BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Perkembangan
2.1.1 Definisi Perkembangan
Perkembangan adalah suatu proses untuk menghasilkan peningkatan kemampuan untuk berfungsi pada tingkat tertentu. Perkembangan berhubungan proses yang terjadi secara stimultan dengan pertumbuhan yang menghasilkan kualitas individu untuk berfungsi. Jadi, jika tubuh anak semakain besar dan tinggi, kepribadiannya secara stimultan juga semakin matang (Marlow, 1998 dalam Supartini, 2009). Perkembangan terjadi pada individu secara alami, karena di dalam dirinya telah terdapat
komponen-komponen psikologis yang menunjang perkembangannya. Komponen psikologis dalam perkembangan individu di antaranya, kognitif,
psiko-motorik dan psiko-afektif. Perkembangan merupakan suatu proses yang panjang, dan membutuhkan dorongan atau stimulus untuk berlangsungnya suatu kehidupan (Baraja, 2008).
Menurut Wong (2009), perkembangan adalah suatu proses yang terjadi secara stimultan dengan pertumbuhan yang dihasilkan melalui proses pematangan dan proses belajar dari lingkungannya. Perkembangan anak adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan system organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan (Soetjiningsih, 2008).
2.1.2 Tahap-Tahap Perkembangan
Tahap-Tahap Perkembangan
12 bulan 1) Berjalan mengelilingi perabotan dengan melangkah di sisi-sisi perabotan
2) Merangkak dengan
keempat tungkai; berjalan dengan tangan dituntun
1) Jari telunjuk mendekati objek kecil kemudian
mengambilnya dengan genggaman menjepit
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak menurut Hidayat (2005), yaitu faktor herediter dan lingkungan. Faktor herediter meliputi genetik/bawaan, jenis kelamin, ras/etnik dan umur. Faktor lingkungan meliputi lingkungan prenatal dan lingkungan postnatal. Lingkungan prenatal merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai konsepsi sampai lahir yang meliputi gizi pada waktu ibu hamil, lingkungan mekanis (posisi janin dalam uterus, zat kimia atau toksin), radiasi, infeksi dalam kandungan, stres, faktor imunitas, kekurangan oksigen pada janin. Lingkungan postnatal merupakan lingkungan setelah lahir yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, seperti
budaya lingkungan, sosial ekonomi keluarga, nutrisi, iklim atau cuaca, olahraga, posisi anak dalam keluarga, dan status kesehatan. Sedangkan menurut Al-Hassan
dan Lansford (2009) status sosial ekonomi dapat ditunjukan dengan pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ayah dan tingkat pendidikan ibu serta pekerjaan orang tua.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menyebutkan faktor luar atau lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, antara lain gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan pengasuhan, stimulasi dan obat-obatan. Selain itu, penelitian dari Pancsofar, et al.(2010) menjelaskan bahwa pekerjaan orang tua, status kelahiran pertama, pendidikan ayah dan ibu mempunyai pengaruh terhadap perkembangan komunikasi pada anak usia 15 bulan dan perkembangan bahasa pada anak usia 36 bulan.
2.1.4 Penilaian Perkembangan Anak
meliputi motorik kasar, bahasa, adaptif-motorik halus dan personal sosial pada anak usia satu bulan sampai enam tahun (Saryono, 2010).
Fungsi DSST yaitu untuk mengkaji dan mengetahui tingkat perkembangan anak, menstimulasi perkembangan anak, pedoman dalam perawatan perkembangan anak dan mendeteksi dini keterlambatan perkembangan anak. Waktu yang dibutuhkan 15-20 menit. Aspek perkembangan yang dinilai terdiri dari 125 tugas perkembangan. Tugas yang diperiksa setiap kali skrining hanya berkisar 25-30 tugas dan menurut Saryono (2010) ada empat sektor perkembangan yang dinilai, yaitu perilaku sosial, gerakan motorik halus, bahasa dan motorik kasar.
2.2 Perkembangan Bahasa Anak 2.2.1 Perkembangan Bahasa
Tabel 2.2.1. Milestone perkembangan bahasa reseptif dan ekspresif pada anak normal.
Umur (Bulan) Bahasa Reseptif Bahasa Ekspresif
1
Kegiatan anak terhenti akibat suara
Tampak mendengarkan ucapan pembicara, dapat tersenyum pada pembicaraan Melihat kearah pembicara
Memberi tanggapan yang berbeda terhadap suara bernada marah/ senang
Bereaksi terhadap panggilan namanya
Mulai mengenal kata-kata “da da, papa, mama”
Bereaksi terhadap kata-kata naik, kemari, da da
Menghentikan aktivitas bila namanya dipanggil
Menghentikan kegiatan bila dilarang
Secara tepat menirukan variasi suara tinggi
Reaksi atas pertanyaan sederhana dengan melihat atau menoleh
Reaksi dengan melakukan gerakan terhadap berbagai pertanyaan verbal
Vokalisasi yang masih sembarang, terutama huruf hidup
Tanda-tanda vocal yang yang menunjukkan perasaan senang, senyum sosial
Tersenyum sebagai jawaban terhadap pembicara
Jawaban vokal terhadap rangsang sosial
Mulai meniru suara
Protes vokal, seperti berteriak
Mulai mengeluarkan suara mirip kata-kata kacau
Menirukan rangkaian suara
Menirukan rangkaian suara
Kata-kata pertama mulai muncul
13
14
15
16
Mengetahui dan mengenali nama-nama bagian tubuh
Dapat mengetahui dan mengenali gambar-gambar obyek yang sudah akrab dengannya, jika obyek tersebut disebut namanya Akan mengikuti petunjuk yang beurutan (ambil topimu dan letakkan di atas meja) Mengetahui lebih banyak kalimat yang lebih rumit
diantara kata-kata yang kacau, sering dengan disertai gerakan tubuhnya
Lebih banyak menggunakan kata-kata daripada gerakan, untuk mengungkapkan keinginannya
Mulai mengkombinasikan kata-kata (mobil papa, mama berdiri)
Menyebut nama sendiri
2.2.2 Tahapan Perkembangan Bahasa
Berikut merupakan tabel perkembangan kemampuan bahasa anak: Perkembangan Kemampuan Bahasa Pada Anak
Usia Tahapan Perkembangan Kemampuan Bahasa 1-6 bulan
6-9 bulan 10-11 bulan
12 bulan
13-15 bulan
16-18 bulan
19-21 bulan
22-24 bulan
2-2 ½ tahun
2 ½-3 tahun
3-6 tahun
Menghasilkan bunyi “coos” yang dihasilkan dari tenggorokan
Babbling
Mulai mengucapkan kata dengan dua suku kata seperti mama, tanpa mengerti artinya
Mulai mengerti arti kata mama dan mulai meniru kata dengan dua atau tiga suku kata
Sudah memiliki sekitar empat sampai tujuh kosa kata, kalimat yang disampaikan dapat dimengerti oleh orang lain Memiliki hingga 10 kosakata, 20-50% kalimat yang disampaikan dapat dimengerti oleh orang lain
Memiliki hingaa 20 kosakata, pembicaraan anak 50% dapat dimengerti oleh orang lain
Kosakata yang dimiliki lebih dari 50%, dapat mengucapkan prase terdiri dari dua sampai tiga kata, 60-70% pembicaraan bayi dimengerti orang lain
Memiliki hinggaa 400 kosakata, termasuk nama, prase dua
hingga tiga kata, penggunaan kata ganti, 75% pembicaraan dimengerti oleh orang lain
Mengenal usia dan jenis kelamin, menyebutkan nama tiga benda dengan benar, mengucapkan kalimat hingga lima kata, 80-90% pembicaraan dapat dimengerti oleh orang lain. Sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya
2.2.3 Stimulasi Perkembangan Bahasa
Menurut bahasa, stimulasi didefinisikan sebagai dorongan, menggiatkan (KBBI, 1995). Sementara itu Depkes (2006) mendefinisikan stimulasi sebagai kegiatan merangsang kemampuan dasar anak usia 0-6 tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal.
Setiap aspek perkembangan anak membutuhkan stimulasi dari lingkungan sekitarnya termasuk pada aspek perkembangan bicara dan bahasa. Berikut merupakan stimulasi kemampuan bicara dan bahasa yang diperlukan oleh anak usia 0-5 tahun.
Tabel 2.3 Stimulasi Perkembangan Bicara dan Bahasa
Usia Stimulasi yang Diberikan
0-3 bulan
3-6 bulan
6-9 bulan
9-12 bulan
Mengajak bayi bicara dalam setiap kesempatan, menirukan ocehan bayi sesering mungkin, mengenalkan berbagai jenis suara, baik itu music, radio, televisi, percakapan orang, dan sebagainya, menggunakan mainan yang mengeluarkan bunyi seperti kerincingan atau bel
Melanjutkan stimulasi yang dilakukan pada usia 0-3 bulan, mengajarkan bayi mencari sumber suara dengan membantu memalingkan wajah kearah sumber suara, mengulangi beberapa kata beberapa kali ketika bicara dengan bayi, seperti kata mama.
Melanjutkan stimulasi yang telah dilakukan sebelumnya, menyebutkan nama gambar-gambar pada buku atau majalah
setiap hari selama beberapa menit, membantu bayi menunjukkan suatu gamabr dan menuntun bayi mengulangi nama gambar tersebut
12-15 bulan
15-18 bulan
18-24 bulan
24-36 bulan
kata-kata yang diketahui artinya oleh bayi, seperti makan, minum, dan susu, tuntun bayi mengulangi kata-kata tersebut dan beri reinforcement positif ketika bayi menirukannya, mengajak bayi untuk bicara dengan boneka, menyanyikan lagu dan bersemandung kepada bayi
Melanjutkan stimulasi bicara, menjawab pertanyaan, menunjuk dan menyebutkan nama gambar; ajak anak membuat suara dari benda-benda seperti dengan memukul sendok ke kaleng, atau memainkan kerencengan; mengenalkan nama bagian tubuh dan menuntun anak menyebutkannya kembali; mulai ajari anak mengucapkan frase dua kata misalnya ketika ingin minum susu, reinforcement positif
Melanjutkan stimulasi menunjukkan gambar di buku, bernyanyi, dan mengajarkan berkata-kata dalam menyatakan
keinginannya; bercerita tentang gambar buku atau majalah dan meminta anak menceritakannya kembali; mengajak anak
bermain telpon-telponan; menyebutkan berbagai nama barang misalnya ketika ke pasar dan anak meminta suatu barang
Melanjutkan stimulasi bernyanyi, bercerita dan membaca, bicara banyak pada anak dengan kalimat pendek, dan mendorong anak menceritakan hal-hal yang dilihat atau dikerjakannya; melihat acara televise dengan tayangan bermutu tidak lebih dari satu jam sehari; menuntun anak mengerjakan suatu perintah sederhana; memperlihatkan buku atau majalah bergambar lebih sering dan meminta anak menceritakan apa yang dilihat
36-48 bulan
48-60 bulan
batasi menonton televise, mengajarkan anak tentang realita apa yang ditontonnya; mengajarkan anak menyebutkan nama lengkapnya, menceritakan tentang diri anak; menyebutkan nama berbagai jenis makanan; menggunakan ungkapan yang menyatakan keadaan venda, seperti letak dan warna
Melanjutkan stimulasi membacakan buku cerita, bernyanyi, mendorong anak menceritakan diri, menyebutkan nama dan mengerti waktu, membantu dan memantau aktivitas anak nonton televise maksimal dua jam; mendorong anak untuk bertanya; mendorong anak bercerita; mengenal album foto; mengenalkan huruf
Melanjutkan stimulasi sebelumnya, melakukan permainan mengingat nama benda; mengenal huruf dan simbol; mengenal angka dan berhitung; membaca majalah; mengenalkan musim;
mengajarkan membuat buku kegiatan keluarga; mengunjungi perpustakaan; belajar melengkapi kalimat; bercerita „ketika saya masih kecil‟; mengajak anak membantu pekerjaan di dapur
Sumber: Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006)
2.2.4 Faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bicara dan bahasa anak
Menurut Hurlock (1993) ada beberapa hal yang mempengaruhi kemampuan berbahasa seorang individu, antara lain:
1. Intelegensi.
2. Status sosial ekonomi.
Dalam keluarga kelas rendah, kegiatan keluarga cenderung kurang terorganisasi daripada keluarga kelas menengah ke atas. Pembicaraan antar anggota keluarga juga jarang dan anak kurang didorong untuk berbicara sehingga anak menjadi kurang dalam kemampuan berbahasa, dimana hal tersebut berarti status sosial ekonomi orang tua mempengaruhi perkembangan kemampuan berbahasa seorang anak.
3. Pendidikan orang tua.
Orang tua yang berpendidikan yang tinggi cenderung lebih memahami peran penting stimulus dalam merangsang kemampuan berbahasa anak, sehingga dari orang tua yang berpendidikan lebih tinggi perkembangan kemampuan
berbahasanya.
Menurut Carl Roger (dalam Setiawan, 2007) mengatakan bahwa ada dua
faktor yang berperan dalam mengembangkan bahasa pada anak, antara lain: 1. Faktor internal, adalah faktor yang berasal dari dalam diri anak, yaitu:
a. Faktor intelegensi, anak yang intelegensinya tinggi akan memperlihatkan superioritas linguistic, baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. b. Faktor jenis kelamin, anak perempuan melebih anak laki-laki dalam aspek
bahasa. Namun, perbedaan jenis kelamin ini akan berkurang selaras dengan bergulirnya fase perkembangan dan bertambahnya usia, sehingga akhirnya perbedaan ini hilang.
c. Faktor perkembangan motorik, kemungkinan tertundanya perkembangan bahasa atau keterlambatan merupakan hal yang lumrah pada saat anak mengalami perkembangan motorik dengan cepat.
d. Faktor kondisi fisik, kondisi fisik berhubungan dengan perkembangan anak serta gangguan penyakit yang berpengaruh pada kelancaran kerja indera. Misalnya, anak cacat, atau anak kondisi fisiknya lemah.
2. Faktor eksternal, adalah faktor yang mempengaruhi di luar diri anak, antara lain:
a. Faktor Keluarga, anak memperoleh tempat yang membuatnya dapat memahami bunyi bahasa yang tepat, dapat menyimak dengan baik. Kelaurga yang memotivasi anak menyediakan lingkungan bahasa yang sesuai, maka anak akan lebih maju.
b. Faktor perbedaan status sosial, anak yang secara sosial budaya dari kalangan atas dan menengah lebih cepat perkembangan bahasanya dari anak yang berasal dari kalangan bawah.
2.2.5 Perbedaan Kemampuan Berbahasa, Kemampuan Berbicara, dan Kemampuan Berkomunikasi
Seringkali kemampuan berbahasa, kemampuan berkomunikasi, dan kemapuan berbicara dianggap sebagai suatu hal yang sama. Terutama dalam kehidupan sehari-hari, ketiga hl ini sepertinya hamper tidak memilki perbedaan dan batasan yang jelas satu dengan lainnya. Padahal ketiga hal ini merupakan hal yang berbeda walaupun saling berkaitan satu dengan lainnya. Berikut ini adalah perbedaan kemampuan berbahasa, kemampuan berbicara, dan kemapuan berkomunikasi (Gleason, 1998) :
a. Kemampuan berbahasa
b. Kemampuan berbicara
Ketika individu berbicara maka akan menghasilkan suatu vocal yang terdiri dari suara-suara. Terdapat beberapa sistem utama ketika individu berbicara dan menghasilkan suara, yaitu: vocal, laryng, subglottal system, dimana terdiri dari paru-paru dan gabungan beberapa otot untuk pernapasan dan pelepasan udara dari tenggorokan. Subglottal sistem terdiri dari udara yang dibutuhkan untuk berbicara dimana ketika pernapasan keluar. Jadi, kemampuan berbicara adalah kemampuan individu untuk menghasilkan suara, dimana untuk menghasilkan suara ini dibutuhkan beberapa sistem utama yang terdiri dari vocal, larynk, paru-paru gabungan beberapa otot untuk pernapasan dan pelepasan udara dan tenggorokan. c. Kemampuan berkomunikasi
Komunikasi itu memegang peranan penting hamper setiap menit kita berkomunikasi. Sebagai contoh ketika dirumah kita berkomunikasi dengan orang
tua, saudara, pembantu. Juga termasuk komunikasi dengan teman dan guru di lingkungan sekolah serta di lingkungan masyarakat/dalam berorganisasi individu juga melakukan proses berkomunikasi. Melalui berkomunikasi individu dapat menyatakan pendapat, mengajukan permohonan, meminta pertolongan, menawarkan solusi, menyampaikan instruksi, dan memberikan informasi kepada orang lain.
kemampuan berbahsa yang dianggap paling tepat dan dapat diukur dari anak prasekolah, yaitu kemampuan seorang individu untuk membuat kata-kata atau suara-suara yang dikombinasikan menjadi suatu ucapan/ suatu kesatuan kalimat yang utuh yang dapat dimengerti oleh dirinya sendiri dan oleh individu lain. Melalui hal ini dapat dilihat sejauh mana perkembangan kemampuan berbahasa anak prasekolah (Gleason,1998).
2.2.6 Masalah pada Perkembangan Kemampuan Bicara dan Bahasa Anak Gangguan bicara dan bahasa merupakan gangguan yang sering terjadi pada anak. Gangguan bicara dapat menjadi salah satu indikasi dari adanya gangguan kognitif (Hockenbery & Wilson, 2009). Etiologi dari gangguan bicara sebenarnya
belum diketahui secara pasti. Namun beberapa sumber menyebutkan bahwa terdapat lima hal yang diduga berhubungan dengan gangguan bicara pada anak,
lima hal tersebut antara lain jenis kelamin laki-laki, riwayat keluarga yang memiliki gangguan bicara atau komunikasi lainnya, pendidikan ibu yang rendah dan status sosial ekonomi yang rendah. Hal ini dibuktikan dengan lebih tingginya prevalensi munculnnya gangguan bicara berupa keterlambatan bicara dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki lima faktor di atas (Campbell, et al, 2003).
Gangguan bicara merupakan hal yang perlu diantisipasi oleh orang tua karena gangguan tersebut dpat mempengaruhi perkembangan sosial kemandirian anak. Salah satu gangguan bicara yang dapat terjadi ialah gagu. Gagu merupakan gangguan bicara dimana seseorang bicara dengan mengulang suatu suku kata dan biasanya diselingi dengan kata-kata seperti “em” - “eh” (American Speak and Hear Association, 2000). Seorang yang memilki gangguan bicara seperti gagu akan takut dengan reaksi orang lain akan cara bicaranya. Biasanya mereka akan berpura-pura lupa dengan apa yang mereka katakan atau menghindar bahkan menolak untuk bicara (American Speak and Hear Association, 2000). Perilaku ini tentunya akan menghambat anak dalam bersosialisasi dengan lingkungannya, termasuk dalam kegiatan belajar.
nak terkait kemampuannya dalam mengenal kata, menyusun kalimat, dan memahami struktur kalimat. Sementara gangguan bicara merupakan gangguan yang terjadi pada kemampuan anak dalam bicara baik itu yang berhubungan dengan kematangan organ maupun masalah lainnya (Hockenbery & Wilson, 2009).
Gangguan bicara pada anak terjadi karena gangguan fungsional yang dapat yang biasa terjadi karena immaturasi organ atau fungsi otot yang mempoduksi suara kurang optimal (Bowen, 2011). Gangguan fungsional ini merupakan hal yang paling banyak terjadi dan lebih sering melimpah anak laki-laki terutama yang memilki riwayat keterlambatan bicara pada orang tuanya (Campbell, et al, 2003). Gangguan bicara jenis kedua disebut dengan gangguan bicara organik,
yaitu gangguan bicara yang disebabkan adanya kelainan pada organ seperti bibir sumbing dan gangguan pendengaran (University Children‟s Medical Institute,
2010). Termasuk di dalam gangguan bicara organik ini adalah gangguan bicara karena masalah organik yang bersifat neurologis seperti paralisis.
Adanya dua jenis gangguan bicara ini, orang tua perlu mengetahui bagaimana membedakan kedua jenis gangguan ini dikarenakan kebutuhan akan penanganan yang lebih intensif pada gangguan bicara non disfungsional dpat ditandai dengan adanya gangguan lain seperti gangguan dalam fungsi reseptif, pemecahan masalah, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis. Ciri lain yang menunjukkan bahwa masalah bicara yang dialami anak merupakan masalah berat adalah bila bayi tidak mahu bersenyum sosial sampai sepuluh minggu atau tidak mengeluarkan suara sebagai jawaban pada usia tiga bulan. Tanda lainnya tidak ada perhatian terhadap sekitar sampai usia lapan bulan, tidak bicara sampai usia lima belas bulan atau tidak mengucapkan tiga sampai empat kata sampai usia dua puluh bulan (Judarwanto, 2011).
2.3 Pendidikan
2.3.1 Definisi Pendidikan
bertanggungjawab menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem dan organisasi pendidikan. Lembaga-lembaga ini meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat (Ihsan Fuad, 2005).
Driyarkara mengatakan bahwa pendidkan adalah upaya memanusiakan manusiam muda. Pengangkutan manusia ketaraf insani itulah yang disebut mendidik. Menurut Rousseau Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa (Ahmadi Abu, 2003).
Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan perwarisan budaya dari generasi satu ke
generasi yang lain. Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya
kepribadian peserta didik (Tirtarahardja et al., 2005).
Proses pembentukan pribadi meliputi dua sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang dewasa, dan bagi yang sudah dewasa atas usaha sendiri. Yang terakhir ini disebut pendidikan diri sendiri. Kedua-duanya bersifat alamiah dan menjadi keharusan. Bayi yang baru lahir kepribadiannya belum terbentuk, belum mempunyai warna dan corak kepribadian yang tertentu. Ia baru merupakan individu, belum suatu pribadi. Untuk menjadi suatu pribadi perlu mendapat bimbingan, latihan-latihan, dan pengalaman melalui bergaul dengan lingkungannya, khususnya dengan lingkungan pendidikan (Tirtarahardja et al., 2005).
2.3.2 Lembaga Pendidikan
Menurut sifatnya pendidikan dibedakan menjadi :
a. Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sepanjang hayat. Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam pekerjaan, masyarakat, kelaurga, organisasi.
berlangsung di sekolah. Pendidikan non formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu dan sadar tetapi tidak terlalu mengikuti persturan yang ketat ( Abu Ahmadi, 2003).
2.3.3 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan, yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan bahan pengajaran dan cara menyajikan bahan pengajaran. Tingkat pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Ikhsan, 2005).
1) Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan ketrampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan dalam masyarakat,
serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar pada prinsipnya merupakan pendidikan yang memberikan bekal dasar bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat. Karena itu, bagi setiap warga negara harus disediakan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar. Pendidikan ini dapat berupa pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar biasa. Tingkat pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar.
2) Pendidikan Menengah
dapat merupakan pendidikan biasa atau pendidikan luar biasa. Tingkat pendidikan menengah adalah SMP, SMA dan SMK.
3) Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan tinggi yang bersifat akademik dan atau professional sehingga dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam rangka pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan manusia (Ikhsan, 2005).
Manusia sepanjang hidupnya selalu menerima pengaruh dari tiga lingkungan pendidikan yang utama yakni keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan