• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Diagnostik Nilai Bersihan Laktat Arteri Jam-0 Ke Jam-24 Sebagai Prediktor Mortalitas Pada Pasien Sepsis Berat Di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Diagnostik Nilai Bersihan Laktat Arteri Jam-0 Ke Jam-24 Sebagai Prediktor Mortalitas Pada Pasien Sepsis Berat Di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sepsis adalah kondisi medis yang mengancam jiwa yang ditandai oleh infeksi

luar biasa dan respon inflamasi tubuh terhadap infeksi tersebut. Sepsis juga

merupakan kondisi umum di unit perawatan intensif (UPI) yang berhubungan dengan

mortalitas, morbiditas, dan biaya yang tinggi.1Insiden sepsis telah meningkat pesat

sejak akhir 1970-an. Pada tahun 2000, jumlah pasien dengan diagnosis sepsis adalah

sekitar 660.000 orang, meningkat sekitar 9 % per tahun sejak tahun 1979. Terdapat

1-2 % pasien sepsis pada rawatan rumah sakit, dan lebih dari 50 % pasien dirawat di

UPI. Pengobatan suportif yang baik dan pemberian antibiotik, menunjukkan

penurunan angka mortalitas sekitar 20 % di rumah sakit dari waktu ke waktu, namun

jumlah kematian terus meningkat, dan menjadikan sepsis sebagai penyebab

kesepuluh utama kematian di Amerika Serikat. Sepsis memiliki hubungan signifikan

antara morbiditas dan biaya ekonomi. Di Amerika, rawatan pasien dengan sepsis

berat memakan biaya hampir 17 miliar dollar Amerika Serikat per tahun, dengan

estimasi biaya sebanyak 50.000 dollar Amerika Serikat per pasien. Pada suatu studi

tahun 2004, dilaporkan berbagai pendekatan untuk memperkirakan kejadian sepsis

berat. Studi tersebut melaporkan kejadian sepsis berat sekitar 10±4 % dari pasien UPI

dengan kejadian populasi 1±0,5 kasus per 1000.2 Oleh karena masih tingginya tingkat

(2)

dapat menentukan keparahan penyakit dan menilai prediksi mortalitas pasien sepsis

yang masuk di UPI.

Secara umum sistem skor yang digunakan di UPI dapat digolongkan menjadi

sistem skor model prognostik dan skor disfungsi organ. Ada 4 generasi sistem skor

prognostik. Generasi pertama adalah Acute Physiologic and Chronic Health

Evaluation I (APACHE I). Generasi kedua terdiri dari APACHE II, Simplified Acute

Physiology Score I (SAPS I) dan Mortality Probability Model I (MPM I). Generasi ketiga

adalah APACHE III, SAPS II, dan MPM II. Generasi terakhir adalah APACHE IV,

SAPS III, dan MPM III.3 Skor APACHE II telah banyak dilaporkan dapat memprediksi

mortalitas pasien kritis, dengan alasan ini maka sistem skor ini paling banyak

digunakan. Penggunaan sistem skor ini terutama pada pasien dengan infeksi, uji

klinis, pemanfaatan sumber daya, peraturan pelayanan kesehatan, dan pada

Surviving Sepsis Campaign.4

Keempat generasi sistem skor prognostik ini dihitung berdasarkan nilai

parameter klinis dan laboratorium. Kendala yang dapat dihadapi dalam menerapkan

sistim skor tersebut adalah banyaknya parameter laboratorium yang mungkin tidak

tersedia di semua unit perawatan intensif (UPI) di Indonesia. Selain itu dengan

banyaknya parameter laboratorium yang diperiksa juga akan meningkatkan

pembiayaan bagi pasien-pasien yang dirawat di UPI. Oleh karena itu dibutuhkan

parameter lain yang lebih sederhana dan biaya murah dimana dapat menggantikan

sistem skor tersebut. Saat ini ada berbagai parameter independen yang telah diteliti

untuk memprediksi mortalitas pasien yang dirawat di UPI seperti pH, defisit basa,

laktat, anion gap, strong ion difference (SID) dan strong ion gap (SIG).5

Perawatan pasien sakit kritis terutama sepsis memerlukan perhatian khusus

(3)

membutuhkan biaya yang sangat tinggi. Beban biaya tersebut sering kali harus

ditanggung oleh pasien dan keluarganya. Hal ini menyebabkan pasien membutuhkan

penjelasan yang tepat mengenai prognosis hasil perawatan yang akan dilakukan.

Selain itu ditengah perkembangan ilmu kedokteran yang sangat pesat, khususnya

dalam penanganan pasien kritis di UPI menimbulkan kebutuhan akan adanya suatu

jaminan mutu yang handal, bagi kepentingan konsultan perawatan intensif, pihak

rumah sakit dan tentunya kepentingan pasien.

Kadar laktat adalah salah satu prediktor prognosis yang digunakan di UPI.

Pada pasien sepsis adanya peningkatan kadar laktat dalam darah diduga karena

adanya gangguan atau gagal perfusi jaringan.6,7

Kadar laktat yang normal dapat terjadi meskipun produksi laktat meningkat. Hal

ini dapat terjadi jika terjadi peningkatan metabolisme di hati. Laktat diketahui

merupakan zat metabolit yang tidak toksik dan dapat diproduksi oleh otot, kulit, otak,

saluran cerna dan sel darah merah. Secara umum kadar laktat dalam keadaan normal

adalah <2 mmol/L dengan produksi 0,8 mmol/kg/jam.7

Hipoperfusi akut dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara kebutuhan

oksigen dengan penghantar oksigen ke jaringan. Hipoperfusi merupakan resiko besar

yang dapat mengakibatkan gagal organ. Secara eksperimen dan klinis telah diketahui

bahwa ketika oksigenasi tidak adekuat ke jaringan normal, maka kadar laktat darah

akan meningkat. Kadar laktat darah berhubungan erat dengan hasil akhir pada pasien

kritis. 8 Beberapa studi memperlihatkan adanya peningkatan kadar laktat pada

pasien-pasien kritis walaupun tidak ditemukan tanda-tanda syok. Hal ini diduga karena

adanya hipoperfusi yang sedikit.8,9 Studi lain terhadap pasien-pasien trauma yang

terdapat sedikit hipoperfusi terjadi peningkatan angka morbiditas-mortalitas dan

(4)

penelitian lain melaporkan, pasien-pasien yang dirawat dengan indeks jantung dan

pengiriman oksigen relatif rendah tetap terdapat hipoperfusi jaringan.10,11 Konsentrasi

laktat menggambarkan beratnya gangguan perfusi dan berhubungan dengan

keberhasilan perawatan. Penggunaan indikator prognosis sebagai prediktor

keberhasilan merupakan pendukung tambahan yang penting dalam perawatan pasien

kritis.12

Banyak studi menargetkan deteksi dini dan eradikasi terhadap hipoksia

jaringan global bahkan setelah normalisasi tanda-tanda vital tradisional (denyut

jantung, tekanan darah dan urin) yang disadari menyebabkan kematian yang

signifikan pada sepsis berat dan syok septik.13 Sebagai ukuran terhadap hipoksia

jaringan dan stratifikasi risiko, pengukuran laktat kini telah dimasukkan ke dalam

protokol pengobatan dan perawatan bundle.4 Sebelumnya telah dilaporkan bahwa

hipoksia jaringan global yang belum terselesaikan dapat tercermin dari bersihan laktat

yang tidak adekuat selama fase awal resusitasi yang menyebabkan disfungsi organ

dan peningkatan mortalitas pada sepsis berat dan syok septik.6

Terhadap 76 pasien dengan trauma multipel, Abramson dkk, melaporkan

bahwa kadar laktat serum merupakan faktor prognostik yang penting untuk

kelangsungan hidup pada pasien trauma multipel.14 Manikis dkk melaporkan bahwa

pengukuran serial laktat merupakan indikator yang dapat diandalkan untuk morbiditas

dan mortalitas terhadap pasien trauma.15 Bannon dkk, melaporkan 40 pasien dengan

cedera ekstremitas bawah yang akan dilakukan operasi, melaporkan bahwa, defisit

basa arteri dan laktat dapat dijadikan indikator keberhasilan resusitasi yang lebih baik

daripada ScvO2.16 Jan Bakker dkk, melakukan penelitian terhadap 87 pasien syok

septik, dengan mengukur laktat awal dan laktat akhir (sebelum pemulihan atau

(5)

yang baik untuk terjadinya gagal organ multipel.17 Moomey dkk melaporkan bahwa

laktat arteri adalah indeks yang lebih baik setelah resusitasi pada pasien trauma

perdarahan dibandingkan defisit basa dan variabel hemodinamik.18 Slomovitz dkk

melaporkan bahwa pemeriksaan kadar laktat awal merupakan prediktor akurat

terhadap keparahan cedera dan mortalitas pada pasien trauma.19 Trzeciak dkk

melaporkan bahwa pengukuran laktat pada pasien dengan infeksi dan sepsis dapat

mempengaruhi penilaian risiko, pemeriksaan laktat awal dengan nilai ≥ 4,0 mmol / l

secara substansial meningkatkan nilai mortalitas pasien.20 Arnold RC dkk melaporkan

bahwa bersihan laktat dini dapat dijadikan sebagai keberhasilan resusitasi pada

pasien sepsis dibandingkan dengan ScvO2.21 Terhadap 37 pasien dengan pemfigus

vulgaris, 22 pasien dengan sepsis berat dan 15 pasien tanpa sepsis ,Tirado-Śnchez

A dkk melaporkan bahwa pemeriksaan laktat dini dikaitkan dengan tingkat mortalitas

pada pasien dengan pemfigus vulgaris dengan sepsis berat. Pasien dengan sepsis

berat dan dengan tingkat laktat yang tinggi dalam darah (≥4 mmol/L) memiliki

mortalitas yang lebih tinggi.22 Pada studi kohort, Mikkelsen ME dkk melaporkan 830

pasien dengan penilaian 28 hari kematian dan variabel faktor risiko adalah

pemeriksaan laktat vena (mmol / L), dan dikategorikan sebagai nilai rendah (<2), nilai

menengah (2-3,9), atau nilai tinggi (> atau = 4). Kovariat meliputi umur, jenis kelamin,

ras, disfungsi organ akut dan kronis, tingkat keparahan penyakit, dan inisiasi early

goal directed therapy. Didapati hasil kematian pada 28 hari adalah 22,9 % dan nilai

median serum laktat adalah 2,9 mmol/L. Nilai menengah (rasio odds [OR] = 2,05, p =

0,024) dan tingkat laktat darah yang tinggi (OR = 4,87, p <0,001) dikaitkan dengan

nilai mortalitas pada subkelompok nonsyok. Dalam subkelompok syok, nilai

menengah (OR = 3,27, p = 0,022) dan tingkat laktat darah yang tinggi (OR = 4,87, p

(6)

awal dikaitkan dengan mortalitas independen terhadap disfungsi organ dan syok pada

pasien dengan sepsis berat. Nilai menengah dan nilai tinggi kadar laktat serum secara

independen dikaitkan dengan mortalitas.23 Nguyen melakukan penelitian terhadap

pasien sepsis berat atau syok septik dengan penatalaksanaan pasien sesuai dengan

Society of Critical Care Medicine untuk sepsis melalui parameter hemodinamik seperti

resusitasi kristaloid atau koloid untuk mempertahan tekanan vena sentral 8-12 mmHg,

pemberian obat vasoaktif untuk mempertahankan tekanan arteri rerata >65 mmHg

dan produksi urin >0,5 cc/jam. Bersihan laktat awal saat pasien masuk ke rumah sakit

menunjukkan terjadinya hipoksia jaringan global dan berhubungan dengan tingkat

penurunan mortalitas. Dan didapati pasien dengan bersihan laktat yang lebih tinggi

setelah 6 jam resusitasi memiliki hasil prognosis yang lebih baik.6 Kamolz dkk dalam

penelitian terhadap pasien luka bakar mengatakan bahwa pada pasien memiliki

harapan hidup yang lebih baik jika kadar laktat kembali normal dalam 24 jam.24 Blow

dkk meneliti pada pasien trauma, tidak ada yang meninggal pada pasien yang

terkoreksi laktatnya dalam 24 jam.25 Husain dkk meneliti pasien bedah yang dirawat

di UPI, mengatakan bahwa kadar laktat inisial meningkat secara bermakna pada

pasien yang meninggal. Dengan rasio kematian 10% pada kadar laktat yang kembali

normal dalam 24 jam, 24% pada kadar laktat yang kembali normal >48 jam dan 67%

jika kadar laktat tidak kembali normal.74 Mcnelis dkk dalam penelitiannya mengatakan

pasien dengan kadar laktat yang tidak dapat kembali normal memungkinkan

meningkatnya rasio kematian di rumah sakit. Rasio kematian 42,5% terdapat pada

pasien yang mencapai nilai normal antara 48-96 jam. Pasien dengan kadar laktat yang

kembali normal 24-48 jam memiliki rasio mortalitas 13,3% dan pasien yang kembali

ke nilai normal kurang dari 24 jam memiliki rasio mortalitas 3,9%.26 Micheal Berkat

(7)

bersihan laktat dini tinggi adalah 49,2% dengan angka mortalitas rendah (3,22%)

sehingga bersihan laktat dini tidak dapat dijadikan prediktor mortalitas pada pasien

paska bedah dengan hiperlaktatemia yang dirawat di UPI.27

Namun sampai saat ini belum ada penelitian mengenai nilai bersihan laktat

arteri dari jam ke-0 ke jam ke-24 sebagai prediktor terhadap mortalitas pasien sepsis

berat yang dirawat di UPI RSHAM. Berdasarkan latar belakang diatas inilah, peneliti

ingin mengetahui apakah nilai bersihan laktat arteri dari jam ke-0 ke jam ke-24 dapat

digunakan sebagai prediktor alternatif dari skor APACHE II terhadap mortalitas pasien

sepsis berat yang dirawat di UPI RSHAM.

1.2. Rumusan masalah

Apakah nilai bersihan laktat arteri dari jam ke-0 ke jam ke-24 dapat digunakan sebagai

prediktor terhadap mortalitas pasien sepsis berat yang dirawat di UPI RSHAM.

1.3. Hipotesa

Bersihan nilai laktat arteri dari jam ke-0 ke jam ke-24 dapat digunakan sebagai

prediktor terhadap mortalitas pasien sepsis berat yang dirawat di UPI RSHAM.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan umum

Mendapatkan metode lain yang lebih sederhana, mudah dan murah sebagai prediktor

mortalitas selain skor APACHE II terhadap pasien sepsis berat yang dirawat di UPI

(8)

1.4.2. Tujuan khusus

1. Mendapatkan nilai laktat arteri pada jam ke-0, laktat arteri jam ke-24 dan

bersihan laktat arteri dari jam ke-0 ke jam ke-24 pada pasien sepsis

berat yang di UPI RSHAM.

2. Mendapatkan nilai skor APACHE II pada pasien sepsis berat yang

dirawat di UPI RSHAM.

3. Mendapatkan cut off point dari laktat arteri jam 0, laktat arteri jam

ke-24 dan bersihan laktat dari jam ke-0 ke jam ke ke-24 sebagai prediktor

mortalitas pada pasien sepsis berat di UPI RSHAM.

4. Mendapatkan sensitifitas dan spesifisitas dari laktat arteri jam ke-0,

laktat arteri jam ke-24 dan bersihan laktat dari jam ke-0 ke jam ke-24

sebagai prediktor mortalitas pada pasien sepsis berat di UPI RSHAM.

5. Mendapatkan positive predictive value dan negative predictive value dari

laktat arteri jam ke-0, laktat arteri jam ke-24 dan bersihan laktat arteri

dari jam ke-0 ke jam ke-24 sebagai prediktor mortalitas pada pasien

sepsis berat di UPI RSHAM.

6. Mendapatkan hubungan linier nilai laktat arteri pada jam ke-0, laktat

arteri jam ke-24 dan bersihan laktat arteri dari jam ke-0 ke jam ke-24

dengan skor APACHE II sebagai prediktor mortalitas pasien sepsis berat

di UPI RSHAM.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat Akademik

Bila nilai bersihan laktat arteri dari jam ke-0 ke jam ke-24 mempunyai

sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi, maka nilai bersihan laktat laktat

(9)

alternatif dari skor APACHE II terhadap mortalitas pasien sepsis berat

yang dirawat di UPI RSHAM.

Manfaat Pelayanan

Dapat memberi kemudahan dalam melakukan prediksi mortalitas pasien

sepsis berat yang dirawat di UPI RSHAM.

Pengembangan penelitian

Referensi

Dokumen terkait

berpasangan antar alternatif dengan rumus masing-masing elemen matriks berpasangan pada langkah 2 dikalikan dengan nilai prioritas kriteria.. Hasilnya masing-masing baris dijumlah,

Penelitian lain yang memberikan hasil positif yaitu guided discovery yang didukung dengan adanya pratikum dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa

  Ingin mendapatkan informasi nama-nama karyawan yang umurnya kurang dari 40 tahun tapi masa kerja leih dari 10 tahun ?...

Karena membuat anak-anak berkenalan denga buku atau bahan bacaan lain seawal mungkin sangat penting, dan karena jika tidak memiliki pengalaman bersentuhan dengan buku,

Masalah yang akan dipecahkan adalah bagaimana bagian keuangan pada Unit Pelayanan Teknik Dinas Pendidikan Kecamatan Kuala dapat memanfaatkan aplikasi penggajian ini,

Pihak Cakra Kusuma Yogyakarta telah efektif dalam mengin- formasikan dan memberitahukan pelanggan apa saja program yang dibuat oleh Hotel Cakra Kusu- ma Yogyakarta melalaui

sebagai Framework PHP nya.Tujuan dari pembuatan website ini adalah untuk mempermudah proses penggajian di Unit Pelayanan Teknik Dinas Pendidikan Kecamatan Kuala

Chapter 7 , High Availability Storage for High Availability Cluster , explains a step-by-step process of setting up the Ceph cluster to be used as a shared storage system.. Chapter