ikan di Lampung Selatan, tahun 2010

Lokasi Jenis Olahan Produksi

(Kg/bln)

∑ Pengolah (Unit)

∑ Tenaga kerja (Orang)

Lampung Selatan 13.900 17 104

1. Desa Tarahan Ikan asin & teri 7.900 12 76

2. Desa Merak

Belatung

Ikan asin & teri 6.600 8 47

3. Desa Maja Ikan asin & teri 6.000 5 28

(13)

Salah satu produk yang dihasilkan usaha pengolahan ikan asin di Pulau Pasaran

dan Desa Tarahan adalah ikan teri nasi. Ikan teri nasi merupakan produk

unggulan dari kedua daerah tersebut, sehingga total produksinya relatif lebih besar

dibandingkan dengan jenis ikan lainnya, bahkan pemasaran produk tidak hanya di

daerah Lampung melainkan sampai ke luar kota. Frekuensi perolehan teri nasi

terbatas pada bulan tertentu saja, yaitu bulan April sampai September, setiap

tahunnya, tetapi ikan lainnya tidak tergantung musim dan pasokannya selalu ada

tiap hari kecuali pada saat bulan terang. Berdasarkan informasi di lapangan

diketahui bahwa dalam sebulan terdapat 5 sampai 7 hari bulan terang, sehingga

ikan sulit untuk diperoleh.

Hasil pra survey di lapangan menyatakan bahwa ada beberapa kendala yang

dihadapi dalam usaha pengolahan ikan teri nasi, yaitu: (a) letak Pulau Pasaran

terletak di tengah laut, sehingga pengadaan bahan bakar untuk kapal dan untuk

merebus ikan tidak dibeli secara langsung, tetapi melalui agen yang datang ke

Pulau Pasaran dengan harga yang jauh lebih tinggi, (b) ketersediaan bahan baku,

yaitu ikan segar hasil tangkapan ikan nelayan tergantung pada musim, (c) kondisi

alam, seperti cuaca, yang sukar diprediksi, mengharuskan nelayan untuk tetap

melaut, sedangkan biaya operasional yang dikeluarkan cukup besar sehingga

harga jual ikan menjadi tinggi.

Bahan baku ikan bisa didapatkan secara langsung dengan membeli di tengah laut

dari nelayan yang memiliki tempat penangkapan ikan atau bagan. Alat yang

digunakan oleh pengolah untuk mendapatkan ikan segar tersebut adalah perahu

(14)

dapat mencapai beberapa mil dan untuk menghindari kebusukan pada ikan ketika

sampai di daratan, maka pengolah langsung merebus ikan di tempat pembelian.

Ikan yang sedang direbus langsung dicampur dengan bahan tambahan, yaitu

garam murni. Garam digunakan untuk menjaga keawetan. Adanya penambahan

garam murni pada pengolahan ikan akan menambah biaya operasional pengolah.

Permasalahan lain yang dialami oleh pengolah adalah dalam penjualan ikan teri

nasi ke Jakarta, yaitu penjualan dilakukan melalui ekspedisi, tidak melalui

negosiasi harga secara langsung antara produsen dan konsumen, melainkan

melalui telepon antara pengumpul dengan pedagang pengecer di jakarta. Pengolah

hanya mengetahui kondisi pasar dari penjelasan pengumpul tersebut, sehingga

posisi tawar pengolah menjadi rendah. Posisi tawar yang lemah tersebut

menyebabkan pendapatan nelayan pengolah menjadi tidak stabil, selalu

berubah-ubah sesuai dengan keadaan pasar di Jakarta. Nelayan pengolah tidak mempunyai

daya dan upaya untuk mengatasi masalah ini, mereka hanya bisa pasrah menerima

harga yang ditentukan pedagang di Jakarta. Secara umum, rendahnya tingkat

pendapatan nelayan pengolah ikan teri nasi disebabkan oleh beberapa faktor

(Bank Indonesia, 2010), yaitu:

(a) rendahnya tingkat teknologi penangkapan yang diterapkan,

(b) kecilnya skala usaha (ukuran kapal),

(c) belum efesiensinya sistem pemasaran hasil ikan, dan

(d) status nelayan yang sebagian besar adalah buruh.

Informasi yang didapat dari lapangan menyatakan bahwa permasalahan lain yang

(15)

alam (musim). Produksi ikan yang melimpah umumnya terjadi secara musiman

dan ikan laut umumnya over produksi pada saat musim barat, yaitu pada bulan

Januari-Mei, pada musim Timur terjadi penurunan produksi pada yaitu bulan

September-Desember sehingga harga ikan tinggi. Kondisi yang dihadapi

pengolah adalah pada saat ketersediaan bahan baku kurang dan harga belinya

mahal, pengolah akan tetap berproduksi atau tidak tergantung kepada apakah

mereka memperoleh keuntungan karena harga ikan teri nasi cenderung konstan

meskipun harga ikan basah (sebagai bahan baku) berfluktuasi.

Harga jual ikan teri nasi dari Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung dan Desa

Tarahan Kabupaten Lampung Selatan telah lama tidak mengalami peningkatan

yang signifikan, harga jual ikan teri nasi tidak sering meningkat. Produsen ikan

teri nasi tidak dapat meningkatkan harga jual ikannya karena kondisi pasar dan

konsumen tidak memungkinkan untuk menaikkan harga jual, meskipun biaya

produksi terus meningkat. Permasalahan lainnya adalah apakah usaha pengolahan

ikan teri nasi menguntungkan dengan harga jual yang berlaku saat ini dan

memberikan nilai tambah dalam proses pengolahannya, serta mampu memberikan

kontribusi terhadap pendapatan usaha pengolahan ikan teri nasi. Berdasarkan

(16)

1. Berapa nilai tambah yang tercipta dengan adanya usaha pengolahan ikan teri

nasi di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten

Lampung Selatan?

2. Berapa besar pendapatan yang diperoleh usaha pengolahan ikan teri nasi di

Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten Lampung

Selatan?

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah :

1. Mengetahui nilai tambah usaha pengolahan ikan teri nasi di Pulau Pasaran

Kota Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan.

2. Mengetahui besarnya pendapatan usaha pengolahan ikan teri nasi di Pulau

Pasaran Kota Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten Lampung

Selatan.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi:

1. Pengolah ikan teri nasi setempat dan pengolah ikan teri nasi lain, sebagai

masukan dalam menetapkan langkah-langkah usaha rumah tangganya dalam

meningkatkan pendapatan usahanya.

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Ikan

Menurut Hadiwiyoto (1993), ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik

(berdarah dingin) yang hidup di air dan bernafas dengan insang. Ikan merupakan

kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih

dari 27,000 di seluruh dunia. Secara taksonomi, ikan tergolong kelompok

paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan; biasanya ikan

dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha, 75 spesies termasuk lamprey

dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes, 800 spesies termasuk

hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes).

Ikan dapat ditemukan di hampir semua "genangan" air yang berukuran besar, baik

air tawar, air payau maupun air asin, pada kedalaman bervariasi, dari dekat

permukaan air hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan air. Namun,

danau yang terlalu asin, seperti Great Salt Lake, tidak bisa menghidupi ikan. Ada

beberapa spesies ikan dibudidayakan dan dipelihara untuk hiasan dalam akuarium,

(18)

Ikan adalah sumber makanan yang penting. Hewan air lain, seperti moluska dan

krustasea, kadang dianggap pula sebagai ikan ketika digunakan sebagai sumber

makanan. Menangkap ikan untuk keperluan makan dalam jumlah kecil atau olah

raga pancing sering disebut sebagai memancing. Hasil penangkapan ikan seluruh

dunia setiap tahunnya berjumlah sekitar 100 juta ton pertahun. Overfishing adalah

sebuah istilah dalam bahasa inggris untuk menjelaskan penangkapan ikan secara

berlebihan. Fenomena ini merupakan ancaman bagi berbagai spesies ikan.

2. Klasifikasi Ikan Teri

Klasifikasi ikan teri berdasarkan ikan yang termasuk cartilaginous (bertulang

rawan) atau bony ( bertulang keras) menurut De Bruin, et al. (1994) adalah:

Filum : Chordata

Sub-Filum : Vertebrae

Class : Actinopterygii

Ordo : Clupeiformes

Famili : Engraulididae

Genus : Stolephorus

Species : Stolephorus spp.

Ikan teri yang termasuk dalam famili Engraulididae ini mempunyai banyak

spesies. Spesies umum yang teridentifikasi adalah Stolephorus heterobolus,

Stolephorus devisii, Stolephorus buccaneeri, Stolephorus indicus, dan Stolephorus

commersonii (De Bruin, et al., 1994). Selain itu, ikan juga dibagi dalam spesies

ikan berlemak atau ikan kurus dengan klasifikasinya dibuat berdasarkan pada

(19)

karakteristik biologik, sedangkan contoh dari karakteristik teknologik adalah Ikan

berlemak (lipid disimpan pada jaringan tubuh) (Huss, 1994).

3. Perikanan Ikan Teri

a. Penangkapan

Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan adalah paying dan bagan,

tetapi alat tangkap ikan yang memberikan hasil tangkapan terbanyak adalah

bagan. Alat tangkap bagan ini dikenal dengan nama jaring angkat (lift net), yang

berdasarkan bentuk dan cara pengoperasiannya dibagi menjadi tiga macam, yaitu

bagan tancap (stationary lift net), bagan rakit (raft lift net) dan bagan perahu (boat

lift net). Opersional bagan dilalukan pada malam hari dengan bantuan lampu.

Nelayan umumnya menangkap ikan dengan menggunakan bagan tancap.

Pengoperasian bagan dilakukan pada malam hari dengan bantuan lampu

petromaks (Balitbang Perikanan, 1994).

b. Pasca Penangkapan (Pengolahan)

Proses pembusukan pada ikan tidak mungkin dihindari, hanya bisa dihambat.

Salah satu cara menghambat pembusukan ikan adalah dengan menekan

pertumbuhan mikroba-mikroba pembusuk dengan cara membuat kondisi

lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhan mikroba tersebut antara lain

dengan penambahan garam atau penggaraman (Djarijah, 1995). Salah satu

produk hasil pengolahan ikan dengan cara penggaraman (yang telah dikenal

(20)

hasil proses penggaraman dan pengeringan. Proses pembuatan ikan teri nasi

digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses pembuatan ikan teri nasi

Proses pembuatan ikan teri nasi sangat sederhana, karena tidak melalui proses

yang begitu sulit. Wajar saja jika nelayan saat ini melakukan pengolahan ikan teri

nasi secara sederhana dan tradisional. Diawali dari proses pemilihan ikan,

kemudian dilakukan proses pembersihan dan dilanjutkan dengan proses

pengolahan yaitu penggaraman dan penjemuran. Dalam proses penggaraman,

digunakan garam dan pada proses penjemuran sangat tergantung pada cahaya

matahari.

Pemilihan Pembersihan

Penggaraman

Pencucian

Penjemuran

(21)

4. Ikan Olahan

Pengolahan dan pengawetan ikan bertujuan untuk mempertahankan ikan selama

mungkin dengan menghambat atau menghentikan aktivitas mikroorganisme

pembusuk. Pengolahan dan pengawetan ikan bertujuan untuk mempertahankan

mutu dan kesegaran ikan selama mungkin dengan cara menghambat atau

menghentikan sama sekali penyebab kemunduran mutu (pembusukan) maupun

penyebab kerusakan ikan, agar ikan tetap baik sampai tangan konsumen.

Hampir semua cara pengawetan ikan akan menyebabkan berubahnya sifat ikan

segar, baik dalam hal bau, rasa, bentuk, maupun tekstur dagingnya. Menurut

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung (2010), pengolahan ikan secara

umum dapat dibagi atas dua kategori, yaitu kategori pengolahan modern, yang

hasilnya adalah ikan olahan dalam bentuk ikan kaleng, ikan beku, dan berbagai

jenis, dan kategori pengolahan tradisional, dengan cara yang biasa digunakan

antara lain melalui pengeringan, pengasapan, penggaraman, dan fermentasi. Hasil

dari pengolahan tradisional adalah ikan teri nasi, ikan asap, terasi ataupun kerupuk

ikan. Proses pengolahan tradisional maupun modern adalah:

a. Cara Tradisional

Cara ini umumnya dilakukan oleh para nelayan atau pengolah dengan

memakai alat dan bahan yang sangat sederhana. Cara yang biasa digunakan

(22)

(1) Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air dalam daging ikan

sehingga kegiatan mikroorganisme pembusuk serta enzim yang

menyebabkan proses busuk terhenti, dan ikan dapat disimpan cukup lama

sebagai bahan makanan. Pengeringan ikan umumnya disertai dengan

penggaraman, sehingga ikan kering terasa asin. Penggaraman sebelum

ikan dikeringkan dimaksudkan untuk menyerap air dari permukaan ikan

serta mengawetkannya sebelum tercapai tingkat kekeringan dan dapat

menghambat aktivitas mikroorganisme selama proses pengeringan

berlangsung. Batas kadar air yang diperlukan dalam tubuh ikan agar

perkembangan mikroorganisme pembusuk bisa terhenti adalah kira-kira

20-35 persen.

(2) Pengasapan

Tujuan pengasapan dalam pengawetan ikan adalah untuk mengawetkan

dan memberi warna serta rasa keasap-asapan yang khusus pada ikan.

Pengasapan biasanya dikombinasikan dengan proses pemanasan. Panas

dari asap yang tinggi bisa menghentikan aktivitas mikroba pembusuk dan

enzim-enzim perusak dalam daging, karena panas dapat menghambat

terjadinya oksidasi lemak, sehingga proses pembusukan dapat dicegah.

Pengasapan biasanya dilakukan dengan menggunakan kayu keras yang

mengandung bahan-bahan pengawet kimia yang berasal dari pembakaran

(23)

karbohidrat (asam formiat, asetat, dan butirat), fenol, kresol, keton,

sebagainya. Zat-zat yang terdapat dalam asap ini dapat menghambat

bakteri. Pengasapan biasanya dilakukan dengan mengkuti tahapan proses

penggaraman, pengeringan, pemanasan, dan pengasapan. Lamanya

pengerjaan dari masing-masing tahap tersebut menentukan kualitas ikan

asap yang dihasilkan.

(3) Penggaraman

Fungsi garam dalam pengawetan adalah untuk menyerap air dari dalam

daging ikan sehingga aktivitas bakteri akan terhambat. Bila garam

dicampur dengan ikan, maka sebagian air dari tubuh ikan ditarik keluar,

sedangkan garam diserap oleh daging ikan. Selain itu, larutan garam juga

menyebabkan proses osmose pada sel-sel mikroorganisme sehingga terjadi

plasmolisis yang mengakibatkan kurangnya kadar air pada sel bakteri dan

akhirnya bakteri mati. Dalam konsentrasi tinggi garam dapat menghambat

aktivitas mikroorganisme dan enzim. Mikroorganisme pembusuk dan

proteolitik serta organisme berspora tidak tahan konsentarsi garam di atas

6 persen, sedangkan mikroorganisme pathogen, seperti C. potulium dapat

dicegah pertumbuhannya pada konsentarsi garam di atas 10-12 persen.

Banyaknya garam yang masuk ke dalam daging ikan selama proses

penggaraman dipengaruhi faktor-faktor, seperti kesegaran ikan, kandungan

yang ada pada ikan, ketebalan ikan, kehalusan garam, kemurnian garam,

(24)

penggaraman merupakan usaha yang paling mudah dalam menyelamatkan

hasil tangkapan nelayan.

Umumnya semua jenis ikan dapat diawetkan dengan penggaraman.

Contoh hasil olahan ikan yang diawetkan dengan cara penggaraman adalah

ikan teri nasi, ikan peda, dan ikan pindang. Menurut Djarijah (1995), cara

pengawetan ikan yang paling praktis, efektif, dan efesien adalah

pembuatan ikan teri nasi, karena dapat dibuat oleh masyarakat dengan

peralatan sederhana. Pengolahan ikan teri nasi dijumpai hampir di semua

pusat produksi hasil perikanan. Semua jenis ikan, ukuran dan mutunya

dapat diolah menjadi ikan teri nasi. Oleh karena itu, beragam pula jenis,

ukuran, bentuk, dan mutu ikan teri nasi dijumpai di pasaran.

Proses pembuatan ikan teri nasi secara tradisional/sederhana melalui

beberapa tahap, yaitu (Afriyanto dan Liviawati, 1989):

(a) Proses persiapan

Ikan yang akan diolah, dipisah menurut ukuran. Ikan yang berukuran

sangat kecil cukup dicuci dengan air bersih saja tanpa perlu

dibersihkan sisik, insang, dan isi perutnya. Ikan sebaiknya dicuci

dengan air mengalir, agar tubuh ikan menjadi benar-benar bersih.

Ikan yang sudah dicuci lalu ditiriskan dengan bagian perut menghadap

ke bawah agar tidak ada air yang menggenang. Ikan yang sudah agak

kering ditimbang agar lebih mudah diketahui jumlah garam yang

(25)

(b) Proses penggaraman

Ada dua macam proses penggaraman, yaitu metode kering (dry

salting) dan metode basah (wet salting). Penggaraman dengan metode

kering dilakukan dengan cara garam ditaburkan di dasar bak setebal

1-5 cm, tergantung jumlah ikan yang akan diolah. Lapisan garam ini

berfungsi sebagai alas pada saat proses penggaraman. Ikan yang telah

disusun di atas lapisan garam dengan cara bagian perut menghadap ke

bawah, ditaburkan garam kembali sehingga seluruh permukaan

tertutup garam. Lapisan garam ini merupakan dasar bagi lapisan

berikutnya, demikian seterusnya sehingga lapisan ikan dan garam

tersebut mencapai permukaan bak. Lapisan paling atas ditaburi garam

setebal 5 cm agar tidak dihinggapi lalat.

Proses penggaraman selesai setelah ditandai dengan perubahan tekstur

daging ikan menjadi kencang. Meskipun demikian proses

penggaraman dapat berlangsung selama 2-3 hari untuk ikan besar, 24

jam untuk ikan sedang, dan 12-24 jam untuk ikan berukuran kecil.

Ikan yang telah mengalami proses penggaraman dicuci kembali

dengan menggunakan air bersih untuk menghilangkan kotoran yang

berasal dari garam. Setelah dicuci, ikan ditiriskan dan siap untuk

dijemur.

Penggaraman dengan metode basah dilakukan dengan menggunakan

media larutan garam pada konsentrasi tertentu, tergantung tingkat

(26)

lebih dari 24 jam dan sebaiknya digunakan larutan garam dengan

konsentrasi lewat jenuh. Ikan yang telah disusun di dalam bak kedap

air direndam dengan larutan garam secukupnya hingga seluruh ikan

terendam. Proses penggaraman dianggap selesai apabila konsentrasi

garam di dalam dan di luar tubuh ikan telah sama, kemudian ikan

dapat dijemur sampai kering.

(c) Proses pengeringan

Ikan yang siap dijemur diletakkan di atas rak-rak yang telah

disediakan untuk menjemur ikan. Bagian tubuh ikan yang dibelah

sebaiknya diletakkan menghadap ke atas agar dapat terkena sinar

matahari. Selama penjemuran, ikan harus sering dibolak-balik agar

proses pengeringannya semakin cepat dan hasilnya merata. Waktu

sore atau malam hari, ikan sebaiknya diangkat dari jemuran karena

dapat basah oleh hujan, embun, ataupun udara lembab. Proses

pengeringan dapat selesai dalam waktu tiga hari apabila sinar matahari

cukup baik. Tingkat kekeringan diketahui dengan cara menekankan

jari ke tubuh ikan. Jika jari tidak meninggalkan bekas pada tubuh ikan,

maka dapat dianggap ikan sudah cukup kering. Untuk ikan yang

berukuran besar, tingkat kekeringan diketahui dengan cara

menutupkan bagian tubuh ikan yang dibelah, jika tidak patah, maka

(27)

(d) Penyimpanan

Ikan yang sudah kering disusun secara teratur di dalam peti atau

keranjang yang telah dilapisi kertas, selanjutnya peti atau keranjang

diletakkan di dalam ruangan yang sejuk dan kering dengan ventilasi

yang baik.

(e) Fermentasi

Fermentasi merupakan proses penguraian senyawa-senyawa kompleks

yang terdapat di dalam tubuh ikan menjadi senyawa-senyawa yang

lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasal dari tubuh ikan

tersebut atau mikroorganisme dan berlangsung dalam kondisi

lingkungan yang terkontrol.

b. Cara modern

Dalam cara modern biasanya digunakan alat-alat canggih dan membutuhkan

biaya yang tidak sedikit. Walaupun demikian, mutu hasil pengawetan juga

semakin baik dan bisa dipertanggungjawabkan. Cara modern biasa digunakan

oleh perusahaan makanan yang mengolah makanan secara besar-besaran

untuk dipasarkan. Pengawetan dengan cara modern dilakukan dengan cara

pendinginan dan pembekuan (pengawetan dengan suhu rendah), pengalengan

ikan (canning), serta penepungan ikan (fish meal).

(1) Pendinginan

Pendinginan merupakan proses pengawetan ikan dengan suhu rendah

Chilling (-1-50C) yang bertujuan untuk menghambat kegiatan

(28)

mempengaruhi kesegaran mutu. Cara termudah, praktis, dan tidak

membutuhkan biaya besar adalah dengan menggunakan es batu. Akan

tetapi dalam penerapannya, sering tidak efisien, karena es cepat sekali

mencair dengan masuknya udara panas. Saat ini cara pendinginan sudah

banyak menggunakan unit pendingin mekanis yang dapat mendinginkan

ikan secara lebih meyakinkan sampai pada 00C. Unit pendinginan

mekanis tersebut dapat langsung mendinginkan ikan dan mempertahankan

suhu 00C atau sedikit lebih rendah (-20C) agar es yang dipakai untuk

mendinginkannya tidak cepat mencair.

(2) Pembekuan

Pada proses pembekuan ini waktu yang diperlukan berbeda-beda,

tergantung pada kecepatan dan suhu yang dicapai. Pada suhu 550C-650C

semua cairan tubuh ikan telah membeku, sedangkan faktor-faktor yang

mempengaruhi kecepatan pembekuan antara lain: cara perambatan panas,

perbedaan suhu awal tubuh ikan dan suhu yang diinginkan, ukuran ikan,

serta wadah yang digunakan. Alat yang biasa digunakan disebut freezer.

Jenisnya antara lain ; sharp freezer, multi freezer, air blast freezer, dan

brine freezer.

(3) Pengalengan ikan (canning)

Canning merupakan cara pengolahan dan pengawetan ikan yang telah

disterilisasi dan dikemas dalam kaleng. Dasar dari pengalengan ikan ini

(29)

agar semua mikroorganisme seperti jamur, ragi, bakteri, dan enzim bisa

mati, sehingga tidak akan menimbulkan proses pembusukan. Pengawetan

cara ini tidak hanya menggunakan kaleng saja untuk mengemasnya, tetapi

bisa juga menggunakan botol.

(4) Tepung ikan (fish meal)

Fish meal merupakan suatu produk padat kering dari sisa-sisa olahan

(limbah) atau dari kelebihan hasil penangkapan ikan. Cara untuk

mendapatkan tepung ikan adalah dengan mengeluarkan sebagian besar

cairan dan lemak yang terkandung di dalam ikan. Tepung ikan yang baik

dihasilkan oleh ikan yang sedikit mengandung lemak.

5. Nelayan

Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan

ikan. Dalam perstatistikan perikanan perairan umum, nelayan adalah orang

yang secara aktif melakukan operasi penangkapan ikan di perairan umum.

Orang yang melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat

penangkapan ikan ke dalam perahu/kapal motor, mengangkut ikan dari

perahu/kapal motor, tidak dikategorikan sebagai nelayan.

Nelayan adalah istilah bagi orang-orang yang sehari-harinya bekerja

menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun

permukaan perairan. Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan ini dapat

merupakan perairan tawar, payau maupun laut. Di negara-negara berkembang

(30)

menggunakan peralatan yang sederhana dalam menangkap ikan. Nelayan di

negara-negara maju biasanya menggunakan peralatan modern dan kapal yang

besar yang dilengkapi teknologi canggih. Nelayan dibagi ke dalam dua

kategori, yaitu nelayan penggarap dan nelayan pemilik (Anonim, 2012).

6. Konsep Agribisnis dan Agroindustri

Agribisnis merupakan suatu kegiatan yang utuh dan tidak dapat terpisah antara

suatu kegiatan dan kegiatan lainnya, mulai dari pengadaan, pengolahan hasil,

pemasaran, dan aktifitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian

(Soekartawi, 1991). Agribisnis juga merupakan suatu kesatuan kegiatan yang

meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan

hasil, dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian. Dalam arti

luas agribisnis adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan

kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.

Menurut Downey dan Erickson (1988), agribisnis dapat dibagi menjadi tiga

sektor yang saling tergantung secara ekonomis, yaitu sektor masukan (input),

produksi (farm), dan sektor keluaran (output). Sektor masukan menyediakan

bekal bagi para pengusaha tani untuk dapat memproduksi hasil tanaman dan

ternak. Termasuk dalam sektor masukan adalah bibit, makanan ternak, pupuk,

bahan kimia, mesin pertanian, bahan bakar, dan banyak perbekalan lainnya.

Sektor usahatani merupakan sektor yang memproduksi hasil tanaman dan

hasil ternak, yang kemudian diproses dan disebarkan pada konsumen akhir

(31)

Selanjutnya menurut Soekartawi (2000), agroindustri mampu meningkatkan

pendapatan para pelaku agribisnis, karena mampu menyerap tenaga kerja,

mampu meningkatkan devisa dan mampu mendorong munculnya industri lain.

Ciri penting dari agroindustri adalah kegiatannya tidak tergantung pada mesin

dan memiliki manajemen usaha yang modern. Skala usaha yang optimal dan

efisien serta mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.

7. Konsep Nilai Tambah

Pengertian nilai tambah (added value) adalah penambahan nilai suatu

komoditi karena komoditi tersebut telah mengalami proses pengolahan,

pengangkutan, atau penyimpanan dalam suatu proses produksi. Menurut

Hardjanto (1991) dalam Tiasarie (2010), nilai tambah didefinisikan sebagai

pertambahan nilai suatu komoditi karena adanya input fungsional yang

diberlakukan pada komoditi yang bersangkutan. Input fungsional tersebut

dapat berupa proses perubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat

(place utility), maupun proses penyimpanan (time utility).

Faktor yang mempengaruhi nilai tambah pada sistem pengolahan adalah faktor

teknis dan non teknis. Faktor teknis meliputi unsur kualitas (mutu) produk,

penerapan teknologi, kapasitas produksi, penggunaan unsur tenaga kerja,

jumlah bahan baku, dan input penyerta. Faktor ini mempengaruhi harga jual

produk, sedangkan faktor non teknis (faktor pasar) meliputi harga jual output,

upah tenaga kerja, harga bahan baku, informasi pasar, modal investasi

teknologi, dan nilai input lainnya. Faktor non teknik dapat mempengaruhi

(32)

Analisis nilai tambah berfungsi sebagai salah satu indikator dalam

keberhasilan sektor agribisnis. Menurut Hardjanto (1991) dalam Tiasarie

(2010), kegunaan dari menganalisis nilai tambah adalah untuk mengetahui:

a. Besarnya nilai tambah yang terjadi akibat perlakuan tertentu yang

diberikan pada komoditas pertanian.

b. Pendistribusian imbalan yang diterima pemilik dan tenaga kerja.

c. Besarnya kesempatan kerja yang diciptakan oleh kegiatan pengolahan

bahan baku menjadi produk jadi.

d. Peluang serta potensi yang dapat diperoleh dari suatu sistem komoditas di

suatu wilayah tertentu karena menerapkan teknologi tertentu pada suatu

atau beberapa subsistem di dalam sistem komoditas.

8. Teori Pendapatan

Menurut Soekartawi (1986), penerimaan dalam usahatani merupakan

perkalian antara produksi fisik dengan harga jual atau harga produksi.

Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima

dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran usahatani didefinisikan sebagai

jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa (sebagai

input) bagi usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup pinjaman

uang untuk keperluan usahatani. Demikian pula pengeluaran tunai usahatani

tidak mencakup pengeluaran bunga pinjaman pokok. Penerimaan tunai dan

pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup yang berbentuk benda, jadi nilai

(33)

usahatani dan nilai kerja yang dibayar dengan benda tidak dihitung sebagai

pengeluaran tunai usahatani.

Menurut Soekartawi (1991), selisih antara penerimaan tunai usahatani dan

pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan, dan merupakan ukuran

kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Untuk menganalisis

pendapatan diperlukan dua keterangan pokok keadaan pengeluaran dan

penerimaan dalam jangka waktu tertentu. Tujuan analisis pendapatan adalah

untuk mengggambarkan tingkat keberhasilan suatu kegiatan usaha dan

keadaan yang akan datang melalui perencanaan yang dibuat.

Tingkat pendapatan rumah tangga merupakan indikator yang penting untuk

mengetahui tingkat hidup rumah tangga. Umumnya pendapatan rumah

tangga di pedesaan tidak berasal dari satu sumber, tetapi berasal dari dua atau

lebih sumber pendapatan. Tingkat pendapatan tersebut diduga dipengaruhi

oleh pemenuhan kebutuhan dasar rumah tangga pengrajin. Tingkat

pendapatan yang rendah mengharuskan anggota rumah tangga untuk bekerja

lebih giat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pendapatan keluarga

diharapkan mencerminkan tingkat kekayaan dan besarnya modal yang

dimiliki pengrajin. Semakin besar pendapatan penglah cenderung lebih

berani menanggung resiko. Pendapatan besar mencerminkan tersedianya

dana yang cukup untuk usahatani selanjutnya, dan pendapatan yang rendah

menyebabkan menurunnya investasi dan upaya pemupukan modal.

Sumber pendapatan rumah tangga digolongkan ke dalam dua sektor, yaitu

(34)

pertanian dapat dirinci lagi menjadi pendapatan dari usahatani, ternak, buruh

pengrajin, menyewakan lahan dan bagi hasil. Sumber pendapatan dari sektor

bukan pertanian dibedakan menjadi pendapatan dari industri rumah tangga,

perdagangan, pegawai, jasa, buruh bukan pertanian serta buruh subsektor non

pertanian lainnya (Sayogyo, 1997).

Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan untuk

menghasilkan suatu produk dan dinyatakan dengan uang serta mencakup

semua pengeluaran dalam pengelolaan. Biaya tetap adalah biaya yang

dikeluarkan dalam usahatani dan besarnya tidak dipengaruhi oleh besar

kecilnya produksi yang dihasilkan, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya

yang dikeluarkan yang besarnya sangat dipengaruhi oleh produksi yang

dihasilkan (Soekartawi, 1991). Pendapatan atau keuntungan usahatani adalah

selisih penerimaan dengan semua biaya produksi, dirumuskan sebagai:

π = TR-TC = Y. PY-(X . Px )

Dimana:

π : Keuntungan (pendapatan)

TR : Total penerimaan

TC : Total biaya

Y : Produksi

Py : Harga satuan produksi

X : Faktor produksi

Px : Harga faktor produksi

Kriteria pengambilan keputusan adalah:

(1)Jika R/C < 1 , maka usahatani yang dilakukan belum menguntungkan

(2)Jika R/C >1 , maka usahatani yang dilakukan menguntungkan

(35)

10. Teori Biaya

Menurut Soekartawi (1991), dalam suatu anggaran kegiatan usahatani unsur

biaya adalah komponen yang termasuk di dalamnya. Biaya-biaya dalam

proyek pertanian adalah barang-barang fisik, tenaga kerja, cadangan tidak

terduga, pajak, jasa pinjaman dan biaya-biaya tidak diperhitungkan. Biaya

berdasarkan sifatnya dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Biaya tetap, yaitu biaya yang besar kecilnya tidak tergantung kepada besar

kecilnya produksi dan dapat digunakan lebih dari satu kali proses

produksi. Sewa atau bunga tanah berupa uang adalah contoh dari biaya

tetap.

b. Biaya variabel, yaitu biaya yang besar kecilnya berhubungan dengan besar

kecilnya produksi dan habis dalam satu kali proses produksi. Yang

termasuk dalam biaya variabel antara lain adalah pengeluaran untuk

membeli bibit, obat-obatan, biaya persiapan dan biaya pembuatan

[image:35.595.190.430.529.712.2]

kandang. Kurva biaya total dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2. Kurva biaya total TC

TC TVC

TFC C

0 P

Output

Bi

a

y

a T

o

(36)

Di mana:

TC : Total Cost (Total biaya)

TVC : Total Variabel Cost (Biaya variabel total) TFC : Total Fixed Cost (Biaya tetap total)

Gambar 2 menunjukkan sumbu x adalah output dan sumbu y adalah biaya

total. TFC adalah biaya tetap total yang merupakan keseluruhan biaya yang

dikeluarkan untuk pengadaan faktor produksi yang tidak dapat diubah

jumlahnya. TVC atau biaya variabel total merupakan keseluruhan biaya yang

dikeluarkan untuk pengadaan faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya.

TC atau biaya total merupakan penjumlahan biaya tetap total (TFC) dan biaya

variabel total (TVC), rumusnya adalah TC = TVC + TFC. Biaya total

variabel (TVC) dan biaya total (TC) akan meningkat dengan meningkatnya

output. Biaya total merupakan keseluruhan biaya produksi yang dikeluarkan.

Biaya ini didapat dari penjumlahan

B. Kerangka Pemikiran

Produk pertanian yang bersifat bulky (mudah rusak) merupakan salah satu alasan

bagi para pelaku pertanian untuk melakukan penanganan terhadap produk

pertanian tersebut agar dapat langsung dikonsumsi atau diolah lagi menjadi lebih

tahan lama. Pengolahan merupakan salah satu cara untuk membuat produk

pertanian dapat tahan lebih lama. Industri pengolahan merupakan bagian hilir dari

sektor usahatani, yang di dalamnya termasuk agroindustri. Agroindustri lebih

bersifat padat karya dan membutuhkan banyak sumberdaya alam lokal. Hal itu

(37)

agroindustri juga membutuhkan banyak tenaga kerja yang tidak harus memiliki

keterampilan khusus.

Usaha pengolahan yang memberikan nilai tambah tinggi kepada para pengusaha

salah satunya adalah usaha pengolahan ikan teri nasi. Usaha pengolahan tersebut

banyak diusahakan oleh masyarakat karena produknya digunakan untuk konsumsi

pangan penduduk. Industri pengolahan ikan teri nasi juga merupakan salah satu

industri pengolahan yang penting dan potensial dalam peningkatan pendapatan

rumah tangga dan pemberian kesempatan kerja bagi penduduk, karena ikan

merupakan bahan pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat, sehingga setiap

hari akan ada permintaan akan ikan. Permintaan yang terus menerus tersebut

mengakibatkan usaha pengolahan ikan teri nasi akan terus berproduksi dan

pengusaha terus berusaha meningkatkan pendapatan usahanya.

Fenomena yang dihadapi pengolah ikan teri nasi adalah fluktuasi harga bahan

baku yaitu ikan segar. Kenaikan harga bahan baku ikan sangat berdampak pada

kestabilan ekonomi dan kestabilan proses pengolahan yang dilakukan oleh para

pengolah ikan. Produsen ikan olahan tidak dapat meningkatkan harga jual ikan

karena kondisi pasar dan konsumen tidak memungkinkan untuk menaikkan harga

jual, meskipun biaya produksi terus meningkat. Untuk mendukung

keberlangsungan agroindustri tersebut, maka produsen ikan teri nasi harus

menggunakan ikan dengan jumlah dan mutu yang tepat, sehingga dapat mengolah

dan menjual pada waktu yang tepat. Semua usaha tersebut harus dilakukan agar

(38)
[image:38.595.125.490.163.536.2]

Alur pemikiran tersebut dapat dilihat pada paradigma kerangka pemikiran seperti

Gambar 3.

Gambar 3. Bagan alir analisis nilai tambah dan pendapatan usaha pengolahan ikan teri nasi di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan, tahun 2012

Faktor Produksi

-Bahan baku (ikan asin basah) -Bahan bakar (minyak tanah) -Bahan penambah (garam) -Peralatan (panci dan laha) -Tenaga kerja

Pengadaan bahan baku

Proses produksi

Output ( ikan teri nasi )

Penerimaan Biaya produksi

- Analisis Nilai Tambah

- Pendapatan hasil

pengolahan ikan teri nasi Harga

(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk

mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data

yang berhubungan dengan penelitian.

Pengolah adalah seseorang yang melakukan kegiatan pengolahan ikan berupa

ikan asin termasuk di dalamnya ikan teri nasi.

Industri pengolahan adalah suatu unit kegiatan ekonomi yang melakukan

kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan

tangan sehingga menjadi barang jadi / setengah jadi, dan atau barang yang

kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih

dekat kepada pemakai akhir.

Agroindustri ikan teri nasi adalah suatu sistem yang terdiri dari subsistem

pengadaan bahan baku ikan teri nasi, pengolahan, dan pemasaran hasil

produksi ikan teri nasi.

Produksi merupakan proses mengubah masukan atau faktor-faktor produksi

(40)

Proses produksi ikan teri nasi adalah usaha memproses bahan baku ikan segar

menjadi ikan teri nasi.

Produksi ikan asin adalah produk hasil olahan dari ikan segar menjadi ikan

asin termasuk di dalamnya ikan teri nasi yang dihitung dalam ukuran kilogram

(kg).

Ketersediaan bahan baku adalah banyaknya ikan untuk proses produksi,

diukur dengan satuan kilogram per (kg).

Bahan baku adalah bahan-bahan yang digunakan untuk proses produksi dalam

membentuk suatu barang produksi, yaitu ikan asin, termasuk di dalamnya ikan

teri nasi yang diukur dalam satuan kilogram (kg).

Garam adalah bahan tambahan yang digunakan oleh pengolah untuk

penggaraman ikan, diukur dalam satuan kilogram (kg).

Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang dicurahkan dalam proses produksi ikan

olah, mulai dari pengadaan bahan baku sampai kegiatan pengeringan ikan,

yang terdiri dari tenaga kerja pria, wanita, yang diukur dalam setara hari kerja

pria (HKP).

Biaya tenaga kerja adalah total upah yang dibayarkan untuk tenaga kerja, yang

diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Tempat merebus adalah panci yang terbuat dari alumunium yang digunakan

(41)

Laha adalah tempat menjemur ikan asin, termasuk di dalamnya ikan teri nasi

yang terbuat dari bambu yang dianyam diukur dalam satuan lembar

(hamparan).

Bahan bakar adalah bahan bakar berupa solar, minyak tanah, dan kayu bakar

yang digunakan oleh nelayan untuk penangkapan ikan dan pengadaan bahan

baku, yang diukur dalam satuan liter (ltr).

Input adalah sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan satu satuan

output/produk. Dalam penelitian ini input yang digunakan adalah ikan segar,

garam, bahan bakar, tenaga kerja.

Produk adalah nilai keluaran yang dihasilkan dari proses kegiatan industri

yang berupa ikan teri nasi.

Nilai tambah ikan teri nasi adalah penambahan nilai ikan teri segar karena

ikan teri segar tersebut telah mengalami proses pengolahan, pengangkutan,

atau penyimpanan melalui suatu proses produksi.

Pendapatan ikan teri nasi adalah selisih penerimaan dengan semua biaya

produksi ikan teri nasi, yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Penerimaan adalah penerimaan yang diperoleh pengolah ikan teri nasi yaitu

jumlah ikan teri nasi yang dihasilkan dikalikan dengan harga yang berlaku,

(42)

Biaya produksi ikan teri nasi adalah total biaya yang dikeluarkan karena

digunakannya faktor-faktor produksi, baik tunai maupun diperhitungkan,

dalam proses produksi ikan teri nasi, yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi,

terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak bergantung pada besar

kecilnya produksi dan dapat digunakan lebih dari satu kali proses produksi

diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya variabel adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah

produksi, merupakan biaya yang dipergunakan untuk membeli faktor produksi

berupa ikan segar, bahan bakar, minyak tanah, garam, dan tenaga kerja, yang

diukur dalam satuan rupiah (Rp).

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pulau Pasaran Kelurahan Kota Karang Kecamatan

Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kecamatan

Katibung Kabupaten Lampung Selatan. Penentuan lokasi penelitian dilakukan

secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Pulau Pasaran Kota

Bandar Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan merupakan

sentra pengolahan ikan di Lampung. Lokasi Pulau Pasaran Kota Bandar

Lampung dan Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan yang strategis juga

menjadi pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian ini. Waktu

(43)

Responden penelitian adalah nelayan pengolah ikan di Pulau Pasaran Kota

Bandar Lampung yang berjumlah 38 pengolah sebagai populasi, dan nelayan

pengolah ikan di Desa Tarahan Kabupaten Lampung Selatan berjumlah 12

pengolah sebagai populasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara

sensus, yaitu semua populasi dijadikan responden penelitian karena populasi

nelayan pengolah ikan teri nasi di Pulau Pasaran dan Desa Tarahan hanya

sebanyak 50 responden. Menurut Arikunto(2002), apabila subjek penelitian

kurang dari 100 responden, lebih baik diambil semua sehingga penelitianya

merupakan penelitian populasi. Skala usaha pengolahan ika teri nasi ini masih

skala rumah tangga. Pengambilan data menggunakan kuisioner dengan tujuan

agar pertanyaan yang diajukan terstruktur dan lengkap.

C. Metode Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan dengan metode survei. Data yang dikumpulkan terdiri

dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat

secara langsung oleh pengumpul data dan diperoleh melalui wawancara

langsung dengan para pelaku industri rumah tangga ikan teri nasi. Teknik

pengumpulan data primer dilakukan dengan membuat kuesioner (daftar

pertanyaan) sekaligus melakukan pengamatan (observasi) langsung di

lapangan. Data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah,

(44)

D. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis

kualitatif (deskriptif) dan analisis kuantitatif (statistik). Pengolahan data

dilakukan dengan metode tabulasi dan komputerisasi (microsoft excel).

1. Analisis Nilai Tambah

Pengolahan ikan segar menjadi ikan teri nasi mengakibatkan

bertambahnya nilai komoditi tersebut. Metode yang digunakan untuk

mengetahui peningkatan nilai tambah ikan teri nasi adalah metode nilai

tambah Hayami seperti Tabel 5. Semua nilai pada indikator yang terdapat

dalam Tabel 5, dihitung berdasarkan harga yang berlaku (current price)

(45)
[image:45.595.148.509.122.462.2]

Tabel 5. Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami

No Variabel Nilai

Output, Input dan Harga 1 2 3 4 5 6 7 Output (Kg/bulan) Bahan baku (Kg/bulan) Tenaga kerja (HOK/Bulan) Faktor konversi

Koefisien tenaga kerja Harga output (Rp/Kg)

Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK)

a b c d = a/b e = c/b

f g

Pendapatan dan Keuntungan (Rp/Kg) 8 9 10 11.a b 12.a b 13.a b.

Harga bahan baku Sumbangan input lain Nilai output

Nilai tambah Rasio nilai tambah Imbalan tenaga kerja Bagian tenaga kerja Keuntungan

Tingkat keuntungan

h i j = d x f k = j-i-h l = (k/j)x100%

m = e x g n% = (m/k)x100%

o = k-m p% = (o/k)x100%

Balas jasa pemilik faktor-faktor produksi 14. a. b. c. Margin keuntungan Keuntungan Tenaga kerja Input lain

q = j-h r = o/q x 100% s = m/q x 100%

t=i/q x 100 %

Sumber : Hayami, et al., 1987

Keterangan :

a = Output / total produksi ikan teri nasi yang dihasilkan oleh industri rumah tangga

b = Input / bahan baku yang digunakan untuk memproduksi ikan teri nasi yaitu ikan

c = Tenaga kerja yang digunakan dalam memproduksi ikan teri nasi dihitung dalam bentuk HOK ( hari orang kerja ) dalam satu periode analisis

f = Harga produk yang berlaku pada satu periode analisis

g = Jumlah upah rata-rata yang diterima oleh pekerja dalam setiap satu periode produksi yang di hitung berdasarkan per HOK (hari orang kerja)

(46)

i = Sumbangan / Biaya input lainnya yang terdiri dari biaya bahan baku

penolong, biaya penyusutan dan biaya pengemasan.

Kriteria nilai tambah adalah :

a. Jika NT > 0, berarti usaha pengolahan ikan teri nasi memberikan nilai

tambah (positif)

b. Jika NT < 0, berarti usaha pengolahan ikan teri nasi tidak memberikan

nilai tambah (negatif)

2. Analisis Pendapatan Usaha Pengolahan Ikan Teri Nasi

Tujuan akhir suatu usaha adalah mendapatkan laba (sisa usaha).

Pendapatan dalam usaha pengolahan ikan teri nasi diperoleh dari hasil

penjualan ikan teri nasi. Pendapatan diperoleh dengan menghitung selisih

antara penerimaan yang diterima dari hasil usaha dengan biaya produksi

yang dikeluarkan dalam satu bulan. Penerimaan merupakan jumlah uang

yang diterima dari hasil penjualan produk yang dihasilkan. Biaya

merupakan jumlah uang yang dikeluarkan selama proses pengolahan ikan

teri nasi. Secara matematis untuk menghitung besarnya pendapatan dari

agroindustri ikan teri nasi dapat ditulis sebagai:

π = TR-TC = Y. PY-(X . Px ) ... (1)

di mana:

π : Pendapatan (Rp)

Y : Produksi (Kg)

Py : Harga produk (Rp/Kg)

(47)

Analisis yang digunakan untuk mengetahui apakah usaha pengolahan ikan

teri nasi ini menguntungkan atau tidak bagi nelayan pengolah analisis

nisbah penerimaan dengan biaya total atau analisis R/C yang dirumuskan

sebagai :

R/C = Penerimaan total ... (2)

Biaya total

Kriteria pengukuran pada analisis nisbah penerimaan dengan biaya total

adalah:

(1). Jika R/C > 1, maka usaha pengolahan ikan teri nasi menguntungkan,

(2). Jika R/C = 1, maka usaha pengolahan ikan teri nasi tidak untung dan

tidak rugi, dan

(48)

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Umum Provinsi Lampung

1. Keadaan Umum

Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan

areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi ini terdiri atas 12 kabupaten yakni

Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Barat, Lampung Utara, Lampung

Timur, Tulang Bawang, Tanggamus, Way Kanan, Pesawaran, Mesuji, Tulang

Bawang Barat, dan Pringsewu. Selain itu, Provinsi Lampung mempunyaidua kota

yaitu Metro dan Bandar Lampung. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara

Pulau Sumatra. Secara geografis provinsi terletak pada posisi antara 103040’ –

105050’ Bujur Timur dan 6045’ sampai 3045, Lintang Selatan. Batas wilayah

Provinsi Lampung adalah:

a. Di sebelah Utara berbatasan dengn Provinsi Sumatera Selatan dan

Bengkulu.

b. Di sebelah Selata berbatasan dengan Selat Sunda.

c. Di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.

d. Di sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa (Lampung dalam Angka,

(49)

2. Kependudukan

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) 2000 dan SP 2010, jumlah penduduk

Provinsi Lampung adalah sebanyak 6,656,430 pada 2000 jiwa dan 7.596.115 pada

2010 jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,3% per tahun. Berdasarkan data

jumlah penduduk pada tahun 2000 dan 2010, dapat diketahui jumlah dan laju

[image:49.595.116.510.349.631.2]

pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung 2000 dan 2010 seperti disajikan pada

Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung 2000 dan 2010

No Kabupaten Jumlah Penduduk Pertumbuhan

2000 2010 (%/tahun)

1 Lampung Barat 366,484 418,560 1,34

2 Tanggamus 475,627 534,595 1,14

3 Lampung Selatan 788,758 909,989 1,41

4 Lampung Timur 869,428 950,574 0,89

5 Lampung Tengah 1,046,167 1,170,048 1,12

6 Lampung Utara 530,941 583,925 0,94

7 Way Kanan 357,604 406,735 1,29

8 Tulang Bawang 328,615 397,079 1,84

9 Pesawaran 344,365 397,294 1,41

10 Pringsewu 324,583 364,825 1,14

11 Mesuji 155,251 187,286 1,84

12 Tulang Bawang

Barat 207,410 250,208 1,84

13 B.Lampung 742,749 879,651 1,67

14 Metro 118,448 145,346 2,06

Total Lampung 6,656,430 7,596,115 1,30

Sumber: Badan Pusat Statistik Lampung, 2011

Tabel 6 juga menyajikan rata-rata laju pertumbuhan penduduk tiap kabupaten di

Provinsi Lampung. Kabupaten dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi

(50)

paling rendah adalah Kabupaten Lampung Timur ( 0,89% per tahun). Laju

pertumbuhan penduduk yang tinggi disebabkan oleh adanya transmigrasi lokal,

tingkat kematian yang rendah dan tingkat kelahiran yang tinggi. Faktor migrasi,

kematian, dan kelahiran merupakan 3 faktor yang mmpengaruhi tingkat

pertumbuhan penduduk (Lampung dalam Angka, 2011).

3. Ketenagakerjaan

Berdasarkan Lampung dalam Angka, 2011, tenaga kerja adalah jumlah penduduk

yang bekerja dan sedang mencari kerja. Angkatan kerja da suatu wilayah adalah

jumh penduduk produktif yang berada dalam usia kerja. Persentase penyerapan

tenaga kerja tiap lapangan usaha per kabupaten/kota di Provinsi Lampung dapat

dilihat pada Tabel 7.

Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat persentase tenaga kerja Provinsi Lampung

sector pertanian sebesar 57% atau sebesar 2.113.571 tenaga kerja dari total tenaga

kerja (Tabel 7). Untuk sektor industri pengolahan, perdagangan, jasa

kemasyarakatan dan sektor lainnya masing-masing 8% atau sebesar 289.987

tenaga kerja, 15% atau sebesar 552.305, tenaga kerja, 11% 410.386 dan 9% atau

sebesar 349.467 tenaga kerja. Dapat disimpulkan bahwa persentase

ketenagakerjaan di Provinsi Lampung sebagian besar didominasi tenaga kerja

sector pertanian dan industri pengolahan yakni sebesar 72% dari total tenaga kerja

(51)
[image:51.595.112.515.124.395.2]

Tabel 7. Penyerapan tenaga kerja pada berbagai lapangan usaha tingkat Kabupaten/Kota Provinsi Lampung, tahun 2010

No Kab/Kota 1*) 2*) 3*) 4*) 5*)

Total tenaga kerja (Orang) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Pesawaran Pringsewu Mesuji

Tulang Bawang Barat Bandar Lampung Metro 81 66 51 60 63 62 79 65 60 59 75 65 2 12 1 5 13 10 9 5 3 12 9 9 5 4 8 10 8 12 13 15 13 14 9 12 15 14 9 14 35 10 7 10 12 7 7 12 6 7 7 10 6 9 30 43 3 8 12 8 8 7 4 5 8 8 5 7 25 24 245.405 271.337 427.955 476.179 631.320 271.763 200.384 198.165 182.685 168.886 95.105 124.929 374.664 46.939

Provinsi Lampung 57 8 15 11 9 3.715.716

Sumber : Badan Pusat Statistik Lampung, 2011

Keterangan * : 1)pertanian, 2)industri pengolahan, 3)perdagangan, 4) jasa kemasyarakatan, 5) lapangan usaha lainnya (selain 1-4).

B. Keadaan Umum Kota Bandar Lampung

1. Keadaan Umum

Kota Bandar Lampung merupakan pusat kegiatan perekonomian daerah Lampung,

karena Kota Bandar Lampung adalah ibu kota dari Provinsi Lampung. Kegiatan

politik, pendidikan, sosial, pemerintah, dan budaya berpusat di daerah ini. Kota

Bandar Lampung merupakan daerah transit kegiatan perekonomian antara Pulau

Sumatera dan Jawa, sehingga wilayah ini dikatakan wilayah yang strategis dan

(52)

Lampung yang merupakan pusat perdagangan, industri, dan pariwisata (Bandar

Lampung dalam Angka, 2010).

2. Sejarah Terbentuknya Kota Bandar Lampung

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Undang-Undang No.14 tahun 1964,

keresidenan Lampung ditingkatkan menjadi Provinsi Lampung dengan ibu kota

Tanjung Karang-Teluk Betung. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah

No.24 tahun 1983, Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung terhitung

sejak tanggal 17 juni 1983 dan sejak tahun 1999 berubah menjadi Kota Bandar

Lampung. Menurut Undang-Undang No.5 tahun 1975 dan Peraturan Pemerintah

No.3 tahun 1982 tentang perubahan wilayah maka Kota Bandar Lampung

dimekarkan dari 4 kecamatan 30 kelurahan menjadi 9 kecamatan dengan 58

kelurahan. Pada tahun 1987, Kota Bandar Lampung dimekarkan menjadi 9

kecamatan dan 84 kelurahan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar

Lampung No.4 tahun 2001 tentang pembentukan, penghapusan, dan

penggabungan kecamatan dan kelurahan, maka Kota Bandar Lampung menjadi 13

kecamatan dengan 98 kelurahan (Bandar Lampung dalam Angka, 2010).

3. Keadaan Geografis

Berdasarkan Bandar Lampung dalam Angka (2010), secara geografis Kota Bandar

Lampung terletak pada 5020’ sampai dengan 5030’ lintang selatan dan 105028’

sampai dengan 105037’ bujur timur. Ibu kota Provinsi Lampung ini terletak di

(53)

Lampung adalah 197,22 km2 yang terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan.

Secara administratif Kota Bandar Lampung dibatasi oleh:

a. Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan di sebelah Utara.

b. Teluk Lampung di sebelah Selatan.

c. Kecamatan Gedung Tataan dan Padang Cermin Kabupaten pesawaran di

sebelah Barat.

d. Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan di sebelah

Timur.

4. Topografi

Berdasarkan Bandar Lampung dalam Angka (2010), Kota Bandar Lampung

terletak pada ketinggian 0 sampai 700 meter di atas permukaan laut dengan

topografi yang terdiri dari:

a. Daerah perbukitan, yaitu sekitar Teluk Betung bagian Utara

b. Daerah pantai, yaitu sekitar Teluk Betung bagian Selatan dan Panjang.

c. Teluk Lampung dan pulau- pulau kecil bgaian selatan

d. Daerah dataran tinggi serta sedikit bergelombang terdapat di sekitar

Tanjung Karang bagian barat yang dipengaruhi oleh Gunung Balau serta

perbukian Batu Serompok di bagian Timur Selatan.

C. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Barat

1. Sejarah Singkat

Berdasarkan Kecamatan Teluk Betung Barat dalam Angka (2010), sejak

(54)

tentang perubahan batas wilayah, Teluk Betung sebelumnya adalah bagian

wilayah Kecamatan Panjang Kabupaten Dati II Lampung Selatan. Ibu kota

kecamatan Teluk Betung Barat adalah kelurahan Bakung. Kecamatan Teluk

Betung Barat terletak di bagian barat wilayah Kota Bandar Lampung dan

berjarak + 2 km dari Kota Bandar Lampung. Secara administrasi Kecamatan

Teluk Betung Barat dibagi menjadi 8 kelurahan, yaitu:

1. Kelurahan Perwata

2. Kelurahan Kota Karang

3. Kelurahan Negeri Otok Gading

4. Kelurahan Sukarame II

5. Kelurahan Keteguhan

6. Kelurahan Bakung

7. Kelurahan Kutipan

8. Kelurahan Suka Maju

2. Letak Geografi

Kecamatan Teluk Betung Barat adalah wilayah dengan jumlah penduduk

56.509 jiwa dan luas wilayahnya adalah 2.099 ha. Secara administratif

Kecamatan Teluk Betung Barat berbatasan dengan:

1. Kecamatan Teluk Betung Betung Utara di sebelah Utara

2. Teluk Lampung di sebelah Selatan

3. Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Lampung Selatan di sebelah Barat

4. Kecamatan Padang Cermin di sebelah Timur (Teluk Betung Barat dalam

(55)

3. Topografi

Kecamatan Teluk Betung Barat secara topografi terdiri atas wilayah pantai,

dataran rendah, dan perbukitan. Di Kecamatan Teluk Betung Barat terdapat

sebuah pulau yang dihuni oleh penduduk yaitu Pulau Pasaran. Di Pulau

Pasaran terdapat industri pengolahan ikan teri nasi dan untuk mencapai Pulau

ini dapat menggunakan perahu motor dengan biaya + Rp. 1.500,-/orang. Di

Keamatan ini juga terdapat Pusat Pelelangan Ikan (PPI) Lempasing dan PPI

ini merupakan bagian dari Kelurahan Suka Maju (Teluk Betung Barat dalam

Angka, 2010).

D. Keadaan Umum Pulau Pasaran

1. Letak Administratif

Berdasarkan letak admnistratifnya, Pulau Pasaran termasuk dalam Wilayah

Lingkungan II Kelurahan Kota Karang Kecamatan Teluk Betung Barat Kota

Bandar Lampung. Kelurahan Kota Karang terbagi atas 3 wilayah lingkungan

yaitu lingkungan I Kota Karang, Lingkungan II Suka Banjar, dan Lingkungan III

Sinar Laut. Jarak Pulau Pasaran dengan Kecamatan adalah 1,5 Km ke arah utara.

Jarak dengan ibu kota kabupaten 3 Km ke arah utara. Batas Kelurahan Kota

Karang Kecamatan Teluk Betung Barat adalah:

1. Kelurahan Perwata di sebelah Utara

2. Teluk Lampung di sebelah Selatan

3. Kelurahan Pesawahan di sebelah Timur

(56)

2. Luas Daerah dan Keadaan Alam

Pulau Pasaran merupakan daerah dataran rendah yang memiliki ketinggian 0-2

meter di atas permukaan laut dengan luas daerah 8,5 Hektar. Pulau Pasaran

merupakan pulau terbesar yang masuk dalam wilayah administratif kota Bandar

Lampung, luasnya Pulau Pasaran dipengaruhi oleh reklamasi daerah pant

Gambar

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 (Juta Rupiah), tahun 2010-2012
Tabel 2. Produksi ikan olahan dan unit pengolahan hasil perikanan per kabupaten/kota di Provinsi Lampung, tahun 2010
Tabel 3. Sentra pengolahan ikan di Kota Bandar Lampung, tahun 2010
Tabel 4. Sentra pengolahan ikan di Lampung Selatan, tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap yang dijalankan selama ini sudah efisien yang ditunjukkan dengan R/C ratio lebih dari satu yaitu sebesar 1,71, yang berarti setiap

Untuk musim penangkapan Ikan Teri Nasi ini tentu akan mempengaruhi hasil produksi maupun hasil olahan, penangkapan yang dilakukan oleh perusahaan yang ada di

Penerapan etika bisnis pada industri ikan teri di Pulau Pasaran apabila dilihat dari indikator ekonomi, indikator hukum, indikator ajaran agama dan indikator

Produsen ikan asin menghabiskan biaya rata-rata sebesar Rp 14.576 sama seperti pada saluran pertama untuk ikan pelagis, hanya saja biaya yang pemasaran yang tadinya dikeluarkan

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data primer dengan cara wawancara dan observasi langsung terhadap pemilik dan para pekerja pada UKM Ikan Teri Asin Pulau

Berdasarkan hasil analisis data yang telah diperoleh dalam penelitian ini maka dapat simpulkan bahwa nilai rata-rata Efisiensi Teknis pengolah ikan asin skala kecil sebesar

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu dan keamanan ikan asin kering (teri dan sepat) yang beredar di berbagai pasar Bandar Lampung meliputi

Tabel 4 Rata-Rata Biaya Total Pengolahan Belut Menjadi Keripik Belut Satu Kali Proses Produksi Pada UD Indra Dwi Ananda No Jenis biaya Nilai Rp Persentase % 1 Biaya tetap 2.099,7 0,02