BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kayu dan Sifat-Sifatnya
Kayu yang berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbeda-beda.
Bahkan kayu yang berasal dari satu pohon pun dapat memiliki sifat yang berbeda, jika dibandingkan bagian ujung dengan pangkalnya. Sifat-sifat kayu yang berbeda tersebut antara lain yang bersangkutan dengan sifat-sifat anatomi kayu, sifat-sifat
fisik, sifat mekanik, dan sifat kimianya. Disamping sekian banyak sifat-sifat kayu yang berbeda satu sama lain, ada beberapa sifat-sifat umum yang terdapat
pada semua kayu, diantaranya :
1. Semua batang pohon mempunyai pengaturan vertical dan sifat simetri radial.
2. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki bermacam-macam tipe, dan susunan dinding selnya terdiri dari senyawa-senyawa kimia berupa
selulosa dan hemiselulosa (unsur karbohidrat) serta berupa lignin (non-karbohidrat)
3. Semua kayu bersifat anisotropic, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang
berlainan jika diuji menuju tiga arah utamanya (longitudinal, tangensial
dan radial). Hal ini disebabakan oleh struktur dan orientasi selulosa dalam
4. Kayu merupakan suatu bahan yang bersifat higroskopik, yaitu dapat kehilangan atau bertambah kelembapannya akibat perubahab kelembapan dan suhu udara disekitarnya.
5. Kayu dapat diserang makhluk hidup perusak kayu, dapat terbakar, terutama jika kayu dalam keadaan kering.
2.1.1 Sifat Fisik Kayu
1. Berat Jenis
Kayu memiliki berat jenis (BJ) yang berbeda-beda, berkisar antara minimum 0.20
(kayu balsa) hingga 1.28 (kayu nani). Makin berat BJ-nya , umumnya makin kuat pula kayunya. Semakin ringan suatu jenis kayu, akan berkurang pula
kekuatannya. Umunnya berat jenis kayu ditentukan berdasarkan berat kayu kering tanur atau kering udara dan volume kayu pada posisi kadar air tertentu.
2. Keawetan Alami Kayu
Maksud keawetan alami ialah ketahan kayu terhadap serangan unsur-unsur perusak kayu dari luar misalnya jamur, rayap, bubuk, cacing laut, dan makhluk
lainnya, yang diukur dengan jangka waktu tahunan. Keawetan kayu tersebut disebabkan oleh adanya suatu zat didalam kayu (zat ekstraktif). Zat-zat tersebut merupakan sebagian unsur racun bagi perusak-perusak kayu, sehinggga perusak
3. Warna Kayu
Ada beranekaa macam warna kayu, antara lain warna kuning, keputih-putihan, coklat muda, coklat tua, kehitam-hitaman, kemerah-merahan dan lain sebagainya.
Hal ini disebabkan oleh zat-zat pengisi warna dalam kayu yang berbeda-beda. Warna sesuatu jenis kayu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
tempat didalam batang, umur pohon dan kelembapan udara.
4. Higroskopik
Kayu mempunyai sifat higroskopik, yaitu dapat menyerap dan melepaskan air
atau kelembaban. Suatu petunjuk, bahwa kelembaban kayu sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu udara pada suatu saat. Makin lembab udara
disekitarnya akan makin tinggi juga kelembaban kayu sampai tercapai keseimbangan dengan lingkungannya.
5. Serat
Arah serat dapat ditentukan oleh arah alur-alur yang terdapat pada permukaan kayu. Kayu dikatakan berserat lurus, jika arah sel-sel kayunya sejajar dengan
sumbu batang. Jika arah sel-sel itu menyimpang atau membentuk sudut terhadap sumbu panjang batang dikatakan kayu itu berserat membelok.
6. Berat Kayu
Berat sesuatu jenis kayu tergantung dari jumlah zat kayu yang tersusun, rongga-rongga sel atau jumlah pori-pori, kadar air yang dikandung dan zat-zat ekstraktif
7. Kekerasan
Pada umunya terdapat hubungan langsung antara kekerasan kayu dan berat kayu. Kayu-kayu yang keras juga termasuk kayu-kayu yang berat.Sebaliknya kayu
ringan adalah juga kayu yang lunak. Berdasarkan kekerasannya, jenis-jenis kayu digolongkan sebagai berikut:
a. Kayu sangat keras, contoh: balau, giam, dan lain-lain. b. Kayu keras, contoh: kulim, pilang dan lain-lain.
c. Kayu sedang kekerasannya, contoh: mahoni, meranti, dan lain-lain.
d. Kayu lunak, contoh: pinus, balsa, dan lain-lain. 2.1.2 Sifat Mekanik Kayu
Sifat-sifat mekanik atau kekuatan kayu ialah kemampuan kayu untuk muatan dari luar. Maksud muatan dari luar adalah gaya-gaya diluar bendayang mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk dan besarnya benda.
2.1.3 Sifat Kimia Kayu
Pada umumnya komponen kimia kayu daun lebar dan kayu daun jarum terdiri dari
3 tiga macam unsur, yaitu :
(1) unsur karbohidrat yang terdiri dari selulosa dan hemiselulosa. (2) unsur non-karbohidrat yang terdiri dari lignin.
(3) unsur yang diendapkan didalam kayu selama proses pertumbuhan yang sering disebut zat ekstraktif.
2.2 Komponen Kimia Kayu
Kayu tersusun atas beberapa komponen yaitu diantaranya selulosa, lignin, hemiselulosa dan zat-zat lain (abu). Senyawa-senyawa yang dapat dikeluarkan
sangat memengaruhi hasil pulp. (Haygreen., 1986)
2.2.1 Selulosa
Jelas bahwa pemanfaatan selulosa secara tradisional yang terpenting, yang merupakan setengah dari zat penyusun kayu, adalah sebagai bahan baku untuk produksi kertas. Dalam berbagai bentuk pulp, selulosa mewakili bahan baku untuk
produksi berbagai tipe kertas dan karton, dan juga menghasilkan produk-produk selulosa yang dimodifikasi. (Hohnholz,J.H., 1988)
Selulosa merupakan komponen kayu yang terbesar, yang dalam kayu lunak dan kayu keras jumlahnya mencapai hampir setengahnya. Selulosa merupakan polimer linear dengan berat molekul tinggi yang tersusun seluruhnya
atas β-D-glukosa. Karena sifat-sifat kimia dan fisiknya maupun struktur
supramolekulnya maka ia dapat memenuhi fungsinya sebagai komponen struktur
utama dinding sel tumbuhan. (Fengel,D. 1995)
2.2.2 Hemiselulosa
Jumlah hemiselulosa dari berat kering kayu biasanya antara 20 dan 30 %. Komposisi dan struktur hemiselulos dalam kayu lunak secara khas berbeda dari
kayu keras. Perbedaan-perbedaan yang besar juga terdapat dalam kandungan dan komposisi hemiselulosa antara batang, cabang, akar, dan kulit kayu. Seperti
halnya selulosa kebanyakan hemiselulosa berfungsi sebagai bahan pendukung dalam dinding sel. (Sjostrom,E., 1995)
Gambar 2.2.2 Unit dasar penyusun hemiselulosa
2.2.3 Lignin
Lignin adalah komponen makromolekul dinding sel ketiga. Lignin tersusun dari satu-satuan fenilpropan yang satu sama lain dikelilingi berbagai jenis zat pengikat. Pesentase rata-ratanya dalam kayu lunak adalah antara 25-35 % dan dalam kayu
keras antara 20-30 %. Perbedaan structural yang terpenting dari lignin kayu lunak dan lignin kayu keras, adalah bahwa lignin kayu keras mempunyai kandungan
CH2OH CH CH
OCH3 OH
Gambar 2.2.3. Struktur dasar lignin
2.2.4 Zat Ekstraktif
Kandungan dan komposisi ekstraktif berubah-ubah di anatara spesies kayu. Tetapi juga terdapat variasi yang tergantung pada tapak geografi dan musim. Pada sisi lain, komposisi ekstraktif dapat digunakan untuk determinasi kayu-kayu tertentu
yang sukar dibedakan secara anatomi. Komposisi ekstraktif dapat berubah selama pengeringan kayu, terutama senyawa-senyawa tak jenuh, lemak dan asam lemak
terdegradasi. Fakta ini penting untuk produksi pulp karena ekstraktif tertentu dalam kayu segar mungkin menyebabkan noda kuning (gangguan getah) atau penguningan pulp. Ekstraktif dapat juga mempengaruhi kekuatan pulp, perekatan
dan pengerjaan akhir kayu maupun sifat-sifat pengeringan. (Fengel,D., 1995)
2.2.5 Abu
Di samping persenyawaan-persenyawaan organik, didalam kayu masih ada beberapa zat organic, yang disebut bagian-bagian abu (mineral pembentuk abu yang tertinggal setelah lignin dan selulosa habis terbakar). Kadar zat ini bervariasi
2.3 Pulp (Bubur Kertas)
Pulp adalah bahan mentah untuk membuat kertas. Bahan mentah ini dibuat dari serat pendek yang diperoleh dari produksi kayu dan non-kayu, seperti ampas tebu,
jerami padi, atau merang. Sekarang ini, industri pulp yang lebih besar memakai bahan baku seperti, pohon Eucalyptus, Acasia dan pohon Pinus.
Bahan baku tersebut akan dihasilkan serat pendek sebagai bahan baku untuk industri pulp. Bagaimanapun, serat panjang masih diimpor dari luar negeri. Asosiasi pulpdan kertas belum menanam tanaman ‘serat panjang’, karena ditaksir
tidak efisien, namun industri kertas memerlukan baik serat pendek dan panjang. (Hidayat,H., 2008)
2.3.1 Bahan Baku Kayu Pembuatan Pulp
Bahan baku kayu pada pembuatan pulp adalah tumbuh-tumbuhan dengan kadar selulosa tinggi. Bahan baku tersebut dapat dibagi atas dua golongan :
a. Bahan baku kayu : mempunyai serat yang panjang, berasal dari pohon berdaun lebar (akasia dan lamtoro) dan pohon berdaun jarum (jarum dan
cemara)
b. Bahan baku kayu : mempunyai serat pendek, berasal dari jerami, merang, dan rumput-rumputan.
PT. Toba Pulp Lestari, Tbk menggunakan kayu jenis Eucalyptus sebagai bahan baku pembuat pulp. Tanaman Eucalyptus sp merupakan salah satu tanaman
2.4 Proses Pembuatan Pulp
Pemisahan serat selulosa dari bahan-bahan yang bukan serat didalam kayu dapat dilakukan dengan berbagai macam cara/proses, yaitu :
1) Proses mekanik 2) Proses semi kimia
3) Proses kimia
2.4.1 Proses Mekanik
Dalam proses pembuatan pulp secara mekanik, pemisahan serat dilakukan dengan
cara menggunakan tenaga mekanik. Proses ini dilakukan dengan menggerinda kayunya menjadi serat pulp dan menghasilkan randemen sebesar 90-95 %, tetapi
menyebabkan kerusakan pada serat. Penggunaan pulp yang dihasilkan pada proses mekanik ini nilainya kecil sekali, juga pulp itu masih mengandung banyak lignin, dan serat-seratnya tidak murni sebagai serat.
2.4.2 Proses Semi Kimia
Proses semi kimia meliputi pengolahan secara kimia yang diikuti dengan
perbaikan secara mekanik dan beroperasi pada rendemen yang tingginya dibawah proses mekanik. Baiasanya bahan kimia yang digunakan pada proses ini adalah
sodium sulphite (Na2S).
2.4.3 Proses Kimia
Pada proses kimia, bahan-bahan yang terdapat ditengah lapisan kayu akan
merugikan pada proses ini adalah randemen yang rendah yaitu 45-55 %. Proses kimia dibagi menjadi tiga kategori :
1) Soda Process
2) Sulphite Process
3) Sulphate Process
Dalam proses soda, kayu dimasak dengan larutsn sodim hidroksida (NaOH). Larutan sisa pemasakn dipekatkan dan kemudian dibakar, yang akan menghasilkan sodim karbonat (Na2CO3), dan apabila diolah dengan
menambahkan batu kapur akan menghasilkan sodium hidroksida (NaOH). Nama
proses “soda” karena bahan kimia yang ditambahkan kedalam prosesnya berupa
sodium karbonat (Na2CO3). Proses ini sekarang sudah tidak dipakai lagi. Pada proses sulfit, larutan pemasak yang dipakai adalah asam-asam yang mengandung sulfur banyak dipakai saat ini adalah proses sulphate atau disebut juga proses
kraft. Kraft berasal dari bahasa Jerman yang berarti kuat. Kekuatan dari proses
kraft ini dikarenakan adanya bahan kimia yang terkandung dalam larutan pemasak
yang disebut “sulfidity”. Yang menjadi target pada proses ini adalah untuk
memisahkan serat-serat yang terdapat dalam kayu secara kimia dan melarutkan sebanyak mungkin lignin yang terdapat pada dinding-dinding serat. (PT. TPL.,
2002).
2.5 Proses Pemasakan (Digesting)
Proses pemasakan kayu yang telah dibuat menjadi chip dilakukan di digester plant. Digester adalah suatu alat pemasak chip yang akan dijadikan pulp. Chip
kimia yang digunakan adalah kaustik (NaOH) dan Sodium Sulfit (Na2S), campuran ini dinamakan white liquor. Panas ini diperoleh dari hasil pemanasan pada liquor heater secara tidak langsung dari penambahan steam (uap) langsung
dari bawah digester. Dalam pemasakan kayu dengan proses kraft dipergunakan larutan pemasak (white liquor) . Pemasakan biasanya dilakukan pada suhu
(160-180ºC) selama sekitar 120-180 menit adapun hasil produksi yang dikehendaki adalah kraft pulp. Untuk pembuatan kraft pulp, lignin dan hemiselulosa haruslah dihilangkan untuk mendapatkan pulp yang baik.
Untuk menghilangkan dilakukan cara melakukan steam secara langsung kedalam digester yang sudah berisi chip sesudah itu white liquor dimasukkan
dengan perbandingan yang telah ditetapkan. Pemasakan soft wood membutuhkan waktu yang lama dibandingkan dengan pemasakan hard wood. Kemudian tekanan diturunkan pada digester hingga 2 barr, setelah itu ditambahkan white liquor dan
black liquor, dan untuk pemasakan selanjutnya dengan menggunakan steam lebih kurang 3 jam. Beberapa faktor yang penting diperhatikan dalam pemasakan chip
dalam digester adalah :
1. Perbandingan cairan pemasak dengan chip
2. Lama pemanasan
3. Temperatur pemasakan 4. Tekanan operasi pemasakan
5. Efektivitas pemindahan panas
(washing). Tipe blow tank yang telah dipakai adalah sama dengan jenis digester plant dengan volume 600 m3, diameter 8250 mm, tinggi 21000 mm.
2.5.1 Suhu Pemasakan
Temperatur pemasakan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kualitas
pulp. Contohnya pada saat pemasakan serpihan kayu penambahan suhu 10ºC dari
160ºC menjadi 170ºC reaksi penghilangan lignin akan bertambah menjadi duakali lipat. Sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kualitas pulp. Begitu juga pada saat pemutihan (bleaching) diasumsikan akan terjadi hal yang sama. Maka dalam
penelitian ini perlu ditentukan suhu optimum dengan variasi konsentrasi klorin dioksida (ClO2) sebagai bahan pemutih pulp.
Klorin dioksida (ClO2) bereaksi cepat pada temperatur rendah terhadap
pulp yang mengandung sejumlah lignin. Bagaimanapun pada saat sebagian besar lignin telah dioksidasi, lignin yang tersisa akan lebih sulit dihilangkan. Untuk
mengoksidasi sebagian kecil lignin tersebut dicapai pada tahap berikutnya, suatu temperatur yang tinggi harus dipergunakan untuk memperoleh tingkat brightness
yang maksimum dengan jumlah klorin dioksida (ClO2) yang sedikit.
Temperatur yang tinggi, brightnessnya lebih tinggi. Selama klorin dioksida (ClO2) yang ditambahkan tidak semuanya dikonsumsikan. Pada batas
pertengahan tingkat brightness 60-75, kenaikan brightness setiap satuan konsumsi klorin adalah tetap, akan tetapi jumlah klorin dioksida (ClO2) yang dikonsumsi
Dengan dua tahap klorin dioksida (ClO2), 89-90 % brightness ISO yang dicapai adalah lebih ekonomis. Jika suatu kenaikan terhadap brightness dikehendaki lebih lanjut lagi, bukan hanya jumlah klorin dioksida yang
dibutuhkan lebih tinggi, akan tetapi temperatur juga harus dinaikkan menjadi 80-90ºC supaya jumlah klorin dioksida yang dipakai lebih besar. (PT. TPL., 2002).
2.5.2 Konsentrasi
Konsentrasi larutan pemasak sangat berpengaruh pada penguraian serat selulosa. Semakin tinggi konsentrasi larutan pemasak maka lignin yang terdegradasi akan
semakin besar, jadi konsentrasi larutan pemasak sangat berpengaruh terhadap kualitas pulp.
2.5.3 Waktu
Pada temperatur yang lebih tinggi, 95 % klorin akan bereaksi pada beberapa menit yang pertama dan sisanya akan segera terbuang. Ini perlu dicatat bahwa
orto-kuinon dalam filtrat proses klorinasi akan dititrasi sebagai klorin pada pemutihan klorin yang tersisa, yang ditunjukkan dengan suatu sisa yang tak terdeteksi.
Pengukuran yang benar terhadap sisa lorin dilakukan dengan mengekstraksi sisa klorin dari filtrat dengan menggunakan karbon tetra klorida.
Ada suatu keuntungan memiliki waktu tinggal 60 menit pada menara
klorinasi. Keseluruhan klorin akan dikonsumsikan pada suatu kondisi yang terganggu, seperti pada start up, goncangan yang kuat, kehilangan kendali, dll. Ini
2.5.4 Pengaruh Konsistensi
Pengaruh konsistensi terhadap efisiensi pemutihan dengan klorin dioksida adalah kecil, akan tetapi biaya pemanasan air daripada pulp menjadi 70ºC membuatnya
setinggi mungkin. Konsisten yang optimum proses pemutihan untuk pencampuran klorin dioksida adalah 11-12 %. Konsistensi stock yang meninggalkan menara
pemutihan pulp machine diukur dan dicatat oleh instrumen-instrumen yang terpasang dijalur tersebut. Pengukuran ini adalah untuk dibandingkan terhadap hasil pemeriksaan dilaboratorium. Sebagai tambahan, contoh yang dikumpulkan
dari tahap yang berbeda-beda didalam proses akan diperiksa konsistensinya dilaboratorium.
2.5.5 Brightness
Brightness pulp diukur pada tahap yang berbeda-beda didalam proses pemutihan, sebagaimana salah satu tujuan yang paling penting daripada proses pemutihan
adalah untuk mencapai brightness yang spesifik terhadap pulp yang dihasilkan. Sebuah alat pengukur tingkat refleksi atau pengukur brightness digunakan
dilaboratorium untuk mengukur brightness contoh pulp yang dibuat dalam bentuk lembaran. Ini memantulkan cahaya yang diukur dan dinyatakan sebagai persen daripada (seperti magnesium oksida). Jadi nilai brightness 90 ISO artinya, pada
kondisi yang standar dari cahaya dan pengamatan, suatu kekuatan memantulkan adalah (pada panjang gelombang sebesar 457 mm) 90% dari batangan magnesium
2.5.6 Klorin yang Tersisa
Pemeriksaan terhadap klorin yang tersisa didalam stock pulp pada tahap proses klorinasi dan klorin dioksida dilakukan untuk mengendalikan dosis bahan kimia.
Contoh yang berasal dari tahap-tahap ini dianalisa di laboratorium dan berdasarkan hasil yang diperoleh, penting untuk pengaturan dosis bahan kimia
yang diberikan. Pada tahap klorinasi ada juga pengukuran sisa klorin yang digunakan secara otomatis dengan sebuah instrumen yang terpasang dijalur tersebut untuk mengendalikan klorin yang ditambahkan. (PT.TPL., 2002)
2.6 Proses Pemutihan (Bleaching)
Warna pada pulp yang belum diputihkan umumnya disebabkan oleh lignin yang
tersisa. Penghilangan lignin dapat lebih banyak pada proses pemasakan, tetapi akan mengurangi hasil yang banyak sekali dan merusak serat, jadi menghasilkan kualitas pulp yang rendah. Oleh karena itu, proses pemasakan agar benar benar
cukup dimana proses penghilangan lignin dengan bahan kimia, umumnya memiliki suatu dampak terhadap dekomposisi dari lignin.
Pada normalnya proses penghilangan lignin adalah melarutkan pulp ke bentuk yang larut dalam air. Penghilangan bentuk bentuk lignin merupakan kehilangan sebahagian dari hasil pada proses pemutihan, yang mana ini adalah
antara 5% sampai dengan 10% (dihitung mulai dari pulp yang telah selesai dimasak), tergantung pada metode pemasakan dan sasaran brightness dari pulp.
hipoklorit, hidrogen peroksida, dan lain-lain. Kemudian molekul lignin terurai menjadi partikel partikel yang lebih kecil yang larut dalam air, dan dapat dihilangkan dari pulp. Variabel-variabel dasar pada proses pemutihan adalah
bahan kimia, kekuatan, waktu, temperatur, dan pH.
2.7 Proses Pemutihan (Bleaching) Tahap Klorin Dioksida (D0)
Awalnya klorin dioksida menggantikan hipoklorit dari proses pemutihan untuk mencapai brightness pulp yang tinggi tanpa mengalami degradasi. Secara substansial substitusi dengan klorin dioksida memiliki banyak keuntungan :
a. Pemakaian bahan kimia sedikit b. Hasil tinggi
c. Biaya lebih rendah
d. Kekuatan pulp lebih tinggi e. Zat pengotor dan shive sedikit
f. Brightness lebih stabil g. Sedikit resin pada limbah
h. Warna lebih rendah
Selama proses pemutihan beberapa klorin dioksida membentuk ion – ion klorat yang tidak akan bereaksi dengan lignin. Pemakaian klorin dioksida
2.7.1 Pemutihan Menggunakan Klorin dioksida (ClO2)
Warna dari pulp yang belum diputihkan umumnya disebabkan oleh lignin yang tersisa didalam pulp setelah proses pemasakan. Penghilangan lignin dapat lebih
banyak pada proses pemasakan, tetapi akan mengurangi hasil yang banyak sekali dan merusak serat, sehingga menghasilkan kualitas pulp yang rendah. Klorin
dioksida adalah salah satu bahan kimia pengoksidasi yang kuat, berwarna hijau kekuning-kuningan pada konsentrasi tinggi warnanya berubah menjadi orange, dapat larut dengan air dingin ,merupakan campuran yang terdiri dari air dan ±16%
Cl2 memiliki titik beku -590C, dan titik didih nya +110C. Kerja dari cara proses pemutihan ini umumnya dengan cara mengoksidasi lignin dan bahan bahan
berwarna lain yang terdapat didalam pulp. Digunakan untuk memutihkan pulp
yang berkualitas sebab dapat mengoksidasi bahan yang bukan merupakan selulosa dengan kerusakan pada selulosa yang minimum,dan brightness tinggi yang
dihasilkan dengan klorin dioksida adalah stabil.
Klorin dioksida (ClO2) memiliki sifat-sifat kimia yang dominan, yaitu:
1. Klorin dioksida merupakan oksidator yang kuat
2. Memiliki reaktivitas yang tinggi dalam fase gas
3. Reaksinya sangat lambat terhadap karbohidrat
4. Dalam bentuk murni cenderung terurai dan mudah meledak
5. Dalam pulp ,klorin dioksida hanya bereaksi dengan lignin
2.7.2 Proses Kimiawi Pemutihan Dengan Klorin Dioksida
Pada saat pulp diberikan perlakuan dengan klorin dioksida, ini bereaksi dengan air dan komponen-komponen pulp, umumnya lignin dan resin melengkapi reaksi.
Klorin dioksida bereaksi dengan air sesuai dengan persamaan reaksi berikut ini:
2ClO2 + H2O → HClO3 + HClO2
Reaksi ini lambat pada kondisi asam, agak baik pada temperatur tinggi, akan tetapi kecepatan reaksi meningkat dengan suatu kenaikan terhadap pH 1. Asam Klorat tidak reaktif diatas pH 6, akan tetapi ini akan menjadi suatu zat
pemutih yang efektif seperti berkurangnya pH dan sangat reaktif dibawah pH 3. Bagaimanapun kecepatan reaksi antara klorin dioksida dan komponen–komponen
pulp adalah lebih cepat. Langkah pertama adalah satu elektron memindahkan klorin dioksida yang tereduksi menjadi sebuah ion klorin dan mengoksidasi lignin pada pulp.
ClO2 + e- → ClO2-
Asam klorat pada filtrat menunjukkan suatu kehilangan sebahagian
kekuatan pengoksidasi dari ClO2.
2.7.3 Reaksi Klorin dengan Lignin
Klorin bereaksi dengan lignin secara oksidasi dan substitusi. Reaksi–reaksi ini
mengeluarkan lignin dan oleh karena itu, beberapa akan terlarut dalam tahap klorinasi. Substitusi:
Oksidasi :
Cl2 + (Lignin) → (Lignin teroksidasi) + 2HCl
Kebanyakan lignin yang terklorinasi dan teroksidasi akan larut didalam
tahap ekstraksi selanjutnya setelah hidrolisa dengan pembentukan Sodium Phenolat. (Sirait,S., 2003)
2.8 Viskositas
Viskositas adalah sifat fluida yang mendasari diberikannya tahanan terhadap tekanan geser oleh fluida tersebut. Hukum viskositas Newton menyatakan bahwa
untuk laju perubahan bentuk sudut fluida yang tertentu maka tekanan geser berbanding lurus dengan viskositas. (Sukardjo., 2002)
Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau fluida. Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir. Beberapa cairan ada yang dapat mengalir cepat,
sedangkan lainnya mengalir secara lambat. Cairan ada yang mengalir cepat seperti contohnya air, alkohol, dan bensin karena memiliki nilai viskositas kecil.
Sedangkan cairan yang mengalir lambat seperti gliserin, minyak, dan madu karena mempunyai viskositas besar. Jadi viskositas tidak lain menentukan kecepatan mengalirnya suatu cairan.
Viskositas (kekentalan) cairan akan menimbulkan gesekan antar bagian atau lapisan cairan yang bergerak satu terhadap yang lain. Hambatan atau gesekan
ditimbulkan oleh peristiwa tumbukan yang terjadi antara molekul-moleku gas. (Yazid., 2005)
Viskositas (kekentalan) fluida menggambarkan ketahanan fluida terhadap
regangan geser. Bila fluida mengalir dalam sebuah pipa silinder yang berjari-jari dalam R dan panjang L, laju volume total diberikan oleh persamaan Poiseuille :
��
fluida dengan viskositas η. (Young, H.D., 2002)
Fluida, baik zat cair maupun gas yang jenisnya berbeda memiliki tingkat kekentalan yang berbeda. Viskositas atau kekentalan sebenarnya merupakan gaya
gesekan antara molekul yang menyusun suatu fluida. Jadi molekul-molekul yang membentuk suatu fluida sling gesek-menggesek ketika fluida-fluida
tersebut mengalir. Pada zat cair, viskositas disebabkan karena adanya gaya kohesi (gaya tarik menarik antara molekul sejenis). Sedangkan dalam zat gas, viskositas disebabkan oleh tumbukan antara molekul. (Bird., 1993)
2.8.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Viskositas
Faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas adalah sebagai berikut (Bird, 1993) :
1. Tekanan
Viskositas cairan naik dengan naiknya tekanan, sedangkan viskositas gas
2. Temperature
Viskositas akan turun dengan naiknya suhu, sedangkan viskositas gas naik dengan naiknya suhu. Pemanasan zat cair menyebabkan
molekul-molekulnya memperoleh energi. Molekul-molekul cairan bergerak sehingga gaya interaksi antar molekul melemah. Dengan demikian
viskositas cairan akan turun dengan kenaikan temperatur. 3. Kehadiran zat lain
Penambahan gula tebu meningkatkan viskositas air. Adanya bahan
tambahan seperti bahan suspense menaikkan viskositas air. Pada minyak ataupun gliserin adanya penambahan air akan menyebabkan viskositas
akan turun karena gliserin maupun minyak akan semakin encer, waktu alirnya semakin cepat.
4. Ukuran dan berat molekul
Viskositas naik dengan naiknya berat molekul. Misalnya laju alirannya lambat dan kekentalannya tinggi serta laju aliran lambat sehingga
viskositas juga tinggi. 5. Berat molekul
Viskositas akan naik jika ikatan rangkap semakin banyak.
6. Kekuatan antara molekul
Viskosits air naik dengan adanya ikatan hidrogen, viskositas CPO dengan
2.8.2 Metode Pengukuran Viskositas
Secara umum, viskositas cairan dapat ditentukan dengan dua metode, yaitu diantaranya :
a) Viskometer Ostwald
2.8.2 Gambar Alat Viskosimeter Ostwald
Metode ini ditentukan berdasarkan Hukum Poiseille menggunakan alat
Viskometer Ostwald. Penetapannya dilakukan dengan jalan mengukur waktu yang diperlukan untuk mengalirnya cairan dalam pipa kapiler dari atas kebawah. Sejumlah cairan yang akan diukur viskositasnya dimasukkan kedalam viskometer
yang diletakkan pada thermostat. Cairan kemudian dihisap dengan pompa kedalam bola sampai diatas tanda garis atas. Cairan dibiarkan mengalir kebawah
dan waktu yang diperlukan dari batas atas kebatas bawah dicatat menggunakan stopwatch.
b) Viskometer Bola jatuh
Viskositas cairan dapat ditentukan dengan metode bola jatuh berdasarkan Hukum Stokes. Penetapannya diperlukan bola kelereng dari logam dan alat gelas silinder
tabung berisi cairan yang akan ditentukan viskositasnya. Waktu yang diperlukan untuk bola jatuh melalui cairan dengan tinggi tertentu kemudian dicatat dengan stopwatch. (Yazid., 2005)
c) Viskometer Hoppler
Pada viscometer ini yang diukur adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah bola
logam untuk melewati cairan setinggi tertentu. Suatu benda karena adanya gravitasi akan jatuh melalui medium yang berviskositas (seperti cairan) misalnya dengan kecepatan yang semakin besar sampai mencapai kecepatan maksimum.
Kecepatan maksimum akan tercapai bila gravitasi sama dengan fictional resistance medium.
d) Viskometer Cup dan Bob
Prinsip kerjanya sampel digeser dalam ruangan antara dinding luar bob dan dinding dalam dari cup dimana bob masuk persis ditengah-tengah. Kelemahan
viscometer ini adalah terjadinya aliran sumbat yang disebabkan gesekan yang tinggi disepanjang keliling bagian tube sehingga menyebabkan penurunan
konsentrasi. Penurunan konsentrasi ini menyebabkan bagian tengah zat yang ditekan keluar memadat. Hal ini disebut aliran sumbat.
e) Viscometer Cone dan Plate
Cara pemakaiannya adalah sampel yang ditempatkan ditengah-tengah papan, kemudian dinaikkan hingga posisi dibawah kerucut. Kerucut digerakkan oleh