• Tidak ada hasil yang ditemukan

Busana sebagai identitas (Kajian Fenomenologi tentang Cara Berbusana Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Busana sebagai identitas (Kajian Fenomenologi tentang Cara Berbusana Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS)"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BUSANA SEBAGAI IDENTITAS

(Kajian Fenomenologi tentang Cara Berbusana Mahasiswa Pendidikan Sosiologi

Antropologi FKIP UNS)

Skripsi

Oleh:

Diah Andarini

NIM. K8408032

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

BUSANA SEBAGAI IDENTITAS

(Kajian Fenomenologi tentang Cara Berbusana Mahasiswa Pendidikan

Sosiologi Antropologi FKIP UNS)

Oleh:

Diah Andarini

NIM. K8408032

Skripsi

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar

Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Diah Andarini

NIM : K8408032

Jurusan/Program Studi : P.IPS/Pendidikan Sosiologi Antropologi

Menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “BUSANA SEBAGAI IDENTITAS”

(Kajian Fenomenologi tentang Cara Berbusana Mahasiswa Pendidikan

Sosiologi Antropologi FKIP UNS) ini benar-benar merupakan hasil karya saya

sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

jiplakan saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, 10 Juli 2012

Yang membuat pernyataan

Diah Andarini

(4)

commit to user

iv

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Pembimbing I

Dr. Zaini Rohmad , M. Pd

NIP. 195811171986011001

Pembimbing II

Drs. Soeparno, M.Si

(5)

commit to user

v

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. MH. Sukarno M.Pd ---

Sekertaris : Drs. Slamet Subagya M.Pd ---

Anggota I : Dr. Zaini Rohmad, M. Pd ---

Anggota II : Drs. Soeparno, M. Si ---

Disahkan Oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan

ub. Pembantu Dekan I

Prof. Dr. rer.nat. Sajidan, M.Si

(6)

commit to user

vi

ABSTRAK

Diah Andarini. K8408032, BUSANA SEBAGAI IDENTITAS (Kajian Fenomenologi tentang Cara Berbusana Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS). Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) busana yang dapat menunjukkan identitas mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS, (2) alasan fashion dalam berbusana diikuti para mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS, (3) dampak yang ditimbulkan dari cara berbusana mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif dengan strategi kajian fenomenologi. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari kata-kata, dan tindakan informan serta data tambahan yaitu dokumen. Sampling diambil dengan teknik purposive sampling dan snowball sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi langsung, wawancara mendalam (in depth interiview) dan dokumentasi. Validitas data diuji menggunakan teknik trianggulasi yaitu trianggulasi sumber. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif yang meliputi dilakukan melalui empat komponen yaitu tahap pengunpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan serta verifikasinya.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) Busana dapat menunjukkan identitas mahasiswa yaitu busana sebagai cerminan kepribadian, busana mencerminkan suasana hati orang yang memakainya, busana dijadikan sarana oleh seseorang untuk menunjukkan identitas, busana dapat dijadikan sebagai tempat berlindung seseorang, busana dapat menggambarkan status sosial seseorang apakah ia dari golongan atas atau bawah, (7) Cara berbusana yang sebaiknya dipakai oleh mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS yaitu yang sopan dan memenuhi aturan. (8) Asal mula darimana mahasiswa berbusana dan mengikuti fashion, yaitu dari lingkungan keluarga, teman baik itu, dari media massa, dari mall (butik), (9) Alasan Fashion diikuti oleh Mahasiswa. Fashion peting bagi mahasiswa agar tidak ketinggalan jaman, tidak dikatakan kuper (kurang pergaulan), untuk menarik perhatian lawan jenis, agar terlihat cantik dan tampan, dan menmpilkan yang terbaik melalui tampilanny.

(7)

commit to user

vii

ABSTRACT

Diah Andarini. K8408032. FASHION AS IDENTITY (A Phenomenological study on Stuents’ fashion in Sociology Antrhopology Education of Teacher Training and education Faculty of sebelas Maret University). Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, sebelas Maret University, 2012.

This research aims to find out (1) the fashion that could show the student identity of Sociology Anthtropology Education of Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University, (2) the reason of why the fashion is followed by the students of Sociology Anthtropology Education of Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University, and (3) the effect generated by the students’ fashion in Sociology Anthtropology Education of Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University.

This study employed a descriptive qualitative approach with phenomenological study strategy. The data source in this research was obtained from words, and informant action as well as secondary data, namely document. The sampling techniques used were purposive sampling and snowball samplings. Technique of collecting data used was direct observation, in depth interview, and documentation. Data validity was tested using triangulation technique, namely source triangulation. Technique of analyzing data use in this research was an interactive of analysis encompassing four components: data collection, data reduction, data display and conclusion drawing as well as verification.

Based on the result o research, it could be concluded that (1) fashion Education of FKIP UNS should wear was the one that was modest and made the rule (3) The origin of Students fashion and following fashion was from family environment, friends, mass media, and mall (boutique) (4) The reason of why the students followed fashion. Fashion was important to the students in order to keep update, not labeled as outdate, to attract the opposite sex, to be apparently beautiful and handsome, and to show the best thorough appearance.

(8)

commit to user

(9)

commit to user

ix

MOTTO

“Hai Nabi katakanlah kepada isterimu, anak-anak Perempuan dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan Jilbabnya ke seluruh tubuh

mereka”. Karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

(Q.S Al-Ahzab Ayat 59)

Pakaian tidak bisa mengukur kepribadian tetapi bisa mencerminkan kepribadian.

(Inneke Koesherawati)

(10)

commit to user

x

yPERSEMBAHAN

Dengan segenap rasa syukur kepada Allah SWT,

kupersembahkan karya kecil ini kepada:

1. Ibu Fitriah .S. dan Bapak Aris .P. tercinta yang telah memberikan cinta

dan kasih sayang tanpa pamrih kepada ananda. Terima Kasih atas segala

cinta, kasih sayang, pengorbanan, motivasi, pelajaran dan hikmah yang

telah engkau ajarkan selama ini kepadaku ananda. Terima kasih atas

doa-doa yang selalu engkau panjatkan disetiap sujudmu.

2. Andaraschi Higuain Yuswantadi dan Aktis Maulana Yuswantadi, yang

menjadi semangat terbesar dalam hidupku.

(11)

commit to user

xi

Ghufronudin. K8408043, E KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Kami haturkan kepada Allah SWT atas segala

limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga proses penelitian dan

penyusunan skripsi ini berjalan dengan cukup baik. Shalawat dan salam semoga

senantiasa tercurah dan terlimpahkan pada junjungan Kita Rasullulah SAW.

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi- Antropologi Jurusan Imu

Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

Selama masa penyelesaian skripsi ini, cukup banyak hambatan, dan

berkat karunia Allah SWT dan peran berbagai pihak, kesulitan yang pernah timbul

dapat diatasi. Tidak lupa, ucapan terima kasih diucapkan kepada yang terhormat:

1. Dekan, Pembantu Dekan I, II dan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial.

3. Drs. MH Sukarno, M.Pd Ketua Program Pendidikan Sosiologi-Antropologi,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

4. Dr. Zaini Rohmad , M.Pd Pembimbing I dan Drs. Soeparno, M.Pd

Pembimbing II yang telah memberikan motivasi, masukan dan saran dalam

penyusunan skripsi,

5. Berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Semoga segala amal baik dan keikhlasan membantu penulis tersebut

mendapatkan imbalan dari Allah SWT dan semoga hasil penelitian yang

sederhana ini dapat bermanfaat

Surakarta, 10 Juli 2012

(12)

commit to user

xii

This study aims to determine (1) strategies that made by employers of metal handicraft in Tumang village in gaining market opportunities by

(13)

commit to user

xiii

1. Konsep Busana yang Menunjukkan Identitas

2. Konsep Fashion yang Mempengaruhi Pembentukan

Identitas

3. Konsep Mahasiswa Berkarakter Kuat, Cerdas dan

Berakhlak Mulia

B.Hasil Penelitian yang Relevan

C.Kerangka Berfikir

1. Sejarah dan Perkembangan FKIP UNS

2. Visi dan Misi FKIP UNS

3. Unsur Pelaksana Akademis FKIP UNS

4. Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi

5. Visi dan Misi

6. Struktur Organisasi Program Studi Pendidikan

(14)

commit to user

1. Pandangan Mahasiswa Tentang Cara Berbusana

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi

2. Alasan Mahasiswa Mengikuti Fashion dalam Berbusana

3. Dampak Cara Berbusana bagi Mahasiswa

C.Pembahasan Hasil Penelitian

6. Busana Menunjukkan Status Sosial

7. Aturan Berbusana bagi Mahasiswa

8. Asal Mula Mahasiswa mengetahui Fashion dan Berbusana

9. Alasan Fashion diikuti oleh Mahasiswa

(15)

commit to user

xv C. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

108 106

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR TABEL

(17)

commit to user

xvii

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar Kerangka Pemikiran ... 37

(18)

commit to user

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara (Interview Guides) dan Observasi ... 111

2. Catatan Lapangan (Fieldnote) ... 113

3. Dokumentasi Penelitian ... 145

4. Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi ... 149

5. Surat Keputusan Dekan FKIP UNS ... 150

(19)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan jaman, orang memakai busana bukan

hanya sebagai kebutuhan pokok bagi manusia saja, misalnya hanya dianggap

sebagai penutup tubuh tetapi juga merupakan suatu perwujudan dari ekspresi

identitas, Lurie mengungkapkan “memilih pakaian, baik di toko maupun di rumah, berarti mendefinisikan dan menggambarkan diri kita sendiri”(2006: ix) misalnya saja ketika kita memilih pakaian ditoko akan berbeda ketika ketika kita

memilih di mall atau di butik, hal tersebut secara tidak langsung menunjukkan

identitas dan menggambarkan siapa mereka.

Jika jaman dahulu busana hanya digunakan sebagai penutup tubuh saja,

maka saat ini fungsinya mengalami pergeseran. Pergeseran ini ditandai dengan

adanya kebudayaan-kebudayaan modern dari luar yang masuk ke kebudayaan

lokal sehingga memberikan peran besar dalam menentukan citra seseorang.

Lebih dari pada itu busana adalah cermin dari identitas, status, hierarki, gender,

memiliki nilai simbolik dan merupakan ekspresi cara hidup tertentu. Hal ini

dapat kita lihat bagaimana orang-orang tidak menggunakan pakaian yang sama

ketika mereka keluar melakukan aktivitas, misalnya ketika mereka bekerja

busana yang mereka kenakan akan berbeda ketika mereka di rumah. Busana juga

mencerminkan sejarah, hubungan kekuasaan, serta perbedaan dalam pandangan

sosial, politik dan religius hal ini dapat dilihat ketika seseorang memutuskan

memakai busana muslim maka hal tersebut akan menunjukkan bahwa agama

mereka adalah islam atau contoh lain adalah ketika mereka bekerja akan sangat

terlihat perbedaannya bagaimana orang yang bekerja di kalangan elit seperti di

DPR atau bekerja di kantor pemda misalnya. Melalui busana proses diskriminasi

dan hegemoni berlangsung. Sejak masa kolonial, Belanda dengan sengaja

memolitisasi Busana, membedakan antara orang yang berkulit putih dan orang

pribumi serta antara orang pribumi satu dengan yang lain. Setiap suku wajib

(20)

commit to user

mengenakan pakaian suku masing-masing yang tinggal di daerah tertentu.

Nordholt menyatakan “dengan aturan yang rumit, mereka tidak diizinkan

bertempat tinggal di luar daerah yang telah ditentukan oleh penguasa Belanda”

(2005: ix-xi). Busana orang-orang Belanda menjadi sesuatu yang terlarang

dikenakan oleh orang pribumi. Busana golongan ningrat tentu tidak

diperkenankan dipakai oleh rakyat jelata. Pada masa yang lebih baru, busana

yang digunakan oleh pemerintah Indonesia yang sedang berkuasa untuk

mengontrol kekuasaannya, melalui seragam.

Arti penting busana sendiri akan terlihat jelas ketika dikaitkan dalam

konteks sosial bagaimana kita membayangkan jika orang-orang yang berada

disekitar kita tidak berbusana atau telanjang. Mereka akan kehilangan penampilan

akrab dan dengan demikian akan kehilangan sebagian besar identitas. Dengan kata

lain busana adalah kulit sosial dan kebudayaan. Sedangkan Wilson dalam

Nordholt, menyatakan “Pakaian dapat dilihat sebagai perpanjangan tubuh, namun

bukan benar-benar bagian dari tubuh yang tidak saja menghubungkan tubuh

dengan dunia sosial, tetapi juga memisahkan keduanya” (2005: 1). Laurie dalam

Nordholt menyatakan “pakaian merupakan ekspresi dari identitas seseorang

karena pada saat memilih pakaian kita akan mendeskripsikan diri kita ketika kita

memakainya” (2005: 1). Tetapi hal ini akan tidak berlaku ketika kita dipaksa

untuk memakai jenis busana tertentu yang ditujukan untuk mengurangi

individualitas, dari situlah terdapat pemaksaan identitas bersama.

Jika kita berbicara tentang busana kita juga tidak bisa terlepas dari yang

namanya fashion (fashion), seperti yang diungkapkan Chaney, “ Sehingga kini

kita bisa lihat dari dunia fashion menunjukkan beberapa tesis tersebut.

Barang-barang yang sesuai dengan fashion mutakhir, baik itu busana, perabot rumah

tangga, maupun tempat-tempat tujuan hari libur, prestisenya tidak berasal dari

pekerjaan yang mereka lakukan tetapi dari cara mereka melakukanya”(1996: 106).

Dari hal tersebut bisa kita lihat cara berbusana masyarakat itu merupakan

perubahan dari fashion yang selalu berputar atau mengikuti fashion mutakhir atau

(21)

commit to user

Perkembangan fashion pun tidak berhenti disitu saja didalam

perkembangannya fashion dalam hal berbusana juga melanda orang-orang dalam

institusi pendidikan, dalam hal ini adalah mahasiswa yang kita ketahui dalam hal

berbusana mahasiswa tidak terikat dalam hal berbusana mereka dibebaskan

dengan busana yang mereka kenakan, tidak terkecuali dengan mahasiswa

Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS, meskipun setiap senin dan selasa

diwajibkan memakai busana bawahan gelap dan atasan putih tetapi mereka masih

diberi kebebasan dalam berbusana. Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi

FKIP UNS dididik untuk menjadi pendidik yang unggul seperti visi FKIP tersebut

yang sesungguhnya berkepribadian dan berakhlak mulia. Tetapi seiring dengan

perkembangan fashion yang semakin mutakhir tersebut maka mahasiswa saat ini

sering memakai baju-baju yang ketat, yang tipis, celana jeans yang menonjolkan

lekuk tubuh, bahkan busana-busana yang memperlihatkan kemolekan tubuh.

Walaupun bukan hanya wanita saja tetapi pria juga meskipun tidak berlebih

seperti wanita. Kampus yang sejatinya adalah mendidik mahasiswa sebagai calon

guru seolah menjadi ajang untuk memamerkan busana yang mereka kenakan

walaupun busana tersebut diluar ketentuan yang diharapkan oleh fakultas sebagai

calon guru. Seperti yang diungkapkan oleh Baudrillard yang menyatakan bahwa fashion adalah salah satu bidang yang dicirikan dengan “permainan” ketimbang

“kerja”: ia adalah dunia ilusi. Ia bermain dengan sesuatu misalnya kebaikan dan

kejahatan, rasionalitas dan irrasionalitas. “Fashion ini mengendalikan orang muda zaman sekarang, sebagai perlawanan bagi setiap bentuk perintah, perlawanan

tanpa ideologi, tanpa tujuan” (2003: 161). Busana yang dipakai oleh mahasiswa

sekarang ini tidak mencerminkan aturan yang telah dibuat oleh fakultas yang

ditandai dengan visi tersebut tetapi mereka berusaha melanggarnya demi fashion

yang sekarang sedang berkembang, mereka saling memamerkan busana yang

mereka kenakan tanpa melihat aturan yang telah dibuat.

Busana yang mereka kenakan ketika kuliah tersebut menunjukkan identitas

mereka sebagai seorang mahasiswa. Dalam hal ini persoalan yang sangat

problematik dalam perkembangan konteks fashionisasi. Hal ini disebabkan bahwa

(22)

commit to user

Secara prinsipil yang ditulis oleh Yasraf Amir Piliang dalam buku Menggeledah Hasrat, identitas dibangun oleh dua konsep yang keterkaitan satu sama lainnya, yaitu konsep persamaan (sameness) dan perbedaan (difference). Konsep yang pertama menjelaskan hubungan vertikal sebuah entitas (spesies) dengan entitas lain yang lebih bersifat umum darinya (genus), dan hubungan tersebut selalu berupa hubungan kesamaan (resemblance) dengan genus tersebut dan konsep kedua menjelaskan hubungan horizontal diantara berbagai spesies secara sinkronik didalam ruang tertentu, dan hubungan tersebut selalu berupa hubungan perbedaan diantara species-species secara diakronik.(2006 : 9).

Hal tersebut menunjukkan bahwa cara mereka berbusana mereka dapat

menunjukkan dua konsep karena mereka ingin sama dengan yang lainnya atau

mereka ingin berbeda dengan yang lainnya. Dari permasalahan yang sudah

dikemukakan bahwa saat ini busana yang mahasiswa pakai tidak menunjukkan

busana yang menunjukkan bahwa mereka adalah calon guru yang memiliki visi

berkarakter kuat, cerdas dan berakhlak mulia. Mereka seolah hanya mengikuti

fashion (fashion) yang sesuai dengan perkembangan zaman tetapi tidak

memikirkan tentang busana yang pantas dan sesuai dengan pakaian yang harus

dipakai oleh mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS, maka

penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “BUSANA SEBAGAI

IDENTITAS (Kajian Fenomenologi Tentang Cara Berbusana Mahasiswa

Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS).”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana busana yang dapat menunjukkan identitas mahasiswa

pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS?

2. Mengapa fashion diikuti mahasiswa Pendidikan sosiologi antropologi

FKIP UNS dalam berbusana?

3. Apakah yang menjadi dampak dari cara berbusana mahasiswa pendidikan

(23)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Dari uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui busana yang dapat menunjukkan identitas mahasiswa

pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS.

2. Untuk mengetahui alasan fashion dalam berbusana diikuti para

mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS.

3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari cara berbusana

mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS.

D. Manfaat Penelitian

Nilai dari suatu penelitian adalah ditentukan oleh besarnya manfaat yang

dapat diambil dari penelitian tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a. Bila terbukti, dapat memperoleh pengetahuan tentang busana

dapat menunjukkan identitas mahasiswa pendidikan sosiologi

antropologi FKIP UNS.

b. Bila terbukti, dapat memperoleh pengetahuan fashion

mempengaruhi pembentukan identitas mahasiswa pendidikan

sosiologi antropologi FKIP UNS.

c. Bila terbukti, dapat memperoleh pengetahuan tentang dampak

yang ditimbulkan dari cara berbusana mahasiswa pendidikan

sosiologi antropologi FKIP UNS.

2. Secara Praktis

a. Memberikan pengetahuan tentang cara berbusana yang menjadi

(24)

commit to user

b. Memberikan motivasi bagi mahasiswa untuk berbusana yang

mencerminkan identitas diri sebagai mahasiswa pendidikan sosiologi

(25)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Penelitian yang akan dilaksanakan antara lain untuk menerangkan

fenomena sosial yang dijadikan pusat penelitian, sedangkan untuk menerangkan

fenomena tersebut perlu mengkaji pustaka. Dari pustaka terdapat teori yang dapat

digunakan sebagai pendukung bagi peneliti untuk mengungkapkan permasalahan

dan mencoba menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian. Adapun fungsi

utama dari suatu teori adalah memberi landasan penjelasan untuk melakukan

prediksi.

Adapun teori yang relevan dari penelitian yang akan dilaksanakan yaitu:

1.Konsep Busana yang menunjukkan identitas

a. Pengertian Busana

Kata ”busana” diambil dari bahasa Sansekerta ”bhusana”. Namun dalam bahasa Indonesia terjadi penggeseran arti ”busana” menjadi ”padanan busana”. Meskipun demikian pengertian busana dan pakaian merupakan dua hal yang

berbeda. Busana merupakan segala sesuatu yang kita pakai mulai dari ujung

rambut sampai ke ujung kaki. Menurut Modul Dasar Busana 1 yang ditulis oleh

Arifah A. Riyanto dan Liunir Zulbahri dari Universitas Pendidikan Indonesia

busana melingkupi beberapa cakupan yang menampilkan keindahan yaitu :

a) Busana pokok yang meliputi kebaya dan kain panjang, sarung rok,

blus, blaser, bebe, celana rok, celana pendek atau celana panjang

(pantalon), sporthem, kemeja, T-Shirt, piyama, singlet, kutang, BH,

rok dalam, bebe dalam.

b) Busana pelengkap (milineris dan aksesories) yang meliputi alas kaki

(khususnya sepatu, sandal, selop), kaus kaki, tas, topi, peci,

selendang, kerudung, dasi, scarf, syaal, stola, ikat pinggang,

sarung tangan, payung, yang dalam istilah asing disebut millineries.

(26)

commit to user

c) Busana tambahan (tata rias) yang meliputi pita rambut, sirkam,

bondu, jepit hias, penjepit dasi, kancing manset (manchet), jam

tangan, kaca mata, giwang, anting, kalung dan liontin, gelang tangan,

gelang kaki, cincin, bros, mahkota, yang dalam istilah asing disebut

accessories.

Sedangkan pakaian merupakan bagian dari busana yang tergolong pada busana

pokok. Jadi busana merupakan busana pokok yang digunakan untuk menutupi

bagian-bagian tubuh.

Manusia yang beradab, dalam kehidupannya tidak dapat melepaskan diri

dari busana. Busana berarti sebagai salah satu kebutuhan manusia yang setiap hari

diperlukan atau dipergunakan sebagai alat penunjang untuk berkomunikasi

dengan orang lain. Busana dalam lingkup Pendidikan Kesejahteraan Keluarga,

merupakan satu di antara lingkup yang lainnya, yang di dalamnya mencakup

ilmu,seni dan keterampilan. Dari definisi tentang ”home economics” atau ilmu kesejahteraan keluarga, didalamnya tercakup ”clothing” atau sandang yang dapat diartikan secara luas, yaitu semua kebutuhan untuk penutup tubuh atau yang

disebut busana. Berbicara sandang berarti berbicara tentang bahan yang

dipergunakan untuk menjadi busana, sedangkan busana yaitu barang yang

sudah siap untuk dipergunakan. Dalam ilmu kesejahteraan keluarga

berkaitan dengan pemilihan dan penyediaan busana. Untuk pemilihan dan

penyediaan busana akan berkaitan dengan ilmu, seni dan keterampilan. Lingkup

bidang busana, secara lebih luas tidak hanya berbicara tentang yang berkaitan

dengan busana yang dipergunakan seseorang untuk penutup tubuhnya, tetapi

termasuk segala sesuatu yang terkait dengan kain, benang, bahan pelengkap

busana. Yang termasuk di dalam lingkup ini, yaitu dasar desain lenan rumah

tangga, berbagai jenis lenan rumah tangga dengan berbagai hiasan (sulaman,

bordir, aplikasi, penerapan payet, mute, sablon, batik, jumputan, dan

sebagainya), pengetahuan dan praktek pembuatan hiasan dinding dengan berbagai

(27)

commit to user

Busana ditinjau dari kehidupan masyarakat akan menunjukkan gambaran

tentang tingkatan sosial ekonomi. Di samping itu, busana pun akan menunjukkan

tingkatan budaya masyarakat. Berbicara mode (fashion) berkaitan dengan selera

individu, masyarakat yang akan dipengaruhi oleh lingkungan budaya tertentu,

khususnya selera dalam mode busana. Kebutuhan akan busana pada

individu atau sekelompok orang akan ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan,

perhatian akan berbusana, kondisi ekonomi, dan semakin kuatnya perkembangan

mode busana, serta perkembangan teknologi.

Menurut Koentjaraningrat (2002: 180) teknologi merupakan salah satu

unsur dari 7 unsur kebudayaan yang universal, yaitu : (1) sistem religi dan upacara

keagamaan, (2) sistem dan organisasi kemasyarakatan, (3) sistem pengetahuan,

(4) bahasa, (5) kesenian, (6) sistem dan pencaharian hidup, serta (7) sistem

teknologi dan peralatan. Dengan perkembangan teknologi salah satunya akan

mempunyai dampak pada hasil teknologi tekstil. Perkembangan teknologi

berkaitan dengan busana, yaitu teknologi pembuatan tekstil, yang akan

mempunyai dampak pada perkembangan busana. Soerjono Soekanto (2003: 176 )

mengungkapkan, teknologi tersebut pada hakikatnya meliputi paling sedikit tujuh

unsur, yaitu : (1) alat-alat produktif, (2) senjata, (3) wadah, (4) makanan dan

minuman, (5) busana dan perhiasan, (6) tempat berlindung dan perumahan, serta

(7) alat-alat transportasi.

Menurut Soerjono Soekanto tersebut di atas busana (busana) merupakan

salah satu unsur dari teknologi. Untuk terealisasi adanya bahan untuk busana

diperlukan teknologi pembuatan tekstil. Dalam studi mengenai difusi, tokoh

utama aliran difusi dari Amerika Serikat Frans Boas (1858-1942) mengemukakan

konsep tentang marginal survival. Konsep mengenai marginal survival itu

merupakan benih bagi berkembangnya konsep mengenai Cultural Area yang

dilakukan oleh Clark Wisaler (1877-1947). Perhatian terhadap busana/busana

sudah ada sejak lama, bahkan sejajar dengan kebudayaan dalam unsur kebendaan

dan yang abstrak yang lain seperti alatalat pertanian dan alat-alat transport, sistem

organisasi, sistem perekonomian. Dari sejak itu pula orang-orang dulu sudah

(28)

commit to user

dilakukan sejak empat ribu tahun yang lalu, yang secara bertahap teknologi

pembuatan tekstil atau kain, bahan busana/busana berkembang. Dari teknologi

tekstil yang sudah cukup berkembang menghasilkan berbagai produk bahan

busana yang beragam dalam jenis dan sifat kain, warna, corak atau motif kain.

Produk teknologi tekstil akan mendorong munculnya berbagai model busana yang

dibutuhkan oleh individu atau kelompok masyarakat tertentu dalam lingkungan

tertentu. Dari teknologi yang berkaitan dengan busana, akan muncul, berkembang

berbagai usaha bidang busana, seperti garment, konfeksi, sanggar busana, atelier,

butik, modiste. Ditinjau dari segi agama, busana juga terkait dengan kehidupan

beragama, seperti dalam ritual-ritual keagamaan. Dalam agama Islam untuk kaum

hawa atau perempuan menggunakan busana muslimah. Bahkan mengenai busana

muslimah ini berkembang studi busana muslimah, pendidikan (formal dan

nonformal) busana muslimah, pelatihan busana muslimah, modiste busana

muslimah, tailor dan atelier busana muslimah, perancang (designer) busana

muslimah, butik busana muslimah, toko busana muslimah, fashion show busana

muslimah.

c. Fungsi Busana

Busana dalam kehidupan manusia pada umumnya tidak dapat dilepaskan

dari manusia sebagai makhluk yang berbudaya, yang realitanya selalu

berkembang dari suatu periode ke periode berikutnya. Kebudayaan bersifat

akumulatif, artinya makin lama bertambah kaya, karena manusia pemikirannya

tambah berkembang, bertambah maju, sehingga relatif banyak menghasilkan

sesuatu yang berguna yang dapat dimanfaatkan oleh manusia yang lainnya.

Menurut Harsojo dalam modul II bab hakikat dan fungsi busana, karena sifat-sifat

dan kemampuan manusia diberi sebutan berbagai macam yaitu manusia sebagai

homo sapiens (makhluk biologis yang dapat berpikir), sebagai homo faber

(makhluk yang pandai membuat alat dan mempergunakannya), sebagai homo

loquens (makhluk yang dapat berbicara untuk mengadakan komunikasi sosial),

sebagai homo socialis (makhluk yang dapat hidup bermasyarakat), sebagai homo

(29)

commit to user

memenuhi kebutuhan hidupnya), sebagai homo religiousus (makhluk yang

berpikir mengenai tempatnya di dunia dan menyadari akan adanya kekuatan gaib

yang lebih tinggi), sebagai homo delegans (makhluk yang tidak selalu

mengerjakan sendiri pekerjaannya, tetapi mampu menyerahkan tugas kepada yang

lain), sebagai homo legatus (makhluk yang diwariskan kebudayaannya kepada

generasi berikutnya).

Dalam kaitan manusia sebagai makhluk homo sapiens dan homo faber

berkenaan dengan keberadaan busana, manusia dengan hasil pemikiran dan

keterampilannya telah berupaya membuat busana pada periode tertentu. Apabila

dilihat dari perkembangan busana dari awal sampai sekarang, busana berkembang

dari mulai yang paling sederhana, seperti dari daun-daun, kulit pohon kayu, kulit

binatang yang diproses dengan alat yang sangat sederhana yang ada pada saat itu,

atau dari kulit binatang, kulit kerang yang diuntai, yang saat itu belum ada

pemikiran membuat kain dengan ditenun atau dirajut. Selanjutnya, manusia

sebagai makhluk homo faber ini terus menyempurnakan busana yang sangat

primitif, sederhana, dengan membuat busana atau bahan busana dari serat pohon

atau bulu binatang yang diproses sedemikian rupa, misalnya dengan membuat alat

tenun sederhana dan menenunnya menjadi kain. Kain itu kemudian dibuat busana

dengan model yang sangat sederhana, sesuai dengan hasil pemikiran dan peralatan

yang tersedia saat itu. Dengan hasil pemikiran manusia yang terus berkembang,

ilmu pengetahuan dan teknologi juga lebih maju lagi, maka pembuatan busana

pun mempergunakan alat teknologi yang lebih canggih lagi, sehingga manusia

juga telah dapat membuat busana yang lebih bervariasi.

Kemajuan ini disebabkan manusia dikaji dari antropologi sebagai makhluk

biologis dan sebagai makhluk yang berpikir atau disebut homo sapiens. Dari

makhluk yang berpikir ini manusia salah satunya dapat membuat busana dengan

alat-alat yang tersedia pada zamannya masing-masing, sehingga model busana

berkembang dari mulai zaman prasejarah sampai dengan zaman modern sekarang

ini. Makhluk yang pandai membuat dengan mempergunakan alat ini (homo faber)

dapat memunculkan keberadaan busana untuk memenuhi kebutuhan manusia

(30)

commit to user

Kebutuhan busana di zaman primitif, di zaman prasejarah dan di zaman modern

yang penuh dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks) tentu

berbeda sesuai dengan kondisi alam dan manusia pada masanya. Busana sebagai

kebutuhan manusia dapat diklasifikasikan sebagai kebutuhan-kebutuhan primer,

sekunder, dan tertier. Sesuai dengan kebutuhan ini, pada awalnya sangat

tergantung dari alam, maka fokus kegunaan busana dapat dikatakan merata, dalam

arti untuk menutup aurat, melindungi badan agar tetap sehat, dan untuk

penampilan yang serasi. Sesuai dengan perkembangan zaman, perkembangan

budaya yang datang dari perkembangan hasil pemikiran manusia yang di

antaranya menghasilkan teknologi yang lebih tinggi, maka saat ini busana bukan

hanya menutup aurat, melindungi kesehatan, tetapi sudah menambah fokus

perhatiannya pada penampilannya, yang dengan kata lain orang telah

memperhatikan tentang keserasian dari berbusana itu. Semua itu dipikirkan karena

pada hakekatnya kegunaan busana sudah lebih meluas, yang tadinya hanya

menutup aurat dan memelihara kesehatan, menjadi bertambah kegunaannya, yaitu

dengan berbusana untuk tampil serasi, menjadi lebih cantik atau lebih tampan atau

minimal kelihatan serasi. Seperti yang diungkapkan dalam modul II

(http://dahlanforum.wordpress.com/2009/11/28/pengertian-busana-tata-busana-dari-buku-sekolah/) tentang hakekat dan fungsi busana dibawah ini.

a. Busana Sebagai Alat Pelindung

Mempertahankan diri dari berbagai tantangan alam, misalnya dari angin,

panas, hujan, sengatan binatang dan sebagainya. Salah satu yang dapat

dijadikan alat untuk dapat melindungi badan agar tetap sehat yaitu busana,

apabila bahan, model, warna sesuai dengan iklim atau cuaca, kondisi

lingkungan di mana busana itu dipergunakan. Dapat dicontohkan untuk daerah

yang beriklim panas, kita harus dapat memilih bahan, warna, model yang tidak

menyebabkan kita lebih kepanasan, misalnya dipilih bahan dari katun (batik,

poplin, voile), model dengan kerah yang tidak menutup leher, lengan pendek

dan warna yang muda. Dari segi keamanan diri, manusia melindungi dirinya

(31)

commit to user

peluru (digunakan oleh para kepala negara/pemerintahan dan para detektif),

topi baja (helm baja) dipergunakan oleh para serdadu di medan perang. Busana

yang dapat menunjang agar seseorang tetap sehat, yaitu :

1) Bahan harus dipilih sesuai dengan iklim di mana busana itu dipakai,

karena bahan pakaian mempunyai sifat yang berbeda.

2) Model busana pun harus disesuaikan dengan iklim yaitu misalnya model,

busana yang berlengan panjang, dengan kerah tegak menutup leher akan

lebih sesuai untuk dipergunakan di iklim yang dingin. Untuk daerah yang

iklim panas sebaiknya dipilih model yang tidak menambah kepanasan bagi

tubuh kita.

3) Warna yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan iklim dan waktu

pemakaian.

4) Selanjutnya, yang sangat perlu diperhatikan adalah pemeliharaannya.

Bagaimanapun serasinya, bagus atau indahnya busana, apalagi yang

dipergunakan sehari-hari kalau kurang terpelihara dapat menimbulkan

sakit.

5) Waktu perlu diperhatikan dalam pemilihan, mempergunakan busana,

karena kadang-kadang ada model-model busana yang sesuai dipergunakan

hanya untuk siang atau malam hari.

b. Busana Sebagai Alat Penunjang Komunikasi

Seperti kita ketahui dalam komunikasi terdapat pernyataan antarmanusia.

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan (message) dari

komunikator

(communicator) kepada komunikan (communicant). Pada umumnya,

salah satu yang dipakai pada waktu berkomunikasi itu adalah busana. Dengan

demikian, busana dapat dikatakan sebagai salah satu alat penunjang yang

dipergunakan dalam berkomunikasi. Agar busana dapat menjadi alat

penunjang yang memadai

(32)

commit to user (1) Kebersihan dan Kerapihan

Dengan busana yang rapi dan bersih, masyarakat disekeliling di

mana busana dipakai akan mudah menerimanya karena busananya tidak

berbau yang tidak enak, serasi dipandang, sehingga tidak mengganggu

dalam pergaulan.

(2) Kesopanan, Kesusilaan, atau Peradaban

Hal tersebut perlu diperhatikan, karena dengan berbusana yang

sopan, memenuhi kesusilaan, sesuai dengan peradaban, norma agama,

sesuai dengan lingkungan setempat, sesuai dengan harapan masyarakat,

sehingga cenderung akan dapat memudahkan seseorang untuk

berkomunikasi.

(3) Keseragaman Busana

Berbusana yang sesuai dengan tata tertib setempat, misalnya

berbusana seragam akan dapat memudahkan berkomunikasi karena dia

merasa tidak ada ganjalan dalam dirinya misalnya merasa takut

dimarahi, malu tidak sama busananya dengan yang lain, takut dihukum,

takut diketahui sebagai siswa yang melanggar tata tertib atau ada

perasaan tidak percaya diri. Hal tersebut dapat mengganggu kelancaran

berkomunikasi.

(4) Keserasian

Keserasian akan menimbulkan rasa kagum, enak bagi yang

melihatnya dan dapat menunjukkan status sosial seseorang serta dapat

memperlancar dalam berkomunikasi. Dapat dikemukakan contoh,

bahwa orang akan lebih mudah diterima oleh seseorang atau lingkungan

jika busananya serasi dari pada berbusana kumal, berbusana asal, tanpa

memperhatikan keserasian model, warna dengan dirinya. Jadi

keserasian dalam berbusana sebagai salah satu yang harus diperhatikan

(33)

commit to user c. Busana Sebagai Alat Memperindah

Pada dasarnya bahwa manusia adalah mahluk yang senang pada sesuatu

yang serasi, bagus dan indah. Dapat dikatakan bahwa manusia membutuhkan

sesuatu yang indah atau senang melihat yang indah. Sebelum manusia

mempergunakan bahan tekstil, manusia melumuri badannya dengan lumpur

berwarna, menghias badannya dengan tattoo atau menutup badannya dengan

rantai dari kerang, manik-manik, daun-daunan, kulit kayu yang dipukul-pukul.

Selain dari pada itu mereka melubangi telinga atau hidungnya untuk

menggantungkan perhiasan, menata rambut, kuku dan bermake up. Semuanya

itu bermaksud supaya lebih baik, cantik atau indah.

Setelah lebih berkembang pemikirannya, manusia mulai belajar menenun

sehingga dapat menghasilkan bahan pakaian yang dinamakan tekstil. Dengan

makin meningkatnya produksi tekstil pada setiap waktu, setiap orang dapat

mempergunakannya dengan leluasa. Sebagai orang yang belajar Ilmu

Kesejahteraan Keluarga khususnya dan mempergunakan bahan umumnya

diharapkan dapat memanfaatkannya semaksimal mungkin, sehingga bahan

tekstil atau busana ini dapat betul-betul berfungsi untuk dirinya. Supaya busana

ini dapat berfungsi untuk keindahan kalau seseorang terampil memilih warna,

corak, dan model yang disesuaikan dengan pemakai, sehingga dengan busana

itu dapat :

1) Menutupi Kekurangan Pada Tubuh Seseorang

Busana dapat berfungsi untuk menutupi kekurangan pada tubuhnya seperti

orang yang gemuk agar tampak langsing perlu memilih model atau corak yang

banyak menggunakan garis vertikal. Contoh lain bahu yang terlalu miring,

dapat diperbaiki melalui busana yaitu dengan memakai bantalan bahu;

pinggang yang terlalu atas (badan atas terlalu pendek) pilihlah model bebe

tanpa sambungan pinggang tetapi bebe dengan model bawah pinggang;

panggul yang terlalu besar, pilihlah model rok yang tidak berkerut, lipit yang

tidak terlalu banyak dan dijahit sampai di panggul, misalnya rok lipit hadap,

(34)

commit to user 2) Membuat Seseorang Lebih Cantik, Tampan.

Dengan pemilihan warna/corak, model yang sesuai dengan pemakai, juga

perlengkapan busana yang sesuai dengan busananya, kesempatan pemakaian

akan menambah seseorang lebih menarik, cantik atau tampan. Orang yang

tadinya tidak tahu berbusana yang rapi, serasi kemudian dia sekarang punya

pengetahuan dan mau mengaplikasikannya pada dirinya, maka seseorang itu

dapat kelihatan lebih menarik cara berbusananya atau penampilannya dari pada

biasanya.

Selain itu juga terdapat konsep dari fungsi busana yang akan dijelaskan

berikut ini,

1) Perlindungan

Flugel dalam Malcolm Barnard menyatakan “busana menawarkan

perlindungan dan sebagai perlindungan terhadap ketidakbersahabatan dunia secara umum atau sebagai jaminan atas kurangnya cinta” (2006: 73). Kebutuhan dasar manusia sehingga busana menjadi satu respon kultural.

Salah satu masalah adalah perbedaan budaya melahirkan perbedaan respon

terhadap kebutuhan-kebutuhan tersebut. Salah satunya kebutuhan dasar untuk

memperoleh perlindungan.

2)Kesopanan dan Penyembunyian

Argumen kesopanan beredar di seputar ide bahwa bagian tubuh

tertentu tidak senonoh atau memalukan dan hendaknya ditutupi sehingga

tidak kelihatan. Menyembunyikan tubuh melalui sarana busana jadi

berasosiasi dengan hasrat untuk menghindari rasa berdosa dan malu. Rouse dalam Malcolm Barnard menyatakan “kesopanan merupakan hasil dari mengenakan busana dan bukan hasil dari alasan mengapa mengapa

mengenakan busana” (2006: 78). Selain itu Holman menyatakan beberapa

busana atau busana menunjukkan fungsi kamuflase.

3)Ketidaksopanan dan Daya Tarik

Motivasi mengenakan busana adalah tepatnya ketidaksopanan atau

ekshibisionisme. Orang menegaskan bahwa tugas busana adalah untuk

(35)

commit to user

perhatian karena tubuh menjadi lebih terbuka sesuai dengan argumen

ketidaksopanan dan bukannya disembunyikan atau disamarkan, seperti

menurut argumen kesopanan. Laver dalam Malcolm Barnard (2006: 80)

menggunakan apa yang disebutnya prinsip godaan, prinsip utilitas, dan

prinsip hierarkis dalam upaya tersebut. Prinsip pertama dan terakhir dari

prinsip-prinsip yang digunakan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan

dalam bentuk memamerkan tercapai oleh busana pria dan wanita. Busana

wanita diatur oleh prinsip godaan dan busana pria diatur oleh prinsip hierakis.

Oleh sebab itu, busana wanita dimaksudkan sepanjang sejarah dan

prasejarah untuk membuat busananya lebih menarik bagi lawan jenisnya

karena pria memilih pasangan hidupnya berdasarkan daya tarik wanita.

Namun, busana pria dimaksudkan untuk memamerkan dan meningkat status

sosial karena wanita untuk sebagian besar sejarah manusia memilih pasangan

hidupnya berdasarkan kemampuan untuk menjaga dan melindungi keluarga.

Jadi, busana wanita menunjukkan daya tarik seksual dan busana pria

menunjukkan status sosial.

4) Komunikasi

Roach dan Eicher menunjukkan bahwa fashion dan busana secara

simbolis mengikat satu komunitas. Kesepakatan sosial atas apa yang akan

dikenakan merupakan ikatan sosial itu sendiri yang pada giliranya akan

memperkuat ikatan sosial lainnya. Fungsi mempersatukan dari fashion dan

busana yang berlangsung untuk mengkomunikasikan keanggotaan satu

kelompok kultural baik pada orang–orang yang menjadi anggota kelompok

tersebut maupun bukan. Perlindungan, kamuflase, kesopanan, dan

ketidaksopanan semuanya mengkomunikasikan suatu posisi dalam suatu

tatanan sosial dan kultural, baik pada anggota tatanan maupun yang berada

di luar tatanan. Bagian tersebut akan melihat fashion, busana, dan busana

dalam artian fungsi–fungsi komunikasi.

Holman dalam Malcolm Barnard (2006: 84) memberikan taksonomi

fungsi-fungsi busana yang cukup mendalam, meski tidak begitu rinci, dan

(36)

commit to user

sudut pandang antropologis. Kajian berikutnya sangat banyak meminjam

dari Roach dan Eicher, yag mengidentifikasi sepuluh jenis informasi yang

menggunakan busana mungkin digunakan untuk mengkomunikasikannya.

5) Ekspresi Individualistik

Tidak bisa disangkal bahwa busana dan fashion mungkin digunakan

untuk merefleksikan, meneguhkan, menyembunyikan atau membangun

suasana hati. Mengenakan busana yang dipersepsi sebagai garis-garis atau

warna-warna kesenangan dan kegembiraan mungkin digunakan dalam upaya

untuk mengubah suasana hati. Roach dan Eicher dalam Malcolm Barnard

menyatakan bahwa “individu-individu pun mungkin memperoleh

kesenangan estetis baik dari penciptaan pameran pribadi maupun dari

apresiasi dari orang lain” (2006: 85). Busana dan fashion adalah cara yang

digunakan individu untuk membedakan dirinya sendiri sebagai individu dan

menyatakan beberapa bentuk keunikannya. Busana yang langka, baik yang

sudah sangat tua atau sangat baru, misalnya mungkin digunakan untuk

menciptakan dan mengekspresikan keunikan individu.

6) Nilai Sosial dan Status

Status bisa merupakan hasil atau berkembang dari berbagai sumber,

dari jabatan, keluarga, jenis kelamin, gender, usia atau ras. Nilai sosial bisa

tetap atau juga diubah. Nilai sosial yang tetap berasal dari warisan dan yang

diubah melalui usaha.

7) Definisi dan Peran Sosial

Peran sosial seseorang diproduksi oleh statusnya dan mengacu pada

sejumlah cara yang diekspektasikan dilakukannya. Busana dan fashion pun

digunakan atau mendefinisikan diproduksi oleh statusnya dan mengacu pada

sejumlah cara yang diekspektasikan dilakukannya. Busana dan fashion

digunakan atau mendefinisikan peran sosial yang dimiliki seseorang dan

diambil sebagai tanda bagi orang yang menjalankan peran sehingga

(37)

commit to user 8)Nilai Ekonomi atau Status

Status ekonomi berkaitan dengan posisi di dalam perekonomian.

Busana dan fashion menunjukkan peran-peran produktif atau kedudukan di

dalam suatu ekonomi. Roach dan Eicher dalam Malcolm Barnard

menyatakan ”menghias seseorang bisa merefleksikan hubungan dengan

sistem produksi yang merupakan karakteristik ekonomi tertentu yang di dalamnya orang itu tinggal“ ( 2006: 90).

9) Simbol Politis

Bekerjanya kekuasaan jelas sangat erat terkait pada status sosial dan

ekonomi. Roach dan Eicher dalam Malcolm Barnard ( 2006: 92)

menunjukkan bahwa dandanan sudah sejak lama memiliki tempat di istana

kekuasaan.

10) Kondisi Magis-Religius

Busana dan busana pun menandakan status atau posisi di dalam

kelompok atau jamaah, dan menunjukkan kekuatan atau ke dalam keyakinan

atau tingkat partisipasi.

11) Ritual Sosial

Fashion dan busana akan dipandang hanya dalam artian cara yang

digunakan untuk menandai awal dan akhir ritual, dan untuk membuat

perbedaan antara yang ritual dan nonritual. Pada banyak ritual di barat

diharapkan, meski ritualnya sedang berlangsung, orang-orang yang terlibat

akan mengenakan sesuatu yang berbeda dari yang biasa dipakainya. Orang

tidak biasa mengenakan busana yang biasanya dipakainya sehari-hari saat

menghadiri perkawinan atau pemakaman. Orang biasanya mengenakan

busana yang lebih baru atau lebih bagus dibandingkan dengan yang

dipakainya sehari-hari

12) Rekreasi

Rekreasi bisa dipandang sebagai bagian depan, atau bagian lain,

dari ritual. Bila ritual itu formal dan mengikuti aturan, rekreasi dipandang

lebih informal dan tidak diatur. Fashion dan busana yang mungkin

(38)

commit to user

rekreasi yang membutuhkan waktu dan uang akan mulai menjadi indikator

kelas sosial.

Didalam pembentukannya identitas seseorang dibangun secara bertahap

melalui suatu interaksi dengan orang-orang di sekitarnya untuk mendapatkan

konsep diri yang tidak didapatkan serta merta ketika dia lahir. Konsep diri tersebut

kemudian akan dapat dilihat ketika mereka bereaksi akan perilaku merka sendiri

dan hal tersebut tidaklah kelihatan jika kita tidak mengadakan interaksi dan

kemudian bereaksi. Konsep diri tersebut pada dasarnya adalah jawaban mengenai “siapa aku?”.

Mead mengemukakan bahwa konsep diri terdiri dari kesadaran individu mengenai keterlibatannnya yang khusus dalam seperangkat hubungan sosial yang sedang berlangsung atau dalam suatu komunitas yang terorganisasi. Kesadaran ini merupakan hasil dari suatu proses reflektif yang tidak kelihatan di mana individu itu melihat tindakan – tindakan pribadi atau yang bersifat potensial dari titik pandangan orang lain dengan siapa individu itu berhubungan. Dengan kata lain individu menjadi obyek dirinya sendiri dengan mengambil posisi orang lain dan menilai perilakunya sendiri seperti yang mereka inginkan (Paul Johnson, 1990:18).

Dalam hal ini Mead mengatakan bahwa penialian merupakan usaha untuk

meramalkan respons orang lain dan mengartikannya sendiri terhadap individu

tersebut, misalnya saja di sini ketika mahasiswa saling berinteraksi dengan

mahasiswa lain mereka akan mencari tahu dan meyakinkan kepada orang lain

bahwa dia tidak ketinggalan jaman dan terlihat cantik atau tampan di depan semua

mahasiswa lain dengan cara mereka berbusana yang semakin mengikuti jaman

sehingga terciptalah suatu identitas yang dibangun dari mahasiswa tersebut.

Identitas dibangun dari interpretasi atau penafsiran orang lain tentang diri

kita dengan menggunakan simbol-simbol.

(39)

commit to user

simbol itu maupun pada orang yang bereaksi terhadap simbol – simbol itu (Bernard, 2007:100-101).

Misalnya saja di sini ketika kita berbicara tentang busana yang dikenakan di FKIP

ketika setiap hari senin dan selasa diwajibkan untuk memakai atasan putih dan

bawahan hitam sehingga ketika orang lain atau mahasiswa dari fakultas lain

melihat kita maka mereka akan langsung tahu bahwa orang tersebut adalah

mahasiswa FKIP.

Jadi di dalam interaksi seseorang dengan orang lain tidak hanya untuk

menunjukkan identitasnya tetapi juga untuk berkomunikasi dengan dirinya

sendiri agar terbentuk yang namanya konsep diri seperti yang dia dan masyarakat

inginkan melalui simbol-simbol yang terdapat didalam perilakunya hal ini terkait dengan konsep “I” dan “Me” menurut mead pada umumnya orang bertindak berdasarkan “Me”nya yakni berdasarkan norma – norma, generalized other, atau harapan – harapan orang lain. Namun dalam bertindak, seorang aktor tidak seluruhnya dipengaruhi oleh ”Me” dengan refleksi dan pertimbangan – pertimbangannya itu. “I” adalah juga aspek diri di mana ada ruang untuk spontanitas. Itu sebabnya ada tingkah laku sepontan atau kreatifitas. Spontanitas dan kreatifitas tidak muncul dari “Me”. Dia muncul di luar harapan – harapan orang lain, di luar norma – norma yang sudah tersenyawa dalam “me”(Bernard,

2007:104-105)”. “I” atau Aku disini adalah subjek yang mengetahui adanya orang

lain disekitar dirinya dalam hal ini ketika seorang mahasiswa berinteraksi dengan

orang lain maka dia akan melakukan suatu identifikasi untuk menermati dan

membandingkan orang lain disekitar mereka yang kemudian akan membentuk

(40)

commit to user

2.Konsep Fashion yang mempengaruhi pembentukan identitas

a. Pengertian Fashion

Secara etimologi fashion bersal dari bahasa Latin yaitu factio yang artinya

membuat atau melakukan (dan dari kata inilah, kita memperoleh kata faksi, yang

memiliki arti kata politis), facere yang artinya membuat atau melakukan. Kaena

itu arti asli fashion mengacu pada kegiatan; fashion merupakan sesuatu yang

dilakukan oleh seseorang, tak seperti dewasa ini, yang memaknai fashion sebagai

sesuatu yang dikenakan seseorang. Artian asli fashion pun mengacu pada ide

tentang fetish, facere pun menjadi kata fetish.

OED menyusun daftar sembilan arti kata berbeda dari kata fashion, mulai

dari tindakan atau proses membuat, potongan atau bentuk tertentu, bentuk hingga

tata cara atau cara bertindak dan berbusana menjadi konvensi. Kesembilan arti

tersebut dapat dikelompokan menjadi dua arti utama, kata kerja dan kata benda,

meski sulit untuk dipastikan, kedua arti itu muncul menjadi kata baku dalam

bahasa inggris pada abad pertengahan ketujuh belas. Sebagai kata benda fashion

berarti sesuatu seperti bentuk dan jenis, atau buata dan bentuk tertentu, seperti

dalam definisi sebagai tata cara atau cara bertindak yang dikemukakan tadi. Disini

fashion pun bisa familiar bagi kita dalam ungkapan bahasa prancis, facon de

parler yang artinya cara bicara itu padaku.

Sebagai kata kerja, fashion memiliki arti kegiatan membuat atau

melakukan. Ini mungkin dalam artian bahwa orang jangan menggunakan kata

tersebut sebagai kata kerja sesering mereka menggunakan kata benda. Sebagai jawaban atas pertanyaan, “ Apa yang kau lakukan?” orang mungkin akan mendengar jawaban, “ saya sedang membuat lipatan kotak”, dan bukannya “ Saya mencari cara melipat kotak”. Namun keadaan yang dihadapi makna kata fashion

masih jauh dari gamblang. Sebagai tambahan atas nilai positif dan negatif bisa

dilengkapi dengan ide dan praktik fashion, dalam masyarakat kontemporer barat,

istilah fashion fashion sering digunakan sebagai sinonim dari istilah dandanan,

gaya dan busana (Polhemus Procter ,2006:13). Disini juga ada yang menggunakan

kata ini sebagai sinonim dengan busana atau mengenakan busana. Hendaknya

(41)

commit to user

diantara jaringan relasi dengan kata-kata tersebut dan dengan kata-kata lain.

Relasi dengan yag lain itu, kata-kata lain yang kurang begitu halus perbedaanya

daqn mengubah makna fashion. Bila bab ini dimulai dengan merumuskan apa

yang dimaksud dengan kata fashion, maka relasi diantara istilah-istilah tersebut,

apa yang membuat istilah-istilah itu cocok digunakan sebagai sinonim dan apa

yang membuat kata-kata tersebut berbeda harus dikaji.

Aspek fashion semakin menyentuh kehidupan sehari-hari setiap orang.

Fashion mempengaruhi apa yang kita kenakan, kita makan, bagaiman kita hidup,

dan bagaimana kita memandang diri sendiri. Fashion juga memicu pasar dunia

untuk terus berkembang, produse untuk berproduksi, pemasar untuk menjual dan

konsumen untuk membeli. Cara berbusana yang mengikuti fashion juga

memperlihatkan kepribadian dan idealisme kita.

Arti kata fashion juga meiliki banyak sisi. Menurut Troxell dan Stone

dalam bukunya merchandising. Fashion didefinisikan sebagai gaya yang diterima

dan digunakan oleh mayoritas anggota kelompok dalam satu waktu tertentu. Dari

definisi-definisi tersebut dapat terlihat bahwa fashion erat kaitannya dengan gaya

yang digemari, epribadian seseorang, dan rentang waktu. Maka bisa dimengerti

mengapa sebuah gaya yang digemari bulan ini bisa dikatakan ketinggalan jaman

beberapa bulan kemudian

Fashion system mencakup semua orang-orang dan organisasi yang terlibat

dalam menciptakan arti simbolis dan mengubah arti tersebut dalam bentuk barang.

Walaupun orang seringkali menyamakan fashion dengan busana, baik itu busana

sehari-hari atau busana pesta yang eksklusif. Penting untuk diingat bahwa proses

fashion mempengaruhi semua tipe fenomena budaya, seperti musik, kesenian

arsitektur, bahkan sains.

Fashion dianggap sebagai kode, atau bahasa yang membantu kita

memahami arti-arti tersebut. Namun fashion sepertinya cenderung lebih

context-dependent daripada bahasa. Maksudnya adalah sebuah hal yang sama dapat

diartikan dengan cara yang berbeda oleh konsumen yang berada dan dalam situasi

yang berbada. Sehingga tidak ada arti yang pasti namun menyisakan kebebasab

(42)

commit to user

Fashion sering diartikan dengan gaya namun sebenarnya berbeda gaya

atau style adalah sebuah karakteristik dalam mempresentasikan sesuatu. Dalam

lingkup busana, gaya adalah karakteristik dalam mempresentasikan sesuatau.

Dalam lingkup busana, gaya adalah karakteristik penampilan bahan busana,

kombinasi fitur-fiturnya yang membuatnya berbeda dengan busana lain.

Contohnya, rok sebagai salah satu gaya berbusana bagi wanita, pilihannya adalah

celana. Jas pria adalah salah satu gaya berbusana pria, pilihan lainnya adalah jaket

olahraga. Gaya suau saat bisa diterima dan suatu saat bisa pergi, namun gaya yang

spesifik akan tetap diingat, entah itu dikatakan fashion atau tidak.

Dalam hal ini cara berbusana mahasiswa dipengaruhi oleh fasion yang

sedang berkembang saat ini mereka mnegikuti perkembangan fashion saat ini,

selain fashion juga ada beberapa yang mampengaruhi perkembangan dari cara

berbuasana yag membentuk identitas mereka antara lain lingkungan hidup.

Apabila seseorang membicarakan lingkungan hidup, maka biasanya yang

dipikirkan adalah hal-hal atau apa-apa yang berada di sekitar manusia, baik

sebagai individu maupun dalam pergaulan hidup. Lingkungan hidup dalam

Soerjono Soekanto (2003: 387) dibedakan dalam kategori-kategori sebagai

berikut:

a. Lingkungan fisik, yakni semua benda mati yang ada di sekeliling manusia.

b. Lingkungan biologis, yakni segala sesuatu di sekeliling manusia yang berupa

organisme yang hidup (di samping manusia itu sendiri).

c. Lingkungan sosial, yang terdiri dari orang-orang baik individual maupun

kelompok yang berada di sekitar manusia.

Menurut Nasution (1999: 154-155) lingkungan sekitar tempat tinggal

anak sangat mempengaruhi perkembangan pribadi anak. Di situlah anak

memperoleh pengalaman bergaul dengan teman-teman di luar rumah dan sekolah.

Kelakuan anak harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku dalam

lingkungan. Penyimpangan akan segera mendapat teguran agar disesuaikan.

Lingkungan sekitar rumah memberikan pengaruh sosial pertama kepada

anak di luar keluarga. Anak akan mendapat pengalaman untuk mengenal

(43)

Kata-commit to user

kata yang diucapkan, tindakan yang diambil, cara-cara memperlakukan orang lain

berbeda dengan apa yang telah dikenalnya.

Lingkugan hidup dibagi menjadi beberapa komponen yaitu sebagai

berikut:

a.Lingkungan Keluarga

Di dalam Gerungan dinyatakan bahwa “keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya” (2000: 180). Segala yang telah diuraikan mengenai interaksi kelompok berlaku

pula bagi interaksi kelompok keluarga yang merupakan kelompok primer,

termasuk pembentukan norma-norma sosial, internalisasi norma-norma,

terbentuknya frame of reference, sense of belongingness, dan lain-lain. Di dalam

keluarganya yang interaksi sosialnya berdasarkan simpati, pertama-tama

memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar bekerja sama,

bantu-membantu dengan kata lain belajar memegang peranan sebagai makhluk sosial

yang memiliki norma-norma dan kecakapan-kecakapan tertentu dalam

pergaulannya dengan orang lain. Pengalaman-pengalamannya dalam interaksi

sosial dalam keluarga turut menentukan pula cara-cara tingkah laku terhadap

orang lain dalam pergaulan sosial di luar keluarga, di dalam masyarakat pada

umumnya.

Anak yang baru lahir (bayi) mengalami proses sosialisasi yang paling

pertama adalah di dalam keluarga. Dari sinilah anak pertama kali mengenal

lingkungan sosial-budaya, juga mengenal seluruh anggota keluarganya; ayah, ibu,

dan saudara-saudara sampai akhirnya anak mengenal dirinya sendiri. Dalam

pembentukan sikap dan kepribadian anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana cara

dan corak orang tua dalam memberikan pendidikan anak-anaknya baik melalui

kebiasaan, teguran, nasihat, perintah, atau larangan.

Menurut Dwinarwoko & Bagong Suyanto (2004: 72) keluarga merupakan

institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi manusia.

Hal ini dimungkinkan karena berbagai kondisi yang dimiliki oleh keluarga.

(44)

commit to user

anggotanya, sehingga dapat selalu mengikuti perkembangan anggota-anggotanya.

Kedua, orang tua mempunyai kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anaknya,

sehingga menimbulkan hubungan emosional yang sangat diperlukan dalam proses

sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan sosial yang tetap, maka dengan sendiri orang

tua mempunyai peranan yang penting terhadap proses sosialisasi anak.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan

organisasi yang terkecil yang merupakan lembaga pertama dan utama dalam

proses terjadinya sosialisasi. Keluarga dikatakan sebagai lembaga pertama karena

sosialisasi terjadi pertama kali di dalam keluarga dan dikatakan sebagai lembaga

utama karena sosialisasi dalam keluarga menanamkan nilai-nilai moral yang akan

dibawa ke masyarakat. Keluarga dan lingkungan sosial di sekitar manusia tinggal

memberikan pengaruh yang sangat besar dalam membentuk karakter individu.

Anak yang terlahir dari keluarga mencerminkan siapa orang tuanya. Ketika keluar

dari rumah anak membawa hasil didikan orang tuanya. Bila nilai-nilai telah

tertanam kuat maka hal itu merupakan permulaan yang baik bagi anak sebagai

modal untuk berbaur dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Anak yang baik

akan mudah diterima di dalam pergaulan dan tidak mudah terkontaminasi oleh

hal-hal yang tidak baik karena telah memiliki pegangan yaitu nilai-nilai yang telah

tertanam kuat sejak lahir.

b. Kelompok Bermain

Kelompok bermain baik yang berasal dari kerabat, tetangga maupun teman

sekolah merupakan agen sosialisasi yang pengaruhnya besar dalam membentuk

pola-pola perilaku seseorang. Di dalam kelompok bermain individu mempelajari

berbagai kemampuan baru yang acapkali berbeda dengan apa yang mereka

pelajari dari keluarganya.

Menurut Dwinarwoko & Bagong Suyanto (2004: 74) di dalam bermain

individu mempelajari norma, nilai kultural, peran, dan persyaratan lainya yang

dibutuhkan individu untuk memungkinkan partisipasinya yang efektif di dalam

kelompok permainannya. Singkatnya, kelompok bermain ikut menentukan dalam

(45)

commit to user

dalam kelompok bermain pola sosialisasi bersifat ekualitas karena kedudukan para

pelaku relatif sederajat.

Kelompok bermain tidak bisa dianggap sepele karena memberikan

pengaruh dan warna dalam individu. Bisa saja individu yang dididik dengan baik

dalam keluarga tetapi menjadi berubah karena kelompok bermain. Dalam periode

umur tertentu anak akan lebih betah bermain bersama teman-temannya dibanding

dengan orang tuanya. Apalagi jika orang tuanya sibuk maka anak cenderung akan

lebih banyak berinteraksi dengan teman-temannya sehingga nilai-nilai yang ada

dari teman-temanya dengan mudah dapat diadopsi. Anak-anak yang belum bisa

berpikir kritis otomatis akan mudah terpengaruh. Bagi yang sudah remaja ada

perkembangan dalam taraf berpikir tetapi nyatanya teman tetap menjadi bagian

yang tidak dapat dilepaskan dalam transmitter nilai-nilai.

c. Media Massa

Media massa adalah sarana komunikasi sosial sebagai kelanjutan dari

komunikasi interpersonal. Pada mulanya komunikasi interpersonal berlangsung

secara tatap muka. Menurut B. Aubrey Fisher dalam Sam Abede Pareno (2002: 101) menyatakan bahwa “kadang-kadang para ahli yang ingin membedakan secara jelas antara komunikasi interpersonal dan komunikasi massa akan

melontarkan konsep “komunikasi media” (mediated communication) untuk

membuat perbedaan”. Fisher menjelaskan sebagai berikut dalam komunikasi interpersonal, kontak tatap muka memungkinkan adanya hubungan langsung di

antara para komunikator adanya perantara suatu harian, majalah, buku, pesawat

televisi atau radio, penerima atau sumber dan penerima meniadakan pencapaian

hubungan tersebut. Sebagai konsekuensinya, sumber pesan (pengarang, prosedur,

pembuat berita, dan sebagainya) tetap tinggal sebagai sumber, dan si penerima

(penonton, pendengar, pembaca dan semacamnya), tetap berperan sebagai

penerima.

Dalam kehidupan masyarakat modern, komunikasi merupakan suatu

kebutuhan yang sangat penting terutama untuk menerima dan menyampaikan

Gambar

Gambar 1 . Skema Kerangka Berpikir
Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian
Gambar 2. analisis data model interaktif
Gambar 4. Struktur Organisasi Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penghitungan analisis skor tes Cloze dapat diketahui bahwa lesapan yang dapat diisi dengan tepat oleh siswa berbahasa ibu bahasa Indonesia lebih

Betonisasi Jalan dan Talud Dukuh Balendono Desa Donorejo

1/ POKJA-PNT/BM tanggal 21 Agustus 2015 maka dengan ini kami umumkan pemenang untuk pekerjaan sebagai berikut:. Nama Paket : Peningkatan Jalan Cikalongkulon

Cianjur, 21 Agustus 2015 Kelompok Kerja Pengadaan Barang, Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi. Dinas Pekerjaan

[r]

PEKERJAAN : Rehabilitasi Jaringan Irigasi Way Campang Kanan Kecil PAGU ANGGARAN/HPS : Rp. ROBIN JAYA MANDIRI

Oleh karenanya dalam melakukan analisis empirik pada instrumen yang memiliki butir dengan jawaban ganda (multipoint items) harus lebih hati-hati. Untuk mendapatkan

PENERAPAN MOD EL KOOPERATIF TIPE PICTURE AND PICTURE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS I SEKOLAH D ASARA. Universitas Pendidikan Indonesia |