• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Debu Vulkanik Gunung Sinabung Terhadap Perubahan Sifat Kimia Tanah Inceptisol.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dampak Debu Vulkanik Gunung Sinabung Terhadap Perubahan Sifat Kimia Tanah Inceptisol."

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK DEBU VULKANIK GUNUNG SINABUNG TERHADAP PERUBAHAN SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL

SKRIPSI

Oleh

REGINA RUNIKE ANDREITA/070303022 ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DAMPAK DEBU VULKANIK GUNUNG SINABUNG TERHADAP PERUBAHAN SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL

SKRIPSI

Oleh

REGINA RUNIKE ANDREITA/070303022 ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Skripsi : Dampak Debu Vulkanik Gunung Sinabung Terhadap Perubahan Sifat Kimia Tanah Inceptisol

Nama : Regina Runike Andreita NIM : 070303022

Departemen : Ilmu Tanah Program Studi : Ilmu Tanah

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP. Kemala Sari Lubis, SP., MP.

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Departemen Agroekoteknologi

Dr. Ir. T. Sabrina, M.AgrSc. NIP. 19640620 198903 2 001

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemberian debu vulkanik terhadap perubahan sifat kimia tanah Inceptisol dan pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.). Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di Laboratorium Kimia/Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian USU Medan pada bulan Desember 2010-Agustus 2011. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Non Faktorial dan faktor perlakuannya adalah debu vulkanik (V) dengan 6 taraf dosis dan 4 ulangan sehingga diperoleh unit percobaan 6 x 4 = 24 unit percobaan. Setiap perlakuan terdiri dari V0 (Tanpa debu/Kontrol), V1 (157,8 g/4 kg BTKU), V2 (315,6 g/4 kg BTKU), V3 (473,4 g/4 kg BTKU), V4 (631,2 g/4 kg BTKU), V5 (789 g/4 kg BTKU).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian debu vulkanik setelah 4 minggu inkubasi berpengaruh nyata meningkatkan kemasaman tanah, meningkatkan Al-dd dan H-dd, meningkatkan kejenuhan H, meningkatkan basa-basa tukar, meningkatkan kejenuhan basa-basa dan meningkatkan S-tersedia tanah. Di akhir masa vegetatif tanaman jagung berpengaruh nyata meningkatkan kemasaman tanah, meningkatkan kejenuhan Al, menurunkan KTK, menurunkan basa-basa tukar, menurunkan kejenuhan basa, dan meningkatkan S-tersedia tanah.

(5)

ABSTRACT

The aim of this research was to investigate the effect of the volcanic ash on Inceptisols and their effect on the maize growth. The research was conducted at greenhouse and Soil Chemistry and Fertility Laboratory of Faculty of Agriculture, University of North Sumatera, Medan from December 2010 until August 2011. The research used Completely Randomize non factorial design and consisted of 6 treatments with 4 replications. The treatments were V0 (Control/with no ash), V1 (157,8 g/4 kg dry air of soil weight), V2 (315,6 g/4 kg dry air of soil weight), V3 (473,4 g/4 kg dry air of soil weight), V4 (631,2 g/4 kg dry air of soil weight) and V5 (789 g/4 kg dry air of soil weight).

The result showed that the effect the application of volcanic ash after 4 weeks incubation had significant effect to increase soil acidity, Al and H

exchangeable, H saturation, exchangeable basic cation, base saturation, and S-available. In the end of maize vegetative growth had significant effect to

increase soil acidity, Al saturation, decrease CEC, exchangeable basic cation, and increase S-available,

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Medan, Sumatera Utara, pada tanggal 19 April 1989 sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Orangtua penulis bernama Andre Soedharsono, BSc (Ayah) dan Tabita Rurut (Ibu). Penulis lahir dengan memiliki suku Jawa dari Ayah sedangkan Ibu memiliki suku Manado.

Penulis mulai memasuki pendidikan formal pada tahun 1996. Penulis pernah bersekolah di SD No. 95/96 Binjai Kota selesai tahun 2001, SMP Negeri 2 Binjai selesai tahun 2004, dan SMA Negeri 1 Binjai selesai tahun 2007. Kemudian, penulis menempuh pendidikan sarjana di Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan sampai sekarang. Selama menempuh pendidikan sarjana, penulis pernah mendapatkan beasiswa PPA dan BBM selama 3 tahun mulai tahun 2008-2010.

Selama mengikuti program S1, kegiatan yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut :

- Penulis menjadi Anggota di Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (2007-sekarang)

- Penulis menjadi Anggota Pengajian Al-bayan (2007-2010) - Penulis menjadi Sekretaris Pengajian Al-bayan (2010-sekarang)

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2010 sampai dengan Agustus 2011 dengan judul penelitian yang dipilih adalah ”Dampak Debu Vulkanik Gunung Sinabung Terhadap Perubahan Sifat Kimia Tanah Inceptisol”.

Dalam penyelesaian skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, perhatian, dan nasihat yang semuanya sangat berguna bagi penulis. Pertama-tama penulis sampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP. selaku ketua komisi pembimbing dan oleh Ibu Kemala Sari Lubis, SP., MP. selaku anggota komisi pembimbing.

Selanjutnya, penulis juga tidak lupa menyampaikan terima kasih banyak kepada kedua orang tua dan keluarga penulis yang telah membesarkan dan

mendidik penulis selama ini. Kepada rekan-rekan sesama penelitian yaitu M. Mirza Andhika, dan Arina Hairunnisa Lubis, SP. terima kasih atas bantuan dan

kebersamaannya terhadap keberlangsungan penelitian ini. Kepada rekan-rekan satu angkatan 2007, terima kasih atas saran, masukan dan kebersamaannya selama ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini banyak memberi informasi dan manfaat baik bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.

Medan, Agustus 2011

(8)

DAFTAR ISI

Kapasitas Tukar Kation Tanah ... 10

Kejenuhan Basa ... 12

Basa-Basa Tukar ... 13

Belerang (S) ... 19

Al Yang Dapat Dipertukarkan dan Kejenuhan Al ... 21

H Yang Dapat Dipertukarkan dan Kejenuhan H... 22

Persyaratan Lingkungan Tumbuh Tanaman Jagung (Zea mays L.) ... 24

Iklim ... 24

Tanah ... 25

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

Bahan dan Alat ... 26

Metode Penelitian ... 26

Pelaksanaan Penelitian ... 27

Persiapan Tanah ... 27

Analisis Tanah Awal ... 28

Analisis Debu ... 28

(9)

Aplikasi Pupuk Dasar, Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman .. 29

Pemanenan ... 29

Analisis Tanah Akhir ... 30

Parameter Yang Diukur... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 32

Kemasaman Tanah ... 32

Aluminium dan Hidrogen yang Dapat Dipertukarkan ... 33

Kejenuhan Aluminium dan Hidrogen Tanah ... 34

Kapasitas Tukar Kation Tanah ... 36

Basa-Basa Tukar Tanah ... 37

Kejenuhan Basa ... 39

Sulfur Tersedia Tanah ... 40

Pembahasan ... 41

Kemasaman Tanah ... 41

Aluminium dan Hidrogen yang Dapat Dipertukarkan ... 43

Kejenuhan Aluminium dan Hidrogen Tanah ... 44

Kapasitas Tukar Kation Tanah ... 46

Basa-Basa Tukar Tanah ... 47

Kejenuhan Basa ... 50

Sulfur Tersedia Tanah ... 51

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 53

Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Hal 1. Nilai rataan pH H2O dan pH KCl setelah 4 minggu inkubasi debu

vulkanik dan akhir masa vegetatif tanaman jagung

32 2. Nilai rataan Al-dd dan H-dd tanah setelah 4 minggu inkubasi debu

vulkanik dan akhir masa vegetatif tanaman jagung

33 3. Nilai rataan kejenuhan Al dan H tanah setelah 4 minggu inkubasi

debu vulkanik dan akhir masa vegetatif tanaman jagung

35 4. Nilai rataan KTK tanah setelah 4 minggu inkubasi debu vulkanik

dan akhir masa vegetatif tanaman jagung

36 5. Nilai rataan basa-basa tukar tanah setelah 4 minggu inkubasi debu

vulkanik

37 6. Nilai rataan basa-basa tukar tanah setelah masa vegetatif tanaman

jagung

37 7. Nilai rataan kejenuhan basa tanah setelah 4 minggu inkubasi debu

vulkanik dan akhir masa vegetatif tanaman jagung

39 8. Nilai rataan S-tersedia tanah setelah 4 minggu inkubasi debu

vulkanik dan akhir masa vegetatif tanaman jagung

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Hal

1. Bagan Percobaan 56

2. Hasil analisis debu dan daun 57

3. Sifat Kimia Tanah 58

4. Analisis awal tanah Inceptisol 59

5. Data pH H2O setelah masa inkubasi 4 minggu 60 6. Data pH KCl setelah masa inkubasi 4 minggu 61 7. Data Al-dd setelah masa inkubasi 4 minggu 62 8. Data H-dd setelah masa inkubasi 4 minggu 63 9.

Data Kejenuhan Al setelah masa inkubasi 4 minggu Data Kejenuhan H setelah masa inkubasi 4 minggu

Data Kapasitas Tukar Kation (KTK) setelah masa inkubasi 4 minggu

Data K yang dapat dipertukarkan (K-dd) setelah masa inkubasi 4 minggu

Data Ca yang dapat dipertukarkan (Ca-dd) setelah masa inkubasi 4 minggu

Data Mg yang dapat dipertukarkan (Mg-dd) setelah masa inkubasi 4 minggu

Data Na yang dapat dipertukarkan (Na-dd) setelah masa inkubasi 4 minggu

Data Kejenuhan Basa (KB) setelah masa inkubasi 4 minggu Data S-tersedia (S-SO4) setelah masa inkubasi 4 minggu Data pH H2O setelah masa vegetatif tanaman jagung Data pH KCl setelah masa vegetatif tanaman jagung Data Al-dd setelah masa vegetatif tanaman jagung Data H-dd setelah masa vegetatif tanaman jagung

Data Kejenuhan Al setelah masa vegetatif tanaman jagung Data Kejenuhan H setelah masa vegetatif tanaman jagung Data Kapasitas Tukar Kation (KTK) setelah masa vegetatif tanaman jagung

Data K yang dapat dipertukarkan (K-dd) setelah masa vegetatif tanaman jagung

Data Ca yang dapat dipertukarkan (Ca-dd) setelah masa vegetatif tanaman jagung

Data Mg yang dapat dipertukarkan (Mg-dd) setelah masa vegetatif tanaman jagung

Data Na yang dapat dipertukarkan (Na-dd) setelah masa vegetatif tanaman jagung

Data Kejenuhan Basa (KB) setelah masa vegetatif tanaman jagung

Data S-tersedia (S-SO4) setelah masa vegetatif tanaman jagung Peta sebaran debu vulkanik letusan G. Sinabung dan jenis tanah G. Sinabung dan sekitarnya

(12)

32. 33. 34.

Peta jenis tanah dan satuan lahan G. Sinabung dan sekitarnya Foto tanaman jagung yang diaplikasikan debu vulkanik Gunung Sinabung

Foto debu vulkanik

(13)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemberian debu vulkanik terhadap perubahan sifat kimia tanah Inceptisol dan pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.). Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di Laboratorium Kimia/Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian USU Medan pada bulan Desember 2010-Agustus 2011. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Non Faktorial dan faktor perlakuannya adalah debu vulkanik (V) dengan 6 taraf dosis dan 4 ulangan sehingga diperoleh unit percobaan 6 x 4 = 24 unit percobaan. Setiap perlakuan terdiri dari V0 (Tanpa debu/Kontrol), V1 (157,8 g/4 kg BTKU), V2 (315,6 g/4 kg BTKU), V3 (473,4 g/4 kg BTKU), V4 (631,2 g/4 kg BTKU), V5 (789 g/4 kg BTKU).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian debu vulkanik setelah 4 minggu inkubasi berpengaruh nyata meningkatkan kemasaman tanah, meningkatkan Al-dd dan H-dd, meningkatkan kejenuhan H, meningkatkan basa-basa tukar, meningkatkan kejenuhan basa-basa dan meningkatkan S-tersedia tanah. Di akhir masa vegetatif tanaman jagung berpengaruh nyata meningkatkan kemasaman tanah, meningkatkan kejenuhan Al, menurunkan KTK, menurunkan basa-basa tukar, menurunkan kejenuhan basa, dan meningkatkan S-tersedia tanah.

(14)

ABSTRACT

The aim of this research was to investigate the effect of the volcanic ash on Inceptisols and their effect on the maize growth. The research was conducted at greenhouse and Soil Chemistry and Fertility Laboratory of Faculty of Agriculture, University of North Sumatera, Medan from December 2010 until August 2011. The research used Completely Randomize non factorial design and consisted of 6 treatments with 4 replications. The treatments were V0 (Control/with no ash), V1 (157,8 g/4 kg dry air of soil weight), V2 (315,6 g/4 kg dry air of soil weight), V3 (473,4 g/4 kg dry air of soil weight), V4 (631,2 g/4 kg dry air of soil weight) and V5 (789 g/4 kg dry air of soil weight).

The result showed that the effect the application of volcanic ash after 4 weeks incubation had significant effect to increase soil acidity, Al and H

exchangeable, H saturation, exchangeable basic cation, base saturation, and S-available. In the end of maize vegetative growth had significant effect to

increase soil acidity, Al saturation, decrease CEC, exchangeable basic cation, and increase S-available,

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada tanggal 28 Agustus 2010 pukul 00.10 WIB, telah terjadi letusan Gunung Sinabung yang terdapat di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia.

Gunung Sinabung banyak mengeluarkan debu dan asap hitam yang tebal. Oleh sebab itu, debu hasil letusan gunung tersebut disebut sebagai debu vulkanik.

Debu yang tebal dibawa oleh angin sampai menutupi wilayah hingga jarak 6 km. Kegiatan masyarakat di sekitar Gunung Sinabung didominasi oleh sektor pertanian. Kondisi tanaman saat ini secara visual masih baik, tumbuh subur dengan vegetasi tumbuhan berupa tanaman pangan (padi, jagung, kacang tanah dan ubi jalar) seluas 2.639 ha, tanaman sayuran (cabe, tomat, kubis, kentang, petsai) seluas 2.368 ha, tanaman buah-buahan (jeruk, pisang, alpukat) seluas 828 ha dan tanaman perkebunan (kopi, kakao) seluas 1.126 ha sehingga total pertanaman dalam jarak 6 km tersebut adalah 6.961 ha (Dinas Pertanian, 2010).

(16)

Tanah Inceptisol yang terdapat di dataran tinggi biasanya memiliki kesuburan tanah yang beragam. Dari hasil analisis diketahui bahwa tanah Inceptisol asal desa Cimbang di Kabupaten Karo memiliki pH tanah yang rendah (yaitu pH H2O = 5,63; pH KCl = 5,17) dan juga memiliki kejenuhan Basa yang sangat rendah (yaitu KB = 1,8%). Akan tetapi, banyak petani Karo di desa Cimbang menggunakan lahan tersebut sebagai sentral tanaman pertanian khususnya tanaman jagung. Oleh sebab itu tanah Inceptisol yang terdapat di desa Cimbang di Kabupaten Karo yang tertutupi oleh debu vulkanik menarik perhatian untuk diteliti.

Tanah yang tertutup oleh debu vulkanik memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah sehingga produksi tanaman menjadi optimal. Fiantis (2006) menyatakan debu vulkanik ini merupakan salah satu batuan induk tanah yang nantinya akan melapuk menjadi bahan induk tanah dan selanjutnya akan mempengaruhi sifat dan ciri tanah yang terbentuk. Oleh sebab itu perlu diketahui kandungan hara debu vulkanik tersebut.

(17)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemberian debu vulkanik terhadap perubahan sifat kimia tanah Inceptisol dan pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.).

Hipotesis Penelitian

Peningkatan pemberian debu vulkanik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), basa-basa tukar, dan S-tersedia serta menurunkan kemasaman tanah, aluminium yang dapat dipertukarkan dan kejenuhannya, hidrogen yang dapat dipertukarkan dan kejenuhannya pada tanah Inceptisol.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai bahan informasi bagi peneliti dan petani daerah Karo dalam mengetahui perubahan sifat kimia tanah Inceptisol akibat debu vulkanik. - Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Debu Vulkanik

Gunung api banyak tersebar di seluruh permukaan bumi. Penyebarannya mulai dari New Zealand, Italia, Amerika, Hawai, Jepang dan Filipina serta Indonesia. Munir (1996b) menyatakan Indonesia tergolong negara yang mempunyai indeks erupsi terbesar diantara beberapa negara vulkan lainnya. Indonesia menduduki tempat pertama dengan tingkat erupsi sebanyak 99% dan diikuti oleh Solomon 95%, Guenia baru 90%, Italia 41%, Islandia 39%, Negara Pasifik 3% dan Dataran Rendah Viktoria memiliki tingkat erupsi yang paling kecil sebesar 1%.

Tingginya tingkat erupsi tersebut menyatakan bahwa Indonesia memiliki banyak gunung api yang aktif. Artinya, masih dapat meletus dan mengeluarkan material-material yang ada di dalamnya. Keberadaan gunung api ini masih dianggap sebagai ancaman bagi masyarakat sekitar. Korban jiwa, harta benda dan ternak menjadi hancur akibat letusan gunung api. Akan tetapi, manfaat yang diberikan setelah pasca letusan juga sangat besar pengaruhnya terhadap tanah. Seperti halnya, letusan Gunung Talang di Padang pada tahun 2005 lalu berpengaruh nyata terhadap peningkatan kesuburan tanah setelah 5 tahun (Fiantis, 2006).

(19)

aktivitas vulkanikme, material-material yang dikeluarkan berupa gas, cair, dan padat. Gas-gas yang keluar antara lain uap air, O2, N2, CO2, CO, SO2, H2S, NH3, H2SO4, dan sebagainya. Materi cair yang dikeluarkan adalah magma yang keluar melalui pipa gunung yang disebut lava sedangkan materi padat yang disemburkan ketika gunung api meletus berupa bom (batu-batu besar), kerikil, lapilli, pasir, abu serta debu halus (Munir, 1996b).

Gunung Sinabung yang berada pada koordinat 3o10’ LU dan 98o23,5’ BT dengan ketinggian 2460 m dpl yang puncaknya berbentuk kerucut, secara administratif lokasi Gunung Sinabung ini masuk ke dalam Kabupaten Karo,

Provinsi Sumatera Utara. Letusan gunung ini yang terjadi pada tanggal 29 Agustus-3 September 2010 di dominasi oleh pasir dan debu halus yang

merupakan material padat. McGeary, Plummer dan Carlson (2002 dalam Fiantis, 2006) menyatakan bahwa bahan letusan gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, klastik = bongkahan). Bahan

padatan ini berdasarkan diameter partikelnya terbagi atas debu vulkan (< 0.26 mm) yang berupa bahan lepas dan halus, pasir (0.25 – 4 mm) yang lepas

dan tumpul, lapilli atau ‘little stone’ (4 – 32 cm) yang berbentuk bulat hingga persegi dan bom (> 32 mm) yang bertekstur kasar.

(20)

ini memakan waktu yang sangat lama yang dapat mencapai ribuan bahkan jutaan tahun bila terjadi secara alami di alam. Hasil pelapukan lanjut dari debu vulkanik mengakibatkan terjadinya penambahan kadar kation-kation (Ca, Mg, K dan Na) di dalam tanah hampir 50% dari keadaan sebelumnya (Fiantis, 2006).

Berdasarkan penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa debu vulkanik mengandung kation-kation basa yang dapat meningkatkan pH, KTK tanah serta Kejenuhan Basa (KB) yang mengakibatkan kesuburan tanah dan tanaman meningkat. Darmawijaya (1997), menyatakan meskipun tanah ini kaya hara tanaman kecuali unsur N akan tetapi kekayaan ini masih belum dapat dipergunakan tanaman karena belum mengalami pelapukan sehingga perlu dilakukan analisis lanjutan terhadap tanahnya.

Tanah Inceptisol

Penyebaran tanah Inceptisol merata di seluruh pulau besar yang ada Indonesia. Mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur serta Irian Jaya. Taksonomi tanah Inceptisol juga sangat beragam pada tiap-tiap daerah. Seperti halnya Andepts (tanah yang produktif dari abu vulkan) terdapat di Sumatera dengan greatroup Vitrandepts

yang berderet mulai dari Aceh sampai Lampung yang semuanya dijumpai di lereng Bukit Barisan (Munir, 1996a).

(21)

mempunyai karakteristik horizon pedogenik dengan sedikit akumulasi bahan selain karbonat atau silika amorf, beberapa mineral lapuk dan kemampuan menahan kation fraksi lempung yang sedang sampai tinggi (Munir, 1996). Inceptisol ini juga mempunyai epipedon umbrik, molik, histik atau plaggen dan endopedonnya adalah argillik meskipun masih sedikit memperlihatkan bukti adanya eluviasi dan iluviasi (Rafi’i, 1990).

Foth (1994) menyatakan banyak Inceptisol berupa tanah-tanah debu vulkanik dengan liat amorf dan biasanya sangat asam sehingga secara intensif digunakan untuk menghasilkan tebu, kopi, dan tanaman-tanaman lainnya. Jika dibandingkan tanah alluvial dekat sungai, Inceptisol yang berasal dari pelapukan abu vulkan lebih subur. Smith (1965 dalam Resman, dkk, 2006) menyatakan, hal ini dapat diketahui dari sifat fisik dan kimia tanah antara lain; berat jenis 1,0 g/cm3, kalsium karbonat kurang dari 40 %, pH mendekati netral atau lebih (pH < 4 tanah bermasalah), kejenuhan basa kurang dari 50% pada kedalaman 1,8 m, COLE antara 0,07 dan 0,09, nilai porositas 68% sampai 85%, air yang tersedia cukup banyak antara 0,1 – 1 atm.

Sifat-sifat kimia tersebut dapat dijadikan parameter dalam menganalisa pengaruh debu vulkan terhadap kesuburan tanah Inceptisol. Oleh sebab itu kita harus mengetahui karakteristik dari sifat-sifat tersebut terlebih dahulu. Hal ini akan dibahas dalam subbab selanjutnya.

Sifat Kimia Tanah

(22)

dimana hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam produksi cukup dan berimbang di dalam tanah. Untuk mengetahui kadar hara tersebut cukup dan berimbang perlu dilakukan suatu uji tanah untuk mengetahui produktivitas tanah tersebut. Dengan demikian, diperlukan analisis tanah yang bertujuan mengetahui status dan dinamika hara di dalam tanah. Parameter sifat-sifat kimia tanah mendasar yang perlu dianalisis sebagai berikut :

1. Kemasaman tanah

Kemasaman tanah digunakan untuk mencirikan suatu kesesuaian tanaman terhadap tanah untuk dapat tumbuh dengan produksi yang optimal. pH adalah singkatan dari potensial hidrogen dengan skala 1-14 dalam menentukan keasaman, netral atau kealkalian suatu tanah. pH dapat diformulasikan sebagai berikut : pH = - log [H+]

Jika pH tanah lebih kecil dari 7, maka kepekatan ion hidrogen (H+) adalah meningkat dan cenderung menjadi asam. Sebaliknya jika pH tanah itu lebih besar dari 7, maka kepekatan akan ion hidrogen menyusut tetapi kepakatan akan ion hidroksil meningkat dan cenderung menjadi alkalin. Bertambahnya ion H+ dan OH- dapat terjadi bila unsur alkalin atau unsur asam tanah bertambah. Dalam keadaan kepekatan ion H+ dan OH- adalah sama (yaitu pH 7) maka keadaan pH tanah seperti itu dinyatakan sebagai pH netral (Rafi’i, 1990).

(23)

tanah-tanah yang sangat asam. pH KCl dapat menunjukkan Al tukar, jika pH KCl < 5,5 maka jumlah Al nyata di larutan (Mukhlis, 2007).

Hakim dkk (1986), menyatakan dalam keadaan yang sangat masam, Al menjadi sangat larut yang dijumpai dalam bentuk kation Al3+ dan hidroksida Al. Kedua ion Al itu lebih mudah terjerap pada koloid liat daripada ion H. Oleh karena Al berada dalam larutan tanah mudah terhidrolisis, maka Al merupakan penyebab kemasaman atau penyumbang ion H. Ion H yang dibebaskan secara demikian akan memberikan nilai pH rendah bagi larutan tanah dan mungkin merupakan sumber utama ion H dalam sebagian besar tanah masam.

Nilai pH tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah tersebut. pH optimum untuk ketersediaan unsur hara tanah adalah sekitar 7,0, karena pada pH ini semua unsur makro tersedia secara maksimum sedangkan unsur hara mikro tidak maksimum kecuali Mo, sehingga kemungkinan terjadinya toksisitas unsur mikro tertekan. Pada pH di bawah 6,5 dapat terjadi defisiensi P, Ca, dan Mg serta toksisitas B, Mn, Cu, dan Fe, sedangkan pada pH di atas 7,5 dapat terjadi defisiensi P, B, Fe, Mn, Cu, Zn, Ca dan Mg, juga keracunan B dan Mo (Hanafiah, 2005).

(24)

sedikit dibawah 7 hingga mendekati 9. Pada daerah basah umumnya dijumpai tanah-tanah masam dengan konsentrasi ion H+ yang melebihi konsentrasi OH-. Tanah- tanah ini dapat mengandung Al,Fe dan Mn terlarut dalam jumlah besar. Tanah-tanah alkalin terdapat pada daerah agak kering hingga kering. Akibat reaksinya di dalam tanah tersebut hanya mengandung sedikit Al, Fe dan Mn terlarut (Tan, 1990).

Untuk penanaman pada tanah yang pHnya tidak sesuai perlu dilakukan perbaikan pH untuk mencapai pH ideal. Pada tanah alkalin, penurunan pH dapat dilakukan dengan penambahan sulfur atau bahan bersulfur, agar sulfur yang dilepaskan membentuk asam sulfur pemasam tanah, sedangkan pada

tanah masam peningkatan pH dapat dilakukan dengan pengapuran (Hanafiah, 2005).

2. Kapasitas Tukar Kation tanah

Jumlah total kation yang dapat dipertukarkan dinyatakan dalam mg (milligram) per 100 g tanah (mg 100 g-1) kering oven sering disebut Cation Exchangeable Capacity (CEC). KTK merupakan jumlah muatan negatif tanah baik yang bersumber dari permukaan koloid anorganik (liat) maupun koloid

organik (humus) yang merupakan situs pertukaran kation-kation (Hanafiah, 2005). Foth (1994) menyatakan bahwa liat dan humus adalah yang

paling penting di dalam tanah karena dalam keadaan koloid, keduanya dapat mempertukarkan jumlah luas permukaan yang relatif bagi penyerapan air dan ion.

(25)

ikatan antar muatan kation tinggi pada permukaan koloid dan menurun jika kation tersebut jauh jaraknya dari permukaan koloid (Hanafiah, 2005). Efisiensi yang ion-ionnya akan saling bertukar ditentukan oleh faktor-faktor

(a) konsentrasi relatif atau jumlah ion, (b) jumlah muatan pada ion, dan (c) jarak dan aktivitas ion-ion yang berbeda (Foth, 1994).

Proses pertukaran kation pada tanah mineral di lapisan olah banyak Ca terjerap dan berada di daerah humid. Sejumlah asam karbonat dan asam lainnya dibentuk bersamaan dengan proses dekomposisi bahan organik. Ion H yang terbentuk mulai menggantikan ion Ca yang berada pada kompleks jerapan. Pertukaran itu terjadi sebagai akibat aksi massa. Disamping itu juga

karena ion H dijerap lebih kuat oleh koloid tanah daripada ion Ca (Hakim, dkk, 1986). Hanafiah (2005) menambahkan secara umum efisiensi

pertukaran ion-ion dalam tanah (dari tinggi ke rendah) adalah sebagai berikut : Al > Ca > Mg > K > Na : H

Kapasitas tukar kation tanah sangat beragam pada setiap jenis tanah. Besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri antara lain (a) reaksi tanah (pH), (b) tekstur tanah atau jumlah liat, (c) jenis mineral

liat, (d) bahan organik, dan (e) pengapuran dan pemupukan (Hakim, dkk, 1986).

(26)

kuat, sehingga sukar dipertukarkan. Dengan meningkatnya pH, hidrogen yang diikat koloid organik dan liat berionisasi dan dapat digantikan. Demikian pula ion hidroksi-Al yang terjerap akan dilepaskan dan membentuk Al(OH)3. Dengan demikian terciptalah tapak-tapak pertukaran baru pada koloid liat.

Beriringan dengan perubahan-perubahan itu KTK pun meningkat (Hakim, dkk, 1986).

Suatu tanah yang mengandung KTK tinggi memerlukan pemupukan kation tertentu dalam jumlah banyak agar dapat tersedia bagi tanaman. Bila diberikan dalam jumlah sedikit maka ia kurang tersedia bagi tanaman karena lebih banyak terjerap. Sebaliknya pada tanah-tanah yang ber-KTK rendah, pemupukan kation tertentu tidak boleh banyak karena mudah tercuci bila diberikan dalam jumlah berlebihan. Pemupukan kation dalam jumlah banyak pada tanah ber-KTK rendah adalah tidak efisien (Hakim, dkk, 1986).

3. Kejenuhan Basa

Damanik, dkk (2010) menyatakan kejenuhan basa merupakan salah satu ciri tanah yang cukup penting. Kejenuhan basa adalah perbandingan antara kation basa (Ca, Mg, K dan Na) dengan nilai tukar total (KTK) dan dinyatakan persen, dapat pula dituliskan dengan rumus berikut:

Kejenuhan basa = me (Ca+Mg+K+Na)/100 g x 100% me KTK total/100 g

(27)

Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat

kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya ≥80%, berkesuburan sedang jika kejenuhan basanya antara 80 dan

50%, dan tidak subur pada kejenuhan basa ≤50%. Suatu tanah dengan kejenuhan basa sebesar 80% akan melepaskan basa-basa yang dapat dipertukarkan lebih mudah daripada tanah yang sama dengan kejemuhan basa 50%. Pengapuran merupakan cara yang umum untuk meningkatkan persen kejenuhan basa tanah (Tan, 1991).

Hanafiah (2005) menyatakan bahwa pengapuran karbonat (CaCO3) menghasilkan ion-ion hidroksil yang mengikat kation-kation asam (H dan Al) pada koloid tanah menjadi inaktif, sehingga pH naik. Situs muatan negatif koloid digantikan oleh kation basa (Ca), sehingga kejenuhan basa meningkat pula.

4. Basa-Basa Tukar

(28)

 Kalsium

Rosmarkam dan Yuwono (2002), kalsium diserap oleh akar tanaman dari kompleks jerapan tanah atau dari larutan tanah dalam ion Ca2+. Sumber Ca adalah mineral yang mengandung Ca dan kandungan terbesar dari batuan kapur (kalsit), dolomit, Ca-feldspar, amfibol. Mineral apatit selain mengandung Ca, juga mengandung hara makro penting, yakni fosfor.

Banyak persamaan antara perilaku kalsium, magnesium dan kalium di dalam tanah. Unsur-unsur ini semua tersedia sebagai kation yang dapat dipertukarkan, dan jumlah yang tersedia penting hubungannya dengan pengikisan dan tingkat pencucian. Kation-kation yang dibebaskan waktu pengikisan diserap di tempat-tempat pertukaran kation. Terjadi keseimbangan antara bentuk-bentuk yang dapat dipertukarkan dan yang terlarut. Difusi ke permukaan akar merupakan proses yang paling penting dalam penyerapan dari tanah (Foth, 1994).

Sebagian besar kalsium berada pada komplek adsorpsi dan mudah dipertukarkan dan kalsium ini mudah tersedia bagi tanaman. Jumlah kalsium yang tersedia melebihi unsur lain. Oleh karena itu, di daerah humid kehilangan kalsium sangat nyata, karenanya pengapuran selalu disarankan (Hakim, dkk, 1986).

(29)

Damanik, dkk (2010) menyatakan bahwa kekurangan Ca dapat diketahui pada daun-daun muda dan ujung-ujung dari titik tumbuh keriput dan akhirnya mengering. Daun-daun yang lebih tua nampak berkeriput, dan pada umumnya tanaman menjadi lemah.

 Magnesium

Sumber Mg dalam tanah berasal dari mineral-mineral yang lapuk. Mineral yang mengandung Mg adalah biotit, khlorit, dolomit, serpentin, dan olivin. Kerak bumi mengandung Mg total sekitar 1,93%. Bila berasal dari bahan induk yang mengandung Mg, maka tanah pasir humid memiliki kadar Mg lebih tinggi daripada tanah halus arid (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Bentuk magnesium di dalam tanah yang dapat diabsorsi tanaman adalah bentuk yang dapat dipertukarkan atau bentuk yang larut dalam air. Keadaan Mg ini di dalam tanah hampir sama dengan kalium. Penyerapannya oleh tanaman sangat tergantung kepada jumlah yang tersedia dan jumlah yang dapat dipertukarkan. Bentuk-bentuk magnesium dalam tanah adalah (1) larut dalam air, (2) dapat dipertukarkan, (3) dalam kisi mineral tipe 2:1, dan (4) dalam mineral primer (Hakim, dkk, 1986).

Peranan hara Mg sebagai penyusun klorofil dan aktivator enzim-enzim dalam reaksi fotosintesis, respirasi dan sintesis DNA/RNA, serta sebagai pemicu penyediaan energi kimia dari ATP yang dibutuhkan dalam berbagai reaksi, seperti pada proses fermentasi glukosa (Hanafiah, 2005).

(30)

sebelum waktunya merupakan akibat dari kekurangan magnesium. Daun-daun sorgum dan jagung menjadi bergaris-garis, tulang-tulang daunnya tetap hijau, tetapi daerah diantara tulang-tulang daun sorgum dan jagung menjadi kuning. Daun tanaman yang terletak di bagian bawah adalah yang mula-mula terpengaruh.

 Kalium

Sumber kalium yang terdapat dalam tanah berasal dari pelapukan mineral yang mengandung K. mineral tersebut bila lapuk melepaskan K ke larutan tanah atau terjerapan tanah dalam bentuk tertukar. Kadar K tanah di tanah-tanah Indonesia bervariasi. Pada tanah-tanah tua dan tanah-tanah abu vulkanik, umumnya kaya kadar K sedangkan tanah gambut kadar K sedang sampai rendah. Makin

dalam dari permukaan, maka kadar K makin rendah (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

(31)

usaha untuk menjaga keseimbangan. Hal ini menjadikan kalium sebagai salah satu ion basa yang dapat dipertukarkan (Foth, 1994).

Hanafiah (2005), kalium berfungsi sebagai aktivator enzim dalam proses fotosintesis dan respirasi, translokasi karbohidrat, sintesis protein dan pati. Berperan dalam proses buka-tutup stomata karena fungsinya dalam pengaturan potensi osmotik sel-sel. Sedikit perannya sebagai penyusun komponen tanaman, sehingga umumnya tetap dalam bentuk ion.

Kekurangan kalium, pertama sekali gejala terlihat pada daun dan selanjutnya diikuti oleh melemahnya batang sehingga dapat menyebabkan kerebahan, tanaman lebih muda terserang penyakit, umumnya pertumbuhan tanaman lambat dan kerdil, daun sebelah bawah seperti terbakar pada tepi dan ujungnya kemudian berjatuhan sebelum waktunya. Daun mula-mula mengkerut dan mengkilap, selanjutnya pada bagian ujung dan tepi daun mulai terlihat warna kekuningan yang menjalar di antara tulang daun. Kemudian

tampak bercak-bercak merah coklat dan akhirnya daun mati (Damanik, dkk, 2010).

 Natrium

(32)

utamanya adalah halit (NaCl). Kelompok tanah alkalin ini disebut tanah halomorfik, yang umumnya terbentuk di daerah pesisir pantai iklim kering dan berdrainase buruk. Sebagaimana unsur mikro, natrium juga bersifat toksik bagi tanaman jika terdapat dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan (Hanafiah, 2005).

Natrium diserap dalam bentuk ion Na. Natrium bukan merupakan unsur hara tanaman yang penting. Walaupun dalam tanaman tidak mengandung natrium, tanaman tidak menunjukkan adanya gangguan metabolisme. Tanaman selalu mengandung unsur natrium dalam konsentrasi yang berbeda-beda. Natrium sering berpengaruh terhadap kualitas produksi, baik bersifat positif maupun negatif. Pengaruh natrium yang baik pada pertumbuhan tanaman bila kadar kalium relatif rendah. Pada konsentrasi kalium yang rendah, pemberian natrium menaikkan produksi cukup tinggi sedangkan pada konsentrasi kalium yang tinggi, pemberian natrium sedikit menurunkan produksi. Oleh sebab itu kadar natrium yang besar menyebabkan penyerapan kalium terhambat. Dalam keadaan tertentu, pada tanaman serealia, misalnya kekurangan kalium dapat digantikan oleh natrium. Penggantian kalium oleh

natrium mungkin hanya dalam menaikkan fungsi turgor sel (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

(33)

natrium yang dapat dipertukarkan menghasilkan suatu basa yang sangat kuat, yaitu NaOH. Apabila tanah 15% jenuh natrium atau natrium karbonat yang

berarti terdapat pada tanah, nilai pH mungkin berada antara 8,5 dan 10 (Foth, 1994).

Tanah yang mengandung natrium yang lebih tinggi, mempunyai nilai pH yang lebih tinggi pula pada kejenuhan basa yang sama. Hal ini sering sekali kita temukan pada tanah yang beriklim kering yang kaya natrium. Kejadian ini diduga disebabkan oleh koloid yang kaya natrium sukar mendisosiasikan ion hidrogen, sehingga sumbangan ion hidrogen rendah sekali ke dalam larutan tanah (Hakim, dkk, 1986).

5. Belerang (S) tanah

Belerang (S) terdapat dalam mineral tanah dan diimmobilisasi ke dalam senyawa-senyawa tanaman penting dan akhirnya tertimbun di dalam bahan organik tanah. Belerang, serupa dengan fosfor tersedia dalam tanah melalui pengikisan dan mineralisasi. Tanaman memperoleh belerangnya dari tanah sebagai sulfat (SO42-), tetapi sebagian diserap melalui daun sebagai SO2. Sulfat direduksi dalam tanah yang tergenang menjadi hidrogen sulfida (Gas H2S) dan belerang unsur itu sendiri (Foth, 1994).

(34)

S bagi tanaman berasal dari pelapukan mineral tanah, gas belerang atmosfer dan dekomposisi bahan organik (Hanafiah, 2005).

Masalah penyediaan S di dalam tanah tidak sepenting masalah penyediaan P, karena apabila P merupakan unsur tak mobil maka S merupakan unsur yang mobil di dalam tanah sehingga ion sulfat lebih mudah tersedia di dalam tanah dan kemampuan tanaman untuk menyerap gas SO2 secara langsung dari atmosfer (sumber emisi ini melimpah). Mineral sulfur di dalam tanah biasanya dalam bentuk Na2SO4, MgSO4, FeS, ZnS, dan H2S yang umumnya merupakan garam yang mudah larut. Namun defisiensi unsur ini juga dapat terjadi terutama pada tanah berpasir dan tanah-tanah yang tinggi kandungan

oksida Fe dan Al maupun alofan, serta rendahnya bahan organik (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Di dalam tanah dengan berbagai kondisi maka akan terjadi proses reduksi dan oksidasi dari belerang, yang hal ini akan mempengaruhi ketersediaan belerang tanah untuk tanaman. Dalam keadaan oksidasi belerang dapat hilang akibat pencucian atau difiksasi oleh liat. Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan belerang, yaitu (1) mineralisasi belerang, (2) immobilisasi, (3) oksidasi dan reduksi, (4) retensi sulfat, dan (5) kehilangan belerang tanah (Hakim, dkk, 1986).

(35)

kemasaman tanah dapat dilihat secara nyata. Setiap oksidasi dari sulfida menjadi sulfat selalu akan menghasilkan dua atom hidrogen dan dapat menurunkan pH tanah menjadi lebih rendah (Hakim, dkk, 1986).

Belerang tanah akan hilang dengan berbagai cara yaitu melalui penguapan berupa gas ke udara, akibat erosi, pencucian dan dapat diserap tanaman. Kehilangan memalui erosi dapat terjadi bila kemiringan tanah memungkinkan. Kehilangan belerang akibat pencucian dapat terjadi pada setiap jenis tanah. Kehilangan akan semakin besar apabila tanah bertekstur pasir dan berada pada daerah dengan curah hujan tinggi (Foth, 1994).

6. Aluminium yang dapat dipertukarkan (Al-dd) dan Kejenuhan Aluminium Al dalam bentuk dapat ditukarkan (Al-dd) umumnya terdapat pada tanah-tanah yang bersifat masam dengan pH < 5,0. Aluminium ini sangat aktif karena berbentuk Al3+ monomer yang sangat merugikan dengan meracuni tanaman atau mengikat fosfor. Oleh karena itu untuk mengukur sejauh mana pengaruh Al ini perlu ditetapkan kejenuhannya. Semakin tinggi kejenuhan aluminium, akan semakin besar bahaya meracun terhadap tanaman. Kandungan aluminium dapat tukar (Al3+) mempengaruhi jumlah bahan kapur yang diperlukan untuk meningkatkan kemasaman tanah dan produktivitas tanah (Anonimous, 2009).

(36)

Kejenuhan Al = Al-dd x 100% KTK

Bila kejenuhan aluminium > 60%, tanah tersebut sering dikatakan tidak layak untuk tanah pertanian sebelum direklamasi atau ameliorasi terlebih dahulu. Oleh karena kejenuhan aluminium dipengaruhi oleh KTK dan juga dipengaruhi oleh tekstur, maka semakin kasar tekstur tingkat kebahayaan aluminium semakin tinggi (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Hakim, dkk (1986) menyatakan bahwa keracunan aluminium menghambat perpanjangan dan pertumbuhan akar primer, serta menghalangi pembentukan akar lateral dan bulu akar. Apabila pertumbuhan akar terganggu, serapan hara dan pembentukan senyawa organik tersebut akan terganggu. Sistem perakaran yang terganggu akan mengakibatkan tidak efisiennya akar menyerap unsur hara.

7. Hidrogen yang dapat dipertukarkan (H-dd) dan Kejenuhan Hidrogen

Kemasaman tanah mempunyai 2 komponen yaitu (1) H aktif yang terdapat di dalam larutan tanah (potensial), (2) H yang dapat dipertukarkan atau disebut kemasaman cadangan. Kedua bentuk tersebut cenderung membentuk keseimbangan sehingga perubahan pada yang satu mengakibatkan perubahan pada yang lain. Apabila basa dibubuhkan pada tanah yang asam, H terlarut dinetralisasi dan sebagian H yang dapat dipertukarkan terionisasi untuk mengembalikan keadaan seimbang. Jumlah H yang dapat dipertukarkan dengan perlahan-lahan berkurang. H terlarut akan menurun dan pH akan lambat laun meningkat (Foth, 1994).

(37)

basa tanah, (3) kekurangan unsur Mo, (4) Aktivitas mikroorganisme seperti fiksasi N dari tanaman kacang-kacangan terhambat, (5) kandungan Mn dan Fe yang berlebih sehingga dapat menjadi racun bagi tanah dan tanaman, dan (6) kelarutan ion Al dan H yang sangat tinggi, sehingga merupakan faktor penghambat tumbuh tanaman yang utama pada tanah masam (Rafi’i, 1990).

Peningkatan pH tanah tidak dapat diubah dengan mudah jika terdapat banyak hambatan/sanggaan tanah (buffer), yang merupakan suatu sifat umum dari campuran asam basa dengan garamnya. Komponen tanah yang mempunyai sifat menyangga adalah gugus asam lemah seperti karbonat serta kompleks-kompleks koloidal tanah. Asam lemah tersebut mempunyai tingkat disosiasi yang lemah dan sebagian besar dari ion H masih tetap terjerap dalam permukaan koloid. Adanya bahan penyangga tanah, dapat menjaga penurunan pH yang drastis akibat bertambahnya ion H oleh suatu proses biologis atau pemupukan. Kegiatan jasad mikro atau penambahan pupuk yang bersifat masam akan menyumbangkan sejumlah ion H (Hakim, dkk, 1986).

Ion H yang dapat dipertukarkan adalah sumber utama H+ sampai pH tanah menjadi di bawah 6, bila Al pada lempeng liat Oktahedral Al menjadi tidak mantap dan diserap sebagai Al yang dapat dipertukarkan tersebut adalah sumber H+. berikut adalah persamaannya :

Misel-Al + 3 H2O H

Al(OH)3 + misel H H+ H

(38)

(misel) dapat dipertukarkan dan yang dihasilkan dari hal tersebut adalah H terjerap H larutan (Foth, 1994).

Kejenuhan H memiliki kesamaan dengan kejenuhan Al. Hal ini dapat dilihat dari cara mendapatkan kejenuhan H sama dengan kejenuhan Al yaitu :

Kejenuhan H = H-dd x 100% KTK

Tingkat kejenuhan hidrogen di dalam tanah disebabkan ion H yang terjerap pada permukaan koloid yang merupakan penyebab kemasaman. Hal ini akan menyebabkan menurunnya pH tanah semakin drastis.

Persyaratan Lingkungan Tumbuh Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Iklim

Jagung tidak menuntut persyaratan lingkungan yang terlalu ketat. Namun untuk pertumbuhan optimalnya, jagung menghendaki persyaratan-persyaratan lingkungan yang harus dipenuhi, antara lain sebagai berikut:

1. Menghendaki penyinaran matahari yang penuh. Di tempat-tempat yang teduh, pertumbuhan jagung akan merana dan tidak mampu membentuk buah.

2. Menghendaki suhu optimum 21-34ºC. Di Indonesia, suhu semacam ini terdapat di daerah dengan ketinggian antara 0-600 m dpl.

(Najiyati dan Danarti, 1999).

(39)

tanaman jagung untuk pertumbuhan terbaiknya antar 27-320C (Purwono dan Hartono, 2008).

Tanah

Jagung menghendaki tanah yang gembur, subur, berdrainase baik dengan pH 5,6-7,2. Tanah yang bertekstur berat, harus diolah sehingga aerasi dan drainasenya baik. Membutuhkan air yang cukup, terutama pada saat awal pertumbuhannya, yaitu stadia pembungaan dan stadia pengisian biji. Di lahan yang tidak beririgasi, curah hujan optimal, yang dikehendaki antara 85-100 mm per bulan, merata sepanjang pertumbuhan tanaman (Najiyati dan Danarti, 1999).

(40)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Analisis debu dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan dan analisis tanah dan tanaman di Laboratorium Kimia/Kesuburan Tanah, Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian USU Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2010 sampai dengan selesai.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanah Inceptisol Desa Cimbang Kecamatan Payung, Kabupaten Karo yang diambil secara komposit pada

kedalaman 0-20 cm, benih jagung varietas Bisi 2, debu vulkanik Gunung Sinabung, pupuk Urea, SP-36 dan MOP sebagai pupuk dasar, serta

bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

Alat yang digunakan adalah cangkul untuk pengambilan sampel tanah, ember, plastik, GPS, plastik, karet, karung goni, timbangan serta alat-alat yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

(41)

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Non Faktorial. Faktor perlakuannya adalah debu vulkanik (V) dengan 6 taraf dosis, dengan 4 ulangan sehingga diperoleh unit percobaan 6 x 4 = 24 unit percobaan.

Faktor Perlakuan Debu Vulkanik (V) : V0 = Tanpa debu (Kontrol)

V1 = 157,8 g/4 kg BTKO V2 = 315,6 g/4 kg BTKO V3 = 473,4 g/4 kg BTKO V4 = 631,2 g/4 kg BTKO V5 = 789 g/4 kg BTKO

Model linier Rancangan Acak Lengkap: Yij = µ + αi + єij

Dimana :

Yij = Respon tanaman yang diamati µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh ketebalan debu vulkanik ke-i

єij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Untuk pengujian lebih lanjut terhadap masing-masing perlakuan diuji dengan uji BNJ pada taraf 5 %. Bagan percobaan pada Lampiran 1.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Tanah

(42)

10 mesh. Sedangkan pengambilan debu dilakukan dengan menggunakan kuas pada teras-teras bangunan dan dikompositkan. Lalu debu dikeringudarakan dan diayak dengan ayakan 20 mesh.

Analisis Tanah Awal

Tanah yang telah kering udara dan telah diayak lalu dianalisis %KL dan %KA-nya untuk menentukan jumlah air yang diberikan dan berat tanah yang dimasukkan ke tiap ember sebanyak 4 kg BTKU. Kemudian analisis tanah awal seperti kemasaman tanah (pH H2O dan pH KCl), karbon organik, Al-dd dan H-dd, kejenuhan aluminium dan hidrogen, kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), dan basa-basa tukar dilakukan di Laboratorium Kimia/Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian USU, Medan serta sulfur tersedia di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.

Analisis Debu

Debu vulkanik yang telah diayak, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat total debu. Selanjutnya diukur kerapatan lindak (BD) debu untuk mengetahui jumlah debu yang diberikan untuk tiap ember dengan metode ketuk. Kemudian dianalisis kandungan hara debu vulkanik dilakukan di Laboratorium PPKS Medan. Hasil analisis pada Lampiran 2.

Aplikasi Debu Vulkanik

Pada tahap ini terbagi atas 2 perlakuan yaitu aplikasi di laboratorium dan di lapangan. Di laboratorium, tanah dimasukan ke dalam gelas aqua sebanyak 100 g. Kemudian tanah diberi debu vulkanik secara komposit dengan dosis perlakuan :

(43)

V1 = 3,945 g/100 g tanah V2 = 7,89 g/100 g tanah V3 = 11,835 g/100 g tanah V4 = 15,78 g/100 g tanah V5 = 19,275 g/100 g tanah

Setelah itu, tanah diinkubasi selama 4 minggu dan dilakukan penyiraman tanah sampai kondisi kapasitas lapang.

Pada aplikasi di lapangan, tanah dimasukkan ke dalam ember sebanyak 4 kg. Kemudian dilakukan penyusunan secara acak di rumah kaca. Kemudian

tanah diberi debu vulkanik secara komposit sesuai dengan dosis perlakuan dan diinkubasi selama 4 Minggu. Dilakukan penyiraman tanah sampai kondisi kapasitas lapang.

Aplikasi Pupuk Dasar, Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman

Setelah tanah diinkubasi dilakukan pemupukan dasar menggunakan Urea, SP-36 dan MOP sebagai pupuk dasar dengan cara meletakkannya pada lubang yang telah dibuat. Aplikasi pupuk dilakukan 1 hari sebelum penanaman.

Kemudian dilakukan penanaman benih jagung. Benih jagung yang telah direndam sebanyak 3 benih per polybag. Setelah 2 minggu dilakukan penjarangan dengan hanya meninggalkan satu tanaman saja.

Pemeliharaan dilakukan dengan pemberian air secara rutin serta pembersihan gulma dilakukan setiap hari agar tidak terjadi persaingan unsur hara dengan tanaman jagung.

(44)

Pemanenan dilakukan setelah tanaman jagung mulai berbunga (vegetatif). Bagian tajuk dipotong dan bagian akar diambil lalu dibersihkan dan dikeringkan untuk selanjutnya diovenkan. Ditimbang berat kering tajuk dan berat kering akarnya serta dilakukan analisis.Selanjutnya, tanaman dikeringkan dan dilakukan analisis.

Analisis Tanah Akhir

Analisis tanah dilakukan setelah masa inkubasi dan akhir masa vegetatif.

Caranya diambil tanah secukupnya untuk keperluan analisis dan dibawa ke Laboratorium Kimia/Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian USU dan

Laboratorium PPKS, Medan.

Parameter Yang Diukur

Parameter yang diukur meliputi analisis tanah dan tanaman. Analisis tanah meliputi :

a. Kemasaman tanah (pH H2O dan KCl) b. Kapasitas Tukar kation (KTK)

c. Kejenuhan Basa (KB) d. Kalium tukar (K-dd) e. Kalsium tukar (Ca-dd) f. Magnesium tukar (Mg-dd) g. Natrium tukar (Na-dd)

h. Aluminium yang dapat dipertukarkan (Al-dd) i. Kejenuhan Aluminium

(45)

k. Kejenuhan Hidrogen l. Sulfur tersedia

Analisis tanaman meliputi : a. Tinggi tanaman b. Jumlah daun

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kemasaman Tanah

Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 5, 6, 18 dan 19. diketahui bahwa debu vulkanik berpengaruh nyata dalam menurunkan pH H2O dan pH KCl setelah 4 minggu inkubasi dan akhir masa vegetatif tanaman jagung (Tabel 1).

Tabel 1. Nilai rataan pH H2O dan pH KCl setelah 4 minggu inkubasi debu vulkanik dan akhir masa vegetatif tanaman jagung

Perlakuan pH H2O pH KCl

V0 (Kontrol/Tanpa debu) 5.36a 6.48a 5.09a 4.76a

V1 (Debu vulkanik 157,8 g/4 kg BTKO) 5.26ab 6.36a 5.06ab 4.60ab V2 (Debu vulkanik 315,6 g/4 kg BTKO) 5.12bc 6.23a 4.96b 4.43bc V3 (Debu vulkanik 473,4 g/4 kg BTKO) 4.93cd 5.60b 4.81c 4.59ab V4 (Debu vulkanik 631,2 g/4 kg BTKO) 4.81de 4.63c 4.75c 4.21d V5 (Debu vulkanik 789 g/4 kg BTKO) 4.71e 4.71c 4.69c 4.28c Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji

beda rataan BNJ

(47)

Diketahui pula bahwa nilai rataan pH H2O tertinggi setelah masa vegetatif tanaman jagung terdapat pada perlakuan V0 (kontrol/tanpa debu), V1 (debu vulkanik 157,8 g/4 kg BTKO), dan V2 (debu vulkanik 315,6 g/4 kg BTKO) sebesar 6,48, 6,36 dan 6,23 dan yang terendah yaitu 4,71 terdapat pada perlakuan V5 (debu vulkanik 789 g/4 kg BTKO) dan termasuk kriteria masam hingga agak masam. Nilai rataan pH KCl tertinggi setelah masa vegetatif tanaman jagung terdapat pada perlakuan V0 (kontrol/tanpa debu) sebesar 4,76 dan yang terendah yaitu 4,21 terdapat pada perlakuan V4 (debu vulkanik 631,2 g/4 kg BTKO) dan termasuk kriteria netral.

Aluminium dan Hidrogen yang Dapat Dipertukarkan

Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 7, 8, 20 dan 21. diketahui bahwa debu vulkanik berpengaruh nyata dalam meningkatkan aluminium dan hidrogen yang dapat dipertukarkan setelah 4 minggu inkubasi dan tidak berpengaruh nyata pada akhir masa vegetatif tanaman jagung (Tabel 2).

Tabel 2. Nilai rataan Al-dd dan H-dd tanah setelah 4 minggu inkubasi debu vulkanik dan akhir masa vegetatif tanaman jagung

Perlakuan Al-dd H-dd

4 minggu Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji

beda rataan BNJ

Dapat dilihat bahwa nilai rataan Al-dd tertinggi setelah 4 minggu inkubasi

(48)

1.15 me/100 g dan yang terendah yaitu 0.79 me/100 g terdapat pada perlakuan V2 (debu vulkanik 315,6 g/4 kg BTKO). Nilai rataan H-dd tertinggi setelah 4 minggu inkubasi terdapat pada perlakuan V3 (debu vulkanik 473,4 g/4 kg BTKO) sebesar 0.92 me/100 g dan yang terendah yaitu 0.57 me/100 g terdapat pada perlakuan V0 (kontrol/tanpa debu).

Diketahui pula bahwa nilai rataan Al-dd tertinggi setelah masa vegetatif tanaman jagung terdapat pada perlakuan V3 (debu vulkanik 473,4 g/4 kg BTKO) sebesar 2.14 me/100 g dan yang terendah yaitu 0.91 me/100 g terdapat pada perlakuan V5 (debu vulkanik 789 g/4 kg BTKO). Nilai rataan H-dd tertinggi setelah masa vegetatif tanaman jagung terdapat pada perlakuan V3 (debu vulkanik

473,4 g/4 kg BTKO) sebesar 0.96 me/100 g dan yang terendah yaitu 0.58 me/100 g terdapat pada perlakuan V5 (debu vulkanik 789 g/4 kg BTKO).

Kejenuhan Aluminium dan Hidrogen Tanah

(49)

Tabel 3. Nilai rataan kejenuhan Al dan H tanah setelah 4 minggu inkubasi debu vulkanik inkubasi dan akhir masa vegetatif tanaman jagung

Perlakuan Kejenuhan Al Kejenuhan H

4 minggu Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda

rataan BNJ

Dapat dilihat bahwa nilai rataan kejenuhan Al tertinggi setelah 4 minggu inkubasi terdapat pada perlakuan V3 (debu vulkanik 473,4 g/4 kg BTKO) sebesar 5.03% dan yang terendah yaitu 2.97% terdapat pada perlakuan V4 (debu vulkanik 631,2 g/4 kg BTKO) dan termasuk kriteria sangat rendah. Nilai rataan kejenuhan H tertinggi setelah 4 minggu inkubasi terdapat pada perlakuan V3 (debu vulkanik 473,4 g/4 kg BTKO) sebesar 4.00% dan yang terendah yaitu 2.08% terdapat pada perlakuan V4 (debu vulkanik 631,2 g/4 kg BTKO).

(50)

Kapasitas Tukar Kation Tanah

Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 11 dan Lampiran 24. diketahui bahwa debu vulkanik tidak berpengaruh nyata terhadap KTK tanah setelah 4 minggu inkubasi namun berpengaruh nyata dalam menurunkan KTK tanah setelah masa vegetatif tanaman jagung (Tabel 4).

Tabel 4. Nilai rataan KTK tanah setelah 4 minggu inkubasi debu vulkanik dan akhir masa vegetatif tanaman jagung

Perlakuan KTK

V0 (Kontrol/Tanpa debu) 25.80 17.98ab

V1 (Debu vulkanik 157,8 g/4 kg BTKU) 20.48 19.5ab V2 (Debu vulkanik 315,6 g/4 kg BTKU) 22.13 19.23ab V3 (Debu vulkanik 473,4 g/4 kg BTKU) 25.18 21.1a V4 (Debu vulkanik 631,2 g/4 kg BTKU) 30.55 14.55b V5 (Debu vulkanik 789 g/4 kg BTKU) 28.10 16.33ab Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut

uji beda rataan BNJ

Dapat dilihat bahwa nilai rataan KTK tertinggi setelah 4 minggu inkubasi

terdapat pada perlakuan V4 (debu vulkanik 631,2 g/4 kg BTKO) sebesar 30.55 me/100 g dan yang terendah yaitu 20.48 me/100 g terdapat pada perlakuan

V1 (debu vulkanik 157,8 g/4 kg BTKO) dan termasuk kriteria sedang hingga tinggi.

(51)

Basa-Basa Tukar Tanah

Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 12, 13, 14, dan 15. diperoleh bahwa debu vulkanik berpengaruh nyata dalam meningkatkan basa-basa tukar tanah setelah 4 minggu inkubasi (Tabel 5). Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 25, 26, 27, dan 28. diketahui bahwa debu vulkanik berpengaruh nyata dalam menurunkan basa-basa tukar tanah setelah masa vegetatif tanaman jagung (Tabel 6).

Tabel 5. Nilai rataan basa-basa tukar tanah setelah 4 minggu inkubasi debu vulkanik

Perlakuan K-dd Ca-dd Mg-dd Na-dd

--- me/100 g

V0 (Kontrol/Tanpa debu) 1.18a 0.10ab 0.17a 0.55a V1 (Debu vulkanik 157,8 g/4 kg BTKO) 1.05bc 0.12a 0.15a 0.44b V2 (Debu vulkanik 315,6 g/4 kg BTKO) 1.10ab 0.14a 0.08b 0.46b V3 (Debu vulkanik 473,4 g/4 kg BTKO) 1.00cd 0.12a 0.13ab 0.35c V4 (Debu vulkanik 631,2 g/4 kg BTKO) 0.98cd 0.08b 0.19a 0.32c V5 (Debu vulkanik 789 g/4 kg BTKO) 0.94d 0.12a 0.14ab 0.32c Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut

uji beda rataan BNJ

Tabel 6. Nilai rataan basa-basa tukar tanah setelah masa vegetatif tanaman jagung

Perlakuan K-dd Ca-dd Mg-dd Na-dd

--- me/100 g

V0 (Kontrol/Tanpa debu) 0.56bc 0.13ab 0.20a 0.36a V1 (Debu vulkanik 157,8 g/4 kg BTKU) 0.50bc 0.15a 0.11c 0.34a V2 (Debu vulkanik 315,6 g/4 kg BTKU) 0.52bc 0.12abc 0.17ab 0.25bc V3 (Debu vulkanik 473,4 g/4 kg BTKU) 0.46c 0.09c 0.15bc 0.26b V4 (Debu vulkanik 631,2 g/4 kg BTKU) 0.63a 0.11bc 0.12c 0.27b V5 (Debu vulkanik 789 g/4 kg BTKU) 0.55b 0.11bc 0.17ab 0.20c

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan BNJ

(52)

BTKO) dan termasuk kriteria tinggi hingga sangat tinggi. Nilai rataan Ca-dd tertinggi setelah 4 minggu inkubasi terdapat pada perlakuan V2 (debu vulkanik

315,6 g/4 kg BTKO) sebesar 0.14 me/100 g dan yang terendah yaitu 0.08 me/100 g terdapat pada perlakuan V0 (kontrol/tanpa debu) dan termasuk

kriteria sangat rendah hingga rendah. Nilai rataan Mg-dd tertinggi setelah 4 minggu inkubasi terdapat pada perlakuan V4 (debu vulkanik 631,2 g/4 kg

BTKO) sebesar 0.19 me/100 g dan yang terendah yaitu 0.08 me/100 g terdapat pada perlakuan V2 (debu vulkanik 315,6 g/4 kg BTKO) dan termasuk kriteria sangat rendah. Nilai rataan Na-dd tertinggi setelah 4 minggu inkubasi terdapat pada perlakuan V0 (kontrol/tanpa debu) sebesar 0.55 me/100 g dan yang terendah yaitu 0.32 me/100 g terdapat pada perlakuan V4 (debu vulkanik 631,2 g/4 kg BTKO) dan V5 (debu vulkanik 789 g/4 kg BTKO) dan termasuk kriteria rendah hingga sedang.

Dapat dilihat bahwa nilai rataan K-dd tertinggi setelah masa vegetatif tanaman jagung terdapat pada perlakuan V4 (debu vulkanik 631,2 g/4 kg BTKO) sebesar 0.63 me/100 g dan yang terendah yaitu 0.46 me/100 g terdapat pada perlakuan V3 (debu vulkanik 473,4 g/4 kg BTKO) dan termasuk kriteria sedang hingga tinggi. Nilai rataan Ca-dd tertinggi setelah masa vegetatif tanaman jagung

terdapat pada perlakuan V1 (debu vulkanik 157,8 g/4 kg BTKO) sebesar 0.15 me/100 g dan yang terendah yaitu 0.09 me/100 g terdapat pada perlakuan

(53)

dan termasuk kriteria sangat rendah. Nilai rataan Na-dd tertinggi setelah masa vegetatif tanaman jagung terdapat pada perlakuan V0 (ontrol/tanpa debu) sebesar 0.36 me/100 g dan yang terendah yaitu 0.20 me/100 g terdapat pada perlakuan V5 (debu vulkanik 789 g/4 kg BTKO) dan termasuk kriteria rendah.

Kejenuhan Basa

Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 16 dan Lampiran 29. diketahui bahwa debu vulkanik berpengaruh nyata dalam meningkatkan kejenuhan basa tanah setelah 4 minggu inkubasi namun berpengaruh nyata dalam menurunkan kejenuhan basa tanah setelah masa vegetatif tanaman jagung (Tabel 7).

Tabel 7. Nilai rataan kejenuhan basa tanah setelah 4 minggu inkubasi debu vulkanik dan akhir masa vegetatif tanaman jagung

Perlakuan KB

V0 (Kontrol/Tanpa debu) 7.82ab 7.03ab

V1 (Debu vulkanik 157,8 g/4 kg BTKU) 8.58a 5.66bc V2 (Debu vulkanik 315,6 g/4 kg BTKU) 8.09ab 5.54bc V3 (Debu vulkanik 473,4 g/4 kg BTKU) 6.94ab 4.59c V4 (Debu vulkanik 631,2 g/4 kg BTKU) 5.16b 7.82a V5 (Debu vulkanik 789 g/4 kg BTKU) 5.86ab 6.54abc Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut

uji beda rataan BNJ

Dapat dilihat bahwa nilai rataan kejenuhan basa tertinggi setelah 4 minggu inkubasi terdapat pada perlakuan V1 (debu vulkanik 157,8 g/4 kg BTKO) sebesar 8.58% dan yang terendah yaitu 5.16% terdapat pada perlakuan V4 (debu vulkanik 631,2 g/4 kg BTKO) dan termasuk kriteria sangat rendah.

(54)

BTKO) sebesar 7.82% dan yang terendah yaitu 4.59% terdapat pada perlakuan V3 (debu vulkanik 473,4 g/4 kg BTKO) dan termasuk kriteria sangat rendah.

Sulfur Tersedia Tanah

Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 17. dan Lampiran 30. diketahui bahwa debu vulkanik berpengaruh nyata dalam meningkatkan sulfur tersedia

tanah setelah 4 minggu inkubasi dan akhir masa vegetatif tanaman jagung (Tabel 8).

Tabel 8. Nilai rataan sulfur tersedia tanah setelah 4 minggu inkubasi debu vulkanik dan akhir masa vegetatif tanaman jagung

Perlakuan S-tersedia Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut

uji beda rataan BNJ

Dapat dilihat bahwa nilai rataan S-tersedia tertinggi setelah 4 minggu inkubasi terdapat pada perlakuan V4 (debu vulkanik 631,2 g/4 kg BTKO) sebesar 1914.67 ppm dan yang terendah yaitu 27.00 ppm terdapat pada perlakuan V0 (kontrol/tanpa debu) dan termasuk kriteria sedang hingga sangat tinggi.

(55)

Pembahasan

Kemasaman Tanah

Pemberian debu vulkanik berpengaruh nyata dalam menurunkan pH H2O dan pH KCl setelah 4 minggu inkubasi (Tabel 1.). Hasil analisis (Lampiran 2.) diketahui bahwa pH awal debu sebesar 4,3 (kriteria sangat masam). Artinya, ada indikasi bahwa hal ini akan mempengaruhi nilai pH tanah tersebut. Jika dibandingkan dengan hasil analisis kemasaman tanah yang diukur menggunakan air murni (pH H2O) pada tanah awal sebesar 5,63 dengan kriteria netral sehingga terjadi penurunan pH tanah akibat pemberian debu tersebut. Pemberian debu dapat meningkatkan kelarutan hidroksida Al di dalam tanah dan terjadi hidrolisis yang menyumbang ion H+ di dalam tanah sehingga kepekatan ion hidrogen (H+) di dalam tanah meningkat dan cenderung menjadi asam. Hakim dkk (1986) menyatakan bahwa dalam keadaan yang sangat masam, Al menjadi sangat larut yang dijumpai dalam bentuk kation Al3+ dan hidroksida Al. oleh Karena Al berada dalam larutan tanah mudah terhidrolisis, maka Al merupakan penyebab kemasaman atau penyumbang ion H. Ion H tersebut akan memberikan nilai pH rendah bagi larutan tanah.

(56)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan oleh meningkatnya pemberian debu vulkanik. Dari hasil analisis awal debu, diketahui bahwa debu vulkanik mengandung sulfur (kriteria sedang) sehingga dapat menyebabkan pH tanah menjadi lebih asam (pH turun), dan mengakibatkan ketersediaan Al meningkat di dalam tanah.

Pemberian debu vulkanik berpengaruh nyata dalam menurunkan pH H2O setelah masa vegetatif tanaman jagung. Diketahui bahwa terdapat peningkatan pH dibandingkan dengan pH saat inkubasi 4 minggu. Peningkatan pH tanah ini diakibatkan oleh adanya penambahan ion OH- yang berasal dari dekomposisi mineral yang terkandung di dalam debu tersebut. Ada kemungkinan salah satu mineral yang dikandung adalah mika (KAl(Mg,Fe)3Si3O10(OH)2). Berikut merupakan reaksi pembentukan mineral liat dari mineral primer yang telah mengalami pelapukan:

2KAl3Si3O10(OH)2 + 5H2O 3H4Al2Si2O9 + 2K+ + 2OH- Mika Kaolinit

Setiap pembentukan menjadi mineral kaolinit akan selalu menyumbang 2 ion OH-. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa peningkatan pH tanah terjadi adanya sumbangan ion OH- sebagai hasil dekomposisi debu vulkanik tersebut. Diketahui bahwa pemberian debu setelah masa vegetatif telah mengalami pelapukan karena terjadi pertambahan masa inkubasi debu selama 2 bulan.

(57)

nilai pH tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah tersebut. pH optimum untuk ketersediaan unsur hara tanah adalah netral, karena pada pH ini semua unsur makro tersedia secara maksimum.

Aluminium dan Hidrogen yang Dapat Dipertukarkan

Peningkatan Al-dd setelah 4 minggu inkubasi dapat terjadi karena kadar aluminium sangat bergantung kepada pH tanah. Seperti yang telah disampaikan oleh Rosmarkam dan Yuwono (2002) bahwa semakin rendah pH tanah, maka semakin tinggi aluminium yang dapat dipertukarkan dan sebaliknya. Berikut merupakan reaksi hidrolisis aluminium di dalam tanah :

Al+3 + H2O  Al(OH)+2 + H+ Al(OH)+2 + H2O  Al(OH)2+ + H+

Al(OH)+ + H2O  Al(OH)3 + H+

Dari reaksi diatas dapat kita lihat bahwa penambahan ion H+ dapat menurunkan pH tanah menjadi asam.

Berdasarkan hasil penelitian Lubis (2011) yang menyatakan bahwa kadar P-tersedia tertinggi terdapat pada perlakuan V5. Dari Tabel 2. Diketahui bahwa perlakuan V2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan V5. Dari sini dapat kita ketahui bahwa semakin menurunnya kadar Al-dd di dalam tanah dapat meningkatkan P-tersedia tanah.

(58)

pada muatan permanen koloid liat yang dapat dipertukarkan sehingga ion H berada pada keadaan seimbang dalam larutan tanah dan menyebabkan pH tanah menjadi rendah.

Ion H yang terjerap Ion H dalam larutan tanah (kemasaman cadangan) (kemasaman aktif)

Hakim, dkk (1986) menyatakan bahwa kemasaman cadangan di dalam tanah dapat menurunkan pH tanah secara drastis akibat bertambahnya ion H oleh suatu proses biologis maupun pemupukan.

Akan tetapi, pemberian debu tidak berpengaruh nyata terhadap Al-dd dan H-dd tanah setelah masa vegetatif tanaman jagung. Ada kemungkinan bahwa terjadi disosiasi dari basa-basa yang dapat dipertukarkan yang menyebabkan terjadi hidrolisis dan menghasilkan ion-ion OH-. Ion-ion OH- tersebut akan menaikkan pH tanah dan mengakibatkan Al-dd menjadi tidak nyata di dalam tanah.

Berdasarkan Tabel 6. Pemberian debu yang berpengaruh nyata terhadap basa-basa tukar tanah akan menyebabkan naiknya pH, sehingga tidak terjadi disosiasi H di dalam tapak pertukaran. Foth (1994) menyatakan apabila basa dibubuhkan pada tanah yang asam, H terlarut dinetralisasi dan sebagian H yang dapat dipertukarkan terionisasi untuk mengembalikan keadaan seimbang. Jumlah H yang dapat dipertukarkan dengan perlahan-lahan berkurang. H terlarut akan menurun dan pH akan lambat laun meningkat.

Kejenuhan Aluminium dan Hidrogen Tanah

(59)

berdasarkan literatur dari Rafi’i (1990) yaitu kemasaman tanah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : (1) unsur P kurang tersedia, (2) kekurangan unsur-unsur Ca dan Mg sebagai basa tanah, (3) kekurangan unsur-unsur Mo, (4) Aktivitas mikroorganisme seperti fiksasi N dari tanaman kacang-kacangan terhambat, (5) kandungan Mn dan Fe yang berlebih sehingga dapat menjadi racun bagi tanah dan tanaman, dan (6) kelarutan ion Al dan H yang sangat tinggi, sehingga merupakan faktor penghambat tumbuh tanaman yang utama pada tanah masam

Berdasarkan Lampiran 10. diketahui bahwa debu vulkanik berpengaruh nyata dalam meningkatkan kejenuhan H tanah setelah 4 minggu inkubasi. Ada kemungkinan bahwa kemasaman tanah diakibatkan oleh kejenuhan ion H di dalam tanah. Artinya, aktivitas ion H di dalam tanah lebih berpengaruh daripada ion Al. Hal ini disebabkan oleh ion Al yang berikatan dengan liat tidak dalam keadaan mantap sehingga Al yang dijerap tersebut akan berubah menjadi sumber ion H+. Hal ini sesuai dengan yang telah disebutkan oleh Foth (1994) yaitu Al pada lempeng liat Oktahedral Al menjadi tidak mantap dan diserap sebagai Al yang dapat dipertukarkan tersebut adalah sumber H+. berikut adalah persamaannya :

Misel-Al + 3 H2O H

Al(OH)3 + misel H H+ H

H yang bebas hidrolisis oleh Al yang dapat dipertukarkan ialah meningkatnya konsentrasi H+ larutan tanah.

(60)

menyatakan bahwa perlakuan V3 memiliki tekstur yang lebih kasar dibandingkan perlakuan V5 diketahui dari nilai fraksi pasir pada perlakuan V3 lebih tinggi daripada V5. Hal ini didukung oleh pernyataan Rosmarkam dan Yuwono (2002) yaitu kejenuhan aluminium dipengaruhi oleh tekstur, maka semakin kasar tekstur tingkat kebahayaan aluminium semakin tinggi.

Berbeda saat masa inkubasi 4 minggu, pemberian debu vulkanik tidak berpengaruh nyata terhadap kejenuhan hidrogen tanah setelah masa vegetatif tanaman jagung (Tabel 3). Kejenuhan hidrogen sangat dipengaruhi oleh disosiasi H di tapak pertukaran, jika banyak terdapat H di tapak pertukaran maka kejenuhan terhadap hidrogen menjadi nyata. Diketahui bahwa H-dd tidak nyata setelah masa vegetatif tanaman jagung (Tabel 2.). Hal ini disebabkan oleh ion H tidak terikat kuat sehingga tidak menempati di daerah pertukaran. Berdasarkan hal tersebut juga, dapat dibuktikan jika melihat Tabel 1. yaitu terjadinya peningkatan pH tanah sehingga ion H sebagai penyebab kemasaman berada dalam jumlah yang sedikit.

Kapasitas Tukar Kation Tanah

(61)

Pemberian debu vulkanik berpengaruh nyata dalam menurunkan KTK tanah setelah masa vegetatif tanaman jagung (Tabel 4). Diketahui bahwa nilai KTK pada perlakuan V3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan V0, V1 dan V2, jika disesuaikan dengan nilai pH tanah maka terjadi peningkatan pH pada perlakuan tersebut. Karena KTK berhubungan erat dengan pH tanah maka peningkatan pH tanah setelah masa vegetatif (Tabel 1) dapat meningkatkan KTK tanah. Hakim, dkk (1986) menyatakan dengan meningkatnya pH, hidrogen yang diikat koloid organik dan liat berionisasi dan dapat digantikan. Demikian pula ion hidroksi-Al yang terjerap akan dilepaskan dan membentuk Al(OH)3. Dengan demikian terciptalah tapak-tapak pertukaran baru pada koloid liat. Beriringan dengan perubahan-perubahan itu KTK pun meningkat.

Basa-Basa Tukar Tanah

Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 12, diketahui bahwa debu vulkanik berpengaruh nyata dalam meningkatkan basa-basa tukar tanah setelah 4 minggu inkubasi. Hal ini disebabkan oleh pencucian karena hara K mudah sekali tercuci. Semakin banyak jumlah debu yang diberikan, terjadi penurunan nilai K-dd karena debu vulkanik tersebut belum melapuk sempurna sehingga pertukaran ion K+ tidak terjadi di dalam koloid tanah. Semakin banyak jumlah pemberian debu vulkanik yang belum melapuk maka semakin rendah aktivitas pertukaran ion K+ di dalam koloid tanah karena belum terjadi mineralisasi hara K.

(62)

sebagian ion Ca yang dapat ditukar dalam kompleks jerapan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hakim, dkk (1986) yang menyatakan bahwa sebagian besar kalsium berada pada komplek adsorpsi dan mudah dipertukarkan dan kalsium ini mudah tersedia bagi tanaman.

Debu vulkanik mengandung banyak mineral sebagai sumber hara tanah. Berdasarkan hasil analisis, debu vulkanik mengandung Mg sebesar 4.77 me/100 g dengan kriteria tinggi. Lamanya masa inkubasi selama 4 minggu, secara nyata mulai dapat meningkatkan kadar Mg yang dapat dipertukarkan di dalam tanah. Oleh sebab itu. Pemberian debu vulkanik nyata meningkatkan Mg-dd di dalam tanah. Hal ini sesuai dengan literatur Hakim, dkk (1986) yang menyatakan bahwa bentuk-bentuk magnesium dalam tanah adalah (1) larut dalam air, (2) dapat dipertukarkan, (3) dalam kisi mineral tipe 2:1, dan (4) dalam mineral primer.

Pada Lampiran 15. diketahui bahwa kadar Na-dd setelah masa inkubasi 4 minggu terjadi penurunan kadar Na yang terjadi sejalan dengan penambahan jumlah debu ke dalam tanah. Hal ini mungkin disebabkan oleh pencucian karena selama inkubasi selalu diberikan penambahan air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Foth (1994) yaitu pada daerah basah pencucian dengan mudah melenyapkan natrium karena daya ikatannya pada tanah pertukaran tidak kuat. Berikut merupakan tingkat kekekuatan tarikan kation di dalam koloid :

Al > Ca > Mg > K > Na : H

(63)

Hal ini mungkin disebabkan oleh tanaman telah mengambil kalium dalam jumlah besar di dalam larutan tanah dibandingkan pada tempat pertukaran kation. Seperti yang telah dijelaskan oleh Foth (1994), kalium dapat diserap pada pertukaran kation dan siap tersedia untuk diambil tanaman. Suatu keseimbangan terjadi antara kalium larutan dan kalium yang dapat dipertukarkan. Selama masa pertumbuhan yang cepat, tanaman mungkin memindahkan kalium dari tanah lebih cepat daripada yang dilepaskan melalui pengikisan, dan keseimbangan bergeser ke kiri. Karena tanaman menyerap kalium dari larutan tanah, kalium itu memisahkan diri dari tapak pertukaran kation dalam usaha untuk menjaga keseimbangan.

Kadar Ca-dd setelah masa vegetatif tanaman jagung pada perlakuan V3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan V4 dan V5. Hasil analisis awal debu, tidak ada kandungan Ca yang dikandung dalam debu vulkanik. Oleh sebab itu, tidak terjadi penambahan hara Ca yang berasal dari debu vulkanik sehingga tanaman mengambil hara Ca dari tanah. Kadar Ca-dd yang terdapat pada tanah dalam jumlah yang sangat rendah (Lampiran 4) sehingga tanaman sedikit mengalami defisiensi hara Ca.

Gambar

Tabel Hal
Tabel 1. Nilai rataan pH H2O dan pH KCl setelah 4 minggu inkubasi debu vulkanik dan akhir masa vegetatif tanaman jagung
Tabel 2. Nilai rataan Al-dd dan H-dd tanah setelah 4 minggu inkubasi debu vulkanik dan akhir masa vegetatif tanaman jagung
Tabel 3. Nilai rataan kejenuhan Al dan H tanah setelah 4 minggu inkubasi debu vulkanik inkubasi dan akhir masa vegetatif tanaman jagung
+5

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa risiko yang bisa terjadi pada kehamilan di usia kurang dari 20 tahun adalah dari segi biologis perkembangan alat-alat reproduksinya belum sepenuhnya

Pegumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pembacaan. Data yang berupa puisi/teks diklasifikasikan berdasarkan unsur-unsur/bagian- bagian tertentu

bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a di atas, perlu ditetapkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tentang Penetapan Tim

Universitas Negeri

[r]

Kegiatan Pendampingan Kegiatan DAK Infrastruktur Irigasi Pekerjaan Paket 8 Rehabilitasi Sarana Irigasi DI Kaligawe Ds Munggung Kec Pedan, Karangdowo.

Kegiatan pemuliaan sapi perah FH di koperasi ini hendaknya dijadikan unit usaha tersendiri yang didukung oleh pemerintah Kabupaten Sumedang secara administratif dan

Selama ini para istri peternak kedua kelompok ini belum tahu dan menyadari jika susu sapi dapat diolah menjadi aneka produk pangan olahan susu yang lezat, bergizi, tahan cukup