117
BAB V
PERENCANAAN
Dari hasil analisa data, maka ditetapkan bahwa perencanaan jalan meliputi perencanaan geometrik dan perencanaan konstruksi perkerasan. Perencanaan geometri hanya merencanakan Alinyemen Vertikal, Karena tidak terdapat perhitungan alinyemen horizontal.
Adapun perhitungan perencanaan meliputi :
1. Perhitungan perencanaan Geometri yaitu alinyemen vertikal 2. Perhitungan struktur perkerasan lentur jalan raya
3. Perencanaan Struktur Jembatan
Untuk mengetahui letak elevasi suatu jembatan dalam perhitungan alinyemen vertikal maka diperlukan denah jembatan dan peta kontur yang disajikan dibawah ini :
5.1Perencanaan Alinyemen Vertikal
Alinyemen vertikal adalah perpotongan antara bidang vertikal dengan sumbu jalan. Untuk jalan dengan dua lajur, alinyemen vertikal ini adalah perpotongan bidang vertikal melalui sumbu atau as jalan. Didalam perancangan geometrik jalan harus diusahakan agar alinyemen vertikal mendekati permukaan tanah asli yang secara teknis berfungsi sebagai tanah dasar,untuk dapat mengurangi pekerjaan tanah
118 a. Panjang lengkung minimum vertikal = 50 meter
b. Jari-jari minimum lengkung vertikal 1. Cekung = 1000 meter 2. Cembung = 1400 meter c. Jarak pandang menyiap
Adalah jarak pandang yang dibutuhkan sehingga aman dalam melakukan gerakan menyiap dalam keadaan normal. Besarnya jarak pandang menyiap untuk mengurangi kejutan dalam berkendara.
Gambar 5.1. Alinyemen Vertikal Jembatan Kartini
5.1.1 Lengkung Vertikal Cekung
Lengkung ini terbentuk pada perpotongan antara kedua kelandaian yang berada dibawah permukaan jalan.
Gambar 5.2 Alinyemen vertikal cekung
Jenis lengkung : Vertikal cekung Kecepatan rencana : 50 km/jam Jarak pandang henti : 55 m Jarak pandang menyiap : 220 m g1 = 0 % ; g2 = 10 %
50 m 60 m
25 m 120 m
25 m 60 m
50 m
5 m 5 m
Lv = 50 m
Lv = 50 m Lv = 50 m
Lv = 50 m
+8,77 +2,50
+8,77
+2,50
50 m
Ev
60 m g1
g2
PLV
119 1. Perbedaan aljabar kelandaian (A)
A = g2−g1 = 10%−0% = 10% 2. Panjang lengkung vertikal (Lv)
a. Berdasarkan Penyinaran Lampu besar
Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan (S < L) Diketahui S = 55 meter maka JPH sebesar :
JPH L =
(
)
Diketahui S = 220 meter maka JPM sebesar : JPM L =
Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan (S > L) Diketahui S = 55 meter maka JPH sebesar : JPH L = 2*S - Diketahui S = 220 meter maka JPM sebesar :
JPM L = 2*S -
b. Berdasarkan syarat keamanan
Dari grafik V hal 22 PPJJR didapat Lv = 50 meter c. Berdasarkan syarat kenyamanan
Lv = d. Berdasarkan syarat keluwesan bentuk
Lv = 0,6 x V = 0,6 x 50 = 30 m e. Berdasarkan syarat drainase
Lv = 40 x A = 40 X 10 = 400 (tidak memenuhi karena > jarak A-B) Dari data perhitungan diatas diambil Lv = 70 m
i. Pergeseran vertikal (Ev)
120 ii. Elevasi rencana sumbu jalan
- Permukaan lengkung vertikal (PLV) Elevasi PLV = Elevasi PPV -
2
1 x Lv x GI
= + 3,00 – 1 x 70 x 0% 2 = + 3,00
Stasioning = Sta PPV – 2 1 x Lv
= + 0,50 – 2 1 x 70 = + 0.15
- Pertengahan lengkung (PPV)
Elevasi PLV = Elevasi PPV + Ev = + 3,00 + 0,875 = + 3,875 STA PPV = + 0.50 m - Akhir lengkung
Elevasi PLV = Elevasi PPV + 2
1 x Lv x g2
= + 3,00 + 1 x 70 x 10% 2 = + 6,5 m
STA PTV = STA PPV + 1 x Lv 2 = + 0,50 m +
2 1 x 50 = + 0.85 m
5.1.2 Lengkung Vertikal Cembung
121
25 m
60 m
Ev
PPV
PTV
PLV
g1
g2
Gambar 5.3 Alinyemen vertikal cembung
Perencanaan Alinyemen
Jenis lengkung : Vertikal cembung Kecepatan rencana : 50 km/jam Jarak pandang henti : 55 m Jarak pandang menyiap : 220 m g1 = 10 % ; g2 = 0 % Untuk Jarak Pandang Henti h1 = 1,25 m : h2 = 0,10 m Untuk Jarak Pandang Menyiap h1 = 1,25 m : h2 = 1,25 m
• Perbedaan aljabar kelandaian (A) A = g2 −g1 = 10%−0% = 10%
• Panjang lengkung vertikal (Lv) a. Berdasarkan Jarak Pandang
Jarak pandang (S < L)
Diketahui S = 55 meter maka JPH sebesar : JPH L =
(
)
22 1
2 *
h h
S A
+ =
(
)
22 10 , 0 25 , 1 * 200
55 * 10
+ = 73,53 m > S
122 Diketahui S = 220 meter maka JPM sebesar :
JPM L =
Diketahui S = 55 meter maka JPH sebesar :
JPH L = 2*S -
Diketahui S = 220 meter maka JPM sebesar :
JPM L = 2*S -
b. Berdasarkan syarat keamanan
Dari grafik III hal 20 PPJJR didapat Lv = 50 meter c. Berdasarkan syarat keluwesan bentuk
Lv = 0,6 x v = 0,6 x 50 = 30 m d. Berdasarkan syarat drainase
Lv = 40 x A = 40 X 6,5 = 260 (tidak memenuhi karena > jarak A-B) Dari data perhitungan diatas diambil Lv = 50 m
i. Pergeseran vertikal (Ev)
=
ii. Elevasi rencana sumbu jalan
- Permukaan lengkung vertikal (PLV) Elevasi PLV = Elevasi PPV - 1 x Lv x g1 2
= + 9,00 – 2
1 x 50 x 10%
123 Stasion PLV = Sta PPV –
2 1 x Lv
= + 0.110 – 2 1 x 50 = + 0.85 m
- Pertengahan lengkung (PPV) Elevasi PPV = Elevasi PPV – Ev = + 9,00 – 0,625
= + 8,375 m Stasion PPV = + 0,110 m
- Akhir lengkung (PTV)
Elevasi PTV = Elevasi PPV + 1 x Lv x g2 2 = + 9,00 +
2
1 x 50 x 0% = + 9,00
Stasion PTV = STA PPV + 2 1 x Lv
= + 0,110 m + 1 x 50 2 = + 0,135 m
5.2Perencanaan Konstruksi Perkerasan Lentur Jalan Raya
Struktur perkerasan pada jalan penghubung berdasarkan buku “Petunjuk Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen, 1987”
a. Data-data :
a. Umur rencana = 20 tahun b. Pertumbuhan lalu lintas = 1,51 %
124
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
3
3.5
4
4.5 ( CBR)
(%)
CBR mewakili = 3,4
1. Cara GrafisTabel 5.1 Nilai CBR pada Jl. Dr. Cipto Semarang
CBR Jumlah yang sama atau yang lebih besar
Prosentase yang sama atau lebih besar
3,20 3,50 4,00 4,00 4,00 4,35
6 5 4 - - 1
6/6 x 100% = 100% 5/6 x 100% = 83,33% 4/6 x 100% = 66,67%
- -
1/6 x 100% = 16,67%
Sumber : Ibnu F.Z. dan Moch. Rezani I. ,Tahun 2004
Sumber : Ibnu F.Z. dan Moch. Rezani I. ,Tahun 2004
Gambar 5.4 Grafik Nilai CBR
125 2. Menurut RDS ( Road Design System )
Menurut RDS ( Road Design System ), nilai CBR desain diperoleh dengan rumus :
CBR desain = CBR rata-rata – ( 1 * SD ) Keterangan :
CBR desain = nilai CBR rencana yang dicari
CBR rata-rata = nilai CBR rata-rata yang diperoleh dari data yang ada
Peritungan CBR :
CBR ( 90% nilai yang sama ) =
(
)
Sehingga didapat nilai CBR desain = 3,84 – 1,49 = 2,35
3. Pemeriksaan Urugan Pilihan
126 diperlukan adanya perbaikan tanah di lokasi . Perbaikan daya dukung tanah yang dipillih adalah dengan melakukan penimbunan menggunakan urugan pilihan sampai dengan elevasi rencana.
Pemeriksaan material urugan pilihan dilakukan untuk menilai apakah tanah pada lokasi quarry terdekat dapat digunakan sebagai urugan pilihan. CBR urugan pilihan yang digunakan harus mempunyai syarat nilai > 6 .
Dalam menentukan lokasi sumber material disarankan dekat dengan lokasi proyek dan harus diperiksa apakah volume ketersediaannya cukup atau diperlukan penambahan beberapa lokasi quarry.
b. Perhitungan Data Lalu Lintas
Tabel 5.2 Perhitungan LHR Awal Umur Rencana
No Jenis Kendaraan LHR 2004 (Kend/hari)
Pertumbuhan lalu lintas (i)
LHR 2006 Awal Rencana
(Kend/hari)
1 Kendaraan ringan (LV) 4.321 1,51% 4.426
2 Kendaraan berat (HV) 66 1,51% 68
3 Sepeda motor (MC) 22.202 1,51% 22.743
Jumlah 26.589 27.237
Sumber : Hasil Analisa Tahun 2008
Lanjutan Tabel 5.2 Perhitungan LHR Awal Umur Rencana
No Jenis Kendaraan
LHR (Kend/hari/2 arah) Masa
Perencanaan (1 tahun)
Masa Pelaksanaan
(1 tahun)
Masa Rencana (20 tahun)
1. Kendaraan ringan (LV) 4.480 4.534 5.767
2. Kendaraan berat (HV) 69 70 89
3. Sepeda motor (MC) 23.018 23.297 29.632
Jumlah 27.567 27.901 35.488
127 c. Angka Ekivalen ( E ) Beban sumbu kendaraan
Sumber : Buku Rekayasa Jalan Raya, Ir. Alik Ansyori Alamsyah, 2001
Menetapkan Angka Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan ( E )
− Kendaraan ringan 2 ton (LV) = 0,0004
128 d. Koefisien Distribusi Kendaraan ( C )
Tabel 5.3 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Jumlah Jalur Kendaraan Ringan *) Kendaraan Berat **) 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1 jalur
2 jalur 3 jalur 4 jalur 5 jalur 6 jalur
1,00 0,60 0,40
- - -
1,00 0,50 0,40 0,30 0,25 0,20
1,00 0,70 0,50 - - -
1,00 0,50 0,475
0,45 0,425
0,40
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan
Metode Analisa Komponen, 1987
Keterangan :
*) Berat total < 5 ton, misalnya : Mobil penumpang, Pick up, Mobil hantaran.
**) Berat total > 5 ton, misalnya : Bus, Truk, Traktor, Semi Trailer, Trailer.
Menetapkan Koefisien Distribusi Kendaraan ( C )
Kendaraan ringan (2 lajur 2 arah) dengan berat total < 5 ton (C) = 0,50 Kendaraan berat (2 lajur 2 arah) dengan berat total > 5 ton (C) = 0,50 e. Menetapkan Faktor Regional (FR)
Tabel 5.4 Faktor Regional
Kelandaian I
( < 6 % )
Kelandaian II
( 6 –10 % )
Kelandaian II
( > 10 % )
% Kendaraan Berat % Kendaraan Berat % Kendaraan Berat
≤30 % > 30 % ≤30 % > 30 % ≤30% > 30 %
Iklim I < 900 mm/th 0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-2,0 1,5 2,0-2,5
Iklim II > 900 mm/th 1,5 2,0-2,5 2,0 2,5-3,0 2,5 3,0-3,5
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode
129 Kelandaian II ( 6 – 10 ) %, Prosentase kendaraan berat ≤ 30 % dengan Iklim II > 900 mm/th, maka didapatkan nilai FR = 2,0
f. Menghitung Lintas Ekivalensi Permulaan (LEP)
Nilai LEP kendaraan ditentukan berdasarkan rumus : LEP = Σ ( LHRj x Cj x Ej )
Maka nilai LEP tiap golongan dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 5.5 Perhitungan LEP
Jenis kendaraan
LHR Awal Umur Rencana
(Kend/hari)
Koef Distribusi
(Cj)
Angka Ekivalensi
(Ej)
LEP
Kendaraan ringan (LV) 4.426 0,5 0,0004 0,8852
Kendaraan berat (HV) 68 0,5 5,0264 170,8976
Total 4.494 171,7828
Sumber : Hasil Analisa Tahun 2008
g. Menghitung Lintas Ekivalensi Akhir (LEA)
Nilai LEA kendaraan ditentukan berdasarkan rumus
LEA = Σ( LHRj x Cj x Ej )
Maka nilai LEA tiap golongan dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 5.6 Perhitungan LEA Golongan
kendaraan
LHR Akhir Umur Rencana 20 tahun
(Kend/hari)
Koef Distribusi
(Cj)
Angka Ekivalensi
(Ej)
LEA
Mobil Penumpang 5.767 0,5 0,0004 1,1534
Bus 89 0,5 5,0264 223,6748
Total 5.856 224,8282
130 h. Menghitung Lintas Ekivalensi Tengah (LET)
Nilai LET ditentukan berdasarkan rumus : LET = 0,5 x ( LEP + LEA )
= 0,5 x ( 171,7828 + 224,8282 )
= 198,31 UE 18 KSAL (Unit Ekivalensi 18 Kips Single Axle load) i. Menghitung Lintas Ekivalensi Rencana (LER)
Nilai LER ditentukan berdasarkan rumus : LER = LET x UR/10
= 198,31 x 20/10
= 396,62 UE 18 KSAL (Unit Ekivalensi 18 Kips Single Axle load )
j. Menetapkan Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
Data – data :
1. CBR tanah dasar = 6
2. Dari grafik korelasi DDT dan CBR diperoleh DDT = 5,05 3. LER = 396,62
4. Indeks permukaan ( IPt ) = 2,0
5. Faktor permukaan awal umur rencana ( IPo ) = 3,9 – 3,5 6. Faktor regional ( FR ) = 2,0
133 k. Menghitung Tebal Perkerasan Lentur
Perkerasan jalan menggunakan bahan susun sebagai berikut :
• Lapis permukaan : Laston ( MS = 590 kg )
• Lapis pondasi atas Batu pecah kelas A ( CBR 100% )
• Lapis pondasi bawah Agregat kelas A ( CBR 70% )
Tebal lapis permukaan laston dan lapis pondasi atas ( batu pecah kelas A ) ditetapkan terlebih dahulu :
Berdasarkan tabel batas – batas minimum tebal lapisan perkerasan dengan parameter ITP dan jenis bahan perkerasan yanng digunakan didapat tebal minimum dan koefisien kekuatan relatif (a) sebagai berikut :
Laston ( MS 590 kg )ATB ; a1 = 0,35 dan D1 = 5 cm Batu pecah A ( CBR 100% ) ; a2 = 0,14 dan D2 = 20 cm Sirtu kelas A (CBR 70 %) : a3 = 0,13 dan D3 = ? Maka :
ITP = a1. D1 + a2 . D2 + a3 . D3 9,15 = 0,35 . 5 + 0,14 . 5 + 0,14 . D3 D3 =
13 , 0
20 * 14 , 0 5 * 35 , 0 15 ,
9 − −
= 35,38 cm ≈ 35 cm
Maka tebal lapisan Sirtu kelas A (CBR 70 %) sebesar 35 cm.
134 5.3 Perencanan Struktur Jembatan
5.3.1 Data - Data Perancangan
1. Nama Jembatan : Jembatan Kartini pada Bajir Kanal Timur 2. Lokasi Jembatan : Ruas Jalan Kartini
3. Jenis Jembatan : Lalu Lintas Atas 4. Tipe Jalan : Tipe II Kelas 2
5. Konstruksi Jembatan : Jembatan Prategang I dengan Lantai Komposit 6. Data Konstruksi Jembatan :
Bentang Jembatan : 123,2 meter (4 x 30,80 m) Lebar Jembatan : 16,00 m (4 lajur)
Lebar Jalur : 4 × 3,5 m Lebar Trotoir Jalan : 2 x 1,00 m
7. Bangunan bawah : abutment tembok penahan kontrafort
8. Tipe pondasi : pondasi tiang pancang
5.3.2 Spesifikasi bahan untuk struktur a. Beton
Struktur utama dalam perencanaan ini hampir seluruhnya menggunakan konstruksi dari beton bertulang. Mutu beton yang digunakan dalam perencanaan konstruksi jembatan dapat dilihat dibawah ini :
a. Gelagar Prategang = K – 500
b. Plat lantai, plat injak dan diafragma = K – 350 c. Deck slab, cincin pondasi, wingwall, sandaran = K – 225
d. Abutment = K – 250
b. Baja Tulangan
Tulangan yang digunakan dalam perencanaan ini adalah tulangan yang ada dipasaran dengan alasan mudah didapat dan umum bagi pelaksana dilapangan. Mutu baja yang digunakan :
a. Kuat tarik ulur baja prestress 18.000 kg/cm2 b. Baja tulangan D > 13 mm menggunakan U – 39 c. Baja tulangan D < 13 mm menggunakan U – 24
135 c. Balok Prategang
Balok prategang yang direncanakan dengan dimensi yang sudah ada. Dengan tinggi balok 170 cm dan panjang 30,80 m. Adapun untuk spesifikasi dimensi yang sudah ada adalah sebagai berikut :
Gambar 5.8. Dimensi Balok Girder
d. Kabel Prategang ( Tendon )
Kabel prategang yang digunakan mempunyai spesifikasi sebagai berikut: Diameter nominal = ½”
Tegangan ultimate minimum ( fpu ) = 190 kg / mm2 Tegangan leleh minimum ( fpy ) = 160 kg / mm2
Nominal section Ap = 98,71 kg / mm2
Kabel tendon yang digunakan = Seven Wire Strand
e. Elastomer
Dimensi elastomer yang digunakan dalam perencanaan ini dapat didimensi sendiri, kemudian dipesankan lepada pihak suplier. Dimensi rencana yang digunakan dalam perhitungan adalah (40 x 45 x 45) cm.
f. Pipa Baja
Pipa baja digunakan dalam sandaran. Dipasang pada jarak tepi 150 cm dan jarak tengah setiap 200 cm. Diameter pipa yang digunakan Ø 7,63 cm.
550 1600
100 225
180 ℵ ℑ ℑ
℘ ℘ ⊗
136 5.3.3 Perhitungan Struktur Atas
5.3.3.1Sandaran
1 Tiang Sandaran
Sandaran selain berfungsi sebagai pembatas jembatan juga sebagai pagar pengaman baik bagi kendaraan maupun pejalan kaki. Sandaran terdiri dari beberapa bagian , yaitu ;
• Railing sandaran
• Rail post / tiang sandaran
Railing merupakan pagar untuk pengaman jembatan di sepanjang bentang jembatan, yang menumpu pada tiang-tiang sandaran (Rail Post) yang terbuat dari pipa baja
137
Lampu Penerangan
Balok Prategang
Lantai Jembatan
Trotoar Tiang Sandaran Railling
Galvanished
Diameter 3"
138 Perencanaan tiang sandaran :
(1). Mutu beton = K-225 ( f ‘c = 22,5 Mpa ) (2). Mutu baja = BJTP –24 ( fy = 240 Mpa ) (3). Tinggi sandaran = 1,00 meter
(4). Jarak sandaran = 2,00 meter
(5). Dimensi sandaran = - bagian atas ( 100 x 160 ) mm - bagian bawah ( 100 x 250 ) mm
(6). Tebal selimut = 20 mm (7). ∅ tul. utama = 10 mm (8). ∅ tul. sengkang = 8 mm
(9). Tinggi efektif = h – p – 0,5 x ∅ tul. utama - ∅ tul. sengkang = 250 – 20 – 0,5 x 10 – 8
= 217 mm Penentuan gaya dan pembebanan
Muatan horisontal H = 100 kg / m’ ( Letak H = 90 cm dari trotoir ) P = H x L
= 100 x 2,00 = 200 kg
Gaya momen H sampai ujung trotoir ( h ) = 90 + 20 = 110 cm = 1,1 m M = P x h
= 200 x 1,1
= 220 kgm = 2200000 Nmm.
M / b d2 = 2,2 x 106 / ( 100 x 2172 ) = 0,467 N / mm2
c ' f
fy x x 588 , 0 1 fy x x 0,8 x bxd
M
2 ⎥⎦
⎤ ⎢⎣
⎡ − ρ
ρ =
0,467 = 192 ρ - 1204,224 ρ2
ρ = 0,00247
ρmin = 0,0058
ρmaks = 0,0363
As = ρ x b x d = 0,0058 x 100 x 217 = 125,86 mm2
Di pakai tulangan 2 Ø 10 , As terpasang 157 mm2 > 125,86 mm2
139 Trotoar
Lantai Jembatan
1 1
Lantai Jembatan
2 Ø 10 Ø 10 - 100
Gambar 5.10 Penulangan tiang sandaran
5.3.3.2Trotoar
Trotoir atau sering disebut side walk adalah sebuah prasarana yang diperuntukkan bagi pejalan kaki. Yang dimaksud dengan trotoir di sini pertebalan dari plat lantai kantilever seperti pada gambar di bawah ini. Bagian pertebalan tersebut direncanakan terbuat dari bahan beton bertulang. Trotoir ini direncanakan pada sisi jembatan sepanjang bentang jembatan.
Direncanakan :
• Lebar (b) = 1,0 m
• Tebal (t) = 0,2 m
• Mutu beton (f'c) = 22,5 Mpa
• Mutu baja ( fy ) = 240 Mpa
140 Trotoir
15
0
10
0 Lampu Penerangan 132
100.0
(1). H1 = 100 kg / m adalah gaya horisontal yang harus ditahan tiang-tiang sandaran pada setiap tepi trotoir yang bekerja pada tinggi 90 cm di atas trotoir.
(2). H2 = 500 kg / m adalah muatan horisontal ke arah melintang yang harus ditahan oleh tepi trotoir , yang terdapat pada tiap-tiap lantai kendaraan yang bekerja pada puncak trotoir yang bersangkutan / pada tinggi 28 cm diatas penulangan lantai kendaraan bila tepi trotoir yang bersangkutan lebih tinggi dari 28 cm
H3 = 500 kg / m2 adalah muatan yang ditahan oleh konstruksi trotoir.
Gambar 5.11 Pembebanan Trotoir
Pembebanan : (1). Beban Mati
P1 ( Pipa sandaran ) = 2 x 2 x 3,58 = 14,32 kg
P2 ( Tiang sandaran ) = 0,16 x 0,1 x 0,55 x 2400 = 21,12 kg
141 P4 ( Balok tepi ) = ½ ( 0,25 + 0,29 ) x 0,1 x 0.2 x 2400 = 12,96 kg
P5 ( Plat lantai ) = ½ ( 1,02 + 1,00 ) x 0,2 x 1,00 x 2400 = 484,8 kg P6 ( Trotoir ) = 1,0 x 0,2 x 1,0 x 2400 = 480 kg.
(2). Momen Terhadap potongan titik A a. Akibat beban hidup
MH1 = 100 x 1 x 1,30 = 130 kgm MH2 = 500 x 1 x 0,40 = 200 kgm MH3 = 500 x 1,00 x 0,3 = 150 kgm Jumlah akibat beban hidup = 480 kgm b. Akibat beban mati
MP1 = 14,32 x 1,03 = 14,75 kgm MP2 = 21,12 x 1,03 = 21,75 kgm MP3 = 22,14 x 0,97 = 21,48 kgm MP4 = 12,96 x 0,90 = 11,66 kgm MP5 = 484,8 x 0,50 = 242,4 kgm MP6 = 480 x 0,30 = 144 kgm
Jumlah akibat beban mati = 456,04 kgm Jumlah momen total = 1,2 x MD + 1,6 ML
= 1,2 x 456,04 + 1,6 x 480 = 1315,248 kgm = 1,315 x 107 Nmm d = h – p – ½ ∅tulangan utama
= 200 – 20 – ½ x 12 =174 mm
M / b d2 = 1,315 x 107 / ( 1000 x 1742 ) = 0,434 N / mm2
c ' f
fy x x 588 , 0 1 fy x x 0,8 x bxd
M
2 ⎥⎦
⎤ ⎢⎣
⎡ − ρ
ρ =
0,434 = 192 ρ - 1204,224 ρ2
142
2
2
3 3
ρmin = 0,0058
ρmaks = 0,0363
As = ρ x b x d = 0,0058 x 1000 x 174 = 1009,2 mm2
Di pakai tulangan Ø 12 - 100 , As terpasang 1131 mm2 > 1009,2 mm2 Tulangan pembagi = 0,2 x As tulangan utama
= 0,2 x 1131 = 226,2 mm2
Jadi tulangan yang digunakan Ø 8 – 200 ( As = 251 mm2 )
Gambar 5.12 Penulangan Lantai Trotoir
5.3.3.3Pelat Lantai Kendaraan Direncanakan :
(1). Tebal pelat lantai kendaraan ( h ) : 20 cm (2). Tebal aspal ( t ) : 5 cm (3). Tebal lapisan air hujan ( th ) : 5 cm
(4). Mutu beton ( f'c ) : K-225 ( f ‘c = 22,5 Mpa ) (5). Mutu baja ( fy ) : 240 Mpa ( BJTP 24 )
143 (6). Berat Jenis ( BJ ) beton : 2400 kg/m3
144 Tiang Sandaran
Trotoir
Gelagar Beton Prategang Lantai Jembatan Perkerasan aspal Diafragma
185.0 185.0 185.0 185.0 185.0 185.0 185.0 185.0 100.0
100.0
100.0 100.0
32.0 700 700 32.0
31.0
65
.0
117.
1
145
Gelagar Pratekan
Pelat Lantai 185
185 185
1600
3080
1. Pembebanan Akibat Beban Mati
• Beban mati ( D ) pada lantai kendaraan
• Berat sendiri pelat = h x b x BJ beton = 0,2 x 1 x 2400 = 480 kg/m'
• Berat aspal = t x b x BJ aspal = 0,05 x 1 x 2200 = 110kg/m'
• Berat air hujan = th x b x BJ air = 0,05 x 1 x1000 = 50 kg/m'
Σ Beban Mati (qD) = Berat sendiri pelat + Berat aspal + Berat air hujan = 480 + 110 + 50 = 640 kg/m' = 6,40 kN/m'
Diasumsikan plat lantai menumpu pada dua sisi ( arah ly ) dan terletak bebas pada dua sisi yang lain ( arah lx ).
146 Gambar 5.15 Asumsi perletakan plat lantai jembatan
Menurut PBI ‘ 71 Tabel 13. 3.2 :
Mlx = 0,063 x q x ( lx )2 Mlx = 0,063 x 6,4 x 1,852 = 1,3799 kNm Mtx = -0,063 x q x ( lx )2 Mtx = -0,063 x 6,4 x 1,852 = -1,3799 kNm Mly = 0,013 x q x ( lx )2 Mly = 0,013 x 6,4 x 1,852 = 0,2848 kNm
Beban Akibat Muatan "T" pada Lantai Kendaraan
Gambar 5.16 Muatan T lx
ly
100 kN 100
25
2 75m 500
500 100
200 100
200 500
500 200
25
5 4 - 9 m 0.5 1.75 0 5 m
2.75
50 200 kN 200
125
147 Beban roda : T = 100 kN
Bidang roda : bx = 50 + 2 (10 + 10) = 90 cm = 0,9 m by = 20 + 2 (10 + 10) = 60 cm = 0,6 m Bidang kontak : bxy = 0,6 x 0,9 = 0,540 m2
Muatan T disebarkan : T = 100 / 0,540 =185,185 kN/m2
Gambar 5.17 Penyebaran muatan T pada lantai
Digunakan tabel Bittner ( dari DR. Ernst Bitnner ), dengan ; lx = 1,85
ly =
∞
( karena tidak menumpu pada gelagar melintang ) dan setelah di interpolasi, hasilnya sebagai berikut :Momen pada saat 1 ( satu ) roda berada pada tengah-tengah plat tx = 90
lx = 185 ty = 60 lx = 185
Mxm = 0,1477 x 185,185 x 0,6 x 0,9 = 14,77 kNm Mym = 0,0927 x 185,185 x 0,6 x 0,9 = 9,27 kNm Momen total ( beban mati + muatan T)
Arah - x : Mxm = 1,3799 + 14,77 = 16,1499 kNm Arah - y : Mym = 0,2848 + 9,27 = 9,5548 kNm
Momen pada saat 2 ( dua ) roda berdekatan dengan jarak antara as ke as minimum = 1,00 meter. Luas bidang kontak dapat di hitung atas 2 bagian ( I & II ) sebagai berikut :
5 cm 10 cm 10 cm 90 cm
50 cm
45o
60 cm 20
tx / lx = 0,486 fxm = 0,1477
148
185 10
60
( I ) ( II ) 87,5 10 87,5
Gambar 5.18 Bidang kontak dihitung atas 2 bagian
Bagian - I : tx = 185 lx = 185
ty = 60 lx = 185
V Mxm = 0,0910 x 185,185 x 0,6 x 1,85 = 18,705 kNm Mym = 0,0608 x 185,185 x 0,6 x 1,85 = 12,497 kNm Bagian – II :
tx = 10 lx = 185 ty = 60 lx = 185
Mxm = 0,2539 x 185,185 x 0,6 x 0,1 = 2,8211 kNm Mym = 0,1161 x 185,185 x 0,6 x 0,1 = 1,29 kNm Jadi : Mxm = I – II = 15,884 kNm
Mym = I – II = 11,207 kNm Momen total ( beban mati + muatan T )
Mxm = 1,3799 + 15,884 = 17,2639 kNm Mym = 0,2848 + 11,207 = 11,4918 kNm
• Akibat beban sementara
Beban sementara adalah beban angin yang bekerja pada kendaraan sebesar q = 150 kg/m2 pada arah horizontal setinggi 2 (dua ) meter dari lantai
tx / lx = 1 fxm = 0,0910
ty / lx = 0,324 fym = 0,0608
tx / lx = 0,054 fxm = 0,2539
149 Gambar 5.19 Tinjauan terhadap beban angin
VI Reaksi pada roda = ( 2 x 4 x 1x 150 ) / 1,75 = 685,71 kg = 6,857 kN Sehingga beban roda, T = 100 + 6,857 = 106,857 kN Beban T disebarkan = 106,857 : ( 0,6 x 0,9 ) = 197,9 kN
Di tinjau akibat beban 1 ( satu ) roda ( yang menentukan ) pada tengah-tengah plat. Mxm = 0,1477 x 197,9 x 0,6 x 0,9 = 15,784 kNm
Mym = 0,0927 x 197,9 x 0,6 x 0,9 = 9,906 kNm Momen total ( beban mati + beban sementra ) ;
Mxm = 1,3799 + 15,784 = 17,1639 kNm Mym = 0,2848 + 9,906 = 10,1908 kNm
• Momen desain di pakai momen yang terbesar Mxm = 17,2639 kNm
Mym = 11,4918 kNm 2. Penulangan Plat Lantai
a. Penulangan lapangan arah x
Mxm = 17,2639 kNm Mu = M / φ
Mu = 17,501 / 0,8 = 21,579 kNm Direncanakan tulangan Ø 12
dx = h – p – 0,5 Ø = 200 – 40 – 0,5 x 12 = 154 mm
M / b d2 = 21,579 / ( 1 x 0,1542 ) = 909,892 kN / m2 = 909,892 . 10-3 N / mm2
c ' f
fy x x 588 , 0 1 fy x x 0,8 x bxd
M
2 ⎥⎦
⎤ ⎢⎣
⎡ − ρ
ρ =
909,892 . 10-3 = 192 ρ - 1204,224 ρ2
q = 150 kg/m2 2 m
150
ρ = 0,0049
ρmin = 0,0058
ρmaks = 0,0363
As = ρ x b x d x 106 = 0,0058 x 1 x 0,154 x 106 = 893,2 mm2 Di pakai tulangan Ø 12 – 125
As terpasang 905 mm2 > 893,2 mm2 b. Penulangan lapangan arah y
Mym = 11,4918 kNm Mu = M / φ
Mu = 11,4918 / 0,8 = 14,365 Direncanakan tulangan Ø 12
dy = h – p – 0,5 Øy – Øx = 200 – 40 - 6 –12 = 142 mm
M / b d2 = 14,365 / ( 1 x 0,1422 ) = 712,408 kN / m2 = 712,408 . 10-3 N / mm2
c ' f
fy x x 588 , 0 1 fy x x 0,8 x bxd
M
2 ⎥⎦
⎤ ⎢⎣
⎡ − ρ
ρ =
712,408 . 10-3 = 192 ρ - 1204,224 ρ2 Dari perhitungan didapat :
ρ = 0,0038
ρmin = 0,0058
ρmaks = 0,0363
As = ρ x b x d x 106 = 0,0058 x 1x 0,142 x 106 = 832,6 mm2 Di pakai tulangan Ø 12 – 125
As terpasang 905 mm2 > 832,6 mm2 Penulangan tumpuan
Dari PBI ‘ 71 pasal 8. 5. ( 2 ) “ …tulangan momen negatif paling sedikit 1/3 (sepertiga) dari tulangan tarik total yang diperlukan di atas tumpuan… “
Mtx total = 1,3799 + ( 1/3 x 17,2639 ) = 1,3799 + 5,7546 = 7,135 kNm Mu = M / φ
Mu = 7,135 / 0,8 = 8,919 kNm
M / b d2 = 8,919 / ( 1 x 0,1542 ) = 376,075 kN / m2 = 376,075 . 10-3 N / mm2
ρ < ρ min , dipakai ρ min
151 Ø
Ø
POTONGAN II - II
Skala 1 : 20
Balok Prategang Girder I
Balok Prategang Girder I
Balok Prategang Girder I
Balok Prategang Girder I
Balok Prategang Girder I
Balok Prategang Girder I
Balok Prategang Girder I
Balok Prategang Girder I
Balok Prategang Girder I
D D 12
D
D
Ø
Ø
I I
II II
Ø
Ø
c ' f
fy x x 588 , 0 1 fy x x 0,8 x bxd
M
2 ⎥⎦
⎤ ⎢⎣
⎡ − ρ
ρ =
376,075 . 10-3 = 192 ρ - 1204,224 ρ2 Dari perhitungan didapat :
ρ = 0,002
ρmin = 0,0058
ρmaks = 0,0363
As = ρ x b x d x 106 = 0,0058 x 1 x 0,154 x 106 = 893,2 mm2 Di pakai tulangan Ø 12 – 125 As terpasang 905 mm2 > 893,2 mm2
Gambar 5.20. Penulangan plat lantai kendaraan
152 5.3.4 Gelagar
Spesifikasi Teknis :
Lebar Jembatan = 16 meter Panjang Gelagar = 30,80 meter Jarak Antar Gelagar = 1,85 meter
Kelas Jalan = 2
Mutu Beton Balok Girder ( f’c ) = K-500 ( 50 Mpa ) Mutu Beton Plat Lantai ( f’c ) = K-350 ( 35 Mpa ) Tegangan Ijin :
f’c = 50 Mpa
f’ci = 0,9 x 50 = 45 Mpa Tegangan Awal
fci = 0,6 x f’ci
= 0,6 x 45 = 27 Mpa fti = 0,5 f'ci
= 0,5 45 = 3,35 Mpa Tegangan Akhir
fci = 0,45 x f’c
= 0,45 x 50 = 22,5 Mpa fti = 0,5 f'c
= 0,5 50 = 3,54 Mpa
153 5.3.4.1Analisa Penampang Balok
1. Sebelum Komposit
Gambar 5.21 Gambar Potongan Melintang Balok Girder 30,8 m
Tabel 5.7. Analisa Penampang Balok Prategang
No A (cm2) Y (cm) A.Y(cm3) I (cm4) A . (Y-Yb(p)) 2 Ix (cm4) 1 687,5 153,75 105703,125 8951,822 4691783,319 4700735,141 2 138,75 145 20118,75 433,59375 756922,82 757356,414 3 2250 85 191250 2929687,50 432224,1 3361911,6 4 235 25,833 6070,755 1305,55 482390,198 483695,748 5 1462,5 11,25 16453,125 61699,22 5245712,69 5307411,91
4773,75 339595,755 14611110,81
• Penentuan cgc balok prategang
Yb(p) = Σ A. Y / Σ A = 339595,755 / 4773,75 = 71,14 cm Yt(p) = 160 – 71,14 = 88,86 cm
• Penentuan batas inti balok prategang Kt(p) = Ix / ( A . Yb(p) )
= 14611110,81 / ( 4773,75 x 71,14 ) = 43,024 cm Kb(p) = Ix / ( A x Yt(p) )
= 14611110,81 / ( 4773,75 x 88,86 ) = 34,44 cm 550
1600
Yb(p) Yt(p)
Yb(c) Yt(c)
cgc composit cgc prestress 125
75
1075
100 225
180 ℵ ℑ ℑ
℘ ℘ ⊗
beff = 1850
154 Wa =
t X
Y I
=
86 , 88
1 14611110,8
= 164428,4359 cm3
Wb =
b X
Y I
=
14 , 71
1 14611110,8
= 205385,308 cm3 2. Sesudah Komposit
Gambar 5.22 Komposit Balok Prategang
Direncanakan :
• Mutu beton gelagar prategang : f’c = 50 Mpa
• Mutu beton pelat lantai : f’c = 22,5 Mpa
• Modulus elastisitas beton ( E ) = 4730 √f’c E plat = 4730 √22,5 E balok = 4730 √50
• Angka ekivalen ( n ) = E balok / E plat
= 4730 √50 / 4730 √22,5 = 1.49
• Luas plat lantai = 185 x 20 = 3700 cm2
• Luas plat lantai ekivalen dengan luas beton precast Aeki = Aplat / n = 3700 / 1,49 = 2483,22 cm2
• beff = Aeki / tplat = 2483,22 / 20 = 124,161 cm = 1241,61 mm
• beff maximum = 1850 mm ( jarak bersih antar balok ) Balok Pratekan
Plat Lantai
20 cm
160 cm Bef
155 Tabel 5.8. Analisa Penampang Komposit
No A (cm2) Y (cm) A.Y(cm3) I (cm4) A . (Y-Yb(p)) 2 Ix (cm4) P 4773,75 71,14 339604,575 14611110,81 5462762,447 20073873,26 VI 2483,22 170 422147,4 82774 10501937,24 10584711,24
7256,97 761751,975 30658584,5
• Penentuan cgc balok komposit
Yb(c) = Σ A. Y / Σ A = 761751,975 / 7256,97 = 104,968 cm ≈ 104,97 cm Yt(c) = 180 – 104,968 = 75,032 cm ≈ 75,03
• Penentuan batas inti balok komposit Kt(c) = Ix / ( A . Yb(c) )
= 30658584,5 / ( 7256,97 x 104,968 ) = 40,2475 cm Kb(c) = Ix / ( A x Yt(c) )
= 30658584,5 / (7256,97 x 75,032 ) = 56,3054 cm
5.3.4.2Pembebanan Balok Prategang :
1. Beban Mati
a. Berat sendiri balok prategang ( q1 ) :
q1 = Ac x beton pratekan U = 0,477375 m2 x 2,5 t/m3 = 1,1934 t/m = 11,934 kN/m
VB = 0
VB = RA . 30,8 – ½ . 11,934 . 30,82
= 30,8RA – 5660,5349
RA = 183,784 kN
M = RA . x – ½ . 11,934 . x2 MX = 183,784 . x – 5,967 . x2 Dx = 183,784 . – 11,934 . x2
11,934 kN/m 30,8 m
156
Jarak Mx Dx
3,85 619,12 137,84
4,00 639,66 136,05
7,70 1061,35 91,89
8,00 1088,38 88,31
11,50 1324,38 46,54 12,00 1346,16 40,58
15,40 1415,14 0,00
.
b. MMATI TOTAL
Qtotal = Berat sendiri + berat plat + diafragma + berat perkerasan - Berat sendiri balok prategang ( q1 ) :
q1 = Ac x beton pratekan U = 0,477375 m2 x 2,5 t/m3 = 1,1934 t/m = 11,934 kN/m
- Berat plat lantai ( q2 )
q2 = Aplat x beton bertulang = 0,2m x 1,85m x 2,5 t/m3
= 0,925 t/m - Berat Pavement ( q3 ) :
q3 = A x beton aspal = 0,05m x 1,85m x 2,0 t/m3
= 0,185 t/m - Berat diafragma ( P ) :
P = Vdiafragma x beton bertulang
= 0,20 m x 1,67 m x 1,075 m x 2,5 t/m3
= 0,8976 t
Total beban q = q1 + q2 + q3
= 1,1934 t/m +0,925 t/m + 0,185 t/m = 2,3034 t/m = 23,034 kN/m
Total beban P = 0,8976 t
6,00 m
30.80 m
0,4 m 6,00 m 6,00 m 6,00 m 6,00 m B
P1 P2 P3 P4 P5 P6
0,4 m Q =2,3034 t/m
157
Direncanakan dipasang 6 buah difragma dengan jarak antar diafragma 6,00m P = 6 x 0,8976 = 5,386 Ton
VB = 0
VB = RA . 30,8 - P1 . 30,4 – P2 . 24,4 – P3 . 18,4 – P4 . 12,4 – P5 .6,4 – P6 . 0,4 - ½ . q . 30,82
VB = RA . 30,8 - 0,8976 . 30,4 – 0,8976 . 24,4 – 0,8976 . 18,4 – 0,8976 . 12,4 – 0,8976 .6,4 – 0,8976 . 0,4 - ½ . q . 30,82
VB = RA . 30,8 – 22,34 – 17,93 – 13,52 – 9,11 – 4,70 – 0,29 – 1092,549 RA = 38,17 Ton
M3,85 = RA . 3,85 – P1 . (3,85 – 0,4) – ½ . q . 3,852
= 38,17 . 3.85 – 0,8976 . 3,45 – 0,5 . 2,3034 . 3,852 = 126,787 Tonm = = 1267,87 kNm
D3,85 = RA – P1 – q . 3,85
= 38,17 – 0,8976 – 2,3034 . 3,85 = 28,404 Ton = 284,04 kN
Jarak Mx Dx
0 0 381,7
3,85 1267,87 284,04 4,00 1310,21 280,59 7,70 2179,05 186,39 8,00 2233,93 179,48
11,50 2721,02 98,86
12,00 2767,56 87,34
15,40 2904,46 0,00
2. Beban Hidup
a. ( Beban lajur D )
Gambar 5.23 Beban D
Beban garis P=12 ton
158 Beban lajur D terdiri dari :
- Beban terbagi rata sebesar q ton per m’ per jalur
(
L 30)
(ton/m) untuk30 L 60m x60 1,1 2,2
q= − − < <
L = 30,8 m q = 2,185 t/m
Untuk pias selebar ( S ) 1,85 m q’ = ( q / 2,75 ) x S
= ( 2,185/ 2,75 ) x 1,85 = 1,469 ton/m
- Beban garis sebesar P per jalur P = 12 ton
Koefisien Kejut 1,247
) 30,8 50 (
20 1
) L 50 (
20 1
K =
+ + = + + =
Untuk pias selebar ( S ) 1,85 m P’ = ( P / 2,75 ) x K
= ( 12 / 2,75 ) x 1,25 x 1,85 = 10,067 ton
Gambar 5.24 Pembebanan akibat beban D
Mencari reaksi tumpuan :
ΣKV = 0 ; RA = RB RA + RB - Pu - qU x L = 0 2 RA = Pu + qU x L
RA = (Pu + ( qU x L)) / 2
= (10,067 + ( 1,47 x 30,8 )) / 2 = 27,671tm
Momen pada jarak x dari A : Gaya Lintang pada jarak x dari A : MX = RA. x - 1/2 . q’. x2 DX = RA - q’. x
B A
30,8
x q’
159 b. Akibat rem dan traksi
Muatan D untuk pias 1,85 m
P = ( 12 / 2,75 ) x 1,85 = 8,073 ton P = (2,185 / 2,75 ) x 1,85 x 30,8 = 45,273 ton Total Muatan D = 53,346 ton Gaya rem = 5% x Total Muatan D
= 5% x 53,346 t = 2,6673 t Tebal aspal = 0,05 m
Tebal Plat = 0,2 m
Jarak garis netral Yt(p) = 0,8886 Tinggi pusat berat kendaraan = 1,8 m HR = 2,6673 t
ZR = Yt(p) + h ( pelat & aspal ) + 1,80 = 0,8886 + 0,2 + 0,05 + 1,8 = 2,9386 m
Gambar 5.25 Pembebanan akibat rem dan traksi
Mencari reaksi tumpuan : Σ MB = 0
( RA x L ) - ( HR x ZR ) = 0
( RA x 30,8 ) - (2,6673 x 2,9386) = 0 RA = 0,25448 t
Momen pada jarak x dari A : Gaya Lintang pada jarak x dari A :
MX = RA. x DX = RA
HR
30,8 m x
ZR
B A
160
Jarak
Mx
Dx
0
0
279,39
3,85
966,19
222,66
4,00
999,42
220,46
7,70
1714,48
166,07
8,00
1763,64
161,66
11,50
2239,39
110,21
12,00
2292,66
102,86
15,40
2557,40
52,88
Momen Hidup dan Gaya Lintang Hidup Total :
5.3.4.3Perhitungan Gaya Prategang : Spesifikasi beton prestress (K-500) f’c = 50 Mpa
fci = 90% . f’c = 45 Mpa
emax = yb – ½ Øtendon - ½ Øtul besi - Øtul utama – penutup = 71,14 – ½ . 6 – 1,2 – 1,2 – 2,5
= 63,24 cm
2. Gaya Penampang Awal
MMAX = Momen dari berat sendiri balok = 1415,14 kNm
Kondisi akan ideal apabila perencanaan disini tidak boleh terjadi tegangan tarik (full prestressing) agar gelagar/balok benar-benar aman terhadap tegangan tarik yang akan berakibat pada keretakan pada balok atau gelagar, sehingga :
fatas = 0 (tidak boleh ada tegangan tarik) fbawah = ftekan
161 3. Tegangan yang terjadi
• Sebelum kehilangan tegangan dan sebelum plat di cor Beban yang berlaku = berat sendiri balok
Ix
Diambil F terkecil = 4914968,4 N
FAWAL = 4914968,4
• Setelah Kehilangan Tegangan
Beban yang berlaku = berat sendiri balok
Losses of prestress = 17% (plat di cor)
F2 = 0,83 x F1
= 0,83 x 4914968,4 N
162 ftekan setelah Losses Of Prestress
ftekan = 0,45 x fci
= 0,45 x 45
= 20,25 Mpa
Beban keadaan 1 sama dengan beban keadaan 2 sehingga momen keadaan 2 sama
dengan momen keadaan 1
Ix
• Setelah kehilangan tegangan dan setelah plat lantai dicor
163
• Setelah beban luar bekerja dan penampang sudah komposit
Beban yang bekerja = berat sendiri struktur komposit + beban bergerak
Karena pada kondisi diatas beban mati sudah bekerja maka perhitungan yang dimasukan tinggal beban hidup.
MHidup = 2557,40 kNm
Dari perhitungan di atas dapat di buat diagram tegangan seperti pada gambar dibawah ini :
a. Diagram Tegangan keadaan I (Sebelum kehilangan tegangan dan sebelum plat di cor)
b.
15,1336 - 6,8902
10,2958 -18,9032 8,6064 0
18,5392
+ + =
164 b. Diagram Tegangan keadaan II (Setelah Kehilangan Tegangan)
c. Diagram Tegangan Keadaan III (Setelah kehilangan tegangan dan setelah plat lantai dicor)
d. Diagram Tegangan Keadaan IV (Setelah beban luar bekerja dan penampang sudah komposit)
8,5455 - 15,6897 8,6064 11,4622
8,5455 12,5609 - 6,8902 14,2162
8,5455 12,5609 -14,1415 6,9649 8,5455 -15,6897 17,6639 10,5197
-8,7561 6,257
5,11
+ + =
165 e. Diagram Tegangan kondisi akhir (jumlah kondisi III dam kondisi IV)
Tegangan ijin beton :
=
atas
σ 6,8 Mpa < 0,45 f’c = 22,50 Mpa
=
plat
σ 15,429 Mpa < 0,45 f’c = 22,50 Mpa
=
bawah
σ -1,7912 Mpa < -3,54 Mpa
Dari kondisi diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan tegangan pada penarikan dengan umur beton 14 hari dan kehilangan tegangan (LOP) 17% diatas aman terhadap tarik.
5.3.4.4Perhitungan Kabel Prategang ( Tendon ) 1. Ukuran tendon
MMax = 563,026 tonm = 5630,26 kNm Gaya Prategang efektif (F) : F = 4079423,8 N
= 4079,423 kN
Sebelum Kehilangan Tegangan (LOP) 17% Fo = 4914968,4 N
= 4914,968 kN Dari tabel VSL
Menurut persyaratan-persyaratan ASTM-4161-30 :
Diameter nominal = 12,7 mm
Tegangan ultimate minimum (fpu) = 190 kg/mm2 6,257
-8,7561
10,5197
6,9649 5,11
+ =
6,257
166 Tegangan leleh minimum (fpy) = 160 kg/mm2
Nominal section (Ap) = 98,71 mm2 Gaya prestress transfer ;
P = 98,71 x 190 x 0,75 = 14066,175 kg
Direncanakan menggunakan 3 buah tendon : Jumlah strand =
4 75 , 14066
84 , 491496
× = 11,65 ≈12
Digunakan 12 kawat untaian. Dari Tabel VSL diperoleh : E5-12 jumlah 12 strand
Gaya maksimum = 396,5 kips = 396,5 x 4,448 kN = 1763,632 kN Maka Jumlah tendon yang digunakan : n = Fawal / GayaMax
= 4914,968 / 1763,63 = 2,7 ≈3 buah
2. Perhitungan daerah aman tendon
Letak kabel prategang di dalam beton mengikuti lengkung parabola. Agar konstruksi tetap aman maka konstruksi kabel harus terletak di antara kedua garis aman kabel.
Diketahui :
Fawal = 4914,968 kN Fefektif= 4079,4238 kN Yt = 88,86 cm Yb = 71,14 cm Yb(c)= 104,97 cm Yt(c) = 75,03 cm
167 Tegangan Awal
fci = 0,6 x f’ci Tegangan Akhir fci = 0,45 x f’c
• Sebelum kehilangan tegangan dan sebelum plat di cor Beban yang berlaku = berat sendiri balok
168
• Setelah beban luar bekerja dan penampang sudah komposit
170
Jarak
e4
0
-608,464
3,85
-131,168
4,00
-115,060
7,70
221,146
8,00
243,070
11,50
444,456
12,00
465,046
15,40
544,225
Gambar 5.26 Daerah Aman Tendon
3. Lay Out Tendon Prategang
Bentuk lay out tendon memanjang adalah parabola. Untuk menentukan posisi tendon digunakan persamaan garis lengkung :
Gambar 5.27 Grafik persamaan lengkung parabola l
y f
x X
Y
171 Dimana : y = ordinat tendon
x = panjang tendon L = panjang bentang f = tingi puncak tendon
Gambar 5.28 Perencanaan lay out tendon
Puncak lengkung tiap – tiap tendon adalah sebagai berikut : - Tendon I : fI = 98 – 16,72 = 81,28 cm
- Tendon II : fI = 68 – 16,72 = 51,28 cm - Tendon III : fI = 38 – 16,72 = 21,28 cm
Contoh perhitungan untuk tendon I
2
Perhitungan jarak kabel dari tepi bawah disajikan dalam tabel berikut :
172
Jarak
Tendon I
Tendon II
Tendon III
0
83,51
58,76
34,00
385
54,29
40,37
26,44
400
53,32
39,76
26,19
770
33,42
27,23
21,04
800
32,14
26,43
20,71
1150
21,01
19,42
17,83
1200
19,98
18,77
17,56
1540
16,72
16,72
16,72
Tabel 5.9 Jarak Tendon dari tepi bawah
4. Perhitungan Kehilangan Gaya Prategang
Kehilangan tegangan dapat diakibatkan oleh beton maupun tendonnya (bajanya). Jenis-jenis kehilangan tegangan adalah sebagai berikut :
1) Akibat tegangan elastis beton 2) Akibat rangkak beton
3) Akibat susut beton 4) Akibat relaksasi baja.
Pada perencanaan jembatan Kartini ini perhitungan kehilangan tegangan menggunakan rumus-rumus dan ketentuan-ketentuan pada “Desain Struktur Prategang” TY LIN.
a. Akibat tegangan elastis beton
Dari hasil perhitungan sebelumnya diperoleh : Aps = 98,71 mm2
Ac = 4773,75 cm2 = 477375 mm2 FO = 0,75fpu x Aps x strain x tendon
= 0,75 x 19000 x (0,9871 x 10) x 3 = 421985,25 kg
Es = 200000 Mpa
Ec = 25001,5 x 0,043 x √50 = 380069,895 kg/cm2 = 38006,99 Mpa Ic = 14611110,81 cm4
173
Pengurangan nilai Pi digunakan reduksi 10 %, maka :
∆fpES = 0,9 x 750,546 kg/cm2
= 675,210 kg/cm2 = 67,521 MPa Karena ada 3 buah tendon
ES = 0.5 x 67,521 MPa = 33,761 Mpa
b. Akibat rangkak beton ( Creep Losses )
∆fpCR = (fcs fcsd)
Ec Eps
Kcr −
Kcr = untuk struktur pasca tarik, koefisien rangkan beton 1,6 Fcsd =
c. Akibat susut beton ( Shrinkage )
∆fpSH = €SH x Eps Dimana :
€SH = 0,0005
174 umur beton 28 hari baru dilaksanakan kabel, pada saat tersebut susut beton mencapai 40%
Eps = 2.000.000 kg/cm2 Maka,
∆fpSH = 0,0005 x 2.000.000 x 40% = 400 kg / cm2
= 40 Mpa
d. Akibat relaksasi baja
∆fpR = fpi x ⎟⎟
⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝
⎛ −
55 . 0 ' 10 fpu
pi f t Log
fpi = 0.75 x fpu = 0.75 x 19.000 = 14250 kg / cm2
Pengurangan gaya akibat relaksasi adalah 17% f’pï = (1- 0.17 ) x 14250
= 11827.5 kg / cm2 = 1182.75 Mpa
Waktu durasi pada saat relaksasi diambil selama 5 tahun t = 5 x 365 x 24
= 43800 jam
Maka,
∆fpR =14250 ⎟
⎠ ⎞ ⎜
⎝
⎛ −
55 . 0 19000 1182.75 10
43800
Log
= 479.727 kg/ cm2 = 47.973 Mpa
Kehilangan Gaya Prategang Total :
Dari hasil perhitungan 4 macam kehilangan gaya prategang yang terjadi pada beton dan baja, maka diperoleh kehilangan gaya prategang total sebesar :
Kehilangan Total = ES + CR + SH + RE
175 5.3.4.5Perencanaan Tulangan Balok Prategang
1. Perhitungan tulangan utama
Penulangan Balok prategang didasarkan atas pengangkutan 2 titik. Mu = 0.5 q (0,209.L)2
= 0.5 11934 (0,209*30800)2 = 2.473x106 Nmm
Direncanakan tulangan pokok D20 dan sengkang D10. d = h – p - Øsengkang – ½ Øtul. pokok
2. Perhitungan tulangan geser balok prategang Gaya lintang akibat beban mati (VD)
Akibat gelagar = 0,5 q L = 0,5 *1193,4 *30,8 = 18378,36 kg Akibat diafragma = 0,5 P = 0,5 *4408,8 = 2204,4 kg Akibat plat lantai = 0,5 q L = 0,5 *925*30,8 = 14245 kg +
VD = 34827,76 kg
176 Gaya lintang akibat beban hidup (VL)
Akibat beban D = 0.5 P + 0,5qL = 0,5*10091 + 0.5*1470*30.8
= 27683,5 kg
Akibat rem dan traksi = 0,5 P = 0,5 *2667,3 = 1333,65 kg +
VL = 29017,15 kg
= 290171,5 N
Vu = VD + VL
= 348277,6 N + 290171,5 N = 638449,1 N
d = Tinggi efektif balok = 1600 – 40
= 1560 mm
Vc = gaya lintang yang ditahan oleh beton
Untuk perhitungan Vc ini, harus dilihat dari dua hal yaitu retak akibat geseran pada badan penampang (Vcw) dan retak miring akibat lentur (Vci). Nantinya nilai Vc adalah nilai terkecil dari Vcw dan Vci.
Retak akibat geseran pada badan penampang Vcw = (0,29* f' + 0,3*fpc)*bw*d + Vp c
Vp = komponen vertikal dari gaya prategang Vp = Fo *tg α
= 4914968 * 15400
52 = 16595,996 N Bw = 18 cm = 180 mm Fpc =
Ac F
=
477375 N 3671481,4
= 7,6 N/mm2
Vcw = (0,29* f'c+ 0,3*fpc)*bw*d + Vp
177 Retak miring akibat lentur (Vci)
Vci = 0,05*bw*d* f'c+
Menurut buku “Struktur Beton Pratekan Ir. Han Aylie” tegangan terbesar terdapat pada 0.25 L dari tumpuan.
x = 0,25*30,8
Tulangan rencana sengkang D10 (As = 157 mm2)
178 5.3.4.6Diafragma
Gambar 5.29 Dimensi balok diafragma
1. Perhitungan Balok diafragma Dimensi : h = 107,5 cm P = 167 cm L = 20 cm
Ix =
12 1
*200*10753 = 2,07 * 1010 mm4 Kt – Kb =
Cb A
Ix
* = 1075 200 1075/2 10 07 ,
2 10
× ×
×
= 179,167 mm
2. Pembebanan diafragma
Berat sendiri = 0,20*1,075*2,5 = 0,5375 T/m2
= 5,375 N/mm2 Momen yang terjadi =
12 1
*q*L2
= 1249194,792 Nmm
Gaya lintang = 0.5 *q*L
= 0.5 * 5,375 *1670 = 4488,125 N 550
650
179 3. Perhitungan momen kritis balok diafragma
Perhitungan meomen kritis balok diafragma dihitung terhadap terjadinya keadaan yang paling ekstrim, yaitu pada kondisi di mana salah satu lajurnya terdapat beban kendaraan yang maksimum sedangkan lajur yang lain tanpa beban kendaraan. Pada diafragma tengah dikuatirkan akan pecah akibat momen yang terjadi, yang diakibatkan oleh perbedaan deformasi pada gelagar yang saling berdekatan.
Diketahui :
Tinggi balok (h) = 1075 mm Mutu beton (f’c) = 35 Mpa Tebal balok (t) = 200 mm Selimut beton = 40 mm
∆maks = 300
1
1075 = 3,5833 mm Ec =4700 35 = 2,78 104 Mpa
∆maks =
I Ec
L M
* * 6
* 2
M = 6* 2*
L I Ec
* ∆maks = 2
10 4
1670
10 * ,07 2 * 10 * 78 , 2 * 6
*3,5833 = 4436256198 Nmm
4. Tegangan izin Balok Diafragma F’c = 35 Mpa
F’ci = 0,9 * 35 = 31,5 Mpa
1.Kondisi awal (sesudah transfer tegangan)
σA = - fti
=- (-0,5 fci ) = 0,5* 31,5
= 2,806 Mpa = 28,06 kg/cm2
σB = -0,6*f’ci = -0,6 * 31,5
180 5. Kondisi Akhir pada saat beban mulai bekerja
σB = -0,45*35
6. Perhitungan gaya pratekan yang dibutuhkan
σ =
Direncanakan menggunakan dua buah tendon sehingga gaya prategang efektifnya menjadi :
P = 2*F 2476155 = 2* F
F = 1238077,5 N
7. Perhitungan gaya prategang awal
Fo = Kontrol Tegangan
181 b. Akibat gaya prategang awal
fbottom =
-A Fo
=
1075 * 200
5 1547596,87
= - 7,198 Mpa ftop = -
A Fo
= -
1075 * 200
5 1547596,87
= - 7,198 Mpa
c. Akibat gaya prategang efektif fbottom=
A F
=
1075 * 200 1238077,5
= 5,7585 Mpa ftop = -
A F
= -
1075 * 200 1238077,5
= - 5,7585 Mpa 8. Kombinasi Tegangan
Keadaan awal (a + b)
Serat atas (ft) = - 0,03242 - 7,198
= - 7,23042 Mpa < - 18,9 Mpa...(ok) Serat bawah (fb) = 0,03242 - 7,198
= - 7,165 Mpa < 2,806 Mpa...(ok) Akibat gaya pratekan efektif (a + c)
Serat atas = - 0,03242 – 5,7585
= - 5,79 Mpa < -15,75 Mpa ...(ok) Serat bawah = 0,03242 – 5,7585
= -5,726 Mpa < 2,958 Mpa ...(ok) 9. Perhitungan tendon balok diafragma
Digunakan untaian kawat/strand “seven wire strand” dengan diameter setiap
strand 0,5”. Luas tiap strand 129,016 mm2, jumlah strand 7. Luas tampang = 903,116 mm2
= 9,031 cm2
Tegangan batas Tpu = 19000 kg/cm2 = 19 ton/cm2. Gaya prapenegangan terhadap beban
Fpu = Tpu * luas tampang
182 Tegangan baja prategang, tegangan ijin menurut ACI :
1. Tegangan saat transfer : Tat = 0,8 Tpu 2.Tegangan saat beton bekerja : Tap = 0,7 Tpu Jumlah tendon yang dibutuhkan :
F = 1238077,5 N = 123,81 t
FO = 1547596,875 N = 154,76 t n =
Fpu FO ×
7 ,
0 = 0,7 171,592 76 , 154
× = 1,58 ≈ 2
10 Perhitungan tulangan balok diafragma
Tinggi balok ( h ) = 1075 mm
Mutu beton = K-350 ( f ‘ c = 35 Mpa ) Berat jenis beton ( BJ ) = 2400 kg/m3
Tebal balok ( t ) = 200 mm Tebal penutup beton = 40 mm
φ tulangan = 16 mm
φ sengkang = 8 mm
tinggi efektif (d ) = h - p - φ sengkang - 0.5 φ tulangan = 880 - 40 - 8 – 0,5 x 16 = 824 mm
qd = 1,2 x 0,2 x 0,824 x 2400 = 5474,624 kg/m = 4,746 kN / m Tulangan Utama ;
M = 1/8 ( q x l2 ) = 1/8 ( 4,746 x 1,852 ) = 2,0304 kNm Mu = M / φ
Mu = 2,0304 / 0,8 = 2,538 kNm
Mu / bd2 = 2,538 / ( 0,2 x 0,8242 ) = 18,689 kN / m2 = 18,689 . 10-3 N /mm2
c ' f
fy 588 , 0 1 fy x x 0,8 x
2 ⎥⎦
⎤ ⎢⎣
⎡ −
= x x
bxd M
ρ
ρ
183
10D13 10D13
6Ø10 6Ø10
STANDAR DIAFRAGMA 1 Ø 12, 7 m m
DIFRAGMA PRACETAK (K350) PLAT DECK PRACETAK (K350) PLAT LANTAI COR SETEMPAT (K350)
Dari perhitungan didapat :
ρ = 0,00007
ρmin = 0,0058
ρmax = 0,0564 As = ρmin x b x d
= 0,0058 x 0,2 x 0,824 x 106 = 955,84 mm2
dipilih tulangan 6 φ 16 , As = 1206 mm2 > 955,84 mm2 Tulangan pembagi = 0,2 x As tul. Utama
= 0,2 x 1206 = 241,2 mm2
Dipakai tulangan 4 ∅ 10 ( As = 314 mm2 > 241,2 mm2)
Gambar 5.30 Layout Tendon Diafragma
5.3.4.7END BLOCK
Akibat stressing maka pada ujung balok terjadi tegangan yang besar dan untuk mendistribusikan gaya prategang tersebut pada seluruh penampang balok, maka perlu suatu bagian ujung block (end block) yang panjangnya sama dengan tinggi balok dengan seluruhnya merata selebar flens balok. Pada bagian end block tersebut terdapat 2 (dua) macam tegangan yang berupa :
1.Tegangan tarik yang disebut Bursting Zone terdapat pada pusat penampang di sepanjang garis beban.
2.Tegangan tarik yang tinggi yang terdapat pada permukaan ujung end block yang disebut
Spalling Zone (daerah yang terkelupas).
184 Untuk menahan tegangan tarik di daerah Bursting Zone digunakan sengkang atau tulangan spiral longitudinal. Sedangkan untuk tegangan tarik di daerah Spalling Zone
digunakan Wiremesh atau tulang biasa yang dianyam agar tidak terjadi retakan. Perhitungan untuk mencari besarnya gaya yang bekerja pada end block adalah berupa pendekatan. Gaya yang terjadi pada end block dicari dengan rumus sebagai berikut :
• Untuk angkur tunggal
(
)
• Untuk angkur majemuk
(
)
Gambar 5.31 Gaya pada end block F
F F
185
Tabel 5.10 Perhitungan gaya pada permukaan end block
Prisma
Jarak dari angkur
Gaya F (kN)
Surface force (Kn)
b1 (cm) b2 (cm) 0.04 F F
To1 ditahan oleh Net Reinforcement yang ditempatkan di belakang pelat pembagi. Kita gunakan tulangan dengan fy = 400 MPa.
2
186 Perhitungan gaya pada daerah bursting zone (Ts)
Diameter tiap jangkar = 6,35 cm
2a = 0,88 d = 0,88 x 6,35 = 5,588 cm = 0,056 m
VIIPenulangan Bursting Zone disajikan dalam tabel berikut :
Tabel.5.11 Penulangan Bursting Zone
No Uraian Sat
Prisma 1 Prisma 2 Prisma 3
1 Gaya ( F ) 1638,32 1638,32 1638,32 kN
2 Sisi Prisma ( 2b ) 0,25 0,25 0,25 m
3 Lebar ( 2a ) 0,056 0,056 0,056 m
4
γ = 2b
2a 0,224
0,224 0,224 -
5
Bursting Force
(
1)
3 FTs = − 432,779 432,779 432,779 kN
6 Koefisien reduksi ( σb =0 ) 1 1 1 -
7 Angkur miringTs'=1,1 Ts 436,157 436,157 436,157 kN
8 fy ( a ) 400 400 400 MPa
9
Tulangan diperlukan a
T
A s
s
'
= 1165,393 1165,393 1165,393 mm2
10 Tulangan terpasang Luas tul. terpasang
10∅12 1131
10 ∅ 12 1131
10 ∅ 12 1131 kN
5.3.4.8Bearing Pad ( Elastomer )
Perletakan direncanakan menggunakan elastomer dengan dimensi yang dipesan sesuai permintaan.
Dimensi rencana ( 40 x 45 x 4.5 ) cm.
Gambar 5.32. Bearing Pad 4,5 10,5
GELAGAR
10 1040
60
10.5 4.5 10 40 10
187 Digunakan :
CPU Elastomeric Bearing tebal 45 mm isi 3 plat baja 3 mm Kuat tekan = 56 kg/cm2
Kuat geser = 35 kg/cm2
CPU Bearing Pad / strip tebal 20 mm Kuat geser = 2.11 kg/cm2
Beban yang bekerja : Vmax = D Total
= 638,4491k N = 63844,91 kg
Pengecekan terhadap beban vertikal : f =
A
Vmax
= 40 * 45 63844,91
= 35,469 kg/cm2≤ 56 kg/cm2
Pengecekan terhadap CPU Bearing Pad / strip : f =
A
V max
* 5%
= 40 * 45
91 , 63844 * 5%
= 1,77 kg/cm2 ≤ 2.11 kg/cm2
5.3.4.9Shear Connector
Karena hubungan antara lantai jembatan dengan gelagar beton prategang merupakan hubungan komposit, dimana dalam hubungan seperti ini, lantai jembatan dan gelagar pratekan tidak dicor dalam satu kesatuan, maka perlu diberi penahan geser atau shear connector supaya antara lantai jembatan dengan gelagar dapat bekerja bersama-sama untuk menahan beban-beban mati dan hidup.
Diketahui ;
Vmax = 638,4491k N
D = tinggi efektif komposit = 1800 mm B = bidang kontak = 550 mm
188
Vn = tegangan geser yang ditahan bidang kontak
= 0,55 Mpa ( jika bidang kontak bersih , tidak terlalu kasar dan tanpa shear conector ) = 2,40 Mpa ( jika bidang kontak bersih , sedikit kasar dan menggunakan shear
connector minimum )
Vsc = tegangan geser yang dapat ditahan oleh shear conector = V - Q x Vn
= 0,645 - 0,6 x 0,55 = 0,315 Mpa
digunakan 2 buah shear conector ( SC ) tipe U dengan tulangan Ø 12 ( As = 452 mm 2 )
Jarak pemasangan shear conector = 220mm
1000
Digunakan 2 buah shear conector type U Ø 12 – 200 mm
5.3.4.10 Deck Slab
Direncanakan :
Menggunakan beton K-225 L = 100 cm
P = 170 cm t = 7 cm
Pembebanan :
189 = 0,165 Tm = 165 kgm = 1650000 Nmm
Mu = 1650000/0,8
= 2062500 Nmm Direncanakan tulangan pokok D13 d = h – p– 0,5 D tul. pokok
5.4. PERHITUNGAN BANGUNAN BAWAH
Fungsi utama bangunan bawah jembatan adalah untuk menyalurkan semua beban yang bekerja pada bangunan atas ke tanah. Perencanaan bangunan bawah bertujuan untuk mendapatkan konstruksi bawah yang kuat, dan efisien. Perhitungan bangunan bawah meliputi :
• Perhitungan Pilar
• Perhitungan Abutment
190 5.4.1. DATA TEKNIS :
1. Elevasi Tanah Asli : + 2,5 meter 2. Elevasi Rencana Jembatan : + 8,7 meter 3. Hcr timbunan kritis : 4,2 meter
Kontrol Tinggi Timbunan ( Hcr )
Kestabilan konstruksi abutment ditinjau terhadap tinggi timbunan kritis ( Hcr ) akibat timbunan tanah diatas abutment.
timbunan Nc c Hcr
γ
*
=
Dimana :
c : kohesi tanah dasar 1,00 ton/m2
γ : tanah timbunan 1,80 ton/m3
Nc : factor daya dukung untuk ( Ө2 = 20,250 ) = 7,5 Hcr :
80 , 1
5 , 7 * 00 , 1
= 4,1667 > H timbunan ( 1,5 meter )
SF :
50
,
1
1667
,
4
= 2,78 < 3 …….. ( aman )
Berdasarkan data tanah dari Lab. Mekanika tanah Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang, timbunan Kritis diperkirakan ( Hcr ) = 4,2 meter.
5.4.2. PERENCANAAN STRUKTUR PILAR
Pilar direncanakan untuk menyalurkan beban struktur atas kedalam tanah. Didalam pembebanan abutment/pilar perlu diperhatikan :
1. Gaya akibat berat sendiri pilar ( PBA )
2. Gaya akibat berat vertikal tanah ( PT )
3. Gaya akibat beban mati ( PKM) dan beban hidup dari konstruksi atas ( PKH)
4. Gaya akibat angin ( PA )
5. Gaya akibat rem dan traksi ( PRT )
6. Gaya akibat tekanan tanah horizontal ( PTA )
7. Gaya Gesek tumpuan dengan gelagar beton ( PG )
191 Badan Pilar
Diameter 100 cm Kepala Pilar
Pile Cap Pilar
192
Badan Pilar Diameter 100 cm Badan Pilar
Diameter 100 cm
Kepala Pilar
Pile Cap Pilar
Gambar 5.34. Tampak Depan Pilar
5.4.2.1 PEMBEBANAN STRUKTUR PILAR 1. Beban Mati Akibat Berat Sendiri Pilar ( PBA)
γ Beton = 2,5 Ton / m3
Tabel 5.12. Beban Mati Akibat Berat Sendiri Pilar ( PBA)
No F ( m2 )
W = F * L * γ ( ton )
X ( m )
Y ( m )
F * X ( m3
F * Y ( m3 )
1 0,75 33,75 0 8,95 0 6,7125
2 3,5 139,5 0 7,70 0 23,8700
3 1,55 69,75 0 6,95 0 10,7725
4 15,6 91,85 0 4,10 0 63,9600
5 2,75 55 0 1,25 0 3,4375
6 8 160 0 0,50 0 4,0000
193 Lanjutan Tabel 5.12.
No W = F * L *
194
Struktur Beton
− Gelagar
− Diafragma Total
0,4774*30,8*9*2,5 t/m3 0,20*1,67*1,075*6*8*2,5 t/m3
330,838 35,270 366,108 8 Pipa Drainase Ø 4” 10 bh * 2 * 0.00596 t/m 0.1192
total 716,5802
Beban yang diterima satu pilar ( C ) = C1 + C2 = 716,5802 Ton Beban yang diterima pilar dari ½ bentang ( C1 = C2 ) = 358,2901 Ton Lengan Gaya terhadap titik O XKM = 0,00 meter
YKM = 8,20 meter
4. Beban Hidup Dari Konstruksi Atas ( PKH)
Beban merata
195
Beban hidup total pada Pilar = B Merata + B terpusat = 489,086 + 87,063 = 576,149 ton
Lengan Gaya terhadap titik O XK = 0,00 meter YK = 8,20 meter
5. Gaya Angin ( PA )
Menurut PPPJJR 1987, beban angin diperhitungkan sebesar 150 kg/m2 bekerja pada bidang jembatan dan kendaraan.
Bentang jembatan : ( 4 x 30,80 ) meter Tinggi sisi jembatan : 3 meter
Tinggi kendaraan : 2 meter Keadaan tanpa beban hidup QDW = q * h * ( 30 % + 15 % ) = 150 * 3 * ( 30 % + 15 % )
196 Keadaan dengan beban hidup
QDW = 150 * 3 * ( 30 % + 15 % ) * 50 % = 101,25 kg/m
QLW = q * h * 100 % = 150 * 2 * 100 % = 300 kg/m
QUW = 101,25 + 300 kg/m = 401,25 kg/m Diambil beban angin yang bekerja
QUW = 401,25 kg/m = 0,40125 T/m W = QUW * ( F Gelagar + F Pilar )
= 0,40125 * ( 0,4774 + 63,225 ) = 25,56 T
Lengan Gaya terhadap titik O XUW = 0,00 meter YUW = 8,20 meter
6. Gaya Rem dan Traksi ( PRT )
Pengaruh gaya – gaya dalam arah memanjang jembatan akibat gaya rem diperhitungkan sebesar 5 % dari beban D tanpa koefesien kejut yang memenuhi semua jalur lalu lintas yang ada, dan dalam satu jurusan.
Beban hidup terpusat tanpa faktor kejut : P100% untuk lebar 4 * 3.5 =
75 . 2
12
* 14 = 61,091 ton
P50% untuk lebar 2 * 1.00 = 75 . 2
12
* 2 * 50% = 4.363 ton
Beban hidup terpusat total = 65,454 ton Beban hidup merata pada Pilar = 489,086 ton Gaya Rem dan Traksi ( PRT ) = ( 65,454 + 489,086 ) * 5% = 27,727 ton
Lengan Gaya terhadap titik O XRT = 0 meter YRT = 8,2 meter Momen = PRT * YRT