• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Dan Perencanaan Pile Cap Dengan Metode Strut And Tie Model Berdasarkan ACI Building Code 318-2002

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Dan Perencanaan Pile Cap Dengan Metode Strut And Tie Model Berdasarkan ACI Building Code 318-2002"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA DAN PERENCANAAN PILE CAP DENGAN METODE

STRUT AND TIE MODEL BERDASARKAN ACI BUILDING

CODE 318-2002

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh:

06 0404 089

ROYANTO SIMALANGO

SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Terutama

atas penyertaan-Nya dan kasih-Nya yang tercurah setiap saat. Adapun judul Tugas

Akhir yang penulis selesaikan adalah “Analisa dan Perencanaan Pile Cap Dengan Metode Strut and Tie Model Berdasarkan ACI Building Code 318-2002”. Tugas Akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk

menyelesaikan program Sarjana (S1) di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara (USU).

Penulis menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir ini tidak terlepas dari

bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Ibu Nursyamsi, ST, MT, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan

waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan kepada penulis dalam

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. -Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas

Sumatera Utara.

4. Ibu Ir. Chainul Mahni, Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT, dan Bapak M. Agung, ST,

MT, selaku pembanding yang telah memberi kritik dan masukan.

5. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera

(3)

6. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dalam

penyelesaian administrasi.

7. Terkhusus kepada Keluarga Penulis tercinta, Ayahanda U. Simalango, Ibunda

R.O. Sinurat, serta kakakku Rolinda Verawati Simalango, adikku Royana Elvina

Simalango, Romarisna Fransiska Simalango, dan Rokayaman Hariyono

Simalango, yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis

untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

8. Rekan-rekan mahasiswa Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara

yang tidak mungkin disebutkan satu per satu, terutama teman-teman mahasiswa

Teknik Sipil angkatan 2006, terima kasih saya ucapkan kepada kalian semua

atas bantuan dan masukannya hingga selesainya Tugas Akhir ini.

Kiranya Tugas Akhir saya ini dapat memberikan sumbangsih bagi kemajuan

Departemen Teknik Sipil khususnya dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia pada

umumnya. Akhir kata “tak ada gading yang tak retak”, demikian juga Tugas Akhir

ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan tangan terbuka dan hati yang

tulus penulis akan menerima saran dan kritik demi perbaikan tugas akhir ini.

Terima kasih.

Medan, April 2011 Penulis

(4)

ABSTRAK

Analisa dan Perencanaan Pile Cap Dengan Metode Strut and Tie Model Berdasarkan ACI Building Code 318-2002

Pile cap merupakan salah satu elemen penting dari suatu struktur. Hal ini dikarenakan pile cap memiliki peranan penting dalam pendistribusian beban struktur ke tiang pancang untuk kemudian diteruskan ke dalam tanah. Pada umumnya para geotechnical dan structure engineer jika mendesain pondasi dalam (deep foundation) jarang sekali memperhitungkan kontribusi pile cap. Padahal sering sekali dimensi pile cap cukup besar dan tebal.

Ada dua pendekatan umum dalam mendesain sebuah pile cap. Pada pendekatan pertama, pile cap dianggap sebagai balok tinggi dan dirancang untuk geser pada bagian kritis. Metode lain yang dapat digunakan adalah metode strut and tie, yaitu dengan membagi struktur dalam dua daerah yakni, daerah D dan B. Dimana, daerah yang tidak lagi datar dan tegak lurus garis netral sebelum dan sesudah ada tambahan lentur yang dirincikan oleh regangan nonlinear, disebut daerah

D (Distrubed atau Discontinuity) dan daerah dimana berlaku hukum Bernoulli

disebut daerah B (Bending atau Bernoulli).

Dari hasil analisa dan perhitungan yang telah dilakukan, terdapat perbedaan hasil yang cukup signifikan dari kedua metode ini. Dimana hasil perencanaan dengan metode strut and tie memberikan luas tulangan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan metode konvensional. Dari hasil perhitungan diperoleh selisih antara luas tulangan dengan metode strut and tie dibandingkan dengan metode konvensional yaitu sebesar 94 %.

Dalam metode ini, kekuatan tekan diasumsikan akan didistribusikan melalui strut tekan tanpa perkuatan ke daerah nodal pada masing-masing titik tiang pancang dan kekuatan tarik yang terjadi di antara tiang diberikan oleh tegangan tie yang dibentuk oleh penguat (tulangan).

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR NOTASI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 3

1.3 Tujuan Penulisan ... 6

1.4 Pembatasan Masalah ... 6

1.5 Metodologi Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Umum ... 8

2.2 Analogi Kerangka (Truss Analogy) ... 10

2.3 Strut-and-Tie Model ... 14

2.3.1 Penentuan Daerah D dan B Strut and Tie Model ... 17

2.3.2 Asumsi Perancangan Strut and Tie Model ... 23

2.4 Analisis Penyebaran Tegangan ... 25

2.5 Metode Perambahan Beban (Load-Path Method) ... 29

2.6 Elemen dari Strut and Tie Model ... 31

2.6.1 Elemen Tekan (Strut) ... 32

(6)

2.6.3 Elemen Nodal ... 36

3.5.3 Keputusan Penting dalam Mengembangkan Model Strut-and-Tie ... 55

3.5.4 Susunan Geometri Strut-and-Tie Model ... 56

3.5.5 Faktor Reduksi (Φ) dan Penyebaran Tegangan Dalam Strut and Tie ... 57

3.6 Penunjang (Strut) ... 58

3.6.1 Desain Strut ... 58

3.6.2 Kuat Tekan Efektif Beton pada Strut (fcu 3.6.3 Pemilihan Kuat Efektif Beton (f ) ... 59

cu 3.7 Node dan Nodal Zone ... 63

) untuk Strut ... 61

(7)

3.7.2 Jenis Nodal Zone dan Penggunaannya dalam Model

Strut-and-Tie ... 64

3.7.3 Hubungan Antara Dimensi Zona Nodal ... 67

3.7.4 Resolusi Gaya Yang Bekerja Pada Zona Nodal (Nodal Zone) ... 68

3.7.5 Kuat Tekan Efektif Nodal Zone ... 69

3.8 Pengikat (Tie) ... 71

3.8.1 Kekuatan Tie ... 72

3.8.2 Pengangkuran Tie ... 72

BAB IV PERHITUNGAN ... 73

4.1 Desain Pile Cap Dengan Metode Strut and Tie ... 73

4.2 Desain Pile Cap Dengan Metode Konvensional ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

5.1 Kesimpulan ... 97

5.2 Saran ... 98

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Pola Retak pada Pile Cap ... 4

Gambar 1.2 Pemodelan Strut and Tie pada Pile Cap ... 5

Gambar 2.1 Pola retak pada balok akibat beban P (momen dan gaya lintang) . 11

Gambar 2.2 Analogi kerangka untuk balok beton bertulang menurut Mörsch . 11

Gambar 2.3 a. Model kerangka dengan sambungan sendi yang sederhana ... 13

b. Analogi kerangka distribusi gaya pada balok tinggi ... 13

c. Model kerangka dari elemen beton bertulang ... 13

Gambar 2.4 Elemen-elemen dalam Strut-and-Tie Model ... 15

Gambar 2.5 Prinsip St. Venant (Brown et al. 2006) ... 17

Gambar 2.6 Daerah D dimana distribusi regangan nonlinear disebabkan oleh diskontinuitas geometri, statika dengan atau tanpa diskontinuitas geometri ... 20

Gambar 2.7 Gambar menunjukkan prosedur penentuan penentuan daerah D dan B pada kolom dengan beban terpusat ... 21

Gambar 2.8 Gambar menunjukkan prosedur penentuan penentuan daerah D dan B pada balok yang mengalami diskontinuitas geometri ... 22

Gambar 2.9 Gambar menunjukkan prosedur penentuan penentuan daerah D dan B pada balok yang ditumpu langsung pada dua tumpuan terpusat ... 23

Gambar 2.10 Trayektori tegangan utama pada daerah B dan daerah D ... 27

Gambar 2.11 Distribusi tegangan utama dan strut and tie model ... 28

(9)

Gambar 2.13 Trayektori tegangan utama tiga dimensi ... 29

Gambar 2.14 Aliran load-path dengan dua beban reaksi ... 30

Gambar 2.15 Strut-and-tie model dengan beban terpusat ... 31

Gambar 2.16 Variasi bentuk geometris strut, a) Strut prismatis, b) Strut berbentuk botol, c) Strut berbentuk kipas ... 34

Gambar 2.17 (a) Menunjukkan titik pertemuan antara strut dan tie, (b) Tie digeser ke bawah (selimut beton menipis) yang mengakibatkan perubahan dimensi pada elemen titik simpul (truss node element) ... 36

Gambar 2.18 Jenis-jenis node pada strut Gambar 3.1 Strut and tie model pada pile cap ... 46

and tie model ... 38

Gambar 3.2 Model truss untuk balok dengan tumpuan sederhana dengan beban terpusat dekat tumpuan : (a) geometri dan pembebanan, (b) bidang geser, (c) bidang momen, (d) model truss, (e) medan tegangan diskontiniu, (f) ketahanan pelat penumpu yang dibutuhkan per satuan panjang balok, (g) tulangan longitudinal yang diperlukan ... 48

Gambar 3.3 Gambar 3.4 Deskripsi dari strut and tie model ... 53

Model truss sederhana tiga dimensi dengan empat tiang pancang 49

(10)

Gambar 3.10 Resolusi gaya yang bekerja pada nodal zone ... 68

(11)

DAFTAR NOTASI

a = bentang geser, sama dengan jarak antara sebuah beban dan sebuah tumpuan

dalam struktur, mm

Ac = luas efektif penampang melintang strut dalam model strut-and-tie, diambil

tegak lurus dengan sumbu dari strut, mm

A

si = luas tulangan permukaan pada lapisan ke-i yang memotong strut, mm A

2

st = luas tulangan nonprategang dalam sebuah tie, mm A

(12)

ws

= faktor untuk memperhitungkan pengaruh retak dan membatasi tulangan

pada kuat tekan efektif beton di dalam strut

n

γ

= faktor untuk memperhitungkan pengaruh pengangkuran dari tie pada kuat

tekan efektif zona nodal

i

θ = sudut antara sumbu bidang strut atau daerah tekan dengan elemen dari

tulangan tarik

= sudut antara sumbu strut dan tulangan pada lapisan ke-i dari tulangan yang

memotong strut

λ = koreksi faktor yang berhubungan dengan berat unit beton

(13)

ABSTRAK

Analisa dan Perencanaan Pile Cap Dengan Metode Strut and Tie Model Berdasarkan ACI Building Code 318-2002

Pile cap merupakan salah satu elemen penting dari suatu struktur. Hal ini dikarenakan pile cap memiliki peranan penting dalam pendistribusian beban struktur ke tiang pancang untuk kemudian diteruskan ke dalam tanah. Pada umumnya para geotechnical dan structure engineer jika mendesain pondasi dalam (deep foundation) jarang sekali memperhitungkan kontribusi pile cap. Padahal sering sekali dimensi pile cap cukup besar dan tebal.

Ada dua pendekatan umum dalam mendesain sebuah pile cap. Pada pendekatan pertama, pile cap dianggap sebagai balok tinggi dan dirancang untuk geser pada bagian kritis. Metode lain yang dapat digunakan adalah metode strut and tie, yaitu dengan membagi struktur dalam dua daerah yakni, daerah D dan B. Dimana, daerah yang tidak lagi datar dan tegak lurus garis netral sebelum dan sesudah ada tambahan lentur yang dirincikan oleh regangan nonlinear, disebut daerah

D (Distrubed atau Discontinuity) dan daerah dimana berlaku hukum Bernoulli

disebut daerah B (Bending atau Bernoulli).

Dari hasil analisa dan perhitungan yang telah dilakukan, terdapat perbedaan hasil yang cukup signifikan dari kedua metode ini. Dimana hasil perencanaan dengan metode strut and tie memberikan luas tulangan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan metode konvensional. Dari hasil perhitungan diperoleh selisih antara luas tulangan dengan metode strut and tie dibandingkan dengan metode konvensional yaitu sebesar 94 %.

Dalam metode ini, kekuatan tekan diasumsikan akan didistribusikan melalui strut tekan tanpa perkuatan ke daerah nodal pada masing-masing titik tiang pancang dan kekuatan tarik yang terjadi di antara tiang diberikan oleh tegangan tie yang dibentuk oleh penguat (tulangan).

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Beton sebagai bahan struktur bangunan telah dikenal sejak lama karena

mempunyai banyak keuntungan-keuntungan dibanding dengan bahan bangunan yang

lain. Perencanaan komponen struktur beton dilakukan sedemikian rupa sehingga

tidak timbul retak berlebihan pada penampang sewaktu mendukung beban kerja dan

masih mempunyai cukup keamanan serta cadangan kekuatan untuk menahan beban

dan tegangan lebih lanjut tanpa mengalami keruntuhan. Timbulnya

tegangan-tegangan lentur akibat terjadinya momen karena beban luar dan tegangan-tegangan tersebut

merupakan faktor yang menentukan dalam menetapkan dimensi geometris

penampang komponen struktur. Proses perencanaan atau analisis umumnya dimulai

dengan memenuhi persyaratan terhadap lentur, kemudian baru sisi lainnya seperti

geser. Kemudian retak panjang penyaluran dianalisis sehingga seluruhnya memenuhi

syarat.

Perencanaan struktur berdasarkan analisa batas (limit analysis) telah banyak

diselidiki melalui berbagai penelitian selama hampir empat dasawarsa belakangan

ini. Berbagai manfaat telah diperoleh melalui penyelidikan dan penelitian tersebut,

terutama pada kekuatan balok dan pelat yang dibebani geser, torsi dan beban

kombinasi.

Berdasarkan pertimbangan bahwa perilaku struktur beton sangat beragam,

(15)

membutuhkan penelitian yang mendalam. Walaupun demikian, pada umumnya

struktur beton dirancang bertulangan lemah (under-reinforced) dimana kuat

strukturnya terutama ditentukan oleh lelehnya tulangan, dan dari berbagai percobaan

yang mendalam menunjukkan bahwa pendekatan limit analysis memberikan hasil

yang sangat memuaskan termasuk beton bertulangan kuat (over-reinforced).

Pendekatan melalui limit analysis dapat dinyatakan dalam dua kategori, pertama

berdasarkan lower bound (static) dan kedua berdasarkan upper bound (kinematic).

Pendekatan kinematic pada umumnya dipergunakan pada rancangan yang sudah ada

(existing design) karena keseimbangan dari model yang dipakai hanya berlaku untuk

keadaan tertentu, sedangkan pendekatan metode static dapat diterapkan langsung

dalam perancangan dan detailing karena kekuatan beton dan baja tulangan yang

dibutuhkan dapat diperoleh dari sistem keseimbangan gaya-gaya dalam dari struktur

yang dibebani sampai beban batas (ultimate load)..

Berbagai penelitian terus maju dan mengalami perkembangan dan muncullah

berbagai model yang rasional yang dianggap cukup sederhana dan cukup akurat

dalam aplikasinya sudah banyak diusulkan. Dan sampai saat ini model yang

dianggap konsisten dan rasional adalah pendekatan melalui “STRUT AND TIE

MODEL”.

Pada analisa struktur, biasanya digunakan asumsi Bernoulli yang menyatakan

bahwa penampang tetap datar selama deformasi. Dalam kenyataannya, pada daerah

kerja beban terpusat, pada daerah tumpuan atau dimana terdapat konsentrasi

tegangan yang besar, asumsi tersebut tidak berlaku sehingga diperlukan perhitungan

yang lebih teliti. Prof. M.P Collins menyatakan bahwa pola retak akibat keruntuhan

(16)

dalam bentuk sebuah rangkaian retakan sejajar yang terbentuk pada sudut θ. Teori

dari Prof. M.P Collins ini dikenal dengan teori medan tekan (Compression Field

Theory/ CFT) dan Modified Compression Field Theory (MCFT) pada tahun 1986.

Sementara ACI 318 (2002) mensyaratkan sudut antara komponen strut dan

komponen tie tidak boleh diambil kurang dari 25°. (Sumber : Appendix A-ACI 318

2002 A.2.5 pp. 378).

Pengembangan dari Strut and Tie Method membawa pengaruh yang besar

dalam peraturan beton di beberapa Negara Eropa, Kanada dan baru akhir-akhir ini di

Amerika. Namun peraturan beton di Indonesia belum mempergunakannya. Strut and

Tie berawal dari “Truss Analogy Model” yang pertama kali diperkenalkan oleh

Ritter (1899) dan Morsch (1902). Selanjutnya atas inisiatif Schlaich dan Schafer

(Stuttgart), Truss Analogy dikembangkan ke dalam suatu bentuk/model yang lebih

umum dan konsisten, dan kemudian dikenal sebagai Strut-and-Tie Model (Model

Penunjang dan Pengikat).

1.2 PERMASALAHAN

Dalam perencanaan struktur beton bertulang, diperlukan suatu kepastian

tentang keamanan struktur terhadap keruntuhan yang mungkin terjadi selama umur

bangunan. Keruntuhan yang paling fatal dalam suatu konstruksi adalah kegagalan

pada struktur pondasi, dimana pondasi tersebut tidak sanggup untuk memikul beban

struktur yang berada di atasnya. Salah satu kegagalan yang terjadi pada struktur

pondasi yaitu pada bagian tapak pondasi (pile cap). Pada umumnya keruntuhan yang

(17)

penampang pile cap tersebut akan mengakibatkan retakan-retakan diagonal di

sepanjang penampang pile cap tersebut seperti ditunjukkan pada gambar 1.1.

Gambar 1.1 Pola Retak pada Pile Cap

(Sumber : “Ultimate Shear Strength Of Pile Caps” oleh Masahiro Shirato, Jiro Fukui, Naoki Masui, Kenji Kosa)

Jika pile cap tersebut tidak mempunyai jumlah tulangan yang cukup serta

didetail dengan benar, retakan-retakan tersebut dapat terjadi lebih awal dan pada

akhirnya akan berakibat terjadi keruntuhan yang tiba-tiba pada bangunan (gagal

prematur). Jadi salah satu hal yang sangat perlu untuk diperhatikan dalam

merencanakan maupun menganalisa suatu struktur beton betulang adalah kegagalan

geser pada unit-unit struktur, karena kegagalan geser adalah keruntuhan getas yang

berakibat fatal.

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mendesain pile cap. Salah satu

cara baru yang mulai dikembangkan yaitu model penunjang dan pengikat (strut and

tie model). Metode ini sudah mulai dipakai dalam beberapa peraturan di berbagai

negara, sehingga metode ini perlu dipelajari lebih lanjut.

Pemodelan strut and tie pada perencanaan pile cap berbeda dengan

(18)

P

u

Pada perencanaan pile cap pemodelan strut and tie dibuat dalam bentuk tiga

dimensi, sedangkan pada balok tinggi dan corbel pemodelan strut and tie dibuat

dalam dua dimensi. Pemodelan strut and tie pada pile cap dapat dilihat pada gambar

1.2.

(19)

1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini antara lain :

1. Untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang Strut and Tie Model baik

prosedur perhitungan dan juga fungsi kerja tulangan yang dianalisa dengan

2. Mempelajari metode strut and tie pada desain tulangan pada pile cap sesuai

dengan gaya-gaya yang diperoleh pada pemodelan strut and tie tersebut.

Strut

and Tie Model.

3. Untuk mempopulerkan metode Strut and Tie Model (dalam bentuk contoh

perhitungan) dengan mengenalkan prosedur dan teknik penggunaannya di

lapangan.

4. Membandingkan hasil perencanaan pile cap dengan metode strut and tie yang

mengacu pada peraturan ACI 318-02 dengan metode konvensional.

1.4 PEMBATASAN MASALAH

Masalah yang dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah penggunaan metode

penunjang dan pengikat (strut and tie model) pada perencanaan tulangan pada pile

cap.

Pembatasan masalah dalam Tugas Akhir ini meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Perumusan dan perhitungan terbatas pada elemen struktur yang sederhana

dengan data-data yang logis.

2. Strut and Tie Model direncanakan sesuai dengan aliran beban atau penyebaran

tegangan.

3. Struktur yang ditinjau adalah pile cap berbentuk persegi dengan 5 buah tiang

(20)

4. Beban yang bekerja adalah beban vertikal (kombinasi beban mati dan beban

hidup).

5. Gaya lateral tanah diabaikan.

1.5 METODOLOGI PENULISAN

Metode yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah studi

literatur yang menyangkut mengenai metode Strut and Tie dalam struktur beton

bertulang yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari literatur yang

berhubungan dengan pembahasan pada tugas akhir ini serta masukan dari dosen

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Pile cap merupakan salah satu elemen penting dari suatu struktur. Hal ini

dikarenakan pile cap memiliki peranan penting dalam pendistribusian beban struktur

ke tiang pancang untuk kemudian diteruskan ke dalam tanah. Pile cap digunakan

sebagai pondasi untuk mengikat tiang pancang yang sudah terpasang dengan struktur

yang berada di atasnya. Pada umumnya para geotechnical dan structure engineer

jika mendesain pondasi dalam (deep foundation) sama sekali tidak memperhitungkan

kontribusi pile cap. Padahal sering sekali dimensi pile cap cukup besar dan tebal. RL

Mowka meneliti bahwa untuk gaya lateral bahkan sering sekali lebih besar gaya

yang dipikul pile cap dibanding dengan tiang. Begitu juga dengan gaya aksial tekan.

Dengan memperhitungkan distribusi pile cap maka kita akan mendapatkan desain

group tiang yang lebih ekonomis. Oleh karena itu, penting sekali para engineer

memahami perilaku pile cap agar mampu memperhitungkan kontribusi pile cap

dalam memperhitungkan daya dukung group tiang baik terhadap gaya lateral

maupun gaya aksial.

Pada dasarnya perilaku pile cap hampir sama dengan balok tinggi. Hal ini

dikarenakakan pile cap mempunyai angka perbandingan tinggi/lebar yang hampir

sama dengan balok tinggi. Karena geometrinya inilah maka pile cap ini lebih

berperilaku dua dimensi bukan satu dimensi dan mengalami keadaan tegangan dua

(22)

setelah melentur. Distribusi regangannya tidak lagi linier, dan deformasi geser yang

diabaikan pada balok biasa menjadi sesuatu yang cukup berarti dibandingkan dengan

deformasi lentur murni. Sebagai akibatnya, blok tegangan menjadi non linier

meskipun masih pada taraf elastis. Pada keadaan limit dengan beban batas, distribusi

tegangan tekan pada beton tidak akan lagi mengikuti bentuk parabola yang

digunakan pada balok biasa.

Beton retak dalam arah tegak lurus trayektori tegangan utama, apabila

bebannya terus bertambah, retak ini akan melebar dan akan menjalar, juga timbul

retak lainnya. Dengan demikian semakin sedikit beton yang harus memikul keadaan

tegangan yang tak menentu.

Ada dua pendekatan umum dalam mendesain sebuah pile cap. Pada

pendekatan pertama, pile cap dianggap sebagai balok tinggi dan dirancang untuk

geser pada bagian kritis. Pendekatan kedua yaitu dengan membagi struktur dalam

dua daerah yakni, daerah D dan B. Dimana, daerah yang tidak lagi datar dan tegak

lurus garis netral sebelum dan sesudah ada tambahan lentur yang dirincikan oleh

regangan nonlinear, disebut daerah D (Distrubed atau Discontinuity) dan daerah

dimana berlaku hukum Bernoulli disebut daerah B (Bending atau Bernoulli).

Pendekatan ini biasa disebut dengan model strut-and-tie. Dalam model ini, kekuatan

tekan diasumsikan akan didistribusikan melalui strut tekan tanpa perkuatan ke

daerah nodal pada masing-masing titik tiang pancang dan kekuatan tarik yang terjadi

(23)

Model strut-and-tie dua dimensi digunakan untuk merepresentasikan struktur

planar seperti balok tinggi, corbel dan sambungan. Model strut-and-tie tiga dimensi

digunakan untuk struktur seperti pile cap untuk dua atau lebih baris tiang pancang.

2.2 Analogi Kerangka (Truss Analogy)

Pada balok dengan penulangan geser badan, retak dalam bentang geser dapat

menghancurkan sistem struktur sebenarnya, ini bisa digantikan dengan aksi gaya

kerangka (truss) atau pelengkung atau kombinasi dari keduanya. Aksi kerangka pada

kegagalan geser menggunakan prinsip truss analogy (analogi kerangka).

Model penunjang dan pengikat (strut and tie model) berawal dari “model

analogi kerangka (truss analogy model)” yang pertama kali diperkenalkan oleh Ritter

(1899) dan Mörsch (1902). Melalui anggapan bahwa pola retak yang terjadi pada

balok beton bertulang yang diakibatkan oleh beban luar P (gambar 2.1), Mörsch

menggunakan model rangka batang (truss) seperti gambar 2.2, untuk menjelaskan

aliran gaya (load path) untuk transfer beban P ke tumpuan yang terjadi pada struktur

beton bertulang pada keadaan retak (cracked condition).

Rangka batang yang diusulkan oleh Mörsch terdiri dari batang tekan dan

tarik sejajar dengan arah memanjang dari balok, batang tekan diagonal dengan sudut

450 dan batang tarik vertikal. Batang tekan dan batang tarik yang sejajar diperlukan

untuk memikul momen lentur yang kita peroleh dari standar penulangan lentur.

Tinggi dari rangka batang ini ditentukan oleh jarak lengan momen dalam jd, yang

(24)

penulangan geser yang dipasang untuk memikul gaya lintang, sedangkan batang

tekan diagonal akan dipikul oleh betonnya sendiri.

Gambar 2.1 Pola retak pada balok akibat beban P (momen dan gaya lintang)

jd

jd

Gambar 2.2 Analogi kerangka untuk balok beton bertulang menurut Mörsch

Perancangan yang didasarkan pada truss model belum dapat meliputi

keseluruhan unsur struktur, terutama untuk struktur yang secara statika dan geometri

tidak kontinu seperti daerah sekitar struktur yang mengalami beban terpusat, join

pada rangka-rangka portal, struktur berlubang atau dengan bukaan, konsol pendek

(25)

tinggi (deep beam) termasuk dinding geser serta balok perangkai dinding (coupling

beam), lantai-lantai sebagai diaphragma dan pondasi.

Berbagai truss model telah dikembangkan oleh Schlaich, Schafer dan

Jennewein (1982 – 1993) ke dalam suatu bentuk/model truss analogy yang lebih

umum dan konsisten yang kemudian dikenal sebagai “Strut and Tie Model”.

Penggunaan model ini dapat diaplikasikan secara umum baik untuk keadaan batas

(limit state) maupun keadaan layan (serviceability). Pemahaman Strut and Tie Model

akan lebih baik bila didukung oleh pemahaman yang diawali dari orientasi medan

tegangan utama yang meliputi trayektori tegangan utama (elastic principal stress

trajectories).

Salah satu keuntungan utama menggunakan batang kerangka sekarang adalah

untuk menetapkan tahanan elemen dari suatu batang yang merupakan aliran

gaya-gaya dapat lebih mudah dilihat secara visual oleh perencana. Aliran tegangan tekan

diidealisasikan sebagai batang-batang tekan yang dinamakan penunjang, dan tarik

oleh batang-batang tarik seperti gambar 2.3 yang menunjukkan bagaimana model

kerangka yang menggunakan penunjang dan pengikat dapat mengidealisasikan aliran

gaya-gaya dari pada batang dengan variasi perbandingan panjang dan tinggi.

Berdasarkan penjelasan di atas, model penunjang dan pengikat (strut and tie)

telah dimodifikasi untuk anggapan-anggapan yang sesuai dengan teori. Analogi dari

sambungan sendi kerangka (truss) mensimulasi aksi dari balok beton bertulang

akibat lentur dan geser. Komponen longitudinal geser pada daerah tarik adalah

analog terhadap suatu batang tarik seperti gambar 2.3a dan 2.3b. Penulangan geser

(vertikal atau miring) adalah pengikat tarik dan beton di antara retak diagonal dan

(26)

(c)

Gambar 2.3 a. Model kerangka dengan sambungan sendi yang sederhana b. Analogi kerangka distribusi gaya pada balok tinggi

(27)

2.3 Strut-and-Tie Model

Komponen struktur beton bertulang yang mengalami retak, pada dasarnya

gaya yang bekerja akan dipikul oleh tegangan tekan dari beton dan tegangan tarik

dari baja tulangan. Penggambaran medan tegangan utama (trayektori tegangan

utama) pada elemen struktur beton dapat dilakukan berdasarkan analisis elastis.

Trayektori tegangan utama tersebut mempunyai tendensi untuk menjadi lurus setelah

terjadi retakan yang cukup banyak sehingga dapat diidealisasikan sebagai strut.

Berdasarkan perilaku inilah kemudian strut-and-tie model dikembangkan sehingga

suatu daerah terganggu (D-Region) dapat diidealisasikan terdiri atas: strut dari beton,

tie dari baja tulangan dan nodal zone ( daerah nodal ) yang merupakan pertemuan

dari elemen strut dan elemen tie. Seperti halnya pada rangka batang, ada tiga elemen

pokok dalam pembentukan keseimbangan dalam model strut-and-tie, yaitu batang

tekan (penunjang atau strut), batang tarik (pengikat atau tie) dan titik simpul (joint

atau node). Nodal pada strut and tie model sering juga disebut “hydrostatic

element”. Gambaran dari ketiga tipe elemen pembentuk strut and tie model dapat

(28)

Gambar 2.4 Elemen-elemen dalam Strut-and-Tie Model

Dimensi yang proporsional dari elemen strut, tie, dan nodal zone didapat

berdasarkan kondisi batas tegangan yang sudah jelas. Kondisi ini benar-benar

berdasarkan atas lower bound pada analisa plastis karena pada kenyataannya

semuanya diasumsikan berdasarkan atas distribusi tegangan yang pasti dan aliran

gaya, yang pada akhirnya akan menyebabkan keseimbangan dan kondisi tegangan

yang maksimum (Lumantarna, 2002).

Penggunaan Strut and Tie Model dalam menghitung tulangan geser

merupakan salah satu langkah yang dilakukan untuk merencanakan struktur

konstruksi beton bertulang. Selain cara-cara konvensional yang selama ini diketahui

luas oleh para engineer maupun mahasiswa sipil di Indonesia, terdapat cara lain yang

mungkin masih belum terlalu memasyarakat sampai saat ini yaitu Strut and Tie

Model.

Pada analisa struktur, biasanya digunakan hypotesa Bernoulli yaitu

(29)

lentur. Dalam kenyataannya, pada daerah kerja terpusat, tumpuan dan dimana

terdapat konsentrasi tegangan yang besar asumsi kondisi penampang tetap datar pada

saat deformasi ini umumnya tidak berlaku.

Secara umum elemen struktur beton dapat dibagi menjadi dua daerah umum

yaitu daerah lentur (Bernoulli atau B-region) dan daerah dekat diskontinuitas

(terganggu atau D-region). Daerah yang tidak lagi datar setelah pembebanan disebut

daerah D (Disturbed atau Discontinuity), yaitu pada daerah D dapat ditentukan

dengan Saint Venant Principle yang menyatakan bahwa gaya-gaya yang bekerja

pada bidang dan dalam keseimbangan akan mempengaruhi daerah sekitarnya sejauh

h dengan tegangan f akan mengecil menjadi nol menjauhi pusat gaya-gaya tersebut.

Asas Saint Venant dari penyebaran tegangan yang terlokasikan menyatakan bahwa

pengaruh gaya atau tegangan yang bekerja pada suatu luasan yang kecil boleh

diperlakukan sebagai suatu sistem yang secara statis pada jarak selebar atau setebal

benda yang dibebani hingga menyebabkan distribusi tegangan dapat mengikuti

hukum yang sederhana yaitu f = N/A. Daerah dimana berlaku hukum Bernoulli,

disebut daerah B (Bending atau Bernoulli). Pada daerah Bernoulli (B-region),

penampang tetap dianggap rata setelah pembebanan, dan pada bagian ini asumsi dari

teori lentur dapat diterapkan. Perencanaannya dapat menggunakan model rangka

batang atau juga Modified Compression Field (MCF). Secara umum, setiap bagian

dari anggota struktural di luar daerah B adalah daerah D.

Model strut and tie umumnya digunakan terutama untuk merancang daerah

dekat diskontinuitas atau daerah D. Model strut and tie global (model yang

digunakan untuk merancang seluruh anggota struktural) dapat digunakan, namun

(30)

untuk merancang daerah D). Hal ini dikarenakan daerah B lebih mudah dirancang

dengan metode konvensional. Diskontinuitas dalam distribusi tegangan terjadi pada

perubahan dalam geometri suatu elemen struktur (diskontinuitas geometrik), pada

beban terkonsentrasi atau reaksi (diskontinuitas statik), atau pada kombinasi dari

keduanya. Prinsip St. Venant mengindikasikan bahwa tegangan akibat beban aksial

dan lentur mendekati distribusi linear pada jarak kira-kira sama dengan dimensi

penampang maksimum h yang berada jauh dari daerah D. Gambar 2.5 menunjukkan

ilustrasi dari prinsip St. Venant'.

Gambar 2.5 Prinsip St. Venant (Brown et al. 2006)

2.3.1 Penentuan Daerah D dan B Strut and Tie Model

Perancangan struktur beton sebagaimana diungkapkan di depan pada

umumnya terdiri dari dua daerah, yaitu daerah D dan daerah B. Slaich et.al

(31)

struktur yang terdiri dari daerah D dan B, yaitu perancangan dengan Strut and Tie

model. Dengan demikian keseluruhan struktur dapat dirancang berdasarkan Strut and

Tie model. Tetapi dalam prakteknya Strut and Tie model lebih banyak diterapkan

pada daerah D, sedangkan pada daerah B lebih dikhususkan pada perancangan

terhadap pengaruh geser dan torsi. Penerapan Strut and Tie Model dalam

perancangan struktur beton diawali dengan penentuan daerah D dan B.

Setiap bagian dari suatu struktur adalah berbeda satu sama lain. Hal itu

tergantung pada pembebanan dan sifat fisik dari struktur tersebut. Seperti yang telah

dibahas sebelumnya, struktur beton bertulang akibat lentur dan geser biasanya

mengalami perilaku yang kompleks sebelum gagal. Perilaku yang diamati diambil

sebagai anggapan dalam perumusan analisa penunjang dan pengikat. Dalam memilih

pendekatan perencanaan sedemikian untuk struktur beton, perlu untuk

mengelompokkan bagian dari struktur baik sebagai daerah B, dimana teori lentur

digunakan meliputi analisa regangan linier dan bagian lain yang dinamakan daerah

diskontiniu atau daerah D. Kedua daerah ini dibedakan satu dengan yang lainnya

mengikuti sifat sebagai berikut :

1. Daerah B (B berarti Bending atau Bernoulli), dimana berdasarkan hipotesa

Bernoulli distribusi regangan berupa garis lurus dari lentur terjadi di sini. Suatu

regangan dalam dapat dengan mudah diturunkan dari gaya-gaya penampang

(lentur dan torsi, momen, geser dan gaya aksial). Daerah B direncanakan sebagai

basis dari model kerangka.

2. Daerah D (D berarti diskontiniu) daerah yang berdekatan akan berubah pada

(32)

berubah pada suatu perubahan geometri seperti lubang atau perubahan

penampang dan daerah diskontiniu lainnya. Pada daerah ini distribusi regangan

secara signifikan menjadi nonlinier.

Penentuan daerah D dan daerah B akan lebih mudah dipahami melalui

gambar-gambar di bawah ini. Gambar 2.6 menunjukkan daerah D dari berbagai

komponen struktur yang umumnya dijumpai. Pada gambar tersebut, daerah D

ditandai dengan yang diberi warna lebih gelap, dan dimensi dari daerah D pada

umumnya ditentukan oleh dimensi dari struktur yang berbatasan yang mengalami

diskontinuitas baik oleh geometri, statika dengan atau tanpa diskontinuitas geometri.

Gambar 2.6(a) memperlihatkan daerah D yang disebabkan oleh diskontinuitas

geometri dan gambar 2.6(b) oleh diskontinuitas statika dengan atau tanpa

diskontinuitas geometri.

(33)

(b)

Gambar 2.6 Daerah D dimana distribusi regangan nonlinear disebabkan oleh diskontinuitas geometri, statika dengan atau tanpa diskontinuitas geometri.

(Sumber : ACI318-02 Building Code)

Prosedur penentuan daerah D dan B dapat dijelaskan melalui gambar 2.7, 2.8,

dan 2.9 sebagai berikut :

a) Ganti struktur riil pada gambar (a) dengan struktur fiktif pada gambar (b) yang

dibebani sedemikian rupa sehingga hukum Bernouli berlaku dan keseimbangan

dari semua gaya-gaya terpenuhi.

b) Tentukan suatu sistem keseimbangan pada suatu sistem struktur (gambar (c))

yang bila disuperposisikan dengan sistem keseimbangan pada gambar (b) akan

(34)

c) Terapkan asas Saint-Venant pada sistem struktur gambar (c) sejarak d=h dari

titik keseimbangan gaya-gaya.

d) Dari gabungan gambar (b) dan (c) akan dihasilkan gambar (d) yang

menggambarkan daerah D dan B. Pada daerah B, tegangan sudah tidak

dipengaruhi lagi oleh unsur diskontinuitas.

(a) (b) (c) (d)

(35)

(a)

(b)

(c)

(d)

(36)

(a)

(b) (c)

+

(d)

Gambar 2.9 Gambar menunjukkan prosedur penentuan penentuan daerah D dan B pada balok yang ditumpu langsung pada dua tumpuan terpusat.

2.3.2 Asumsi Perancangan Strut and Tie Model

Dasar teori dari strut and tie model adalah teori plastis. Model ini akan

memberikan “lower bound solution”. Teori lower bound plasticity menyatakan

bahwa suatu struktur tidak akan berada diambang keruntuhan bila terjadi

keseimbangan antara beban dan distribusi tegangan dimana di setiap titik pada

struktur tersebut mengalami tegangan lelehnya. Dengan demikian perencana perlu

(37)

yang memadai dan memastikan bahwa tidak ada bagian dari load path yang

mengalami tegangan yang berlebihan (overstressed). Dengan kata lain model dengan

load-path yang dipilih memberikan kapasitas struktur yang terendah (model dengan

load-path yang lain akan memberikan kapasitas struktur yang lebih besar

dibandingkan dengan model load-path yang dipilih sebelumnya), dengan demikian

penggunaan metode ini dianggap konservatif. Pemilihan bentuk arah load-path atau

pola distribusi tegangan tidak boleh berbeda jauh antara sebelum dan sesudah beton

mengalami peretakan sehingga keruntuhan lebih awal (gagal prematur) dapat

dihindari. Struktur yang ditinjau diidealisasikan sebagai suatu sistem rangka batang

plastis (plastic truss analogy) yang berada dalam keseimbangan.

Keseimbangan rangka batang akan terpenuhi jika :

a) Beban luar dan reaksi-reaksi tumpuan serta semua titik simpul berada dalam

keadaan keseimbangan.

b) Semua gaya tarik dipikul oleh baja tulangan dengan atau tanpa tendon

prategang.

c) Titik simpul merupakan titik tangkap dari sumbu-sumbu batang dengan atau

tanpa garis-garis gaya luar termasuk reaksi perletakan. Semua garis-garis gaya

tersebut bertemu pada satu titik sehingga pada titik simpul tersebut tidak

timbul momen.

d) Kehilangan keseimbangan rangka batang terjadi bila beton yang mengalami

tekan mengalami kehancuran atau sejumlah batang tarik mengalami pelelehan

yang mengakibatkan rangka batang berada dalam mekanisme labil.

(38)

2.4 Analisis Penyebaran Tegangan

Konsep tekan dan tarik didasarkan atas pendekatan plastisitas untuk aliran

gaya di zona angker dengan menggunakan sejumlah batang-batang lurus tarik dan

tekan yang bertemu di titik-titik diskret yang disebut nodal. Sehingga membentuk

rangka batang. Gaya tekan dipikul oleh batang tekan (strut) dan gaya tarik dipikul

oleh penulangan (tie) non prategang dari baja yang berfungsi sebagai tulangan tarik

pengekang atau oleh baja prategang. Kuat leleh tulangan pengekang angker

digunakan untuk menentukan luas penulangan total yang dibutuhkan di dalam blok

angker sesudah retak signifikan terjadi. Trayektori tegangan-tegangan tekan beton

cenderung memusat menjadi garis lurus yang dapat diidealisasikan menjadi batang

lurus yang mengalami tekan uniaksial. Batang tekan ini dapat dipandang sebagai

bagian dari unit rangka batang dimana tegangan tarik utama diidealisasikan sebagai

batang tarik pada unit rangka batang dengan lokasi nodal yang ditentukan oleh arah

batang tekan. Suatu benda elastis yang dibebani sebelum retak akan menghasilkan

medan tekan (compression field) dan medan tarik (tension field). Garis trayektori

tegangan utama adalah garis tempat kedudukan titik-titik dari suatu tegangan utama

(principal stress) yang memiliki nilai (aljabar) yang sama yang terdiri dari garis

trayektori tekan dan trayektori tarik. Garis-garis trayektori menunjukkan arah dari

tegangan utama pada setiap titik yang ditinjau. Jadi trayektori tegangan merupakan

suatu kumpulan garis-garis kedudukan dari titik-titik yang mempunyai tegangan

utama yang mempunyai nilai tertentu.

Telah diungkapkan di depan bahwa penggunaan Strut and Tie model perlu

didukung oleh pengertian medan tegangan utama yang kemudian diterapkan pada

(39)

terlihat bahwa adanya hal yang kurang konsisten, yaitu dimana awalnya berorientasi

pada distribusi dan trayektori tegangan berdasarkan teori elastis yang kemudian

diterapkan pada perancangan model struktur berdasarkan teori plastisitas.

Selanjutnya diketahui bahwa struktur beton bukan merupakan bahan yang elastis

linear sempurna dan homogen karena struktur beton terdiri dari beton dan berbagai

baja tulangan. Pada keadaan retak terjadi redistribusi tegangan dimana tegangan

induk tarik pada beton bervariasi dari nol pada lokasi retak dan mencapai nilai

maksimum pada lokasi antar retakan, sehingga pada struktur beton akan mengalami

perubahan kekakuan struktur. Walaupun demikian hasil dari percobaan dan

penelitian menunjukkan bahwa perancangan model struktur beton bertulang

berdasarkan teori plastisitas yang berorientasikan trayektori tegangan utama masih

cukup konservatif, ini juga dikarenakan kuat tarik beton sangat rendah dibandingkan

dengan kuat tekannya. Untuk memperoleh distribusi dan trayektori tegangan yang

akurat, Cook dan Mitchell (1988) menyarankan penggunaan metode finite-element

(elemen hingga) nonlinear. Kotsovos dan Pavlovic (1995) cukup banyak membahas

analisis finite-element (elemen hingga) untuk perencanan struktur beton dalam

keadaan batas (limit-state design), tetapi dalam penggunaan praktis masih banyak

berorientasi pada distribusi dan trayektori tegangan utama karena dianggap lebih

praktis dan cukup konservatif disamping perangkat lunak komputer. Untuk struktur

beton yang nonlinear masih sangat terbatas untuk penggunaan praktis. Oleh

karenanya, pembahasan selanjutnya masih didasarkan pada distribusi dan trayektori

tegangan yang berorientasi pada struktur beton elastis dan diikuti dengan

(40)

Beberapa karakteristik penting dari trayektori tegangan adalah :

a) Di tiap-tiap titik ada trayektori tekan dan trayektori tarik yang saling tegak lurus.

b) Dalam komponen struktur yang dibebani terdapat suatu kelompok trayektori

tekan dan kelompok trayektori tarik, dan kedua kelompok trayektori tersebut

adalah orthogonal. Ini disebabkan karena tegangan utama tekan dan tegangan

utama tarik di dalam suatu titik yang arahnya saling tegak lurus sehingga

kelompok trayektori tekan dan kelompok trayektori tarik menyatakan suatu

sistem yang orthogonal.

c) Trayektori tekan dan trayektori tarik berakhir pada sisi tepi dengan sudut 900

d) Di dalam titik-titik di garis netral arah trayektori-trayektori adalah 45

. 0

e) Lebih dekat jarak antara trayektori-trayektori, lebih besar nilai tegangan

utamanya.

.

f) Trayektori tegangan pada daerah B jauh lebih teratur (smooth) dibandingkan

pada daerah D.

(41)

Gambar 2.11 Distribusi tegangan utama dan strut and tie model.

(42)

Gambar 2.13 Trayektori tegangan utama tiga dimensi.

2.5 Metode Perambahan Beban (Load-Path Method)

Trayektori tegangan utama adalah salah satu alat bantu dalam membentuk

Strut and Tie model. Di samping pemanfaatan trayektori tegangan utama, Sclaich

(1987) memberikan alternatif lain, yaitu penggunaan metode perambahan beban

(load-path method). Metode ini dapat dijelaskan seperti pada gambar 2.14 dan 2.15.

Pada awalnya harus ditentukan terlebih dahulu keseimbangan luar sehingga beban

kerja dan reaksi-reaksi pada D-region tersebut berada dalam keseimbangan.

Kemudian diasumsikan tegangan P berlangsung linear. Pada gambar 2.14, diagram

tegangan P yang semuanya dalam keadaan tekan dibagi dalam dua bagian

sedemikian rupa, sehingga masing-masing bagian mempunyai resultante sebesar A

dan B (bekerja pada titik berat masing-masing) yang nilainya masing-masing sama

(43)

diasumsikan bahwa load-path rekanan A-A tidak berpotongan dengan load-path

rekanan B-B. Load-path dari masing-masing pasangan bermuara dari titik berat

masing diagram tegangan dan berakhir pada titik berat tumpuan

masing-masing. Karena masing-masing pasangan melengkung dan selanjutnya load-path

A-A harus berkolerasi dengan load-path B-B, ini dimungkinkan dengan menambah

batang-batang horizontal berupa strut dan tie sehingga tercapai keseimbangan

horizontal. Dengan mengidealisasikan load-path A-A berupa poligon yang

digabungkan dengan batang tarik dan batang tekan, maka terbentuklah strut and tie

model.

(44)

Gambar 2.15 Strut-and-tie model dengan beban terpusat.

2.6 Elemen dari Strut and Tie Model

Strut and Tie Model adalah suatu bentuk dan model truss (rangka batang)

yang mereduksi suatu struktur kompleks menjadi suatu model truss sederhana yang

mudah dimengerti. Model strut and tie terdiri dari bagian strut untuk tekan beton,

batang tulangan sebagai bagian tie untuk tarik dan sambungan atau daerah-daerah

nodal. Dalam model strut and tie hanya gaya axial (tarik/tekan) yang bekerja.

Adapun komponen dalam Strut and Tie model adalah sebagai berikut:

1) Elemen tekan (strut)

2) Elemen tarik (tie)

(45)

2.6.1 Elemen Tekan (Strut)

Dalam model strut and tie, strut mewakili bidang tegangan tekan beton yang

memiliki arah sesuai dengan arah tegangan yang dominan. Strut merupakan batang

uniaxial tekan dan tegangannya adalah tegangan tekan efektif beton pada saat beban

mencapai batasnya. Strut tersebut memiliki lebar dan tebal tertentu yang besarannya

tergantung pada gaya batang serta tingkat tegangan yang diijinkan. Sebagian besar

penelitian dan spesifikasi desain menentukan batas tegangan tekan strut sebagai

produk dari kuat tekan beton (fc

Penyaluran gaya tekan dipengaruhi oleh beton yang dibebani, oleh karena itu

dimensi strut dan kuat tekan beton merupakan unsur yang sangat penting dalam

menganalisis strut yang bersangkutan. Kekuatan batang tekan dapat ditentukan

berdasarkan keruntuhan (failure) batang tekan. Keruntuhan yang pertama dapat

terjadi akibat retak memanjang yang disebabkan oleh tidak tersedianya tulangan

transversal yang cukup untuk menahan gaya tarik transversal. Bila tulangan

transversal telah cukup tersedia maka keruntuhan dapat terjadi terjadi akibat

kehancuran beton.

), dan faktor reduksi. Faktor reduksi merupakan

fungsi dari bentuk geometris (jenis) dari strut. Bentuk strut sangat tergantung pada

aliran gaya dari strut dan detail dari setiap perkuatan yang terhubung ke tie.

Ada beberapa jenis strut yang paling umum digunakan dalam desain, yaitu : • Strut Prismatis

Strut prismatis adalah jenis yang paling dasar dari strut. Strut prismatis memiliki

penampang seragam. Biasanya strut prismatis digunakan untuk model blok

(46)

Strut Berbentuk Botol

Yaitu strut yang terletak di bagian dimana lebar beton tekan pada pertengahan

panjang strut dapat menyebar secara lateral. Strut berbentuk botol terbentuk

ketika kondisi geometrik pada ujung strut ditentukan dengan baik, tetapi sisa

strut tidak terbatas pada bagian tertentu dari elemen struktural. Kondisi

geometrik di ujung strut berbentuk botol biasanya ditentukan oleh detail

bantalan dan / atau detail dari setiap perkuatan baja yang disatukan. Cara terbaik

untuk memvisualisasikan sebuah strut berbentuk botol adalah dengan

membayangkan gaya yang menyebar ketika mereka bergerak jauh dari ujung

strut seperti ditunjukkan pada gambar 2.16(b). Trayektori tegangan yang

menyebar menyebabkan tegangan tarik transversal dalam strut dapat

menyebabkan retak longitudinal pada strut. Oleh karena itu penulangan kontrol

retak yang tepat harus ditempatkan di seluruh strut berbentuk botol untuk

menghindari kegagalan prematur.

Untuk menyederhanakan dalam desain, strut

berbentuk botol diidealisasikan sebagai strut prismatik atau sebagai strut

runcing.

Jenis terakhir dari strut adalah strut berbentuk kipas. Strut ini terbentuk ketika

tekanan mengalir dari area yang luas ke daerah yang jauh lebih kecil. Strut kipas

mengabaikan kurvatur, oleh karena itu strut kipas tidak memperhitungkan

tegangan transversal yang terjadi. Contoh paling sederhana dari strut kipas

adalah beban merata yang didistribusikan ke tumpuan pada balok tinggi seperti

ditunjukkan pada gambar 2.16(c).

(47)

Gambar 2.16 Variasi bentuk geometris strut, a) Strut prismatis,

b) Strut berbentuk botol, c) Strut berbentuk kipas

2.6.2 Elemen Tarik (Tie)

Komponen terpenting kedua dari model strut-and-tie adalah komponen tarik

(tie). Pada struktur beton batang tarik dapat berupa satu atau kumpulan baja tulangan

biasa atau dapat juga berupa satu atau kumpulan tendon prategang yang dijangkar

(48)

dengan keruntuhan tekan dari strut atau keruntuhan dari node element, maka dalam

perancangan struktur, keadaan batasnya lebih ditentukan oleh lelehnya

tulangan/batang tarik (tie). Penempatan batang tarik juga harus diperhatikan karena

dapat mengakibatkan perubahan dimensi dari node element yang membahayakan

seperti ditunjukkan pada gambar 2.17 dimana akan meningkatkan tegangan pada

strut tekan dan node element. Karena Strut And Tie Model diberlakukan pada

struktur beton dalam keadaan batas, maka pada kondisi layan (serviceability limit

state) lebar retak pada batang tarik perlu diperiksa, yaitu melalui pembatasan lebar

retak atau melalui pembatasan tegangan baja yang lebih rendah. Gaya tarik dari tie

dapat mengakibatkan keruntuhan pada daerah penjangkaran (nodal zone). Oleh

karena itu, pengangkeran tie di daerah nodal merupakan hal sangat penting untuk

meyakinkan tie mencapai kekuatan lelehnya.

Pengikat tarik mungkin gagal akibat kekurangan pengangkuran atau pengait

ujung. Suatu anggapan kritis dalam pendetailan adalah dengan menyediakan

pengangkuran yang cukup mampu untuk penulangan. Jika angkur tidak cukup

memadai disediakan, suatu kegagalan angkur yang getas akan mungkin terjadi pada

beban di bawah kapasitas ultimit. Mungkin dalam gaya-gaya tarik pada titik nodal

kerangka harus terjadi pada lebar dari daerah nodal. Pengangkuran dari pengikat

harus memenuhi syarat kapasitas lekat dan panjang rata-rata yang cukup yang

memenuhi pengangkuran dari gaya-gaya pengikat yang dicapai pada waktu pusat

geometri dari batang tarik yang meninggalkan daerah perluasan nodal. Persyaratan

lain untuk angkur pengikat pada daerah nodal pada balok seperti struktur dimana

(49)

(a) Selimut beton besar (b) Selimut beton kecil

Gambar 2.17 (a) Menunjukkan titik pertemuan antara strut dan tie, (b) Tie digeser ke bawah (selimut beton menipis) yang mengakibatkan perubahan dimensi pada

elemen titik simpul (truss node element)

2.6.3 Elemen Nodal

Pertemuan dari strut and tie model adalah nodal zones. Tiga atau lebih gaya

ini bertemu dalam sebuah node dan harus dalam keadaan seimbang. Titik simpul

(joint) atau nodes membentuk suatu elemen yang dinamakan node-element atau

hydrostatic-element. Daerah ini merupakan titik tangkap gaya-gaya yang bertemu

pada satu titik sehingga tegangan yang terjadi cukup rumit karena daerah ini

mengalami tegangan biaxial dan triaxial. Pada daerah node-element yang dibebani

oleh tegangan tekan biaxial memiliki tegangan induk pada kedua sisinya yang sama

besarnya sehingga disebut sebagai hydrostatic element. Walaupun demikian kondisi

ini tidak selalu terpenuhi sehingga daerah ini lebih umum disebut dengan truss node,

(50)

Secara konsep dalam rangka batang, titik ini diidealisasikan sebagai sendi.

Beton yang berada pada titik pertemuan dan sekelilingnya disebut nodal zone.

Gaya-gaya yang bekerja pada daerah nodal harus memenuhi kesetimbangan:

∑ �� = 0 ; ∑ ��= 0 ; ∑ � = 0

Kondisi ∑ � = 0 menunjukkan bahwa garis aksi dari semua gaya yang bekerja

harus melalui titik umum (common point).

Nodal dikelompokkan oleh jenis gaya yang bertemu pada titik tersebut. Jadi

suatu nodal dengan tanda C-C-C adalah nodal angkur dengan tiga penunjang, nodal

dengan tanda C-C-T adalah nodal angkur dengan dua penunjang dan satu pengikat,

nodal dengan tanda C-T-T adalah nodal angkur dengan satu penunjang dan dua

pengikat, dan nodal dengan tanda T-T-T adalah nodal angkur dengan tiga pengikat

seperti pada gambar 2.18. C digunakan untuk menunjukkan tekan dan T digunakan

untuk menunjukkan tarik sesuai dengan ACI 318-02 yang mengasumsikan muka dari

daerah nodal yang dibebani tekan mempunyai lebar yang sama seperti pada ujung

dari penunjang.

Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, bahwa tegangan pada node-element

akan menjadi kritis bila dimensi node-element yang terbentuk tidak memadai. Dalam

perancangan, node-element harus mendapat perhatian yang baik, khususnya pada

pertemuan dengan batang-batang tarik yang harus dijangkar. Penjangkaran batang

tarik yang tidak baik akan mengakibatkan keruntuhan lebih awal. Penjangkaran

dapat dilakukan dengan memberikan panjang penjangkaran, panjang penyaluran dan

kait yang cukup. Kadangkala penjangkaran juga dilakukan dengan menggunakan

(51)

Gambar 2.18 Jenis-jenis node pada strut and tie model

2.6.4 Kriteria Keruntuhan Pada Beton

Kekuatan beton dalam suatu medan tekan atau dalam suatu node-element

sangat bergantung pada keadaan tegangan multiaxial yang terjadi serta berbagai

gangguan dari peretakan dan tulangan.

a. Tegangan transversal menguntungkan bila transversal tekan bekerja dalam dua

arah dan dikekang (confine concrete). Pengekangan dapat dilakukan dengan

memberi tulangan kekang transversal tertentu sekeliling daerah medan tekan.

b. Tegangan tarik transversal dan retakan yang ditimbulkan akan sangat merusak

dan perlu mendapat perhatian khusus, karena beton akan mengalami keruntuhan

(52)

dan penurunan kuat tekan dapat direduksi bila tegangan tarik dapat dipikulkan

pada tulangan.

c. Dalam analisis keseimbangan rangka batang dari strut and tie model, strut tekan

dari nodal zones diasumsikan mengalami tegangan fc ≤ fce

f

2.7 Pembuatan Model Strut and Tie

Dalam pembuatan model strut and tie, semua gaya-gaya yang terjadi harus

dipertimbangkan dalam pemilihan model. Pada suatu struktur, umumnya hanya

terdapat beberapa bentuk standar karena itu dapat dibuat analisis yang mendetail

untuk menentukan model standar yang dapat diterapkan pada bentuk yang sama

dengan ukuran yang berbeda. Standarisasi ini dapat memudahkan pekerjaan seorang

perencana dan menghindari variasi penggunaan model oleh perencana yang berbeda.

Pembuatan model Strut and Tie pada dasarnya merupakan prosedur grafis yang

bersifat iteratif. Tidak ada prosedur yang pasti dalam menentukan model Strut and

Tie. Konsep dasar dalam pembuatan model Strut and Tie adalah :

1. Model harus dalam keadaan seimbang.

2. Batang tarik harus tetap lurus.

3. Tulangan geser dapat dimodelkan satu-persatu atau ekivalennya.

4. Jarak antara batang atas dan batang bawah ditentukan oleh momen ultimate.

(53)

2.8 Prosedur Untuk Pemodelan Strut and

Untuk mempermudah dalam perhitungan Strut and Tie Model dibutuhkan

pengertian yang mendasar dan informasi mengenai “engineering judgement” dan

ilmu ini sesungguhnya adalah suatu seni yang layak dipergunakan untuk

perencanaan. Desain dan analisis dengan metode strut and tie merupakan analisis

iterasi yang meliputi :

Tie

• Pemilihan asumsi model strut-and-tie.

• Penentuan dimensi elemen strut, tie, dan nodal.

• Periksa dimensi elemen strut, tie, dan nodal untuk meyakinkan asumsi model

strut dan tie adalah valid.

(54)

BAB III

METODE ANALISA

3.1 Umum

Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh

dengan membuat suatu campuran yang mempunyai proporsi tertentu dari semen,

pasir dan koral atau agregat lainnya, dan air untuk membuat campuran tersebut

menjadi keras dalam cetakan sesuai dengan bentuk dan dimensi struktur yang

diinginkan. Kumpulan material tersebut terdiri dari agregat yang halus dan kasar.

Semen dan air berinteraksi secara kimiawi untuk mengikat partikel-partikel agregat

tersebut menjadi suatu massa yang padat. Tambahan air yang melampaui jumlah

yang dibutuhkan untuk reaksi kimia ini, diperlukan untuk memberikan campuran

tersebut sifat mudah diolah yang memungkinkannya mengisi cetakan-cetakan dan

membungkus baja penguat sebelum mengeras. Beton dalam berbagai variasi sifat

kekuatan dapat diperoleh dengan pengaturan yang sesuai dari perbandingan jumlah

material pembentuknya.

Faktor-faktor yang membuat beton sebagai material bangunan yang umum

tampak nyata sekali sehingga beton telah dipakai dengan cara dan jenis yang lebih

primitif daripada keadaan sekarang ini yang mungkin telah dimulai sejak zaman

Mesir kuno. Salah satu dari faktor-faktor tersebut adalah kemudaan pengolahannya,

yaitu dalam keadaan plastis, beton dapat diendapkan dan diisi ke dalam cetakan atau

bekisting yang hampir mempunyai semua bentuk yang praktis. Daya tahannya yang

tinggi terhadap api dan cuaca merupakan bukti dari kelebihannya. Sebagian besar

(55)

dengan harga yang murah atau pada tempat yang tidak terlalu jauh dari lokasi

konstruksi. Kekuatan tekannya tinggi, seperti juga kekuatan tekan pada batu alam,

yang membuat beton cocok untuk dipakai sebagai elemen yang terutama memikul

gaya tekan, seperti kolom dan konstruksi busur. Sebaliknya, seperti juga batu alam,

beton relatif merupakan material yang mudah retak yang tegangan tariknya kecil bila

dibandingkan dengan tegangan tekannya. Hal ini mencegah penggunaan ekonomis

beton sebagai elemen struktur yang mengalami gaya tarik baik secara keseluruhan

(seperti pada elemen struktur tarik) maupun pada sebagian dari penampangnya

(seperti pada gelagar atau batang-batang lentur lainnya).

Untuk mengatasi keterbatasan ini, pada pertengahan abad kesembilan belas,

telah ditemukan kemungkinan untuk memakai baja dengan kekuatan tariknya yang

tinggi untuk memperkuat beton, terutama pada tempat-tempat dimana kekuatan tarik

pada beton yang kecil akan membatasai kapasitas penyangga dari batang. Perkuatan

tersebut biasanya berupa batang baja bundar dengan bentuk permuakaan yang sesuai

untuk memungkinkan terjadinya proses saling mengikat antar beton dan baja yang

ditempatkan dalam cetakan sebelum beton diisi ke dalamnya. Apabila telah

terbungkus sama sekali dengan massa beton yang mengeras, maka perkuatan tersebut

merupakan bagian yang terpadu dari batang tersebut. Hasil kombinasi dari kedua

material tersebut biasa disebut dengan beton bertulang.

Beton bertulang mengkombinasikan banyak keuntungan dari masing-masing

materialnya seperti harga yang relatif murah, daya tahan yang baik terhadap api dan

cuaca, kekuatan tekan yang tinggi serta daktilitas yang jauh lebih besar daripada

baja. Kombinasi inilah yang memungkinkan penggunaan beton bertulang yang

(56)

bendungan-bendungan, tangki-tangki, reservoir dan sejumlah besar

bangunan-bangunan struktur lainnya.

3.2 Material Penyusun Beton

Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang

direkatkan oleh bahan pengiikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

kasar) dan ditambah dengan pasta semen. Pada prinsipnya pasta semen mengikat

pasir dan bahan-bahan agregat lain (batu kerikil, basalt dan sebagainya). Rongga di

antara bahan-bahan kasar diisi oleh bahan-bahan halus. Hal ini memberi gambaran

bahwa harus ada perbandingan optimal antara agregat campuran yang bentuknya

berbeda-beda agar pembentukan beton dapat dimanfaatkan oleh seluruh material.

Material penyusun beton secara umum dibedakan atas:

1. Semen

Material semen adalah material yang mempunyai sifat-sifat adhesif dan

kohesif yang diperlukan untuk mengikat agregat-agregat menjadi suatu massa

yang padat yang mempunyai kekuatan yang cukup. Oleh karena itu, dalam

campuran beton semen berfungsi sebagai bahan pengikat hidrolik.

2. Agregat

Agregat merupakan bahan batu-batuan yang netral (tidak bereaksi) dan

merupakan bentuk sebagian besar beton (misalnya: pasir, kerikil, batu-pecah,

basalt). Dalam struktur beton biasanya agregat menempati lebih kurang

70% - 75% dari volume massa yang telah mengeras. Sisanya terdiri dari

adukan semen yang telah mengeras, air yang belum bereaksi (air yang tidak

(57)

3. Bahan tambahan (admixtures) bahan kimia yang ditambahkan ke dalam

spesi-beton dan / atau beton untuk mengubah sifat beton yang dihasilkan

(misalnya; 'accelerator', 'retarder' dan sebagainya).

4. Air.

Sedangkan produk dari campuran tersebut dapat dibedakan atas:

a. Batuan-semen : campuran antara semen dan air (pasta semen yang mengeras).

b. Spesi-mortar : campuran antara semen, agregat halus dan air yang belum

mengeras.

c. Mortar : campuran antara semen, agregat halus dan air yang telah mengeras.

d. Spesi-beton : campuran antara semen, agregat campuran (halus dan kasar)

dan air yang belum mengeras.

e. Beton : campuran antara semen, agregat campuran dan air yang telah

mengeras.

3.3 Tulangan

Dibandingkan dengan beton, tulangan merupakan material yang berkekuatan

tinggi. Baja penguat atau baja tulangan memikul tarik maupun tekan, kekuatan

lelehnya kurang lebih sepuluh kali dari kekuatan tekan struktur beton yang umum,

atau seratus kali dari kekuatan tariknya. Oleh karena itu, agar beton dapat bekerja

dengan baik dalam sistem struktur, beton perlu dibantu dengan memberinya

perkuatan berupa penulangan yang berfungsi menahan gaya tarik. Penulangan beton

dapat menggunakan bahan baja yang memiliki sifat teknis yang kuat menahan gaya

(58)

rangkai las (wire mesh) yang berupa batang-batang baja yang dianyam dengan teknik

pengelasan.

3.4 Pile Cap

Pile cap pada dasarnya merupakan suatu slab beton tebal yang memikul

beban terpusat dengan reaksi titik. Pile cap digunakan untuk mendistribusikan beban

dari satu atau lebih kolom ke grup tiang pancang. Meskipun menjadi unsur yang

sangat umum dan penting dalam suatu konstruksi, tidak ada prosedur yang berlaku

secara umum untuk mendesain sebuah pile cap. Banyak aturan yang merinci secara

empiris yang diikuti dalam praktek, namun pendekatan ini bervariasi secara

signifikan. Alasan utama untuk perbedaan ini adalah bahwa kode desain paling tidak

memberikan sebuah metodologi desain yang memberikan pemahaman yang jelas

tentang kekuatan dan perilaku elemen struktur yang penting ini.

Ada dua pendekatan umum dalam mendesain sebuah pile cap. Pada

pendekatan pertama, pile cap dianggap sebagai balok tinggi dan dirancang untuk

geser pada bagian kritis. Pendekatan kedua yaitu dengan membagi struktur dalam

dua daerah yakni, daerah D dan B. Dimana, daerah yang tidak lagi datar dan tegak

lurus garis netral sebelum dan sesudah ada tambahan lentur yang dirincikan oleh

regangan nonlinear, disebut daerah D (Distrubed atau Discontinuity) dan daerah

dimana berlaku hukum Bernoulli disebut daerah B (Bending atau Bernoulli).

Pendekatan ini biasa disebut dengan model strut-and-tie. Dalam model ini, kekuatan

tekan diasumsikan akan didistribusikan melalui strut tekan tanpa perkuatan ke daerah

nodal pada masing-masing titik tiang pancang dan kekuatan tarik yang terjadi di

(59)

Pada balok tinggi, dinding dan struktur diskontiniu, metode desain

berdasarkan model strut and tie sering digunakan untuk menjelaskan efek beban dan

perlawanan. Hal ini bergantung pada asumsi bahwa desain mengharapkan aliran gaya

yang cocok untuk dibentuk dalam elemen struktur beton yang dianggap membentuk

strut dan tie atau berbagai jenis model truss.

Gambar 3.1 menggambarkan alur beban (stress) dalam pile cap di mana garis

padat dan garis putus-putus merupakan strut (tekan) dan tie (tarik). Sisi kanan

Gambar 3.1 menjelaskan bahwa reaksi tumpukan didukung dengan membentuk

"segitiga kekuatan" yang terdiri dari C3 (tekan) dan T2 (tarik).

Gambar 3.1 Strut and tie model pada pile cap

(60)

Analisa Pile Cap dengan Metode Strut and Tie Model

Pengaruh beban terkonsentrasi pada jarak d dari muka tumpuan dari suatu

anggota yang mengalami geser satu arah dapat dilihat dalam gambar 3.2. Gaya geser

penampang anggota sangat berbeda tergantung pada sisi mana beban terpusat pada

bagian kritis ini berada (lihat gambar 3.2(b)). Model rangka yang ditunjukkan pada

gambar 3.2 (d) menunjukkan bahwa beban terpusat ditransmisikan langsung ke

tumpuan dengan melalui strut tekan. Tidak ada pelat penumpu yang diperlukan

untuk melawan geser yang dihasilkan oleh beban terpusat (lihat gambar 3.2 (f)).

Bagaimanapun, beban terpusat tersebut akan meningkatkan tegangan tekan diagonal

pada beton di atas tumpuan (lihat gambar 3.2 (e)), serta tegangan yang dibutuhkan

dalam tulangan longitudinal pada permukaan dari tumpuan (lihat gambar 3.2 (g)).

Gambar 3.3 menunjukkan model strut and tie sederhana tiga dimensi untuk pile cap

dengan empat tiang pancang. Beban kolom terpusat ditransmisikan langsung ke

tumpuan melalui strut tekan miring. Tegangan horizontal tie (tulangan longitudinal)

Gambar

Gambar 2.5 Prinsip St. Venant (Brown et al. 2006)
Gambar 2.6(a) memperlihatkan daerah D yang disebabkan oleh diskontinuitas
Gambar 2.6   Daerah D dimana distribusi regangan nonlinear disebabkan oleh
Gambar 2.8  Gambar menunjukkan prosedur penentuan penentuan daerah D dan B
+7

Referensi

Dokumen terkait