• Tidak ada hasil yang ditemukan

Draft Pedoman Teknis Channeling Penguatan Modal Keuangan UPK-BKM dan KSM PNPM Mandiri Perkotaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Draft Pedoman Teknis Channeling Penguatan Modal Keuangan UPK-BKM dan KSM PNPM Mandiri Perkotaan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Draft Pedoman Teknis

Channeling Penguatan Modal Keuangan

UPK-BKM dan KSM PNPM Mandiri Perkotaan

I. Pendahuluan

A. Dasar Pemikiran

1. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang sudah dilaksanakan sejak tahun 1999, pada tahun 2008 dilanjutkan dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (selanjutnya disebut dengan PNPM MP). P2KP/PNPM MP membawa misi untuk mendorong terjadinya

transformasi sosial dari “Masyarakat tidak Berdaya” menuju “Masyarakat Madani”.

2. Berbagai kegiatan dilakukan sebagai investasi dalam penanggulangan kemiskinan di daerah. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah: (1) Pembentukan kelembagaan masyarakat, Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), Unit Pengelola Keuangan (UPK), Unit Pengelola Lingkungan (UPL), Unit Pengelola Sosial (UPS) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) serta pemberian dana stimulan Bantuan Langsung Masyarkat (BLM) untuk pelaksanaan kegiatan lingkungan, sosial, dan ekonomi; (2)

Replikasi model pogram penanggulangan kemiskinan oleh

Pemerintah Daerah untuk memperluas dan memperdalam cakupan intervensi; (3) Program Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET) untuk mendorong kemitraan antara LKM dengan Pemda dalam penangulangan kemiskinan; (4) Channeling, untuk mendorong terjadinya kemitraan antara LKM dengan berbagai stakeholder; dan (5) Program Penataan Lingungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLP-BK) untuk mendorong inisiatif pemerintah daerah dan warga dalam perencanaan permukiman dan tatanan masyarakat yang harmonis.

3. Pemanfaatan BLM P2KP/PNPM MP untuk kegiatan ekonomi berupa pinjaman modal bergulir sudah memberikan manfaat bagi masyarakat. Berdasar SIM PNPM MP, sampai dengan Agustus 2011 ada 2.157.317 penerima manfaat pinjaman modal dengan 93.5% termasuk kategori miskin, dan tergabung dalam 443.857 KSM. Dari 443.857 KSM tersebut yang masih aktif sebagai peminjam (KSM Aktif) berjumlah 229.080 KSM dan jumlah KSM yang sudah menyelesaikan pinjaman sesuai kriteria (4 kali pinjaman) sebanyak 214.777 KSM sebagai “KSM Berdaya”. Namun demikian, karena adanya keterbatasan jumlah dana BLM untuk pinjaman modal bergulir menyebabkan adanya KSM yang menunggu mendapatkan giliran pinjaman (KSM Daftar Tunggu) dan

(2)

pembatasan jumlah pinjaman maksimum sebesar Rp 2 juta dengan frekuensi paling banyak 4 kali pinjaman;

4. Untuk mengatasi masalah tersebut sudah dilakukan channeling penguatan modal di beberapa lokasi sehingga “KSM Berdaya” dan “KSM Daftar Tunggu” mendapatkan akses keuangan (accses to

finance). Kegiatan channeling tersebut telah memitrakan BKM

dengan peran serta stakeholder lainnya, khususnya lembaga keuangan formal. Namun demikian, channeling tersebut

dilakukan lebih bersifat “sporadis” dan kepercayaan (trust) dari calon mitra belum terbangun secara merata sehingga

kemitraan terjadi hanya di beberapa lokasi dengan kualitas yang masih perlu ditingkatakan;

5. Untuk lebih memastikan adanya keberlanjutan upaya

penanggulangan kemiskinan, khususnya penguatan modal

keuangan “KSM Daftar Tunggu” dan “KSM Berdaya”, perlu disusun Pedoman Teknis Channeling Penguatan Modal Keuangan KSM Ekonomi (selanjutnya disebut dengan Pedoman Teknis). Dengan Pedoman Teknis tersebut diharapkan para pelaku PNPM MP dan stakeholder lainnya dapat melaksanakan kegiatan channeling penguatan modal UPK dan KSM Ekonomi yang lebih proaktif, sistemik dan programatik. Dengan “Kegiatan” ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas usaha KSM Ekonomi yang akan berdampak pada pendapatan, tabungan, dan kesejahteraan kelompok sasaran;

B. Tujuan

Tujuan dari “Kegiatan” ini adalah untuk:

1. Meningkatnya kapasitas BKM dan UPK dalam melayani pinjaman modal bergulir kepada KSM melalui kemitraan;

2. Meningkatnya akses KSM Berdaya terhadap sumber permodalan; 3. Adanya fasilitasi kepedulian stakeholder bagi peningkatan kegiatan

ekonomi masyarakat;

C. Output dan Dampak

Output dari “Kegiatan” ini adalah:

1. Kemitraan antara BKM dengan lembaga keuangan formal (LKF) atau lembaga lain dalam penguatan modal keuangan KSM;

2. Modal keuangan KSM menguat;

Dampak yang diharapkan dari kegiatan ini adalah:

1. Meningkatnya kualitas kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota KSM Ekonomi;

2. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat sasaran PNPM Mandiri Perkotaan;

(3)

3. Meningkatnya kuantitas dan kualitas kegiatan kemitraan antara LKM/BKM, Pemerintah dan Stakholder lainnya;

II. Lokasi, Sasaran Pemanfaat Langsung dan Calon mitra A. Lokasi

Lokasi “Kegiatan” adalah kelurahan/desa lokasi P2KP dan PNPM Mandiri Perkotaan yang melaksanakan kegiatan pinjaman bergulir.

B. Sasaran Pemanfaat Langsung

Sasaran Pemanfaat Langsung dari “Kegiatan” adalah:

1. KSM Ekonomi yang menunggu perguliran modal di UPK PNPM MP (KSM Daftar Tunggu);

2. KSM Ekonomi yang sudah empat kali pinjaman di UPK PNPM MP (KSM Berdaya);

3. Unit Pelaksana Keuangan (UPK) di masing-masing lokasi atau Unit sejenis yang dibentuk berdasar keputusan BKM;

Ketentuan pemanfaatan adalah sebagai berikut:

a. Semua KSM yang diprioritaskan adalah yang anggotanya termasuk dalam Daftar PS-2;

b. Urutan prioritas calon peminjam adalah : (1) KSM yang termasuk dalam “Daftar Tunggu” dalam kegiatan Pinjaman Modal Bergulir di PNPM MP; kemudian “KSM yang sudah minimal 4 kali (“KSM Berdaya”)

c. Peminjam diluar Daftar PS 2 diperbolehkan untuk difasilitasi oleh BKM dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku di lembaga mitra dan BKM;

d. UPK yang akan menjalankan kemitraan berkinerja minimal “Memadai” dalam kegiatan Pinjaman Modal Bergulir PNPM MP;

C. Calon Mitra dan Mitra

1. Calon Mitra dalam “Kegiatan” adalah perorangan atau lembaga yang dinilai mempunya potensi untuk melakukan kerjasama dengan BKM berupa penyertaan kerjasama (pinjaman, penitipan pengelolaan modal keuangan, dan/atau hibah) untuk kegiatan pinjaman modal bergulir di BKM.

Lembaga Calon Mitra dapat berbentuk Yayasan, Lembaga/ Instansi/ Dinas Pemerintah, Lembaga Donor Nasional dan Internasional, Lembaga/ Instansi Non Pemerintah, Koperasi, Perseroan Terbatas atau bentuk lembaga lain yang tidak bertentangan dengan hukum/peraturan yang berlaku dan bertujuan untuk melakukan kegiatan pinjaman modal bergulir sesuai misi dari PNPM MP.

(4)

2. Mitra dalam “Kegiatan” adalah Calon Mitra yang sudah menandatangai Nota Kesepahaman (Memorandum of

Understanding) dan atau Nota Perjanjian (Memorandum of Agreement) dengan BKM;

III. Prinsip-prinsip

Pelaksanaan “Kegiatan” ini menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Transparansi, bahwa pelaksanaan “Kegiatan” bisa diketahui oleh

semua pelaku dan masyarakat dan kemitraan yang terjadi didasarkan pada semangat keterbukaan bagi pihak-pihak yang bermitra;

2. Akuntabel, bahwa pelaksanaan “Kegiatan” dan kemitraan yang terjadi dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan sosial;

3. Keberpihakan pada Masyarakat Miskin, bahwa orientasi “Kegiatan” adalah dalam rangka pemberdayaan masayarakat miskin dan kelompok marjinal;

4. Kesetaraan, bahwa pihak-pihak yang akan melakukan kemitraan mempunyai kedudukan yang setara;

5. Mutualisme, bahwa kemitraan menghasilkan kemanfaatan bagi pihak-pihak yang bermitra;

6. Kepentingan umum, bahwa pelaksanaan dan hasil dari “Kegiatan” adalah untuk kepentingan umum bukan untuk kepentingan pribadi; 7. Manajerial, bahwa pelaksanaan “Kegiatan” dan kemitraan dilakukan

secara terencana, terorganisasi, terkendali dan terevaluasi;

IV. Pola Kerjasama dalam “Kegiatan”

Pola kerjasama yang bisa dilakukan antara BKM dengan Mitra dalam “Kegiatan” ini adalah sebagaimana disebut dibawah ini. BKM dapat mengambil salah satu atau lebih pola kerjasama tersebut dan disesuaikan dengan kapasitas kelembagaan BKM dan UPK dan karakterisktik masyarakat sasaran.

1. Pola “BKM Merekomendasikan"

ƒ Tugas utama BKM adalah: (1) Melakukan identifikasi “KSM Berdaya” dan “KSM Daftar Tunggu”; (2) Memberikan rekomendasi calon peminjam kepada Calon Mitra dari identifikasi KSM Lulus dan KSM Daftar Tunggu; (3) Memfasilitasi proses pengajuan kredit KSM ke lembaga mitra;

ƒ Pola ini sesuai untuk BKM yang tidak mau atau tidak mampu mengelola dana dari pihak calon mitra;

ƒ Keuntungan dari pola ini adalah: (1) BKM mendapat kepercayaan dari calon mitra; (2) BKM bisa memberikan alternatif modal bagi KSM Ekonomi; dan (3) BKM tidak bertanggungjawab secara hukum atas resiko kredit;

(5)

ƒ Tugas utama BKM adalah: (1) Melakukan identifikasi “KSM Berdaya” dan “KSM Daftar Tunggu”; (2) Memberikan rekomendasi calon peminjam kepada Calon Mitra dari identifikasi KSM Lulus dan KSM Daftar Tunggu; (3) Memfasilitasi proses akad kredit; dan (4) Mengoordinasikan pengembalian pinjaman (collecting) dari KSM ke lembaga mitra;

ƒ Pola ini sesuai untuk BKM yang: (1) Mempunyai sumber daya atau kemampuan dalam mengelola administrasi keuangan; dan (2) Memperoleh Calon Mitra yang memberi kepercayaan dan kewenangan untuk melakukan pengumpulan pengembalian pinjaman (collecting);

ƒ Keuntungan dari pola ini adalah adanya kemungkinan BKM mendapat “fee management” atau imbalan dari pihak pemberi pinjaman (kreditor) dan berpotensi untuk dijadikan sebagai “penyelenggara” untuk kegiatan perkreditan berikutnya;

3. Pola “BKM Melaksanakan" (eksekusi)

ƒ Tugas utama BKM adalah bersama UPK mengelola dana pinjaman, investasi atau hibah dari mitra untuk digunakan dalam perguliran modal ke KSM;

ƒ Persyaratan utama BKM/UPK yang akan melaksanakan pola ini mempunyai kinerja minimal memadai;

ƒ Pola ini sesuai untuk BKM yang: (1) Sangat dipercaya oleh mitra; (2) Mampu menyelenggarakan kegiatan perkreditan baik administrasi keuangan dan manajemen; dan (3) Bersedia menanggung resiko kredit;

ƒ Keuntungan dari pola ini adalah BKM mempunyai kewenangan untuk menentukan berbagai kebijakan perkreditan yang diselenggarakan dan memperoleh keuntungan dari selisih biaya dana dengan pendapatan bunga pinjaman.

4. Pola-pola lain. (Untuk melaksanakan kegiatan pinjman modal bergulir, BKM dapat melakukan pola kemitraan lain sesuai dengan kondisi lokal dan prinsip-prinsip “Kegiatan” dalam dokumen ini. Penentapan pola kemitraan tersebut berdasarkan hasil musyawarah BKM);

(6)

Pola 1.  Merekomendasikan

 

Pola 2.  Mengkoordinasikan  Pola 3.  Melaksanakan  POLA KEMITRAAN PENGUATAN MODAL UPK-BKM & KSM

Lembaga  Mitra  BKM  KSM   Ekonomi  1  2  3    4  Lembaga  Mitra  BKM  KSM   Ekonomi  1  2  4  3  6  5    Lembaga  Mitra  BKM  KSM   Ekonomi  1  2  3    4  5    6  7  UPK  7  UPK  UPK  Pola 4.  Pola‐Pola Lainnya  Kedua belah pihak dapat  merumuskan dan  menyepakati pola‐pola  lainnya selama tidak  bertentangan dengan  Pedoman Pelaksanaan  PNPM Perkotaan dan  Petunjuk Teknis Channeling  Penguatan Modal Keuangan  UPK‐BKM dan KSM PNPM  Mandiri Perkotaan Keterangan:  1. BKM melakukan seleksi KSM;  2. BKM Memberi  rekomendasi KSM Lulus  ke Lembaga Mitra;  3. KSM mengajukan kredit;  4. Lembaga menyalurkan kredit;  Keterangan:  1. BKM melakukan seleksi KSM;  2. BKM memberi rekomendasi;  3. KSM mengajukan kredit melalui BKM;  4. BKM Mengajukan kredit secara  kolektif;  5. Lembaga Mitra menyalurkan kredit ;  6. KSM membayar angsuran mll UPK;  7. BKM menyampaikan angsuran ke   Lembaga Mitra;  Keterangan:  1. BKM melakukan seleksi KSM;  2. BKM mengajukan kredit;  3. Lembaga Mitra menyalurkan kredit;  4. KSM mengajukan kredit ke BKM;  5. UPK menyalurkan kredit ke KSM;  6. KSM membayar angsuran ke UPK;  7. BKM Mengembalikan kredit;  Keterangan:    Ketentuan mengenai pola‐ pola lainnya didasarkan  kesepakatan kedua belah  pihak dengan mengacu  pada koridor sesuai  Petunjuk Teknis Channeling 

(7)

V. Tahapan dan Tata Pelaksanaan “Kegiatan”

Fasilitasi “Kegiatan” ini dilakukan dengan tahapan utama pelaksanaan terdiri dari (1) Penyiapan; (2) Inisiasi Kemitraan; (3) Pelaksanaan Kemitraan; (4) Monitoring, Evalusi dan Pelaporan. Masing-masing tahapan utama terdiri dari beberapa kegiatan dengan diagaram alur kegiatan seperti berikut:

Penjelasan dari masing-masing tahapan kegiatan adalah sebagai berikut:

A. Penyiapan

Tujuan dari tahap Penyiapan adalah untuk menyiapkan pelaku, rencana kerja dan berbagai bahan pemasaran sosial di masing-masing tingkatan (Pusat, Provinsi, Kab/Kota, Keluarahan/Desa).

KEBERLANJUTAN DAN REPLIKASI V A PENYIAPAN INTERNAL 1.1. Sosialiasi Internal 1.2. Penyusunan Rencana Kerja 1.3. Identifikasi Potensi Internal, Ekstenal 1.4. Penyusunan dan Penentuan Media Pemasaran Sosial D MONITORING EVALUASI Monitoring Evaluasi Pelaporan B INISIASI KEMITRAAN 2.1 Pemasaran Sosial 2.2 Prospecting 2.3 Penentuan Pola Kemitraan dan Negoisasi 2.4 Penyusunan dan Penandatanganan MoU 2.5 Penyusunan dan Penandatanganan MoA

Diagram Alur Tahapan Pelaksanaan

Channeling Penguatan Modal KSM PNPM Mandiri Perkotaan

C PELAKSANAAN KERJASAMA Pola BKM Merkomendasikan Pola BKM Mengoordinasikan Pola BKM Mengeksekusi Pola-Pola Pelaksanaan lainnya

(8)

1. Sosialiasi

• Sosialisasi dilakukan untuk memberi pemahaman kepada berbagai pihak di masing-masing tingkatan tentang dasar pemikiran, tujuan, output, prinsip-prinsip dan mekanisme pelaksanaan “Kegiatan” sehingga dapat memberikan dukungan dalam pelaksanaan “Kegiatan”;

• Sosialiasi dilakukan di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan desa/kelurahan;

• Sosialiasi bisa menggunakan media atau event yang sudah ada dalam kegiatan PNPM MP, Pemerintah Daerah atau masyarakat”.;

• Konsultan PNPM MP, Pemda dan atau stakeholder lain bisa bertindak sebagai fasilitator pelaksanaan kegiatan ini. (Lihat Lampiran 1: BAHAN BACAAN- KBP Kab Brebes sbg Fasilitator Kemitraan);

2. Penyusunan Rencana Kerja

• Penyusunan Rencana Kerja dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai kegiatan yang diperlukan untuk melaksanakan berbagai tahapan dalam “Kegiatan” ini termasuk personil yang akan menangani (personnel in charge/ PIC) dan waktu pelaksanaannya;

• Rencana Kerja disusun sesuai dengan tingkatan Pusat, Provinsi, Kabupaten/kota, dan Kelurahan/desa;

• Rencana kerja mengacu pada semua tahapan pelaksanaan kegiatan;

• Kegiatan ini bisa dilakukan dalam satu rangkaian dengan kegiatan sosialisasi;

3. Identifikasi Potensi Internal dan Eksternal

• Identifikasi potensi internal bertujuan untuk menentukan berbagai potensi kemitraan seperti KSM Daftar Tunggu, KSM Lulus, Potensi pengembangan ekonomi lokal, orang-orang internal PNPM MP yang dinilai mempunyai potensi untuk membantu pelaksanaan “Kegiatan”.

• Identifikasi internal diawali dari tingkat kelurahan/desa dan hasilnya akan digunakan sebagai database di tingkat kota/kab dan selanjutnya akan menjadi data base di tingkat provinsi dan nasional;

• Identifikasi Potensi Eksternal bertujuan untuk mendapatkan informasi dan menentukan berbagai potensi kemitraan dari luar PNPM MP seperti produk atau skema-skema pinjaman dari Lembaga Keuangan Formal, orang atau lembaga yang dinilai bisa memberi informasi potensi

(9)

kemitraan, lembaga pemberi dana hibah dan CSR, dan lain sebagainya;

• Salah satu hasil identifikasi potensi internal adalah adalah adanya KSM Berdaya. KSM Berdaya perlu dinilai dan diberi sertifikat agar mereka mempunyai daya tawar lebih pada saat mengajukan pinjaman modal ke pihak lain. Lihat lampiran 2 (Penilaian KSM) dan Lampiran 3 (Contoh Sertifikat KSM Berdaya)

4. Penentuan dan Penyusunan Bahan/Media/Instrumen

Pemasaran Sosial (Social Marketing)

Pada dasarnya pemasaran sosial adalah kegiatan “menjual” gagasan untuk mengubah pemikiran, sikap dan perilaku masyarakat. Berdasarkan pengalaman, penerapan strategi pemasaran dalam dunia sosial terbukti dapat memberdayakan organisasi dalam memperoleh dukungan untuk melanjutkan hidupnya, antara lain dalam memperoleh sumber dana potensial yang berasal dari masyarakat secara luas (fund raising). Dalam pemasaran sosial perlu memperhatikan 6P yaitu promotion (promosi), price (harga), product (produk), place (tempat) serta partnership (kemitraan) dan policy (kebijakan).

Dengan memperhatikan hasil identifikasi potensi internal dan eksternal dan 6P tersebut diharapkan dapat ditentukan bahan, instrumen atau media pemasaran sosial. Bahan, instrumen atau media pemasaran sosial antara lain berbentuk bahan publikasi atau komunikasi (leaflet, brosur, booklet, prospektus, spanduk, baliho, talkshow, seminar, lokakarya, bazar kemitraan dan lain sebagainya);

B. Inisiasi Kemitraan 1. Pemasaran Sosial;

• Pemasaran sosial adalah kegiatan “menjual” gagasan untuk mengubah pemikiran, sikap dan perilaku masyarakat. Gagasan sosial yang akan dijual dari “Kegiatan” ini adalah perlunya peran serta semua pihak untuk mendorong terjadinya kepedulian dan peran serta stakholder untuk memfasilitasi upaya pemberdayaan usaha ekonomi dari kelompok masyarakat miskin yang tidak

bankable melalui kemitraan BKM dengan calon mitra.

(Lihat Lampiran 4: Bahan Bacaan – Strategi Social Marketing);

• Agar “perilaku kemitraan” dalam penguatan modal keuangan KSM terjadi maka sasaran utama pemasaran sosial adalah publik, calon mitra dan calon pemanfaat; • Pemasaran ke publik dilakukan untuk memberi

pemahaman, mendorong dukungan, dan menggugah peran serta berbagai stakeholder (perorangan atau lembaga)

(10)

dalam program penanggulangn kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat, khususnya peran serta dalam melakukan inisiasi kemitraan penguatan modal keuangan KSM;

• Pemasaran ke calon mitra bertujuan agar mereka bisa memberi dukungan dan melakukan kemitraan sesuai dengan produk/jasa mereka;

• Pemasaran ke calon pemanfaat dilakukan kepada Forum BKM, BKM, dan KSM agar mereka mempunyai pemahaman dan rencana kerja untuk melakukan kemitraan sesuai dengan perannya;

• Pemasaran sosial dilakukan dengan instrumen, media dan bahan sesuai dengan rencana kegiatan yang sudah disusun dalam tahap kegiatan sebelumnya;

• Pemasaran sosial dilakukan oleh konsultan PNPM MP, pemda, FKA BKM, BKM dan stakeholder lain perlu melakukan pemasaran sosial secara sinergis agar dapat sebaran sasaran yang luas sehingga menambah peluang terjaringnya calon mitra.

2. Pembangunan komitmen (Prospecting) dan Pengenalan produk

calon mitra;

• Dari kegiatan pemasaran sosial yang dilakukan perlu diidentifikasi berbagai respon dari calon mitra. Calon-calon mitra yang diindikasikan tertarik untuk berperan serta perlu ditindaklanjuti dengan upaya membangun komitmen mereka untuk bermitra (prospecting).

• Prospecting dilakukan dengan berbagai metode seperti korespondensi/persuratan, menyampaikan proposal, kunjungan untuk memberi penjelasan, melakukan lobby personal, menggunakan orang berpengaruh, “referensi berantai”, lokakarya dan lain sebagainya;

• Untuk meyakinkan pihak lain biasanya perlu bahan tertulis agar calon mitra punya fleksibiltas kapan dan dimana bisa mempelajari usulan. Untuk itu perlu dipersiapkan bahan tertulis yang ringkas dan menarik bagi calon mitra. Lihat Lampiran 5: BAHAN BACAAN- Proposal Awal Inisiasi kemitraan);

• Pada saat proses pembangunan komitmen calon mitra sekaligus dilakukan upaya pengenalan lebih detil terkait produk-produk calon mitra yang punya potensi untuk dikerjasamakan. Pengenalan itu antara lain tekait dengan sifat produk itu hibah atau pinjaman, syarat dan ketentuan dalam mengakses: siapa yang boleh mengakses (lembaga atau perorangan), agunan, tingkat suku bunga, besaran pinjaman dan lain sebagainya. Pengenalan juga dilakukan sebagai media klarifikasi terhadap bahan-bahan yang

(11)

sudah dikumpulkan dari tahap “Identifikasi potensi Eksternal”;

3. Penentuan Pola Kemitraan dan Negoisasi Kemitraan

• Setelah ada calon-calon mitra yang memberi komitmen, masing-masing BKM perlu menentukan pola kemitraan yang akan dilakukan. Dalam menentukan pola kemitraan perlu mempertimbangkan kondisi/kemampuan kelembagaan BKM dan UPK, karakter masyarakat dan KSM calon pemanfaat, dukungan pemerintah daerah. Hal tersebut perlu dipertimbangkan karena pada pada dasarnya kemitraan yang akan dilakukan adalah memfasilitasi KSM yang termasuk kategori warga miskin dan belum bankable.

• Produk dari berbagai calon mitra bisa berupa “hibah dana” atau skema pinjaman. Penentuan pola kemitraan perlu mempertimbangkan “produk-produk” dari calon mitra yang mempunyai spesifikasi, ketentuan atau syarat yang berbeda dalam mengaksesnya. (Lihat Lampiran 6: PROFIL

KEMITRAAN POLA BKM MENGEKSEKUSI DI KABUPATEN BREBES)

• Negoisasi terhadap ketentuan dan syarat perlu dilakukan untuk memastikan BKM mendapatkan “produk” yang paling sesuai dengan kondisi BKM dan KSM. Dalam negoisasi perlu peran “Pendamping” yang bisa dilakukan oleh Konsultan PNPM MP, SKPD, tokoh masyarakat, dan lain sebagainya;

• Sebagai referensi untuk mempertimbangkan adanya syarat dan

• BKM perlu melakukan musyarawarah dengan warga dan stakeholder tingkat desa/kel untuk menentukan pola kemitraan yang diambil;

4. Penyusunan dan Penandatangan Nota Kesepahaman;

• Tahapan ini diawali melalui pembicaraan rencana pembuatan Perjanjian diantara pihak-pihak dengan saling menjajaki hal yang disepakati dalam bisnis sebelum menuangkannya dalam Perjanjian. Dalam bentuk formalnya penjajakan ini biasanya dituangkan dalam bentuk Letter of Intent (LoI) atau Memorandum of

Understanding (MoU). Kesepakatan dalam LoI atau MoU

belum merupakan sebuah kesepakatan Perjanjian, sehingga tidak mengikat tetapi menjadi garis-garis besar penyusunan Perjanjian. (Lihat Lampiran 6: BAHAN BACAAN – PERJANJIAN: Pengertiaan Pokok dan Teknik Perancangannya)

• Untuk keperluan fasilitasi pelaksanaan “Kegiatan” ini, penandatanganan Nota Kesepahaman bisa dilakukan oleh

(12)

“Pendamping BKM” (Konsultan, SKPD, KBP, Forum Komunikasi BKM) sebagai fasilitator terjadinya kemitraan antara BKM dan calon mitranya.

• Isi dari Nota Kesepahaman ini lebih bersifat upaya fasilitasi terjadinya kemitraan antara BKM dan calon mitra. Hal-hal detil pelaksanaan kemitraan akan diisikan dalam Nota Perjanjian yang akan ditandatangani oleh BKM dan Mitranya;

• Jika kesepakatan atau perjanjian akan dilakukan oleh FKA BKM dan calon mitra maka keputusan tersebut harus berdasarkan keputusan bersama BKM;

• Sebagai referensi bisa menggunakan Lampiran 7 (Contoh MoU);

5. Penyusunan dan Penandatangan Nota Perjanjian Kerjasama

ƒ Perjanjian atau agreement merupakan pertemuan keinginan (kesepakatan yang dicapai) oleh para pihak yang memberikan konsekuensi hukum yang mengikat kepada para pihak untuk melaksanakan poin-poin kesepakatan. Apabila salah satu pihak ingkar janji atau wanprestasi, maka pihak yang wanprestasi tersebut diwajibkan untuk mengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan sebagaimana disepakati dalam perjanjian;

ƒ Perjanjian memuat kepentingan para pihak dan karena kepentingan pihak-pihak yang telibat dalam Perjanjian berbeda, maka untuk mencapai kesepakatan perlu dilakukan persesuaian diantara kepentingan tersebut. Tahapan ini diwarnai dengan tawar menawar keinginan masing-masing pihak. Dengan demikian klausul-klausul rancangan Perjanjian bisa mengalami pengurangan dan/atau penambahan;

ƒ Dalam penyusunan Nota Perjanjian, BKM perlu memperhatikan Prinsip-prinsip “Kegiatan” dalam pedoman ini, hasil negoisasi dengan calon mitra terkait ada atau tidak adanya agunan, suku bunga, biaya-biaya yang akan dikenakan, mekanisme pengajuan dan pengembalian kredit, resiko gagal mengembalikan, asuransi kredit, mekanisme penyelesaian perselisihan dan lain sebagainya. “Pendamping BKM” (Pemda, konsultan, KBP, FKA BKM dan lainnya) perlu mendampingi dengan ketat terhadap isi-isi dari Surat Perjanjian yang ditandatanagi oleh BKM dan calon mitranya; ƒ Hal-hal yang telah disepakati dalam negosiasi kemudian

dimasukan kedalam Perjanjian untuk ditandatangani oleh para pihak. Sebelum Perjanjian ini ditandatangani, sebaiknya terlebih dahulu dilakukan pengecekan akhir, untuk memastikan hal-hal yang dimuat dalam Perjanjian merupakan hal-hal yang telah disepakati dalam tahapan perundingan, termasuk pengecekan terhadap pihak-pihak

(13)

ƒ Untuk referensi bisa meggunakan Lampiran 8 (Contoh Surat Perjanjian).

C. Pelaksanaan Kerjasama

Untuk melaksanakan Surat Perjanjian yang sudah ditandatangani, BKM perlu memperhatikan kembali isi dari surat perjanjian. Pelaksanaan kemitraan akan sesuai dengan Pola Kemitraan yang telah dipilih. Secara umum, pelaksanaan kerjasama untuk masing-masing pola adalah sebagai berikut:

1. Pola BKM Merekomendasi;

Kegiatan pokok dari pola ini adalah :

a. BKM mempelajari kembali perjanjian yang sudah dibuat dengan lembaga mitra;

b. BKM bersama UPK melakukan seleksi “KSM Lulus" dengan menyusun “Daftar KSM Tersertikasi”;

c. KSM mengajukan pinjaman kepada Mitra BKM; d. BKM menyusun pelaporan kegiatan;

2. Pola BKM Mengkoordinasikan

Kegiatan pokok dari pola ini adalah :

a. BKM mempelajari kembali perjanjian yang sudah dibuat dengan lembaga mitra;

b. BKM bersama UPK melakukan seleksi “KSM Lulus" dengan menyusun “Daftar KSM Tersertikasi”;

c. KSM menyerahkan berkas pinjaman ke BKM; d. BKM mengajukan pinjaman ke Lembaga Mitra;

e. BKM melakukan monitoring hasil pengajuan pinjaman dan pengembalian pinjaman;

f. BKM melakukan pengumpulan pengembalian pokok pinjaman dan bunga (Collecting);

3. Pola BKM Mengeksekusi;

Kegiatan pokok dari pola ini adalah :

a. BKM mempelajari kembali perjanjian yang sudah dibuat dengan lembaga mitra;

b. BKM mengajukan proposal pinjaman ke Lembaga Mitra; c. BKM melakukan perjanjian dengan lembaga mitra dengan

melakukan penandatanganan Nota Perjanjian Kerjasama; d. KSM mengajukan pinjaman ke BKM;

(14)

e. BKM memverifikasi berkas pengajuan pinjaman KSM; f. BKM melakukan akad kredit dengan KSM;

g. BKM melakukan pengumpulan pengembalian pokok pinjaman dan bunga (Collecting);

h. BKM melakukan pembinaan kepada Debitur (KSM) sehingga pengembalian dan usaha menjadi lancar;

4. Pola pelaksanaan lainnya;

Pelaksanaan pola kemitraan selain dari tiga pola yang disebut diatas bisa dilakukan sesuai dengan surat perjanjian yang sudah dibuat dan perlu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip “Kegiatan” ini.

D. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan 1. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi (monev) dilakukan untuk memastikan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tujuan, ruang lingkup, output dan mekanisme yang ditentukan dalam Pedoman ini atau dokumen tindaklanjut dari Pedoman ini;

Monev dilakukan di semua tingkatan pelaku dari Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kelurahan/Desa melalui jalur fungsional konsultan PNPM MP dan struktural pemerintahan. Konsultan PNPM MP perlu melibatkan unsur pemerintah dalam melakukan monev;

2. Pelaporan

Hasil pelaksanaan monev dilaporkan sesuai dengan mekanisme pelaporan di PNPM MP. Hasil kemitraan di masing-masing wilayah perlu dilakukan rekapitulasi. (lihat Lampiran 9, Formulir Rekapitulasi Hasil Kemitraan Penguatan Modal KSM);

E. Keberlanjutan dan Replikasi

Setelah melakanakan menyelesaikan tahapan pelaksanaan “Kegiatan” ini diharapkan dalam pelakasanaan berikutnya Pemerintah Daerah, KBP, FK BKM, BKM diharapkan bisa meningkatkan kualitas pelaksanaan di siklus berikutnya dan kuantitas kemitraan yang terjadi. Selain itu diharapkan bisa dikembangkan pola-pola kemitraan termasuk dalam penanggulangan kemiskinan termasuk bidang kegiatan selain permodalan. Dengan demikian diharapkan kemitraan bisa berperan dalam percepatan penanggulangan kemiskinan;

(15)

VI. Tata Peran Pelaku Pelaksanaan

Untuk melaksanakan masing-masing tahapan “Kegiatan” tersebut dilakukan pembagian peran untuk tingakt Pusat, Provinsi, Kota/Kabiupaten, dan Kelurahan/desa.

Secara umum peran dari masing-masing pelaku di masing-masing tingkatan adalah sebagai berikut:

A. Tingkat Pusat Pelaku:

1. PMU dan Satker P2KP/PNPM Perkotaan-DJCK Kementerian PU:

a. Menentukan kebijakan umum di tingkat pemerintahan; b. Melakukan komunikasi dan sosialisasi lintas kementrian dan

stakeholder lain di tingkat pusat;

c. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan “Kegiatan” di tingkat provinsi bersama stakholder lainnya;

d. PMU dan Satker P2KP/PNPM Perkotaan akan dibantu oleh Tim Advisory dalam menyusun dan merumuskan kebijakan, konsep serta pedoman dan dibantu oleh KMP dalam pengendalian pelaksanaan operasional.

2. KMP

a. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan yang sudah ditentukan oleh Satker, PMU atau Kementrian PU;

b. Menyusun dokumen pendukung teknis pelaksanaan “Kegiatan” yang diberlakukan secara nasional;

c. Menyusun rencana kerja pelaksanaan tahapan “Kegiatan” di tingkat provinsi untuk bersama stakholder lainnya;

d. Melakukan sosialisasi dan melaksaakan pelatihan untuk pelaksanaan “Kegiatan”;

e. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan “Kegiatan” di tingkat pusat bersama stakholder lainnya;

f. Menjadi pelaku pemasaran sosial dan “fasilitator” terjadinya kemitraan di tingkat nasional sesuai dengan kapasitasnya;

g. Memfasilitasi pelaku pelaksanaan “Kegiatan” di daerah dalam mengatasi kendala pelaksanaan;

Dalam melaksanakan perannya, KMP berkoordinasi intensif dengan Tim Advisory PNPM Perkotaan

(16)

B. Tingkat Provinsi Pelaku:

1. Satker Provinsi atau Pemerintah Provinsi

a. Menindaklanjuti kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh Satker Pusat/PMU atau Kementrian Pekerjaan Umum;

b. Mengeluarkan kebijakan yang mendukung pelaksanaan “Kegiatan” di tingkat Provinsi;

c. Menjadi pelaku pemasaran sosial dan “fasilitator” terjadinya kemitraan di tingkat provinsi sesuai dengan kapasitasnya;

d. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan “Kegiatan” di tingkat provinsi bersama stakholder lainnya;

2. SKPD/Pemerintah Provinsi

a. Menindaklanjuti kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten tekait pelaksanaan “Kegiatan”;

b. Menjadi pelaku pemasaran sosial dan “fasilitator” terjadinya kemitraan di tingkat provinsi sesuai dengan kapasitasnya;

3. KBP Provinsi

a. Menjadi pelaku pemasaran sosial dan “fasilitator” terjadinya kemitraan di tingkat provinsi sesuai dengan kapasitasnya;

4. KMW

a. Memfasilitasi pelaksanakan kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh Satker Kota/Kabupaten;

b. Menyusun dokumen pendukung teknis pelaksanaan “Kegiatan” yang diberlakukan di tingkat kota/kabupaten; c. Melakukan koordinasi dengan berbagai stakeholder untuk

mendukung pelaksanaan “Kegiatan”;

d. Menyusun rencana kerja pelaksanaan tahapan “Kegiatan” di tingkat provinsi untuk bersama stakholder lainnya;

e. Melakukan sosialisasi dan melaksanakan pelatihan untuk pelaksanaan “Kegiatan” di tingkat provinsi;

f. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan “Kegiatan” di tingkat provinsi bersama stakholder lainnya;

(17)

g. Menjadi pelaku pemasaran sosial dan “fasilitator” terjadinya kemitraan di tingkat provinsi sesuai dengan kapasitasnya;

h. Memfasilitasi pelaku pelaksanaan “Kegiatan” di wilayah provinsi untuk mengatasi kendala pelaksanaan;

C. Tingkat Kota/Kabupaten Pelaku

1. Satker Kota/Kabupaten atau Pemerintah Kota/Kabupaten

a. Menindaklanjuti kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh Satker Provinsi;

b. Mengeluarkan kebijakan yang mendukung pelaksanaan “Kegiatan” di tingkat Kota/Kabupaten;

c. Menjadi pelaku pemasaran sosial dan “fasilitator” terjadinya kemitraan di tingkat provinsi sesuai dengan kapasitasnya;

d. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan “Kegiatan” di tingkat provinsi bersama stakholder lainnya;

2. SKPD/Pemda

a. Menindaklanjuti kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten tekait pelaksanaan “Kegiatan”;

b. Menjadi pelaku pemasaran sosial dan “fasilitator” terjadinya kemitraan di tingkat provinsi sesuai dengan kapasitasnya;

3. Kemunita Belajar Perkotaan

a. Menjadi pelaku pemasaran sosial dan “fasilitator” terjadinya kemitraan di tingkat provinsi sesuai dengan kapasitasnya;

4. Koordinator Kota dan Tim Korkot

a. Memfasilitasi pelaksanakan kebijakan yang sudah ditentukan oleh Satker Provinsi atau Pemerintah Provinsi; b. Menyusun dokumen pendukung teknis pelaksanaan

“Kegiatan” yang diberlakukan secara di tingkat provinsi sesuai dengan kondisi di wilayahnya;

c. Melakukan koordinasi dengan berbagai stakeholder di tingkat kota/kabupaten untuk mendukung pelaksanaan “Kegiatan”;

(18)

d. Menyusun rencana kerja pelaksanaan tahapan “Kegiatan” di tingkat kota/kabupaten bersama stakholder lainnya;

e. Melakukan sosialisasi dan melaksanakan pelatihan untuk pelaksanaan “Kegiatan” di tingkat kota/kabupaten;

f. Mengoordinasikan Tim Korkot dan Tim Faskel dalam mendukung pelaksanaan “Kegiatan”;

g. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan “Kegiatan” di tingkat kota/kabupaten bersama stakholder lainnya;

h. Menjadi pelaku pemasaran sosial dan “fasilitator” terjadinya kemitraan di tingkat provinsi sesuai dengan kapasitasnya;

i. Memfasilitasi pelaku pelaksanaan “Kegiatan” di wilayah provinsi untuk mengatasi kendala pelaksanaan;

5. FKA BKM

a. Menjadi pelaku pemasaran sosial dan “fasilitator” terjadinya kemitraan di tingkat provinsi sesuai dengan kapasitasnya;

b. Melakukan koordinasi dengan berbagai stakeholder terkait dengan peluang dan pelaksanaan kemitraaan;

c. Melakukan kerjasama dengan Tim Korkot dalam melaksanakan “Kegiatan”;

d. Mengoordinasikan BKM dalam pelaksanaan “Kegiatan”; e. Memberikan informasi potensi kemitraan kepada BKM;

D. Tingkat Kelurahan/Desa Pelaku:

1. Pemerintah Desa/Kelurahan

a. Menindaklanjuti kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh Satker Kota/Kabupaten atau Pemerintah Kota/Kabupateni; b. Menindaklanjuti kebijakan yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Kota/Kabupaten yang mendukung pelaksanaan “Kegiatan” di tingkat Kelurahan/Desa;

c. Melakukan sosialiasi dan pembinaan ke stakholder tingkat Kelurahan/Desa;

2. BKM

a. Melakukan sosialiasi pelaksanaan “Kegiatan” bersama pemerintah desa/kelurahan dan Tim Faskel kepada masyarakat khususnya KSM;

b. Melaksanakan berbagai kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang disusun di tingkat kota/kabupaten;

(19)

c. Melakukan sosialiasi dan pembinaan kepada masyarakat, KSM, dan UPK;

d. Menjadi pelaku pemasaran sosial dan “fasilitator” terjadinya kemitraan sesuai dengan kapasitasnya;

e. Melakukan negoisasi kerjasama dan menandatangai surat perjanjian kerjasama;

f. Melaksanakan kerjasama sesuai dengan naskah perjanjian dan pola kemitraan penguatan modal keuangan KSM;

3. UPK

a. Melakukan identifikasi KSM Daftar Tunggu dan KSM Lulus”; b. Memfasilitasi kegiatan pengajuan pinjaman modal dan

pengembaliannya sesuai dengan pola kemitraan dan naskah perjanjian yang sudah ditandatangani oleh BKM dan mitranya;

4. Tim Faskel

a. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana kerja pelaksanaan “Kegiatan” di tingkat kelurahan/desa;

b. Memfasilitasi pelaksanaan tahapan “Kegiatan” di tingkat kelurahan/desa;

c. Memfasilitasi penyiapan dan pelaksanaan kemitraan yang dilakukan oleh BKM;

d. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan “Kegiatan” di tingkat kelurahan/desa bersama stakholder lainnya; Peran masing-masing tingkatan dan pelaku untuk melaksanakan tahapan “Kegiatan” secara lebih detil dan waktu pelaksanaannya mengacu pada

Lampiran 9 (Matrik Tata Peran Pelaku Pelaksanaan).

VII. Penutup

Hal-hal yang belum disampaikan dalam Pedoman ini akan disampaikan dalam dokumen pedoman dan pengaturan yang yang lebih detil. Konsultan dan atau Pemda dapat mengeluarkan pedoman atau petunjuk lanjutan untuk menindaklanjuti pelaksanaan di lokasi dampingan sesuai situasi dan kondisi yang ada.

(20)

DAFTAR LAMPIRAN:

1. Lampiran 1: BAHAN BACAAN, “KBP Kab. Brebes sbg Fasilitator Kemitraan”; 2. Lampiran 2: “Contoh Penilaian KSM Lulus”;

3. Lampiran 3:, “Contoh Serifikat KSM Lulus”;

4. Lampiran 4: BAHAN BACAAN, “Stategi Social Marketing”;

5. Lampiran 5: BAHAN BACAAN, “Proposal Awal Inisiasi Kemitraan”

6. Lampiran 6: BAHAN BACAAN, “PROFIL KEMITRAAN POLA BKM

MENGEKSEKUSI DI KABUPATEN BREBES)”;

7. Lampiran 6: BAHAN BACAAN, “PERJANJIAN, Pengertian Pokok dan Teknik Perancangnnya”;

8. Lampiran 8: “Contoh Nota Kesepahaman (MoU)”; 9. Lampiran 9: ”Contoh Surat Perjanjian Kerjasama;

10. Lampiran 10: “Contoh Form Pelaporan Hasil Kemitraan Penguatan Modal

Keuangan KSM Ekonomi”;

Gambar

Diagram Alur Tahapan Pelaksanaan

Referensi

Dokumen terkait