SALURAN KEMIH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
CENGKARENG PERIODE JULI
–
DESEMBER 2014
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
Disusun oleh :
Nurul Hasanah
1112103000008
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
v
Puji dan syukur penulis panjatkan pada kehadirat Allah SWT atas rahmat dan nikmat yang tiada henti dicurahkan kepada penulis. Ridho, Berkah, Rohman dan Rohim senantiasa dicurahkan oleh-Nya hingga penulisan laporan penelitian ini selesai. Shalawat dan salam tak lupa penulis panjatkan pada Nabi Muhammad SAW atas tauladannya. Penulis menyadari, tanpa bimbingan dan segenap bantuan dari berbagai pihak maka penelitian ini tidak akan selesai. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Prof. Dr. dr. Sardjana, SpOG (K), SH, Maftuhah, Ph.D dan Fase Badriah, Ph.D selaku Pembantu Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Ketua Program studi Pendidikan Dokter dan drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter
3. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku pembimbing 1 yang dengan penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan saya dalam proses penyelesaian penelitian ini. Atas waktu, tenaga, pikiran serta saran dan masukan yang membangun kepada penulis.
4. Chris Adhiyanto, M.Biomed, Ph.D selaku pembimbing 2 atas saran dan kritik, serta waktu yang diluangkan untuk penulis dalam proses penyelesaian laporan penelitian ini. Atas kesediaan beliau membimbing kami hingga penulisan laporan ini selesai.
5. dr. Mukhtar Ikhsan, Sp.P(K), MARS dan Nurlaely Mida R, S.Si, M.Biomed, DMS selaku penguji saya yang telah menyempatkan waktu dan bersedia untuk hadir.
vi
diberikan pada penulis. Untuk setiap tawa penuh cintanya yang selalu membangkitkan semangat penulis yang mulai redup. Tetesan air mata dan keringat pengorbanan yang selalu mengiringi langkah penelitian untuk menyelesaikan penelitian ini.
8. Zakiyah dan Ilham kedua adikku tersayang. Terimakasih banyak untuk doa dan dukungannya selama ini hingga penulisan hasil laporan penelitian ini selesai. Terimakasih telah banyak menghibur disaat penulis mulai lelah.
9. RSUD Cengkareng yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk mengambil data. Khususnya Mbak Cici, Bu Adis dan Mbak Rima.
10.Teman-teman sekelompok penelitian Ifah, Rizky, Fikry, dan Hipni. Mohon maaf kepada Ifah, Fikry dan Hipni karena saya tidak banyak membantu dalam penelitian mereka. Semangat, kalian pasti bisa.
11.Kepada teman-teman seperjuangan di kos-an beautiful house Paurora, Imi, Ubat, Nabila dan Dewi atas dukungan dan hiburannya ditengah kesibukan kuliah. atas bantuan dan ilmu dan moral yang sangat bermanfaat dalam proses penyelesaian penelitian ini.
12.Paurora atas bantuan tenaga dan pikiran serta motivasi dan dukungan moral yang tiada hentinya diberikan kepada penulis. Sukses selalu.
13.Teman teman seperjuangan PSPD 2012, untuk kebersamaan selama tiga tahun ini. Atas dukungan dan motivasi yang terus mengalir tiada henti. Semoga perjuangan yang telah kita lakukan bersama selama tiga tahun ini akan berbuah hasil yang memuaskan dan dilancarkan co-ass dan internship-nya. Penulis menyadari laporan penelitian ini masih jauh dari bentuk yang sempurna. Segala kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Demikian laporan ini penulis susun, semoga bermanfaat untuk ilmu pengetahuan, agama, dunia dan setelahnya nanti. Amin.
Ciputat, 22 September 2015
vii ABSTRAK
Nurul Hasanah. Program Studi Pendidikan Dokter. Evaluasi Leukosituria pada Tersangka ISK di RSUD Cengkareng Periode Juli – Desember 2014.
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit paling sering ditemukan pada praktik umum. Diagnosa yang cepat dan tepat dibutuhkan untuk pemberian antibiotik yang efisien dan efektif. Penggunaan tes dipstik dan sedimen urin merupakan salah satu upaya penyaringan tersangka ISK. Temuan leukosit urin merupakan salah satu tanda terjadinya inflamasi dalam traktus urinari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi leukosituria pada tersangka ISK di RSUD Cengkareng periode Juli – Desember 2014. Penelitian menggunakan metode retrospektif potong lintang. Hasil yang didapatkan prevalensi leukosituria pada tersangka ISK berjumlah 87 pasien. Karakteristik leukosituria tersangka ISK yang diteliti adalah berusia 46-65 tahun (44,8%), perempuan (67,8%), pendidikan SMA (44,8%), IMT normal (18.4%), BJ urin tinggi (46,7%), pH urin normal (95,4%), leukosit urin 6-20 per lapang pandang (62,1%). Ditemukan hasil yang bermakna antara leukosituria dan hematuria ( p <0,05 ) pada tersangka ISK. Kata kunci : Infeksi saluran kemih, Leukosituria
ABSTRACT
Nurul Hasanah. Medical Education Program. Evaluation Leukocyituria to suspect UTI in Cengkareng Hospital period from July to December, 2014.
viii DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
...
E rror! Bookmark not defined.LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR SINGKATAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan ... 2
1.3.1 Tujuan Umum... 2
1.3.2 Tujuan Khusus ... 2
1.4 Manfaat Penelitian ... 2
1.4.1 Manfaat Akademik ... 2
1.4.2 Manfaat Klinis ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Infeksi Saluran Kemih ... 4
2.1.1. Definisi ... 4
2.1.2. Klasifikasi ... 4
2.1.3. Epidemiologi ... 6
2.1.4. Etiologi ... 8
ix
2.1.8 Penatalaksanaan ... 19
2.2 Kerangka Teori ... 23
2.3. Kerangka Konsep ... 24
2.4 Definisi Operasional ... 25
BAB III METODE PENELITIAN... 27
3.1 Desain Penelitian ... 27
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27
3.3 Populasi dan Sampel ... 27
3.3.1 Populasi ... 27
3.3.2 Sampel ... 27
3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 27
3.4 Cara pengambilan sampel... 28
3.5 Variabel Penelitian ... 28
3.6 Cara Kerja Penelitian ... 28
3.7 Manajemen Data ... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
4.1 Hasil ... 29
4.2 Pembahasan ... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
5.1 Kesimpulan ... 47
5.2 Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA...49
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi ISK berdasarkan klinis ... 6
Tabel 2.2. Epidemiologi ISK berdasarkan usia dan jenis kelamin ... 7
Tabel 2.3. Mikroorganisme penyebab ISK ... 9
Tabel 2.4. Morfologi Escherecia coli ... 10
Tabel 2.5. Pertahanan lokal dari saluran kemih ... 11
Tabel 2.6. Metode pengumpulan urin ... 15
Tabel 2.7. Sensitivitas dan spesivisitas tes dipstik ... 17
Tabel 2.8. Penggunaan antibiotik pada ISK ... 19
Tabel 2.9. Penggunaan antibiotik pada kasus ISK ringan dan sedang ... 20
Tabel 2.10. Pilihan antibiotik parenteral ... 20
Tabel 4.1 Karakteristik responden tersangka ISK... 28
Tabel 4.2 Jumlah pasien dengan faktor resiko berdasarkan jenis kelamin ... 36
Tabel 4.3 Kelompok usia dengan jumlah sedimen leukosit dalam urin ... 36
Tabel 4.4 Penyakit penyerta dan rerata leukositoria ... 38
Tabel 4.5 Jumlah pasien berdasarkan sedimen leukosit dan eritrosit dalam urin ... 39
DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Jumlah pasien berdasarkan kelompok usia ... 30
Gambar 4.2 Jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin ... 30
Gambar 4.3 Jumlah pasien berdasarkan tingkat pendidikan ... 31
Gambar 4.4 Jumlah pasien berdasarkan kelompok IMT ... 32
Gambar 4.5 Jumlah pasien berdasarkan kelompok berat jenis urin ... 33
Gambar 4.6 Jumlah pasien berdasarkan kelompok derajat keasaman (pH) urin ... 34
xi
Gambar 10. Leukosituria dengan Hematuria ... 39
DAFTAR SINGKATAN
BB Berat Badan
BID Dua Kali Sehari
BJ Berat Jenis
BPH Benign Prostatic Hyperplasia
CFU Colony Forming Unit
DM Diabetes Mellitus
IMT Indeks Massa Tubuh
IOTF International Obesity Task Force
ISK Infeksi Saluran Kemih
LUTS Lower Urinary Tract Symptoms
PIV Pyelography Intravena
Q6H Setiap 6 Jam
RSUD Rumah Sakit Umum Daerah
SD Sekolah Dasar
SUA Sindrom Uretra Akut SMP Sekolah Menengah Pertama SMA Sekolah Menengah Atas
TB Tinggi Badan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Infeksi saluran kemih ( ISK) merupakan penyakit tersering yang ditemukan pada praktik umum.1 Infeksi saluran kemih adalah reaksi inflamasi sel uroepitelium akibat proliferasi suatu mikroorganisme.1,2,3 Banyak diderita oleh perempuan. Setiap perempuan mengalami ISK minimal satu kali dalam hidupnya.1 Sekitar 7 juta kasus sistitis akut didiagnosis pada perempuan dewasa muda setiap tahunnya.4 Etiologi dari ISK dapat berasal dari mikrobiologi, virus ataupun jamur.1 Mikroorganisme penyebab terbanyak adalah Escherecia coli yang berasal dari saluran pencernaan disebabkan letak anatominya yang berdekatan. Infeksi saluran kemih dapat ditemukan pada pasien yang memiliki gejala atau pada pasien tanpa gejala. 1,2,3
Baku emas untuk menegakkan diagnosis ISK adalah pemeriksaan kultur urin namun kultur urin ini membutuhkan biaya lebih mahal dan waktu lebih lama. Sehingga sebagian besar klinisi melakukan pemeriksaan urinalisis untuk mengetahui apakah terjadi leukosituria.2,5 Hasil dari urinalisis yang lain dapat berupa bakteriuria, nitrit, hematuria dan proteinuria.6,7 Leukosituria adalah tanda terjadinya inflamasi dalam saluran kemih.6 Leukosituria tidak selalu disertai dengan bakteriuria pada beberapa pasien. Dikatakan leukosituria jika ditemukan leukosit lebih dari 5 per lapang pandang dalam urin.7
Tingginya prevalensi ISK di Indonesia menuntut dokter untuk menegakkan diagnosis yang cepat dan tepat. Penelitian yang menjelaskan leukosituria pada tersangka ISK masih jarang ditemukan khususnya di Indonesia sehingga penulis ingin melakukan penelitian tentang evaluasi leukosituria pada tersangka ISK di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cengkareng. Hal ini didukung pula dengan belum pernah dilakukannya penelitian mengenai evaluasi leukosituria pada tersangka ISK RSUD Cengkareng.
1.2 Rumusan Masalah
Berapa prevalensi pasien tersangka infeksi saluran kemih di RSUD Cengkareng
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui prevalensi tersangka ISK di RSUD Cengkareng. 1.3.2 Tujuan khusus
a. Mengetahui karakteristik tersangka ISK di RSUD Cengkareng.
b. Mengetahui hubungan antara derajat leukosituria dan derajat hematuria pada tersangka ISK.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademik
a. Mengetahui hubungan derajat leukosituria dan derajat hematuria pada tersangka ISK sehingga dapat memperkirakan berat atau ringannya infeksi.
b. Menambah ilmu pengetahuan bagi penulis.
1.4.2 Manfaat Klinis
a. Hasil penelitian ini dapat membantu untuk mengetahui perjalanan penyakit ISK.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infeksi saluran kemih 2.1.1. Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi dari sel uroepitelium karena adanya invasi bakteri yang ditandai dengan bakteriuria dan leukosituria.1,2,6 Bakteriuria adalah ditemukannya koloni bakteri dalam urin yang dalam keadaan normal urin tidak terdapat bakteri. Bakteriuria ini diasumsikan sebagai indikator yang valid untuk menunjukan keberadaan koloni bakteri atau infeksi saluran kemih.1,6
Bakteriuria diklasifikasikan menjadi bakteriuria simtomatik dan bakteriuria asimtomatik. Bakteriuria simtomatik adalah ditemukannya bakteri dalam urin disertai dengan gejala pada pasien. Bakteriuria asimtomatik adalah ditemukannya bakteri dalam urin tanpa disertai gejala pada pasien. Bakteriuria bermakna jika ditemukan lebih dari 105 bakteri dalam biakan urin.1,6
Leukosituria adalah ditemukannya sel darah putih dalam urin, Leukosituria merupakan tanda adanya inflamasi dari uroepitelium yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Leukosituria tanpa bakteriuria menunjukan adanya kolonisasi kuman tanpa infeksi saluran kemih.6
2.1.2. Klasifikasi
Klasifikasi infeksi saluran kemih dapat dibedakan berdasarkan letak dan manifestasi klinis yang timbul. 2
a. Klasifikasi ISK berdasarkan letak:
Infeksi saluran kemih bawah
Manifestasi klinis sistitis adalah disuria, frekuensi, urgensi dan nyeri suprapubik tetapi tidak jarang ditemukan asimtomatik.2,6 Frekuensi disebabkan adanya inflamasi pada vesika urinari sehingga vesika urinari menjadi eritema, edema dan hipersensitif. Saat vesika urinari mulai terisi urin maka akan langsung disekresi. Proses sekresi ini menyebabkan vesika urinari yang sedang edem berkontraksi sehingga terjadi nyeri suprapubik.2 Sindrom uretra akut (SUA) memiliki gejala seperti sistitis namun dalam urinnya tidak ditemukan bakteri (steril).1
Infeksi saluran kemih atas
Pielonefritis akut adalah respon inflamasi pada pielum dan parenkim ginjal karena naiknya mikroorganisme dari saluran kemih bawah. Manifestasi klinisnya berupa demam, menggigil, nyeri di perut dan pinggang serta mual dan muntah. Disertai dengan lekosituria dan bakteriuria. 2
Pielonefritis kronik adalah respon inflamasi pada pielum dan parenkim ginjal dalam jangka waktu lama. Faktor predisposisi berupa obstruksi saluran kemih dan refluks vesikouretra yang pada akhirnya akan membentuk jaringan parut pada korteks ginjal.1
b. Klasifikasi ISK berdasarkan manifestasi klinis
ISKtanpa komplikasi
Infeksi saluran kemih tanpa disertai kelainan anatomi maupun struktural.2
ISK komplikasi
Infeksi saluran kemih disertai dengan kelainan anatomi maupun struktural atau infeksi pada pasien yang memiliki penyakit sistemik.2
ISK berulang
Bakteriuria persistent adalah bakteri penyebab infeksi berasal dari saluran kemih.2 Perbedaan dari keduanya dapat dilihat pada tabel 2.1.
ISK asimtomatik
Ditemukannya bakteri dengan jumlah 105 per ml pada pasien yang tidak memiliki gejala ISK.2
Tabel 2.1. Klasifikasi ISK berulang2
Klasifikasi ISK Patogenesis Mikroorganisme Gender
Sekali kali ISK Re-infeksi Berlainan Pria atau wanita Sering ISK Sering episode
ISK
Berlainan Wanita
ISK persisten Sama Wanita atau pria ISK setelah terapi Terapi tidak sesuai Sama Wanita atau pria Relapsing Terapi inefektif
setelah reinfeksi
Sama Wanita atau pria Infeksi persisten Sama Wanita atau pria Re-infeksi cepat Sama/berlaianan Wanita atau pria Fistula
enterovesikel
Berlainan Wanita atau pria
2.1.3. Epidemiologi
Tabel 2.2. Epidemiologi ISK berdasarkan umur dan jenis kelamin4 Umur (tahun) Insidens (%) Faktor risiko
Perempuan Laki laki
Prevalensi ISK pada neonatus kurang dari satu tahun tinggi pada laki-laki dibanding perempuan, disebabkan faktor belum disirkumsisi. Angka kejadian ISK pada anak laki-laki yang belum disirkumsisi lebih tinggi dibanding yang telah disirkumsisi (1,12% : 0,11%). Semakin bertambahnya usia anak antara 1-5 tahun kejadian bakteriuria meningkat pada perempuan sedangkan pada laki laki menurun. Bakteriuria pada anak dibawah umur 5 tahun berhubungan dengan kelainan anatomi gastrourinari seperti refluks vesika urinari atau obstruksi. Kejadian ISK pada umur 6-15 tahun relatif konstan. ISK pada umur ini berasosiasi dengan kelainan fungsional genitourinari seperti dysfunctional voiding. Saat umur remaja kejadian ISK meningkat secara signifikan pada perempuan sedangkan pada laki laki masih tetap konstan.4
2.1.4. Etiologi
Penyebab ISK terbanyak adalah bakteri tunggal. Kurang dari 80% sistitis dan pielonefritis disebabkan oleh E. coli dengan sebagian besar strain patogenik yang dimiliki oleh serogrup tipe O. Mikrobakteri penyebab ISK yang lainnya adalah Klebsiella, Proteus, Enterobacter spp, dan Enterococci. Infeksi saluran kemih yang ditemukan di rumah sakit penyebabnya bermacam-macam, paling banyak disebabkan oleh Pseudomonas dan Staphylococcus sp.4
Staphylococcus aureus salah satu penyebab ISK yang penyebaran terjadi secara hematogen. Streptococcus β hemoliticus grup B merupakan penyebab ISK pada wanita hamil. Staphylococcus saprophyticus sering ditemukan dalam urin yang telah terkontaminasi sehingga dapat menyebabkan ISK tidak berkomplikasi pada wanita muda.4
Spektrum bakteri penyebab ISK pada anak sedikit berbeda dari dewasa.
Klebsiella dan Enterobacter spp merupakan penyebab umum ISK pada anak. Bakteri anaerob seperti Lactobacillus, Corynebacteria, Streptococcus (tidak termasuk Enterococci) dan Staphylocccus epidermidis merupakan flora normal yang ditemukan di periuretral. Umumnya mereka tidak menyebabkan ISK pada individu yang sehat tetapi mereka ditemukan pada kontaminasi urin.4
Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi banyak disebabkan oleh
Escherecia coli yang diisoloasi 75% sampai 95% dari kasus yang ditemukan. Kasus lainnya 5% sampai 15% pada isolasi ditemukan bakteri Gram positif yaitu
Infeksi saluran kemih dengan komplikasi memiliki etiologi yang lebih bervariasi daripada kasus ISK tanpa komplikasi. Infeksi saluran kemih juga dapat disebabkan oleh bakteri campuran antara dua bakteri atau lebih. Bakteri terbanyak yang diisolasi pada pasien ISK dengan komplikasi adalah Escherecia coli namun hanya ditemukan pada 50% kasus. Secara umum terdapat bakteri yang lebih resisten seperti Proteus sp, Klebsiella sp, Enterococci, Pseudomonas aeruginase,
dan dapat ditemukan ragi juga saat diisolasi.4 Penjelasan mengenai klasifikasi bakteri dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Mikroorganisme penyebab ISK Gram negative
Family Genus Spesies
Enterobactericeae Escherichia coli
Klebsiella pneumonia oxytosa Proteus mirabilis
vulgaris Enterobacter cloacae
aerogenes Providencia rettgeri
stuartii Morganella morganii Citrobacter freundii
diversus Serrotia morcescens Pseudomonaceae Pseudomonas aeroginase Gram positif
Family Genus Spesies
Microcococcaceae Staphylococcus aureus Streptococceae Streptococcus fecalis
2.1.5 Patogenesis
Saluran kemih pada keadaan normal tidak mengandung bakteri namun ada beberapa faktor menyebabkan mikroorganisme dapat masuk ke dalam saluran kemih. Infeksi saluran kemih ini terjadi karena ketidakseimbangan antara host dan patogen. Ketidakseimbangan yang terjadi berupa penurunan pertahanan tubuh
host dan peningkatan virulensi bakteri.1,2 a. Faktor dari mikroorganisme
Bakteri memiliki bentuk tubuh yang khas dan setiap bagian tubuhnya berperan dalam menentukan infeksi. Bakteri memiliki alat gerak berupa fimbriae
atau pili. Fimbriae dan pili ini yang digunakan untuk melekat pada uroepitelium saluran kemih.1 Pili diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu :
Pili I = menyebabkan infeksi pada vesika urinari (sistitis)
Pili P = menyebabkan infeksi pada pielum dan ginjal (pielonefritis)
Escherecia coli merupakan etiologi tertinggi ISK karena memiliki kekhasan patogenitasnya sendiri berkat morfologi tubuhnya. Berdasarkan penelitian faktor virulensi E. coli dikenal sebagai virulensi determinan.1 Morfologi
E.coli akan dijelaskan pada tabel 2.4: Tabel 2.4. Morfologi Escherecia coli1
Faktor virulensi Escherecia coli
Penentu virulensi Alur
Fimbriae
Kapsul antigen K
Lipopolisakarida side chains (o antigen)
Lipid A (endotoksin) Membran protein lainnya
Hemolisin
Adesi
Faktor pendukung yang dimiliki bakteri sehingga dapat berproliferasi dalam urin adalah kemampuan membentuk antigen, menghasilkan toksin (hemolisin), serta enzim urease yang mengubah pH urin normal menjadi basa. Bakteri juga menghasilkan endotoksin (lipid A) yang berfungsi sebagai penghambat peristaltik pada ureter.2
b. Faktor dari host2
Tubuh memiliki kemampuan untuk melawan setiap bakteri yang masuk begitu juga dengan saluran kemih. Sistem pertahanan yang ada di saluran kemih yang akan dijelaskan pada tabel 2.5. antara lain :
a. Pertahanan lokal dari saluran kemih
b. Sistem imunitas tubuh baik selular maupun humoral
Tabel 2.5. Pertahanan lokal dari saluran kemih2
Beberapa pertahan lokal saluran kemih terhadap suatu infeksi :
- Mekanisme pengosongan buli buli dan peristaltik ureter (wash out mechanism)
- Derajat keasaman (pH) urin yang rendah - Ureum dalam urin
- Osmolalitas urin yang tinggi
- Estrogen pada perempuan di umur produktif
- Panjang uretra pada laki-laki
- Adanya zat antibakteria pada kelenjar prostat atau PAF (prostatic antibacterial factor)
- Uromokoid (protein Tamm-Horsfall) yang menghambat penempelan bakteri pada urotelium
Protein dalam urin yang bersifat bakterisidal dikenal sebagai uromukoid atau protein Tamm-Horsfall. Protein ini disintesis oleh epitel yang terdapat pada tubuli
pars ascenden loop of henle dan epitel tubulus distal. Mekanisme kerja uromukoid dengan cara mengikat fimbriae atau pili bakteri. Hanya beberapa fimbriae yang dapat diikiat oleh uromukoid yaitu fimbriae tipe I dan T tidak dengan fimbriae
tipe P. Kemampuan bakterisidal dari uromukoid akan meningkat ketika berikatan dengan neutrofil dan kemampuan bakterisidal uromukoid ini akan menurun dengan bertambahnya umur.1
Pertahanan sistem saluran kemih yang tak kalah penting adalah mekanisme
wash out urin. Wash out urin adalah kemampuan urin untuk mengalir dengan baik tanpa hambatan sehingga dapat membersihkan mikrobakteri yang ada di urin.1
Mekanisme wash out urin dapat dijaga dengan cara :
a. Menjaga aliran urin tetap adekuat dengan cara asupan cairan yang cukup b. Tidak terdapat hambatan pada saluran kemih baik berupa stagnansi
maupun obstruksi. Stagnansi biasanya terjadi pada kondisi miksi yang tidak teratur atau menahan miksi, terdapat divertikel, adanya dilatasi saluran kemih dan refluks.
Jika sistem wash out urin ini terganggu maka bakteri akan mudah untuk berproliferasi dan menempel pada urotepitelium di sepanjang saluran kemih. c. Rute infeksi
Hematogen
Limfogen
Infeksi pada saluran kemih yang terjadi secara langsung, Berasal dari infeksi organ sekitar seperti infeksi usus atau abses retroperitoneal yang penyeberannya melalui sistem limfogen. Infeksi melalui sistem limfogen berperan besar atas terjadi ISK.4
Ascending
Mikrobakteri yang berasal dari saluran pencernaan memasuki traktus urinari melalui uretra dan menuju vesika urinari dengan jalur ascending. Virulensi bakteri patogen dalam melewati mukosa introitus dan uroepitel merupakan peranan penting dalam patogenesis ascending. Faktor predisposisi seperti perempuan pengguna spremasidal dan pada pasien yang menggunakan kateter secara intermiten mempermudah mikrobakteri dalam melalui rute ascending.4
Sistitis berbatas pada vesika urinari tapi lebih dari 50% infeksi ini dapat mencapai traktus urinari bagian atas. Pielonefritis terjadi ketika beberapa mikroorganisme melanjutkan perjalanan ke parenkim ginjal. Refluks urin tidak selalu menjadi penyebab infeksi ascending, sistitis yang disertai edema juga dapat menyebabkan perubahan pada vesikoureter junction yang dapat menyebabkan kejadian refluks. Setibanya bakteri di ureter, bakteri tersebut akan naik ke renal tanpa bantuan. Proses kenaikan bakteri ini dapat dipermudah dengan adanya kelainan pada fungsi peristaltik ureter yang disebabkan bakteri gram negatif, wanita yang sedang hamil dan obstruksi ureter.4
Kolonisasi bakteri pada pelvis ginjal dapat masuk parenkim ginjal melalui duktus dengan proses ascending. Proses ini terjadi dengan cepat dan dapat mengalami eksaserbasi jika terjadi peningkat tekanan intrapelvik karena obstruksi ureter atau vesikoureter refluks, terutama jika disetai kelainan intrarenal refluks.4
2.1.6 Manifestasi Klinis
Sistitis biasanya diikuti oleh disuria, frekuensi, dan urgensi. Gejala yang kurang umum adalah nyeri suprapubik dan hematuria. Gejala infeksi saluran kemih bawah selalu muncul dan biasanya mendahului gejala infeksi saluran kemih atas beberapa hari. Pielonefritis biasanya disertai dengan demam, panas dingin dan nyeri pinggang terkadang disertai mual dan muntah. Abses ginjal dapat menyebabkan demam, massa pada pinggang dan rasa tegang. Gejala ISK pada orang tua biasanya lebih umum seperti epigastritis atau rasa tidak nyaman pada perut bahkan pada beberapa pasien dapat asimtomatik. Pasien ISK yang memakai kateter biasanya mengalami bakteriuria asimtomatik tetapi pasien yang disertai gejala demam dan bakteriuria dapat berkembang dengan cepat dan dapat mengancam kehidupan.6
ISK bawah (sistitis)
Gejala klasik ISK pada orang dewasa yang utama adalah disuria disertai urgensi dan frekuensi. Terdapat sensasi penuh pada vesika urinari atau rasa tidak nyaman pada perut bagian bawah.6
Manifestasi klinis ISK tanpa komplikasi adalah nyeri pinggang dan rasa tegang pada costovertebra junction. Gejala ini merupakan kasus emergensi dimana kita harus mulai memikirkan ISK atas. Darah pada urin ditemukan pada 10% kasus ISK pada wanita yang kurang sehat, kondisi ini disebut sistitis hemorargik.6
Nyeri dapat ringan, sedang dan berat. Nyeri pinggang dapat unilateral atau bilateral. Rasa tidak nyaman dapat muncul pada punggung atau pada area suprapubik. Nyeri perut bagian atas jarang terjadi dan apabila nyeri sudah menjalar pada paha mulai dipikirkan kemungkinan batu saluran kemih.6
Gejala demam tidak selalu muncul. Bila muncul suhunya tidak lebih dari 39,40C. Beberapa pasien mengeluh kaku dan menggigil dapat muncul tanpa diikuti gejala demam. Malaise dan lemah juga sering muncul.6
Gejala gastrointestinal bermacam macam. Mual dan muntah dalam derajat yang berbeda beda. Diare jarang terjadi.6
2.1.7 Diagnosis
Penegakan diagnosis ISK selain dengan manifestasi klinis juga diperlukan pemeriksaan penunjang seperti analisis urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa sentrifus, kultur urin juga jumlah kuman CFU/ml.1
Tabel 2.6. Metode pengumpulan urin
Cara pengumpulan CFU Kemungkinan infeksi % Suprapubik Gram negatif >99
Gram positif >1000
Kateter >105 95
104-5 Mungkin
103-4 Rekuren
<103 Mungkin tidak
Clean catch
Perempuan >104 Mungkin Laki-laki 3 spesimen: >105 95
2 spesimen: >105 90 1 spesimen: >105 80 5X104-105 Rekuren 1-5X104 simptomatik Rekuren 1-5X104 ansimptomatik Mungkin tidak <104 Mungkin tidak
a. Urinalisis
Urinalisis merupakan salah satu pemeriksaan ISK yang penting. Pemeriksaan urinalisis bertujuan untuk melihat leukosituria, protein dan hematuria. Leukosituria merupakan salah satu tanda terjadinya ISK namun bukan menjadi baku emas diagnosis ISK.2,5
Pemeriksaan leukosit dapat menggunakan dipstick maupun secara mikroskopis. Urin dikatakan leukosituria jika secara mikroskopis didapatkan >10 leukosit per mm3 atau terdapat >5 leukosit per lapang pandang. 2,5
b. Kultur Urin
Kultur urin merupakan baku emas penegakan diagnosis ISK secara kuantitatif dan dapat mengidentifikasi bakteri patogen yang spesifik. Cara melakukan pemeriksaannya, urin dikumpulkan di dalam tub yang steril dan segera dilakukan kultur setelah pengambilan. Sampel urin dapat disimpan selama 24 jam di dalam tempat pendingin. Selanjutnya sampel diencerkan dan dibenihkan di dalam agar darah. Kurun waktu tertentu setiap bakteri akan tumbuh dan membentuk koloni tunggal pada agar darah. Koloni yang tumbuh jumlahnya dihitung per milliliter. Standar nilai CFU/ml untuk menegakan diagnosis berbeda beda tergantung dari jenis kelamin, jenis bakteri dan cara pengumpulan.4 Berdasarkan penelitian 105 CFU/ml dalam urin sudah dapat mendeskripsikan ISK secara klinis.7
c. Tes Dipstik
Tes dipstik merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan jika pasien memiliki bukti klinis. Kompenen yang paling sering diperiksa adalah nitrit, leukosit esterase, protein dan darah. Nitrit merupakan produksi dari nitrat yang didapat dari diet sehari hari dan dipecah oleh bakteri gram negatif. Nitrit juga penanda khas adanya hasil produk dari patogen khas saluran kemih. Protein dan darah merupakan penanda terjadinya inflamasi. Jika pada uji dipstik terdeteksi nitrit maka kemungkinan ISK semakin tinggi namun sensitivitasnya relatif rendah. Berikut pada tabel 2.7 tentang sensitivitas dan spesifisitas.10
Tabel 2.7. Sensitivitas dan spesifisitas test dipstik
d. Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan dilakukan pada ISK yang komplikasi untuk mengetahui penyebab infeksi.2
Foto polos abdomen
Foto polos abdomen digunakan untuk mengidentifikasi adanya batu radio-opak pada saluran kemih karena salah satu faktor risiko ISK adalah stasis urin yang disebabkan batu saluran kemih. Jika ukuran batu yang terlalu kecil atau yang bersifat semiopak kadangkala tidak teridentifikasi sehingga diperlukan melakukan pemeriksaan foto tomografi. 2
Pada foto polos abdomen dengan pielonefritis dapat terlihat distribusi gas yang abnormal. Gambaran foto polos berupa kekaburan atau hilangnya garis psoas yang menandakan adanya abses perirenal atau ginjal. 2
Pielografi Intravena (PIV)
Pada pasien dengan riwayat ISK komplikasi biasanya dilakukan pemeriksaan PIV secara rutin untuk mengidentifikasi apakah terdapat obstruksi saluran kemih dan pielonefritis akut. Namun pemeriksaan ini tidak dapat mendeteksi adanya hidronefrotis, pielonefritis, ataupun abses ginjal pada fungsi ginjal yang buruk. 2
Voiding Sistouretrografi
2.1.8 Penatalaksanaan10
Sistitis akut tanpa komplikasi
Pedoman dalam pemilihan antibiotik pada sistitis akut tanpa komplikasi : a. Spektrum dan pola kerentanan bakteri penyebab
b. Efisiensi berdasarkan penelitian klinis c. Efek samping
d. Biaya
e. Ketersediaan obat
Antibiotik pilihan untuk sistitis tanpa komplikasi di Eropa adalah fosfomisin trometamol 3 g dosis tunggal, pivmesillinam 400 mg 2x1(b.i.d) untuk 3 hari, dan nitrofurantoin makrokristal 100 mg 2x1(b.i.d) untuk 5 hari. 10
Untuk beberapa negara yang tidak memiliki ketersediaan obat yang tidak lengkap dapat menggunakan antibiotik alternatif yang meliputi pemberian trimetoprim saja atau dapat dikombinasikan dengan sulfonamid, dan golongan fluriquinolon. Kortimoksazol atau trimetropim merupakan antibiotik pilihan pertama pada wilayah yang memiliki resistensi terhadap E. coli < 20%.10
Tabel 2.8. Penggunaan antibiotik pada ISK10
Antibiotik Dosis harian Waktu pemberian Fosfomisin trometamol 3 g SD I hari
Nitrofurantoin 50 mg q6h 7 hari Nitrofurantiol makrokristal 100 mg bid 5-7 hari Pivmesillinam 200 mg bid 3 hari Resistensi E. coli < 20%
Trimetoprim-
Pielonefritis akut tanpa komplikasi
Pada kasus pielonefritis akut ringan dan sedang tanpa komplikasi pemberian terapi secara oral dapat diberikan selama 10-14 hari. Pemberian fluoroquinolon selama 7-10 hari dapat direkomendasi sebagai terapi lini pertama pada resistensi E.coli < 10%. Jika fluoroquinolon diberikan dengan dosis tinggi terapi dapat dilakukan dalam lima hari. 10
Peningkatan angka resistensi fluoroquinolon terhadap Escherecia coli pada masyarakat telah terjadi di beberapa bagian dunia, sehingga penggunaan fluoroquinolon secara empiris dibatasi. Pada komunitas yang sudah memiliki resistensi yang tinggi terhadap fluoroquinolon dan betalaktam maka terapi awal dapat menggunakan aminoglikosida atau karbapenem sampai hasil uji resistensi menunjukan bahwa terapi oral dapat digunakan. 10
Pada wilayah dengan resistensi terhadap Escherecia coli yang cukup tinggi, kotrimoksazol merupakan pilihan tepat untuk terapi empirik. Jika penyebab pielonefritis adalah Gram positif maka pengobatan yang disarankan adalah ko-amoksiklav. 10
Pada pasien pielonefritis berat tidak dapat diberikan antibotik secara oral karena manifestasi klinis yang berupa mual dan muntah maka dapat diberikan antibiotik secara parenteral. Namun jika keadaan klinis pasien membaik dapat dilanjutkan menggunakan antibiotik oral. 10 Pemilihan antibiotik untuk kasus ISK dapat dilihat pada tabel 2.9 dan tabel 2.10
Tabel 2.9. Penggunaan antibiotik pada kasus ISK ringan dan sedang10 Terapi oral untuk kasus sedangdanberat
Antibiotik Dosis harian Lama pemberian terapi Siprofloksasin 500-750 mg bid 7-10 hari
Levofloksasin 250-500 mg qd 7-10 hari Levofloksasin 750 mg qd 5 hari
Alternatif
Sefpodoksim proksetil 200 mg bid 10 hari Seftibuten 400 mg qd 10 hari
Trimetoprim-Sulfametoksazol
Tabel 2.10. Pilihan antibiotik parenteral10 Terapi parenteral untuk kasus berat
Antibiotik Dosis harian
Siprofloksasin 400 mg bid Levofloksasin 250-500 mg qd
Levofloksasin 750 mg qd
Alternatif
Sefotaksim 2 g tid
Seftriakson 1-2 g qd
Seftazidin 1-2 g tid
Sefepim 1-2 g bid
Ko-amoksiklav 1.5 g tid
Piperasilin/tazobaktam 2.5-4.5 g tid
Gentamisin 5 mg/kg qd
Amikasin 15 mg/kg qd
Ertapenem 1 g dq
Imipenem/silastatin 0.5/0.5 g tid
Meropesnem 1 g tid
2.3. Kerangka Konsep
Variable yang diteliti secara deskriptif Variable yang tidak diteliti secara deskriptif
Disuria Frequensi Urgency
Urinalisis
Bakteriuria Leukosituria Hematuria
Tersangka ISK
Faktor risiko:
Umur
pH urin
Osmolalitas
DM
BPH
Urolitiasis
(m)
10 Tatalaksana Penggunaan antibiotik yang tercantum dalam rekam medis
Rekam medis
Baca
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi deskriptif-analitik dengan pendekatan retrospektif cross-sectional untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik leukosituria pada pasien tersangka ISK.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi : Penelitian ini dilakukan di Departemen Rekam Medis RSUD Cengkareng
Waktu : Penelitian berlangsung mulai bulan Februari 2015 hingga Juni 2015
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien tersangka ISK yang memiliki hasil pemeriksaan urinalisis berupa leukosituria dalam bentuk data rekam medis dengan kurun waktu 1 Juli – 31 Desember 2014
3.3.2 Sampel
Sampel diambil dari semua populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi.
3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi a. Kriteria Inklusi
- Pasien dengan hasil lab urinalisis lengkap - Pasien dengan leukosituria
- Pasien dengan gejala urgensi b. Kriteria Eksklusi
- Pasien yang memiliki gejala hematuria karena Batu saluran kemih
- Pasien yang memiliki gejala hematuria karena neoplasma - Pasien dengan catatan medis kurang lengkap
3.4 Cara pengambilan sampel
Sampel diambil dari semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi dilihat dari rekam medis.
3.5 Variabel Penelitian
a. Leukosituria dilihat dari jumlah leukosit yang ditemukan
b. Hematuria dilihat dari jumlah sel darah merah yang ditemukan atau dengan manifestasi urin disertai darah
3.6 Cara Kerja Penelitian
Data didapat dari bagian rekam medik RSUD Cengkareng sejak tanggal 1 Juli – 31 Desember 2014 yang datanya tercatat lengkap dalam rekam medis.
Cara mengumpulkan data yakni peneliti datang ke Bagian rekam medik RSUD Cengkareng untuk mengambil data pasien yang mengalami leukosituria dan selanjutnya peneliti melihat karakteristik pasien dalam rekam medik sejak tanggal 1 Juli – 31 Desember 2014 melalui surat izin yang diberikan oleh pihak Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.7 Managemen Data
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 87 pasien tersangka ISK dengan peningkatan leukosit urin (leukosituria). Dari 87 orang pasien tersangka ISK didapatkan rerata umur adalah ± 49 tahun (SD 18,34) berupa distribusi data homogen dengan hasil uji sweakness dan kurtosis. Pada penelitian ini diperoleh umur pasien termuda adalah 1 tahun dan tertua umur 87 tahun. Kelompok umur pasien terbanyak adalah yang berumur antara 46 dan 65 tahun sedangkan jumlah terendah adalah pasien balita. Sebagian besar pasien adalah perempuan dengan presentase 67,8%. Tingkat pendidikan pasien terbanyak adalah SMA. Indeks massa tubuh pasien terbanyak adalah normal antara 18,5 hingga 22,9. Untuk penyakit penyerta terbanyak adalah diabetes melitus.
Responden pada penelitian ini dibagi berdasarkan kelompok umur yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2009, yakni < 5 tahun (balita), 5-11 tahun (anak), 12-25 tahun ( remaja), 26-45 tahun (dewasa), 46-65 tahun (lansia), >65 tahun (manula).
Gambar 4.1 Jumlah pasien berdasarkan kelompok umur 0
Balita anak remaja dewasa lansia manula
Pada gambar 1 terlihat pasien dengan leukosituria sebagian besar berumur antara 46-65 tahun, berjumlah 39 orang (44.8 %) sedangkan yang paling sedikit adalah berumur kurang dari 5 tahun, berjumlah 2 orang (2.3 %).
Gambar 4.2 Jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin
Pada gambar 4.2 ini dapat dilihat bahwa jumlah pasien dengan jenis kelamin laki-laki adalah 28 (32,2 %) dan pasien dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 59 (67,8 %).
Pada gambar 4.3 terlihat bahwa tingkat pendidikan pasien dengan leukosituria sebagian besar adalah SMA sebanyak 39 orang (44,8%). Namun, didapatkan pasien lainnya memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah yaitu SD dengan jumlah 7 orang (8%) dan SMP dengan jumlah 4 orang (4,6%). Sebagian kecil pasien memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi seperti D2 sebanyak 1 orang (1,1%), D3 sebanyak 5 orang (5,7%), S1 sebanyak 3 orang (3,4%).
Indeks massa tubuh responden tersangka ISK pada penelitian ini dikelompokan menjadi 5 kelompok berdasarkan IMT orang Asia yang ditetapkan oleh International Obesity Task Force (IOTF) yakni : ≤ 18,5 (kurus), 18,5 – 22,9 (normal), 23,0 - 24,9 (pre-obesitas), 25,0 - 29,9 (obesitas I), dan ≥ 30,0 (obesitas II). 24
Gambar 4.4 Jumlah pasien berdasarkan kelompok IMT
Pada gambar 4.4 ini indeks massa tubuh (IMT) pasien yang memiliki IMT normal berjumlah 16 orang (18,4%) diikuti dengan IMT obesitas 1 sebanyak 15 orang (17,2%). Beberapa responden lainnya memiliki IMT kurus dengan jumlah 5 orang (5,7%), pre-obes sebanyak 4 orang (4,6%), dan obesitas 2 dengan jumlah 1 orang (1,1%).
Kurus Normal Pre-Obesitas Obesitas 1 Obesitas 2
Gambar 4.5 Jumlah pasien berdasarkan kelompok berat jenis urin
Gambar 4.5 memperlihatkan pasien dengan BJ urin kelompok tinggi (1,025 – 1,030) berjumlah 39 orang (46,7 %) diikuti dengan BJ urin kelompok sedang ( 1,015-1,020) sebanyak 31 orang (35,6 %) dan BJ urin kelompok rendah (1,005-1,010) sebanyak 15 orang (17,2 %).
Derajat keasaman urin pada penelitian ini dikelompokan berdasarkan pedoman interpretasi data klinik oleh kementerian kesehatan RI 2011 yaitu : pH urin normal (5,0-7,5), pH urin asam < 5,0, dan pH urin basa > 7,5 .18
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Rendah Sedang Tinggi
J
um
la
h
(o
ra
ng
)
Gambar 4.6 Jumlah pasien berdasarkan kelompok derajat keasaman (pH) urin Pada gambar 4.6 sebagian besar pasien yaitu 83 orang (95,4%) memiliki pH urin yang normal sedangkan sebagian kecil, 2 orang (2,3%) pasien lainnya memiliki pH urin yang basa. Pada penelitian ini tidak didapatkan pasien yang memiliki pH urin yang asam.
Gambar 4.7 memperlihatkan pasien dengan jumlah sedimen leukosit 6-20 per lapang pandang berjumlah 54 orang (62,1 %) orang sedangkan pasien dengan nilai sedimen leukosit 51-100 per lapang pandang berjumlah 7 orang (8,0 %). Pasien lainnya memiliki sedimen leukosit 21-50 per lapang pandang sebanyak 14 orang (16,1 %) dan dengan jumlah sedimen leukosit lebih dari 100 per lapang pandang berjumlah 11 orang (12,6 %).
Gambar 4.8 Jumlah pasien berdasarkan jenis terapi
Gambar 4.8 memperlihatkan jumlah pasien dengan leukosituria mendapatkan penatalaksanaan antibiotik berupa sefalosporin generasi tiga sebanyak 42 orang (48,3 %). Untuk responden lainnya mendapatkan penatalaksaan berupa kuinolon sebanyak 9 orang (10,3 %), kotrimoksazol sebanyak 2 orang (2,3 %), flavoxate sebanyak 1 orang (1,1 %), dan aminoglikoside sebanyak orang (1,1 %).
Gambar 4.9 Jumlah pasien tersangka ISK berdasarkan faktor risiko
Gambar 9 menjelaskan faktor risiko untuk terjadinya ISK. Faktor risiko terbanyak penyakit metabolik berupa DM sebanyak 20 orang (23,0 %). beberapa responden lainnya memiliki faktor pendukung berupa BPH sebanyak 3 orang (3,4 %), batu saluran kemih sebanyak 6 orang (6,9 %), kehamilan sebanyak 2 orang (2,3%), dan SLE sebanyak 1 orang (1,1 %).
Tabel 4.2 Jumlah pasien dengan Faktor Risiko Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin Faktor Risiko
DM BPH Batu Kemih
Kehamilan SLE Penggunaan kateter
Laki laki 2 3 5 0 0 0
Perempuan 18 0 1 2 1 2
Pada tabel 4.2 memperlihatkan berbagai faktor risiko berdasarkan jenis kelamin. Pada penelitian ini didapatkan faktor risiko tersering ISK pada wanita adalah pasien wanita yang memiliki penyakit metabolik berupa DM berjumlah 18 pasien, diikuti dengan kehamilan dan penggunaan kateter yang masing-masing berjumlah 2 pasien dan batu kandung kemih sebanyak 1 pasien.
Faktor risiko tersering ISK pada pasien laki-laki adalah batu kandung kemih sebanyak 5 pasien diikuti dengan BPH berjumlah 3 pasien, dan DM berjumlah 2 pasien.
Tabel 4.3 Kelompok Umur dengan jumlah sedimen leukosit dalam urin Kelompok Umur Kelompok Sedimen Leukosit
≤ 50 51-100 > 100
Balita 1 0 1
Anak 2 1 0
Remaja 7 1 0
Dewasa 22 1 1
Lansia 30 0 5
Manula 4 2 2
Tabel 4.4 Penyakit Penyerta dan Rerata Leukositoria
Faktor risiko Kelompok leukosit
≤ 50 51-100 > 100
DM 16 0 4
BPH 2 1 0
Pengguna Kateter 1 0 1
Kehamilan 2 0 0
SLE 1 0 0
Urolitiasis 2 2 2
Tabel 4.4 menggambarkan nilai leukosituria dengan faktor risiko. Dapat dilihat pada tabel ini DM merupakan faktor risiko yang tersering menghasilkan
leukosituria sebagai berikut : ≤ 50 per lapang pandang sebanyak 16 pasien dan
lebih dari 100 berjumlah 4 pasien. Sedangkan faktor risiko terendah yang menimbulkan leukosituria adalah SLE. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel diatas.
Tabel 4.5 Jumlah pasien berdasarkan kelompok sedimen leukosit dan eritrosit dalam urin
Kelompok sedimen leukosit urin
Kelompok sedimen eritrosit urin
≤ 30 30-100 ≥ 100
≤ 50 46 16 0
50-100 3 1 0
≥ 100 4 3 2
Pada tabel 4.5 terlihat bahwa sebagian besar jumlah pasien terbanyak yang
Gambar 10. Kurva Korelasi Leukosituria dengan Hematuria
Gambar 10 menjelaskan hubungan antara jumlah sedimen leukosit dengan jumlah sedimen eritrosit dalam urin. Didapatkan hasil sebaran data linear maka untuk mencari hubungan antara dua variabel digunakan uji Spearmen. Didapatkan hasil bermakna (p < 0,001) dengan korelasi lemah (R2 0,319).
Tabel 4.6 Uji komparatif DM dengan Leukosituria Median
(Minimum-Maksimum) Nilai p Leukosituria pasien DM
(n=23) 2,00 (2,00-5,00)
0,042 Leukosituria pasien tidak DM
Tabel 4.6 menjelaskan hasil uji Mann-Whitney antara DM dan leukosituria yang menghasilkan nilai (p < 0,05), artinya dalam statistik bermakna. Secara klinis tidak ada perbedaan antara pasien DM dengan tidak DM dilihat dari mediannya hanya selisih satu angka.
4.2 Pembahasan
Penelitian ini mendapatkan karakteristik pasien tersangka ISK. Angka kejadian tertinggi tersangka ISK pada kelompok umur lansia sedangkan angka kejadian terendah terdapat pada umur balita. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Samirah, dkk yang melaporkan bahwa angka kejadian tertinggi pada umur anak dan balita.11 Angka kejadian ISK meningkat secara signifikan pada umur 35-65 tahun pada wanita yang disebabkan oleh proses pembedahan ginekologi atau prolaps buli buli.4 Pada umur yang sama pada pria disebabkan oleh obstruksi berupa pembesaran prostat jinak dan penggunaan kateter.4 Infeksi saluran kemih adalah infeksi tersering kedua pada lansia. Didukung berbagai faktor diantaranya sistem imun yang menurun, adanya obstruksi traktus urinari, dan imobilisasi.16 Perbedaan ini mungkin dapat disebabkan oleh karena jumlah pasien yang terbatas dalam penelitian.
melakukan koitus akan mengalami diskontinuitas di daerah mukosa vagina yang mempermudah masuknya mikroorganisme.3
Responden tersangka ISK memiliki tingkat pendidikan terbanyak yaitu SMA. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status kebersihan perorangan. Tingginya pendidikan seseorang membuat mereka lebih mudah memahami informasi yang didapat. Tingginya pendidikan seseorang juga membuat wawasannya luas dan mengerti pentingnya menjaga status kebersihan diri sendiri untuk mencegah suatu penyakit. Masyarakat dengan pendidikan yang tinggi juga dapat berperan dalam mengatasi kesehatan dirinya dan keluarga.19
Pasien pada penelitian ini memilik tingkat pendidikan yang tidak selaras dengan kejadian ISK. Dilihat dari grafik pasien yang menjadi pasien tersangka ISK terbanyak memiliki tingkat pendidikan yang cukup yaitu SMA. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Imanda tingkat pendidikan berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) (p < 0.003).13 Salah satu faktor yang menyebabkan ISK memiliki angka kejadian yang tinggi meskipun pendidikan pasiennya cukup tinggi adalah kurangnya pengetahuan pasien tentang ISK dan kurangnya promosi kesehatan tentang cara menjaga kebersihan area genitalia.
Infeksi saluran kemih disebabkan oleh berbagai faktor yakni faktor dari
host dan faktor dari mikroorganisme. Faktor pertahanan host terhadap infeksi saluran kemih yaitu dengan menjaga aliran urin atau yang lebih dikenal adalah
wash out urin. Untuk menjaga aliran urin tetap lancar dibutuhkan asupan cairan yang cukup. Salah satu cara untuk melihat kebutuhan cairannya seseorang tercukupi melalui hasil berat jenis urin. Penelitian yang dilakukan oleh Khairunnisa (2013) memberikan hasil bahwasannya konsumsi cairan berhubungan dengan status hidrasi yang dapat dilihat dari berat jenis urin (p < 0.006). Berat jenis urin semakin rendah memberikan makna bahwa status hidrasinya baik.20
mikroorganisme berkolonisasi dalam urin dan menyebabkan terjadinya ISK. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa osmolaritas yang rendah disertai pH urin tinggi akan meningkatkan kemampuan netrofil untuk memfagosit mikroorganisme.28
Selain berat jenis urin faktor pencegah terjadinya ISK pada host adalah derajat keasaman urin. Derajat keasaman urin merupakan salah satu pertahanan yang dimiliki sistem saluran kemih. Derajat keasaman urin ini dapat dilihat pada pH urin hasil urinalisis. pH urin rendah atau asam dapat menghambat kolonisasi bakteri dalam urin. Nilai dari pH urin rendah adalah kurang dari 5. Untuk pH urin normal memiliki nilai 5 sampai 7,5 dan pH urin basa memiliki nilai lebih dari 7,5.1,18 pH urin pasien pada penelitian ini rerata memiliki pH yang normal dan sedikit diantaranya yang memiliki pH urin basa. PH urin juga dipengaruhi oleh diet pasien. PH urin pasien yang basa dapat dipengaruhi oleh hasil penguraian protease oleh mikroorganisme yang ada dalam urin.18 Penelitian yang dilakukan oleh Franz dan Walter melaporkan bahwasannya pH mempengaruhi leukosit. Pasien yang memiliki pH urin > 6.0 mengakibatkan leukosit lisis.25
Gambaran IMT tersangka ISK pada penelitian adalah normal dan obesitas 1. Kejadian yang tinggi pada pasien obesitas 1 disebabkan karena memiliki risiko untuk resistensi insulin sehingga menyebabkan kadar gula darah meningkat. Gula darah yang tinggi ini meningkatkan kejadian glukosiuria yang merupakan salah satu media perkembangan bakteri.22 Penelitian yang dilakukan oleh nassaji, dkk melaporkan bahwasannya tidak ada hubungan antara IMT sebagai faktor risiko ISK.27
memiliki efektifitas yang baik pada pemberian terapi empirik pasien ISK yang belum berkomplikasi.4 Penelitian yang disampaikan oleh Ant Pallet dan Kieran Hand penggunaan sefalosporin sudah tidak efektif karena meningkatnya kejadian ESBL (extended spectrum beta lactamase). Disarankan untuk menggunakan trimetropin dan quinolone atau penggunaan fosfomisin yang sudah ditetapkan oleh Food and Drug Administration in the United States.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aldy dkk tatalaksana ISK yang utama adalah flourokuinolon karena bersifat bakterisid dan merupakan terapi pilihan kedua setelah kotrimoksazol.12 Perbedaan ini disebabkan oleh karakterisitik pasien yang melakukan pengobatan di Rumah Sakit Umum Daerah cengkareng adalah responden yang mengalami ISK sekunder sehingga diberikan terapi antibiotik dengan sprektum luas untuk mengurangi kejadian resistensi.
Faktor determinasi ISK banyak sekali diantaranya penyakit atau penggunaan alat medis. Salah satu faktor risiko ISK adalah DM. Pasien yang menderita DM mengalami peningkatan risiko infeksi saluran kemih. Berbagai faktor yang mendukung diantaranya sistem imun yang menurun, gangguan metabolik dan neuropati vesika urinari.22 Pasien DM mengalami resistensi insulin sehingga menyebabkan kandungan glukosa dalam darah meningkat atau yang dikenal dengan kondisi hiperglikemik. Kondisi hiperglikemik merupakan salah satu risiko terjadinya glukosiuria. Glukosiuria merupakan salah satu media perkembangan yang baik untuk bakteri. Sehingga angka kejadian ISK pada pasien DM meningkat.22
Penelitian ini mendapatkan hasil faktor risiko terbanyak ISK adalah DM. Sebagaimana penelitian yang dilakukan Monik bahwa pengendalian gula darah sangat berhubungan dengan kejadian ISK.2 Infeksi saluran kemih yang disertai dengan DM angka kejadiannya tinggi pada wanita.
mengidentifikasi pasien menderita ISK yaitu dengan cara melihat leukosit urin. Pasien yang memiliki nilai leukosit dalam urin lebih dari 5 per lapang pandang disebut leukosituria. Adanya leukosit dalam urin menunjukan adanya proses inflamasi.7 Leukosituria memiliki sensitivitas (83 %) namun tidak spesifik. Para penulis merekomendasikan untuk melakukan analisa mikroskopik urin dengan syarat urin masih baru.29
Rerata leukosituria pada responden tersangka ISK tidak terlalu tinggi. Semakin banyak jumlah leukosituria perlapang pandang maka inflamasi yang sedang terjadi semakin berat. Leukosit merupakan salah satu sel dalam tubuh yang berfungsi sebagai sel pertama dalam melawan mikroorganisme sebelum sel imun tubuh yang lain.11
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Khoirul tidak terdapat hubungan bermakna antara umur dengan leukosituria pada pasien ISK.14 Berbeda dengan hasil penelitian yang didapat peneliti. Terdapat hasil yang menunjukkan dengan bertambahnya umur maka temuan sedimen leukosit pada urin meningkat. Sedimen leukosit pada urin banyak ditemukan pada kelompok umur lansia. Seiring bertambahnya umur seseorang maka kemampuan organ dan sel dalam tubuh berkurang. Salah satunya sistem imun seseorang atau yang dikenal
immunocompremis. Mempermudah mikroorganisme menginfeksi. Pasien dengan kelompok umur lansia kejadian ISK meningkat. Patofisiologi terjadinya ISK pada umur lansia adalah dengan cara ascending. Didukung oleh beberapa faktor yaitu imobilisasi, obstruksi traktus urinari, iskemik vesika urinari akibat retensi urin, aktivitas bakterisidal yang kurang berfungsi, dan penggunaan instrumen seperti kateter.15,16
Sedimen leukosit ditemukan paling sering pada pasien DM. Hal ini disebakan karena DM mempengaruhi sistem imun, gangguan metabolik dan neuropati vesika urinari. Faktor pendukung tersebut untuk pasien DM tersendiri penegakan diagnosisnya agak sedikit berbeda karena dengan ditemukannya sedimen leukosit urin < 10/ml sudah dapat ditegakan diagnosis ISK. 22
dikenal dengan diapedesis. Diapedesis adalah vasodilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya eritrosit dan sel darah putih.17 Sehingga dapat disimpulkan dengan terjadinya hematuri maka akan disertai dengan leukosituria. Sebagaimana hasil yang ditemukan pada penelitian ini. Terdapat korelasi bermakna antara leukosituria dan hematuria ( p <0,001). Ditemukannya sedimen eritrosit dan leukosit merupakan salah satu pertanda sedang ada infeksi atau inflamasi di dalam traktus urinari. Sedimen leukosit urin positif jika ditemukan 5 leukosit per lapang pandang dan untuk wanita biasanya lebih tinggi. Sedimen eritrosit positif jika ditemukan 3 eritrosit per lapang pandang atau dikenal dengan hematuria mikroskopik.23
4.3 Kajian Islam
بحي ها ا
ْير طت لْا بحي ْيبا تلا
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertaubat dan menyucikan diri.” (QS. Al-Baqoroh: 222)
Ayat tersebut memerintahkan kita sebagai umat muslim untuk selalu menjaga kebersihan diri baik batin maupun lahiriyah(badan). Cara menjaga kebersihan lahiriyah adalah salah satunya dengan thaharah. Thaharah dalam Islam artinya bersuci baik menggunakan air atau jika tidak ada bisa menggunakan batu.Thaharah dilakukan pada keadaan kita setelah miksi dan defekasi atau yang lebih dikenal dengan istinja. Istinja artinya membersihkan anus dan periuretra dari apa apa yang dikeluarkan.
هحْيرْ ا ه ْ ل ْ ا ه ْعط ىلع بلغ ام الا ٌءْيش هسج ي ال ءا ْلا
Artinya: “Air itu tidaklah menyebabkan najisnya sesuatu, kecuali jika berubah
rasanya, warnanya atau baunya.” (HR. Ibn Majjah dan Baihaqi)
ل ـسر اك ل ـقـي كـ ـب سَ تع س لاق ةـ ـيـ ـب ـب ءاطـع ع
ـَـسو هيــ ـع هــ ـلا َـص هــ ـلا
:
يـ
ع اـغواـ لـ ـح ءاـ ـلا لـخ اذإ
ء ـ ــلاـب يجـ ــتــسـيــف ءاـ ًة واذإ ـحـ
“Dari Annas r.a berkata bahwasannya Rosulullah SAW masuk ke tempat buanghajat lalu saya dan seorang pemuda sebaya saya membawakan satu bejana dari air dan satu tombak kecil lalu beliau beristinja (bersuci) dengan air itu.” (HR. Bukhari no. 151 dan Muslim no. 271)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
5.1.1 Insidensi leukosituria pada tersangka ISK di RSUD Cengkareng pada Juli-Desember 2014 adalah sebanyak 86 orang.
5.1.2 Karakteristik tersangka ISK pada penelitian ini adalah kelompok umur terbanyak dijumpai pada lansia dengan jenis kelamin terbanyak perempuan. Tingkat pendidikan pasien adalah SMA. Indeks massa tubuh dalam golongan IMT normal. Berat jenis umumnya BJ urin kelompok tinggi. Derajat keasaman urin pasien umumnya pH normal. Kelompok leukosit urin terbanyak adalah 6-20 per lapang pandang . Penatalaksanaan pasien terbanyak adalah sefalosporin generasi tiga. Faktor risiko ISK terbanyak adalah DM. Faktor risiko berdasarkan jenis kelamin terbanyak pada wanita yaitu DM dan pada pria urolitiasis.
Kelompok leukosituria terbanyak yaitu 6-20 pada kelompok umur lansia. Faktor risiko terbanyak yang menyebabkan leukosituria adalah DM
5.2 Saran
5.2.1 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode yang lebih baik dan sampel yang lebih banyak agar lebih menggambarkan keadaan populasi. 5.2.2 Menggunakan data primer untuk mempermudah peneliti dalam pengumpulan data.
Daftar Pustaka
1. Enday Sukandar. Ilmu Penyakit Dalam UI: Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Jilid ke-2. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.564-568 2. Basuki B Purnomo. Dasar Dasar Urologi: Infeksi Urogenitalia. 2nd ed.
Jakarta: CV Sagung Seto; 2008. 35-40
3. Corwin, Elizabeth J. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2009. www.books.google.co.id (accessed August 2014)
4. Hiep T, Nguyen. Smith’s General Urology: Bacterial Infection of The Genitourinary Tract. 7th ed. New York: MC Graw Hill Lange; 2008.193-218
5. Monica saptiningsih. Determinan Infeksi Saluran Kemih pasien Diabetes Mellitus perempuan di RSB Bandung. 2012. http://lib.ui.ac.id/file
[accessed 2015 Jul]
6. Anthony J Schaeffer, Edward M Schaeffer. Campbell-Walls Urology: Infections of The Urinary Tract. 10th ed. England: Saundres Elseiver; 2011. 257-269
7. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman interpretasi data klinik. 2011
8. John L Brusch. Cystitis Females. Medscape. 2014;
http://emedicine.medscape.com (accessed 2014 Des)
9. Tibor Fulop. Acute Pyelonephritis Clinical Presentation. Medscape . 2014;
http://emedicine.medscape.com. (accessed 2014 Aug)
10.M. Grabe, R. Bartoletti, T.E Bjerklund-Johansen, dkk. Guidelines On Urological Infections. Europian Association of Urology. 2014.
http://uroweb.org. (cited 2014 Aug)
11.Samirah, Darwati, Windarwati, Hardjoeno. Pola dan Sensitivitas Kuman di Penderita Infeksi Saluran Kemih. Patologi Klinik FK UNHAS. 2006; vol 12: 110-3.
13.Imanda Amalia. Hubungan Pendidikan, Pendapatan terhadap Perilaku Hidup Sehat (PHBS) pada Pedagang Hidangan Istimewa Kampung (HIK) di Pasar Kliwon dan Jebres Kota Surakarta. 2009;
14.Khoirul Ahmada Putra. Gambaran Leukosituria pada Pasien Diabetes Melitus di Rumah Sakit Umum Kota Tanggerang Selatan Periode Januari-Juni Tahun 2013.2013.
15.R Boedhi Darmojo. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Umur Lanjut): Teori Proses Menua. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit UI; 2009. 6-7
16.Kuenzi JA. Essentials of Pathophysiology Concepts of Altered Health States: Disorder of the Bladder and Lower Urinary Tract. In: Porth C (ed.). 3rd ed. China: Lippincott Williams & Wilkins; 2011. 674.
17.John F Morrow, Janet Johnston, David G Bostwick. Urologic Surgical: Pathology Urine Cytologi. In: Port, 2nd ed. China: Elsheiver; 2008. 373 18.Vincy Edi Wibowo. Faktor Risiko, Pola Kepekaan Kuman Penyebab
Bakterimia Pada Pasien Geriatri di Rumah Sakit DR. Kariadi Semarang. 2006;
19.Dinas Kesehatan. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2013;
http://www.depkes.go.id. (accessed 2015 Aug)
20.Khairunissa Handayani, Fillah Fithra Dieny. Hubungan Konsumsi Cairan dengan Status Hidrasi pada Pekerja Laki-Laki. Journal of Nutrition College. 2013; Vol 2. 547-56.
21.Pallet, Ann. Hand, Kieran. Complicated Urinary Tract Infections: Practical Solutions for The Treatment of Multiresistant Gram-negative Bacteria.
Journal of Antimicrobial Chemotherapy. 2010; Vol. 65.
22.Nitza, Orna. Elias, Mazen. Chazan, Bibiana. Saliba, Walid. Urinary Tract Infections in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus: Review of Prevalence, Diagnosis, and Management. Diabetes, Metabolic Syndrom, and Obesity: Target and Therapy. 2015. http://www.dovepress.com. (accessed 2015 Aug)
24.WHO Expert Consultan. Appropriate body-mass index for Asian populations and its implications for policy and intervention strategies. 2004. http://www.thelancet.com. [cited 2015 Aug]
25.Franz, M and Horl, W.H. Common Errors in Diagnosis and Management of Urinary Tract Infection. I: Pathophysiology and Diagnostic Techniques.
Nephrology Dialysis Transplantation. 1999; Vol 14. 2746-53.
26.Vasudevan, Ranganathan. Urinary Tract Infection: An Overview of The Infection and The Associated Risk Factors. Journal of Microbiology & Experimentation. Vol 1. 2014;
27.Nassaji M, Ghorbani R, Tamadon M R, Bitaraf M. Association Beetwen Body Mass Index and Urinary Tract Infection in Adult. Nephro Urol Mon. 2014;
28.Gargan R.A, Hamilton-Miller J.M.T, Brumfitt. W. Effect of alkalinisation and increased fluid intake on bacterial phagocytosis and killing in urin. 1993;
Obesitas 1 Obesitas 2
Penyakit penyerta
DM BPH Batu saluran kemih
15 1
37 8 6
17,2 1,1
13.4 2,9 2,2
Valid Kelompok Leukosit
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
6-20 54 62,1 62,8 62,8
21-50 14 16,1 16,3 79,1
51-100 7 8,0 8,1 87,2
>100 11 12,6 12,8 100,0
Total 86 98,9 100,0
Missing System 1 1,1
Total 87 100,0
(Lanjutan)
Valid Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Laki laki 28 32,2 32,2 32,2 Perempuan 59 67,8 67,8 100,0 Total 87 100,0 100,0
Valid Kelompok Leukosit
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
6-20 54 62,1 62,8 62,8
21-50 14 16,1 16,3 79,1
51-100 7 8,0 8,1 87,2
101 11 12,6 12,8 100,0
Total 86 98,9 100,0
Missing System
1 1,1
Lampiran 2 Uji Normalitas
Kolmogorov-Smirnov
Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig. Leukosituria 0,334 0,80 0,000 0,461 0,80 0,000
Kolmogorov-Smirnov
Shapiro-Wilk