KARAKTERISTIK FISIK DAGING DOMBA YANG
DIGEMUKKAN SECARA FEEDLOT DENGAN
PAKAN KOMPLIT BERKADAR PROTEIN
DAN ENERGI YANG BERBEDA
(Physical Characteristics of Lamb Meat Reared on Feedlot System with
Different Protein and Energy Levels)
E.PURBOWATI1,C.I.SUTRISNO1,E.BALIARTI2,S.P.S.BUDHI2danW.LESTARIANA3
1Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang 2Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 3Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
ABSTRACT
The objective of the research was to study the physical characteristics of lamb (pH, color, texture, cooking loss, and water holding capacity) on feedlot system with different protein and energy levels and different slaughter weight. Twenty four males local lamb, aged around 3 – 5 months with body weight of 8.7 – 15.5 kg (CV = 15.01%) were set in a generalize randomly (completely) block design with 4 treatments: R1 (Crude Ppotein/CP 14.48% and total digestible nutrients/TDN 50.46%), R2 (CP 17.35% and TDN 52.61%), R3 (CP 15.09% and TDN 58.60%), and R4 (CP 17.42% and TDN 57.46%). The group of lamb with light weight (B1 = 10.73 ± 1.37 kg) was slaughtered at the slaughter weight (SW) of 15 kg, the group of lamb with the average weight (B2 = 12.76 ± 0.54 kg) was slaughtered at the SW of 20 kg, and the group of lamb with the heavy weight (B3 = 14.91 ± 0.36 kg) was slaughtered at the SW of 25 kg. The ANOVA was used to analyze data and any differences among groups were further tested using Duncan Multiple Range Tests (DMRT). The result showed that the pH, color, texture, cooking loss, and water holding capacity of lamb between different protein and energy levels and different slaughter weight were not significantly different (P > 0.05). The average of pH, color (L, a, and b value), texture, cooking loss, and water holding capacity of lamb were 6.45, L = 1.53; a = 7.28 and b = 8.68, 1.51 N, 32.71%, and 44.94%, respectively. The conclusion of the research showed that physical characteristics of lamb reared on feedlot system with crude protein 15 – 17% and TDN 52 – 58%, and SW 15 – 25 kg were same relatively.
Key Words: Lamb, Protein-Energy Levels, Slaughter Weight, Lamb Meat, Physical Characteristics
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karateristik fisik daging (pH, warna, tekstur, susut masak, dan daya ikat air) domba yang digemukkan secara feedlot dengan kadar protein dan energi, serta bobot potong yang berbeda. Materi penelitian berupa domba Lokal jantan dengan umur 3 – 5 bulan dan bobot badan (BB) 8,7 – 15,5 kg (CV = 15,01%) sebanyak 24 ekor. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan berupa 4 (empat) macam pakan komplit, yaitu R1 = 14,48% protein kasar (PK) dan 50,46% total
digestible nutrients (TDN), R2 = 17,35% PK dan 52,61% TDN, R3 = 15,09% PK dan 58,60% TDN dan R4 =
17,42% PK dan 57,46% TDN. Pengelompokan berdasarkan bobot badan awal domba (B1 = 10,73 ± 1,37 kg, B2 = 12,76 ± 0,54 kg dan B3 = 14,91 ± 0,36 kg). Kelompok B1 dipotong pada bobot potong 15 kg, B2 20 kg, dan B3 25 kg. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi dan apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pH, warna, tekstur, susut masak, dan daya ikat air daging domba antar perlakuan pakan dan bobot potong yang berbeda tidak berbeda nyata (P > 0,05). Karakteristik fisik daging domba rata-rata adalah pH 6,45, warna (L = 1,53; a = 7,28; dan b = 8,68), tekstur 1,51 N, susut masak 32,71%, dan daya ikat air 44,94%. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah karakteristik fisik daging domba jantan yang digemukkan secara feedlot dengan pakan komplit berkadar protein 15 – 17% dan TDN 52 – 58%, serta bobot potong 15 – 25 kg, relatif sama.
PENDAHULUAN
Kandungan nutrien pakan dapat mempengaruhi konsumsi pakan dan akibatnya dapat mempengaruhi karakteristik daging.
SOEPARNO (2007) menyatakan bahwa
konsumsi pakan dapat mempengaruhi pH daging. Adanya perbedaan pH daging menunjukkan bahwa proses glikolisis postmortem berlangsung lebih lambat pada ternak yang sebelum pemotongan mendapat pakan konsentrat rendah, meskipun pH ultimat hampir sama atau stabil.
Pemberian pakan yang mengandung energi tinggi beberapa saat sebelum pemotongan dapat mempengaruhi kelezatan daging. Menurut SOEPARNO (2007) domba jantan atau betina yang mengkonsumsi pakan isoprotein dengan kandungan energi rendah akan menghasilkan daging yang kurang empuk dibandingkan domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi tinggi. Keempukan merupakan penentu kualitas daging yang paling besar.
Nilai pH daging berhubungan dengan daya ikat air (DIA), kesan jus daging, keempukan dan susut masak. Suatu kenaikan dari pH daging akan meningkatkan kesan jus daging dan DIA serta menurunkan susut masak otot Semimembranosus (SM) dan Longissimus dorsi (LD) domba secara linier.
Daya ikat air (DIA) adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Daya ikat air menurun dari pH tinggi (sekitar 7 – 10) sampai pada pH titik isoelektrik protein-potein daging antara 5,0 – 5,1 (BOUTON et al. dan
WISMER-PEDERSEN dalam SOEPARNO, 2005). Selain pH, fungsi otot dan macam pakan juga menyebabkan perbedaan DIA diantara otot. Fungsi atau gerakan otot yang berbeda mengakibatkan perbedaan jumlah glikogen yang menentukan besarnya pembentukan asam laktat dan akhirnya menghasilkan DIA yang berbeda. Otot Semitendinosus (ST) domba mempunyai DIA yang lebih besar daripada otot SM dan Biceps femoris (BF).
Susut masak merupakan fungsi dari temperatur dan lama pemasakan. Konsumsi pakan dapat mempengaruhi besarnya susut masak. Otot LD domba yang diberi pakan
sesuai kebutuhan pokok hidup (imbangan energi nol) dan di bawah kebutuhan pokok hidup (imbangan energi negatif) menghasilkan susut masak yang lebih kecil daripada otot LD domba yang diberi pakan dengan imbangan energi positif. Hal ini karena domba yang diberi pakan baik menghasilkan lemak
marbling yang lebih banyak (ASGHAR dan
YEATES dalam SOEPARNO, 2005). Daging
dengan susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas yang lebih baik daripada daging dengan susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit.
Besarnya susut masak dapat dipergunakan untuk mengestimasi jumlah jus dalam daging. Kesan jus daging atau juiciness mempunyai hubungan yang erat dengan susut masak. Kadar jus daging yang rendah dapat disebabkan oleh susut masak yang tinggi. Pakan mempunyai pengaruh yang kecil terhadap jus daging. Kesan jus pada daging sapi jantan kastrasi Friesian yang diberi pakan butir-butiran tidak berbeda dengan yang diberi pakan rumput padangan (PURCHAS dan DAVIES
dalam SOEPARNO, 2005).
Karakteristik fisik daging di atas akan mempengaruhi daya terima daging oleh konsumen. Oleh karena itu, perlu diketahui karateristik fisik daging yang meliputi pH, warna, tekstur, susut masak, dan daya ikat air daging domba lokal jantan yang digemukkan secara feedlot dengan pakan komplit berkadar protein dan energi yang berbeda.
MATERI DAN METODE
Materi penelitian berupa domba Lokal jantan dengan umur 3 – 5 bulan dan bobot badan (BB) 8,7 – 15,5 kg (CV = 15,01%) sebanyak 24 ekor. Bahan pakan yang digunakan untuk menyusun pakan komplit adalah jerami padi dan konsentrat yang terdiri atas dedak padi, gaplek, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung daun lamtoro, molases serta ultra mineral.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat untuk memotong ternak dan timbangan untuk menimbang ternak dan sampel daging. Timbangan untuk menimbang ternak adalah timbangan gantung (Hanging Scales) merk five goats buatan China
dengan kapasitas 50 kg dan ketelitian 200 g, dan timbangan elektronik merk adventurer
OHAUS tipe AR1530 dengan kapasitas 150 g
dan ketelitian 0,001 g untuk menimbang sampe Percobaan dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok ke dalam 4 (empat) perlakuan pakan komplit, yaitu R1 = 14,48% protein kasar (PK) dan 50,46% total digestible
nutrients (TDN), R2 = 17,35% PK dan 52,61%
TDN, R3 = 15,09% PK dan 58,60% TDN dan R4 = 17,42% PK dan 57,46% TDN. Pengelompokan domba berdasarkan bobot badan awal (ringan/B1 = 10,73 ± 1,37 kg, sedang/B2 = 12,76 ± 0,54 kg dan berat/B3 = 14,91 ± 0,36 kg). Kelompok B1 dipelihara hingga bobot potong (BP) 15 kg, B2 hingga BP 20 kg, dan B3 hingga BP 25 kg.
Pakan komplit dibentuk pelet dengan cara pembuatan hasil modifikasi sendiri, yaitu semua bahan pakan digiling, masing-masing bahan pakan ditimbang sesuai dengan proporsinya, dicampur, ditambah air sebanyak 50% dari berat campuran, kemudian dicetak
dengan mesin pelet dan setelah itu dijemur. Komposisi dan kandungan nutrien pakan komplit setelah koefisien cerna diketahui disajikan pada Tabel 1.
Ransum diberikan sebanyak 6% dari bobot badan ternak dan pemberiannya dilakukan dua kali sehari yaitu setiap pagi (pukul 7:00) dan sore (pukul 16:00) hari, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Sebelum pemberian pakan dan air minum di pagi hari dilakukan penimbangan sisanya. Domba ditimbang seminggu sekali untuk menyesuaikan jumlah ransum yang diberikan.
Pemotongan domba sesuai dengan bobot potong yang telah ditentukan dan dilakukan secara halal setelah dipuasakan terhadap pakan selama 24 jam (air minum tetap diberikan secara ad libitum). Tujuan pemuasaan domba sebelum pemotongan adalah untuk memperkecil variasi bobot potong akibat isi saluran pencernaan dan untuk mempermudah pelaksanaan pemotongan.
Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrien pakan komplit
Uraian R1 R2 R3 R4
Komposisi bahan pakan (% BK) --- (%) ---
Jerami padi 25,00 25,00 25,00 25,00 Tepung ikan 1,00 1,90 3,60 5,30 Bungkil kedelai 11,70 16,20 15,15 19,20 T. daun lamtoro 1,00 2,10 3,50 5,00 Dedak padi 50,50 46,50 10,75 5,50 Gaplek 5,00 2,30 34,00 34,00 Molases 3,80 4,00 6,00 4,00 Mineral 2,00 2,00 2,00 2,00 Kandungan nutrien Bahan kering 90,73 90,82 89,01 90,11 Abu 16,71 16,42 13,48 14,35 Protein kasar 14,48 17,35 15,09 17,42 Lemak kasar 5,02 4,62 1,84 1,30 Serat kasar 13,98 10,58 9,58 10,89
Bahan ekstrak tanpa nitrogen 49,81 51,03 60,02 56,04
Total digestible nutrientsa 50,46 52,61 58,60 57,46 aDihitung dari koefisien cerna nutrien ransum dalam % dengan rumus = protein tercerna + serat kasar tercerna + bahan ekstrak tanpa nitrogen tercerna + 2,25 x lemak kasar tercerna sesuai petunjuk HARTADI et al. (2005)
Pemotongan ternak dimulai dengan memotong leher hingga vena jugularis,
oesophagus, dan trachea terputus (dekat tulang
rahang bawah) agar terjadi pengeluaran darah yang sempurna. Kemudian ujung oesophagus diikat agar cairan rumen tidak keluar apabila ternak tersebut digantung. Kepala dilepaskan dari tubuh pada sendi occipito-atlantis. Kaki depan dan kaki belakang dilepaskan pada sendi
carpo-metacarpal dan sendi tarso-metatarsal.
Ternak tersebut digantung pada tendo-achiles pada kedua kaki belakang, kemudian kulitnya dilepas.
Karkas segar diperoleh setelah semua organ tubuh bagian dalam dikeluarkan, yaitu alat reproduksi, hati, limpa, jantung, paru-paru, trachea, alat pencernaan, empedu, dan pancreas kecuali ginjal. Karkas segar ini dipotong ekornya, kemudian dibelah secara simetris sepanjang tulang belakangnya dari leher (Ossa
vertebrae cervicalis) sampai sakral (Ossa vertebrae sarcalis) sehingga diperoleh karkas
segar kiri dan kanan.
Sampel daging untuk pengujian karakteristik fisik daging diambil dari karkas sebelah kanan. Jenis otot yang diuji adalah otot
Longissimus dorsi (LD) yang diambil pada
bagian loin dan otot Biceps femoris (BF) yang diambil pada bagian paha. Parameter yang dianalisis meliputi pH (Bouton dan Harris, 1972), daya ikat air dengan metode Hamm (Swatland, 1994), susut masak (BOUTON et al., 1971), tekstur dengan alat Universal Testing Machine merk ZWICK, dan warna dengan
system yang direkomendasikan oleh International Commison on Illuminaton (CIE)
(SWATLAND, 1994) menggunakan alat
Lovibond.
Parameter dan analisis data penelitian
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi pakan terdiri dari bahan kering (BK), protein kasar (PK), dan total
digestible nutrients (TDN), serta karakteristik
fisik daging meliputi pH, warna, tekstur, susut masak, dan daya ikat air (DIA). Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi dan apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan (STEEL dan TORRIE, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik fisik daging dengan perlakuan protein dan energi pakan berbeda disajikan pada Tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa karakteristik fisik daging tidak berbeda nyata (P < 0,05) diantara perlakuan pakan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pakan tidak mempengaruhi karakteristik daging. Meskipun demikian, ditinjau dari nilai feed cost per gain (PURBOWATI et al., 2007), perlakuan R3 paling ekonomis dengan nilai Rp. 8.047,17/kg BB, urutan selanjutnya dari yang paling ekonomis adalah R2 (Rp. 8.308,88/kg BB), R1 (Rp. 8.751,03/kg BB), dan R4 (Rp. 9.282,84).
Tabel 2. Karakteristik fisik daging domba pada perlakuan pakan yang berbeda
Parameter R1 R2 R3 R4 Konsumsi BK (g/ekor/hari) 937,08b 942,72b 796,54a 827,08a Konsumsi PK (g/ekor/hari) 135,72b 163,55b 120,17a 144,05b Konsumsi TDN (g/ekor/hari) 472,86a 495,98a 466,99a 475,21a pH Daging 6,47a 6,39a 6,50a 6,44a Warna Daging Nilai a 6,54a 7,00a 7,78a 7,81a Nilai b 6,04a 5,93a 8,78a 13,97a Nilai L 1,48a 1,74a 1,25a 1,63a Tekstur (N) 1,77a 1,25a 1,56a 1,50a Susut masak (%) 33,21a 30,20a 33,88a 33,54a DIA (%) 46,07a 46,95a 42,49a 44,26a a,b
SOEPARNO (2007) menyatakan bahwa konsumsi pakan dapat mempengaruhi pH daging, namun dalam penelitian ini tidak terbukti. Konsumsi pakan R1 dan R2 lebih tinggi secara nyata (P < 0,05) daripada R3 dan R4, tetapi pH daging yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Hal ini karena pH daging yang diukur dalam penelitian ini adalah pH daging ultimat. Menurut SOEPARNO (2007), pH daging ultimat relatif sama atau stabil. Oleh karena nilai pH daging berhubungan dengan daya ikat air (DIA), kesan jus daging, keempukan (tekstur) dan susut masak, maka dengan tidak berbedanya nilai pH daging pada penelitian ini mengakibatkan parameter karakteristik fisik daging tersebut juga tidak berbeda nyata.
Karakteristik fisik daging pada bobot potong yang berbeda pada Tabel 3. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa karakteristik fisik daging domba pada bobot potong yang berbeda tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hal ini menunjukkan, bahwa karakteristik fisik daging domba tidak dipengaruhi oleh kelompok bobot potong domba, meskipun konsumsi pakan semakin meningkat secara nyata (P < 0,05) dengan meningkatnya bobot badan ternak.
pH daging
Rerata pH daging hasil penelitian ini adalah 6,45, sedikit lebih tinggi daripada hasil penelitian PURBOWATI et al. (2006) yaitu 6,34,
dan sedikit lebih rendah dari hasil penelitian SUPARNO et al. (2009) yaitu 6,52 Menurut
SOEPARNO (2005) pH daging ultimat (pH yang
tercapai setelah glikogen otot habis atau glikogen tidak lagi sensitif oleh serangan-serangan enzim glikolitik) normalnya adalah 5,4 – 5,8. Nilai pH daging ultimat hasil penelitian ini lebih tinggi dari pH daging ultimat normal. Hal ini kemungkinan karena jumlah cadangan glikogen otot saat pemotongan rendah sehingga penimbunan asam laktat terhenti karena cadangan glikogen otot sudah habis sebelum pH daging ultimat normal tercapai. Menurut LAWRIE (1995), terdepresinya glikogen dapat terjadi karena ternak lelah, lapar atau takut sebelum pemotongan.
Warna daging
Nilai L, a dan b hasil penelitian ini adalah Warna daging yang dikehendaki oleh konsumen adalah warna merah cerah. Faktor utama yang menentukan warna daging yaitu konsentrasi pigmen daging myoglobin (FORREST et al., 1975), tipe molekul dan status kimia myoglobin (LAWRIE, 1995). Faktor penentu warna daging tersebut dipengaruhi oleh pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stress (tingkat aktivitas dan tipe otot), pH dan oksigen (SOEPARNO, 2005; LAWRIE, 1995). Warna daging dalam penelitian ini ditunjukkan oleh nilai L (gelap hingga terang), a (hijau hingga merah) dan b (biru hingga kuning 1,53, 7,28, dan 8,68. Hasil penelitian PURBOWATI et al. (2006) pada domba lokal
Tabel 3. Karakteristik fisik daging domba pada bobot potong yang berbeda
B1 B2 B3 Parameter 698,37a 898,63b 1.030,56c Konsumsi PK (g/ekor/hari) 112,33a 144,48b 165,80c Konsumsi TDN (g/ekor/hari) 380,77a 489,88b 562,63c pH Daging 6,37a 6,54a 6,44a Warna Daging Nilai a 6,48a 7,26a 8,11a Nilai b 6,00a 12,32a 7,73a Nilai L 1,39a 1,50a 1,69a Tekstur (N) 1,39a 1,37a 1,80a Susut masak (%) 32,94a 32,49a 32,69a DIA (%) 46,19a 45,70a 42,93a a,b
yang dipelihara di pedesaan mendapatkan nilai L antara 47,83 sampai 53,82, nilai a antara 4,77 sampai 10,47, dan nilai b antara 9,24 sampai 12,81. Dibandingkan dengan hasil penelitian tersebut, hasil penelitian ini mempunyai nilai L yang lebih rendah, nilai a dan b yang hampir sama. Hal ini berarti warna daging hasil penelitian ini lebih gelap dibandingkan hasil penelitian PURBOWATI et al. (2006).
Tekstur daging
Rerata tekstur daging hasil penelitian ini 1,51 Newton. Semakin tinggi nilai tekstur daging, keempukan daging semakin rendah. Menurut SWATLAND (1994), tekstur daging
yang lunak menunjukkan bahwa daging diperoleh dari ternak yang masih muda, sedangkan tekstur kasar dari ternak tua. Tekstur daging domba lokal yang dipelihara di pedesaan hasil penelitian PURBOWATI et al. (2006) antara 9,15 – 17,47 Newton (rerata 13,15 Newton). Dibandingkan dengan hasil penelitian tersebut, tekstur daging hasil penelitian ini lebih rendah, artinya daging hasil penelitian ini lebih empuk. Hal ini dapat terjadi karena penelitian ini menggunakan konsentrat yang lebih tinggi yaitu 75%.
Susut masak daging
Rerata susut masak hasil penelitian ini adalah 32,71%. Pada umumnya, susut masak bervariasi dengan kisaran 15-40% (SOEPARNO,
2005). Selanjutnya dijelaskan, bahwa bobot potong dapat mempengaruhi susut masak apabila terdapat perbedaan deposisi lemak intramuskular (lemak marbling). Pengaruh bobot potong terhadap kadar lemak daging hasil penelitian ini tidak berbeda (PURBOWATI et al., 2009) sehingga susut masak dagingnya
pun tidak berbeda pula. SOEPARNO (2005)
menyatakan, bahwa susut masak mempunyai hubungan dengan kesan jus daging atau
juiciness. Kadar jus daging yang rendah dapat
disebabkan oleh susut masak yang tinggi. Hasil penelitian PURBOWATI et al. (2006) dan SOEPARNO et al. (2009) menghasilkan susut masak 30,57 dan 30,77%, sedikit lebih rendah daripada hasil penelitian ini. Daging dengan susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging
dengan susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit.
Daya ikat air daging
Rerata daya ikat air (DIA) hasil penelitian ini adalah 44,94%. Dibandingkan hasil penelitian PURBOWATI et al. (2006) yang mendapatkan DIA daging domba yang dipelihara di pedesaan sebesar 31,68%, maka DIA hasil penelitian ini lebih tinggi. Lebih tingginya DIA hasil penelitian ini dibandingkan hasil penelitian PURBOWATI et
al. (2006b), kemungkinan karena kualitas
pakan pada penelitian ini lebih baik daripada pakan pada penelitian PURBOWATI et al. (2006) tersebut. Daya ikat air (DIA) daging adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan (SOEPARNO, 2005). Daya ikat air dipengaruhi oleh perbedaan species, umur, pakan, pH, serta jenis dan fungsi otot (LAWRIE, 1995; SOEPARNO, 2005). Fungsi atau gerakan otot yang berbeda mengakibatkan perbedaan jumlah glikogen yang menentukan besarnya pembentukan asam laktat dan akhirnya menghasilkan DIA yang berbeda. Daya ikat air menurun dari pH tinggi (sekitar 7 – 10) sampai pada pH titik isoelektrik protein-potein daging antara 5,0 – 5,1 (BOUTON et al. dan WISMER
-PEDERSEN dalam SOEPARNO, 2005).
KESIMPULAN
Kesimpulan hasil penelitian ini adalah karakteristik fisik daging domba jantan yang digemukkan secara feedlot dengan pakan komplit berkadar protein 15 – 17% dan TDN 52 – 58%, serta bobot potong 15 – 25 kg, relatif sama.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada (1) Bagian Proyek Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia, DITJEN DIKTI, DEPDIKNAS, yang telah memberikan dana; (2) Ketua Lembaga Penelitian UNDIP beserta
staf yang telah memberikan kesempatan penulis untuk memperoleh dana penelitian tersebut; (3) Dekan Fakultas Peternakan UNDIP beserta staf yang telah memberikan fasilitas untuk pelaksanaan penelitian; (4) Tim inti dan sukarelawan penelitian Ransum Komplit 2006 yang telah membantu pelaksanaan penelitian, serta (5) Rekan-rekan di Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Fakultas Peternakan UNDIP yang telah memberikan dukungan sepenuhnya pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
BOUTON, P.E.,P.V.HARRIS and W.R.SHORTHOSE,
1971. Theeffectof ultimatephupon the water-holdingcapacity and tendernessof mutton.J. Food Sci. 36:435.
BOUTON,P.E. andP.V. HARRIS, 1972.Theeffectof
cooking temperature and time on some mechanical propertiesof meat. J. Food Sci.37: 140.
FORREST, J.C., B.E.B. ABERLE, H.B. HENDRICK, M.D. JUDGE and R.A. MERKEL. 1975. Principlesof MeatScience. W.H.Freeman and CO.,San Francisco.
LAWRIE, R.A. 1995. Ilmu Daging. oleh: DiterjemahkanA Parakkasi.UI-Press,Jakarta. PURBOWATI,E.,C.I.SUTRISNO,E.BALIARTI,S.P.S.
BUDHI dan W. LESTARIANA. 2006. Karakteristik fisik otot longissimus dorsi dan
biceps femoris domba lokal jantan yang
dipelihara di pedesaan pada bobot potong yang berbeda. Protein 13(2): 146 – 152.
PURBOWATI,E., C.I.SUTRISNO, E. BALIARTI, S.P.S. BUDHI dan W. LESTARIANA. 2007. Pengaruh pakan komplit dengankadar protein danenergi yang berbeda pada penggemukan domba lokal jantan secara feedlot terhadap konversi pakan. Pros. Seminar NasionalTeknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 21-22 Agustus 2007 Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 394 – 401. PURBOWATI, E.C.,I.SUTRISNO, E. BALIARTI, S.P.S. BUDHI dan W.LESTARIANA. 2009. Komposisi kimiadomba yang digemukkan secara feedlot dengan pakan komplit berkadar protein dan energi yang berbeda. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 13 – 14 Agustus 2009. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 468 – 475.
SOEPARNO, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. SOEPARNO, 2007. PengolahanHasil Ternak. Penerbit
UniversitasTerbuka,Jakarta.
SUPARNO, A.S.,A.A.K. RUKMI, R. ADIWINARTI, E. PURBOWATI,M.ARIFIN dan S.MAWATI. 2009. Pengaruh rasio protein kasar dan energi terhadap komposisi kimia dan kualitas fisik daging pada domba lokal. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 13 – 14 Agustus 2009. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 399 – 400.
SWATLAND,H.J.1994.Structure and Development of Meat Animals and Poultry. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania. STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE.1991. Prinsip dan
Prosedur Statistika. Edisi Kedua.
Diterjemahkan oleh: SUMANTRI, B. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.