• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Buruh Terhadap Program Bpjs Ketenagakerjaan Dampingan Solidaritas Buruh Sumatera Utara (Sbsu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Buruh Terhadap Program Bpjs Ketenagakerjaan Dampingan Solidaritas Buruh Sumatera Utara (Sbsu)"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon

2.1.1 Pengertian Respon

Respon berasal dari kata response yang berarti jawaban, balasan, atau

tanggapan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, respon adalah berupa tanggapan,

reaksi, dan jawaban (http//kbbi.wen.id). Perubahan tingkah laku sebagai akibat dari

adanya rangsangan itu disebut tingkah laku-balas atau response (Sarwono, 2008:15).

Respon adalah istilah yang digunakan oleh psikologi untuk menamakan

rangsangan yang terjadi terhadap panca indera. Respon biasanya diwujudkan dalam

bentuk perilaku yang dimunculkan setelah dilakukan perangsangan. Teori

Behaviorisme mengunakan istilah respon yang dipasangkan rangsangan dalam

menjalankan proses terbentuknya prilaku. Respon adalah perilaku yang muncul

dikarenakan adanya rangsangan dari lingkungan. Jika rangsangan dan respon

dipasangkan atau dikondisikan maka akan membentuk tingkah laku baru terhadap

rangsangan yang dikondisikan (http//id.wikipedia.org diakses pada tanggal 02

November 2015 Pukul 17:45 WIB).

Menurut Scheerer, respon (balas) adalah proses pengorganisasian rangsang.

Rangsang proksimal diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi

fenomenal dari rangsang proksimal itu. Proses inilah yang disebut respon. Orang

dewasa, menurut Hunt (1962), mempunyai sejumlah besar unit untuk memproses

informasi. Unit-unit ini dibuat khusus untuk menangani representasi fenomenal dari

keadaan diluar yang ada dalam diri seseorang Individu (internal environment).

(2)

yang terjadi diluar. Proses yang berlangsung secara rutin inilah yang oleh Hunt

dinamakan respon (Sarwono, 2008:87)

2.1.2 Proses Terjadinya Respon

Dalam hal ini ada beberapa gejala terjadinya respon, mulai dari yang paling

berperaga dengan berpangkal pada pengamatan, sampai ke yang paling tidak

berperaga yaitu berfikir. Gejala tersebut menurut Suryabrata adalah sebagai berikut:

1. Pengamatan, yakni kesan-kesan yang diterima sewaktu perangsang mengenai

indera dan perangsangnya masih ada. Pengamatan ini adalah produk dari

kesadaran dan pikiran yang merupakan abstraksi yang dikeluarkan dari arus

kesadaran.

2. Bayangan pengiring, yaitu bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu

warna. Bayangan pengiring itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bayangan

pengiring positif yakni bayangan pengiring yang sama dengan warna

objeknya, serta bayangan pengiring negatif adalah bayangan pengiring yang

tidak sama dengan warna objeknya, melainkan seperti warna komplemen dari

warna objek.

3. Bayangan eiditik, yaitu bayangan yang sangat jelas dan hidup sehingga

menyerupai pengamatan. Respon, yakni bayangan yang menjadi kesan yang

dihasikan dari pengamatan. Respon diperoleh dari penginderaan dan

pengamatan.

Jadi proses terjadinya respon adalah pertama-tama indera mengamati objek

tertentu, setelah itu muncul bayangan pengiring yang berlangsung sangat singkat

sesaat sesudah perangsang berlalu. Setelah bayangan perangsang muncul kemudian

(3)

bayangan perangsang. Setelah itu muncul tanggapan dan kemudian pengertian

(http//a-research.upi.edu diakses pada tanggal 02 November Pukul 18.00 WIB).

2.1.3 Indikator Respon

Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu persepsi, sikap

dan partisipasi. Persepsi menurut McMahon adalah proses menginterprestasikan

rangsangan (input) dengan menggunakan alat penerima informasi (sensory

information). Sedangkan menurut Morgan, King, dan Robinson persepsi menunjukan

pada bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, mengecap dan mencium dunia

disekitar kita, dengan kata lain persepsi dapat pula didefenisikan sebagai segala

sesuatu yang dialami oleh manusia. Berdasarkan hal tersebut William James

menyatakan bahwa persepsi terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh dari

lingkungan yang diserap oleh indera kita, serta sebagian lainnya diperoleh dari

pengelolahan ingatan (memory) kita (diolah kembali berdasarkan pengalaman yang

kita miliki) (Adi, 1994:105-106).

Persepsi didefenisikan sebagai proses yang kita gunakan untuk

menginterprestasikan data-data sensoris. Salah satu defenisi menyatakan bahwa

persepsi merupakan proses yang kompleks dimana orang memilih,

mengorganisasikan dan menginterprestasikan respon terhadap suaru rangsangan ke

dalam situasi masyarakat dunia yang penuh arti dan logis. Bennet, Hoffman, dan

Prakash menyatakan bahwa persepsi merupakan aktivitas aktif yang melibatkan

pembelajaran, pembaruan cara pandang, dan pengaruh timbal balik dalam

(4)

Empat aspek dari persepsi yamg menurut Berlyne dapat membedakan

persepsi dari berpikir adalah:

1. Hal-hal yang diamati dari sebuah rangsangan bervariasi, tergantung pola dari

keseluruhan dimana rangsangan tersebut menjadi bagiannya.

2. Persepsi bervariasi dari orang ke orang dan dari waktu ke waktu.

3. Persepsi bervariasi tergantung dari arah (fokus) alat-alat indra.

4. Persepsi cenderung berkembang kearah tertentu dan sekali terbentuk

kecenderungan itu biasanya akan menetap (Sarwono, 2008:88).

Sikap pada dasarnya adalah tendensi kita terhadap sesuatu. Sikap adalah rasa

suka atau tidak suka kita atas sesuatu. Sikap penting sekali karena ia mempengaruhi

tindakan. Perilaku seseorang juga sering ditentukan oleh sikap mereka. Konsep lain

yang terkait dengan sikap adalah keyakinan, atau pernyataan-pernyataan yang

dianggap benar oleh seseorang (Severin & Tankard, 2005:177).

Beberapa defenisi penting sikap adalah sebagai berikut:

1. Sikap pada dasarnya adalah suatu cara ”pandang” terhadap sesuatu (Murphy,

Murphy, dan Newcomb).

2. Kesiapan mental dan sistem syaraf, yang diorganisasikan melalui

pengalaman,menimbulkan pengaruh langsung atau dinamis pada

respons-respons seseorang terhadap objek dan situasi terkait (Allport).

3. Sebuah kecenderungan yang bertahan lama, dipelajari untuk berperilaku

dengan konsisten terhadap sekelompok objek (English dan English).

4. Sebuah sistem evaluasi positif atau negative yang awet, perasaan-perasaan

emosional, dan tendisi tindakan pro atau kontra terhadap sebuah objek sosial

(5)

Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting

dalam mengukur suatu respon. Partisipasi sering diberi makna keterlibatan orang

secara sukarela tanpa tekanan dan jauh dari perintah. Ada bermacam-macam faktor

yang mendorong kerelaan ini, bisa karena kepentingan, bisa karena solidaritas, bisa

karena memang mempunyai tujuan yang sama, bisa juga karena ingin melakukan

langkah yang sama walaupun tujuannya berbeda. Apapun faktor yang mendorong,

partisipasi akhirnya harus membuahkan kesepatan yang hendak dicapai dan tindakan

yang akan dilakukan bersama (Sumarto, 2003:188).

2.2 Tenaga Kerja

2.2.1 Pengertian Tenaga Kerja

Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang

Ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja, yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah

”tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan” (didalam atau diluar hubungan kerja)

guna menghasilkan barang-barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat. Mereka yang telah bekerja pada instansi-intansi Pemerintah terkait oleh

Undang-Undang Kepegawaian sedang mereka yang telah bekerja pada

perusahan-perusahan terikat dan atau dilindungi oleh Undang-Undang perburuhan atau yang

lazim disebut Hukum Perburuhan (Sunindhia & Widianti, 1987:15).

2.2.2 Tindakan-tindakan Perusahaan Terhadap Tenaga Kerja

Dalam hal perusahaan membuka kesempatan kerja, tentunya para tenaga

kerja yang ingin mengisinya akan selalu lebih dari pada apa yang ditawarkan. Sudah

selayaknya pengusaha melakukan tindakan-tindakan yang bijaksana sebagai berikut:

a. Penerimaan tenaga kerja harus terbuka bagi setiap warga masyarakat yang

(6)

dan kecakapan untuk menjalankan tugas kerja tersebut, tanpa

membeda-bedakan golongan,keturunan dan agama.

b. Dalam pelaksanaan perekrutan tenaga kerja tersebut, sudah seyogyanya pihak

pengusaha mengutamakan jalan yang harus ditempuh, yaitu dengan melalui

Kantor Dapertemen Tenaga Kerja setempat Bidang Penyidian dan

penggunaan tenaga kerja (dahulu Jawatan Penempatan Tenaga Kerja) yang

dari padanya pihak pengusaha akan memperoleh pengiriman-pengiriman

tenaga kerja yang dibutuhkan, diiamana segala persyaratan yang diperlukan

telah dipenuhinya.

c. Mereka para tenaga kerja yang berhasil dapat diterima mengisi kesempatan

kerja itu. Harus diperlakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan

Perundang-undangan yang berlaku.

d. Mereka para tenaga kerja yang diterima, akan memperoleh sejumlah upah

yang sesuai dengan kelayakan dan atau ketentuan umum yang berlaku, sesuai

dengan tugas kerja yang dijalankannya (Sunindhia & Widiyanti, 1987:50-51).

2.3 Buruh

2.3.1 Pengertian Buruh

Buruh adalah para tenaga kerja yang bekerja pada perusahan dimana para

tenaga kerja itu harus tunduk kepada perintah dan peraturan kerja yang diadakan oleh

pengusaha (majikan) yang bertanggung jawab atas lingkungan perusahannya, untuk

mana tenaga kerja itu akan memperoleh upah dan atau jaminan hidup lainnya yang

wajar perkataan buruh dan majikan banyak dijumpai dalam KUH Perdata Titel 7A

Bab III antara pasal-pasal 1601-1603. Di dalam Undang-undang Penyelesaian

(7)

pada majikan dengan menerima upah. Dengan demikian tidak dikehendaki adanya

perbedaan antara buruh kasar dan buruh halus, juga antara buruh dan pelayan.

Sedangkan menurut Undang-undang Kecelakaan, yang disebut buruh ialah

tiap orang yang bekerja pada majikan perusahaan yang diwajibkan memberikan

tunjangan, dengan mendapat upah. Walaupun perumusannya agak berlain-lainan,

pada dasarnya memuat unsur yang sama, yaitu: seseorang yang bekerja pada orang

lain atau badan dengan menerima upah. Untuk keperluan tertentu sebagai

dikehendaki oleh Undang-undang yang bersangkutan, kadang-kadang diadakan

perluasan atau penyempitan dari perusahan yang sebenarnya.

2.3.2 Fungsi Perjanjian Buruh

Kita mengetahui bahwa Perjanjian Perburuhan pada umumnya atau

semata-mata syarat-syarat yang harus diperhatikan didalam perjanjian kerja. Perjanjian

Perburuhan mempunyai dua fungsi, yaitu :

a. Memudahkan buruh dalam pembuatan perjanjian kerja. Sebelum

timbulnya lembaga perjanjian perburuhan, buruh waktu membuat

perjanjian kerja harus merumuskan dan menetukan sendiri hak-hak dan

kewajiban-kewajibannya dengan majikan.dengan adanya lembaga

perjanjian perburuhan yang memuat bagian terbesar ketentuan

syarat-syarat perburuhan yang menyangkut kedudukan hukum buruh, maka

memudahkan buruh membuat perjanjian kerja, meskipun sederhana,

namun kedudukan hukumnya telah terjamin dalam hubungan kerja yang

ditimbulkan oleh perjanjian kerja.

b. Sebagai way-out dalam perundang-undangan sosial umumnya,

perundang-undangan perburuhan khususnya ternyata terbelakang atau

(8)

bahwa perundang-undangan sosial, khususnya perundang-undangan

perburuhaan belum mengatur selengkapnya atau kalau sudah mengatur

keseluruhannya, tetapi terbelakang oleh kemajuan masyarakat (Sunindhia

& widiyanti, 1987:29-30).

2.4 Program

Pengertian program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan maka program

merupakan sebuah sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu

kali tetapi berkesinambungan. Program adalah cara tersendiri dan khusus yang

dirancang demi pencapaian suatu tujuan tertentu. Dengan adanya suatu program,

maka segala rancangan akan lebih teratur dan lebih mudah untuk dilaksanakan.

Program adalah unsur utama yang harus ada bagi berlangsungnya aktivitas yang

teratur, karena dalam program telah dirangkum berbagai aspek seperti: (1) Adanya

tujuan yang mau dicapai, (2) Adanya berbagai kebijakan yang diambil dalam upaya

pencapaian tujuan tersebut, (3) Adanya prinsip-prinsip dan metode-metode yang

harus dijadikan acuan dengan prosedur yang harus dilewati, (4) Adanya pemikiran

atau rancangan tentang anggaran yang diperlukan, (5) Adanya strategi yang harus

diterapkan dalam pelaksanaan aktivitas (Wahab dalam Siagian dan Agus, 2010: 117).

2.5 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 2.5.1 Pengertian BPJS

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan lembaga

penyelenggara jaminan sosial, sehingga dengan adanya jaminan sosial, resiko

keuangan yang dihadapi oleh seseorang, baik itu karena memasuki usia tidak

(9)

diambil alih oleh lembaga yang menyelenggarakan jaminan sosial. Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS),

secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah badan

hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS Kesehatan dan

BPJS Ketenagakerjaan (http//www.bpjsketenagakerjaan.go.id diakses pada tanggal

03 November 2015 Pukul 17.00 WIB).

2.5.2 Tugas BPJS

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas

untuk:

1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta.

2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja.

3. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah.

4. Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta.

5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial.

6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai

dengan ketentuan program jaminan sosial.

7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial

kepada peserta dan masyarakat.

Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan

pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima

bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan dana jaminan sosial, pembayaran

manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi

dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi. Tugas

pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima

(10)

(http//www.bpjsketenagakerjaan.go.id diakses pada tanggal 03 November 2015

Pukul 17.09 WIB).

2.5.3 Wewenang BPJS

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas, BPJS

berwenang:

1. Menagih pembayaran Iuran.

2. Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka

panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,

kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.

3. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi

kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan jaminan sosial nasional.

4. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar

pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang

ditetapkan oleh Pemerintah.

5. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan.

6. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang

tidak memenuhi kewajibannya.

7. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai

ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban

lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

8. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan

program jaminan sosial.

Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran

(11)

kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi

administratif yang diberikan kepada BPJS memperkuat kedudukan BPJS sebagai

badan hukum publik (http//www.bpjsketenagakerjaan.go.id diakses pada tanggal 03

November 2015 Pukul 17.23 WIB).

.

2.6 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan 2.6.1 Pengertian BPJS Ketenagakerjaan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan adalah badan

hukum publik yang bertanggung jawab kepada Presiden dan berfungsi

menyelenggarakan program jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian,

jaminan kecelakaan kerja bagi seluruh tenaga kerja termasuk orang asing yang

bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia (Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2011 tentang SJSN, pasal 1 ayat 8, pasal 4 dan pasal 5 ayat 1). Jaminan sosial

tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam santunan berupa

uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan

pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaam yang dialami oleh tenaga kerja

berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.

Jaminan sosial tenaga kerja merupakan jaminan yang diadakan dengan sukarelah

oleh pengusaha atau karena kewajiban untuk keperluan atau kepentingan buruh yang

ditujukan terhadap kebutuhan pada umunya yang tidak dapat dicukupi upah serta

tidak mempunyai hubungan kerja. BPJS Ketenagakerjaan terbentuk setelah

mengalami proses yang cukup panjang, dimulai dari:

1. Pembentukan Undang-Undang Nomor 33 tahun 1947 dan Undang-Undang

(12)

2. Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) Nomor 48 Tahun 1952 dan Peraturan

Menteri Perburuhan Nomor 8 Tahun 1956 tentang Pengaturan Bantuan untuk

Usaha Penyelenggaraan Kesehatan Buruh.

3. Peraturan Menteri perburuhan Nomor 15 Tahun 1957 tentang Pembentukan

Yayasan Sosial Buruh.

4. Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 5 Tahun 1964 tentang Pembentukan

Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS).

5. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok

Tenaga Kerja.

6. Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1997 tentang pembentukan

wadah penyelenggara Asuransi Tenaga Keraja (ASTEK) yaitu Perum Astek.

7. Pada tahun 1992 lahirlah Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang

jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek).

8. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1995 maka PT. Jamsostek ditetapkan

sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program

Jamsostek ini memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan

minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya dengan memberikan kepastian

berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti

sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang akibat resiko sosial.

9. Pada tahun 2011 ditetapkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dan sesuai amanat

Undang-Undang tersebut pada tanggal 1 januari 2014 PT. jamsostek akan berubah

menjadi BPJS ketenagakerjaan.

10.Pada tanggal 1 juli 2015 ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun

(13)

peraturan ini dana JHT berubah dan dapat dicairkan dari 5 tahun kepesertaan

menjadi 10 tahun dan pencairannya dibatasi 10 persen untuk kebutuhan

sehari-hari, 30 persen untuk kebutuhan membayar atau membeli rumah, dan

tidak dapat dicairkan keduanya. Jika buruh atau peserta BPJS

Ketenagakerjaan ingin mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) sepenuhnya

maka peserta harus menunggu hingga usia 56 tahun, meninggal dunia, atau

mengalami cacat total tetap dari masa kerja 5 (lima) tahun menjadi 10

(sepuluh) tahun .

11.Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 kemudian direvisi dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 dan mulai berjalan pada tanggal

1 September 2015, dimana prosedur pencairan uang JHT yang dibatasi hanya

10 persen untuk persiapan pensiun, 30 persen untuk biaya perumahan, dan

100 persen ketika sudah berumur 56 tahun, itu nantinya hanya berlaku bagi

peserta-peserta BPJS Ketenagakerjaan yang masih aktif bekerja. Sementara

yang sudah berhenti bekerja, baik itu di PHK, dan mengundurkan diri, JHT

bisa diambil sepenuhnya setelah menunggu satu bulan masa berhenti

(http//www.bpjsketenagakerjaan.go.id diakses pada tanggal 03 November

2015 Pukul 17.30 WIB).

2.6.2 Ruang Lingkup Program BPJS Ketenagakerjaan

Adapun ruang lingkup program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Ketenagakerjaan adalah:

1. Program Jaminan Hari Tua (JHT)

Jaminan hari tua (JHT) adalah santunan berupa uang yang dibayarkan secara

(14)

Manfaat JHT adalah berupa uang tunai yang besarnya merupakan nilai

akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya, yang dibayarkan secara sekaligus

apabila :

a) Peserta mencapai usia 56 tahun.

b) Meninggal dunia.

c) Cacat total tetap

Yang dimaksud usia pensiun termasuk peserta yang berhenti bekerja karena

mengundurkan diri, terkena PHK dan sedang tidak aktif bekerja; atau peserta yang

meninggalkan wilayah Indonesia untuk selamanya. Hasil pengembangan JHT paling

sedikit sebesar rata-rata bunga deposito counter rate bank pemerintah.

Manfaat JHT sebelum mencapai usia 56 tahun dapat diambil sebagian jika

mencapai kepesertaan 10 tahun dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Diambil max 10 % dari total saldo sebagai persiapan usia pension.

b) Diambil max 30% dari total saldo untuk uang perumahan

Pengambilan sebagian tersebut hanya dapat dilakukan sekali selama menjadi

peserta, apabila:

a) Jika setelah mencapai usia 56 tahun peserta masih bekerja dan memilih untuk

menunda pembayaran JHT maka JHT dibayarkan saat yang bersangkutan

berhenti bekerja.

b) BPJS Ketenagakerjaan wajib memberikan informasi kepada peserta mengenai

besarnya saldo JHT beserta hasil pengembangannya 1 (satu) kali dalam

setahun.

c) Apabila peserta meninggal dunia, urutan ahli waris yang berhak atas manfaat

JHT sebagai berikut :

(15)

b. Anak

c. Orang tua dan cucu

d. Saudara Kandung

e. Mertua

f. Pihak yang ditunjuk dalam wasiat

g. Apabila tidak ada ahli waris dan wasiat maka JHT dikembalikan ke

Balai Harta Peninggalan

d) Jika terjadi JHT kurang bayar akibat pelaporan upah yang tidak sesuai,

menjadi tanggungjawab perusahaan.

2. Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Jaminan Kecelakaan Kerja adalah santunan berupa uang sebgai pengganti

biaya pengangkutan, biaya pemeriksaan, biaya pengobatan atau perawatan, biaya

rehabilitasi serta santunan sementara tidak mampu bekerja, santunan cacat sebagian

untuk selama-lamanya baik, fisik maupun mental, santunan kematian sebagai akibat

peristiwa berupa kecelakaan kerja. Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja

berhak menerima Jaminan Kecelakan Kerja (JKK).

Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan resiko yang

harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk

menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh

adanya resiko-resiko sosial seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik

fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan

dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga

pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar Iuran jaminan kecelakaan kerja

yang berkisar antara 0,24 persen sampai dengan 1,74 persen sesuai kelompok jenis

(16)

Untuk kecelakaan kerja yang terjadi sejak 1 Juli 2015, harus diperhatikan

adanya masa kadaluarsa klaim untuk mendapatkan manfaat. Masa kadaluarsa klaim

selama selama 2 (dua) tahun dihitung dari tanggal kejadian kecelakaan. Perusahaan

harus tertib melaporkan baik secara lisan (manual) ataupun elektronik atas kejadian

kecelakaan kepada BPJS Ketenagakerjaan selambatnya 2 kali 24 jam setelah

kejadian kecelakaan, dan perusahaan segera menindaklanjuti laporan yang telah

dibuat tersebut dengan mengirimkan formulir kecelakaan kerja tahap I yang telah

dilengkapi dengan dokumen pendukung.

3. Program Jaminan Kematian (JKM)

Jaminan Kematian (JKM) adalah santunan kematian berupa uang tunai dan

santunan berupa uang pengganti biaya pemakaman, seperti pembelian tanah (sewa

atau retribusi), peti jenazah, kain kafan, transportasi, dan lain-lain yang berkaitan

dengan tata cara pemakaman sesuai dengan adat istiadat, agama dan kepercayaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa serta kondisi daerah masing-masing dan tenaga kerja

yang bersangkutan. Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan

kerja, keluarganya berhak atas jaminan kematian (JKM).

Jaminan kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta BPJS

Ketenagakerjaan yang meninggal buka karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian

(JKM) diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk

biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Wajib menanggu Iuran Program

Jaminan Kematian (JKM) bagi peserta penerima gaji atau upah sebesar 0,30% (nol

koma tiga puluh persen) dari gaji atau upah sebulan. Iuran JKM bagi peserta bukan

(17)

Manfaat Jaminan Kematian dibayarkan kepada ahli waris peserta, apabila

peserta meninggal dunia dalam masa aktif (manfaat perlindungan 6 bulan tidak

berlaku lagi), terdiri atas:

a) Santunan sekaligus Rp16.200.000,00 (enam belas juta dua ratus ribu rupiah).

b) Santunan berkala 24 x Rp200.000,00 = Rp4.800.000,00 (empat juta delapan

ratus ribu rupiah) yang dibayar sekaligus.

c) Biaya pemakaman sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

d) Beasiswa pendidikan anak diberikan kepada setiap peserta yang meninggal

dunia bukan akibat kecelakaan kerja dan telah memiliki masa iur paling

singkat 5 (lima) tahun yang diberikan sebanyak Rp12.000.000,00 (dua belas

juta rupiah) untuk setiap peserta.

Besarnya iuran dan manfaat program JKM bagi peserta dilakukan evaluasi

secara berkala paling lama setiap 2 (dua) tahun.

4. Bukan Penerima Upah (BPU)

Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) adalah pekerja yang melakukan

kegiatan atau usaha ekonomi secara mandiri untuk memperoleh penghasilan dari

kegiatan atau usahanya tersebut yang meliputi: pemberi kerja, pekerja di luar

hubungan kerja atau pekerja mandiri dan pekerja yang tidak termasuk pekerja di luar

hubungan kerja yang bukan menerima upah, contoh tukang ojek, supir angkot,

pedagang keliling, dokter, pengacara/advokat, artis, dan lain-lain.

Kepesertaan meliputi:

a) Dapat mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan secara bertahap dengan

memilih program sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan peserta.

b) Dapat mendaftar sendiri langsung ke Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan

(18)

(aggregator/perbankan) yang telah melakukan Ikatan Kerja Sama (IKS)

dengan BPJS Ketenagakerjaan.

Jenis Program dan manfaat meliputi:

a) Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), terdiri dari biaya pengangkutan tenaga

kerja yang mengalami kecelakaan kerja, biaya perawatan medis, biaya

rehabilitasi, penggantian upah Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB),

santunan cacat tetap sebagian, santunan cacat total tetap, santunan kematian

(sesuai label), biaya pemakaman, santunan berkala bagi yang meninggal

dunia dan cacat total tetap.

b) Jaminan Kematian (JK), terdiri dari biaya pemakaman dan santunan berkala.

c) Jaminan Hari Tua (JHT), terdiri dari keseluruhan iuran yang telah disetor,

beserta hasil pengembangannya.

Iurannya meliputi:

a) Jaminan kecelakaan kerja beriuaran 1 persen (berdasarkan nominal tertentu

sesuai kemampuan penghasilan).

b) Jaminan Kematian beriuan Rp. 6.800,-

c) Jaminan Hari Tua beriuaran 2 persen (berdasarkan nominal tertentu sesuai

kemampuan penghasilan). Iuran ditanggung sepenuhnya oleh peserta

Cara mendaftar menjadi peserta, yaitu:

a) Mempunyai NIK (Nomor Induk Kependudukan).

b) Mengisi formulir F1 BPU untuk pendaftaran wadah/Kelompok/Mitra Baru.

Cara menghubunginya melalui :

a) Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan terdekat.

(19)

c) Mitra/Payment Point (Aggregator/Perbankan) yang bekerjasama dengan

BPJS Ketenagakerjaan.

d) Pembayaran iuran dapat dilakukan oleh peserta sendiri atau melalui

Wadah/Mitra/Payment Point /Aggregator atau Perbankan) selama bulanan/3

bulan/6 bulan/1 tahun sekaligus.

5. Jasa Konstruksi

Sektor konstruksi adalah Program Jaminan Sosial bagi Tenaga Kerja Harian

Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pada Sektor Jasa Konstruksi

yang diatur melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-196/MEN/1999

Tanggal 29 September 1999.

Tahapan kepesertaan yaitu setiap Kontraktor Induk maupun Sub Kontraktor

yang melaksanakan proyek jasa konstruksi dan pekerjaan borongan lainnya wajib

mempertanggungkan semua tenaga kerja (borongan/harian lepas dan musiman) yang

bekerja pada proyek tersebut kedalam Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

dan Jaminan Kematian (JKM). Adapun proyek - proyek tersebut meliputi :

a) Proyek-proyek APBD.

b) Proyek-proyek atas Dana Internasional.

c) Proyek-proyek APBN.

d) Proyek-proyek swasta, dll

Cara menjadi peserta, meliputi:

a) Pemborong bangunan (kontraktor) mengisi Formulir pendaftaran

kepesertaan Jasa Konstruksi yang bisa diambil pada kantor BPJS

Ketenagakerjaan setempat sekurang - kurangnya 1 (satu) minggu sebelum

(20)

b) Formulir-formulir tersebut harus dilampiri dengan Surat Perintah Kerja

(SPK) atau Surat Perjanjian Pemborong (SPP)

Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian ditanggung

sepenuhnya oleh kontraktor dan besarannya ditetapkan sebagai berikut:

a) Pekerjaan Konstruksi sampai dengan Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah)

sebesar 0,24% dari nilai kontrak kerja konstruksi.

b) Pekerjaan Konstruksi diatas Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) sampai

dengan Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sebesar penetapan angka

1 ditambah 0,19% dari selisih nilai, yakni dari nilai Kontrak Kerja Konstruksi

dikurangi Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

c) Pekerjaan Konstruksi diatas Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai

dengan Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) sebesar penetapan angka

2 ditambah 0,15% dari selisih nilai, yakni dari nilai Kontrak Kerja

Konstruksi dikurangi Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

d) Pekerjaan Konstruksi diatas Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) sampai

dengan Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) sebesar penetapan angka

3 ditambah 0,12% dari selisih nilai, yakni dari nilai Kontrak Kerja Konstruksi

dikurangi Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

e) Pekerjaan Konstruksi diatas Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) sebesar

penetapan huruf d ditambah 0,10% dari selisih nilai, yakni dari nilai Kontrak

Kerja Konstruksi dikurangi Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) Nilai

Kontrak Kerja Konstruksi yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan iuran

tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-150/MEN/1999 tentang

(21)

Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, mengatur kepesertaan

maupun upah sebagai dasar penetapan iuran, sebagai berikut:

a) Bagi tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu

yang bekerja kurang dari 3 (tiga) bulan wajib diikutsertakan dalam program

jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian, lebih dari 3 (tiga) bulan

wajib diikutsertakan untuk seluruh program jaminan sosial tenaga kerja.

b) Untuk tenaga kerja harian lepas dalam menetapkan upah sebulan adalah upah

sehari dikalikan jumlah hari kerja dalam 1 (satu) bulan kalender. Apabila

upah dibayar secara bulanan untuk menghitung upah sehari bagi yang bekerja

6 (enam) hari dalam 1 (satu) minggu adalah upah sebulan dibagi 25 (dua

puluh lima) , sedangkan yang bekerja 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu

adalah upah sebulan dibagi 21 (dua puluh satu).

c) Untuk tenaga kerja borongan yang bekerja kurang dari 3 (tiga) bulan

penetapan upah sebulan adalah 1 (satu) hari dikalikan jumlah hari kerja dalam

1 (satu) bulan kalender. Bagi yang bekerja lebih dari 3 (tiga) bulan, upah

sebulan dihitung dari upah rata - rata 3 (tiga) bulan terakhir. Jika pekerjaan

tergantung cuaca upah sebulan dihitung dari upah rata - rata 12 (dua) belas

bulan terakhir.

d) Untuk tenaga kerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu,

penetapan upah sebulan adalah sebesar upah sebulan yang tercantum dalam

perjanjian kerja

6. Jaminan Pensiun

Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun diatur dalam UU Nomor 40

tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pasal 39 - 42 sebagai

(22)

a) Prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib.

b) Manfaat pasti, berdasarkan formula yang ditetapkan.

c) Usia pensiun ditetapkan dengan peraturan perundangan.

Jenis manfaat jaminan pensiun;

a) Pensiun hari tua

b) Pensiun cacat

c) Pensiun janda/duda

d) Pensiun anak (manfaat pensiun anak berakhir apabila menikah, bekerja tetap,

atau mencapai usia 23 tahun)

e) Pensiun orang tua

f) Pembayaran secara berkala diberikan apabila peserta mencapai masa iuran

minimal 15 tahun. Apabila masa iuran tidak mencapai 15 tahun maka

manfaat diberikan berdasarkan akumulasi iuran ditambah hasil

pengembangan.

g) Ketentuan lebih lanjut tentang manfaat diatur dengan Peraturan Presiden.

h) Iuran untuk penerima upah ditentukan berdasarkan persentase tertentu yang

ditanggung bersama antara pekerja dan pemberi kerja.

i) Ketentuan lebih lanjut tentang iuran diatur oleh Peraturan Pemerintah.

BPJS Ketenagakerjaan diamanatkan untuk menyelenggarakan Program

Jaminan Pensiun sesuai UU Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) pasal 6 ayat (2). Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)

tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun saat ini diinformasikan telah

ditandatangani oleh Presiden dan dalam proses pengundangan. RPP tersebut

mengatur hal-hal sebagai berikut:

(23)

b) Upah maksimum dilaporkan (ceiling wage) ditetapkan Rp. 7 juta

(http//www.bpjsketenagakerjaan.go.id diakses pada tanggal 03 November

2015 Pukul 18.03 WIB).

2.6.3 Alasan yang Menyebabkan Perusahaan Tidak Mengikuti Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Dugaan penyebab perusahaan tidak mengikuti program jaminan sosial tenaga

kerja adalah:

1. Kesadaran Hukum yang Kurang

Kesadaran hukum merupakan hal yang penting. Jika peraturan

perundang-undangan dan penegakan hukum baik namun tidak didukung kesadaran hukum maka

akan terjadi pelanggaran. Kesadaran hukum masyarakat dalam hal ini pengusaha

sangat diperlukan agar tidka terjadi pelanggaran dalam menjalankan ketentuan

jaminan sosial tenaga kerja. Adanya kesadaran hukum menjadikan pengusaha taat

terhadap ketentuan perundang-undangan khususnya yang mengatur tentang jaminan

sosial tenaga kerja. Pengusaha dalam pengertian Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah:

a. Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan

milik sendiri.

b. Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri

manjalankan perusahaan bukan miliknya.

c. Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili

perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang

(24)

2. Lebih Mengutamakan Kepentingan Uang (Bisnis)

Pihak pengusaha memang lebih mengutamakan kepentingan bisnis, lebih

mengutamakan uang (profit oriented). Tujuan utama pengusaha mendirikan usaha

adalah untuk mendapatkan laba, sehingga selalu dihindari hal-hal yang tidak

mendatangkan keuntungan, antara lain ikut serta dalam program jaminan sosial

tenaga kerja. Keikutsertaan dalam program jaminan sosial tenaga kerja dianggap

suatu pemborosan belaka karena tidak mendatangkan keuntungan atau laba.

3. Kurang Memperhatikan Nasib Tenaga Kerja

Pihak pengusaha kurang memperhatikan nasib tenaga kerja, yang

diperhatikan hanya kelangsungan perusahaannya saja dan keuntungan yang bakal

didapat dan didapat. Padahal dengan memperhatikan nasib tenaga kerja berarti juga

akan mendukung kelangsungan perusahaan. Produktivitas tenaga kerja akan

berpengaruh langsung terhadap kelancaran perusahaan tersebut.

4. Upah Terlalu Kecil dan Sifat Pekerjaan Tidak Tetap

Ketentuan upah minum telah ditetapkan, namun pengusaha selalu saja

nerusaha untuk tidak memenuhinya. Pengusaha selalu berusaha menghindari

ketentuan yang dianggap tidak menguntungan . pengusaha memberi upah terlalu

kecil, sehingga tidak memenuhi persyaratan ketentuan kepesertaan dalam program

jaminan sosial tenaga kerja dan tentunya perusahaan tidak ingin mengikutsertakan

tenaga kerjanya secara sukarela. Penjelasan pasal 2 ayat 3 Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program

Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyebutkan adanya kepesertaaan secara sukarela,

yaitu: “Namun demikian bagi perusahaan yang belum wajib mengikuti program

jaminan sosial tenaga kerja kepada badan penyelenggara dapat mengikuti program

(25)

5. Anggapan Tenaga Kerja Bukan Aset Perusahaan

Banyak pengusaha beranggapan bahwa aset perusahaan adalah mesin dan

peralatan-peralatan perusahaan, sedangkan tenaga kerja bukan aset. Anggapan ini

sebenarnya merugikan pengusaha sendiri, sebab tenaga kerja merupakan sumber

daya manusia yang sangat penting dalam proses produksi. Kelancaran proses

produksi tergantung pada pengendaliannya dalam hal ini adalah tenaga kerja itu

sendiri.

6. Keikutsertaan dalam Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Merupakan

Beban.

Bagi pengusaha kewajiban membayar upah itu sudah cukup, tidak perlu

dibebani kewajiban lainnya. Keikutsertaan tenaga kerja dalam program jaminna

sosial tenaga kerja mengharuskan pengusaha membayar premi atau Iuran pada badan

penyelenggara. Hal ini dianggap beban tambahan yang harus dihindari. Pengusaha

lebih memilih tidak mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program asuransi

tenaga kerja, sehingga tidak perlu membayar iuaran yang merupakan pengeluaran

tambahan bagi pengusaha. Untuk menghindari kepesertaan dalam program jaminan

sosial tenaga kerja semakin menurun, maka diperlukan pengawasan. Jaminan sosial

tenaga kerja dilapangan tidak akan terlaksana dengan baik bila pelaksanaanya tidak

diawasi oleh suatu instansi pengawasan yang ahli. Pihak pengusaha dapat berharap

bahwa pengawasa akan menjamin pelaksanaan peraturan jaminan sosial di semua

perusahaan secara seragam (uniform) dan tidak memihak, sehingga pihak pengusaha

terlindung dari persaingan tidak sehat (unfair competition) oleh perusahaan lain dan

pengusaha akan menikmati keuntungan masyarakat yang terjadi karena adanya

(26)

2.7 Kerangka Pemikiran

Sebagai bagian dari masyarakat yang produktif, amatlah wajar bila para

pekerja atau buruh diberikan perlindungan, pemeliharaan serta secara bertahap

ditingkatkan kesejahteraannya. Peningkatan kesejahteraan tersebut dapat dilakukan

dengan cara meningkatkan upah dan memberi jaminan sosial. Begitu juga dengan

Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) sebagai salah satu organisasi serikat buruh

yang memprioritaskan buruh dampingannya untuk tergabung dalam program BPJS

Ketenagakerjaan agar tercatat untuk mengikuti program jaminan sosial. Sehubungan

dengan upaya dalam memberikan perlindungan dan pemeliharaan keselamatan kerja,

demi meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, maka pemerintah telah mengambil

kebijakan penting dengan membuat peraturan dan Undang-Undang Perlindungan

Tenaga Kerja .

Salah satu badan jaminan sosial yang dibentuk oleh pemerintah dalam

memberikan jaminan sosial bagi seluruh tenaga kerja maupun buruh di Indonesia

adalah Jamsostek. Jaminan sosial tersebut selanjutnya diubah menjadi Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ketenagakerjaan yang dapat memberikan

perlindungan jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua dan

jaminan pensiun.

Adapun respon buruh meliputi 3 hal, yaitu sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan,

pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan dan pelayanan BPJS Ketenagakerjaan, dimana

pada ketiga respon tersebut akan terbagi lagi dalam 3 hal yaitu persepsi buruh, sikap

buruh dan partisipasi buruh, yang kemudian akan menghasilkan respon positif

maupun respon negatif. Skematisasi kerangka pemikiran adalah proses transformasi

(27)

peneliti menjadi sesuatu yang berbentuk skema, artinya yang ada hanyalah

perubahan cara penyajian dari narasi menjadi skema (Siagian, 2011:132).

Untuk itu skematisasi kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat

(28)

Gambar 2.1 Bagan Alur Pikir

Kesejahteraan Buruh Dampingan Solidaritas Buruh Sumatera Utara

(SBSU)

Jaminan Sosial

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan melalui :

a. Jaminan Hari Tua

b. Jaminan Kecelakaan Kerja c. Jaminan Kematian

BURUH

a. Persepsi b. Sikap c. Partisipasi

(29)

2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.8.1 Defenisi Konsep

Definisi konsep merupakan proses dan upaya penegasan dan pembatasan

makna konsep dalam suatu penelitian. Untuk menghindari salah pengertian atas

makna konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus

menegaskan dan membatasi makna konsep yang akan diteliti. Dengan kata lain,

peneliti berupaya menggiring para pembaca hasil penelitian untuk memaknai konsep

sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh peneliti. Definisi konsep

adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian

(Siagian, 2011:136-138).

Memahami pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan, maka

peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut :

1. Respon adalah reaksi, tanggapan maupun jawaban dimana tingkah laku atau

sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilian atau

penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena.

2. Buruh adalah para tenaga kerja yang bekerja pada perusahan dimana para

tenaga kerja itu harus tunduk kepada perintah dan peraturan kerja yang

diadakan oleh pengusaha (majikan) yang bertanggung jawab atas lingkungan

perusahannya, untuk mana tenaga kerja itu akan memperoleh upah dan atau

jaminan hidup lainnya yang wajar.

3. Program adalah cara tersendiri dan khusus yang dirancang demi pencapaian

suatu tujuan tertentu. Dengan adanya suatu program, maka segala rancangan

akan lebih teratur dan lebih mudah untuk dilaksanakan.

4. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan adalah badan

(30)

menyelenggarakan program jaminan hari tua, jaminan kematian, dan jaminan

kecelakaan kerja bagi seluruh tenaga kerja termasuk orang asing yang bekerja

paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.

2.8.2 Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu proses menjadikan variabel penelitian dapat

diukur sehingga transformasi dan unsur konseptual ke dunia nyata. Definisi

operasional adalah lanjutan dari perumusan definisi konsep. Perumusan definisi

konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep,

baik berupa obyek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti, maka perumusan

operasional ditujukan dalam upaya mentransformasi konsep ke dunia nyata sehingga

konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian, 2011:141).

Adapun yang menjadi definisi operasional dalam Respon Buruh Terhadap

Program BPJS Ketenagakerjaan Dampingan Solidaritas Buruh Sumatera Utara

diukur melalui indikator sebagai berikut ini:

1. Sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan (persepsi, sikap, partisipasi).

a. Sosialisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengenai

pendaftaran langsung dan pendaftaran online.

b. Sosialisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengenai

program-program dan manfaat BPJS Keteenagakerjaan.

c. Sosialisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengenai iuran

peserta BPJS Ketenagakerjaan.

d. Sosialisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menegenai

(31)

2. Pendafataran BPJS Ketenagakerjaan (persepsi, sikap, partisipasi)

a. Pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan langsung ke kantor BPJS

Ketenagakerjaan.

b. Pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan secara online.

3. Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan (persepsi, sikap, partisipasi)

a. Pelayanan Jaminan Hari Tua

• Pelayanan Klaim atau pencairan dana Jaminan Hari Tua

b. Pelayanan Jaminan Kecelakaan kerja dan Jaminan Kematian

• Pelayanan Kesehatan

• Santunan berbentuk uang • Program Kembali Bekerja

• Pelayanan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB)

• Santunan kematian dan biaya pemakaman

• Pelayanan Beasiswa Anak bagi setiap peserta yang meninggal

dunia atau mengalami cacat tetap

c. Pelayanan Jaminan Pensiun

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Alur Pikir

Referensi

Dokumen terkait

dalam membuat program IPE.; Masih sedikit yang membuat review literature , mempunyai dampak kekurangan pengetahuan, dan evaluasi pengetahuan perilaku, dan berhubungan

Download Ribuan Bank Soal Matematika di :

This document does not constitute or form part of an offer or invitation to purchase any shares in the Company and neither shall any part of it form the basis of nor be relied upon

[r]

This document does not constitute or form part of an offer or invitation to purchase any shares in the Company and neither shall any part of it form the basis of nor be relied upon

This document does not constitute or form part of an offer or invitation to purchase any shares in the Company and neither shall any part of it form the basis of nor be relied upon

Acuan biaya yang ditampilkan pada LCD dan yang dikirimkan pada Server menggunakan acuan biaya PDAM daerah Salatiga yang ada di segmentasi rumah tangga. bagian

- Mula-mula pada saat korban sedang menaiki mobilnya, terdakwa menyetop kendaraan yang sedang dinaiki korban, dan langsung terdakwa mengambil kunci kontak mobil tersebut