• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN KEBIJAKAN EVALUASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2019 DI PROVINSI NTB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL PENELITIAN KEBIJAKAN EVALUASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2019 DI PROVINSI NTB"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

HASIL PENELITIAN KEBIJAKAN EVALUASI

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2019

DI PROVINSI NTB

Topik: Tata Kelola (Sasaran-1, Sasaran-5 & Sasaran-8)

ARTIKEL

(2)

2

HASIL PENELITIAN KEBIJAKAN EVALUASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2019

DI PROVINSI NTB

Oleh

Tri Aktariyani, Candra Eka Puspitasari

Pendahuluan

Jumlah penduduk yang memiliki jaminan kesehatan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah sebesar 55,61%. Dimana penduduk di wilayah Kota Mataram dan Kabupaten Sumbawa Barat adalah wilayah dengan persentase penduduk terbanyak yang memiliki jaminan kesehatan (Profil Kesehatan Provinsi NTB, 2018). Provinsi NTB memiliki 10 kabupaten/kota, dan indeks kapasitas fiskal daerah ini dinilai rendah (Kemenkeu, 2019). Sementara menurut peta jalan JKN, seluruh penduduk harus telah menjadi peserta program JKN pada tahun 2019. Menurut Perpres No. 82/2018, pemerintah daerah wajib mendukung penyelenggaraan program JKN melalui peningkatakan capaian kepesertaan, kepatuhan pembayaran iuran, peningkatan layanan kesehatan, dsb. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi aspek tata kelola dalam pencapaian peta jalan program JKN 2014-2019 di Provinsi NTB, sebagai daerah penerima hibah karena memiliki kemampuan keuangan daerah yang tidak tinggi.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis pertanyaan di bawah ini:

1. Apakah capaian Peta Jalan JKN 2014-2019 sasaran 1, 5 dan 8 dapat tercapai di NTB?

2. Bagaimana koordinasi dalam kesesuaian data PBI (masyarakat miskin dan tidak mampu) antara pemerintah provinsi NTB dengan BPJS Kesehatan?

3. Bagaimana transparansi dan partisipasi penyelenggaraan program JKN di provinsi NTB dalam mencapai sasaran Peta Jalan JKN 2014-2019?

Metode

Penelitian ini menggunakan pendekatan realist evaluation. Realist evaluation dipilih karena mampu menjelaskan beberapa outcome yang berbeda akibat implementasi dari sistem tata kelola Program JKN. Tidak hanya menjelaskan apa yang berhasil?, tetapi mampu mengekplorasi bagaimana itu berhasil? Pada konteks apa? Dan untuk siapa? (Pawson and Tilley, 1997). Sumber data dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui teknik wawancara mendalam kepada partisipan terpilih, yakni para stakeholder yang berkaitan dengan pelaksanaan program JKN, antara lain Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, & BPJS Kesehatan di NTB. Data sekunder dikumpulkan melalui dokumen resmi (RPJMD, RKPD, Profil Kesehatan), jurnal atau dokumen lain yang berhubungan dengan masalah penelitian,dan data dalam DaSK (Dashboard Sistem Kesehatan) Provinsi dan Nasional yang dikembangkan PKMK FKKMK UGM. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Note: Proses realist evaluation, Tahap Pengembangan Teori dan Tahap Rumusan CMO Hipotesis masuk

(3)

3

Hasil

Untuk mengevaluasi apakah capaian tata kelola program JKN dalam sasaran-1,5 dan 8 peta jalan JKN telah tercapai, ditelusuri dengan ketersediaan akses data kepesertaan, akses data iuran, akses data pembiayaan layanan kesehatan era JKN dan riwayat kebijakan pemerintah Provinsi NTB dalam mengoptimalkan JKN di wilayahnya

Akses Data Kepesertaan

Akses data kepesertaan yang berhasil dikumpulkan dari pemerintah Provinsi NTB adalah persentase penduduk yang memiliki jaminan kesehatan dengan yang tidak memiliki pada tahun 2018 dan capaian kepesertaan berbagai segmen per.kabupaten tahun 2019. Komposisinya diuraiakan lebih lanjut berikut ini:

Tabel 1. Persentase Penduduk Menurut Kepemilikan Jaminan Kesehatan di Provinsi Nusa Tenggara Barat

Kabupaten/Kota Mempunyai Jaminan Kesehatan Tidak memunyai Jaminan Kesehatan Total (1) (2) (3) (4) Lombok Barat 56,80 43,30 100,00 Lombo Tengah 38,56 61,44 100,00 Lombok Timur 48,75 51,25 100,00 Sumbawa 50,56 49,44 100,00 Dompu 62,64 37,36 100,00 Bima 47,98 52,02 100,00 Sumbawa Barat 95,96 4,04 100,00 Lombok Utara 61,46 38,54 100,00 Kota Mataram 92,61 7,39 100,00 Kota Bima 72,65 27,35 100,00 NTB 55,61 44,39 100,00 Sumber: Susenas, 2018

Berdasarkan tabel di atas, Kabupaten Sumbawa Barat dan Kota Mataram adalah wilayah yang cakupan kepesertaannya di atas 90%, sedangkan Kabupaten Lombok Tengah, Bima, dan Lombok Timur adalah wilayah dengan cakupan kepesertaan jaminan kesehatannya di bawah 50%.

Tabel 2. capaian kepesertaan program JKN Provinsi NTB

Kabupat/ Kota

Jumlah penduduk

Segmen peserta Cakupan UHC % BLM JKN PBI APBN PD Pempro PD Pemda PPU PBPU BP Kota Mataram 429.454 156.563 7.508 15.950 133.864 46.525 13.635 374.035 87.10 55.419 Kab Lombok Barat 719.321 406.036 5.684 78.909 78.909 52.965 4.042 561.717 78.09 157.604 Kab Lombok Utara 240.528 137.058 46.778 9.903 21.069 5.287 821 220.916 91.85 19.613 Kab Lombok Tengah 1.043.759 552.612 16.530 48.128 94.894 45.963 7.289 765.416 73.33 278.343 Kab Lombok Timur 1.297.351 852.315 10.794 53.223 110.714 54.473 10.099 1.091.618 84.14 205.733 Kota Bima 149.974 58.779 21.908 15.626 39.173 9.814 4.837 150.137 100.7 -1.163 Kab Bima 530.065 307.713 6.216 32.096 50.056 32.272 4.992 433.345 81.75 96.720 Kab Dompu 222.729 131.827 1.739 49.697 31.830 14.113 3.696 232.902 104.5 -10.173 Kab Sumbawa Besar 514.893 217.007 3.652 82.939 56.566 41.986 5.364 407.514 79.15 107.379 Kab Sumbawa Barat 140.502 52.723 998 56.866 29.952 5.513 705 146.757 104.45 -6.255

Total 5.287.577 2.872.633 121.807 378.509 647.027 308.911 55.470 4.384.357 82.92 903.220 Sumber: PPT BPJS Kesehatan dalam Forum Komunikasi Para Pemangku Kepentingan NTB, Desember 2019

(4)

4

Tabel di atas menunjukkan bahwa capaian cakupan kepeserta UHC tertinggi diraih oleh Kabupaten Sumbawa Barat sebesar 104.45%, sedangkan cakupan terendah oleh Kabupaten Lombok Tengah yakni 73,33%. Segmen kepesertaan terbanyak adalah PBI APBN/APBD jumlahnya mencapai 3.372.949 orang. Sedangkan segmen BP atau Bukan Pekerja adalah segmen yang memiliki sedikit peserta, hanya 55.470 orang.

Gambar 1. Cakupan Kepesertaan JKN di Provinsi Nusa Tenggara Barat

Sumber: DJSN, 2020

Berdasarkan tabel di atas, Provinsi NTB mengalami kenaikan capaian UHC dari 2018 ke 2020. Capaian UHC NTB saat ini sebesar 83,8%. Proporsi terbanyak adalah peserta PBI sebesar 78,9%, yakni masyarakat miskin atau tidak mampu. Sedangkan proporsi yang rendah adalah pada peserta Bukan Pekerja (BP) sebesar 1,3%.

Cakupan kepesertaan JKN di Provinsi NTB belum optimal disinyalir dikarenakan cleansing data peserta PBI yang dilakukan pemerintah pusat (Kementerian Sosial), mengalami kendala dalam verifikasi dan validasi di tingkat daerah, sebagaimana situasinya dalam kuotasi wawancara berikut:

“kalau kita melihat fakta memang masih banyak kendala-kendala karena datanya masih data lama. Apalagi basis yang digunakan adalah data yang tidak menggunakan NIK. Waktu itu kan belum menggunakan KTP elektronik. Salah satunya adalah di tahun ini PUSDATIN itu menonaktifkan 170 ribu peserta JKN untuk NTB yang dicoba di Dinas Sosial ini untuk dipantau, apakah orang ini masih ada atau tidak, apakah orang-orang ini orang-orang mampu atau tidak. Iya, jadi kan di musyawarah desa itu bukan hanya aparat desa saja yang diturunkan. Dusun-dusun lain juga bekerjasama untuk melakukan penilaian bersama, apakah orang ini layak atau tidak. Jadi kalau yang menentukan orang bahwa layak atau tidak, tentu tidak akan ada kepuasan juga oleh masyarakat. Nah sebaliknya begitu. Jadi coba sekarang kita mencoba di tingkat bawah untuk menilai secara arif bahwa mana sih masyarakat yang dinilai layak untuk mendapatkan bantuan PBI itu”. (Dinas Sosial Provinsi NTB)

Dinas Sosial menyatakan bahwa proses verifikasi dan validasi dilakukan melalui musyawarah desa atau lapisan bawah, namun masih mengalami kendala karena terdapat data yang tidak menggunakan NIK.

(5)

5

Akses Data Biaya Pelayanan Kesehatan era JKN

Akses data pelayanan kesehatan program JKN yang didapat dari Dinas Kesehatan Provinsi , berasal dari data susenas 2018, yang diuraiakan seperti dibawah ini:

Tabel 3 Persentase Penduduk Menurut Jenis Jaminan Kesehatan yang Digunakan dalam Berobat Jalan di Provinsi NTB, 2018

Penggunaan Jaminan Kesehatan Laki-laki Perempuan Laki-laki+ perempuan

BPJS Kesehatan PBI Ya 14,85 18,28 16,74 Tidak 85,15 81,72 83,26 BPJS Kesehatan Non PBI Ya 6,80 6,98 6,90 Tidak 93,20 93,02 93,10 Jamkesda Ya 3,59 5,10 4,43 Tidak 96,41 94,90 95,57 Asuransi Swasta Ya 0,00 0,03 0,02 Tidak 100,00 99,97 99,98 Perusahaan/Kantor Ya 0,56 0,51 0,53 Tidak 99,44 99,49 99,47 Tidak Mengunakan Ya 74,67 69,86 72,01 Tidak 25,33 30,14 27,99 Sumber: Susenas, 2018

Berdasarkan tabel di atas, penduduk provinsi NTB lebih banyak yang membayar tagihan sendiri (out of pocket) dibanding memanfaatkan jaminan kesehatan. Jumlah penduduk yang berobat jalan tanpa jaminan kesehatan sebanyak 72,01%. Pasien yang berobat jalan terbanyak ada di Puskesmas menurut Profil Kesehatan NTB, ada yang menggunakan BPJS Kesehatan dan ada yang membayar tagihan. Hal ini mungkin terjadi karena pelayanan kesehatan yang diterima pasien tidak tercover BPJS Kesehatan atau puskesmas bukan faslitas kesehatan pertama yang dimiliki penduduk yang berobat disana. Sehingga layanan itu harus membayar (Profil Kesehatan NTB, 2018).

Akses biaya layanan kesehatan dari BPJS Kesehatan hanya berupa perbandingan antara biaya pelayanan, dan pendapatan di Kota Mataram, akses untuk seluruh kabupaten/kota di Provinsi NTB belum bisa diakses. Data tersebut diuraikan sebagai berikut:

Tabel 4. Rasio Klaim s/d Desember 2019

Kantor Cabang Biaya Pelayanan Pendapatan Rasio

Kota Mataram 619.074.722.800 205.238.498.832 301,64%

Sumber: Beban Biaya dari Laporan BPJS Kota Mataram Per 31 Desember 2019

Tabel di atas menunjukkan bahwa total klaim biaya pelayanan JKN lebih besar, daripada total pendapatan (iuran) yang berhasil dikumpulkan di Kantor Cabang Kota Mataram yang memiliki area pelayanan yakni Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat, dengan rasio klaim mencapai 301,64%.

DaSK (Dashboard Sistem Kesehatan) adalah website yang memvisualisasikan data sampel 2014-2015 BPJS Kesehatan dalam bentuk yang atraktif dan komunikatif. Dari DaSK diperoleh persentase pembiayaan per.wilayah (kabupaten/kota) di Provinsi NTB, disajikan sebagai berikut:

(6)

6

Tabel 4. Persentase Total dana untuk pembayaran Klaim layanan Kardiovaskular FKTL dari Skema Jaminan Kesehatan Nasional di Provinsi NTB

Wilayah Peserta

Bukan Pekerja PBI APBD PBI APBN PBPU PPU Total KAB. BIMA 22,18% 0,00% 0,00% 77,82% 0,00% 100,00% KAB. DOMPU 100,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 100,00% KAB. LOMBOK BARAT 17,22% 0,00% 82,78% 0,00% 0,00% 100,00% KAB. LOMBOK TENGAH 33,16% 0,00% 42,01% 7,81% 17,03% 100,00% KAB. LOMBOK TIMUR 20,64% 1,24% 48,50% 14,60% 15,03% 100,00% KAB. LOMBOK UTARA 0,00% 0,00% 0,00% 93,31% 6,69% 100,00% KAB. SUMBAWA 1,00% 17,56% 0,00% 68,29% 13,15% 100,00% KAB. SUMBAWA BARAT 0,00% 0,00% 4,68% 8,38% 86,94% 100,00% KOTA BIMA 100,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 100,00% KOTA MATARAM 68,75% 6,90% 5,03% 11,67% 7,64% 100,00% Grand Total 33,60% 3,69% 20,33% 16,78% 25,60% 100,00%

Sumber: Data Sampel BPJS Kesehatan 2016 diolah dalam DaSK

Tabel di atas menunjukkan bahwa segmen PBI APBD adalah kelompok peserta yang paling sedikit mengakses layanan kardivoaskular, sedangkan kelompok BP (Bukan Pekerja) adalah kelompok peserta yang menempati posisi terbanyak dalam mengakses layanan kardiovaskular. BPJS Kesehatan telah menginformasikan data pembiayaan pelayaan kesehatan JKN di Provinsi NTB. Namun, data atau informasi tersebut diberikan secara agregat atau nasional. Data tidak disajikan per-wilayah kabupaten/kota yang ada di NTB, dan tidak pula disajikan per-segmentasi peserta. Sehingga, informasi persentase klaim ini belum digunakan dalam perencanaan dan pengganggaran kebijakan sector kesehatan. Sebagaimana dalam kuotasi berikut:

“..jadi kita tau bahwa sebetulnya jumlah dana yang masuk dengan yang di keluarkan masih besar yang di keluarkan, itu di sharing. Ndak hapal saya, karena itu BPJS yang punya, karena itu data bergerak bu, jadi itu ndak bisa karena itu data bergerak setiap bulan akan berubah di BPJS”. (Dinas Kesehatan Provinsi NTB) “Secara umum saja, kita melakukan rapat koordinasi jadi berapa pemasukannya dan beban-bebannya yang dibahas secara umum saja. Secara Nasional ya.” (Dinas Sosial Provinsi NTB)

Data-data JKN yang penting belum terintegrasi pada proses pengambilan kebijakan. Hal ini sangat disayangkan, dan apabila tidak diperbaiki dapat berakibat inefisiensi pada anggaran kesehatan baik yang dikelola oleh BPJS Kesehatan maupun pemerintah daerah.

Peraturan atau Kebijakan dalam program JKN di Provinsi NTB

Selanjutnya, laporan ini akan menyajikan kebijakan-kebijakan terkait pelaksanaan JKN di NTB. Salah satunya tentang adanya Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang mengikat antara Badan Kerjasama Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (BKSPJK), Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda), Dukcapil Provinsi NTB dengan BPJS Kedeputian Wilayah Bali, NTT, dan NTB. PKS ini berisi tentang Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional Bagi Penduduk yang didaftarkan Pemerintah Provinsi NTB. Hasil wawancara berikut menjelaskan terkait PKS tersebut,

(7)

7 “Sebenarnya di seluruh Indonesia, hanya NTB aja yang menandatangani PKS nya itu memasukkan 6 dinas. Nah seharusnya di daerah lain saja cukup dengan gubernur. Gubernur kan pimpinan tertinggi yang membawahi instansi lainnya, jadi sebenarnya itu cukup. Tapi di NTB ini ngga mau karena mereka masing-masing kan punya kewenangan.” (BPJS Kota Mataram)

“…saya minta tambahan dukcapil, kalau di tempat lain kan disana hanya gubernur dan BPJS, kalau disini ndak, kita selain ada gubernur dan BPJS kita ada lagi PKS yang lebih teknis yang menyangkut dinas-dinas terkait yang perannya nanti menyelesaikan masalah-masalah BPJS saya minta tambahan dukcapil, nah itu satu-satunya di indonesia itu”. (Dinas Kesehatan Provinsi NTB)

“Jadi sebenarnya PKS ini perjanjian kerjasama ya dilakukan dengan dasar karena ingin mempergunakan uang APBD ini sebagai pedoman terkait untuk mempertanggung jawabkan keuangan APBD. Siapapun nanti yang hendak bertanya ini lah dasar. Dasar ekskusif APBD yang tadi 62 miliar ini dasarnya ada PKS-nya mestinya memang ada MOU. MOU kan pak gubernur dengan pihak minimal mungkin pucuk pimpinannya BPJS yang ada di Jakarta.” (Bappeda Provinsi NTB)

Pemerintah Provinsi NTB memasukan enam OPD dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) bersama BPJS Kesehatan. Hal demikian dilakukan agar pelaksanaan teknis dalam program JKN dapat dipahami semua dinas-dinas karena semuanya saling terkait. Selain itu, PKS ini dijadikan dasar penggunaan dana dalam APBD. Kebijakan yang lainnya adalah Peraturan Walikota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat No.37 Tahun 2019 tentang Pedoman Verifikasi dan Validasi Data Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Mataram menjelaskan mengenai permasalahan krusial penetapan kelayakan warganya menerima bantuan iuran.

CMO Hasil Penelitian (Tahap III)

Data primer dan data sekunder yang telah berhasil dikumpulkan, kemudian disajikan dalam bentuk konfigurasi context-mechanism-outcome. Konfigurasi ini bertujuan untuk mendeskripsikan konteks dan implikasi apa yang terjadi dalam tata kelola program JKN di Provinsi NTB, lebih lanjut diuraikan sebagai berikut:

Tabel 5. CMO Hasil Penelitian

Context Mechanism Outcome

Program JKN melibatkanya banyak pihak dalam penyelenggaraannya

(context-1), Proses verifikasi dan

validasi tidak hanya melibatkan Dinas Sosial, dan OPD-OPD di Provinsi NTB memiliki kewenangan-kewenangan yang berbeda-beda

(context-2)

Pemerintah Provinsi NTB melibatkan enam OPD/Dinas dalam PKS dengan BPJS Kesehatan. Hal ini dilakukan dengan harapan semua Dinas-Dinas dapat membantu menyelesaikan persoalan JKN sesuai kewenangannya.

(mechanism)

Penyelenggaraan program JKN di Provinsi NTB telah melibatkan relevan stakeholders, sehingga pendataan kepesertaan/verifikasi dan validasi data telah dilakukan dengan baik dan koordinatif

(outcome)

JIKA Data-data JKN yang disajikan secara umum atau agregat, dan belum interoperabilitas

MAKA, Pemerintah di Provinsi NTB tidak memahami kendala, peluang dan situasi pembiayaan pelayanan kesehatan JKN

Perencanaan dan penganggaran sector kesehatan di daerah belum terintegrasi dengan data-data JKN dan situasi kesehatan masyarakat di NTB.

(8)

8

Sumber: diolah peneliti, 2019

Pembahasan

Penelitian ini membawa sejumlah bukti terkait komitmen untuk menyukseskan universal coverage melalui koordinasi antar instansi pemerintahan dan BPJS Kesehatan. Adanya kemauan pemerintah daerah tersebut menjadi mekanisme yang bertemu dengan konteks dimana penyelenggaraan layanan kesehatan dilaksanakan di daerah. Provinsi kepulauan ini juga mencatat lebih tingginya penggunaan dana JKN tiga kali lipat di Ibukota Provinsi. Meskipun telah ada komitmen pemerintah, data penyelenggaraan JKN seperti data peserta PBI APBN dan APBD yang komprehensif tidak belum diterima oleh Pemerintah daerah. Data agregat tentang jumlah layanan telah diberikan, namun data rinci belum disediakan oleh BPJS Kesehatan.

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi capaian sasaran tata kelola dalam dokumen Peta Jalan JKN 2014-2019 di Provinsi NTB. Sasaran tata kelola berada padal sasaran-1, sasaran-5, dan sasaran-8, lebih jelas diuraikan pada Tabel 6 , berikut ini.

Tabel 6.Peta Jalan menuju JKN 2014-2019

No Sasaran 1 Januari 2014 Sasaran 2019

1. BPJS Kesehatan mulai beroperasi. BPJS Kesehatan beroperasi dengan baik. 2. BPJS Kesehatan mengelola jaminan kesehatan

setidaknya bagi 121,6 juta peserta (sekitar 50 juta masih dikelola Badan lain).

Seluruh penduduk Indonesia (yang pada 2019 diperkirakan sekitar 257,5 juta jiwa) mendapat jaminan kesehatan melalui BPJS Kesehatan.

3. Paket manfaat medis yang dijamin adalah seluruh pengobatan untuk seluruh penyakit. Namun, masih ada perbedaan kelas perawatan di rumah sakit bagi yang mengiur sendiri dan bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya dibayarkan oleh Pemerintah.

Paket manfaat medis dan non medis (kelas perawatan) sudah sama, tidak ada perbedaan, untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

4. Rencana Aksi Pengembangan fasilitas kesehatan tersusun dan mulai dilaksanakan

Jumlah dan sebaran fasilitas pelayanan kesehatan (termasuk tenaga dan alat-alat) sudah memadai untuk menjamin seluruh penduduk memenuhi kebutuhan medis mereka.

5. Seluruh peraturan pelaksanaan (PP, Perpres, Peraturan Menteri, dan Peraturan BPJS) yang merupakan turunan UU SJSN dan UU BPJS telah diundangkan dan diterbitkan

Semua peraturan pelaksanaan telah disesuaikan secara berkala untuk menjamin kualitas layanan yang memadai dengan harga keekonomian yang layak

6. Paling sedikit 75% peserta menyatakan puas, baik dalam layanan di BPJS maupun dalam layanan di fasilitas kesehatan yang dikontrak BPJS

Paling sedikit 85% peserta menyatakan puas, baik dalam layanan di BPJS maupun dalam layanan di fasilitas kesehatan yang dikontrak BPJS

7. Paling sedikit 65% tenaga dan fasilitas kesehatan menyatakan puas atau mendapat pembayaran yang layak dari BPJS

Paling sedikit 80% tenaga dan fasilitas kesehatan menyatakan puas atau mendapat pembayaran yang layak dari BPJS. 8. BPJS dikelola secara terbuka, efisien, dan akuntabel BPJS dikelola secara terbuka, efisien, dan akuntabel

Sumber: Dokumen Peta Jalan Menuju JKN 2012-2019

Akses Data

Berdasarkan uraian di atas, akses data dan akses pembiayaan pelayanan kesehatan telah diinformasikan oleh BPJS Kesehatan kepada pemerintah Provinsi NTB. Namun, untuk data biaya pelayanan kesehatan data yang disajikan belum komprehensif. Hal ini yang menjadi evaluasi, sebab ketidaklengkapan data-data penyelenggaraan JKN terutama pembiayaan berpotensi lemahnya partisipasi atau merumuskan intervensik/kebijakan yang tidak tepat sasaran dalam optimalisasi program JKN di Provinsi NTB.

(9)

9

Data dalam Tabel 5 adalah visualisasi data sampel BPJS Kesehatan (1%), yang menggambarkan bahwa layanan kesehatan kardiovaskular group masih sedikit dimanfaatkan oleh PBI APBN/APBD, bahkan ada yang 0,00% di beberapa kabupaten di Provinsi NTB. Amanat dalam SJSN, bahwa program JKN tentu diprioritaskan bagi kelompok masyarakat rentan atau miskin. Permasalahan kemiskinan akan berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya. Orang miskin atau tidak mampu di Provinsi NTB masih mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Hal ini dikarenanakan faktor structural, budaya kerja, kemandirian dan pemerataan hasil pembangunan yang belum merata (Bappeda NTB, 2019).

Koordinasi

Koordinasi antara BPJS Kesehatan dan Pemerintah Provinsi NTB sudah berjalan dengan hal ini ditinjau dari PKS yang tidak hanya ditandatangani kepala daerah, tetapi turut serta enam Dinas yang bersangkutan. Pemerintah Provinsi NTB bahkan melakukan validasi dan verifikasi cleansing data dari Kementerian Sosial melibatkan perangkat desa. Hanya saja, terkait data kepesertaan by name by address yang dimiliki oleh BPJS Kesehatan Mataram bisa diakses dengan menunggu persetujuan BPJS Kesehatan Pusat.

Tata Kelola JKN

Perbaikan tata kelola perlu dilakukan. Transparansi data dalam penyelenggaraan JKN di Provinsi NTB masih belum baik. Hal ini dinilai dari belum tersedianya atau belum diketahuinya data-data yang dapat digunakan untuk monitoring dan evaluasi. Misal, Defisit BPJS Kesehatan yang terus terjadi dan jumlahnya selalu meningkat setiap tahunnya. Kenaikan iuran selalu menjadi solusi yang diambil. Kenaikan iuran ini tentu akan berdampak pada anggaran NTB sebagai Provinsi yang memiliki fiskal rendah. Pemerintah Provinsi NTB belum melakukan analisis apakah anggaran PBI yang jumlahnya akan semakin besar telah benar-benar membawa dampak kenaikan derajat kesehatan masyarakat miskin dan tidak mampu, yang persentasenya 60% lebih. Di sisi lain, NTB masih memiliki 7 kabupaten tertinggal yakni Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu, Bima, dan Sumbawa Barat (Kepmendes No. 79/2019). Penelitian belum menemukan sinergi kebijakan/program pemerintah provinsi NTB dengan program JKN. Karena, akses data yang dibutuhkan untuk evidence policy perlu menunggu perizinan BPJS Kesehatan pusat. Hal ini menjadikan BPJS Kesehatan sebagai Lembaga yang sentralistis. Sedangkan, kesehatan adalah urusan yang didesentarlisasikan sejak tahun 2004.

Kesenjangan dalam layanan kesehatan yang terjadi antara daerah perkotaan dan pedesaan berkontribusi pada peningkatan jumlah orang yang menderita penyakit kronis di pedesaan (Wang S, Kou C, Liu Y, et al. 2014). Pencapaian Universal Health Coverage (UHC) yang menjadi skema jaminan kesehatan masyarakat dunia, menekankan bahwa UHC bukan hanya mengenai kepesertaan, tetapi pemerataan (health equity). Kunci sukses mewujudkan keadilan dalam program JKN adalah mengurangi hambatan ekonomi dalam akses layanan kesehatan, dan memastikan akses layanan kesehatan yang paripurna, bekualitas baik pada kelompok yang kurang beruntung/rentan (WHO, 2016). Pemerataan layanan program JKN antara wilayah di NTB iyang sangat bervariasi dan rentan ini, belum menjadi pertimbangan dalam kebijakan JKN.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini menyimpulkan bahwa capaian Peta Jalan JKN 2014-2019 sasaran 1, 5 dan 8 di Provinsi NTB belum dapat dikatakan telah tercapai. Hal ini dilihat keterbatasan data klaim

(10)

10

biaya layanan kesehatan, sosial ekonomi, dan geografis. Meskipun demikian, koordinasi antara BPJS Kesehatan dan Pemerintah Provinsi NT telah berjalan dengan baik dalam hal kesesuaian data PBI (masyarakat miskin dan tidak mampu). Partisipasi BPJS Kesehatan dalam pemerataan layanan kesehatan di NTB yang memiliki persoalan kemiskinan memenuhi kebutuhan dasar dapat dikatakan belum muncul, sebab tata kelola BPJS Kesehatan bersifat sentralistis.

Referensi

Bappeda Provinsi NTB. (2019). Kemiskinan di Provinsi NTB https://bappeda.ntbprov.go.id/profil-kemiskinan-provinsi-ntb-periode-maret-2019/ diakses pada 27 Maret 2020

Berglund, T. (2014). Corporate governance and optimal transparency. In J. Forssbaeck & L. Oxelheim (Eds.), The Oxford handbook of economic and institutional transparency (pp. 359-371). Oxford, UK: Oxford University Press.

Bushman, R., Chen, Q., Engel, E., & Smith, A. (2004). Financial accounting information, organizational complexity and corporate governance systems. Journal of Accounting and Economics, 37, 167-201.

Curtin, Deidre, (1996) ‘Betwixt and Between: Democracy and Transparency in the Governance of the European Union,’ in J Winter, D. Curtin, A. Kallermen. B. de Witte (eds), Reforming the Treaty of European Union – The Legal Debate. The Hague: Kluwer.

Héritier, A. (2003) Composite democracy in Europe: the role of transparency and access to information, Journal of European Public Policy.

Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 79 Tahun 2019 tentang Penetapan Kabupaten Daerah Tertinggal yang terentaskan tahun 2015-2019

Mandica-Nur, N.G.B., (2009). Panduan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) untuk Petugas Pengelola dan Pemberi Informasi di Badan Publik, IRDI dan USAID, Cetakan Pertama, Jakarta.

Pawson, R., and Tilley,N. (1997). Realistic Evaluation. Sage. London.

Wang S, Kou C, Liu Y, et al. (2014). Rural-Urban Differences in the Prevalence of Chronic Disease in Northeasr China. Asia-Pasific J Public Health

Wang, XiaoHu dan Montgomery Wan Wart. (2007). When Public Participation in Administration Leads to Trust: An Empirical Assessment of Managers’ Perspection. Public Administration Review. Vol.67 No.2

WHO. (2016). Univresal Health Coverage: Moving Towards Better Health, Action Framework for the Western Pasific Region

(11)

11

Lampiran

Proses Realist Evaluation

Pendekatan realist evaluation menggunakan konfigurasi context-mechanism-outcome (CMO). Konfigurasi CMO ini bertujuan untuk memaparkan bahwa setiap program atau kebijakan memiliki suatu tujuan tertentu yang akan dicapai di akhir implementasi kebijakan/program tersebut (outcome) dan berdasarkan teori program/logika program, dibutuhkan sumber daya (input) untuk mencapai outcome tersebut.

Context ditentukan berdasarkan situasi atau kondisi dimana program JKN berjalan, termasuk jenis aktor

yang terlibat, sumber daya yang dimiliki di berbagai daerah, serta hubungan antar aktor dan sumber daya itu sendiri. Mechanism dikembangkan berdasarkan efek yang muncul dari program JKN, termasuk motivasi dan partisipasi dari para aktor yang terlibat, respon terhadap program/kebijakan JKN, perubahan dalam “reasoning” dan situasi sumber daya. Outcome dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat pencapaian berbagai aspek program JKN. Outcome didefinisikan sebagai dampak yang diinginkan atau tidak diperkirakan sebelumnya, tetapi muncul sebagai efek dari implementasi program JKN. Outcome juga ditinjau dari perbedaan kondisi di provinsi/kabupaten/kota sebelum dan sesudah intervensi program dan apa yang terjadi apabila tidak ada intervensi. Konfigurasi CMO ini disusun dan didiskusikan oleh tim peneliti, melalui diskusi dengan pemegang program, dan merupakan proses yang iteratif.

Tahap I: Melalui Desk Review yakni hasil penelitian JKN yang dilakukan PKMK FKKMK UGM sejak 2014-2017, regulasi terkait JKN, catatan forum JKKI 2017, (seharusnya pada tahap ini untuk mengidentifikasi program teori perlu mewawancari BPJS Kesehatan selaku pelaksana program dan pembuat pedoman tata kelola JKN tetapi saat ini tidak bisa diwawancarai) Tahap II: Setelah mengidentifikasi program teori sasaran tata kelola di Roadmap JKN (Sasaran-1, -5, & -8), menentukan indicator/definisi operasional, instrument penelitian dan merumuskan CMO Hipotesis, apabila roadmap tata kelola mampu tercapai 2019 disebabkan oleh apa? Mengapa? & bagaimana?

Tahap III: Instrumen penelitian & CMO Hipotesis yang sudah dibuat dikonfirmasikan kepada informan yang sudah ditentukan di awal. Roadmap JKN menjelaskan bahwa Roadmap JKN 2014-2019 tidak hanya oleh BPJS Kesehatan tetapi semua pihak sebagai komitmen mewujudkan jaminan kesehatan semesta. Informan yang diwawancarai: DPRD, Bappeda, Dinkes, Dinsos, BKAD, FKTP, RSUD, RS Swasta

(12)

12

Tahap I Pengembangan Program Teori

Program Teori adalah digali dari latar belakang atau filosofi sebuah peraturan/kebijakan/program tersebut dibentuk. Program teori ini menjelaskan bagaimana elemen-elemen suatu intervensi (baik itu dalam bentuk program, strategi ataupun kebijakan) akan berkontribusi dalam menghasilkan output yang diinginkan. Program teori biasanya dituliskan/diidentifikasi dalam bentuk input-process-output/outcome.

Program Teori dalam evaluasi tata kelola program JKN ini hanya digali melalui tiga dimensi teori good governance, yakni kemitraan (partisipasi), keterbukaan, transparansi dan responsivitas, lebih jelas diuraikan sebagai berikut:

Kemitraan (Partisipasi)

Teori Governenance oleh Curtin (1996) dan Heritier (2003) bahwa partisipasi publik dalam proses politik harus dipenuhi dalam sebuah pemerintahan yang demokratis. Partisipasi ini bisa dalam bentuk pemberian dukungan atau penolakan terhadap suatu kebijakan yang diambil pemerintah ataupun evaluasi terhadap kebijakan tersebut.

Transparansi

Transparansi adalah frekuensi pengungkapan informasi yang relevan, tepat waktu dan terbuka (Berglund, 2014). Data dan informasi tersebut tersedia justru bagi mereka yang berada di luar perusahaan/institusi (Bushman et al., 2004). Informasi publik yang baik secara aktif dan konstruktif dapat berkontriubsi dalam pengambilan keputusan mengenai isu-isu kebijakan, pembuatan peraturan, serta perencanaan dan pelaksanaan pelayanan (Wang dan Wart, 2007). Pada dasarnya, tujuan dan asas keterbukaan informasi dapat memberikan arah, landasan, acuan dan jaminan tentang pemenuhan hak publik dan sebagai instrumen dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, transparan, efisien, efektif, akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan (Sumber: IRDI dan USAID, 2009: 7).

Cucciniello dkk (2012) merancang kerangka kerja untuk memantau tingkat transparansi berdasarkan empat dimensi yang berbeda, yaitu i) Dimensi kelembagaan bertujuan untuk menangkap tingkat transparansi berkaitan dengan misi dan operasi pemerintah, kegiatan kelembagaan dan informasi yang diwajibkan sudah terdapat dalam undang-undang; ii) Dimensi politik bertujuan untuk menangkap tingkat aksebilitas informasi mengenai perwakilan politik, mandat politik dan kegiatan serta informasi lainnya, seperti ketidakhadiran dalam rapat dewan; iii) Dimensi finansial bertujuan untuk menilai tingkat transparansi berkaitan dengan penggunaan sumber keuangan, solvabilitas pemerintah dan masalah keuangan lainnya; iv) Dimensi pemberi layanan bertujuan untuk menilai tingkat transparansi kinerja pemerintah dalam penyampaian layanan keada warga negara dan pelaku usaha.

(13)

13

Tahap II – Perumusan CMO Hipotesis

Tahap kedua ini memasuki perumusan CMO Hipotesis yang didasarkan pada pengembangan program teori dan hasil wawancara para stakeholder yang dilaksanakan sejak 2018-2019.

Tersedia/terbukanya akses data peserta, data tunggakan, data utilisasi, data beban penyakit dan data keuangan secara tepat waktu

(context)

Adanya Koordinasi lintas sector & Rumusan kebijakan berbasis bukti yang dilakukan BPJS Kesehatan

bersama Pemda dalam memperkenalkan program/inovasi perbaikan pelayanan JKN (context) BPJS Kesehatan menyediakan dan memudahkan akses data/infromasi terkait implementasi kebijakan JKN

(context)

Adanya dukungan Pemerintah daerah dalam Program JKN

(context)

Nantinya kemitraan strategis terbangun antara berbagai stakeholder pemerintah daerah dengan BPJS Kesehatan untuk

mewujudkan indikator UHC yang ditetapkan WHO

(Outcome).

Akan memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah dan BPJS

Kesehatan mengenai hambatan/peluang dalam implementasi JKN di sebuah wilayah

(mechanism)

Akan membuat Pemda dan BPJS Kesehatan secara bersama menyesuaikan implementasi

kebijakan JKN agar mampu mengatasi permasalahan dan memenuhi kebutuhan masyakarakat

setempat (mechanism)

Akan membuat Pemda dan BPJS Kesehatan secara bersama menyesuaikan implementasi

kebijakan JKN agar mampu mengatasi permasalahan dan memenuhi kebutuhan masyakarakat

setempat (mechanism)

Kebijakan/regulasi yang dibentuk dalam penyelenggaraan JKN terselenggara dengan baik oleh semua stakeholders, dan memenuhi kebutuhan masyarakat (Outcome). Akan ada program/perencanaan/ intervensi untuk mendukung atau mengatasi hambatan program JKN di wilayahnya (Outcome).

Gambar

Tabel 1. Persentase Penduduk Menurut Kepemilikan Jaminan Kesehatan di Provinsi Nusa Tenggara Barat  Kabupaten/Kota  Mempunyai Jaminan
Gambar 1. Cakupan Kepesertaan JKN di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Tabel 3 Persentase Penduduk Menurut Jenis Jaminan Kesehatan yang Digunakan dalam Berobat Jalan   di Provinsi NTB, 2018
Tabel  di  atas  menunjukkan  bahwa  segmen  PBI  APBD  adalah  kelompok  peserta  yang  paling  sedikit  mengakses  layanan  kardivoaskular,  sedangkan kelompok  BP  (Bukan Pekerja) adalah  kelompok  peserta  yang  menempati  posisi  terbanyak  dalam  men

Referensi

Dokumen terkait

Park and Ride diharapkan dapat menyediakan tempat yang cukup luas dan baik untuk menampung kendaraan pribadi, mengurangi kendaraan yang masuk ke kota karena diharapkan

Penelitian ini dilakukan karena belum ada yang mengangkat Elja TV sebagai obyek penelitian sehingga peneliti ingin mengajak pembaca untuk memahami bagaimana proses

Dalam menjalankan aktivitas jurnalistiknya sebagai media berbasis nasional Tribun Jogja menjalankan etika jurnalistik yang berlaku baik untuk media konvensional

Berdasarkan sidik ragam yang dilakukan pada pe- nilaian tingkat kesukaan, dapat diketahui bahwa tingkat kesukaan terhadap kekerasan produk susu fermentasi kering

Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan pengabdian pembangunan PMA di Desa Pagedongan dan Desa Gunungjati adalah sebagai berikut: PMA sangat diperlukan dalam

Masalah prokrastinasi bagi perusahaan penting untuk diperhatikan, sebab dengan karyawan yang melakukan prokrastinasi akan mempengaruhi kinerja menjadi lambat dan

Lin, Wu, dan Chen, 2013:29-43 Penelitian dari jurnal tersebut menyebutkan bahwa electronic word of mouth yang berupa online review dan dan komentar sangat membantu calon

Dapat menaiki Bus Batik Solo Trans (AC) koridor 1 dari Halte yang telah disediakan di parkiran bandara dengan biaya Rp 10.000,-/orang lalu turun di depan Gerbang UNS berjalan