• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perendaman dengan Garam dan Konsentrasi Gula terhadap Mutu Manisan Basah Pare

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Perendaman dengan Garam dan Konsentrasi Gula terhadap Mutu Manisan Basah Pare"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Manisan

Manisan adalah olahan komoditi yang diawetkan dengan pemberian kadar gula yang tinggi. Penambahan gula yang tinggi bertujuan untuk memberikan rasa manis sekaligus mencegah tumbuhnya mikroorganisme seperti jamur. Mikroorganisme menyebabkan terjadinya perubahan warna, tekstur, cita rasa, dan pembusukan pada komoditi tersebut. Dalam pembuatan manisan tidak hanya gula yang diberikan, tetapi juga kapur, garam, dan yang mengandung sulfur. Tujuan pemberian ini sama halnya dengan pemberian gula. Dengan pemberian bahan-bahan ini, diharapkan buah akan memiliki masa simpan yang lebih lama (Fatah dan Bachtiar, 2004).

(2)

peluang usaha yang menjanjikan dan potensi penyerapan pasar yang cukup baik (Alliceva, 2010).

Manisan sayuran akan lebih nikmat ketika dimakan dalam kondisi dingin. Penyimpanan manisan dalam lemari pendingin akan membuat manisan menjadi bertahan lama. Secara umum syarat mutu manisan berdasarkan SNI No. 01-4443 (1998) dapat dilihat pada Tabel 1.

3. Jumlah gula (dihitung sebagai sukrosa) min. 25%

4. Pemanis buatan tidak ada

- Golongan bentuk coli tidak ada - Bakteri Eschericchiacoli tidak ada Keterangan : (*) Produk yang dikalengkan

Pembagian Manisan

(3)

gula yang dilakukan ini mengakibatkan kadar gula dalam buah menjadi meningkat dan kadar air berkurang, keadaan ini juga mengakibatkan mikroorganisme berkurang (Muaris, 2003).

Sediaoetomo (2006) menyatakan bahwa manisan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu manisan basah dan manisan kering. Perbedaan manisan basah dan manisan kering terletak pada proses pembuatannya, daya awet, dan kenampakannya. Daya awet manisan buah yang kering lebih lama dibandingkan dengan daya awet manisan buah yang basah. Hal ini disebabkan karena kadar air pada manisan yang kering lebih rendah dan kandungan gulanya yang lebih tinggi dibandingkan dengan manisan basah.

Manisan yang diperdagangkan di pasaran ada 4 macam. Golongan pertama adalah manisan buah dengan larutan gula encer, buah yang sering diolah menjadi manisan ini adalah salak, jambu biji, mangga, dan kedondong. Golongan kedua adalah manisan basah dengan larutan gula kental, buah yang diolah untuk manisan ini adalah pala, cermai, dan belimbing. Golongan ketiga adalah manisan kering dengan bertabur gula pasir kasar, buah yang diolah menjadi manisan ini adalah asam, pala, dan kedondong. Golongan keempat adalah manisan kering asin, rasanya asam, asin dan manis karena relatif banyak digarami. Jenis buah yang diolah umumnya adalah mangga, jambu biji, pepaya belimbing, dan cermai (Kusmiadi, 2008).

(4)

Pertumbuhan kapang dalam bahan pangan dapat menurunkan kualitas rasa maupun kenampakkan estetis karena terlihat jelas di permukaan bahan pangan. Kapang yang ditemukan dalam manisan buah salak adalah Aspergillus flavus, A.niger, A. versicolor, A. fumigatus, Aspergillus sp. Monilia sp. Mucor sp, Penicillium sp. Rhizopus sp dan Wallemia sp (Dhamayanti, dkk., 2002).

Hal yang harus mendapat perhatian dalam proses pembuatan manisan meliputi: penampilan produk, yang terdiri atas warna, kesegaraman bentuk dan kemasan, cita rasa dan aroma, daya tahan produk dan kandungan unsur gizi dan kalori, dan higienis. Pengawetan dalam bentuk manisan adalah usaha untuk mempertahankan tekstur dan warna buah, serta menciptakan cita rasa yang baru, sekaligus bentuk usaha menyediakan buah tanpa tergantung musiman. Pengolahan buah menjadi bentuk manisan akan memperpanjang umur simpan hingga 1 bulan bahkan hingga tahunan (Suprapti, 2005).

Manisan buah basah pada umumnya menggunakan bahan pengawet untuk meningkatkan daya tahan terhadap serangan mikroba (Radam, 2009). Perendaman gula bertingkat pada manisan diharapkan dapat menjaga keseimbangan proses masuk dan keluar air dari larutan gula ke dalam buah atau sebaliknya dari buah keluar larutan gula sehingga tekstur tetap bagus, karena terjadi difusi gula ke dalam bahan secara perlahan-lahan sehingga air yang keluar dari bahan lebih sedikit dibandingkan dengan gula yang masuk (Sohibulloh, 2013).

(5)

dan suhu perendaman pada beras berpengaruh terhadap larutnya beberapa materi di dalam beras.

Pare

Adapun taksonomi pare adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Sub Divisi : Magnoliopsida Kelas : Dycotiledonae Famili : Cucurbitaceae

Genus : Momordica

Species : charantina

Sinonim : Momordica chinensis, M. Elegans, M. Indica, M. Sinensis

(Dasuki, 1991).

Negara asal sayur pare berasal dari India yang dikenal dengan nama tita kerala. Selain India, Afrika juga diduga sebagai negara asal tanaman ini. Dari negara asalnya, tanaman ini menyebar ke Brasil di sekitar abad 17 dan 18. Kemudian tanaman pare semakin menyebar hingga Asia Tenggara, Cina, dan Karibia. Sayuran ini dengan nama internasional bitter melon, bitter gourd, atau

balsam pear. Tanaman pare ini memiliki ciri khas yaitu bau langu dan rasanya yang pahit. Meskipun rasanya yang pahit, sayuran ini sangat dinikmati untuk dikonsumsi oleh masyarakat (Novary, 1997).

(6)

siklopentana perhidrofenantrena yang juga dimiliki oleh steroid. Steroid inilah yang dapat berperan sebagai penghambat spermatogenesis dan bersifat reversibel (Dias, 2012).

Pare (Momordica charantia L.) terkenal dengan nama bitter gourd sebagai bahan pangan yang tergolong penting untuk pengobatan. Buahnya yang masih hijau dikonsumsi sebagai sayuran dan sebagai sumber vitamin C dan vitamin A, fosfor, dan besi. Aroma pare ini dihasilkan dari alkaloid yang diproduksi dari buah dan daun. Pare merupakan sumber ikatan fenol, termasuk asam galat, katekin, epikatekin, dan asam klorogenat (Din, dkk., 2011).

Pare terdiri dari beberapa jenis dan banyak disukai oleh konsumen. Jenis pare tersebut yaitu :

a. Pare Taiwan

Pare ini berasal dari Taiwan. Nama aslinya adalah chu mi. Chu mi terbagi yaitu

chu mi putih dan chu mi hijau, karena terdiri dari warna putih dan hijau. Penampilan buahnya amat menarik, lonjong agak bulat dan besar. Permukaan kulit tanpa bintil, halus dan sedikit alur. Warnanya putih kehijauan dan rasanya tidak terlalu pahit.

b. Pare Gajih

Disebut juga pare mentega atau pare putih. Warna pare ini putih kekuningan, permukaan buah berbintil-bintil besar. Panjang buah sekitar 30-50 cm dan agak langsing. Daging buah tebal, berat buah mencapai 250-500 g.

(7)

c. Pare Ayam (pare hijau)

Jenis pare ini sangat sering dijumpai di pasaran. Warnanya lebih hijau dibandingkan pare yang lain. Pare ini tergolong pare kampung yang sering ditanam secara sambilan di pekarangan rumah atau pagar (Nazaruddin, 1999).

Komposisi Kimia Pare

Pare termasuk ke dalam suku labu-labuan atau Cucurbitaceae. Sayur ini biasa dibudidayakan untuk dimanfaatkan sebagai sayuran maupun bahan pengobatan. Adapun kandungan pare dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 2.

(8)

` Pare mengandung kadar vitamin A dua kali lebih banyak dibandingkan brokoli. Brokoli mengandung vitamin A sekitar 228,7 IU sedangkan pare 471 IU. Pare mengandung momordisin, memordin, karantin, asam trikasonik, resin, asam resinat, steroid, vitamin A dan C serta minyak lemak yang terdiri dari asam oleat, asam linoleat, asam stearat (Naid, dkk., 2012).

Manfaat Pare

Pare (Momordica charantia L.) merupakan salah satu tanaman tropis yang banyak terdapat di Asia, India, Afrika Timur, dan Amerika Selatan yang dimanfaatkan untuk mengobati diabetes melitus, sebagai antioksidan, hipokolesterolemia, dan hipotrigliseridemia. Di dalam buah pare banyak mengandung bahan aktif seperti cucurbitasin (zat pahit), momordikosid, momorkarin, momordisin, momordin, asam trikosapar, resin, asam resina, vitamin A, B, dan C, karantin, hydroxytryptamine, dan saponin. Pemberian jus buah pare pada mencit betina usia 10 bulan dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol. Peningkatan kadar HDL kolesterol ini sangat mungkin disebabkan kandungan antioksidan, vitamin A, B1, B3, C, likopen, lutein, dan zeaxantin yang terkandung dalam buah pare. Akibat bahan aktif tersebut dimungkinkan nafsu makan mencit menjadi berkurang, selain itu jus buah pare dapat menurunkan kadar trigliserida. Penurunan trigliserida akan menurunkan cadangan lemak tubuh, akibatnya bobot badan pun menurun (Rita, dkk., 2011).

(9)

dimasak dan ditambahkan ke sayur buncis dan dibuat sup, kemudian ditambahkan sedikit garam untuk mengurangi rasa pahitnya. Selain itu, buah dan daun pare memiliki efek antifertilitas pada hewan betina, dan pada hewan jantan memberikan efek penurunan produktivitas sperma, sehingga dapat menurunkan angka kelahiran (Taylor, 2002).

Ekstrak etanol buah pare 2% mampu menekan peningkatan kadar glukosa darah. Hal ini disebabkan ekstrak etanol buah pare mampu menekan peningkatan kadar glukosa darah, dengan mencegah usus menyerap glukosa yang dimakan dan

menstimulasi sel β kelenjar pankreas tubuh memproduksi insulin lebih banyak,

selain meningkatkan deposit cadangan glukosa glikogen di hati. Sehingga pada hari berikutnya mampu mempercepat penurunan kadar glukosa darah. Penurunan kadar glukosa darah pada tikus yang diberikan ekstak etanol buah pare disebabkan oleh kandungan saponin, polifenol, dan flavonoid yang teridentifikasi dalam skrining fitokimia yang terkandung dalam ekstrak etanol buah pare. Ekstrak etanol buah pare atau glibenklamid menstimulasi sel-sel β dari pulau langerhans pankreas, sehingga sekresi insulin ditingkatkan (Yuda, dkk., 2013).

Bahan Pembuatan Manisan Basah Pare

Gula

(10)

air dan kemudian dipanaskan, sebagian gula akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula invert (Winarno, 2004).

Estiasih dan Ahmadi (2009) menyatakan bahwa pada pembuatan produk makanan sering ditambahkan gula. Konsentrasi gula yang ditambahkan dalam jumlah yang tinggi 70% dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak. Kadar gula dengan jumlah minimum 40% bila ditambahkan ke dalam bahan pangan menyebabkan air dalam bahan pangan terikat sehingga menurunkan nilai aktivasi air dan tidak dapat digunakan oleh mikroba. Penggunaan gula memperluas pengawetan bahan pangan terhadap buah-buahan dan sayuran.

Gula sering disebut dengan sukrosa. Sukrosa adalah suatu zat sakarida yang pada hidrolisa menghasilkan glukosa dan fruktosa. Rumus sukrosa tidak memperlihatkan adanya gugus formil atau karbonil bebas. Karena itu sukrosa tidak memperlihatkan sifat mereduksi misalnya dengan larutan Fehling. Campuran glukosa dan fruktosa disebut gula invert. Ukuran dari semua zat yang larut dalam larutan gula murni disebut derajat Brix. Derajat Brix suatu larutan didefinisikan konsentrasi larutan dalam air yang kepekatannya sama dengan larutan sukrosa murni pada suhu yang sama (Moerdokusumo, 1993). Komposisi gula pasir per 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 3.

(11)

Tabel 3. Komposisi gula pasir per 100 g bahan

Bagian yang dapat dimakan (%) 100,0 Sumber : Sularjo (2010)

Sukrosa mencair pada suhu 320 oF (160 oC), kemudian secara berangsur-angsur akan mengalami perubahan warna menjadi coklat selama pemanasan. Seiiring dengan perubahan warna coklat tersebut, karamelisasi juga akan terjadi. Karamelisasi merupakan salah satu pencoklatan yang sering disebut dengan pencoklatan nonenzimatis, karena tidak melibatkan enzim-enzim (Bennion dan Scheule, 2004). dapat membentuk tekstur menjadi renyah. Jumlah garam yang ditambahkan tergantung banyaknya makanan yang disiapkan dan yang akan dikonsumsi. Namun, apabila dikonsumsi dalam jumlah yang tinggi dapat meningkatkan tekanan darah sehingga mengganggu kesehatan tubuh (Bennion dan Scheule, 2004).

(12)

Garam merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar natrium klorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti magnesium klorida, magnesium sulfat, dan kalsium klorida. Garam mempunyai sifat / karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 801 oC ( Burhanuddin, 2001).

Garam merupakan salah satu komposisi yang paling penting pada beberapa makanan. Garam telah diteliti dapat meningkatkan resiko hipertensi dan secara tidak langsung berhubungan dengan peningkatan penyakit jantung. Pada tahun 1990, WHO (World Health Organization) menetapkan batas penggunaan garam yaitu 6 g per hari orang dewasa. Namun, pada tahun 2007, penggunaan garam dikurangi lagi menjadi 5 g per hari orang dewasa. Pengurangan penggunaan garam itu menjadi suatu tantangan bagi industri-industri pangan, hal ini karena terjadi penurunan penerimaan konsumen terhadap produk pangan yang dipasarkan (Kremer, dkk., 2009).

Garam memberikan sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Pertama-tama, garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam yang rendah (yaitu sampai 6%) (Buckle, dkk., 2009).

(13)

satu larutan yang telah mencapai suatu titik di mana tidak ada daya lebih lanjut yang tersedia untuk melarutkan garam. Pada titik ini bakteri, khamir, dan jamur tidak mampu tumbuh. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya air bebas yang tersedia bagi pertumbuhan mikroba (Desrosier, 1988).

Ada dua jenis pemberian garam terhadap bahan pangan, yaitu pemberian garam dalam jumlah yang banyak dan dalam jumlah yang sedikit. Pemberian garam yang berlebihan bisa memberikan pegaruh negatif dalam cita rasa makanan. Masalah ini dapat diatasi dengan dilakukannya perendaman bahan pangan dalam air sebelum dikonsumsi, tetapi hal ini bisa mengakibatkan penurunan nilai nutrisi dari makanan tersebut. Namun sebaliknya, pemberian garam dalam jumlah yang banyak memberikan keuntungan bagi sayuran karena merupakan metode pengawetan (James dan Kuipers, 2003).

Larutan Kapur

Pengolahan buah menjadi manisan merupakan salah satu alternatif pengolahan yang mempunyai banyak keuntungan yaitu lebih awet, ringan, dan volume lebih kecil sehingga dapat mempermudah pengemasan. Kendala yang dihadapi dalam pembuatan manisan adalah tekstur buah yang lunak, oleh sebab itu perlu dilakukan penanganan yaitu dengan dilakukan perendaman dalam larutan kapur Ca(OH)2 dengan konsentrasi 1% sampai 3 % (Hastuti, dkk., 2013).

(14)

surfaktan. Perendaman bahan pada kondisi kamar tidak menghasilkan perbedaan warna yang nyata antara buah yang diberi perlakuan dan tanpa perlakuan (Satuhu, 1996).

Tujuan perendaman dalam larutan kapur adalah untuk memperkuat bahan baku manisan. Selama perendaman terjadi reaksi antara kalsium dan pektin yang terdapat pada dinding sel jaringan bahan. Lamanya perendaman dapat berlangsung selama beberapa jam hingga 12 jam (Fachruddin, 2006).

Blansing

Perlakuan pendahuluan yang biasa dilakukan pada bahan pangan sebelum diolah adalah blansing. Bahan yang tidak diblansing maka karakteristik sensoris dan nutrisinya akan mengalami perubahan yang tidak diinginkan selama proses penyimpanan, hal ini disebabkan karena aktivitas enzim yang berkelanjutan (Fellows, 2000).

Pada dasarnya proses blansing bertujuan untuk menonaktifkan enzim-enzim yang menyebabkan perubahan kualitas bahan pangan. Proses ini diterapkan terutama pada bahan pangan segar yang mudah mengalami kerusakan akibat aktivitas enzim yang tinggi. Contoh bahan pangan tersebut adalah sayuran dan buah-buahan. Proses blansing harus menjamin bahwa enzim-enzim yang menyebabkan perubahan kualitas warna, bau, citarasa, tekstur, dan gizi tidak aktif selama penyimpanan, diantaranya enzim katalase dan peroksida yang merupakan enzim-enzim paling tahan panas di dalam sayur-sayuran (Estiasih, 2005).

(15)

umumnya proses blansing dilakukan selama 5-10 menit. Semakin banyak bahan yang akan diberi perlakuan blansing dan semakin tebalnya irisannya semakin lama waktu yang diperlukan. Jenis buah yang berdaging buah membutuhkan waktu blansing lebih lama dari buah yang dagingnya banyak mengandung air (Satuhu, 1996).

Tujuan blansing yang lain adalah :

- Untuk mengeluarkan bau yang tidak enak (bau mentah pada sayuran hijau). - Untuk membantu menghilangkan senyawa tanin.

- Untuk memperkuat jaringan sehingga bentuk atau tekstur buah tetap stabil walaupun akan melalui proses pengolahan yang beragam.

- Mengurangi volume.

- Melayukan jaringan sehingga akan memudahkan penanganan dan pengemasan. - Mengurangi mikroba pada bahan pangan.

(Fatah dan Bachtiar, 2004).

Metode, suhu, dan lama pemanasan atau pemasakan dapat memberikan efek yang signifikan terhadap nilai nutrisi dari sayuran. Misalnya, nutrisi yang sangat penting yaitu asam askorbat dan asam folat yang rentan terhadap oksidasi. Mineral juga mengalami perubahan pada suhu yang tinggi, dalam beberapa kasus yang lain cita rasa juga mengalami perubahan pada saat dilakukan pemanasan atau pemasakan (Alvi, dkk., 2003).

Gambar

Tabel 1. Syarat mutu manisan
Tabel 2. Kandungan gizi pare dalam 100 g bahan
Tabel 3. Komposisi gula pasir per 100 g bahan

Referensi

Dokumen terkait

Sanggahan ditujukan kepada Panitia Pengadaan Barang/Jasa Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung paling lambat hari Selasa tanggal 29 Januari 2013 Pukul 15.00 WIB.

Observasi : Siswa diminta mengidentifikasi unsur- unsur kebahasaan dan budaya dalam wacana yang diperoleh apakah sudah benar dan tepat penggunaannya.

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Nomor : 09/PPBJ/BRG-6/IV.30/I/2013 tanggal 21 Januari 2013 perihal Penetapan Pemenang Pekerjaan Belanja Modal Tong Sampah 2 Pasang

Contoh : siswa menyimak dua kata, frasa, kalimat yang berbeda lafal dan intonasi kemudian siswa memutuskan lafal dan intonasi manakah yang tepat.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan prestasi belajar pokok bahasan bangun ruang sisi datar kubus dan balok kelas IX di SMP Muhammadiyah 5

seperti minyak dan gas karena heat exchanger ini dapat bekerja pada kondisi tekanan relatif tinggi (lebih besar dari 30 bar), memiliki permukaan perpindahan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahapan, bahwa penerapan metode Montessori memberikan kotribusi positif sebagai stimulasi perkembangan

Berdasar pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik gaya komunikasi Jokowi dalam pengambilan kebijakan secara umum adalah gaya mengendalikan