• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Balok Beton Bertulang Dengan Dan Tanpa Pemakaian Sikafibre

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penelitian Balok Beton Bertulang Dengan Dan Tanpa Pemakaian Sikafibre"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

PENELITIAN BALOK BETON BERTULANG

DENGAN DAN TANPA PEMAKAIAN SIKAFIBRE

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

Wira Kusuma

08 0404 069

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENELITIAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN DAN TANPA PEMAKAIAN SIKAFIBRE

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam menempuh Colloqium Doctum/ Ujian Sarjana Teknik Sipil

Dikerjakan oleh:

WIRA KUSUMA 08 0404 069

Pembimbing

Ir. Besman Surbakti, MT NIP:19541012 198003 1 004

Penguji I Penguji II Penguji III

Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT. Ir. Robert Panjaitan Rahmi Karolina, ST. MT.

NIP:19590707 198710 1 001 NIP:19571002 198601 1 001 NIP:19820318 200812 2 001

Mengesahkan:

Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Prof.Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP: 19561224 198103 1 002

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ΑΒSTRAK

Salah satu cara untuk menambah kuat tarik pada balok dengan memasang tulangan pada daerah tarik. Fiber sendiri merupakan bahan yang memiliki daya tarik yang cukup tinggi.

Penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) buah balok beton bertulang yang mana 1 buah balok beton bertulang biasa, dan 1 buah balok dengan penambahan fiber. Pengujian balok dilakukan diatas 2 (dua) perletakan sendi dan rol untuk pengujian kuat lentur, regangan, lendutan, retak, sudut akibat lendutan.

Dari hasil pengujian didapat penambahan fiber mengurangi lendutan sebesar 25 %, dan pengurangan panjang retak total sebesar 53 %. Hal ini menandakan penambahan fiber dapat membantu meningkatkan kinerja balok beton bertulang itu sendiri.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugrah, berkat dan karunia-Nya hingga selesainya tugas akhir ini dengan judul“Penelitian Balok Beton Bertulang Dengan Dan Tanpa Pemakaian SikaFibre”.

Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana teknik sipil bidang studi struktur pada fakultas teknik Universitas Sumatera Utara Medan. Penulis menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Untuk penyempurnaannya, saran dan kritik dari bapak dan ibu dosen serta rekan mahasiswa sangatlah penulis harapkan.

Penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang senantiasa penulis cintai yang dalam keadaan sulit terus memotivasi hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Ir.Besman Surbakti,MT selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan bimbingan.

2. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT. selaku dosen pembanding yang telah memberikan kritikan dan nasehat yang membangun.

(5)

4. Ibu Rahmi Karolina, ST. MT. selaku dosen pembanding yang telah memberikan kritikan dan nasehat yang membangun.

5. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU.

6. Bapak Ir. Syahrizal, MT. selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU.

7. Kedua orang tua penulis, Drs. Jamin Kusuma. MBA dan Rusmawati Purwatan serta kakak saya, Dian Kusuma. ST. yang turut mendukung segala kegiatan akademis penulis

8. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dan kemudahan dalam penyelesaian administrasi

9. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan semangat kepada penulis, stambuk 08, Agus, Edward, Felix, Handiman, Hendry, Iskandar, dan lainya serta senior-senior dan adik-adik yang memberikan dukungan serta info mengenai kegiatan sipil.

Walaupun dalam menyusun Tugas akhir ini penulis telah berusaha untuk mengkaji dan menyampaikan materi secara sistematis dan terstruktur, tetapi tentunya Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun tentulah sangat penulis harapkan di kemudian hari.

Medan, Agustus 2012

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iv

DAFTAR GAMBAR...viii

DAFTAR GRAFIK...x

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR LAMPIRAN...xii

DAFTAR NOTASI...xiii

BAB I PENDAHULUAN...1

I.1. Latar Belakang...1

I.2. Tujuan Penelitian ...2

I.3. Batasan Penelitian...3

I.4. Batasan Benda Uji ...3

I.5. Mekanisme Pengujian...4

I.6. Metodologi Penelitian...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...5

II.1. Umum...5

II.2. Bahan...5

II.2.1. Semen Portland ...5

II.2.1.1. Tipe Semen Portland ...5

(7)

II.2.2. Agregat ...8

II.2.2.1. Karakteristik Agregat ...9

II.2.3. Air...9

II.2.4. Fiber ...10

II.2.4.1. Pengaruh Fiber Pada Sifat Mekanikal Beton...11

II.3. Sifat Beton...13

II.3.1. Beton Segar ...13

II.3.2. Beton Keras ...14

II.3.2. Retak Pada Beton ...15

II.4. Tegangan Regangan Beton...16

II.5. Kuat Tarik Beton ...16

II.6. Baja Tulangna ...17

II.7. Balok Beton Bertulang ...17

II.8. Tegangan Lentur Pada Balok ...19

II.8.1. Umum...19

II.8.2. Lentur Murni Pada Balok ...20

BAB III EKSPERIMENTAL ...24

III.1. Perhitungan Benda Uji Balok Beton Bertulang ...24

III.1.1. Perhitungan Beban Mati Terpusat...24

III.1.2. Perhitungan Tulangan Geser ...27

III.1.3. Perhitungan Lendutan ...28

III.2. Pembuatan Benda Uji Balok Beton Bertulang...30

(8)

III.2.2. Pengecoran Benda Uji...31

III.2.3 Perawatan Benda Uji...32

III.3. Pengujian Benda Uji ...32

III.3.1. Pengujian Kuat Tekan Beton Benda Uji Silinder ...32

III.3.2. Pengujian Kuat Rekah Beton Benda Uji Silinder ...32

III.3.3. Pengujian Kekuatan Balok Beton Bertulang ...33

III.3.3. Pengukuran Regangan dan Lendutan Balok ...33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...34

IV.1. Pendahuluan...34

IV.2. PengujianSlump Test...34

IV.3. Pengujian Kuat Tekan dan Rekah Silinder ...35

IV.4. Pengujian Balok Beton Bertulang ...36

IV.4.1. Pengujian Lendutan ...36

IV.4.1.1. Pengujian Lendutan Pada Balok Secara Teoritis...41

IV.4.1.2. Beban Pada Lendutan Izin ...55

IV.4.2. Pengujian Regangan...55

IV.4.2.1. Regangan Secara Teoritis ...62

IV.4.3. Analisa Retak Balok ...68

IV.4.4. Kurvatur Balok...74

IV.5. Keterbatasan Fasilitas ...77

(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...78

V.1. Kesimpulan ...78

V.2. Saran...78

DAFTAR PUSTAKA...79

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. PengujianSlump Test ...14

Gambar 2.2.a. Penampang Potongan A-A ...19

Gambar 2.2.b. Diagram Regangan ...19

Gambar 2.2.c .Diagram Tegangan ...19

Gambar 2.2.d. Gaya-Gaya ...19

Gambar 2.3. Regangan Lentur Akibat Pembebanan Pada Kantilever ...19

Gambar 2.4. Penampang dari Balok Persegi ...20

Gambar 2.5. Balok Melengkung pada Jari-Jari Kurvatur Bidang YZ ...20

Gambar 2.6. Tegangan pada Balok Lentur...21

Gambar 2.7. Persebaran Tegangan Lentur ...22

Gambar 3.1. Sketsa Perencanaan Balok Beton Bertulang ...24

Gambar 3.2. Pembebanan Benda Uji ...26

Gambar 3.3. Penempatan Beban Terpusat ...29

Gambar 3.4. Beban Merata ...29

Gambar 3.5. Penampang Memanjang Benda Uji ...30

Gambar 3.6. Penampang Melintang Benda Uji ...31

Gambar 3.7. Penempatan Pen Pembaca Regangan dan Dial Lendutan ...33

Gambar 4.1. PegujianSlump Test ...34

Gambar 4.2. Penempatan Pembebanan dan Dial Lendutan ...36

Gambar 4.3. Perletakan Beban Terpusat ...41

Gambar 4.4. Perletakan Beban Merata ...42

(11)

Gambar 4.7. Penempatan Pembebanan dan Pen Pembaca Regangan Balok ...55

Gambar 4.8. Pengujian Regangan Balok ...56

Gambar 4.9. Pembagian Segmen Balok ...68

Gambar 4.9. Retak pada Balok Tanpa Fiber ...69

Gambar 4.10. Retak pada Balok Dengan Fiber ...70

Gambar 4.11. Sudut Kurvatur Akibat Lendutan ...75

Gambar 4.12. Kurvatur Balok Tanpa Fiber ...76

(12)

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 4.1. Hubungan Beban–Lendutan Balok Tanpa Fiber ...38

Grafik 4.2. Hubungan BebanLendutan Balok Dengan Fiber ...40

Grafik 4.3. Perbandingan Hubungan BebanLendutan Balok Tanpa Fiber secara Teoritis ...47

Grafik 4.4. Perbandingan Hubungan BebanLendutan Balok Dengan Fiber secara Teoritis ...54

Grafik 4.5. Hubungan BebanRegangan Masing-Masing Balok ...61

Grafik 4.6. Hubungan Beban–Regangan Secara Teori Dengan Percobaan Balok

Tanpa Fiber ...65

Grafik 4.7. Hubungan Beban–Regangan Secara Teori Dengan Percobaan Balok

Tanpa Fiber...67

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Perbandingan Antar Benda Uji ...3

Tabel 2.1. Senyawa Utama Semen Portland ...7

Tabel 2.2. Perkiraan Batas Komposisi Semen Portland ...8

Tabel 2.3. Karakteristik SikaFibre ...10

Tabel 2.4. Karakteristik Fiber ...11

Tabel 2.5. Proporsi Mix Design ...11

Tabel 2.6. Karakteristik dan Berat Fiber Per Volume Beton ...12

Tabel 2.7. Pembebanan Pada Sampel ...12

Tabel 2.8. Penurunan Yang Terjadi ...13

Tabel 2.8. Waktu Muncul Retak ...15

Tabel 4.1. Hasil Nilai Slump Test ...35

Tabel 4.2. Hasil Pengujian Kuat Tekan ...35

Tabel 4.3. Hasil Pengujian Kuat Rekah ...36

Tabel 4.4. Data Hasil Pengujian Lendutan Balok Tanpa Fiber ...37

Tabel 4.5. Data Hasil Pengujian Lendutan Balok Dengan Fiber ...39

Tabel 4.6. Data Perbandingan Lendutan Secara Teoritis dengan Percobaan Balok Tanpa Fiber ...45

Tabel 4.7. Data Perbandingan Lendutan Secara Teoritis dengan Percobaan Balok Tanpa Fiber ...52

Tabel 4.8. Data Hasil Pengujian Regangan Balok Tanpa Fiber ...57

Tabel 4.9. Data Hasil Pengujian Regangan Balok Dengan Fiber ...59

(14)

Tabel 4.11. Data Perbandingan Beban Secara Teoritis dengan Percobaan Balok Dengan

Fiber...66

Tabel 4.12. Lebar Retak Maksimum ...71

Tabel 4.13. Panjang Retak Total ...71

Tabel 4.14. Panjang Garis Kurvatur ...75

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A. Data SikaFibre ...1

LAMPIRAN B. Dokumentasi Pelaksanaan Pengecoran dan Pengujian Balok ...3

LAMPIRAN C. Perhitungan Kebutuhan Fiber Pada Beton ...6

LAMPIRAN D. Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton ...8

(16)

DAFTAR NOTASI

A : Luas Penampang, mm2 As : Luas Tulangan Tarik, mm2

As’ : Luas Tulangan Tekan, mm2

Av : Tulangan Geser

a : Kedalaman Tegangan Saat Ultimate, mm b : Lebar Penampang Balok, mm

c : Jarak Garis Netral Saat Ultimate, mm

d : Jarak Pusat Tulangan Tarik ke Tepi Ujung Balok / Tinggi Efektif, mm d’ : Jarak Pusat Tulangan Tekan ke Tepi Ujung Balok, mm

E : Modulus Elastisitas Beton, MPa Es : Modulus Elastisitas Tulangan, MPa f’c : Kuat Tekan Beton, MPa

f’cr : Kuat Tekan Rata-rata, MPa

fr : Modulus Retak Beton, MPa

fy : Kuat Leleh Baja, MPa

h : Tinggi Penampang Balok, mm

I : Momen Inersia Peanampang Balok, mm4 Ie : Momen Inersia Efektif, mm4

Icr : Momen Inersia Penampang Retak Transformasi, mm4

Ig : Momen Inersia Penampang Utuh Terhadap Sumbu Berat Penampang, mm4

l : Panjang Bentang diantara Dua Perletakan, m

(17)

Mn : Momen Nominal Penampang, kNm

MR : Momen Rencana, kNm

Mu : Momen Ultimate, kNm

ND : Gaya Tekan Dalam, N

NT : Gaya Tarik Dalam, N

P : Beban Terpusat, N

q : Beban Terbagi Rata, kN/m s : Jarak Sengkang, mm

Vc : Kapasitas Kemampuan Beton Untuk Menahan Gaya Geser, kN

Vu : Gaya Geser Rencana Total, kN

z : Lengan Kopel Momen

∆l : Pertambahan Panjang Dalam Daerah Beban, N β1 : Koefisien, 0,85

ρ : Rasio Tulangan Tarik

ρmax : Rasio Tulangan Tarik Maksimum ρmin : Rasio Tulangan Tarik Minimum ∆ : Lendutan, mm

εc’ : Regangan Beton

(18)

ΑΒSTRAK

Salah satu cara untuk menambah kuat tarik pada balok dengan memasang tulangan pada daerah tarik. Fiber sendiri merupakan bahan yang memiliki daya tarik yang cukup tinggi.

Penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) buah balok beton bertulang yang mana 1 buah balok beton bertulang biasa, dan 1 buah balok dengan penambahan fiber. Pengujian balok dilakukan diatas 2 (dua) perletakan sendi dan rol untuk pengujian kuat lentur, regangan, lendutan, retak, sudut akibat lendutan.

Dari hasil pengujian didapat penambahan fiber mengurangi lendutan sebesar 25 %, dan pengurangan panjang retak total sebesar 53 %. Hal ini menandakan penambahan fiber dapat membantu meningkatkan kinerja balok beton bertulang itu sendiri.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pada zaman sekarang ini, ada dua jenis material struktur yang umum digunakan : beton dan baja. Kedua jenis material tersebut kadang kala saling membantu satu sama lain, namun bisa juga berdiri sendiri-sendiri, sehingga banyak struktur dengan bentuk dan fungsi yang serupa dapat dibangun dengan beton dan/atau baja.

Beton sendiri memiliki keunggulan seperti : 1. Kuat tekan tinggi

Campuran beton dengan persentase tertentu dapat menghasilkan mutu beton yang tinggi dan kuat tekan yang tinggi pula.

2. Kemudahan dalam bentuk

Beton dapat dibentuk sesuai keinginan dimana beton akan mengikuti bentuk cetakan/bekisting.

3. Harga yang relatif terjangkau

Bahan yang digunakan umumnya mudah didapat serta harga yang lebih terjangkau. 4. Daya tahan yang baik

Beton memiliki daya tahan yang baik terhadap cuaca serta memiliki umur pemakaian yang cukup panjang.

5. Biaya perawatan rendah

Konstruksi beton jarang sekali memerlukan perawatan jika beton yang dihasilkan baik.

Namun selain memiliki keunggulan diatas, beton juga memiliki kekurangan seperti :

1. Beton cenderung retak

(20)

2. Berat sendiri yang cukup besar

Beton yang memiliki berat jenis 2400 kg/m3 dapat menjadi beban tambahan pada struktur bangunan.

3. Pelaksanaan mempengaruhi kualitas beton

Pelaksanaan di lapangan yang tidak diawasi dengan baik dapat mempengaruhi kualitas dari beton tersebut.

4. Kuat tarik rendah

Kuat tarik beton normal tanpa tulangan hanya berkisar antara 9% - 15% dari kuat tekannya.

Namun, seiring dengan kemajuan dan perkembangan teknologi beton, kekurangan-kekurangan yang ada pada beton dapat diminimalkan. Salah satu topik yang menarik untuk diteliti adalah keretakan pada beton. Ketika beton telah dipadatkan dengan baik, keretakan pada beton tetap dapat terjadi. Retak pada beton dapat menyebabkan korosi pada tulangan. Keretakan pada beton tersebut dapat diminimalkan dengan menambahkan campuran beton (concrete admixtures) jenis fiber kedalam molen sebelum pengecoran. Keuntungan dari fiber yaitu daya tarik yang kuat serta dapat mengurangi retak susut (Shrinkage crack) pada beton.

Salah satu bagian pada konstruksi yang penting adalah balok. Untuk itu perlu dilakukan penelitian terhadap balok yang menggunakan fiber dan tanpa menggunakan fiber.

I.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian tugas akhir ini adalah :

1. Membandingkan kuat tekan beton yang memakai fiber dan tanpa memakai fiber dengan test silinder dan balok beton bertulang

2. Menganalisa serta membandingkan regangan dan beban yang terjadi pada balok beton bertulang yang memakai fiber dan tanpa memakai fiber.

(21)

4. Menganalisa serta membandingkan sudut kurvatur yang terjadi pada pada balok beton bertulang akibat lendutan yang memakai fiber dan tanpa memakai fiber.

I.3. Batasan Penelitian

Adapun pembatasan penelitian yang diambil untuk mempermudah penyelesaian dan keterbatasan pengetahuan penulis dalam permasalahan balok beton bertulang yaitu : 1. Balok beton bertulang sesuai dengan batasan benda uji.

2. Komposisi bahan SikaFibre yang digunakan, diproduksi oleh PT.Sika Indonesia tidak ditinjau.

3. Balok beton bertulang diberikan beban terpusat yang dibebani secara berangsur-angsur.

4. Balok ditumpu pada perletakan sendi dan rol.

I.4. Batasan Benda Uji

Batasan benda uji dalam penyelesaian tugas akhir ini, yaitu : Tabel 1.1. Perbandingan Antar Benda Uji

Benda Uji I Benda Uji II

Mutu K-225 K-225

Dimensi Balok 15 x 20 x 320 cm 15 x 20 x 320 cm

Tulangan Tarik 2D20 2D20

Tulangan Tekan 2D12 2D12

Tulangan Sengkang D6-12 cm D6-12 cm

Jumlah Silinder 6 buah 6 buah

(22)

I.5. Mekanisme Pengujian

Pengujian balok beton bertulang dengan dan tanpa penambahan fiber dilakukan di Laboratorium Rekayasa Struktur Program Studi Magister Teknik Sipil USU yang berlokasi di kompleks kampus Universitas Sumatera Utara, namun sebelumnya pemeriksaan agregat dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik USU.

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) buah sampel. Sampel I (pertama) adalah balok beton bertulang dengan menggunakan fiber sebanyak 600 gram/m3 beton yang diproduksi oleh PT. Sika Indonesia, dan Sampel II (kedua) merupakan balok beton bertulang tanpa menggunakan fiber. Sampel tersebut berukuran masing-masing 15 cm x 20 cm x 320 cm yang diletakkan pada perletakan sendi dan rol. Penelitian dilakukan dengan memberi beban sebanyak 2 (dua) buah sepanjang L/3 dengan besar masing-masing ½ P dengan menggunakan alatHydraulic Jack.

Untuk mengetahui mutu beton maka dilakukan pengetesan kuat tekan benda uji silinder dengan ukuran diameter 15 cm tinggi 30 cm sebanyak 6 (enam) buah untuk masing-masing Sampel.

I.6. Metodologi Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah kajian eksperimental di Laboratorium. Adapun tahap-tahap pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Penyediaan bahan penyusun beton dan tulangan.

2. Pemeriksaan analisa ayakan, berat jenis, berat isi, dan kadar lumpur pada agregat.

3. Pengerjaan bekisting dan tulangan. 4. Pengecoran benda uji.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Umum

Beton merupakan bahan yang getas dimana beton sangat baik dalam menahan tekan, namun kurang efektif dalam tarik. Reinforcement / perkuatan dengan besi berfungsi untuk menyerap daya tarik ini sehingga retak yang tidak dapat dihindari oleh beton mutu tinggi tidak melemahkan struktur.

Beton dengan perkuatan fiber didefinisikan sebagai beton yang terdiri dari semen, agregat kasar, halus serta air dan fiber yang berbentuk seperti serabut. Fungsi dari pemakaian fiber ini adalah untuk meningkatkan kuat tarik dengan memperlambat pertumbuhan retak, dan untuk meningkatkan ketahanan dengan menyalurkan tegangan antar penampang retak sehingga pertambahan deformasi dapat meningkat seiring tegangan puncak dibandingkan tanpa penggunaan fiber.

II.2. Bahan

II.2.1. Semen Portland

Semen Portland merupakan semen hidrolis yang tersusun oleh kalsium silikat hidrolis. Semen hidrolis menyatu dan mengeras secara reaksi kimia dengan air. Dalam reaksinya dengan air, yang disebut hidrasi, semen menyatu dengan air membentuk gumpalan menyerupai batu.

II.2.1.1. Tipe Semen Portland

Tipe semen Portland yang berbeda diproduksi agar kebutuhan akan keadaan fisik dan kimia yang berbeda-beda dapat terpenuhi. Secara umum, semen Portland yang ada diproduksi ada 5, antara lain :

(24)

Semen Portland Tipe I merupakan semen yang umum digunakan untuk berbagai pekerjaan konstruksi yang mana tidak terkena efek sulfat pada tanah atau berada di bawah air.

b. Tipe II (Modified Cement)

Semen Portland Tipe II merupakan semen dengan panas hidrasi sedang atau di bawah semen Portland Tipe I serta tahan terhadap sulfat. Semen ini cocok digunakan untuk daerah yang memiliki cuaca dengan suhu yang cukup tinggi serta pada struktur drainase.

c. Tipe III (Rapid-Hardening Portland Cement)

Semen Portland Tipe III memberikan kuat tekan awal yang tinggi. Penggunaan Tipe III ini jika cetakan akan segera dibuka untuk penggunaan berikutnya atau kekuatan yang diperlukan untuk konstruksi lebih lanjut. Semen Tipe III ini hendaknya tidak digunakan untuk konstruksi beton missal atau dalam skala besar karena tingginya panas yang dihasilkan dari reaksi beton tersebut.

d. Tipe IV (Low-Heat Portland Cement)

Semen Portland Tipe IV digunakan jika pada kondisi panas yang dihasilkan dari reaksi beton harus diminimalisasi. Namun peningkatan kekuatan lebih lama dibandingkan semen tipe lainnya tetapi tidak mempengaruhi kuat akhir.

e. Tipe V (Sulphate-Resisting Cement)

Semen Portland Tipe V digunakan hanya pada beton yang berhubungan langsung dengan sulfat, biasanya pada tanah atau air tanah yang memiliki kadar sulfat yang cukup tinggi.

II.2.1.2. Sifat Semen Portland

Spesifikasi Portland semen umumnya menempatkan batas pada komposisi kimia dan sifat fisiknya. Pengertian yang signifikan dari sifat fisik semen sangat membantu dalam hal mengaplikasikan hasil dari uji semen. Berikut adalah sifat dari semen Portland :

a. Kehalusan (Fineness)

(25)

b. Kekuatan (Soundness)

Kekuatan ini berdasarkan pada kemampuan pasta untuk mengeras serta mempertahankan volumenya setelah pengikatan.

c. Konsistensi (Consistency)

Konsistensi didasarkan pada gerakan relatif pada semen pasta segar atau mortar atau kemampuannya untuk mengalir.

d. Waktu Pengikatan (Setting Time)

Waktu pengikatan diindikasikan dengan pasta yang sedang menimbulkan reaksi hidrasi yang normal.

e. Salah Pengikatan (False Set)

Salah Pengikatan adalah bukti dari hilangnya plastisitas tanpa berkembangnya panas setelah pencampuran.

f. Kuat Tekan (Compressive Strength)

Kuat tekan didukung oleh tipe semen, komposisi bahan dan kehalusan semen. g. Panas Hidrasi (Heat of Hydration)

Panas Hidrasi adalah panas yang ditimbulkan ketika semen dan air bereaksi. Panas yang dihasilkan bergantung pada komposisi kimia dari semen tersebut.

h. Kehilangan Pembakaran (Loss on Ignition)

Kehilangan Pembakaran diindikasikan sebelum hidrasi dan karbonasi, yang diakibatkan penyimpanan yang tidak sesuai.

II.2.1.3. Kandungan Semen Portland

Telah kita ketahui bahwa senyawa mentah yang digunakan untuk memproduksi semen Portland adalah kapur, silika, alumina dan oksida besi. Kandungan ini berinteraksi satu dengan lainnya membentuk suatu material kompleks.

Tabel 2.1. Senyawa Utama Semen Portland

Nama Senyawa Komposisi Oksida Singkatan

Trikalsium silikat 3CaO.SiO2 C3S

(26)

Trikalsium aluminat 3CaO.Al2O3 C3A

Tetrakalsium aluminoferit 4CaO.Al2O3.Fe2O3 C4AF

Perhitungan komposisi pada semen Portland berdasarkan hasil yang diperoleh R. H. Bogue dan lainnya, dan sering disebut ‘Komposisi Bogue’.

C3S = 4.07 (CaO)–7.60 (SiO2)–6.72 (Al2O3)–1.43 (Fe2O3)–2.85 (SO3)

C2S = 2.87 ( SiO2)–0.754 (3CaO.SiO2)

C3A = 2.65 (Al2O3)–1.69 (Fe2O3)

C4AF = 3.04 (Fe2O3)

Tabel 2.2. Perkiraan Batas Komposisi Semen Portland

Oksida Isi (%)

CaO 60 - 67

SiO2 17 - 25

Al2O3 3 - 8

Fe2O3 0.5 - 6.0

MgO 0.1 - 4.0

Alkalis 0.2 - 1.3

SO3 1 - 3

II.2.2. Agregat

(27)

Agregat harus memenuhi standar untuk penggunaan secara teknik : agregat harus bersih, keras, kuat, partikel yang bebas dari penyerapan kimia, lapisan lumpur, dan material halus lainnya dalam batas wajar yang dapat mempengaruhi hidrasi dan pengikatan semen pasta.

II.2.2.1. Karakteristik Agregat

a. Gradasi (Grading)

Gradasi adalah distribusi ukuran partikel dari agregat yang ditentukan dari analisis ayakan. Ukuran partikel agragat ditentukan dengan kawat jaring dengan bukaan persegi. Gradasi dan ukuran maksimum agregat mempengaruhi proporsi agregat seperti penggunaan semen dan air, kelecakan, ekonomis, penyerapan, susut, dan ketahanan beton.

b. Gradasi Agregat Halus (Fine-Aggregate Grading)

Agregat halus adalah agregat yang lolos ayakan No.4 (4.75 mm). Agregat yang mana melewati ayakan No.50 (300μ m) dan No.100 (150μ m) mempengaruhi kelecakan serta tekstur permukaan.

c. Gradasi Agregat Kasar (Coarse-Aggregate Grading)

Agregat kasar adalah agregat yang lebih besar dari ayakan No.4 (4.75 mm). Ukuran maksimum agregat kasar pada beton mempengaruhi keekonomisannya. Biasanya air dan semen dibutuhkan lebih banyak untuk agregat dengan ukuran lebih kecil.

d. Bentuk Partikel dan Tekstur Permukaan (Particle Shape and Surface Texture)

Bentuk partikel dan tekstur permukaan dari agregat mempengaruhi sifat dari campuran beton segar daripada sifat dari beton keras. Permukaan kasar, bersudut, memanjang memerlukan air yang lebih banyak untuk meningkatkan kelecakan beton daripada yang mulus, bulat, dan padat.

e. Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis agregat adalah perbandingan berat agregat terhadap berat dari volume air yang sama. Berat jenis agregat pada umumnya berkisar antara 2.4-2.9.

(28)

Ketika kita mempertimbangkan kekuatan dari beton, factor yang mempengaruhi adalah banyaknya air pada campuran beton. Kualitas air juga penting karena ketidakmurnian air dapat mempengaruhi waktu pengikatan semen, yang secara langsung mempengaruhi kekuatan beton atau timbul bercak pada permukaannya, dan juga dapat menimbulkan korosi pada tulangan besi.

II.2.4. Fiber

Fiber untuk campuran beton dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu : 1. Fiber metal, misalnya serat besi dan seratstrainless stell.

2. Fiber polymeric, misalnya serat polypropylene dan serat nylon. 3. Fiber mineral, misalnyafiberglass.

4. Fiber alam, misalnya serabut kelapa dan serabut nenas.

Fiber polypropylene merupakan senyawa hidrokarbon dengan rumus kimia C3H6

yang berupa filament tunggal ataupun jaringan serabut tipis yang berbentuk jala dengan ukuran panjang antara 6 mm sampai 50mm dan memiliki diameter bervariasi. Dalam penelitian ini digunakan Fiber polypropylene yang diproduksi oleh PT.Sika Indonesia dengan merk dagang SikaFibre. Karakteristik dari SikaFibre disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.3. Karakteristik SikaFibre Karakteristik Fiber polypropylene Berat jenis 0.91 gr/cm3

Panjang fiber 12 mm Diameter fiber 18 micron Kuat tarik 300–440 MPa Modulus elastisitas 6000–9000 N/mm2 Penyerapan air Nol

(29)

Kadar fiber 600 gr/m3beton

II.2.4.1. Pengaruh Fiber Pada Sifat Mekanikal Beton

Dalam jurnalnya yang berjudul “An Experimental Investigation into The Effect of Polypropylene Fibers on Mechanical Properties of Concrete” oleh E. Mollaahmadi, dkk

bahwasannya penggunaan fiber pada beton secara umum dibagi menjadi fiber alami dan sintetis seperti karbon, nilon, polypropylene. Polypropylene fiber digunakan untuk mengurangi retak yang disebabkan oleh penyusutan beton.

Polypropylene fiber secara efektif mengatur retak susut plastis pada beton, dan mengurangi lebar retak maksimum, dan jumlah retak. Efek dari fiber ini bergantung pada proporsi terhadap persentase volumenya. Semakin panjang fiber dengan diameter yang sama semakin besar dampaknya terhadap kapasitas lenturnya.

Dalam jurnalnya semen, agregat diperoleh dari daerah Yazd, Iran. Karakteristik polypropylene yang digunakan adalah sebagai berikut

Tabel 2.4. Karakteristik Fiber

Sifat Fiber tebal Fiber biasa

Ukuran diameter (mm) 0.98 0.022

Kuat tarik (MPa) 240 400

Massa jenis (gr/cm3) 0.88-0.92 0.91

Modulus Elastisitas (MPa) 5100 8500

Pemanjangan (%) 24.2 12

Bentuk Bergelombang Datar

Untuk Mix-design serta berat fiber per volume disajikan pada tabel berikut : Tabel 2.5. Proporsi Mix Design

Air (kg) Semen (kg) Pasir (kg) Agregat kasar (kg)

Superplasticizer (kg)

(30)

Tabel 2.6. Karakteristik dan berat fiber per volume beton No sampel Tipe fiber Ukuran diameter

(mm)

Panjang fiber (mm)

Berat fiber (kg/m3)

PC(beton biasa) - - -

-F6 Biasa 0.022 6 1.1

F12 Biasa 0.022 12 1.1

F19 Biasa 0.022 19 1.1

T30 Tebal 0.98 30 16.5

T40 Tebal 0.98 40 16.5

Balok sampel yang direncanakan berukuran 10 x 10 x 50 cm. Sampel diletakkan pada perletakan sendi danrol dengan jarak 45 cm dan jarak antar beban adalah 15 cm. Pengukur lendutan ditempatkan pada tengah sampel dan diukur pada setiap pembebanan.

Hasil dari percobaan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.7. Pembebanan pada sampel

No sampel Pcr (kg) Pu(kg)

Pc 997.33

-F6 965.33

-F12 928

-F19 806.33

-T30 880 713

T40 1015 1030

(31)

menghasilkan kuat lendut beton menjadi menurun (shuan-fa, 2001). Tetapi, pada sampel yang mengandung fiber polypropylene tebal, Pcr meningkat seiring meningkatnya panjang fiber.

Dari pencatatan defleksi pada beton saat pertama kali retak, dapat dilihat pada tabel 6. Dengan pemakaian PP fiber defleksi pada keretakan pertama berkurang hingga 139%.

Tabel 2.8. Penurunan Yang Terjadi No sampel Penurunan (mm)

PC 0.91

T30 0.59

T40 0.38

II.3. Sifat Beton

Beton merupakan material komposit dengan banyak permasalahan. Campuran beton tersebut tidak bias langsung keras tetapi memerlukan proses reaksi yang memakan waktu. Salah satu masalah adalah masing-masing unsur dalam campuran beratnya tidak sama sehingga agregat yang berat cenderung bergerak ke bawah dan air yang ringan cenderung bergerak ke atas. Untuk itu kita perlu mengetahui sifat pada beton.

II.3.1. Beton Segar

Dalam pengerjaan beton segar, sifat penting yang harus diperhatikan adalah kelecakan (workability). Kelecakan merupakan kemudahan pengerjaan beton, dimana pada saat penuangan dan pemadatan tidak menimbulkan masalah seperti pemisahan dan pendarahan.

Istilah kelecakan dapat didefinisikan dari tiga sifat berikut :

(32)

b. Mobilitas yaitu kemudahan beton untuk mengalir ke dalam cetakan dan membungkus tulangan.

c. Stabilitas yaitu kemampuan beton untuk tetap menjadi massa homogen tanpa pemisahan selama pengerjaan.

Pada adukan yang tidak stabil, air dapat terpisah dari benda padat, kemudian naik ke permukaan. Fenomena ini disebut pendarahan. Sementara agregat kasar dapat terpisah dari campuran mortar. Fenomena ini disebut pemisahan.

[image:32.612.256.535.270.397.2]

Baik Geser Runtuh

Gambar 2.1. PengujianSlump Test

II.3.2. Beton Keras

Nilai kekuatan tekan beton relative tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya. Beton merupakan bahan yang bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9%-15% dari kuat tekannya. Agar beton mampu menahan gaya tarik maka beton diperkuat oleh batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama.

Dalam buku Struktur Beton Bertulang, Istimawan Dipohusodo (1996) menyatakan bahwa kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan hanya dapat terwujud dengan didasarkan pada keadaan :

(33)

b. Beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap sehingga mampu melindungi dan mencegah terjadinya karat baja.

c. Angka muai kedua bahan hampir sama dimana untuk setiap kenaikan suhu satu derajat celcius angka muai beton 0.00001 sampai 0.000013 sedangkan baja 0.000012, sehingga tegangan yang timbul karena perbedaan nilai dapat diabaikan.

II.3.3. Retak Pada Beton

Dalam pengerjaannya selalu diusahakan agar retak pada beton tidak terjadi. Namun, retak pada beton tetap dapat terjadi. Berikut adalah beberapa jenis retak pada beton :

a. Retak Plastis

Retak plastis biasanya terjadi sebelum beton mengeras. Diakibatkan oleh terjadinya air yang terpisah dari campuran beton.

b. Retak Susut

Retak susut diakibatkan oleh air yang terlalu cepat menguap dari beton. Semakin tinggi penguapan yang terjadi, semakin banyak retak susut yang terjadi.

c. Retak Susut Jangka Panjang

Retak ini sering terjadi pada pengecoran skala besar. d. Retak Rambut

[image:33.612.153.547.568.706.2]

Retak rambut terjadi karena permukaan beton memiliki jumlah air yang lebih banyak dari bagian dalam beton. Biasanya terjadi sebelum retak susut.

Tabel 2.9. Waktu Muncul Retak

Jenis Retak Waktu Muncul

Retak Plastis 10 menit–3 jam Retak Susut 30 menit–6 jam Retak Susut Jangka Panjang Beberapa minggu

(34)

II.4. Tegangan Regangan Beton

Tegangan yang terjadi pada beton menurut Dasar-Dasar Perencanaan Beton Bertulang yang dinyatakan dengan rumus :

= (2.1)

Dimana : σ = Tegangan Beton (MPa) P = Beban (N)

A = Luas Penampang (mm2)

Regangan yang terjadi pada beton menurut Dasar-Dasar Perencanaan Beton Bertulang dapat didefinisikan sebagai :

= (2.2)

Dimana : ε = ReganganBeton

Δ l = Pertambahan panjang dalam daerah beban (mm)

l = Panjang mula-mula (mm)

II.5. Kuat Tarik Beton

Konstruksi beton yang direncanakan mendatar menerima beban tegak lurus terhadap sumbu bahannya dan sering mengalami rekahan (splitting). Hal ini terjadi karena daya dukung beton terhadap gaya lentur tergantung pada jarak dari garis berat beton, semakin jauh dari garis berat maka semakin kecil daya dukungnya.

(35)

tarik yang timbul sewaktu benda uji terbelah disebut sebagai spilt cylinder strength. Menurut SNI 03-2491-2002 besarnya tegangan tarik beton (tegangan rekah beton) dapat dihitung dengan rumus:

= 2

di mana : Fct : Tegangan rekah beton (kg/cm2) P :Beban maksimum (kg)

L : Panjang silinder (cm) D : Diameter (cm)

II.6. Baja Tulangan

Agar beton dapat bekerja dengan baik terutama untuk menahan gaya tarik maka perlu dibantu dengan perkuatan penulangan. Supaya berlangsungnya lekatan erat antara baja tulangan dengan beton, selain digunakan batang polos berpenampang bulat (BJTP) juga digunakan batang deformasian (BJTD) yang umumnya disebut tulangan baja ulir.

Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam perhitungan perencanaan beton bertulang adalah tegangan luluh (fy) dan modulus elastisitas (Es). Ketentuan SK SNI 03-2847-2002 menetapkan bahwa nilai modulus elastisitas baja adalah 200.000 MPa.

II.7. Balok Beton Bertulang

Suatu gelagar balok bentang sederhana yang menahan beban mengakibatkan timbulnya momen lentur, akan terjadi deformasi (regangan) lentur di dalam balok tersebut. Pada kejadian momen lentur positif, pada bagian atas akan terjadi regangan tekan dan dibagian bawah dari penampang terjadi regangan tarik. Regangan-regangan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya tegangan-tegangan yang harus di tahan oleh balok, tegangan tekan disebelah atas dan tegangan tarik di bagian bawah.

(36)

beton tidak dapat meneruskan gaya tarik pada daerah retak, karena terputus-putus, baja tulangan akan mengambil alih memikul seluruh gaya tarik yang timbul.

Pembebanan ultimat adalah kapasitas batas kekuatan beton terlampaui dan tulangan baja mencapai luluh, balok mengalami kehancuran. Pada saat balok dekat dengan keadaan pembebanan ultimat, nilai regangan serta tegangan tekan akan meningkat dan cenderung untuk tidak sebanding diantara keduanya, dimana tegangan beton tekan akan membentuk kurva nonlinear.

Menurut Istimawan Dipohusodo (1996) dalam bukunya menyatakan bahwa pendekatan dan pengembangan metode perencanaan kekuatan didasarkan atas anggapan-anggapan sebagai berikut :

1. Bidang penampang rata sebelum terjadi lenturan, tetap rata setelah terjadi lenturan dan tetap berkedudukan tegak lurus pada sumbu bujur (prinsip Bernoulli). Oleh karena itu, nilai regangan dalam penampang komponen struktur terdistrubusi linear atau sebanding lurus terhadap jarak ke garis netral (Prinsip Navier).

2. Tegangan sebanding dengan regangan hanya sampai pada kira-kira beban sedang, dimana tegangan beton tekan tidak melampau +½ f’c. Apabila beban meningkat sampai beban ultimat, tegangan yang timbul tidak sebanding lagi dengan regangannya berarti distribusi tegangan tekan tidak lagi linear. Bentuk blok tegangan beton tekan pada penampangnya berupa garis lengkung dimulai dari garis netral dan berakhir pada serat tepi tekan terluar. Tegangan tekan maksimum sebagai kuat tekan lentur beton pada umumnya tidak terjadi pada serat tepi tekan terluar, tetapi agak masuk ke dalam.

(37)
[image:37.612.133.458.531.689.2]

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.2. (a) Penampang Potongan A-A ; (b) Diagram Regangan ; (c) Diagram Tegangan ; (d) Gaya-Gaya

II.8. Tegangan Lentur Pada Balok

II.8.1. Umum

Telah kita ketahui ketika sebuah balok lurus yang memikul beban-beban lateral pada setiap penampangnya mengalami momen lentur dan gaya geser dimana besaran yang terjadi ini dapat dihitung secara manual.

Contoh yang sederhana. dimana sebuah balok kantilever yang terjepit pada salah satu ujungnya dan diberi beban terpusat W pada ujung yang bebas seperti pada gambar 2.3. Pada kejadian seperti ini maka serat atas dari balok tersebut akan mengalami tarik sedangkan serat bawah akan mengalami tekan.

(38)

II.8.2. Lentur Murni Pada Balok

Masalah lentur ini ditinjau pada elemen balok dengan penampang persegi dan diberi gaya lentur pada kedua ujungnya. Balok ini memiliki lebar penampang b , ketinggian penampang h seperti gambar 2.4. dengan sumbu simetri dari penampang adalah Cx, Cy.

Sepanjang balok dibengkokkan terhadap bidang yz, gambar 2.5. dimana sumbu Cz pada pertengahan balok tidak mengalami tarikan sehingga membentuk jari-jari kurvatur R. Kita menganggap panjang elemen balok , pada keadaan tidak terbebani, AB dan FD yang merupakan bagian melintang dari sumbu memanjang balok dan saling sejajar. Pada saat dibengkokkan kita menganggap AB dan FD tetap datar, A’B’ dan F’D’pada gambar 2.5 adalah penampang dari balok yang dibengkokkan yang sudah tidak saling sejajar.

Pada bentuk yang dibengkokkan, beberapa serat memanjang seperti A’F’ tertarik

[image:38.612.303.536.214.462.2]

dan B’D’ tertekan. Bagian tengah dari balok yang tidak mengalami tarik dikenal sebagai Gambar 2.4. Penampang dari balok

persegi

[image:38.612.65.261.262.450.2]
(39)

garis netral dan sumbu Cx disebut sebagai sumbu netral. Sekarang kita tinjau serat HJ pada balok yang sejajar sumbu memanjang Cz seperti gambar 2.5, serat sejauh y dari garis netral

dan berada pada daerah tarik. Panjang awal dari serat HJ sebelum dibengkokkan adalah δz

dimana panjang setelah di bengkokkan adalah

′ ′= ( + ) (2.3)

ketika sudut diantara A’B’ dan F’D’ pada gambar 2.5. dan 2.6. adalah δz/R. Maka selama pembengkokkan HJ tertarik sebesar

′ ′ = ( + ) = (2.4)

Regangan longitudinal dari serat HJ adalah

= ( )/ = (2.5)

Kemudian regangan longitudinal pada setiap serat adalah sebanding terhadap jarak serat itu dari garis netral. Pada daerah tekan yang berada di sisi sebelah bawah dari permukaan normal memiliki nilai regangan negatif.

[image:39.612.73.513.223.576.2]

Jika material dari balok tetap berada dalam keadaan elastis selama pembengkokkan maka tegangan longitudinal pada serat HJ adalah

(40)

= = (2.6)

[image:40.612.117.495.141.497.2]

Penyaluran dari tegangan longitudinal pada setiap penampang seperti pada gambar 2.7., karena penyaluran yang simetris dari tegangan terhadap cumbu Cx maka tidak terjadi dorongan longitudinal pada penampang dari balok. Resultan dari momen yang terjadi adalah

= (2.7)

Dengan mensubstitusikan σ pada persamaan(2.7) maka didapat

= = (2.8)

dimana I adalah momen kedua dari luas dari penampang terhadap sumbu Cx. Dari persamaan (2.6) dan (2.8) didapat

= = (2.9)

Dapat disimpulkan bahwa jari-jari yang seragam, R, dari tengah dari sumbu Cz dapat terbentuk dari momen yang terjadi pada kedua ujung dari balok. Persamaan (2.9) menunjukkan hubungan yang linear antara M dan kelengkungan dari balok (1/R). Konstanta seperti EIx dalam hubungan yang linear ini disebut bending stiffness atau

(41)
(42)

BAB III

EKSPERIMENTAL

III.1. Perhitungan Benda Uji Balok Beton Bertulang

III.1.1. Perhitungan Beban Mati Terpusat

Gambar 3.1. Sketsa Perencanaan Balok Beton Bertulang Direncanakan :

b = 15 cm h = 20 cm

selimut beton = 4 cm

mutu beton K-225 (f’c =18.7 MPa)

mutu tulangan baja BJTP 30 fy = 3.000 kg/cm2= 300 MPa q = 0.2 x 0.15 x 24 = 0.72 kN/m

(43)

Dianggap bahwa semua tulangan baja, baik tarik maupun tekan telah mencapai luluh, maka ditetapkan : As2= As’

Dengan mengacu pada gambar

= ( . ) = (( . ) ( , ). ) =50,572 mm

Tentukan letak garis netral

= = ,. =59,496 mm

Pemeriksaan regangan tulangan baja dengan berdasarkan segi tiga sebangun : Pada tulangan tekan

= 0.003= ,

, 0,003= 0,00038

Pada tulangan tarik

= 0,003= , , 0,003= 0,00426

Untuk baja mutu 30

= . = . =0,0015

Karena > > maka tulangan baja tarik telah luluh tetapi baja tekan belum. Dengan demikian, ternyata anggapan-anggapan pada langkah awal tidak benar. Maka diperlukan mencari letak garis netral terlebih dahulu.

Dengan menggunakan persamaan berikut akan didapat nilai c (0.85 fc’ b β1) c2+ (600 As' - As fy) c - 600 d' As' = 0

2.026,61 c2+ (-52,752) c–7.053.696 = 0 c2–26,03 c–3.480,54 = 0

dengan rumus ABC, didapat c1= 73,43 mm

(44)

dengan nilai c = 73,43 mm dicari nilai yang belum diketahui

= 600= ,

, 600= 175,105 MPa < 300 MPa

Dengan demikian anggapan yang digunakan telah benar a = . = 0,85 . 73,43 = 62,416 mm

ND1 = (0.85 fc’) a. b = (0,85 . 18,7) 62,416 . 150 . 10-3= 148,814 KN

ND2 = As’ . fs’ = 226,08 .175,105 . 10-3= 39,588 KN ND = ND1 + ND2 = 188,4 KN

NT = As . fy = 628 . 300 = 188,4 KN ND NT

MN1 = ND1 . z1 = 148m814 . (144- (62,416/2)) . 10-3= 16,785 KNm MN2 = ND2 . z2 = 39,588 . (144-52) . 10-3= 3,642 KNm

MN = MN1 + MN2 = 20,427 KNm

Menghitung besarnya P terpusat

Gambar. 3.2. Pembebanan Benda Uji Dengan menggunakan diagram momen

1 6 . =

1 2 . .3

1 2 .3.3

1

6 . 3 = 20,427 1 20,72.3. 3 3 1 20,72. 3 3. 3 3

(45)

=37,97 KN = 3797 kg

Karena terdapat 2 beban terpusat yang diberikan, maka masing-masing beban yang diberikan sebesar 0,5 P = 1898,7 kg

III.1.2. Perhitungan Tulangan Geser

Untuk menentukan banyaknya tulangan geser yang dibutuhkan maka besarnya gaya lintang perlu dicari terlebih dahulu. Dengan menghitung kembali reaksi yang terjadi pada perletakan yang direncanakan dengan memasukkan beban-beban yang telah dihitung sebelumnya.

ΣMB = 0

RA. 3 = P + q . l2

3 RA= 60,201 KN

RA= 20,067 KN

Perhitungan Gaya Lintang

0≤ x ≤1

Mx = RA. x - q . x2

Dx = RA–q . x

Untuk x = 0 ; Dx = 20,067 KN

Untuk x = 1; Dx = 20,067–0,72 = 19,347 KN 1≤ x ≤ 2

Mx = RA. x–0,5 P (x–1) - q . x2

Dx = RA–0,5 P–q . x

(46)

Untuk x = 2 ; Dx = 20,067–19,347–1,44 = -0,72 KN

Dari perhitungan diatas didapat Gaya lintang maksimum sebesar 20,067 KN

Maka besarnya gaya geser rencana total karena beban luat (Vu) = 20,067 KN. Sedangkan kapasitas kemampuan beton untuk menahan gaya geser adalah Vc.

Vc = . .

= 18,7. 150.144 . 10 = 15,568 KN

Vc = 0,6. 15,568 = 4,6704 KN

Karena Vu > Vc , maka diperlukan tulangan sengkang. Menghitung Vs pada tempat dukungan balok :

Vs perlu = = ,

, 15,568= 17,87 KN

Menghitung Vs dimana bekerja beban terpusat : Vs perlu = = ,

, 15,568= 16,67 KN

Apabila digunakan tulangan baja D6 (As=56,6 mm2) untuk sengkang, maka spasi yang diperlukan adalah

Vs = 17,87–(144 . 0,6 . 10-3) = 17,77 KN

S perlu = . . == , . ,. . =137,6 mm

Sengkang yang dipasang adalah D6–120 untuk keseluruhan balok.

III.1.3. Perhitungan Lendutan

Lendutan yang terjadi pada balok akibat berat sendiri dan besarnya beban terpusat yang diberikan olehhydraulic jack. Lendutan tersebut dihitung dengan rumus :

(47)

Gambar 3.3. Penempatan Beban Terpusat

Δ 1 = , . (3 4 )

Dimana : E = modulus elatisitas beton (MPa)

I = Momen inersia penampang balok (mm4) E = 4700 . = 4700 . 18,7= 20.324,44 MPa I = . b . = . 150 .200 = 100.000.000 mm4

Maka besar lendutan = Δ 1 = . .. ,, .. (3 . 3000 4 . 1000 )

= 0,895 mm b. Lendutan akibat berat sendiri

Gambar 3.4. Beban Merata

Δ 2 = . .

Δ 2 = . ,, .. = 0,373 mm Total lendutan yang terjadi adalah

Δ = Δ 1 + Δ 2

(48)

III.2. Pembuatan Benda Uji Balok Beton Bertulang

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan benda uji dibagi atas tiga tahapan, yaitu :

1. Persiapan pembuatan benda uji 2. Pengecoran

3. Perawatan

III.2.1. Persiapan Pembuatan Benda Uji

Persiapan-persiapan dalam pembuatan benda uji adalah :

1. Pembuatan mortar ukuran 4x4x4 cm (beton decking / beton tahu)

Beton tahu dibuat untuk menjaga agar tulangan tetap pada posisinya. Pembuatan beton tahu dilakukan sebelum pengecoran agar mengeras dan dapat menahan tulangan. Ukuran tersebut berdasarkan tebal selimut beton yang direncanakan.

2. Pembuatan cetakan balok dan silinder

Cetakan balok dibuat dengan ukuran bersih 15 x 20 x 320 cm. cetakan dibuat sedemikian rupa sehingga ketika pengecoran tidak ada pasta yang terbuang dari celah antar cetakan. Selain cetakan balok juga turut dipersiapkan cetakan silinder yang berukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Sebelum pengecoran, cetakan balok dan silinder diolesi vaselin untuk mempermudah pelepasan cetakan.

3. Perakitan tulangan

Tulangan baja dirakit sehingga membentuk kerangka sesuai dengan yang direncanakan. Tulangan tarik 2D20, tulangan tekan 2D12, tulangan sengkang D6-12 cm.

(49)
[image:49.612.253.438.79.250.2]

Gambar 3.6. Penampang Melintang Benda Uji 4. Persiapan material

Persiapan material untuk pembuatan benda uji ditimbang terlebih dahulu sesuai mutu yang direncanakan.

5. Persiapan alat-alat

Alat-alat untuk mendukung proses pengecoran seperti : pan mixer, scrap, sendok semen, timbangan, dll.

III.2.2. Pengecoran Benda Uji

Urutan pengecoran adalah sebagai berikut : 1. Hidupkan mesin pengaduk beton / molen.

2. Masukkan air secukupnya kedalam mesin pengaduk agar permukaan bagian dalam mesin pengaduk basah.

3. Setelah itu masukkan material dengan urutan : pasir, semen, air, kerikil. Dan untuk benda uji dengan serat / fiber dimasukkan pada urutan terakhir setelah keempat material diatas bercampur secara sempurna.

4. Aduk dengan kecepatan rendah selama + 5 menit agar campuran teraduk secara sempurna. Dan untuk benda uji dengan serat / fiber dimasukkan setelah beton teraduk secara sempurna.

(50)

6. Selanjutnya, adukan beton dituangkan kedalam cetakan balok dan silinder secara bertahap. Agar beton yang dituang terisi secara penuh dan merata dibantu dengan merojok atau menggunakan alatvibrator.

7. Setelah benda uji pertama selesai, dilanjutkan dengan benda uji kedua dengan tambahan serat / fiber.

III.2.3. Perawatan Benda Uji

Setelah 24 jam, cetakan benda uji silinder dibuka kemudian direndam dalam air, sedangkan untuk benda uji balok, cetakan dibuka setelah 3 hari.

III.3. Pengujian Benda Uji

III.3.1. Pengujian Kuat Tekan Beton Benda Uji Silinder

1. Benda uji dikeluarkan dari rendaman 1 hari sebelum pengujian (28 hari) agar permukaan benda uji kering.

2. Kemudian timbang berat benda uji.

3. Benda uji diletakkan pada Compression Machine sehingga tepat berada pada tengah-tengah alat penekan.

4. Secara perlahan-lahan beban tekan diberikan pada benda uji dengan mengoperasikan tuas pompa.

5. Pada saat jarum penunjuk skala beban tidak naik lagi, catat angka yang ditunjukkan jarum penunjuk yang merupakan beban maksimum yang dapat dipikul oleh benda uji tersebut.

III.3.2. Pengujian Kuat Rekah Beton Benda Uji Silinder

1. Benda uji dikeluarkan dari rendaman 1 hari sebelum pengujian (28 hari) agar permukaan benda uji kering.

2. Kemudian timbang berat benda uji.

3. Benda uji diletakkan pada Compression Machine sehingga tepat berada pada tengah-tengah alat penekan yang sebelumnya telah dipasang alatsplitting test.

(51)

5. Pada saat jarum penunjuk skala beban tidak naik lagi, catat angka yang ditunjukkan jarum penunjuk yang merupakan beban tarik maksimum yang dapat dipikul oleh benda uji tersebut.

III.3.3. Pengujian Kekuatan Balok Beton Bertulang

1. Balok beton diatas perletakan yang telah disediakan, pasang dial dimana akan diukur lendutan.

2. Pen pengukur regangan balok searah dengan sumbu balok dimana akan diukur regangannya.

3. Letakkan sumber beban tepat pada titik tengah balok.

4. Setelah semua perangkat alat-alat pengujian disiapkan, kemudian dilakukan pembebanan secara berangsur-angsur dengan kenaikan setiap 500 kg pada pembacaanhydraulic. 5. Setiap tahap pembebanan, dilakukan pembacaan lendutan dan regangan serta mengamati

deformasi yang terjadi pada balok.

6. Pembacaan dilakukan hingga balok mencapai keruntuhan.

III.3.4. Pengukuran Regangan dan Lendutan Balok

Pembebanan yang berangsur-angsur bertambah akan mengakibatkan serat bawah balok tertarik dan serat atas balok tertekan. Akibat regangan yang ditimbulkan, balok akan mengalami retak. Untuk menghitung regangan pada balok maka akan diukur pada 3 tempat yaitu atas, tengah dan bawah.

(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Pendahuluan

Hasil dari penelitian disajikan berupa data yang telah dianalisis dan ditampilkan dalam betuk tabel dan grafik. Pengujian karakteristik beton terdiri dari 2 macam:

a. Pengujian beton segar ( pengujianslump test )

b. Pengujian sifat mekanik beton ( kuat tekan silinder beton dan kuat lentur balok beton bertulang )

Pengujian yang paling utama dari penelitian ini adalah pengujian regangan dan lendutan balok beton bertulang yang terdiri dari 2 benda uji, yaitu balok pertama dengan menggunakan fiber, dan balok kedua tanpa menggunakan fiber. Data yang diperoleh dari pengujian adalah beban, lendutan, regangan, panjang retak, lebar retak, dan pola retak.

IV.2. Pengujian

Slump Test

Pengujian slump test dilakukan untuk melihat kelecakan dari campuran beton. Berkurangnya kelecakan dapat diakibatkan cuaca panas, misalnya, disebut juga slump loss.

Gambar 4.1. PengujianSlump Test

(53)
[image:53.612.94.548.420.668.2]

Tabel 4.1. Hasil NilaiSlump Test

Benda Uji Nilai Slump

Tanpa Fiber 13 cm

Dengan Fiber 12 cm

IV.3. Pengujian Kuat Tekan dan Rekah Silinder

Beton memiliki nilai kuat tekan yang lebih besar dibandingkan kuat tariknya. Kuat tekan beton dipengaruhi oleh komposisi dan kekuatan masing-masing bahan penyusunnya dan lekatan pasta semen pada agregat. Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui cara pengujian standard, menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan kecepatan peningkatan beban tertentu pada benda uji silinder beton ( diameter 15 cm dan tinggi 30 cm) sampai benda uji hancur.

Hasil pengujian kuat tekan silinder beton disajikan pada tabel dibawah : Tabel 4.2. Hasil Pengujian Kuat Tekan

Benda Uji Kode Berat Benda Uji Beton (kg) Kuat Tekan (kg/cm2) Kuat Tekan Rata-rata (kg/cm2) Tanpa Fiber

II A 12,5 178

185

II B 12,6 206

II C 12,8 172

Dengan Fiber

I A 12,6 182

192

I B 12,2 189

(54)
[image:54.612.94.548.122.369.2]

Tabel 4.3. Hasil Pengujian Kuat Rekah

Benda Uji Kode Berat Benda Uji Beton

Kuat Rekah (kg/cm2)

Kuat Rekah Rata-rata (kg/cm2)

Tanpa Fiber

II A 12,4 17

18,0

II B 12,5 18,4

II C 12,4 18,7

Dengan Fiber

I A 12,2 18,5

20,4

I B 12,6 19,8

I C 12,5 22,9

IV.4. Pengujian Balok Beton Bertulang

IV.4.1. Pengujian Lendutan

Gambar 4.2. Penempatan Pembebanan dan Dial Lendutan

(55)

yang bekerja tetap bertahan konstan. Dari hasil pengujian pembebanan terhadap lendutan terlihat terbentuknya retakan – retakan baru dan pertambahan panjang / lebar retakan dari sebelumnya ditandai perubahan lendutan yang meningkat. Hubungan lendutan dari suatau tingkat pembebanan ke tingkat pembebanan berikutnya ditampilkan pada tabel dan grafik berikut :

Tabel 4.4. Data Hasil Pengujian Lendutan Balok Tanpa Fiber Beban P (kg) Y1 (0,01 mm) Y2 (0,01 mm) Y3 (0,01 mm)

0 0 0 0

500 42 86 37

1000 149 222 137

1500 232 338 223

2000 335 385 330

2500 449 538 440

3000 581 731 582

3500 691 880 694

4000 802 1032 810

4500 1122 1196 1138

5000 1294 1439 1312

5500 1410 1606 1430

6000 1588 1852 1605

6500 1730 1951 1753

7000 1977 2263 2002

(56)
[image:56.612.90.500.66.683.2]

Grafik 4.1. Hubungan Beban–Lendutan Balok Tanpa Fiber

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

0 500 1000 1500 2000 2500

Beban (kg)

Lendutan (x0,01 mm)

(57)
[image:57.612.137.479.91.559.2]

Tabel 4.5. Data Hasil Pengujian Lendutan Balok Dengan Fiber Beban P (kg) Y1 (0,01 mm) Y2 (0,01 mm) Y3 (0,01 mm)

0 0 0 0

500 43 90 80

1000 122 111 167

1500 215 257 273

2000 310 406 381

2500 409 563 494

3000 506 607 599

3500 649 717 654

4000 745 804 762

4500 798 846 821

5000 830 858 846

5500 846 863 854

6000 1101 1155 1103

6500 1449 1554 1469

(58)
[image:58.612.100.514.66.672.2]

Grafik 4.2. Hubungan Beban–Lendutan Balok Dengan Fiber

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

0 500 1000 1500 2000

Beban (kg)

Lendutan (x0,01 mm)

(59)

Pada masing-masing benda uji berdasarkan hasil pengujian terdapat perbedaan pada saat pembebanan yang sama, P = 7000 kg, lendutan pada balok tanpa fiber sebesar 22,63 mm, sedangkan pada balok dengan fiber sebesar 16,86 mm.

IV.4.1.1. Pengujian Lendutan Pada Balok Secara Teoritis

Balok Tanpa Fiber 1. Sebelum Retak

Jika momen lentur lebih kecil daripada momen retak, Mcr. Balok dapat diasumsikan tidak retak dan momen inersia dapat diasumsikan sebesar momen inersia untuk penampang kotor Ig.

= 1

12

= (150) (200) = 100.000.000 mm4

Analisa Lendutan untuk 0,5 P = 500 kg = 5000 N

f’c = 185 kg/cm2= 18,5 MPa

[image:59.612.83.480.495.725.2]

a. Lendutan akibat beban terpusat sebelum retak

Gambar 4.3. Perletakan Beban Terpusat

= , (3L2-4 x2)

=19884,9 MPa

(60)

= 2,41 mm

b. Lendutan akibat berat sendiri sebelum retak

Gambar 4.4. Perletakan Beban Merata q = 0,15 x 0,2 x 24 = 0,72 kN/m

= 5

384

= 5 (0,72) (3000)

384 19844,9 (100000000)

= 0,38 mm

Maka besar lendutan yang terjadi secara teoritis sebelum terjadi retakan :

max = +

= 2,41 + 0,38 = 2,79 mm 2. Sesudah Retak

Ketika momen lebih besar daripada momen retak, Mcr, retak tarik yang berkembang pada balok akan menyebabkan penampang melintang balok berkurang, dan momen inersia dapat diasumsikan sama dengan nilai transformasi, Icr.

Lendutan seketika pada komponen struktur terjadi apabila segera setelah beban bekerja seketika itu pula terjadi lendutan. Pada SK SNI 03-2847-2002 pasal 11.5 ayat 2.3 ditetapkan bahwa lendutan seketika dihitung dengan menggunakan nilai momen inersia efektif Ie berdasarkan persamaan berikut ini :

= + 1 Ig

Dimana : Ie = momen inersia efektif

(61)

Ig = momen inersia penampang utuh terhadap sumbu berat penampang, seluruh batang tulangan diabaikan

Ma = momen maksimum pada komponen struktur saat lendutan dihitung Mcr = momen pada saat timbul retak yang pertama kali

Mcr dihitung dengan rumus :

=

Dimana : fr = modulus retak beton, untuk beton normal fr = 0,7

Yt = jarak dari garis netral penampang utuh (mengabaikan tulangan baja) ke serat tepi tertarik

Untuk menentukan penampang retak transformasi : Icr = 1/3 b y3+ n As(d-y)2+ n As’ (y-d’)2

Dan letak garis netral (y) ditentukan sebagai berikut : ½ b y2+ n As’ y –n As’ d’ –n Asd + n Asy = 0

Analisa lendutan pada beban 0,5 P = 1500kg = 15 kN

f’c = 18,5 MPa

Menentukan letak garis netral

½ b y2+ n As’ y –n As’ d’ –n Asd + n Asy = 0

Dimana, n =Es/ Ec

Ec =19844,9 MPa Es = 200000 MPa Sehingga n = 10

daktual = h– + +

daktual = 200– + 6 + 40 = 144 mm

(62)

d’aktual = + 6 + 40= 52 mm maka,

½ b y2+ n As’ y –n As’ d’ –n Asd + n Asy = 0

½ (150) y2+ n (226.08) y–n (226.08) (52)–n (628) (144) + n (628) y = 0 75 y2+ 10 (226.08) y–10 (226.08) (52)–10 (628) (144) + 10 (628) y = 0 y = 72,93 mm

Menetukan momen inersia penampang retak transformasi : Icr = 1/3 b y3+ n As(d-y)2+ n As’ (y-d’)2

= 1/3 (150) 72,933+ 10 (628) (144-72,93)2+ 10 (226.08) (72,93-52)2 = 52.105.260,24 mm4

Kemudian menentukan pada saat timbul retak yang pertama kali :

=

Dimana, yt = ½ h = ½ (200) = 100 mm

Ig = 1/12 (150) (200)3= 100000000 mm4 Fr = 0,7 = 0,7 18,5= 3.01 MPa

= , (( ) )= 3,01 kNm

Ma = 0,5 P . 1/3 L + 1/8 q. L2

= 15 . 1/3 3 + 1/8 0,72. 32 = 15,81 kNm

Maka = + 1

= ,, 100000000 + 1 ,, 52.105.260,24

(63)

a. Lendutan akibat beban terpusat setelah retak

= , (3L2-4 x2)

Maka besar lendutan = ( )

. , . , (3(3000) 2

-4 (1000)2) = 13,81 mm

b. Lendutan akibat berat sendiri setelah retak

= 5

384

= 5 (0,72) (3000)

384. 19844,9 .52435775,64

= 0,73 mm

Besar keseluruhan lendutan yang terjadi secara teoritis setelah terjadi retakan :

max = +

= 14,54 mm

Jadi lendutan pada balok persegi secara teoritis dapat ditentukan dengan cara perhitungan diatas. Maka pada tabel di bawah ini disajikan besarnya lendutan secara teoriti pada benda uji sebagai berikut :

Tabel 4.6. Data Perbandingan Lendutan Secara Teoritis Dengan Percobaan Balok Tanpa Fiber Beban P (kg) Mmax (kNm) Mcr (kNm) Icr (x106mm4)

Ie (x106mm4)

teoritis tanpa fiber

(0.01 mm)

(0.01 mm)

0 0,81 3,01 52,105 - 0 0

(64)

1000 5,81 3,01 52,105 - 279 222

1500 8,31 3,01 52,105 - 400 338

2000 10,81 3,01 52,105 53,1390 994 385

2500 13,31 3,01 52,105 52,6589 1224 538 3000 15,81 3,01 52,105 52,4355 1454 731 3500 18,31 3,01 52,105 52,3178 1685 880 4000 20,81 3,01 52,105 52,2499 1915 1032 4500 23,31 3,01 52,105 52,2081 2145 1196 5000 25,81 3,01 52,105 52,1810 2375 1439 5500 28,31 3,01 52,105 52,1626 2606 1606 6000 30,81 3,01 52,105 52,1497 2836 1852 6500 33,31 3,01 52,105 52,1403 3066 1951 7000 35,81 3,01 52,105 52,1334 3296 2263 7500 38,31 3,01 52,105 52,1282 3527 2281

Keterangan :

(65)
[image:65.612.108.506.66.646.2]

Grafik 4.3. Perbandingan Hubungan Beban–Lendutan Balok Tanpa Fiber Secara Teoritis

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

0 1000 2000 3000 4000

Beban (kg)

Lendutan (x0,01 mm)

Teoritis

(66)

Balok Dengan Fiber 1. Sebelum Retak

Jika momen lentur lebih kecil daripada momen retak, Mcr. Balok dapat diasumsikan tidak retak dan momen inersia dapat diasumsikan sebesar momen inersia untuk penampang kotor Ig.

= 1

12

= (150) (200) = 100.000.000 mm4

Analisa Lendutan untuk 0,5 P = 500 kg = 5000 N

f’c = 185 kg/cm2= 19,2 MPa

c. Lendutan akibat beban terpusat sebelum retak

Gambar 4.5. Perletakan Beban Terpusat

= , (3L2-4 x2)

=26336,15 MPa

Maka lendutan: = . , (.( ) )(3(3000)2-4 (1000)2)

= 1,82 mm

d. Lendutan akibat berat sendiri sebelum retak

(67)

q = 0,15 x 0,2 x 24 = 0,72 kN/m

= 5

384

= 5 (0,72) (3000)

384 26336,15 (100000000)

= 0,29 mm

Maka besar lendutan yang terjadi secara teoritis sebelum terjadi retakan :

max = +

= 2,11 mm 2. Sesudah Retak

Ketika momen lebih besar daripada momen retak, Mcr, retak tarik yang berkembang pada balok akan menyebabkan penampang melintang balok berkurang, dan momen inersia dapat diasumsikan sama dengan nilai transformasi, Icr.

Lendutan seketika pada komponen struktur terjadi apabila segera setelah beban bekerja seketika itu pula terjadi lendutan. Pada SK SNI 03-2847-2002 pasal 11.5 ayat 2.3 ditetapkan bahwa lendutan seketika dihitung dengan menggunakan nilai momen inersia efektif Ie berdasarkan persamaan berikut ini :

= + 1 Ig

Dimana : Ie = momen inersia efektif

Icr = momen inersia penampang retak transformasi

Ig = momen inersia penampang utuh terhadap sumbu berat penampang, seluruh batang tulangan diabaikan

Ma = momen maksimum pada komponen struktur saat lendutan dihitung Mcr = momen pada saat timbul retak yang pertama kali

(68)

=

Dimana : fr = modulus retak beton, untuk beton normal fr = 0,7

Yt = jarak dari garis netral penampang utuh (mengabaikan tulangan baja) ke serat tepi tertarik

Untuk menentukan penampang retak transformasi : Icr = 1/3 b y3+ n As(d-y)2+ n As’ (y-d’)2

Dan letak garis netral (y) ditentukan sebagai berikut : ½ b y2+ n As’ y –n As’ d’ –n Asd + n Asy = 0

Analisa lendutan pada beban 0,5 P = 1500kg = 15 kN

f’c = 19,2 MPa

Menentukan letak garis netral

½ b y2+ n As’ y –n As’ d’ –n Asd + n Asy = 0

Dimana, n =Es/ Ec

Ec =26336,15 MPa Es = 200000 MPa Sehingga n = 7

daktual = h– + +

daktual = 200– + 6 + 40 = 144 mm

d’aktual = + +

d’aktual = + 6 + 40= 52 mm

maka,

½ b y2+ n As’ y –n As’ d’ –n Asd + n Asy = 0

(69)

y = 65,6 mm

Menetukan momen inersia penampang retak transformasi : Icr = 1/3 b y3+ n As(d-y)2+ n As’ (y-d’)2

= 1/3 (150) 65,63+ 7 (628) (144-65,6)2+ 7 (226.08) (65,6-52)2 = 44.428.008,1 mm4

Kemudian menentukan pada saat timbul retak yang pertama kali :

=

Dimana, yt = ½ h = ½ (200) = 100 mm

Ig = 1/12 (150) (200)3= 100000000 mm4 Fr = 0,7 = 0,7 19,2= 3.07 MPa

= , (( ) )= 3,07 kNm

Ma = 0,5 P . 1/3 L + 1/8 q. L2

= 15 . 1/3 3 + 1/8 0,72. 32 = 15,81 kNm

Maka = + 1

= ,, 100000000 + 1 ,, 44428008,1

= 44.834.596,7 mm4

c. Lendutan akibat beban terpusat setelah retak

= , (3L2-4 x2)

Maka besar lendutan = ( )

. , . , (3(3000) 2

(70)

d. Lendutan akibat berat sendiri setelah retak

= 5

384

= 5 (0,72) (3000)

384. 26336,15 .44834596,7

= 0,64 mm

Besar keseluruhan lendutan yang terjadi secara teoritis setelah terjadi retakan :

max = +

= 12,81 mm

[image:70.612.79.545.436.706.2]

Jadi lendutan pada balok persegi secara teoritis dapat ditentukan dengan cara perhitungan diatas. Maka pada tabel di bawah ini disajikan besarnya lendutan secara teoriti pada benda uji sebagai berikut :

Tabel 4.7. Data Perbandingan Lendutan Secara Teoritis Dengan Percobaan Balok Dengan Fiber Beban P (kg) Mmax (kNm) Mcr (kNm) Icr (x106mm4)

Ie (x106mm4)

teoritis tanpa fiber

(0.01 mm)

(0.01 mm)

0 0,81 3,07 44,428 - 0 0

500 3,31 3,07 44,428 - 120 90

1000 5,81 3,07 44,428 - 211 111

1500 8,31 3,07 44,428 - 302 257

2000 10,81 3,07 44,428 - 393 406

(71)

3500 18,31 3,07 44,428 44,6899 1484 717 4000 20,81 3,07 44,428 44,6064 1687 804 4500 23,31 3,07 44,428 44,5550 1890 846 5000 25,81 3,07 44,428 44,5215 2093 858 5500 28,31 3,07 44,428 44,4989 2296 863 6000 30,81 3,07 44,428 44,4830 2499 1155 6500 33,31 3,07 44,428 44,4715 2701 1554 7000 35,81 3,07 44,428 44,4630 2905 1686

Keterangan :

(72)
[image:72.612.106.508.70.644.2]

Grafik 4.4. Perbandingan Hubungan Beban–Lendutan Balok Dengan Fiber Secara Teoritis

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

0 1000 2000 3000 4000

Beban (kg)

Lendutan (x0,01 mm)

Teoritis

(73)

Dari tabel dan grafik diatas dapat dilihat balok dengan penambahan serat / fiber lendutan yang terjadi lebih kecil daripada lendutan pada balok biasa dan secara teoritis.

IV.4.1.2. Beban Pada Lendutan Izin

Spesifikasi beton bertulang biasanya membatasi lendutan dengan cara menentukan ketebalan minimum tertentu atau dengan menentukan batas maksimum lendutan hasil perhitungan yang diizinkan.

Maka lendutan maksimum yang diizinkan untuk balok dapat diambil sebesar l/360. Dari hasil percobaan diatas dapat diketahui beban pada lendutan izin sebagai berikut

Lendutan izin = = = 8,33 mm a. Pada Percobaan

1. Balok 1 (tanpa Fiber)

Lendutan 8,33 mm pada P = 3342 kg 2. Balok 2 (dengan Fiber)

Lendutan 8,33 mm pada P = 4345 kg b. Pada Teori

1. Balok 1 (tanpa Fiber)

Lendutan 8,33 mm pada P = 1865 kg 2. Balok 2 (dengan Fiber)

Lendutan 8,33 mm pada P = 2321 kg

IV.4.2. Pengujian regangan

(74)

Regangan balok beton bertulang diukur dengan menggunakan alat strain meter. Posisi pengukuran diambil di tengah bentang pada bagian atas, tengah dan bawah seperti tampak pada gambar.

Gambar 4.8. Pengujian Regangan Balok Keterangan :

=regangan beton pada sisi tekan terluar

=regangan pada tulangan tarik baja

=regangan beton pada jarak 50 mm dari sisi atas balok

=regangan beton pada garis tengah penampang balok

=regangan beton pada jarak 50 mm dari sisi bawah balok

Menghitung regangan : ε = Δ l / l

Dimana : ε = regangan 0 00

Δ l =pertambahan panjang (mm)

l = panjang semula penempatan pen (300mm)

daktual = h– + +

daktual = 200– + 6 + 40 = 144 mm Perhitungan nilai regangan serat atas beton, :

150 = 50

= 1,5 0,5

(75)

144 50= 150 50

94 = 100

(76)
[image:76.792.76.720.96.540.2]

Tabel 4.8. Data Hasil Pengujian Regangan Balok Tanpa Fiber

Beban P (kg)

Perub

Gambar

Gambar 2.1. Pengujian Slump Test
Tabel 2.9. Waktu Muncul Retak
Gambar 2.2. (a) Penampang Potongan A-A ; (b) Diagram Regangan ;
Gambar 2.5. Balok melengkungpada jari-jari kurvatur bidang yz
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesungguhnya Allah tidak mengkultuskan (mengkuduskan) suatu umat, tidak mengambil hak milik orang lemah dari mereka. Maksud pernyataan di atas adalah ibn Ummi Abidin belum

a) Hukum Internasional yaitu Konvensi Warsawa 1929, namun di penelitian ini penulis fokus pada hukum nasional saja. b) Hukum nasional yang meliputi Kitab Undang-Undang

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan intra kurikuler yang wajib diikuti oleh mahasiswa kependidikan di Universitas Negeri Semarang sebagai

Berdasarkan hasil perhitungan validitas terhadap skala kecemasan mahasiswa menghadapi dunia kerja diperoleh hasil bahwa dari 32 item terdapat 24 item valid dan 8 item

Untuk itulah dalam penelitian ini akan dicoba meneliti efek dari retempering dengan air dan efek retempering dengan air dan semen terhadap beton yang sudah mulai

Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi dari karikatur ”PLN” yang terdapat pada situs www.jawapos.co.id edisi 19 November 2009 diperoleh kesimpulan bahwa memang sampai saat

data yang berkaitan dengan kreativitas guru PAI dalam menciptakan. situasi belajar mengajar yang efektif, yaitu terkait dengan

Dari beberapa jurnal (±35) yang dibaca penulis banyak sekali peneliti sebelumnya menggunakan Algoritma Naive Bayes sebagai urutan pertama, Algoritma Decision Tree