• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI, PELUANG DAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI-KELAPA SAWIT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI, PELUANG DAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI-KELAPA SAWIT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI, PELUANG DAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN

SISTEM INTEGRASI SAPI-KELAPA SAWIT

DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

M.BASIR NAPPU danLUDY K.KRISTIANTO

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur Jl. Pangeran M. Noor Sempaja, Samarinda 75119

ABSTRAK

Identifikasi potensi sumberdaya perkebunan dalam kaitannya dengan pengembangan sistem integrasi ternak sapi dan kelapa sawit di Kalimantan Timur telah dilakukan di Kabupaten Pasir, yang mewakili kawasan perkebunan kelapa sawit. Potensi sumberdaya manusia berjumlah 2.704.851 jiwa dengan rincian 1.408.336 laki-laki dan 1.296.515 perempuan dengan laju pertumbuhan 5,72% per tahun. Dari jumlah tersebut, usia produktif mencapai 1.714.326 jiwa (63,38%) terdiri atas laki-laki dan perempuan. Luas lahan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur adalah 16.887,50 ha kemudian meningkat menjadi 159.079,00 ha dengan persentase kenaikan pada tahun 2000 mencapai 26,52% dan laju pertumbuhan rata-rata 12,03%. Pada tanaman menghasilkan, terdapat dua jenis limbah yaitu pelepah dan daun kelapa sawit di lapang serta limbah pabrik pengolahan tandan buah segar yakni tandan kosong sawit, bungkil inti sawit, sabut sawit dan lumpur/solid sawit. Produksi tandan buah segar tahun 2003 mencapai 791.064,00 ton, dapat menghasilkan 189.855,36 ton tandan kosong sawit, 166.123,44 ton sabut sawit, 63.285,12 ton kulit inti, 23.731,92 ton bungkil inti sawit, 79.106,40 ton lumpur/solid sawit. Dengan asumsi bahwa luas areal perkebunan rakyat yang sudah menghasilkan saat ini seluas 29.018,20 ha diperkirakan jumlah bahan kering pelepah yang tersedia untuk dimanfaatkan adalah sejumlah 164.679.631,7 kg. Pelepah tanpa dikupas kulitnya tersebut dapat dimanfaatkan oleh ternak sapi sebagai pengganti pakan hijauan dan dapat diberikan sebanyak 30% dari kebutuhan bahan kering. Untuk setiap satu satuan ternak (ST) dapat diberikan sejumlah 2,5 kg. Dengan demikian dari jumlah produk samping tanaman kelapa sawit yang tersedia sepanjang tahun dapat menampung sejumlah 180.470,8 ST.

Kata Kunci: Potensi, Peluang, Integrasi, Sapi-Sawit, Kalimantan Timur

PENDAHULUAN

Kebijakan pembangunan peternakan di Provinsi Kalimantan Timur lebih ditekankan pada peningkatan produksi sapi potong yang hingga saat ini masih belum mampu mengimbangi laju permintaan daging sapi. Berdasarkan laporan Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur tahun 2004, tingkat konsumsi daging sapi sebesar 31.376,60 ton dan dalam 3 tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan sebesar 9,7%. Karena itu pemerintah daerah mengambil kebijakan dengan mencanangkan program swasembada daging sapi tahun 2010 (DISNAK KALTIM,

2004).

Program swasembada daging sapi tahun 2010 di Kalimantan Timur telah dirumuskan ke dalam beberapa kegiatan terobosan spesifik lokasi untuk memacu peningkatan produksi sapi potong, yakni pendekatan kualitatif (peningkatan populasi) dan kuantitatif

(produktivitas per unit ternak). Pendekatan kualitatif dilakukan melalui perbaikan mutu genetik sapi lokal dengan mempergunakan teknik inseminasi buatan (IB). Program pemuliaan ternak ini akan sangat bergantung pada aspek tatalaksana dan ketersediaan pakan yang berkelanjutan. Sedangkan pendekatan kuantitatif ditempuh melalui perbaikan produktivitas sapi potong yang stabil dalam artian tatalaksana yang memadai, ketersediaan pakan yang berkelanjutan sepanjang tahun, kesehatan ternak dan lingkungan. Pola dan pemberian pakan yang belum sesuai dengan kebutuhan ternak, dilaporkan merupakan faktor utama rendahnya tingkat produktivitas ternak di daerah tropis (CHEN, 1990; JALALUDIN et al., 1991a; ZARATE, 1996 dalam MATHIUS et

al., 2004).

Dengan belum termanfaatkannya teknologi pakan yang berasal dari limbah kelapa sawit secara optimal merupakan salah satu penyebab rendahnya laju peningkatan populasi ternak, khususnya sapi potong. Oleh karena itu

(2)

pendekatan yang perlu ditempuh adalah melakukan integrasi pemanfaatan limbah perkebunan, misalnya integrasi usaha perkebunan dengan peternakan, khususnya sapi potong. Pemanfaatan pakan alternatif yang dapat menjadi pakan hijauan andalan di masa datang perlu ditingkatkan dengan mengoptimalkan limbah perkebunan yang ada. Salah satu perkebunan yang ada di Kalimantan Timur yang keberadaannya cukup luas dan sudah ada pabrik pengolahan hasilnya dan belum dimanfaatkan secara optimal sebagai basis pengembangan sapi potong adalah perkebunan kelapa sawit.

Untuk periode tahun 2001-2005 pemerintah daerah juga telah mencanangkan pembangunan pertanian sebagai bagian dari program pembangunan daerah (PROPEDA), yang salah satunya adalah pembangunan di subsektor perkebunan kelapa sawit melalui kegiatan ekstensifikasi, rehabilitasi, dan peremajaan areal perkebunan kelapa sawit sejuta hektar, sekaligus sudah beroperasinya pabrik pengolahan sawit yang mengolah kelapa sawit menjadi minyak sawit mentah/kasar (crude palm oil/CPO). Hasil samping pabrik pengolahan sawit yang berupa lumpur sawit saat ini sangat berlimpah dan kurang dimanfaatkan, sehingga dapat mencemari lingkungan di sekitar perkebunan.

Pemerintah daerah dalam rangka pengembangan sejuta hektar kelapa sawit telah menetapkan Kota Samarinda, Kabupaten Pasir, Penajam Paser Utara, Berau, Bulungan dan Nunukan sebagai wilayah yang berpotensi untuk pengembangan kelapa sawit, karena wilayah ini memiliki karakteristik wilayah yang sesuai untuk pengembangan kelapa sawit, seperti dataran perbukitan dengan lereng dominan 15-40%, ketinggian <700 dan >700 m dpl, dan jenis tanah didominasi oleh jenis dystropepts, hapludults dan hapludox.

Seperti diketahui bahwa sistem pemeliharaan sapi potong di petani masih kurang optimal, oleh karena (1) saat ini petani hanya memberikan pakan yang kurang berkualitas sesuai kebutuhan ternak, hal ini disebabkan petani hanya mengandalkan sumber pakan lokal dan hanya sedikit saja yang menggunakan hijauan pakan unggul, oleh karena belum tersedianya sumber bahan pakan ternak yang bisa diolah menjadi pakan komplit yang berkualitas; (2) petani-ternak belum

memiliki pengetahuan/kemampuan untuk memanfaatkan sumber bahan pakan di lokasi pabrik pengolahan sawit menjadi suatu produk pakan yang berkualitas untuk sapi potong; (3) ternak sapi potong masih dipelihara sendiri-sendiri oleh petani, tidak dalam bentuk kelompok. Untuk mendukung peningkatan produksi sapi potong dan usaha pencapaian program swasembada daging sapi, diperlukan perbaikan tatalaksana pemeliharaan sapi di petani secara tepat, terutama penyediaan dan pemberian pakan yang cukup, kualitas dan kuantitasnya secara berkelanjutan.

Produk limbah yang dihasilkan dari tanaman dan pengolahan kelapa sawit untuk setiap hektar dalam setahun adalah 10.011 kg bahan kering. Jadi, dalam setahun jumlah produk samping/biomassa yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit yang ada di Kalimantan Timur adalah 10.011 metrik ton. Jika diasumsikan seluruh produk limbah dari perkebunan kelapa sawit dapat dimanfaatkan secara optimal oleh ternak sapi potong, maka jumlah ternak sapi potong yang dapat ditampung mencapai 3.134.559 UT (1 unit ternak/UT setara dengan 250 kg, dan konsumsi setiap 1 UT ±3,5% dari bobot hidup). Dengan demikian, perkebunan kelapa sawit mampu mendukung pengembangan ternak sapi sekitar 4.546.155 ekor sapi dewasa.

GAMBARAN WILAYAH

Berdasarkan agroekologi zone Provinsi Kalimantan Timur dibagi menjadi wilayah kehutanan 10.587.543 ha (54,38%), perkebunan 4.469.369 ha (22,96%), wanatani 67.984 ha (0,35%), tanaman pangan lahan kering 2.101.342 ha (10,79%), tanaman pangan lahan basah 792.428 ha (4,07%), lahan gambut 719.223 ha (3,69%), dan lahan pesisir dan hutan bakau 669.244 ha (3,44%). Provinsi ini terdiri dari 13 kabupaten/kota dengan luas wilayah dan kepadatan penduduk disajikan pada Tabel 1.

Tingkat kepadatan penduduk adalah 11,03 orang/km2. Bila dirinci berdasarkan kabupaten kota, maka kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kota Samarinda dan terendah di Kabupaten Malinau.

(3)

Tabel 1. Luas wilayah dan tingkat kepadatan

penduduk di Provinsi Kalimantan Timur Kabupaten/Kota Luas wilayah (km2) Kepadatan penduduk (km2) Pasir 12.460,56 13,87 Kutai Barat 31.628,70 4,54 Kutai Kartanegara 28.972,98 16,58 Kutai Timur 37.317,20 4,38 Berau 34.127,47 3,91 Malinau 41.990,40 1,11 Bulungan 19.003,05 4,98 Nunukan 16.966,66 6,14

Penajam Paser Utara 3.333,10 34,10

Balikpapan 867,18 494,50

Samarinda 783,00 717,08

Tarakan 657,33 225,64

Bontang 497,57 227,65

Jumlah 16.632,60 Sumber: Kalimantan Timur dalam angka

(2003) Demografi

Jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2003 berjumlah 2.704.851 jiwa dengan rincian 1.408.336 laki-laki dan 1.296.515 perempuan dengan laju pertumbuhan 5,72% pertahun. Dari jumlah tersebut, usia produktif (umur 15-54 tahun) mencapai 1.714.326 jiwa (63,38%) untuk laki-laki dan perempuan (Tabel 2).

Kalimantan Timur merupakan daerah

penempatan transmigran umumnya berasal dari pulau Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Adat istiadat transmigran berpengaruh dalam kehidupan masyarakat lokal yang cukup berpengaruh terhadap pola/teknik pengelolaan pertanian yang masih bersifat tradisional dan berpindah-pindah.

Peranan subsektor perkebunan dan peternakan

Subsektor perkebunan dan peternakan juga mempunyai peranan yang besar dalam perekonomian Kalimantan Timur, terutama dalam rangka meningkatkan penerimaan devisa non-migas. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan dan kontribusi subsektor perkebunan dan peternakan terhadap PDRB subsektor pertanian, dimana pada tahun 2002 pertumbuhan subsektor perkebunan dan peternakan masing-masing sebesar 11,68 dan 10,83%. Walaupun pada tahun 2003 pertumbuhan subsektor perkebunan dan peternakan ini mengalami penurunan, dimana pertumbuhan masing-masing hanya 3,56 dan 7,01%. Nilai ini masih dapat terus ditingkatkan sejalan dengan adanya kebijakan pemerintah daerah untuk mengembangkan perkebunan melalui program sejuta hektar kelapa sawit pada tahun 2018 dan pengembangan peternakan untuk mencapai swasembada daging sapi pada tahun 2010.

Tabel 2. Jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan Timur dan rasio jenis kelamin

Kabupaten/Kota Laki-laki (jiwa) Perempuan

(jiwa) Jumlah (jiwa)

Rasio jenis kelamin (%) Pasir 89.983 82.862 172.845 108,59 Kutai Barat 74.580 69.084 143.664 107,96 Kutai Kartanegara 244.892 235.607 480.499 103,94 Kutai Timur 87.280 76.269 163.549 114,44 Berau 70.323 63.063 133.386 111,51 Malinau 24.289 22.405 46.694 108,41 Bulungan 49.630 44.934 94.564 110,45 Nunukan 56.937 47.175 104.112 120,69

Penajam Paser Utara 59.171 54.488 113.659 108,59

Balikpapan 221.964 206.855 428.819 107,30

Samarinda 287.637 273.834 561.471 105,04

Tarakan 82.615 65.704 148.319 125,74

Bontang 59.031 54.239 113.270 108,83

Jumlah 1.408.336 1.296.515 2.704.851 108,62

(4)

Secara umum, kebijakan pengembangan subsektor perkebunan terutama ditujukan untuk: (1) meningkatkan pendapatan dan taraf hidup pekebun; (2) meningkatkan kontribusi perkebunan kepada perekonomian daerah; (3) tumbuhnya kesempatan kerja dan kesempatan berusaha yang berkeadilan; (4) meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu hasil perkebunan; (5) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di bidang perkebunan; (6) diversifikasi komoditi dan keragaman produk perkebunan; (7) tercapainya sistem pengelolaan kebun secara efisien dan berkelanjutan serta (8) meningkatkan investasi bidang agrobisnis dan agroindustri. Dalam konteks regional, peranan subsektor perkebunan cukup dominan di dalam kegiatan struktur penggunaan luas areal penanaman. Hal ini erat kaitannya dengan kondisi lahan kritis dan lahan marginal yang cukup dominan terdapat di Kalimantan Timur.

Pembangunan perkebunan pada beberapa tahun terakhir ini cukup menggembirakan. Hal ini terbukti dengan semakin meluasnya komoditas perkebunan, yaitu dari 285.160 ha pada tahun 2000 menjadi 315.500 ha pada tahun 2002. Bahkan pada tahun 2003 luas areal perkebunan mencapai 339.050 ha. Pertumbuhan luas areal perkebunan pada periode tahun 2001–2003 sebesar 6,97% setiap tahun. Akan tetapi besarnya laju pertumbuhan perkebunan ini masih belum sesuai dengan target yang direncanakan dalam PROPEDA tahun 2001–2005 yaitu dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 12,56%. Sejalan dengan laju pertumbuhannya, jumlah tenaga kerja yang terserap dalam kegiatan usaha tani perkebunan juga mengalami peningkatan sebesar 25,34%; yaitu dari 150.490 KK pada tahun 1998 menjadi sebanyak 188.620 KK pada tahun 2001. Sedangkan pada tahun 2003 jumlah petani yang terlibat dalam usahatani perkebunan mengalami peningkatan menjadi 225.600 KK. Semakin berkembangnya subsektor perkebunan ini juga mempunyai efek menumbuhkan industri penunjang perkebunan baik hulu maupun hilir seperti industri pembibitan, pupuk, pestisida dan obat-obatan, alsintan, industri pengolah seperti pabrik CPO untuk kelapa sawit dan industri lainnya.

Selain dari tujuan ekonomi, pengembangan perkebunan juga mempunyai tujuan ekologi dan sosial. Tujuan ekologis yang ingin dicapai

dengan pengembangan perkebunan ini adalah sebagai salah satu usaha mereklamasi lahan hutan bekas HPH dan eks tambang yang banyak ditinggalkan dan menjadi lahan tidak produktif serta memanfaatkan lahan-lahan marginal yang banyak terdapat di provinsi ini. Hal ini dimaksudkan agar dampak negatif dari lahan-lahan tersebut terhadap lingkungan dapat diminimalisasi, karena dengan ditanami tanaman perkebunan diharapkan dapat mengurangi bencana banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Sedangkan tujuan sosial dari pengembangan perkebunan ini adalah meredam konflik sosial yang terjadi selama ini akibat kesenjangan antara masyarakat lokal dan pengusaha HPH/perusahaan besar swasta lainnya.

Sejalan dengan pengembangan subsektor perkebunan, maka subsektor peternakan juga mendapatkan porsi untuk dikembangkan, karena subsektor ini juga berperan cukup besar dalam perekonomian daerah. Peranan subsektor peternakan secara umum, antara lain: (1) sebagai penyedia pangan asal ternak yang cukup kualitas dan kuantitas; (2) memberdayakan sumberdaya manusia peternakan agar dapat menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi dalam dan luar negeri; (3) menciptakan peluang ekonomi untuk meningkatkan pendapatan peternak; (4) menciptakan lapangan kerja di bidang agribisnis peternakan serta (5) melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya alam pendukung peternakan. Dari beberapa tujuan di atas, tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah daerah dalam hal pengembangan peternakan terutama adalah untuk mencapai ketahanan pangan asal ternak dan pencapaian swasembada daging pada tahun 2010, terutama untuk ternak sapi potong. Hal ini berkaitan dengan konsumsi daging masyarakat Kalimantan Timur yang diperkirakan meningkat rata-rata 9,7% per tahun akibat pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kesadaran gizi masyarakat serta daya beli masyarakat. Tingkat konsumsi daging mencapai 24.950 ton, diantaranya 31,68% atau 7.900 ton berasal dari daging sapi potong (setara 48.620 ekor). Kemampuan daerah menyediakan ternak sapi potong sebagai penyedia daging hanya sekitar 14% atau 6.920 ekor, sehingga masih diperlukan sekitar 41.690

(5)

ekor sapi potong per tahun yang harus didatangkan dari luar Kalimantan Timur.

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INTEGRASI TERNAK SAPI DAN KELAPA SAWIT

Faktor-faktor yang menentukan berpotensi tidaknya suatu wilayah untuk pengembangan integrasi sapi-sawit, antara lain yakni: daya dukung kawasan perkebunan kelapa sawit, peternakan, daya dukung manusia, modal, pasar dan lain-lainnya. Pada makalah ini, pembahasan lebih dititikberatkan pada ketersediaan daya dukung kawasan perkebunan kelapa sawit dan peternakan serta sumberdaya manusia sebagai pelaksana produksi.

Areal perkebunan kelapa sawit

Luas lahan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur berkembang dengan cepat. Pada tahun 2000 baru terdapat 16.887,50 ha kemudian meningkat menjadi 159.079,00 ha pada tahun 2003 dengan persentase kenaikan selama 4 tahun terakhir sebesar 26,52% dan laju pertumbuhan rataan sebesar 12,03%. Dari luasan tersebut terdapat 63.648,50 ha tanaman kelapa sawit belum menghasilkan (TBM) (DISBUN KALTIM, 2004). Pada perkebunan

kelapa sawit, lahan dalam periode TBM dapat digunakan sebagai sumber hijauan makanan ternak (HMT) melalui pemanfaatan lahan tersebut untuk penanaman HMT. Periode TBM dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan HMT antara 1-4 tahun setelah tanam. Dengan asumsi bahwa 25% luasan pada waktu TBM dapat digunakan untuk HMT maka tersedia lahan seluas 15.912,13 ha.

Setelah tanaman menghasilkan (TM), terdapat dua jenis limbah yaitu pelepah daun kelapa sawit di lapang dan limbah pabrik pengolahan tandan buah segar (TBS) yakni terdiri dari tandan kosong sawit (TKS), bungkil inti sawit (BIS), sabut sawit dan lumpur/solid sawit. Dari pengolahan TBS di pabrik, diperoleh minyak crude palm oil (CPO) sebesar 23% dan palm kernel oil (PKO) sebesar 10%. Limbah yang dihasilkan adalah 24% TKS, 21% sabut sawit, 8% kulit inti, 2,5% BIS dan 10% lumpur/solid sawit. Produksi TBS di Kalimantan Timur tahun 2003

mencapai 791.064,00 ton dapat diperoleh 189.855,36 ton TKS, 166.123,44 ton sabut sawit, 63.285,12 ton kulit inti, 23.731,92 ton BIS, 79.106,40 ton lumpur/solid sawit. Saat ini BIS terutama diekspor untuk bahan mentah industri pakan ternak ke negara maju. SUTARDI

(1997) melaporkan bahwa untuk sapi potong 50% rumput lapangan dapat digantikan dengan sabut sawit, sedangkan dedak padi dapat digantikan seluruhnya dengan lumpur/solid sawit. TKS dapat diolah dengan proses fermentasi padat dengan menggunakan jamur Pleuretus sajor caju selama 30 hari pada suhu 30ºC untuk meningkatkan kadar protein dari 3-4% menjadi 7-11%, dan menurunkan kandungan serat kasar dari 43-47% menjadi 22-34%, menurunkan kandungan lignin dari 18% menjadi 11-12%. Di Malaysia Institute for Nuclear Technology telah mendirikan pilot plant untuk pengolahan TKS menjadi pakan ternak dengan kapasitas 30 ton/bulan (KUME et al. dalam MATHIUS et al., 2004). Produk pakan

ternak ini cukup disukai ternak dan dapat mengganti pakan ternak konvensional sebanyak 50%. Pada saat ini TKS dijadikan bahan bakar boiler di pabrik karena belum terlihat nilai ekonomisnya. Selain itu, daun kelapa sawit juga merupakan bahan baku pakan yang cukup baik untuk sapi.

Limbah kelapa sawit

Pada umumnya pekebun/petani di Kalimantan Timur melakukan pemanenan TBS diikuti dengan pemangkasan 3 pelepah yang selama ini dibiarkan tertumpuk di sekitar kebun sampai menjadi kering dan selanjutnya dibakar. Pada areal 2 ha kebun kelapa sawit dilakukan pemanenan 24 kali dan setiap pemanenan 1 pohon diturunkan 3 pelepah, sehingga terdapat limbah pelepah dan daun meningkat sebanyak 24 x 126 pohon/ha x 3 pelepah = 9.072 batang selama setahun dengan rataan bobot pelepah 2,4 kg (kulit pelepah belum dikupas). Jumlah ini setara dengan (9.072 batang x 2,4 kg = 21.772,8 kg pelepah segar yang dihasilkan untuk setiap hektar dalam setahun. Dibandingkan di provinsi Bengkulu, jumlah di atas lebih banyak dari yang dilaporkan oleh MATHIUS et al. (2004)

yaitu sebesar 6.292 kg dengan jumlah tanaman 130 pohon/ha. Hal ini diduga perbedaan umur tanaman kelapa sawit di Provinsi Bengkulu

(6)

yang lebih tua daripada tanaman kelapa sawit di Kabupaten Pasir, Provinsi Kalimantan Timur. Di Perkebunan rakyat, areal kelapa sawit yang sudah menghasilkan tandan buah segar seluas 29.018,20 ha jika dihitung dengan jumlah limbah pelepah dan daun mencapai sebanyak 631.807.465 kg pelepah dan daun segar. Dengan asumsi bahwa luas areal perkebunan rakyat yang sudah menghasilkan saat ini seluas 29.018,20 ha diperkirakan jumlah bahan kering pelepah yang tersedia untuk dimanfaatkan adalah sejumlah 164.679.631,7 kg. Pelepah tanpa dikupas kulitnya tersebut dapat dimanfaatkan oleh ternak sapi sebagai pengganti pakan hijauan dan dapat diberikan sebanyak 30% dari kebutuhan bahan kering, maka untuk setiap satu satuan ternak (ST) dapat diberikan sejumlah 2,5 kg. Dengan demikian dari jumlah produk samping tanaman kelapa sawit yang tersedia sepanjang tahun dapat menampung sejumlah 180.470,8 ST (164.679.631,7 kg: 365 hari : 2,5 kg).

ALTERNATIF PENGEMBANGAN INTEGRASI SAWIT-SAPI

Beberapa alternatif yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan integrasi ternak sapi dengan kelapa sawit adalah:

Pengolahan inti sawit

Inti sawit yang diolah menghasilkan minyak inti sawit (palm kernel oil) dan bungkil inti sawit (palm kernel meal), yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ternak. Namun demikian, selama ini bungkil inti sawit belum dapat diproduksi oleh pabrik kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Timur. Padahal produk limbah pabrik pengolahan kelapa sawit ini merupakan bahan baku pakan ternak yang cukup potensial sebagai sumber protein dengan nilai biologis berkisar 61-80% (DEVENDRA, 1977). Salah satu kelemahan dari bungkil inti sawit ini adalah nilai palatabilitasnya yang relatif rendah dan kandungan serat yang lebih tinggi dibandingkan bahan baku pakan sumber protein lainnya, sehingga kurang disarankan untuk digunakan sebagai bahan baku pakan ternak non-ruminansia. Dalam hal ini

diperlukan solusi agar produk limbah tersebut dapat dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit dan alternatif sumber protein lainnya yang dapat diperoleh di daerah ini (misalnya kepala udang atau hasil limbah perikanan yang cukup tersedia di daerah ini).

Pola pemeliharaan ternak

Di Kabupaten Pasir, khususnya di Kecamatan Pasir Belengkong, saat ini telah berkembang sistem pemeliharaan ternak sapi Bali di bawah areal perkebunan kelapa sawit yang belum menghasilkan (TBM) dengan memanfaatkan hijauan lokal yang ada (data perkembangan belum ada). Berdasarkan hasil wawancara dengan petani ternak setempat diketahui bahwa, pemeliharaan ternak di bawah tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan adalah cukup prospektif akan diperolehnya produktivitas ternak dan tanaman kelapa sawit yang baik. Harapan di masa datang pemerintah provinsi perlu memprogramkan pola-pola pemeliharaan ternak yang tepat, terintegrasi dengan tanaman kelapa sawit, baik pada kelapa sawit yang belum menghasilkan maupun yang sudah menghasilkan. Berdasarkan hasil percobaan pemanfaatan limbah pabrik pengolahan kelapa sawit sebagai bahan baku pakan ternak tidak menunjukkan efek yang negatif terhadap kinerja ternak sapi yang dipelihara secara intensif (JENNY dan SIMON, 2004). Selanjutnya

DIWYANTO (2004) melaporkan bahwa ternak

mampu meningkatkan efisiensi dalam tenaga dan perawatan kebun sawit, perbaikan kesuburan dan mengatasi gulma untuk sistem pemeliharaan ternak sapi di bawah tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan antara lain:

• Bahan baku pakan ternak dari limbah kelapa sawit yang dapat diperoleh, antara lain: pelepah dan daun kelapa sawit, tandan kosong sawit, lumpur/solid sawit, dan bungkil inti sawit,

• Peluang pengembangan integrasi ternak sapi dengan kelapa sawit cukup besar, mengingat potensi limbah kelapa sawit

(7)

(pelepah) yang dihasilkan dapat mencapai 21.772,8 kg/ha/tahun, dengan jumlah ternak sapi yang dapat ditampung sebanyak 180.470,8 satuan ternak,

• Alternatif pengembangan integrasi ternak sapi dengan kelapa sawit melalui pola penggembalaan pada areal kelapa sawit yang belum menghasilkan dan atau sistem kandang kelompok pada areal kelapa sawit yang sudah menghasilkan cukup prospektif.

DAFTAR PUSTAKA

DEVENDRA, C. 1977. Utilization of feedingstuff from the oil palm. In: Feedingstuff for livestock in South East Asia. pp. 116-131. DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR.

2004. Statistik Peternakan. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur. Samarinda. DINAS PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR.

2004. Statistik Perkebunan. Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur. Samarinda.

DIWYANTO, K., D. SITOMPUL, I. MANTI, I.W. MATHIUS dan SOENTORO. 2004. Pengkajian pengembangan usaha sistem integrasi kelapa sawit-sapi. Pros. Lokakarya Nasional. Bengkulu, 9-10 September 2003. Deptan bekerjasama dengan Pemprov Bengkulu dan PT. Agricinal.

ELISABETH,J. dan S.P. GINTING. 2004. Teknologi pakan berbahan dasar hasil sampingan perkebunan kelapa sawit. Pros. Lokakarya Nasional. Bengkulu, 9-10 September 2003. Deptan bekerjasama dengan Pemprov Bengkulu dan PT. Agricinal.

BADAN PUSAT STATISTIK dan BAPPEDA KALIMANTAN TIMUR. 2003. Kalimantan Timur dalam angka. BPS dan Pemprov Kalimantan Timur.

MATHIUS, I-W., ASMI, A.R. SETIOKO, B.P. MANURUNG, D.M.SITOMPUL dan ROKHMAN. 2004. Pemanfaatan produk samping tanaman kelapa sawit (pelepah) sebagai bahan dasar pakan sapi. Laporan akhir proyek PAATP. Badan Litbang Pertanian. Deptan.

SUTARDI, T. 1997. Peluang dan tantangan pengembangan ilmu-ilmu nutrisi ternak. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi Ternak. Fapet IPB. 4 Januari 1997.

Gambar

Tabel 2. Jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan Timur dan rasio jenis kelamin  Kabupaten/Kota Laki-laki  (jiwa)  Perempuan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap distribusi tekanan yang terjadi pada aliran fluida cair yang melalui elbow 45 o dengan variasi kapasitas aliran fluida dan

Studi ini diadakan untuk melihat seberapa bagus responden dari kelompok umur yang berbeda memahami kata-kata slang yang digunakan dalam studi ini dan faktor-faktor yang

Uji minyak atsiri menunjukkan bahwa jumlah lesio yang terbentuk di permukaan daun pada perlakuan minyak serai wangi konsentrasi 1.2%, minyak cengkih konsentrasi 1.2%, Tween 80,

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO4 tentang Pemerintahan Daerah- (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2AO4 Nomor 11S, Tambahan Lembaran Negara Republik

Saya adalah orang yang siap dalam menghadapi tantangan dalam berwirausaha.. Saya orang yang sabar dalam menjalani proses

Keadaan umum bayi dinilai satu menit setelah lahir dengan penggunaan nilai APGAR, penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak, yang

Dengan adanya tahapan penerapan ini, organisasi dapat membuat perencanaan strategi Social CRM beserta jenis media sosial yang sesuai dengan masing-masing praktik

Kemampuan membaca juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang meliputi latar belakang dan pengalaman peserta didik di rumah serta sosial ekonomi keluarga siswa.