• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa ketika pengambilan keputusan meningkat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa ketika pengambilan keputusan meningkat."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa ketika pengambilan keputusan meningkat. Keputusan-keputusan yang diambil remaja adalah keputusan mengenai masa depannya. Akan tetapi kemampuan pengambilan keputusan oleh remaja seringkali jauh dari sempurna. Kemampuan untuk mengambil keputusan seringkali dipengaruhi dari luasnya pengalaman. Remaja perlu lebih banyak peluang untuk mempraktekkan dan mendiskusikan pengambilan keputusan yang realistis. Banyak keputusan-keputusan terjadi dalam atmosfir yang menegangkan, yang meliputi faktor-faktor hambatan waktu dan keterlibatan emosional (Santrock, 2002).

Eccles, dkk (dalam Santrock, 2002) menjelaskan bahwa banyak para ahli perkembangan yang memberikan perhatian pada tahapan transisi dari sekolah menengah menuju ke tingkat lanjutan. Pada dasarnya transisi ini adalah suatu pengalaman normatif bagi semua remaja, namun hal ini dapat menimbulkan ketegangan secara emosi (stres). Ketegangan secara emosi terjadi akibat adanya perubahan yang berlangsung secara bersamaan di dalam diri individu, di dalam keluarga, dan di sekolah (Santrock, 2002). Perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku menjadi tuntutan bagi remaja dalam melaksanakan tugas perkembangannya. Remaja diharapkan dapat menguasai tugas-tugas tersebut, sehingga remaja dapat meminimalisir masalah yang dapat ditimbulkan dari perubahan tersebut (Hurlock, 1999). Dikatakan penuh dengan masalah dan

(2)

ketegangan emosional karena pada masa ini individu mulai dihadapkan dengan masalah baru yang lebih banyak (Hurlock, 1999).

Bandura (dalam Feist & Feist, 2010), merasa yakin bahwa manusia bersifat meregulasi diri, proaktif, merefleksikan diri dan dapat mengatur dirinya serta mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi tindakan dirinya sendiri untuk menghasilkan konsekuensi yang diinginkan. Seorang individu bertindak dalam suatu situasi bergantung pada hubungan timbal balik dari perilaku, lingkungan dan kondisi kognitif, terutama faktor-faktor kognitif yang berhubungan dengan keyakinan bahwa mereka mampu melakukan suatu perilaku yang diperlukan untuk menghasilkan pencapaian yang diinginkan dalam suatu situasi. Bandura mengatakan efikasi diri seorang individu dapat mempengaruhi bentuk tindakan yang akan ia pilih untuk dilakukan, sebanyak apa usaha yang akan dikerjakannya ke dalam aktivitas ini, berapa lama ia akan bertahan dalam menghadapi rintangan dan kegagalan, serta ketangguhannya dalam mengikuti kemunduran (Feist & Feist, 2010). Bandura juga menyebut ekspektasi ini sebagai efikasi diri (self-efficacy), yang didefenisikan sebagai keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian individu itu sendiri dan peristiwa di lingkungan (Feist & Feist, 2010).

Efikasi diri remaja mempengaruhi pilihan aktivitas, tujuan dan usaha serta persistensi remaja tersebut. Dengan kata lain, efikasi diri juga mempengaruhi pembelajaran dan prestasi akademiknya (Ormrod, 2009b). Secara umum Ormrod (2009b) menyatakan bahwa efikasi diri remaja sebagai penilaian remaja mengenai kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu atau

(3)

mencapai tujuan tertentu. Remaja yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan mengerahkan segenap kemampuannya dalam menyelesaikan suatu tugas.

Masa remaja sebagai periode peralihan sehingga remaja juga membutuhkan bantuan dari lingkungan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Lingkungan yang paling dibutuhkan oleh remaja adalah keluarga (orangtua). Orangtua merupakan pilar utama dan pertama dalam membentuk anak untuk mandiri (Santrock, 2003). Orangtua merupakan dukungan yang paling besar di dalam lingkungan rumah. Orangtua diharapkan mampu memberikan kesempatan pada anak sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, dapat mengambil keputusan mengenai apa yang diinginkannya dan belajar untuk bertanggungjawab atas pilihannya. Keluarga mempunyai fungsi untuk berkembang biak, mensosialisasi atau mendidik anak, dan menolong serta melindungi. Anggota keluarga juga harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi didalam struktur keluarga dan perubahan lingkungan, serta dapat berinteraksi antar anggota keluarga tanpa hambatan (Setiono, 2011).

Menurut Santrock (2002), dengan menjadikan pendidikan lanjutan sebagai kewajiban, orangtua memiliki kekuatan untuk menempatkan remaja pada posisi submisif/patuh dan menjadikan masuknya remaja ke dunia kerja orang dewasa menjadi lebih terarah. Ketika remaja duduk di sekolah menengah atas yang sering disebut sebagai siswa, biasanya orang tua menganggapnya hampir dewasa dan berada diambang perbatasan untuk memasuki dunia kerja orang dewasa, melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, atau menerima pelatihan kerja tertentu. Memasuki perguruan tinggi membuat siswa mulai menyadari akan tanggung jawab yang sebelumnya belum terpikirkan.

(4)

Menurut Bandura (dalam Feist & Feist, 2010), pembelajaran melalui observasi lebih efisien dibandingkan dengan belajar melalui pengalaman langsung. Dengan mengobservasi orang lain, seorang siswa tidak perlu mengalami berbagai hal secara langsung, karena berbagai respons tersebut dapat berakibat pada hukuman atau tidak menghasilkan penguatan sama sekali. Teori ini menekankan pada perilaku, lingkungan dan faktor kognisi sebagai faktor kunci dalam perkembangan individu. Secara umum, teori ini mengatakan bahwa manusia bukanlah seperti robot yang tidak mempunyai pikiran dan menurut saja sesuai dengan kehendak pembuatnya. Namun, manusia memiliki otak yang dapat digunakan untuk berpikir, menalar, menilai ataupun membandingkan sesuatu sehingga dapat memilih arah dan tujuan bagi dirinya sendiri (Izzaty dkk, 2008).

Masa remaja merupakan tahapan yang akan dilalui oleh setiap individu. Masa ketika seorang individu harus mulai dapat memilih arah tujuan bagi dirinya sendiri. Salah satu arah tujuan dari remaja itu adalah mulai membuat perencanaan karir dengan eksplorasi dan mencari informasi karir yang diminati serta mulai melakukan pemilihan karir (Creed, Patton, & Prideaux, 2006). Super (dalam Brown & Associates, 2002) menyatakan bahwa terdapat lima tahapan dalam perkembangan karir pada masa remaja, pada penelitian ini masuk pada tahap kedua yaitu eksplorasi (usia antara 15-24 tahun). Pada masa ini individu mulai mempersempit pilihan karir mereka dan mulai mengarahkan tingkah laku agar dapat bekerja pada bidang karir tertentu. Salah satu masalah yang mulai dihadapi adalah kebingungan dalam pemilihan karir/jurusan pendidikan tinggi.

Menurut Bandura (1997), seorang siswa membutuhkan efikasi diri sebagai keyakinan terhadap kemampuannya dalam mengelola keinginannya untuk

(5)

berhasil. Saat seorang siswa memiliki efikasi diri maka siswa itu akan memahami lebih dalam mengenai kebutuhannya dan tindakan apa yang harus diambilnya, sehingga akan dapat mengarahkan pada pembentukan cita-citanya sendiri (Bandura, 1997). Hal ini berarti efikasi diri dalam pemilihan karir menjadi indikator yang penting pada diri individu, sehingga individu tersebut dapat menggapai kesuksesannya.

Berdasarkan penelitiannya Yulianto (2012) berhasil membuktikan bahwa konseling karir secara kelompok dapat meningkatkan efikasi diri pengambilan keputusan studi lanjut. Hasil serupa menurut penelitian dari Ardiyanti (2014), bahwa terdapat peningkatan yang signifikan pada skor pengetahuan perencanaan karir peserta setelah mengikuti pelatihan “PLANS”. Efikasi diri dalam pemilihan karir dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah orientasi tujuan (Garcia, Restubog, Toledano, Tolentino & Rafferty, 2012), dan dukungan orang tua (Garcia, Restubog, Toledano, Tolentino & Rafferty, 2012; Nawaz & Gilani, 2011).

Pada umumnya individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi adalah individu yang memperoleh dukungan sosial yang baik, sehingga kompetensi yang ada didalam dirinya-pun menjadi lebih baik dan meningkat. Seperti yang dikatakan oleh Green, Walker, Hoover-Dempsey & Sandler (2007) didalam penelitiannya bahwa peran orangtua jauh lebih meningkatkan efikasi diri anak dibandingkan dengan peran sekolah. Peningkatan yang terjadi ini tentu akan mempengaruhi orientasi individu dalam menentukan tujuan dari hidupnya. Penelitian Janssen & Van Yperen (2004), menyatakan bahwa orientasi tujuan mempengaruhi performa dan kepuasan kerja dalam penelitian mengenai tujuan berprestasi. Dweck & Leggett (1988), menyatakan bahwa orientasi tujuan

(6)

terbagi atas dua yaitu orientasi tujuan pada performa dan orientasi tujuan pada pembelajaran. Berdasarkan preliminary study penelitian ini lebih mengarah pada orientasi tujuan pada pembelajaran. Orientasi ini disebut juga dengan orientasi tujuan pada penguasaan, yang berfokus pada peningkatan kompetensi, mendapatkan keahlian, dan mengerjakan yang terbaik. Individu yang memiliki orientasi tujuan seperti ini biasanya akan mencari tugas-tugas dengan tingkat kesulitan yang menantang. Hal ini dikarenakan individu tersebut mempersepsikan tugas-tugas sebagai suatu peluang untuk mengembangkan kompetensinya (Wisudaningrum, 2012).

Berdasarkan hasil wawancara awal Ardiyanti (2014) pada penelitiannya terhadap 15 orang siswa kelas XII, diketahui bahwa 10 orang dari mereka mengalami keraguan dalam menentukan pilihan program studi. Ardiyanti juga melakukan survey terhadap 157 orang siswa kelas XI wilayah Yogyakarta, didapat sebesar 43% siswa yang masih belum yakin dan masih bingung dengan pilihan program studi di Perguruan Tinggi. Penyebab kurangnya efikasi diri dalam pemilihan karir pada siswa adalah kurangnya pemahaman diri, kurangnya wawasan/informasi karir, dan ketidakmampuan dalam menetapkan tujuan dan rencana karir (Ardiyanti, 2014). Hal ini terjadi dikarenakan tidak semua siswa dapat dengan mudah membuat keputusan karir, banyak diantara mereka yang mengalami keraguan dalam mengambil keputusan karir (Creed, Patton & Prideaux, 2006).

Hasil preliminary study yang dilakukan oleh Mulyana (2009), menyatakan bahwa pada umumnya individu seringkali mengalami permasalahan-permasalahan karir yang dimulai dari pencarian awal karir sampai pada tahap individu itu menjadi pekerja pada suatu organisasi atau perusahaan.

(7)

Permasalahan-permasalahan yang terjadi pada diri individu, yaitu mencakup kesulitan individu dalam mendapatkan karir pilihan, ketidaksesuaian pekerjaan yang dijalani dengan latar belakang pendidikan, minat, keahlian, dan penurunan performa yang mengakibatkan terjadinya permasalahan pada karir pilihan individu tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh Pratiwi (2014) kepada tim konselor Detection, menunjukkan bahwa 167 siswa kelas XII masih belum memiliki kesiapan untuk melanjutkan jenjang pendidikan di Universitas. Berdasarkan hasil wawancara tersebut didapatlah hal-hal yang mengakibatkan belum adanya kesiapan dari para siswa tersebut dikarenakan oleh hal-hal berikut: tidak mengetahui informasi mengenai jurusan di Perguruan Tinggi, belum menentukan jurusan yang sesuai dengan minatnya, masih bingung mau melanjutkan jurusan di Perguruan Tinggi, masih belum belum yakin dengan pilihan yang akan dipilih, dan belum membuat rencana pilihan mengenai jurusan.

Guna mendalami permasalahan efikasi diri dalam pemilihan karir yang hendak diteliti, peneliti melakukan preliminary study pada tanggal 18 Februari 2015. Studi awal ini dilakukan dengan memberikan lembaran pertanyaan sebanyak 8 item kepada 5 orang siswa. Dalam melakukan preliminary study ini peneliti juga melakukan observasi terhadap 5 orang siswa tersebut. Hasil preliminary study diketahui terdapat empat penyebab mereka belum memiliki keyakinan dalam menentukan pilihan karir, yaitu: (1) siswa belum begitu mengetahui informasi mengenai pilihan karir yang akan dipilihnya, (2) pilihan karir yang diminati siswa sudah di arahkan semenjak mereka kecil oleh orang tuanya, membuat siswa merasa kurang yakin akan kemampuannya sendiri, (3) terbatasnya kapasitas penerimaan mahasiswa pada suatu program studi,

(8)

sehingga membuat siswa tersebut menjadi ragu akan pilihan karirnya, dan (4) program studi yang dipilih siswa karena keterpaksaan mengakibatkan orientasi tujuan mereka hanya pada nilai bukan pada penguasaan pelajaran.

Tarmidi & Rambe (2010), mengatakan bahwa terdapat korelasi yang sangat signifikan antara dukungan orang tua terhadap kemandirian dalam belajar pada siswa SMA. Semakin tinggi dukungan yang diberikan oleh orang tua maka akan semakin tinggi pula kemandirian siswa dalam belajar. Nawaz & Gilani (2011), menyatakan bahwa dukungan orang tua jauh lebih kuat pengaruhnya dalam memprediksi efikasi diri pemilihan karir siswa dibandingkan dengan dukungan dari teman sebaya. Berdasarkan hasil penelitian dari Widanarti & Indati (2002), dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang sangat signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan efikasi diri. Semakin tinggi dukungan sosial keluarga yang dimiliki remaja maka semakin tinggi pula efikasi diri remaja tersebut, sementara semakin rendah dukungan sosial keluarga yang dimiliki oleh remaja maka semakin rendah pula efikasi diri remaja tersebut. Dukungan orang tua ini menjadi penting, karena berhubungan dengan kesuksesan akademis remaja, gambaran diri yang positif, harga diri, kepercayaan diri, motivasi dan kesehatan mental (Corviile-Smith, Ryan, Adam & Dalicandro, 1998). Menurut Lee dan Detels (2007), dukungan sosial orang tua terbagi atas dua, yaitu positif dan negatif. Dukungan yang bersifat positif berupa perilaku positif yang ditunjukkan oleh orangtua, sedangkan yang bersifat negatif adalah perilaku yang dipandang negatif sehingga dapat mengarahkan anak pada perilaku yang negatif pula.

Garcia, Restubog, Toledano, Tolentino dan Rafferty (2012), menyatakan bahwa ada dua gambaran dari hasil penelitian yang didapatkan, yaitu: gambar pertama, pada high levels of student rating of parental support, hasilnya adalah

(9)

signifikan dan terdapat hubungan positif yang kuat antara orientasi tujuan (Learning goal orientation) dan efikasi diri dalam pemilihan karir (career decision-making self-efficacy). Sedangkan pada low levels of student rating of parential support, hasilnya tidak signifikan. Pada gambar kedua dari hasil penelitian Garcia, Restubog, Toledano, Tolentino dan Rafferty (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan hanya pada hubungan antara orientasi tujuan belajar (learning goal orientation) dan efikasi diri dalam pemilihan karir (career decision making self-efficacy) untuk low parents ratings of support saja. Hasil penelitian ini terlihat sejalan dengan penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Wisudaningrum (2012), bahwa orientasi tujuan pada pembelajaran memiliki pengaruh untuk meningkatkan efikasi diri pada individu. Hal ini disebabkan oleh orientasi tujuan pembelajaran akan memberikan pemahaman yang positif, sehingga individu dapat memproses informasi dengan lebih baik.

Berdasarkan pemaparan dari dinamika penyebab permasalahan diatas, tampak bahwa perilaku siswa mengalami ketidakmampuan dalam menentukan pilihan dalam pemilihan karir (program studi) didahului dengan adanya rasa tidak yakin atau keraguan individu, dengan kata lain efikasi diri yang dimiliki oleh siswa tersebut rendah. Efikasi diri yang rendah dapat juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu orang tua. Faktor lingkungan (orangtua) menjadi pengaruh yang besar bagi efikasi diri siswa dalam menentukan pilihan karir. Faktor orientasi tujuan penguasaan juga dapat mempengaruhi efikasi diri individu (siswa) dalam menentukan pilihan karir, pengaruh yang ditunjukkan terlihat pada performa (usaha) yang akan dilakukan oleh individu (siswa) tersebut. Bandura (1986) mengungkapkan bahwa individu berperilaku tergantung pada resiprokal antara lingkungan dengan faktor personal individu itu sendiri. Siswa lebih mungkin

(10)

terlibat dalam perilaku tertentu ketika mereka yakin bahwa mereka akan mampu menjalankan perilaku tersebut dengan sukses, yaitu ketika mereka memiliki efikasi diri yang tinggi (Bandura, 1997).

Berdasarkan paparan di atas, ditemukan pertanyaan secara empirik yaitu apakah orientasi tujuan penguasaan dan dukungan orangtua dapat menjadi prediktor efikasi diri dalam pemilihan karir siswa SMA.

B. Rumusan Permasalahan

Perilaku yang tampak dari diri remaja dipengaruhi oleh efikasi diri yang dimiliki oleh remaja tersebut. Efikasi diri ini menjadi pertahanan diri yang dimiliki oleh remaja dalam menentukan pilihan karir. Pada saat memilih karir remaja juga mengalami gejolak didalam hati dan pemikirannya. Bayang-bayang akan impian dan cita-cita masa depan menjadikan remaja harus lebih gigih dalam berjuang untuk mengejar karir yang diimpikannya. Dukungan orang tua dalam menentukan arah karir yang remaja harapkanpun menjadi modal yang harus dimiliki, agar efikasi diri dalam pemilihan karir remaja tinggi maka dibutuhkan juga orientasi tujuan penguasaan remaja yang tinggi. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah orientasi tujuan penguasaan dan dukungan orangtua dapat memprediksi efikasi diri dalam pemilihan karir?”

(11)

C. Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah orientasi tujuan penguasaan dan dukungan orangtua dapat memprediksi efikasi diri dalam pemilihan karir. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah referensi ilmiah bagi ilmu psikologi, khususnya yang berkaitan dengan efikasi diri dalam pemilihan karir. Manfaat penelitian ini secara praktis, adalah sebagai berikut:

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para siswa mengenai gambaran efikasi diri dalam pemilihan karir, orientasi tujuan penguasaan dan dukungan orangtua yang mereka miliki.

2. Melalui hasil penelitian ini, para pendidik (guru) dapat mengetahui tingkat efikasi diri dalam pemilihan karir yang dimiliki oleh siswa-siswi mereka. Sehingga, mereka dapat berusaha meningkatkan orientasi tujuan penguasaan siswa-siswinya terhadap efikasi diri akan karir yang telah mereka pilih.

D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai efikasi diri dalam pemilihan karir (career decision making self-efficacy) telah banyak diteliti, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari & Kumara (2006), dengan judul penelitian: Efektivitas pelatihan perencanaan karir untuk meningkatkan kejelasan arah pilihan bidang minat akhir pada mahasiswa semester III Fakultas Psikologi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari & Kumara (2006), peneliti berfokus pada efektivitas pelatihan perencanaan karir untuk meningkatkan kejelasan arah pilihan bidang minat karir. Perbedaan penelitian Purnamasari &

(12)

Kumara dengan penelitian ini sangat tampak jelas dari alat ukur yang digunakan dalam penelitian yaitu Skala Arah Pilihan Bidang Minat Karir, Lembar wawasan karir, hasil FGD, lembar evaluasi hasil pelatihan, lembar observasi pelatihan serta hasil in depth interview, dan pada subjek penelitian. Sementara pada penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah Skala efikasi diri dalam pemilihan karir, skala orientasi tujuan pembelajaran dan skala dukungan keluarga. Subjek penelitian ini adalah siswa SMA sedangkan penelitian Purnamasari & Kumara adalah Mahasiswa.

Penelitian Widyastuti & Pratiwi (2013) dengan judul penelitian: Pengaruh self-efficacy dan dukungan sosial keluarga terhadap kemantapan pengambilan keputusan karir siswa. Dalam penelitian Widyastuti & Pratiwi (20013), peneliti menyertakan 100 siswa yang diambil secara proporsional random sampling di SMA Negeri 22 Surabaya pada siswa kelas X. Dalam penelitian Widyastuti & Pratiwi, orientasi tujuan tidak termasuk menjadi variabel dalam penelitiannya. Widyastuti & Pratiwi memfokuskan penelitiannya pada besarnya pengaruh self-efficacy terhadap kemantapan pengambilan keputusan karir, mengetahui besarnya pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap kemantapan pengambilan keputusan karir, dan mengetahui hubungan simultan antara faktor self-efficacy dan dukungan sosial keluarga dengan kemantapan pengambilan keputusan karir. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti & Pratiwi adalah pada variabel orientasi tujuan pembelajaran.

Penelitian Garcia, Restubog, Toledano, Tolentino & Rafferty (2012) dengan judul: Defferential Moderating Effects of student-and parent-rated support in the relationship between learning goal orientation and career decision-making self-efficacy. Pada penelitian Garcia, Restubog, Toledano, Tolentino & Rafferty,

(13)

peneliti hendak memprediksi uji beda mengenai peranan moderasi dukungan orangtua dari sudut pandang siswa dan sudut pandang orang tua dinilai dengan mempertimbangkan pengaruh orientasi tujuan belajar siswa pada efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah pada subjek penenlitiannya. Pada penelitian Garcia, Restubog, Toledano, Tolentino & Rafferty pesertanya terdiri atas 141 mahasiswa yang terdaftar di sebuah Universitas besar di Filipina. Data juga dikumpulkan dari orang tua wali dari peserta, yang terdiri atas 53 orang ayah, 79 orang ibu, 3 nenek, 4 wali dan 2 orang tidak melaporkan hubungannya dengan peserta. Perbedakan dengan penelitian ini terletak pada subjeknya. Subjek penelitian ini di SMA yang berada di Yogyakarta, Indonesia.

Nawaz & Gilani (2011) dengan judul penelitian: Relationship of parental and peer attachment bonds with career decision making self-efficacy among adolescents and post-adolescent. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara obligasi orangtua dan teman sebaya terhadap efikasi diri dalam pemilihan karir pada remaja dan dewasa awal. Jumlah subjek yang disertakan sebanyak 300 orang laki-laki dan 250 orang perempuan dari berbagai Universitas di Pakistan. Hasil analisis menunjukkan bahwa obligasi orangtua dan teman sebaya memiliki hubungan yang positif dengan efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir. Perbedaan penelitian ini adalah variabel orientasi tujuan pembelajaran tidak disertakan dan subjek yang digunakan, yaitu siswa SMA.

Wisudaningrum (2012) dengan judul tesisnya: Pengaruh orientasi tujuan pada pembelajaran terhadap efikasi diri mengikuti pelatihan peningkatan kompetensi. Tujuan penelitian pada tesis ini adalah untuk melihat pengaruh

(14)

orientasi tujuan pada pembelajaran terhadap efikasi diri dengan mengikuti pelatihan peningkatan kompetensi. Subjek yang disertakan sebanyak 42 orang yang terbagi atas 21 orang kelompok eksperimen dan 21 orang lagi kelompok kontrol. Hasil dari penelitian ini adalah diperoleh hasil peningkatan yang konsisten yaitu orientasi tujuan pada pembelajaran memiliki pengaruh untuk meningkatkan efikasi diri. Perbedaan penelitian ini adalah variabel dukungan orang tua tidak disertakan dan subjek penelitian serta metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen.

Creed, Patton, & Prideaux (2006) dengan judul penelitian: Causal relationship between career indecision and career decision-making self-efficacy: A longitudinal cross-lagged analysis. Creed, Patton & Prideaux menggunakan metode pengumpulan data dengan two-wave longitudinal panel design, sedangkan penelitian ini menggunakan regresi ganda dengan dua prediktor. Perbedaan lainnya dengan penelitian ini juga terdapat pada subjek. Subjek dari penelitian Creed dkk adalah menggunakan dua tahap yang dibedakan atas waktu pengambilan data. T1 ketika subjek berada di kelas 8 dan T2 saat subjek sudah berada di kelas 10, rentang waktu yang digunakan adalah dua tahun setelah data dikumpulkan pada subjek T1. Alat ukur yang digunakan Creed dkk adalah Career decidedness dan Career Decision-Making Self-Efficacy, sedangkan pada penelitian ini menggunakan Skala Efikasi Diri dalam Pemilihan karir, Skala Dukungan Orangtua dan Skala Orientasi Tujuan Penguasaan.

Berdasarkan pemaparan diatas dapat dilihat bahwa penelitian ini tidak memiliki kesamaan persis dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Oleh sebab itu, penelitian ini dapat dibuktikan keasliannya.

Referensi

Dokumen terkait

Orang pribadi dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan di atas PTKP sehubungan dengan pekerjaan dari badan-badan yang tidak wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21

Penelitian pra-klinis dan penelitian klinis yang sudah ada menunjukkan bahwa pemberian FMT dari donor sehat kepada subjek yang mengalami sindroma metabolik dan

Sementara dalam artian sempit (mikro), Liliwery mendefinisikan sosiologi komunikasi sebagai cabang dari sosiologi yang mempelajari atau yang menerangkan mengenai

Poligami adalah suatu ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) istri dalam satu waktu bersamaan.Poligami merupakan suatu bentuk

Pasal 29 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dinyatakan bahwa pelaksanaan Pengelolaan Batas Wilayah Laut dan Pesisir

Pada bab ini dibahas mengenai tata cara penelitian yang mencakup langkah- langkah pengumpulan dan pengolahan data yang dibutuhkan peneliti yaitu meliputi

pada tahun 2012 dengan judul “Hukum Antidumping Sebagai Pelindung Produk Industri Dalam Negeri Dalam Rangka ACFTA (Asean Free Trade Area)” yang mana skripsi ini membahas

Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain menjaga atau merawat lanisa, mempertahankan dan meningkatkan status mental, memfasilitasi kebutuhan spiritual