Usulan Kebijakan Satelit Nasional
Yang Berdaya Saing
MASYARAKAT TELEMATIKA INDONESIA
Jakarta, 24 November 2017
Widi Amanasto
2
Penggunaan Infrastruktur Satelit
Infrastruktur Satelit Komunikasi
– Distance-incentive: pembiayaan sistem komunikasi satelit tidak tergantung dari
jauh-dekat taut komunikasi yang akan dibangun
– Any where: sistem komunikasi satelit dapat melayani hampir setiap titik di muka
bumi baik sebagai bagian dari core plane maupun access plane.
– Accesible: Melayani area-area yang tidak terlayani oleh sistem telekomunikasi
terestrial
– Security: gangguan akibat bencana atau vandalism minimum dalam sistem
komunikasi satelit
Infrastruktur Satelit Non-komunikasi
– Mendukung fungsi-fungsi pemantauan, pertahanan dan pengamanan yang cepat dan
akurat. Contoh: untuk mengatasi penangkapan ikan dan penebangan kayu ilegal, sistem peringatan dini, pemantauan laut dan pantai, pengamanan terhadap daerah perbatasan, pengelolaan dan pengamanan sumber daya alam, ketahanan pangan, dll.
– Jangkauan broadcaster seluruh pelosok untuk layanan : DTH, TVRO, SNG
Komplementer antara infrastruktur satelit dan teresterial untuk mengimplementasikan Peraturan Presiden no. 96 tahun 2014 tentang
Potret Kondisi Eksisting
Indonesia yang telah berkiprah 40thn lebih dalam dunia persatelitan telah memberi buah hasil sumbangsih kepada bangsa dalam bentuk tatanan satelit nasional yang telah mendukung industry telekomunikasi.
Seiring berjalan waktu industry satelit Indonesia belum melakukan terobosan-terobosan yang bermakna dan bahkan terkesan tertinggal dengan Negara-negara tetangga di ASEAN yang telah dapat menguasai pasar regional.
Perkembangan industry satelit yang berbasis komersial yang condong hanya melihat dari sisi profit, sehingga capex sejauh mungkin dihindari. Menyewa transponder akan lebih baik daripada membangun sendiri. Alhasil penggunaan transponder asing meningkat.
Slot orbit makin berkurang dan kurang optimum penggunaannya Investasi satelit sangat tinggi, dengan RoI yang relative panjang.
Teknologi baru belum diantisipasi ke depan (NGSO filling, HTS dll).
Belum memiliki roadmap dan analisa market serta demand industry satelit nasional
3
Perlu suatu strategi yang mengedepankan kepentingan nasional secara jangka panjang dan perangkat yang dimiliki pemerintah adalah aturan main yang mengarahkan pemain industri satelit nasional untuk dapat menguasai kembali pasar Indonesia, bahkan regional. Peraturan tsb dapat berbentuk:
Perpres , PerMen atau KepMen, namun yang termudah adalah merevisi KepMen yang ada agar spirit kebangasaan dapat terjaga.
TRANSMITTING EARTH STATION RECEIVING EARTH STATION
INTERFERENCE
TERRESTRIAL STATION GSO SATELLITES Non-GSOSATELLITES
Ruang Angkasa (Space)
No sovreignity International Regulation : - ITU - UNCOPUOS Kedaulatan Nasional National Regulation : UU, PP, Permen Orbit GSO : 36.000 km
Orbit NGSO –LEO : 100-300 mil
Batas Ruang Udara Nasional
Regulasi Satelit Internasional
Telekomunikasi dan Penyiaran
(Kebutuhan transponder nasional >200 Xpd: Penyiaran :Backbone penyiaran,DTH,SNG
Backhaul BTS telekomunikasi di pelosok dan daerah terdepan (3T)
Data akses : Pemerintahan, Perbankan, Perkebunan, Kehutanan, Pertambangan,
Transportasi, Perikanan, Perindustrian
Emergency & military communication
Back up backhauling
In flight communication, Vessel communications
Vessel Management System (VMS) & Aviation
Penggunaan Satelit di Indonesia
Satelit Penginderaan :
• Data dari Satelit Inderaja Asing : SPOT (France, optical), LANDSAT (USA,optical), IKONOS (USA, optical), QUICKBIRD (USA, optical), RADARSAT (CANADA,
radar), NOAA (USA, optical, free access, low resolution)
• Satelit Indonesia, LAPAN-TUBSAT (Optical, research satellite)
Mobile Satellite Service :
Mobile Satellite Service seluruhnya asing : IRIDIUM (PT. AMALGAM, Izin Jasa
Teleponi Dasar), ORBCOMM satelit NGSO (PT. Imani Prima Izin Sistim Komunikasi Data), THURAYA Satelit GSO (PT. SOG, jasa teleponi dasar), INMARSAT (PT. DNK)
WAYS TO FULFILL DEMAND
•
Launch new satellites by Indonesian operators
–
Financial constraints to launch new satellites.
–
Hard to find GSO orbital slot allocation with appropriate spectrum and
coverage areas (particularly C, Ku-band), could be by leasing /
collaborating orbital slot (grouping filling procedure).
–
New satellite technology (HTS) for maximum bandwidth capacity
–
Filling / constellation N-GSO satellite
•
Enhance the transponder capacity
–
Leased HTS transponder (KA, KU band), but limited availability
–
Upgrade ground segment (Coding & Modulation) technology
•
Leasing satellite capacity from foreign satellites
–
Landing rights procedure required
–
Completed coordination with Indonesian satellite and terrestrial
networks shall be required.
–
ISR charge for earth stations
•
Collaboratively procurement new satellites with other satellite operators in
the region or in the world (Condosat or transponder lifetime leasing)
•
Shall have approval from Government (MCIT), could be treated as
domestic satellite capacity
•
Need to establish the roles and responsibilities on each party.
•
Should comply with ICT and spectrum policy and planning
Satelit Operasional dan Perbandingan
Kapasitas Dengan HTS
Satellite Orb Loc Launch Date End Of Life Operator Launch Vehicle Satellite Manufacture
C KU
1 Palapa D 113° BT 30 4 31 Agustus 2009 2024 Indosat Long March 3B Thales Alenia Space 2 Telkom-2 108° BT 24 16 Nov 2005 2022 Telkom Ariane V Orbital
3 BRIsat 150.5° BT 36 9 19 Juni 2016 2031 BRI Ariane 5 ECA Space Systems / Loral 4 Telkom-3S 118° BT 32 10 15 Februari 2017 2032 Telkom Ariane 5 ECA Thales Alenia Space
Transponders
Filling Indonesia Belum Operasional
103E (FSS)
UNISAT Planned Band
9
PLANNED BAND ALLOTMENT
Mengingat semakin padatnya GSO maka untuk menjamin kesamaan
akses bagi negara berkembang terhadap sumber alam terbatas spektrum
dan orbit maka ITU menetapkan jatah satu slot orbit dan frekuensi yang
diperlukan untuk cakupan di negara yang bersangkutan.
Orbit dan Frekuensi jatah untuk Indonesia
: FSS (Fixed Satellite Services): 115.4 E dgn satu cakupan nasional
4 500 - 4 800 MHz / 6 725 - 7 025 MHz ;
10.70 - 10.95 GHz ,11.20 - 11.45 GHz (downlink) 12.75 - 13.25 GHz (uplink)
BSS (Broadcasting Satellite Services): 80.2 E , 110.4E
Masing2 dengan satu beam untuk Indonesia Barat dan Timur band 11.7 – 12.2 GHz / 17.3- 18.1 GHz
Prosedur penggunaan tidak perlu proses koordinasi bila tidak ada modifikasi
terhadap parameter yang telah ditetapkan. Namun jika ada perubahan parameter maka otomatis menjadi aplikasi satelit biasa yang harus memenuhi prosedur Radio Regulations.
Teknologi Satelit : Peningkatan Kapasitas
Regulasi yang mendorong penggunaan teknologi untuk meningkatkan kapasitas jaringannya (bit/Hz), sebagai berikut :
Frequency re-use (HTS) increase maximum capacity, semakin tinggi RF maka gain antene makin tinggi, multi beams @beamwidth 0.1 deg, efisiensi bandwidth
meningkat sampai dengan minimum 4 kali.
Daya pancar satelit semakin besar. Tingkat modulasi semakin tinggi untuk efisiensi
bandwidth
– QPSK -> 8 PSK -> 16 QAM -> 64 QAM
– 1Bit/Hz -> 1,5 bit/Hz -> 2 bit/Hz -> 4 bit/Hz
Teknologi coding semakin efisien untuk penghematan power – Viterbi -> reed Solomon -> Turbo Code
– LDPC (Low Density Parity Check), untuk peningkatan efisiensi bandwidth dan penghematan power transponder
Adaptive mechanism untuk meningkatkan throuput dan availability.
– UPC (Uplink Power Control)
– Adaptive Modulation and Codinguntuk mempertahankan availibilitas link jika terjadi penurunan performance Eb/No, akibat cuaca dll
Carrier On carrier coding, guna meningkakan throughput dan availibilitas tanpa menambah transponder (2 carrier dalam frekuensi yang sama).
Diversity Gateway, untuk mempertahankan performansi dan availabilitas jaringan.
Role of Satellite Industry (1)
11
Elemen terpenting dalam dunia persatelitan adalah satelitnya sendiri, stasiun bumi nya dan slot orbit beserta frekuensinya, dengan demikian maka :
Redefinisi apakah satelit nasional itu ; apakah bergantung pada slot orbitnya, perangkat satelitnya ataupun pengawakannya ?
Satelit nasional adalah satelit yang menggunakan slot orbit nasional atau
Hanya dilihat dari satelit nasional adalah satelit yang diproduksi/dimiliki oleh badan usaha nasional Indonesia atau PMA yang berkedudukan di Indonesia.
Apakah hak guna slot orbit dapat dijadikan ‘asset’ ?
Apakah definisi ‘kepemilikan’ satelit nasional ?
Apakah dapat dijadikan levelnya ‘kepemilikan transponder nasional?
Apakah satelit/transponder nasional fasilitas apa yang harus dimiliki (TT&C, Gateway dll)?
Semakin berkembangnya teknologi, maka apakah kapasitas bit per second daripada Hz yang menjadi tujuannya?
Lisensi penyelengaraan satelit di Indonesia yang berkembang di dalam imlementasinya adalah : penyelenggara VSAT (Jaringan tetap tertutup) dan
penyelenggara satelit. Namun lisensinya hanya ada Jaringan tetap tertutup, tidak membedakan operator yang memiliki satelit sendiri ataupun yang menyewa kapasitas untuk dijual kembali.
Role of Satellite Industry (2)
Review ulang persyaratan ‘Landing Right’ dan mengarahkan pemberian LR kedepan untuk mendorong menaikkan peran operator nasional.
– Mengapa LR diberikan ke beberapa pengguna satelit ? sebagaimana hak landing
suatu pesawat ke salah satu bandara diberikan sekali kepada penerbangannya bukan kepada passengernya
– Apakah LR tidak mempunyai batas waktu sehingga hak pancar menjadi ‘forever’ ?
Sedangkan hak transmisi terrestrial (seluller) oleh operator nasional mempunyai jangka waktu tertentu dan harus di ‘review’ secara berkala.
– Dalam kaitannya dengan soverighnity , perlukah tidak hanya memberikan LR akan
tetapi juga pengendalian penggunaan transponder asing?
Teknologi terkini layanan satelit untuk peningkatan kapasitas menggunakan: - Teknologi HTS satelit (satelit manufacture, perbaikan /filling/akuisisi slot orbit
dengan standar EIRP tingi)
- Frekuensi yang cukup lebar yang dapat digunakan untuk HTS : KU, KA, V
- Fasilitas ground segment yang mampu meningkatkan kapasitas bit per second
transponder satelit (per MHz capacity)
- Peningkatan kapasitas payload, selain meningkatkan kemampuan juga dapat
menekan biaya akses. 12
Role of Satellite Industry (3)
Mengikuti perkembangan teknologi dan kemanfaatannya, apakah definisi
kapasitas satelit nasional perlu diubah dari MHz (transponder) menjadi kapasitas bit per second?
Komunikasi satelit memiliki peran penting dalam rangka percepatan Digital Inclusion untuk memastikan ketersediaan, aksesibilitas, dan keterjangkauan layanan secara merata, menjadi bagian infrastruktur TIK lainnya (national cloud)
Satelit mempunyai nilai strategis karena mempunyai kemampuan dalam
mendukung infrastruktur telekomunikasi dengan skala besar dan dalam waktu relative singkat dan belum dijangkau oleh infrastruktur teresterial lainnya.
Satelit juga mempunyai nilai strategis untuk pertahanan dan keamanan negara dan bahkan dapat mendukung kinerja pertambangan , maritime , kehutanan, pertanian maupun agro-bisnis, transportasi
Akan terjadi disrupsi terhadap industry satelit saat ini, dengan munculnya teknologi HTS menggunakan : GSO, N-GSO, Stratosfir drone/Loon/HAPS dll, perlu strategi yang tepat untuk menyikapinya .
Usulan (1)
Peningkatan fungsi dan peran pemerintah:
– Memiliki roadmap industry satelit nasional.
– Pengelolaan slot orbit nasional selain operator juga tanggung jawab bersama pemerintah untuk menjaga kepemilikan slot orbit. Dalam kondisi tertentu, Pemerintah memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam upaya menyelamatkan atau bahkan menambah jumlah slot orbit (GSO dan N-GSO), dengan menunjuk dan didukung operator satelit yang kompeten.
– Proteksi terhadap industry satelit nasional melalui keberpihakan melalui kebijakan – Dalam rangka memberikan kemudahan dalam menumbuhkan industry satelit nasional,
pemerintah perlu menetapkan proyek satelit sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional
Optimalisasi sumber daya nasional :
– Memberikan stimulus kebijakan untuk peningkatanan kapasitas througput layanan satelit: dengan adopsi teknologi baru, bagi : penyelenggara satelit nasional (Stasiun Angkasa), penyelenggara VSAT dari satelit asing (ISR remote)
– Penerapan infrastruktur sharing : Teleport/ hub, TT&C dll. – Penerapan TKDN perangkat ground segment
– Optimalisasi slot orbit allotment melalui : lelang penggunaannya dengan jaminan penggunaan yang jelas (captive market government institution).
– Upaya menambah jumlah slot orbit nasional baik GSO maupun N-GSO, melalui : filling baru, akuisisi ataupun kerjasama dengan pihak lain. Pemerintah seyogianya memberikan
dukungan baik administrasi ataupun dukungan anggaran dalam mendapatkan slot orbit (cost recovery).
– Metode pengenaan biaya BHP stasiun angkasa (satelit/transponder nasional) dan ISR remote (satelit asing) dengan perhitungannya akan menguntungkan untuk operator yang
menyediakan system yang dapat meningkatkan kapasitas payload kapasitas nya, dibandingkan dengan penggunaan system konvensional.
Usulan (2)
Redefinisi Satelit Nasional dan Transponder Nasional
– Perlu membagi jenis penyelenggara satelit nasional : Kelas A: memiliki slot orbit, satelit
dan TT&C, Kelas B : Memiliki satelit dan TT&C, kelas C :memiliki Transponder saja,
– Penyelenggara satelit nasional tidak perlu memiliki sendiri orbital slot (kerjasama
pengunaan slot orbit milik asing), namun diisi dengan satelit milik nasional;
– Penyelenggara satelit nasional tidak perlu memiliki seluruh satelit, tapi dapat
memilikinya sebagian melalui : kerjasama Condosat, konstelasi, atau lifetime transponder leasing;
– Fungsi pengendali satelit (TT&C) dan Gateway juga berada di teritori Indonesia, dapat
menggunakan fasiltas sharing.
– Penyelenggara satelit diberikan lisensi sebagai penyelenggara jaringan satelit, yang
memiliki : satelit dn/atau transponder dan/atau saham konstelasi N-GSO. Lisensi ini juga dapat digunakan juga untuk menyediakan jaringan teresterial, serta menyikapi munculnya disrupsi teknologi network stratosfir
– Dengan berkembangnya teknologi, maka penggunaan satelit nasional juga ikut
mempertimbangkan kapasitas (bps) bukan hanya Hz.
Perencanaan ke depan :
– Mendorong industry satelit nasional kususnya FSS menjadi broadband melalui
penggunaan HTS;
– NGSO sebagai future layanan satelit ke depan perlu mendapat perhatian, dengan
mendorong para pemain satelit nasional filling slot orbit N-GSO dan ikut dalam konstelasi yang strategic, dengan dukungan dari pemerintah;
– Proaktif dalam membuat positioning Indonesia dan mendapatkan alokasi dalam
memiliki layanan GSO ke depan.
Usulan (3)
Penataan Industri Satelit Nasional
– Landing Right yang diberikan kepada satelit asing diberi batas waktu
– Selektif dalam memberikan landing right pemain asing, sebagai bargaining dengan proses koordinasi sateit yang diikuti satelit nasional.
– Konsolidasi operator satelit nasional untuk memperkuat bargaining posisition, agar dapat mencegah perang tariff transponder satelit yang mengerus bisnis para pemain satelit nasional.
– Implementasi reciprocity terhadap bisnis satelit di Negara lain, dengan menyiapkan regulasi dan kebijakan domestic yang pro terhadap satelit nasional.
Investasi:
– Selain mendorong investasi di broadband satelit GSO, dengan munculnya
konstelasi satelit N-GSO global, perlu menjajaki kemungkinan business model baru layanan konektifitas jaringan satelit : satellite cloud.
– Prioritas penggunaan transponder satelit nasional untuk keperluan pemerintah – Proteksi terhadap industry satelit nasional melalui stimulus kebijakan;
Sovereignity :
– Satelit asing diwajibkan memiliki fasilitas teleport/gateway di wilayah Indonesia
baik melalui BUMS/N/A lokal sebagai partnernya. Pada era HTS keberadaan gateway di wilayah beroperasi diperlukan komunikasi antar spot beam;
– Dengan penempatan fasilitas gateway maka dapat melakukan pengawasan
operasional transponder satelit asing yang beroperasi di Indonesia melalui fasilitas tersebut.