• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAWASLU DAN POLITIK UANG (MONEY POLITIC) (Studi Tentang Proses Pengawasan dan Hambatan-Hambatan BAWASLU dalam Menangani Pelanggaran Pemilihan Gubernur Lampung 2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAWASLU DAN POLITIK UANG (MONEY POLITIC) (Studi Tentang Proses Pengawasan dan Hambatan-Hambatan BAWASLU dalam Menangani Pelanggaran Pemilihan Gubernur Lampung 2014)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

(Study of BAWASLU’s Process Control and Constraints for Handling Violations in Lampung Governor Election 2014)

By Yolly Maristo

The purposes of this study are (1) To assess the forms of money politics in Governor of Lampung in Bandar Lampung 2014. (2) To examine and analyze the barriers of Bawaslu in monitoring violations of Lampung Governor Election 2014. The stage of data analysis in this study includes data reduction, data organization, and interpretation.

Monitoring the implementation process byBawaslu tends to follow the pattern already set by the Perbawaslu2009 Act. Forms of money politics can be groceries, or cash. The actors of Money Politics tend not to do it directly but through a success team and community leaders who have influence, both from the local officials and community leaders. Agreements made with the exchange of votes with money spent by unscrupulous Money Politics actors. Like a knife one-eyed, sharp under and blunt above, enforcement by Bawaslu tend to come from within the rules are so convoluted Bawaslu themselves and many provide crevices for individual offenders and criminal of election.

(2)

ABSTRAK

BAWASLU DAN POLITIK UANG (MONEY POLITIC)

(Studi Tentang Proses Pengawasan dan Hambatan-Hambatan BAWASLU dalam Menangani Pelanggaran Pemilihan Gubernur Lampung 2014)

Oleh Yolly Maristo

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengkaji bentuk-bentuk politik uang dalam Pemilihan Gubernur Lampung di Kota Bandar Lampung tahun 2014. (2) Untuk mengkaji dan menganalisis hambatan-hambatan Bawaslu dalam melakukan pengawasan Pelanggaran Pemilihan Gubernur Lampung tahun 2014. Tahap analisis data dalam penelitian ini meliputi reduksi data, pengorganisasian data, dan interprestasi.

Proses pelaksanaan Pengawasan oleh Bawaslu cenderung mengikuti pola yang sudah diatur oleh UU Perbawaslu tahun 2009. Bentuk-bentuk politik uang dapat berupa sembako, maupun uang tunai. Pelaku politik uang cenderung tidak melakukannya secara langsung tetapi melalui tim sukses maupun tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh, baik dari kalangan pejabat setempat maupun tokoh masyarakat. Perjanjian dilakukan dengan pertukaran jumlah suara dengan uang yang dikeluarkan oleh oknum pelaku politik uang. Bak pisau bermata satu, yang tumpul diatas dan tajam di bawah, penegakan hukum oleh Bawaslu cenderung berasal dari peraturan di dalam Bawaslu sendiri yang begitu berbelit dan banyak memberikan celah-celah bagi oknum pelanggar tindak pidana pemilu.

(3)
(4)

BAWASLUDANPOLITIKUANG(MONEY POLITIC)

(Studi Tentang Proses Pengawasan dan Hambatan-Hambatan BAWASLU dalam Menangani Pelanggaran Pemilihan Gubernur Lampung 2014)

(Tesis)

Oleh :

YOLLY MARISTO

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(5)
(6)
(7)
(8)

Penulis lahir di Kota Palembang sebagai putra pertama dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Hi. Ubaidillah Trisna, ST. dan Ibu Hj. Sri Sulastri Lahar. Jenjang akademis yang pernah ditempuh adalah menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri I Lhokseumawe Aceh Utara, kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Tanjungkarang. Pasca mengenyam pendidikan di SMP Negeri 2 Tanjungkarang, penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Tanjungkarang. Jenjang pendidikan Strata-1 ditempuh di Universitas Lampung pada Fakultas Hukum prodi Ilmu Hukum. Aktif di kegiatan UKAMORA (Unit Kegiatan Mahasiswa Olahraga) dan UKM “Zoom” Fotography Tahun 1999 setelah menamatkan pendidikan di

(9)

Nama Penulis : Yolly Maristo, SH. Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Instansi : Dinas Pendapatan Provinsi Lampung

Jabatan : Staf Penetapan Samsat R4 Rajabasa Bandar Lampung

Pangkat : Penata Muda Tingkat I

Golongan : III/b

Riwayat Pendidikan : SDN 1 Lhok Seumawe Aceh Utara Tamat 1988

(10)

Kupersembahkan hasil studi pasca ini untuk :

Kedua orang tuaku tercinta

Hi. Ubaidillah Trisna, ST. dan Hj. Sri Sulastri Lahar Kedua Mertuaku Tersayang

HM. Djakfar Sadik, SKM, MKM, dan Anizar Djumantara

Terima kasih untuk semua kasih sayang, support, dan doa yang tiada pernah henti untuk keberhasilan anak-anaknya.

Sayang Ito

Indria

Novi “Indria” Ningsih

Gelar pasca kupersembahkan kepadamu, terima kasih untuk sayang, cinta, support dan doa-doanya selama ini untuk Ito.

Ketiga Anak-anakku Siti Sarah “Kakak” Sabrina Reid Ahmad “Abang” Shidqi Yolly

Siti Calyssa “Cita” Sandrina

Terima kasih untuk semua sayang dan doanya untuk ayah Kedua Adik-adikku

Mahandis Yoanata, SE. dan Youfeta”Yopi” Devy, S.Sc. Beni Juniarta, ST. Dan Tri “Yuyun” Wahyuni, S.Kom.

Keponakanku Aika Davy Rayan

Feroz

Keluarga Besar Alm. Syahbuddin Lahar dan Almh. Hj. Habibah Terima kasih untuk semua motivasi, dan nasehat dari para tante, dan om, serta

(11)

Moto

“Hidup Sudah Susah karena Itu Jangan Dibuat Susah Lagi dan Selalulah Tersenyum Walau Cobaan dan Rintangan Cukup Berat Menghadang”

(12)

SANWACANA

Ungkapan rasa syukur serta shalawat dan salam kepada Allah SWT sang pemilik alam semesta dan Nabi Muhammad SAW sang pembawa pencerahan bagi umatnya. Setelah melalui proses panjang dan cukup melelahkan akhirnya tesis yang berjudul BAWASLU DAN POLITIK UANG (Money Politic) Studi Tentang Proses Pengawasan dan Hambatan-Hambatan BAWASLU Dalam Menangani Pelanggaran Pemilihan Gubernur Lampung 2014dapat diselesaikan oleh penulis, dimana perjuangan untuk “menaklukkan energi negatif” merupakan

tantangan utama selama penyelesaian tesis ini. Proses penyelesaian tesis ini tentunya telah banyak dibantu oleh pihak-pihak terkait, oleh karena itu sudah sepatutnya tesis ini penulis persembahkan teriring ucapan terima kasih kepada mereka. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

2. Ibu Dr. Ari Darmastuti, M.A, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan, sekaligus sebagai Pembimbing Utama untuk semua waktu serta semua wejangan yang telah diberikan untuk terus memotivasi penulis agar memberikan yang terbaik untuk penulisan tesis.

(13)

5. Bapak Drs. Yana Ekana PS, M.Si, selaku Koordinator Sekretariat Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan, untuk semua saran dan arahan dalam proses administrasi penyelesaian Tesis.

6. Bapak Dr. R. Pitojo Budiono, M.Si. selaku Pembimbing Akademik.

7. Segenap staff akademik (mbak Nurma, mbak Iis, dan bang Lukman) Magister Ilmu Pemerintahan yang selalu siap membantu penulis dalam proses administrasi.

8. Para Sahabat tercinta di MIP 2009 (Agus, Dedi, Gde, Jusaz, Bang Erfir, Mansur, Tyo, Medy, Edy Firdaus, Melinda, Maifori, Merry, Didi, Bang Juanda, dkk. terima kasih untuk saling support nya, sehingga kita dikenal Angkatan yang paling rame dan heboh. Sahabat dan rekan kerja saya di Bawaslu, terima kasih untuk supportnya dan bantuan mengurus administrasi yang cukup rumit.

9. Mba Khoir, Bang Nazar, Bang Ali, Pak Dwi, Mba Tanti, Bang Udin, Erwin, Indra, Candra, Acil, Nando. Terima kasih untuk semua masukan dan kritikannya.

10. Dr. Irsan “Ican” Idris dan Dr. Bartoven Vivit atas wawasannya dalam membuka hati saya untuk membuat tesis ini serta Martha untuk, nasehat, dan bersedia direpotkan selama proses penulisan tesis, terima kasih Semoga masih di selalu ridhoi-Nya untuk kebersamaan ini.

(14)

(pempek), David Anang (paraah “Der”), Sugi Oktavian (Brimob), Ria, Anik, Yusep, Iqbal, Anang, Yanuar, Rifky, Obet dan rekan-rekan kerja Bawaslu Lainnya Thanks for kindness and being new family.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna akan tetapi semoga tesis yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat serta dapat menambah pengayaan intelektual bagi kita semua, Aamiinn.

Bandar Lampung, 28 Oktober 2014

Penulis,

(15)

DAFTAR ISI

A. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung ... 48

B.Kondisi Topografi dan Demografi ... 49

(16)

G.Struktur Organisasi Badan Pengawas Pemilu... 55 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 63

A. Bagaimanakah Bentuk-Bentuk Politik Uang Dalam Pemilihan Gubernur Lampung di Kota Bandar Lampung Tahun 2014 ... 63 a. Bentuk-bentuk Politik Uang ..……… 64 b. Kondisi Politik Uang Dalam Konteks Pemilihan Umum Gubernur Dan Wakil Gubernur 2014………... 67

B. Hambatan-Hambatan Dalam Melakukan Pengawasan Pelanggaran Pemilihan Gubernur Lampung Tahun 2014…...……….. 86 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 97 A. Kesimpulan ... 97 B. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99 DAFTAR LAMPIRAN

(17)

Tabel Halaman 1. Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) Propinsi Lampung

2014 ... 19 2. Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung Berdasarkan Jenis Kelamin 50 3. Nama-Nama Walikota Bandar Lampung dari Tahun ke Tahun ... 52 4. Perolehan Suara dalam Pilgub Lampung ... 57 5. Perolehan Suara Bandar Lampung ... 58 6. Daftar Penduduk Potensi Pemilih Pemilu (DP4) Provinsi Lampung

(18)
(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian ini mengkaji tentang Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), proses pengawasan dan hambatan-hambatan yang dialami dalam mengawasi pelanggaran Pemilihan Gubernur Lampung 2014, khususnya pada kasus politik uang (Money Politic) serta pelanggaran lainnya seperti alat peraga kampanye, atribut, baliho dan spanduk.

(20)

Pemilu yang berkualitas merupakan hal mutlak yang harus dilaksanakan mengingat hal tersebut memiliki arti penting untuk mewujudkan pembentukan penyelenggara pemerintahan yang sesuai dengan hati nurani rakyat. Melalui Pemilu diharapkan proses politik yang berlangsung akan melahirkan suatu pemerintahan baru yang sah, demokratis dan benar-benar mewakili kepentingan masyarakat. Pemilu merupakan bagian dari proses transisi kepemimpinan, dan diharapkan dapat dijadikan pengalaman serta pembelajaran berharga untuk membangun sebuah institusi yang dapat menjamin pergantian kekuasaan serta penyelenggaraan kompetisi berkualitas untuk mewujudkan pemilu yang demokratis. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan penjabaran Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dari dimulainya era perubahan paradigma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dari sentralistik menjadi desentralisasi. Salah satu dampak dari otonomi daerah adalah perubahan dalam tata cara pemilihan kepala daerah, dari tidak langsung menjadi pemilihan langsung. Demikian juga dengan Provinsi Lampung yang menggelar pemilihan legislatif dan pemilihan Gubernur Lampung periode 2014-2019 secara bersamaan.

(21)

1. BAWASLU menyusun standar tata laksana kerja pengawasan tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagai Pedoman Kerja bagi Pengawas Pemilu di setiap tingkatan.

2. BAWASLU bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran untuk terwujudnya pemilu yang demokratis.

Pengawasan Pemilu berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 mengalami perubahan yaitu dalam hal proses perekrutan keanggotaan pengawas pemilu yang saat ini berasal dari kelompok masyarakat independen non partai politik, kemudian status kelembagaan BAWASLU bersifat independen dan sejajar dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tugas dan wewenang BAWASLU juga menjadi lebih kuat karena memiliki wewenang menyelesaikan sengketa tata usaha pemilu diantaranya yaitu sengketa penetapan partai politik sebagai peserta pemilu, kemudian sengketa pencalonan anggota DPR, DPD dan DPRD serta sengketa penetapan daftar pemilih. BAWASLU juga dalam mengawasi penyelenggaraan pemilu melalui pencegahan dan penindakan pelanggaran, dimana penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa pemilu bukan bertujuan sebagai langkah terhadap upaya penindakan, namun lebih mengedepankan pada persoalan pencegahan.

(22)

partisipatif harus bersinergi dan menjadi faktor penentu dalam mendukung optimalisasi pemantapan yang berorientasi pada pencegahan.

Sebagai lembaga yang menangani Pengawasan Pemilu, BAWASLU sebagai lembaga yang menangani pengawasan pemilu memiliki kewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Pengawas Pemilu pada semua tingkatan (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011; pasal 74 Huruf b). BAWASLU Pusat berkedudukan di tingkat Pusat, BAWASLU Provinsi berkedudukan di tingkat Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu di tingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan di tingkat desa/kelurahan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri untuk mengawasi tahapan Pemilu di Luar Negeri

Pengawasan terhadap pelaksanaan kampanye bertujuan untuk memastikan bahwa:

1. Penyelenggaraan kampanye yang berintegritas sehingga terlaksana secara aman, tertib, damai, berkualitas dan menjunjung tinggi etika berdemokrasi 2. Adanya penyelenggaraan yang sama oleh penyelenggara pemilu,

pemerintah dan media massa terhadap semua peserta pemilu dalam mempersiapkan dan menyelenggarakan kampanye

3. Terselenggaranya kampanye pemilu yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(23)

dengan pemilihan kepala daerah, yaitu pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung. Dimana BAWASLU sebagai lembaga pengawas pemilu diharapkan berperan besar dalam pelaksanaannya, karena dalam prosesnya terjadi kampanye yang dilakukan oleh para calon gubernur dan partai politik pengusungnya.

Tugas BAWASLU secara garis besar adalah mengawasi dan menindaklanjuti pelanggaran pemilu, yaitu pengawasan mata pilih, pengawasan dana kampanye, pengawasan alat peraga kampanye termasuk baliho, sepanduk dan atribut lainnya, pengawasan kampanye hitam (Black Campaign) dan pengawasan politik uang (Money Politic). Keseluruhan poin-poin pengawasan tersebut terdapat satu poin yang cukup sulit untuk di identifikasi serta di tindaklanjuti oleh BAWASLU, yaitu politik uang.

Pada masa kampanye, para calon dan partai akan memasang alat-alat peraga kampanye, seperti Baliho atau papan reklame, kemudian bendera dan umbul-umbul, spanduk yang diletakkan di tempat-tempat stategis untuk dapat dilihat oleh seluruh masyarakat. Kampanye juga dilakukan di media sosial, internet, jejaring sosial, media massa atau koran dan televisi. Fakta dalam pelaksanaanya banyak terjadi kampanye yang melanggar peraturan perundang-undangan serta kode etik kepemiluan, terutama di di media sosial yang selama ini kurang maksimal pengawasannya dari BAWASLU.

(24)

pohon-pohon, sehingga banyak aktifis lingkungan dan kaum pencinta lingkungan mengkritik pemasangan sepanduk dan baliho ini. Peletakan sepanduk dan baliho yang tidak sesuai merupakan suatu bentuk pelanggaran dan menjadi bagian tugas BAWASLU.

Politik uang (Money Politic) merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menjatuhkan lawan politik dengan cara-cara yang tidak benar, tidak sesuai etika, berbohong dan menyesatkan. Melalui Politik uang, dapat dikembangkan bahwa pemaknaan politik uang tidak hanya menekankan pada transaksional saja melainkan juga menekankan pada makna fungsional dengan memaknai uang dalam politik mempunyai fungsi bervariasi. Fungsi-fungsinya ialah sebagai: (1) modal politik, (2) biaya politik, (3) mendapatkan simpati dan (4) alat tukar yang bersifat transaksional untuk mendapatkan suara pemilih (Abdul Muklis, 2009).

(25)

Politik uang harus dibedakan dengan biaya politik. Biaya politik adalah sesuatu yang wajar karena tidak ada politik tanpa biaya. Politik uang merupakan sesuatu yang cara untuk membeli suara dengan uang dan materi lainnya. Menurut Fitriyah (2013), maraknya politik uang tersebut tidak lepas dari persepsi masyarakat. Pemilih yang permisif terhadap politik uang itu. Pada proses demokrasi di Indonesia, termasuk demokrasi di level akar rumput (pilkades) praktek Money Politics semakin marak, karena dianggap sebagai suatu kewajaran di masyarakat karena tidak peka terhadap dampak yang ditimbulkan. Mereka membiarkannya karena tidak merasa bahwa Money Politics secara normatif adalah perilaku yang harus dijauhi. Nico L. Kana (dalam Fitriyah, 2013) menjelaskan bahwa di Kecamatan Suruh, Batang Jawa Tengah misalnya menemukan bahwa pemberian uang (Money Politics) sudah biasa berlangsung di tiap pilkades pada masa sebelumnya, oleh masyarakat setempat hal ini dipandang sebagai simbol tali asih.

(26)

B. Masalah Penelitian

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang pembentukan Pengawas Pemilu diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia, karena sejak reformasi bergulir, demokrasi belum dapat berjalan optimal, hal ini ditunjukkan dengan penurunan partisipatif politik masyarakat dalam pemilu-pemilu sebelumnya.

Literasi politik yang sangat minim dalam masyarakat pada umumya seringkali telah memberikan kesalahpahaman terhadap pemahaman demokrasi. Demokrasi seringkali diartikan sebagai kebebasan yang tiada batas. Termasuk kebebasan berbicara dan berpendapat tanpa etika, kebebasan melakukan kampanye hitam dan melakukan politik uang. Hal ini merupakan suatu pelanggaran yang sadar atau tidak dipahami oleh masyarakat. Semakin meningkatkanya pelanggaran dalam pesta demokrasi tentu mengakibatkan buruknya demokrasi di Indonesia. Satu-satunya lembaga yang secara resmi didirikan oleh negara mengawasi hal ini adalah BAWASLU. Sementara itu BAWASLU sebagai lembaga resmi pengawasaanya tidak bisa bekerja maksimal tanpa dibantu oleh masyarakat.

(27)

keberadaan BAWASLU masih belum direspon dan dimanfaatkan oleh masyarakat semaksimal mungkin. Oleh karena itu perlu diadakan kajian tentang bagaimana memaksimalkan peran BAWASLU dalam mengawasi Pesta demokrasi. Masalah penelitiannya disusun dalam pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah bentuk-bentuk politik uang dalam Pemilihan Gubernur Lampung di Kota Bandar Lampung tahun 2014?

2. Apakah hambatan-hambatan BAWASLU dalam melakukan pengawasan Pelanggaran Pemilihan Gubernur Lampung tahun 2014?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah :

1. Untuk mengkaji bentuk-bentuk politik uang dalam Pemilihan Gubernur Lampung di Kota Bandar Lampung tahun 2014

2. Untuk mengkaji dan menganalisis hambatan-hambatan BAWASLU dalam melakukan pengawasan Pelanggaran Pemilihan Gubernur Lampung tahun 2014

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut :

(28)

organisasi pada umumnya dalam membangun teori-teori pengawasan pemilu dan pemilu yang lebih relevan dengan keadaan saat ini.

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori

1. Teori Pengawasan

Menurut George R. Tery (2006) mengartikan pengawasan sebagai mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, artinya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, dengan menerapkan tidankan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Pengawasan menurut T. Hani Handoko (1996) adalah proses untuk menjamin bahwa tujuan tujuan organisasi dan manajemen tercapai dimana hubungan yang sangat erat antara perencanaan dan pengawasan.

Sementara menurut Siagian (1990) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

(30)

a. Pengawasan Pendahuluan (Preliminary Control)

Pengawasan pendahuluan (preliminary control), yakni pengawasan yang terjadi sebelum kerja dilakukan. Dimana pengawasan pendahuluan bisa menghilangkan penyimpangan penting pada kerja yang diinginkan, yang dihasilkan sebelum penyimpangan tersebut terjadi. Pengawasan pendahuluan juga mencakup segala upaya manajerial untuk memperbesar kemungkinan hasil aktual akan berdekatan hasilnya dibandingkan dengan hasil-hasil yang direncanakan. (Donnelly, 1996)

(31)

b. Pengawasan Pada Saat Kerja Berlangsung (Cocurrent Control)

Pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control) adalah Pengawasan yang terjadi ketika pekerjaan dilaksanakan. Memonitor pekerjaan yang berlangsung untuk memastikan bahwa sasaran telah dicapai. Concurrent control terutama terdiri dari tindakan para supervisor yang mengarahkan pekerjaan para bawahan mereka. Direction berhubungan dengan tindakan-tindakan para manajer sewaktu mereka berupaya untuk. Mengajarkan kepada para bawahan mereka bagaimana cara penerapan metode serta prosedur yang tepat dan mengawasi pekerjaan mereka agar pekerjaan dilaksanakan sebagaimana mestinya. (Donnelly, 1996)

c. Pengawasan Feed Back (Feed Back Control)

(32)

Menurut James Af Stoner dan R. Edward Freeman (1994) pengawasan merupakan salah satu dari empat fungsi manajemen, sebagaimana berikut ini, yaitu: fungsi perencanaan (Planning), fungsi pengorganisasian (Organizing), fungsi pelaksanaan (Actuating) dan fungsi pengawasan (Controlling). Pengawasan merupakan salah satu fungsi penting dalam fungsi manajemen. Hal dikarenakan tanpa pengawasan, fungsi yang lain tidan akan berjalan secara efisien, efektif dan maksimal. Boleh dikatakan bahwa masing-masing fungsi manajemen tersebut merupakan satu kesatuan yang menyeluruh dan sistemik, sehingga saling mempengaruhi dan ketergantungan satu sama lain.

(33)

Menurut Harahap (2001) bahwa pengawasan merupakan suatu cara yang digunakan seorang atasan untuk mengawasi anak buahnya. Sama halnya dengan Simbolon (2004), pengawasan merupakan hal penting dimana pimpinan atau manajer ingin mengevaluasi hasil pekerjaan stafnya. Dessler (2009), menyatakan juga bahwa pengawasan merupakan sebuah tindakan untuk mengoreksi terhadap hal-hal yang dilakukan.

Pendapat para ahli di atas cenderung kepada pengawasan terhadap perusahaan, tentu berbeda dengan pengawasan yang dimaksudkan dalam penelitian ini. Pengawasan Pemilu oleh BAWASLU bertujuan untuk menghentikan, mendeteksi dan menindaklanjuti pelanggaran pemilu yang terjadi. Dalam teori manajemen, pengawasan tidak hanya pada perusahaan, tetapi dalam sebuah organisasi termasuk BAWASLU. Sebuah organisasi yang terdapat orang-orang didalamnya untuk bekerjasama untuk mencapai tujuan.

2. Teori Kekuasaan

(34)

Hal ini sesuai dengan penjelasan Gramsci soal kekuasaan, dalam teori hegemony dijelaskan bahwa kekuasaan disalurkan lewat ideologi misalnya sekolah-sekolah, barak-barak militer, penjara dan lain sebagainya, sehingga kekuasaan boleh merasuki dimana-mana tanpa lewat paksaan. Pendapat Foucault dan Gramsci ini penting untuk menjelaskan bentuk-bentuk kampanye dan politik uang yang dilakukan oleh para elit politik dalam persaingan. Kampanye hitam dan politik uang, merupakan cara-cara yang dilakukan elit politik untuk meraih kemenangana. Cara-cara ini mampu mempengaruhi ideologi masyarakat pemilih. Ideologi yang disalurkan lewat media-media sosial, dan berbagai bentuk kampanye hitam telah membuat masyarakat menjadi terpengaruh terhadap suatu ideologi tertentu.

(35)

(statement), ungkapan (utterance) maupun proposisi (proposition). Keseriusan tersebut diukur dari terlibatnya pengetahuan dan kekuasaan dalam percakapan serius tersebut.

Kekuasaan sangat berkaitan dengan kontestasi. Kampanye hitam dan politik uang merupakan sebuah bentuk kontestasi yang dilakukan elit dalam rangka bersaing dan menang. Dalam politik hanya ada dua yaitu yang kalah dan menang. Untuk meraih kemenangan, maka elit melakukan berbagai cara dengan kontestasi. Kontestasi adalah sebuah pertandingan dengan persaingan yang melibatkan berbagai cara dan strategi untuk memenangkan perlombaan tersebut. Bila dianalogikan dengan pemilu, maka kontestasi dilalui oleh para elit untuk memenangkan pemilu. Dalam kontestasi seorang elit melakukan apa saja agar dirinya menang. Berbagai cara dan strategi di lakukan termasuk memanipulasi berbagai isu agar dirinya menang.

B. Konsep

1. Pengawasan Pemilu

(36)

a. Pengawasan Pemutakhiran Data Pemilih dan Penetapan Pemilih Tetap

Pada saat ini data kependudukan yang valid sangat penting, karena akan berdampak besar pada berbagai aspek, misalnya pemutakhiran data pemilih. Kapasitas sistem administrasi sebagai basis data yang ditampilkan berdasarkan dari nomor induk kependudukan, usia, jenis kelamin, alamat untuk memenuhi ketentuan mengenai pemilih dalam daftar pemilih pada pemilihan umum. Data pemilih adalah faktor yang sangat penting bagi suksesnya pemilihan umum, hal ini dikarenakan data pemilih yang akurat akan dapat mengantarkan hak politik masyarakat dalam suatu wadah, yaitu pemilihan umum yang jurdil, luber dan sehingga dapat terlibat aktif dalam pesta demokrasi yang di gelar di suatu daerah.

(37)

Menurut Mulyono dkk. (2013) Lembaga pemerintahan baik di tingkat kabupaten/kota, kecamatan, desa dan kelurahan berperan besar dalam pemutahiran data pemilih. Beberapa konsekuensi yang bisa menimbulkan data pemilih menjadi kurang valid seperti berikut : 1. Meningkatnya jumlah masyarakat yang kehilangan hak pilihnya

karena tidak tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT) 2. Persiapan logistik yang kurang efektif dan efisien

3. Adanya protes dari masyarakat sehingga ada dugaan dalam masyarakat bahwa KPU kurang profesional

4. Dapat menimbulkan anggapan bahwa ada pelanggaran sistematis 5. Membuka ruang penyalahgunaan hak pilih dan kecurangan dalam

pemilu

6. Media massa akan memberitakan hal yang negatif

Berikut Daftar Penduduk Potensial Pemilihan Umum (DP4) Provinsi Lampung tahun 2013 :

Tabel 1. Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) Provinsi Lampung Tahun 2013

NO KODE KABUPATEN/KOTA JUMLAH

1 18.01 Lampung Selatan 805.964.000

2 18.02 Lampung Tengah 1.048.964.000

3 18.03 Lampung Utara 672.281.000

10 18.10 Pringsewu 379.372.000

11 18.11 Mesuji 249.033.000

12 18.12 Tulang Bawang Barat 165.179.000

13 18.71 Bandar Lampung 885.855.000

14 18.72 Metro 116.109.000

JUMLAH TOTAL 7.157.306.000

(38)

b. Pengawasan Alat Peraga Kampanye

Menurut Peraturan KPU No. 15 Tahun 2013, Pasal 1 ayat 22 menjelaskan bahwa alat peraga kampanye adalah semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi, program, dan/atau informasi lainnya yang dipasang untuk keperluan kampanye pemilu yang bertujuan mengajak orang memilih peserta pemilu dan/atau calon anggota DPR, DPD dan DPRD tertentu. Pada ayat 23 juga dijelaskan bahwa bahan kampanye adalah semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi, program, simbol- simbol, atau tanda gambar yang disebar untuk keperluan kampanye pemilu yang bertujuan mengajak orang memilih Peserta Pemilu dan/atau calon anggota DPR, DPD dan DPRD tertentu.

Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota DPRD, DPD dan DPRD, bahwa alat peraga kampanye tidak ditempatkan pada tempat ibadah, rumah sakit atau tempat-tempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan (gedung dan sekolah), jalan-jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, taman dan pepohonan.

c. Pengawasan Dana Kampanye

(39)

melaporkan dananya ke KPU, tapi juga harus meneliti dan melakukan investigasi kebenaran asal dan sumber dana kampanye. Meskipun para penyumbang memiliki identitas yang jelas, peran BAWASLU juga meneliti para penyumbang apakah memiliki kecakapan dari hal finansial, atau hanya dipergunakan saja namanya.

d. Pengawasan Kampanye di Media Massa

Media sangat berperan penting dalam pelaksanaan pemilihan umum, Dengan peran media, maka partai politik maupun politisi akan mendapat banyak kebaikan selama mematuhi aturan kampanye, media juga berperan penting dalam rangka mengawal jalannya pesta demokrasi.

(40)

e. Pengawasan Politik Uang ( Money Politic)

Penyelenggaraan pemilihan umum sangat berpotensial terjadi berbagai pelanggaran, pelanggaran kode etik, administrasi, sengketa pemilu, tindak pidana, maupun perselisihan hasil pemilu dan lain-lain. Karena itu peraturan perundang-undangan yang ada dengan tegas mennyatakan adanya larangan dan sangsi terhadap pelanggaran yang ada dengan cara penyelesaian hukum yang efektif. Politik dan uang merupakan dua hal berbeda, namun tidak dapat dipisahkan. Saat berpolitik orang membutuhkan uang dan dengan uang, orang dapat berpolitik. Istilah politik uang yang dalam bahasa Inggris money politic. Hal ini merujuk pada penggunaan uang untuk mempengaruhi keputusan tertentu entah dalam Pemilu ataupun dalam hal lain yang berhubungan dengan keputusan-keputusan penting.

Pengertian tersebut menjadikan uang sebagai alat untuk mempengaruhi seseorang untuk menentukan keputusan. Tentu saja dengan kondisi ini maka dapat dipastikan bahwa keputusan yang diambil tidak lagi berdasarkan baik tidaknya keputusan tersebut bagi orang lain tetapi keuntungan yang didapat dari keputusan tersebut.

(41)

DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil, serta Gubernur dan Bupati/Walikota.

f. Pengawasan Kampanye Hitam (Black Campaign)

Penyelenggaraan Pemilihan Umum maupun Pemilihan Kepala Daerah, dimana para calon peserta pemilu saling berkontestasi untuk meraih kemenangan dan menjatuhkan lawan dengan berbagai macam cara, salah satunya dengan kampanye hitam (black campaign). Kampanye hitam diyakini sebagai salah satu metode yang efektif untuk menjatuhkan dan menghancurkan lawan. Permasalahan kampanye hitam bukan hanya menjadikan lemahnya pengawasan standar moral dan lemahnya aturan hukum, ditambah regulasi politik saat ini tidak mengatur secara tegas.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD, DPRD, yang dimaksud dengan kampanye adalah : kegiatan peserta pemilihan umum untuk menyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi misi dan program peserta pemilu. Artinya dalam pelaksanaan pemilu (DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil, serta Gubernur dan Bupati/Walikota) harus dilakukan dengan cara yang lurus, bersih dan terang.

g. Pengawasan Pada Hari Pelaksanaan Pemungutan Dan Penghitungan Suara

(42)

Daerah merupakan salah satu tahapan penting, karena disinilah kesempatan bagi pemilih untuk dapat memberikan hak suaranya. Potensi terjadinya pelanggaran yang dapat mempengaruhi kredibilitas kinerja para penyelenggara dan pengawas pemilu sangat dipertaruhkan. Peran pengawas pemilu sangat vital, karena salah satu tugasnya adalah melakukan koreksi dengan menyampaikan saran perbaikan secara langsung dalam hal ditemukannya kesalahan, kelalaian dalam proses pemungutan dan penghitungan suara. Peranan tersebut wajib dilakukan oleh pengawas pemilu baik atas suatu perbuatan yang dilihat secara langsung maupun berdasarkan masukan dari masyarakat. (Modul Bawaslu RI, 2014)

Proses perbaikan dalam hal ditemukan kekeliruan baik akibat kesalahan, kesengajaan harus dilakukan melalui saran perbaikan yang disampaikan oleh pengawas pemilu yang secara teknis dalam kaitannya dengan kinerja Bawaslu adalah adanya penempatan para Petugas Pengawas Lapangan (PPL) di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Adapun tugas pengawasan pada saat hari pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara yang dilakukan oleh PPL (petugas Pengawas Lapangan) dapat dijabarkan sebagai berikut :

(43)

- Pelaksanaan pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan daftar pemilih tetap.

- Pelaksanaan kampanye

- Logistik dan pendistribusiannya

- Pelaksanaan pemungutan suara dan proses penghitungan suara di setiap TP

- Pengumuman hasil penghitungan suara dari TPS yang ditempelkan di sekretariat PPS

- Pergerakan surat suara dari TPS sampai ke PPK

- Pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, pemilu lanjutan, dan pemilu susulan

2. Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud

3. Meneruskan temuan diatasdan laporan dugaan pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan pemilu sebagaima dimaksud kepada instansi yang berwenang

(44)

5. Memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan tentang adanya tindakan yang mengandung unsure tindak pidana Pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

6. Mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu

7. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh Pengawas Kecamatan. (Modul Bawaslu RI, 2014)

2. Politik Uang

Adapun yang dimaksud dengan politik uang adalah, uang yang ditujukan dengan maksud-maksud tertentu seperti contohnya untuk melindungi kepentingan bisnis dan kepentingan politik tertentu. Politik uang bisa juga terjadi ketika seorang kandidat membeli dukungan parpol tertentu atau membeli suara dari pemilih untuk memilihnya dengan iming-iming imbalan yang bersifat finansial. Politik uang bisa juga terjadi ketika pihak penyandang dana berkepentingan bisnis maupun politik tertentu. Bentuknya bisa berupa uang, namun bisa pula berupa bantuan-bantuan sarana fisik pendukung kampanye pasangan kandidat tertentu (Teddy Lesmana dalam Fitriyah, 2013).

(45)

mendapatkan keuntungan bagi kemenangan bagi para kontestan melalui pembelian suara atau dikenal juga dengan istilah politik transaksional.

Menurut Yusril Ihza Mahendra dalam Indra Ismawan (1999) definisi politik uang atau money politic, yakni mempengaruhi massa pemilu dengan imbalan materi.

Pendapat lainnya adalah menurut Leo Agustinino dan Muhammad Agus Yusoff (2010) dalam makalahnya Pilkada dan Pemekaran Daerah dalam Demokrasi Lokal di Indonesia mengatakan bahwa: “untuk membiayai itu semua (mendanai berbagai biaya aktivitas kampanye, biaya menyewa pakar political marketing, biaya untuk membangun sarana fisik di kantung-kantung undi, biaya image building dan image bubbling

(pensuksesan diri calon) dan banyak lagi), banyak calon yang tidak memiliki cukup dana. Maka dari itu, calon kepala daerah acap kali mencari para pengusaha untuk bergabung sebagai investor politik. Sebagai imbalan investasi atas keikutsertaan mereka (sebagai pelebur/investor politik) dalam menjayakan calon dalam pilkada, maka para pengusaha dijanjikan akan mendapat investasi politik.

C.Kerangka Hukum Pelanggaran Pemilu

(46)

pengelompokan jenis-jenis tindak pidana pemilu dalam undang-undang adalah sebagai berikut:

1. Tindak pidana pemilu yang berkaitan dengan tahapan pendaftaran pemilih, pendaftaran peserta, maupun pendaftaran DPR, DPD, dan DPRD Provinsi, serta DPRD Kabupaten/Kota (pasal 260-268). Perbuatan-perbuatan yang dilarang menurut pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:

a) Merintangi orang menjalankan haknya dalam memilih (Pasal 260). b) Memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau

diri orang lain dalam pengisian daftar pemilih (Pasal 261).

c) Mengancam dengan kekerasan atau menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran pemilih (Pasal 262)

d) Petugas PPS/PLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih (Pasal 263)

e) Anggota KPU yang tidak menindaklanjuti temuan BAWASLU/Panwaslu dalam hal pemutakhiran data pemilih yang merugikan WNI yang memiliki hak pilih (Pasal 264)

f) Penyuapan (Pasal 265)

g) Mengaku sebagai orang lain (Pasal 266)

h) Anggota KPU yang tidak menindaklanjuti temuan BAWASLU/Panwaslu dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon peserta pemilu (Pasal 267)

(47)

peserta pemilu dan kelengkapan administrasi bakal calon anggota legislative (Pasal 268).

2. Tindak pidana pemilu yang berkaitan dengan tahapan kampanye pemilu, dana kampanye, maupun larangan-larangan dalam berkampanye (pasal 269-282). Perbuatan-perbuatan yang dilarang menurut pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:

a) Melakukan kampanye luar jadwal KPU (Pasal 269)

b) Melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu (Pasal 270) c) Pelaksana kampanye yang melanggar (Pasal 271)

d) Pejabat Negara yang melanggar pelaksanaan kampanye (Pasal 272) e) Pelanggaran yang dilakukan anggota PNS, TNI/POLRI dan

perangkat desa dalam pelaksanaan kampanye (Pasal 273)

f) Melaksanakan kampanye dengan menjanjikan atau memberikan uang dan imbalan lain (Pasal 274)

g) Anggota KPU yang melakukan tindak pidana pemilu dalam pelaksanaan kampanye pemilu (Pasal 275)

h) Memberi atau menerima dana kampanye yang melebihi batas yang ditentukan (Pasal 276)

i) Menerima dana kampanye dari pihak asing atau pihak yang tidak jelas identitasnya (Pasal 277)

j) Menghalangi dan mengganggu jalannya kampanye pemilu (Pasal 278)

(48)

l) Pelaksana, peserta, atau petugas kampanye yang mengganggu tahapan penyelenggaraan pemilu (Pasal 280)

m) Memberikan laporan yang tidak jelas dalam laporan dana kampanye (Pasal 281)

n) Mengumumkan hasil survey atau jajak pendapat dalam tenang (Pasal 282).

3. Tindak pidana pemilu yang berkaitan dengan pemungutan suara atau pencoblosan suara (pasal 283-287, pasal 289-292, dan pasal 294-295). Perbuatan-perbuatan yang dilarang menurut pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:

a) Ketua KPU yang menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan (Pasal 283)

b) Perusahaan pencetak surat suara yang dengan sengaja mencetak melebihi jumlah yang ditetapkan oleh KPU (Pasal 284)

c) Perusahaan yang tidak menjaga kerahasiaan,keamanan, dan keutuhan surat suara (Pasal 285)

d) Menjanjikan atau memberikan uang dan materi lainnya saat pemungutan suara (Pasal 286)

e) Menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan pada saat pemungutan suara (Pasal 287)

f) Mengaku dirinya sebagai orang lain saat pemungutan suara (Pasal 289)

(49)

h) Menggagalkan pemungutan suara (Pasal 291)

i) Majikan/atasan yang menghalangi seorang pekerja untuk memberikan suaranya (Pasal 292)

j) KPPS/KPPSLN yang tidak memberikan surat suara pengganti kepada pemilih (Pasal 294)

k) Petugas pembantu pemilih yang memberitahukan pilihan pemilih kepada orang lain (Pasal 295)

4. Tindak pidana pemilu yang berkaitan dengan tambahan pasca pemungutan suara atau pencoblosan suara (pasal 288, 293, dan pasal 296-311). Perbuatan-perbuatan yang dilarang menurut pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:

a) Menyebabkan peserta pemilu mendapatkan tambahan atau berkurangnya perolehan suara (Pasal 288)

b) Merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel (Pasal 293)

c) Anggota KPU tidak menetapkan pemungutan suara ulang di TPS padahal dalam persyaratan untuk pemungutan suara ulang terpenuhi (Pasal 296)

d) Menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara yang sudah tersegel (Pasal 297)

(50)

f) Anggota KPU yang mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dan sertifikat penghitungan suara (Pasal 299)

g) Merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil pemilu (Pasal 300)

h) Ketua KPPS/KPPSLN tidak membuat dan menandatangani berita acara perolehan suara peserta pemilu (Pasal 301)

i) KPPS/KPPSLN tidak memberikan salinan satu eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi peserta pemilu,pengawas pemilu lapangan, PPS, dan PPK (Pasal 302)

j) KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara dan meyerahkan kotak suara tersegel, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK (Pasal 303)

k) Pengawas Pemilu lapangan (PPL) yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada PPK dan Panwaslu yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel kepada KPU (Pasal 304) l) PPS yang tidak mengumumkan hasil penghitungan suara (Pasal 305) m) KPU tidak menetapkan perolehan hasil pemilu secara nasional (Pasal

306)

(51)

o) Melakukan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi pemilu (Pasal 308)

p) KPU yang tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap (Pasal 309)

q) BAWASLU/Panwaslu yang tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh KPU,PPK,PPS/PPLN, dan/atauKPPS/KPPSLN (Pasal 310)

r) Penyelenggaran pemilu melakukan pelanggaran pidana pemilu (Pasal 311)

(Sumber: Jupri, 2012, http://www.negarahukum.com/hukum/jenis-jenis-tindak-pidana- pemilu.html.)

D. Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU)

Pemilihan umum di Indonesia merupakan salah satu upaya mewujudkan negara yang demokrasi, harus dapat dilaksanakan dengan baik, dengan topografi wilayah Indonesia yang begitu luas dan jumlah penduduk yang besar dan menyebar di seluruh Indonesia, menuntut penyelenggara pemilihan umum yang profesional dan dapat dipertanggung jawabkan. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 yang dimaksud dengan Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) adalah badan yang mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum diseluruh wilayah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(52)

profesional yang independen mempunyai kemampuan dalam melakukan pengawasan dan tidak lagi menjadi anggota parpol dalam melaksanakan tugasnya aggota BAWASLU didukung oleh Sekretariat BAWASLU yang dibentuk berdasarkan Kepres RI Nomor 49 Tahun 2008. Sekretariat BAWASLU mempunyai tugas memberikan dukungan teknis dan administratif kepada BAWASLU. Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU) Provinsi Lampung mulai melaksanakan tugas pengawasan setelah adanya Keputusan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 595-KEP Tahun 2012 tanggal 20 September 2012 tentang penetapan anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Lampung.

Adapun Tugas Badan Pengawas Pemilihan Umum sebagai berikut : 1. Mengawasi persiapan penyelenggaraan Pemilu

2. Mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh BAWASLU dan ANRI

3. Memantau atas pelaksanaan tindak lanjut penanganan pelanggaran pidana Pemilu oleh instansi yang berwenang

4. Mengawasi atas pelaksanaan putusan pelanggaran Pemilu 5. Evaluasi pengawasan Pemilu

6. Menyusun laporan hasil pengawasan penyelenggaraan Pemilu 7. Melaksanakan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan

(53)

Sementara wewenang Badan Pengawas Pemilihan Umum mempunyai wewenang sebagai berikut :

1. Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-untangan mengenai Pemilu

2. Menerima laporan adanya dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dan mengkaji laporan dan temuan, serta mrekomendasikannya kepada yang berwenang

3. Menyelesaikan sengketa Pemilu 4. Membentuk BAWASLU Provinsi

5. Mengangkat dan memberhentikan anggota BAWASLU Provinsi

6. Melaksanakan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

E.Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang sesuai dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Rengga Utomo (2013) dalam penelitiannya yang berjudul : Evaluasi Kinerja Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwaslu Kecamatan)

Dalam Pengawasan Pemilihan Umum Kepala Daerah Tahun 2013 Di

(54)

pengawasan terhap pelaksanaan kampanye, pengawasan terhadap logistik pemilu dan pendistribusiannya, pengawasan terhadap pelaksanaan dan perhitungan suara pemilu, pengawasan terhadap pergerakan surat suara dari TPS ke PPK, dan pengawasan terhadap rekapitulasi suara oleh PPK namun kurang maksimal. Hal ini dapat dilihat dengan pengawasan yang dilakukan oleh Panwaslu Kecamatan meminimalisir pelanggaran pemilu yang ada di Kecamatan Samboja dan pelaksanaan Pemilu Kepala Daerah Kaltim tahun 2013 dapat berjalan dengan baik dan lancar.

2. Ade Nugroho Wicaksono (2009) dalam penelitiannya yang berjudul :

Pengawasan Dalam Penciptaan Pemilu Yang Langsung, Umum, Bebas,

Dan Rahasia. Hasil penelitiannya adalah bahwa salah satu keberhasilan pemilu adalah jika fungsi pengawasan berjalan sesuai dengan yang diharapkan, sehingga pemilu yang demokratis bisa terwujud. Berfungsinya pengawasan pemilu secara maksimal menekan angka kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu.

Perbedaan penelitian ini dengan dua penelitian terdahulu adalah bahwa penelitian yang berjudul : BAWASLU Dan Politik Uang (Money Politic) (Studi Tentang Proses Pengawasan Dan Hambatan-Hambatan

BAWASLU Dalam Menangani Pelanggaran Pemilihan Gubernur

(55)
(56)

E.Kerangka Pikir

Kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagaimana dalam bagan berikut ini :

Berdasarkan kerangka pikir di atas dapat dilihat bahwa penelitian ini bermula dari sebuah cara pikir yang dinamis dengan melihat BAWASLU sebagai sebuah organisasi yang bertujuan untuk mengawasi pelanggaran pemilu, dimana organisasi ini sampai sejauh ini belum bisa menjangkau semua pelanggaran pemilu yang telah terjadi. Pelanggaran yang sulit

BAWASLU

1.Tercapai atau Tidak Tercapai

2.Hambatan-hambatan 3.Tindak Lanjut

POLITIK UANG

1. KONSEP PENGAWASAN PEMILU a. Pengawasan Pemutakhiran Data Pemilih

dan Penetapan Pemilih Tetap

b. Pengawasan Alat Peraga Kampanye c. Pengawasan Dana Kampanye

d. Pengawasan Kampanye di Media Massa e. Pengawasan Politik Uang (Money Politic)

f. Pengawasan Kampanye Hitam (Black Campaign)

(57)

diawasi adalah politik uang. Politik uang dirancang sangatlah masif dan sistemik, sehingga tanpa disadari telah dilakukan dan direncanakan dengan serius dan matang. Pengawasan dari BAWASLU selama ini belum mampu menjangkau hal-hal yang bersifat tidak kasat mata seperti hal ini. Dinamika kontestasi politik, dimana elit politik melakukan berbagai cara untuk meraih kemenangan, termasuk dengan melakukan politik uang. berkaitan juga dengan kuasa-wacana sebagaimana yang dijelaskan Foucault. Oleh karena itu perlu melihat bentuk-bentuk politik uang apa saja yang dilakukan oleh elit politik, dan hambatan-hambatan BAWASLU untuk mengawasi pelanggaran pemilu.

(58)
(59)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode kualitatif. Menurut Denzin & Lincoln (2000), penelitian kualitatif adalah :

qualitative research involves an interpretive, naturalistic approach to the world.Thus means that qualitative researchers study things in their natural setting, attempting to make sense of, or to interpret, phenomena in terms of the meanings people bring to them.”( Penelitian kualitatif menekankan

pada interprestasi dalam kerangka pendekatan naturalistic.Tujuan dari seorang peneliti kualitatif adalah mempelajari sesuatu pada suatu gambaran yang sesuai dengan kenyataan, menekankan pada interprestasi untuk memahami pemahaman orang lain atau informan tentang dunia mereka)

Untuk mendapat informasi yang lebih mendetail dan memadai fenomena sosial yang diamati, maka dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif. Dengan pendekatan ini peneliti dapat menjajaki secara lebih mendalam objek yang akan diteliti. Karena dengan pendekatan ini peneliti dituntut untuk banyak terjun langsung melihat kondisi di lapangan dan mengadakan interaksi langsung atau wawancara mendalam kepada informan.

B. Fokus Penelitian

(60)

kualitatif sekaligus membatasi penelitian untuk memilih data yang relevan serta perumusan fokus atau masalah dalam penelitian kualitatif bersifat tentatif. Untuk itu maka fokus penelitian ini adalah mengkaji instrumen dalam fungsi pengawasan BAWASLU dalam menangani politik uang (Money Politic) yaitu :

1. BAWASLU

2. Penyelenggara Pilkada/KPU 3. Peserta/Cagub

4. Pemilih

C. Lokasi Penelitian

Menurut Hadari Nawawi dan Martini Hadari (1995) bahwa dalam penelitian kualitatif diteliti dalam kondisi sebagaimana adanya atau sewajarnya atau secara naturalistik. Artinya bahwa sumber data dalam penelitian kualitatif harus dalam kondisi yang wajar, selanjutnya melalui sumber data, dapat ditentukan lokasi penelitian, dengan tidak menetapkan berapa jumlahnya pada satu lokasi.

Menurut Lexy J.Moleong (2000) menyatakan bahwa dalam penentuan lokasi penelitian cara terbaik yang ditempuh dengan mempertimbangkan teori dan menjajaki lapangan untuk mencari kesesuain dengan kenyataan yang ada dilapangan, sementara itu keterbatasan geografis dan waktu, biaya serta tenaga juga perlu dijadikan pertimbangan dalam menentukan lokasi penelitian.

(61)

Lampung sebagai ibukota dan pusat pemerintahan Provinsi Lampung. Selain karena Kota Bandar Lampung dengan kemajemukan masyarakatnya jika dibandingkan dengan Kabupaten dan Kota lainnya di Provinsi Lampung. D. Sumber Data dan Informan

Informan menurut Spradley (1997) adalah :

“Seorang pembicara asli yang berbicara dengan mengulang kata-kata, frasa dan kalimat dalam bahasa atau dialeknya sebagai model imitasi dan

sumber informasi.”

Informan dalam penelitian ini, khususnya, adalah aparat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Lampung dan KPU Bandar Lampung, kemudian aparat BAWASLU di tingkat Provinsi dan Panwaslu Kota Bandar Lampung, serta lembaga yang terkait dan warga masyarakat di Bandar Lampung yang berkaitan dengan penelitian ini. Informan adalah orang yang mengetahui masalah dan yang berkaiatan yang dicakup dalam penelitian ini.

(62)

seperti dokumen dan lain-lain. Sehingga sumber data tersebut adalah informan dan didukung dengan dokumen berupa naskah-naskah, data tertulis.

Untuk teknik pemilihan informan dalam penelitian ini adalah pertama, menggunakan tehnik bola salju (snowball sampling). Menurut Alston dan Bowles (1998:93) snowball sampling digunakan apabila kita kurang memiliki pengetahuan tentang susunan dan pembatasan orang-orang yang mungkin memenuhi kreteria untuk diteliti, sehingga dalam hal ini peneliti memperoleh informasi melalui informan pertama yang kemudian merujuk pada informan berikutnya untuk dapat memberikan informasi tambahan yang tepat dan mendalam sesuai dengan tema penelitian. Kedua, studi pustaka sebagai sumber data dalam bentuk buku, karya tulis ilmiah yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Ketiga, arsip, sebagai sumber data dalam bentuk dokumen-dokumen, foto, data statistic dan naskah-naskah penting yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian tesis ini adalah dengan tehnik pengambilan data yang dilakukan melalui pengamatan (observasi) dan wawancara mendalam, dijelaskan sebagai berikut :

1. Observasi atau pengamatan ditujukan untuk mengamati perkembangan peran dan fungsi serta hambatan-hambatan BAWASLU dalam pemilihan umum Gubernur Lampung di Bandar Lampung

(63)

juga akan menggunakan alat bantu lain seperti alat perekam suara. Selanjutnya hasil wawancara dituangkan dalam catatan data lapangan. 3. Dokumentasi, yaitu berupa literatur atau buku-buku, jurnal dan surat kabar

yang berkaitan dengan penelitian, foto, data seputar proses dan suasana serta kegiatan yang dilakukan oleh subjek yang diteliti.

F. Tahapan Penelitian

Mengacu kepada pendapat Moleong (2001:84-108), maka tahapan dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :

1. Tahap Pra Lapangan : menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan menetapkan nara sumber/informan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan persoalan etika penelitian.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan : memahami latar belakang penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data.

3. Tahap Analisis Data : konsep dasar analisis data, menemukan tema, menganalisis (temuan) dan merumuskan hipotesis (termasuk bagian ini adalah pengolahan dan pengujian data)

4. Tahap Penulisan Laporan.

(64)

memformulasikan masalah penelitian. Tahap kedua, melakukan penelitian di lapangan, untuk mengumpulkan berbagai informasi yang berkenaan dengan berbagai gejala yang terjadi yakni yang khususnya berkaitan dengan politik uang (money politic) dan BAWASLU serta hambatan-hambatan BAWASLU dalam menangani pelanggaran Pemilihan Gubernur Lampung 2014 di Kota Bandar Lampung. Peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap informan dengan mengandalkan ingatan mereka terhadap hal yang sudah terjadi pada waktu yang telah lewat, dan melakukan wawancara sekaligus pengamatan untuk melihat even saat ini yang berlangsung. Tahap selanjutnya menulis laporan ini dalam bentuk tesis.

G. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini, data-data yang telah terkumpul dari hasil wawancara dan observasi dari berbagai sumber atau informasi selanjutnya dianalisa. Analisa dilakukan secara terus menerus sejak awal penelitian dan selama proses penelitian berlangsung. Data-data yang terkumpul dirangkum, diseleksi sesuai dengan konsep-konsep dalam penelitian, selanjutnya disajikan dalam pemaparan deskriptif.

Menurut Moleong (2001.103), analisis data adalah, sebagai berikut :

“Proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola,

(65)

Kemudian tahap-tahap analisa data dalam penelitian ini menggunakan tahap-tahap penelitian menurut Sarantakos (1993) dalam Alston dan Bowles (1998:195). Tahap-tahap tersebut, sebagai berikut :

1. Data reduction (reduksi data), pada tahap ini data diberi kode, disimpulkan dan dikategorikan menurut aspek-aspek penting dari setiap tema yang diteliti. Tahap ini juga membantu dalam menentukan data apa lagi yang diperlukan dan bagaimana serta siapa yang akan memberikan informasi selanjutnya, methode apa yang akan digunakan untuk menganalisis yang akhirnya akan membawa pada kesimpulan.

2. Data organization (pengorganisasian data) yang telah ditentukan sebelumnya meliputi beberapa kategori yang ditetapkan, sehingga pada tahap ini adalah proses pengumpulan (assembling) informasi yang betul-betul penting dan dianggap merupakan tema atau pusat penelitian.

(66)

GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung

Kota Bandarlampung sebagai ibukota Provinsi Lampung yang merupakan pusat pemerintahan, sosial, politik, kebudayaan, dan pusat kegiatan ekonomi, perdagangan, industri serta pariwisata. Secara geografis kota Bandarlampung berada terletak pada kedudukan 5*20’ sampai dengan

5*30’ lintang selatan dan 105*28 sampai dengan 105*37’ bujur timur.

Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah 197,22 km2, yang terdiri dari 20 kecamatan dan 126 kelurahan, dengan batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Lampung

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan

(67)

B. Kondisi Topografi dan Demografi

Kota Bandarlampung sebagian besar terletak di ketinggian 0 sampai 700 meter di atas permukaan laut dengan topografi yang terdiri dari :

a. Daerah pantai yaitu Telukbetung dan Panjang

b. Daerah perbukitan yaitu sekitar Telukbetung bagian utara

a. Daerah dataran tinggi serta sedikit bergelombang terdapat di sekitar Tanjungkarang bagian barat yang dipengaruhi oleh gunung Balau serta perbukitan batu serampok di bagian timur selatan

c. Teluk Lampung dan pulau-pulau kecil bagian selatan.

Kota Bandarlampung juga terdapat beberapa aliran sungai yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, diantaranya Way Awi, Way Balau, Way Kuala, Way Simpur dan lain-lain, yang bisa digunakan oleh masyarakat seperti pertanian dan kegiatan keseharian masyarakat. Dimana panjang sungai-sungai di Bandarlampung umumnya tidak begitu panjang antara 2-14 Km. Selain itu wilayah Bandarlampung merupakan perbukitan diantaranya, Gunung Klutum, Gunung Kunyit, Gunung Kapuk dan lain-lain.

(68)

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kota Bandarlampung, berdasarkan Jenis kelamin

Jumlah Total 654.757 596.885 1.251.642

(69)

Berdasarkan pada tabel diatas, bisa dilihat sebaran penduduk Bandarlampung berdasarkan jenis kelamin, yang terpadat adalah Kecamatan Panjang sebesar 96.286 jiwa, sementara jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Langkapura dengan jumlah sebesar 29.024 jiwa, dari jumlah penduduk kota Bandarlampung sebesar 1.251.642 jiwa, secara keseluruhan.

C. Sejarah Singkat Kota Bandarlampung

Secara Administratif Bandarlampung terbentuk pada tanggal 17 Juni 1983 sebagai bagian dawi wilayah kota dalam pembentukan keresidenan propinsi Lampung, yang ditetapkan berdasarkan peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 1964. Kota Bandarlampung pada awalnya adalah Kotapraja Tanjung Karang – Teluk Betung yang berstatus sebagai kota kecil. Kemudian pada tahun 1975, berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975 dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1982 tentang perubahan wilayah, maka Bandarlampung diperluas dengan pemekaran dari semula 4 kecamatan dan 30 kelurahan menjadi 9 kecamatan dengan 58 kelurahan, yaitu:

1. Kecamatan Kedaton 2. Kecamatan Sukarame

(70)

10.Kecamatan Bumi Waras 11.Kecamatan Kedamaian 12.Kecamatan Enggal 13.Kecamatan Langkapura 14.Kecamatan Panjang 15.Kecamatan Kemiling 16.Kecamatan Labuhan Ratu 17.Kecamatan Sukabumi 18.Kecamatan Tanjung Senang 19.Kecamatan Rajabasa

20.Kecamatan Wayhalim

D. Para Walikota Bandar Lampung

Sampai saat ini, tercatat sudah 11 orang putra terbaik Lampung menjadi pemimpin di Kota Bandar Lampung, sebagaimana tabel berikut ini :

Tabel 2 : Nama-Nama Walikota Bandar Lampung dari tahun ke tahun

NO NAMA PERIODE

1. SUMARSONO 1956 – 1957

2. H. ZAINAL ABIDIN PAGAR ALAM 1957 – 1963

3. ALIMUDIN UMAR, SH 1963 – 1969

4. Drs. H.M. THABRANIE DAUD 1969 – 1976

5. Drs. H. FAUZI SALEH 1976 – 1981

6. Drs. ZULKARNAIN SUBING 1981 – 1986

7. Drs. NURDIN MUHAYAT 1986 – 1991

8. Drs. SUHARTO 1996 – 2005

(71)

E. Gambaran Umum Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU)

Proses Perpindahan tampuk kekuasaan politik di dalam pemilihan umum menjadi ciri dari negara demokratis salah satunya adalah Indonesia. Perpindahan acapkali menjadi krusial dan penuh dengan ketegangan-ketegangan karena dapat dimungkinkan perpindahan kekuasaan mewujudkan kecurangan-kecurangan tertentu yang melanggar undang-undang, seperti misalnya money politics, Kampanye Hitam yang menjatuhkan nama baik lawan melalui media massa ataupun media sosial berbasis internet. Untuk itulah dalam negara demokrasi seperti Indonesia, Pemilu menjadi ajang perebutan kekuasaan ini perlu diatur dan dikontrol demi terciptanya pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Mewujudkan pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil tidaklah mudah, butuh peran dan kerjasama baik masyarakat maupun para penyelenggara negara. Untuk itulah Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) kemudian didirikan. Sebagai sebuah institusi yang berdiri Independen. Badan Pengawas Pemilu bertugas mewujudkan :

Dipatuhinya seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan tentang kepemiluan.

Jaminan derajat kompetisi politik yang sehat, partisipatif, representatif, akuntabel, berkualitas, efektif dan efisien.

(72)

F. Sejarah Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU)

Berdasarkan keterangan HD (50) Membicarakan penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia tidak lengkap kalau tidak membahas pengawas pemilu atau yang biasa di sebut Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) atau dalam bahasa sehari-hari biasa cukup di sebut Panwas. Menurut undang-undang Pemilu, Panwas Pemilu sebenarnya adalah nama lembaga pengawas pemilu tingkat nasional atau pusat. Sedangkan di Provinsi di sebut Panwaslu Provinsi, di Kabupaten/Kota di sebut Panwaslu Kabupaten Kota, dan di kecamatan disebut Panwas Pemilu Kecamatan.

Pengawas Pemilu adalah Lembaga Adhoc yang dibentuk sebelum tahapan pertama pemilu (pendaftaran Pemilih) dimulai dan dibubarkan setelah calon pemilih dalam pemilu dilantik. Lembaga Pengawas Pemilu adalah khas Indonesia, dimana pengawas pemilu di bentuk untuk mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi dan pelanggaran pidana pemilu. Pada proses pelaksanaan pemilu 1955 sama sekali tidak ada Lembaga Pengawas Pemilu, Lembaga Pengawas Pemilu baru muncul pada Pemilu 1982. Pembentukam Panwaslak Pemilu pada Pemilu 1982 dilatari oleh protes-protes atas banyaknya pelanggaran dan manipulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh para petugas pemilu pada Pemilu 1971.

(73)

Akhirnya kemudian muncul gagasan memperbaiki undang-undang yang bertujuan meningkatkan kualitas Pemilu 1982.

Tuntutan-tuntutan terus dilakukan oleh parpol-parpol kali ini banyak terdiri dari PPP dan PDI, dengan desakan dari kedua partai tersebut pemerintah menyetujui untuk menempatkan wakil peserta pemilu kedalam kepanitiaan pemilu. Selain itu, pemerintah juga membuat badan organisasi baru dalam urusan pemilu untuk mendampingi Lembaga Pemilihan Umum (LPU). Badan baru ini bernama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum (Panwaslak Pemilihan Umum) yang bertugas mengawasi pelaksanaan pemilu. Dengan struktur, fungsi dan mekanisme kerja yang baru, Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum ini tetap diaktifkan untuk pemilu 1999, namun dengan perubahan nama baru menjadi Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu),

Perubahan terhadap Panwaslu baru dilakukan setelah disahkan dan diberlakukannya Undang Undang Nomor 12 Tahun 2003, isinya menegaskan untuk pengawasan pemilu di bentuk Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan.

G. Struktur Organisasi Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU)

(74)

yaitu Divisi Sumber Daya Manusia dan Organisasi, Divisi Hukum dan Penengakan Pelanggaran, dan Divisi Pengawasan.

Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat berdasarkan bagan sebagai berikut:

(75)

H. Gambaran Umum Pilgub 2014

Berikut ini adalah tabel hasil perolehan suara pada Pilgub Lampung :

Tabel 3 : Perolehan Suara dalam Pilgub Lampung

Nama

(76)

Dari Tabel 3 diatas, terlihat bahwa Ridho-Bachtiar menjadi pemenang dalam Pilgub 2014. Akan tetapi kita akan melihat bahwa Ridho kalah jauh dibandingkan Herman-Zainudin di wilayah Bandar Lampung. Angka ini bukanlah Angka suatu kebetulan saja, saya akan mencoba fokuskan tabel di atas di wilayah Bandar Lampung saja.

Tabel 4 : Perolehan Suara Bandar Lampung

Nama Calon

Sumber: http://lampost.co/berita/ini-rekapitulasi-pilgub-lampung-2014 (Di akses tanggal: 25 Mei 2014)

Dari Tabel diatas maka kita akan melihat bahwa ternyata Bandar Lampung lebih “memilih” Herman-Zainudin dengan perolehan yang cukup telak mencapai 56%.

(77)

Lampung Utara (mendapat 53% suara), Lampung Timur ( mendapat 50% suara), Pringsewu (mendapat 52% suara), Tulang bawang (mendapat 50% suara), Way Kanan (mendapat 50% suara), Tanggamus (mendapat 46% suara), Tulang Bawang Barat (mendapat 58% suara), Mesuji (mendapat 55% suara), Pesawaran (mendapat 40% suara). Berdasarkan apa yang saya uraikan diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa Ridho-Bachtiar menguasai perolehan suara di banyak wilayah Lampung.

Persentase yang tidak seimbang ini, misalnya antara Ridho-Bachtiar dan Herman-Zainudin yang hanya menguasai perolehan suara di Bandar Lampung saja, menjadikan “Modal” misalnya uang dan massa yang dimiliki seorang Calon

(78)

I. Angka Partisipasi Pilgub Masyarakat Kota Bandar Lampung

Berikut adalah tabel penduduk potensial pemilih Pemilu Provinsi Lampung di Tahun 2013

Tabel 5: Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) Provinsi Lampung Tahun 2013

NO KODE KABUPATEN/KOTA JUMLAH

1 18.01 Lampung Selatan 805.964

Sumber : Pemerintah Provinsi Lampung 2013

Gambar

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kota Bandarlampung, berdasarkan Jenis kelamin
Tabel 3 : Perolehan Suara dalam Pilgub Lampung
Tabel 4 : Perolehan Suara Bandar Lampung
Tabel 5: Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) Provinsi
+2

Referensi

Dokumen terkait