• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran STAD yang Dikombinasikan Teori Permainan Dienes dengan Model Mekanistik Siswa Kelas 4 SD Negeri Tlompakan 03 dan 01 Tuntang Sem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran STAD yang Dikombinasikan Teori Permainan Dienes dengan Model Mekanistik Siswa Kelas 4 SD Negeri Tlompakan 03 dan 01 Tuntang Sem"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Pada kajian teori dalam penelitian ini akan memebahas tentang hakikat matematika, pembelajaran matematika di SD, dan hasil belajar. Hakikat matematika akan membahas tentang pengertian matematika menurut para ahli, sedangkan pada pembelajaran matematika di SD akan dibahas mengenai tujuan pembelajaran di SD. Hasil belajar akan dibahas mengenai definisi hasil belajar dan faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar.

2.1.1 Hakikat Matematika

Matematika merupakan alat dan bahasa dasar banyak ilmu. Menurut Karami (2002: 158) “matematika adalah pengkajian logis mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berkaitan.” Dari pendapat Karami, dapat diambil kesimpulan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang mempelajari tentang bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain. Matematika merupakan ilmu yang berkaitan dengan penalaran. Pengkajian logis diperlukan guna memahami konsep-konsep yang

saling berkaitan.

Matematika merupakan ilmu yang universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia (BNSP, 2006). Matematika sangat perlu diberikan kepada semua perserta didik baik formal maupun informal, dimulai dari pendidikan dasar, untuk membekali anak supaya dapat berpikir logis, analitis, sistemastis, kritis, dan kreatif serta kemampuan berkerjasama. Kompentensi tersebut diperlukan untuk membekali peserta didik agar mampu manfaatkan Matematika berbasis teknologi di masa depan yang semakin hari semakin maju di bidang pendidikan.

(2)

berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah 13 yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri”. Namun ada pula kelompok lain yang beranggapan bahwa matematika adalah ilmu yang dikembangkan untuk matematika itu sendiri. Ilmu adalah untuk ilmu, dan matematika adalah ilmu yang dikembangkan untuk kepentingan sendiri. Matematika adalah ilmu tentang struktur yang bersifat deduktif atau aksiomatik, akurat, abstrak, dan ketat. Dasar penalaran deduktif yang berperan besar dalam matematika adalah kebenaran. Suatu pernyataan haruslah didasarkan pada

kebenaran pernyataan-pernyataan sebelumnya.

Tinggih (Suherman, 2001), mengatakan bahwa matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen disamping penalaran.

Dari beberapa definisi dari para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan lambang-lambang atau simbol dan memiliki arti serta dapat digunakan dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan bilangan.

2.1.2 Pembelajaran Matematika di SD

Mata pelajaran matematika pada satuan SD/MI meliputi aspek bilangan, geometri, pengukuran, dan pengolahan data. Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik melalui kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari (Muhsetyo dkk., 2007). Dalam belajar matematika

(3)

terdapat dalam matematika yang pada akhirnya siswa dapat mengkomunikasikan konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut sehingga proses belajar dapat berkembang secara optimal.

Tujuan pembelajaran matematika di SD adalah: (1) Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif; (2) Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dalam mempelajari berbagai ilmu

pengetahuan; (3) Menambah dan mengembangkan keterampilan berhitung dengan bilangan sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari; (4) Mengembangkan pengetahuan dasar matematika dasar sebagai bekal untuk melanjutkan kependidikan menengah dan; (5) Membentuk sikap logis, kritis, kreatif, cermat dan disiplin (Depdiknas, 2006).

2.1.3 Hasil Belajar

Belajar adalah salah satu aktivitas mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dalam lingkungannya, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Dalam proses belajar akan ada perubahan yang diperoleh. Perubahan itu dinamakan hasil belajar.

Menurut Sudjana (2011: 22) ”hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa hasil belajar merupakan hasil yang akan dicapai siswa dari pengalaman belajar. Dalam setiap kegiatan pembelajaran di sekolah, guru selalu berusaha untuk mencapai keberhasilan dalam mengajar. Begitu pula seorang siswa melakukan kegiatan belajar selalu menginginkan keberhasilan di

dalam belajarnya.

(4)

dapat diketahui melalui evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, sikap maupun keterampilan motorik. Menurut Rusman (2010) “hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar.” Jadi hasil belajar sangat dibutuhkan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar yang sudah dilaksanakan.

Berdasarkan uraian tentang definisi hasil belajar, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar dalam kurun waktu tertentu yang dapat diketahui melalui evaluasi untuk mengukur keberhasilan.

Hasil belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor intern maupun faktor ekstern. Menurut Slameto (2010: 54-72) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu:

1 Faktor intern, yang terdiri dari tiga faktor berikut:

a) Faktor jasmaniah yang meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh. b)Faktor psikologis yang meliputi intelegensi, perhatian, minat,

bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.

Faktor kelelahan yang meliputi kelelahan jasmani dan rohani. 2 Faktor ekstern

a) Faktor keluarga yang meliputi cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan. b)Faktor sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi

guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

c) Faktor masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, massa media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

Dari pendapat di atas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi hasil belajar sebagai berikut :

(5)

2. Faktor eksternal faktor yang lingkungan yang mempengaruhi hasil belajar siswa yang berasal dari lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah.

Faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut dapat diatasi apabila seorang guru mampu dan tetap berusaha menunjukan sikap terbuka untuk peserta didik dan orang tua serta lingkungan masyarakat untuk bekerjasama dalam mengelola pembelajaran sehingga tidak terpaku di sekolah khususnya di dalam kelas saja.

2.2 Model STAD

Model STAD akan diuraikan menjadi dua sub bab yaitu, yang pertama model pembelajaran STAD, yang kedua kelebihan dan kelemahan model pembelajaran STAD. Pada model pembelajaran STAD akan dibahas mengenai langkah-langkah pembelajaran STAD, sedangkan pada kelebihan dan kelemahan model pembelajaran STAD akan diuraikan kelebihan dan kelemahan dari model model pembelajaran STAD.

2.2.1 Model Pembelajaran STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division)

yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 2009) merupakan pembelajaran kooperatif yang rangkaian pembelajarannya sederhana, sehingga mudah digunakan dalam proses pembelajaran.

(6)

Pada saat diadakan tes mereka tidak boleh saling membantu. Skor siswa dibandingkan antara skor sebelumnya dengan skor yang baru diperoleh. Skor tiap anggota kelompok ini dijumlahkan untuk mendapatkan skor kelompok dan kelompok yang mencapai kriteria tertentu dapat diberi sertifikat atau penghargaan.

Model Pembelajaran STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

Penerapan model pembelajaran STAD ini merujuk pada konsep Slavin (2009: 143), yang terdiri dari lima komponen utama yaitu; presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individu, dan rekognisi tim. Komponen atau langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut :

a. Presentasi Kelas

Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi juga memasukkan presentasi audiovisual. Dengan cara ini, siswa akan menyadari bahwa mereka benar-bernar harus memahami sehingga memberikan perhatian yang penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka dalam mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis menentukan menentukan skor tim mereka. b. Tim

Tim terdiri dari empat sampai lima orang yang mewakili sebagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnis. Fungsi utama dari tim adalah, memastikan setiap anggota tim belajar, dan lerbih khusus lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya agar bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materi, setelah itu, tim berkumpul untuk

memperlajari lembar-lembar kegiatan atau materi lainnya. Yang sering terjadi, pembelajaran ini melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan mengorek sitiap kesalahan yang dilakukan oleh anggota tim.

(7)

kelompok bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran, dan itu adalah untuk memberikan perhatian dan respek yang mutual yang penting untuk akibat yang dihasilkan seperti hubungan antar kelompok, rasa harga diri, penerimaan terhadap siswa-siswa mainstream.

c. Kuis

Setelah guru memberikan presentasi materi dan pratik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab

secara individual untuk memahami materinya. d. Skor Kemajuan Individual

Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang lebih baik dari sebelumnya.

e. Rekognisi

Tim akan memperoleh sertifikat atau bentuk perhargaan yang apabila skor rata-rata memcapai kreteria tertentu.

Sintaks model pembelajaran STAD Yupensius (2010) adalah sebagai berikut: 1. Membentuk kelompok yang terdiri dari 4 sampai 5 orang secara heterogen. 2. Guru menyajikan pelajaran.

3. Guru memberikantugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggot-anggota kelompok. Anggota yang sudah mengerti menjelaskan pada anggot-anggota lainnya sampai semua anggota kelompok mengerti.

4. Memberikan kuis/ pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab tidak boleh membantu.

5. Memberi evaluasi. 6. Kesimpulan.

Dari penjelasan beberapa ahli, disimpulkan langkah-langkah pembelajaran

model STAD yang dilakukan dalam kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi dankonfirmasi) pada penelitian ini meliputi :

(8)

2. Tim, dalam kegiatan ini siswa yang sudah dibagi kedalam kelompok yang heterogen diminta untuk berkerja sama dalam memecahkan soal/masalah dengan cara mendiskusikan bersama kelompok. Setiap anggota kelompok dipastikan bekerja sama dan mengetahui jawaban dari soal-soal yang diberikan oleh guru. Setiap anggota kelompok yang sudah mengerti tentang jawaban dari soal yang dikerjakan berhak memberi penjelasan atau mengajarkan tim satu kelompoknya. Dalam proses kerja tim guru membimbing setiap kelompok. Setelah siswa selesai mengerjakan lembear

kerja yang diberikan oleh guru, salah satu perwakilan siswa diminta untuk mempresentasikian hasil kerja kelompok di depan kelas.

3. Kuis, setelah siswa bekerja dalam tim siwa diharapkan mampu mengerjakan kuis/ pertanyaan yang diberikan oleh guru secara individual. Dalam mengerjakan/ menjawab pertanyaaan siswa tidak diperbolehkan untuk memberitahu temannya atau bertanya pada temannya.

4. Skor kemajuan individual, pada tahap ini guru membandingkan hasil kuis anatara kelompok satu dengan yang lain. Untuk mengetahui apakah setiap kelompok memiliki kemanjuan baik secara kelompok maupun individual. Kemajuan individu dirata-ratakan dengan kelompok asal siswa sehingga diperoleh kemajuan kelompok.

5. Rekognisi, pada tahap ini setiap kelompok diberikan penghargaan atau kemajuan yang diperopleh oleh setiap kelompok.

6. Setelah pemberian poenghargaan kepada setiap kelompok, guru memberikan evaluasi kepada setiap siswa secara individual.

2.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran STAD

Setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan, begitu

juga dengan STAD. Kelebihan pembelajaran kooperatif metode STAD untuk menurut Yatmoko (2012) sebagai berikut :

(9)

2)Adanya anggota kelompok lain yang menghindari kemungkinan siswa mendapat nilai rendah, karena dalam tes lisan siswa dibantu oleh anggota kelompoknya.

3)Pembelajaran kooperatif menjadikan siswa mampu belajar berdebat, belajar mendengarkan pendapat orang lain, dan mencatat hal-hal yang bermanfaat untuk kepentingan bersama-sama.

4)Pembelajaran kooperatif menghasilkan pencapaian belajar siswa yang tinggi menambah harga diri siswa dan memperbaiki hubungan dengan

teman sebaya.

5)Hadiah atau penghargaan yang diberikan akan memberikan dorongan bagi siswa untuk mencapai hasil yang lebih tinggi.

6)Siswa yang lambat berpikir dapat dibantu untuk menambah ilmu pengetahuan.

7)Pembentukan kelompok-kelompok kecil memudahkan guru untuk memonitor siswa dalam belajar bekerja sama.

Menurut Slavin dalam Hartati (2009: 21) cooperative learning juga mempunyai kekurangan sebagai berikut:

1)Apabila guru terlena tidak mengingatkan siswa agar selalu menggunakan keterampilan-keterampilan kooperatif dalam kelompok maka dinamika kelompok akan tampak macet.

2)Apabila jumlah kelompok tidak diperhatikan, yaitu kurang dari empat, misalnya tiga, maka seorang anggota akan cenderung menarik diri dan kurang aktif saat berdiskusi dan apabila kelompok lebih dari lima maka kemungkinan ada yang tidak mendapatkan tugas sehingga hanya membonceng dalam penyelesaian tugas.

3)Apabila ketua kelompok tidak dapat mengatasi konflik-konflik yang

(10)

dapat berlatih belajar mandiri. Dan juga pembelajaran kooperatif memerlukan waktu yang lama sehingga target mencapai kurikulum tidak dapat dipenuhi, tidak dapat menerapkan materi pelajaran secara cepat, serta penilaian terhadap individu dan kelompok dan pemberian hadiah menyulitkan bagi guru untuk melaksanakannya.

Berdasarkan uraian tentang kelemahan dan kelebihan model STAD tersebut, dapat disimpulkan kelemahan dan kelebihan model pembelajaran STAD. Dibawah ini merupakan kelebihan dari model Pembelajaran STAD adalah sebagai

berikut:

1) Melatih siswa untuk belajar bekerjasama dan menghargai pendapat kelompok.

2) Siswa aktif mengikuti diskusi kelompok.

3) Pemberian penghargaan kelompok membuat siswa lebih meningkatkan prestasi siswa.

Selain memiliki kelebihan, model STAD juga memiliki kelemahan sebagai berikut :

1) Jika dalam proses pembelajaran pengawasan guru kurang, akan terjadi suasana yang gaduh dalam kelompok.

2) Siswa yang kemampuan akademiknya rendah, kurang dihargai di dalam kelompoknya.

2.3 Teori Belajar Dienes

Teori belajar Dienes akan dibahas mengenai dua sub bab, pertama tahap-tahap permainan Dienes, yang kedua kelebihan dan kelemahan teori belajar Dienes. Pada tahap-tahap permainan Dienes akan dibahas mengenai tahap-tahap permainan Dienes dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan pada kelebihan dan kelemahan teori belajar Dienes akan diuraikan mengenai kelebihan dan kekurangan dari teori belajar Dienes.

2.3.1 Tahap – Tahap Permainan Dienes

Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan

(11)

Pieget dan pengembangannya diorientasikan pada anak-anak sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi siswa yang mempelajari matematika. Menurut Dienes (Aisyah dkk, 2007: 3) “konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu yaitu permainan bebas (Free Play), permainan yang menggunakan aturan (Games), permainan kesamaan sifat (Searching for communalities), permainan representasi (Representation), permainan dengan simbolisasi (Symbolization), permainan dengan formalisasi (Formalization).” Tiap-tiap prinsip atau konsep dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau obyek-obyek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika. Tahap-tahap permainan Dienes sebagai berikut:

1) Permainan Bebas (Free Play)

Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Tahap ini merupakan tahap yang penting sebab pengalaman pertama, peserta didik berhadapan dengan konsep baru melalui interaksi dengan lingkungannya yang mengandung representasi konkrit dari konsep itu.

2) Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)

Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini

(12)

yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Sehingga peserta didik itu siap untuk memainkan permainan tersebut.

3) Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)

Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak

yang ada dalam permainan semula. 4) Permainan Representasi (Representation)

Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis.Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak. Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.

5) Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)

Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal.

6) Permainan dengan Formalisasi (Formalization)

Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir.Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus

(13)

yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas dan mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika.Anak didik pada masa ini bermain dengan simbol dan aturan dengan bentuk-bentuk konkret dan mereka memanipulasi untuk mengatur serta mengelompokkan aturan-aturan.

2.3.2 Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Dienes

Penggunaan teori dienes pada mata pelajaran khususnya matematika memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Berikut ini kelebihan dari penerapan teori dienes menurut Ferdianto (Wanda, 2007: 23):

1) Dengan menggunakan benda-benda konkret, siswa dapat lebih memahami konsep dengan benar.

2) Susunan belajar akan lebih hidup, menyenangkan, dan tidak membosankan.

3) Dominasi guru berkurang dan siswa lebih aktif.

4) Konsep yang lebih baik dipahami dapat lebih mengakar karena siswa membuktikannya sendiri.

5) Dengan banyaknya contoh dengan melakukan permainan siswa dapat menerapkan ke dalam situasi yang lain.

Selain memiliki kelebihan, teori belajar dienes juga memiliki kelemahan. Berikut ini kelemahan teori belajar dienes:

1) Tidak semua materi dapat menggunakan teori belajar Dienes, karena teori ini lebih mengarah ke permainan.

2) Tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama.

3) Bila pengajar tidak memiliki kemampuan mengarah siswa maka siswa

cenderung hanya bermain tanpa berusaha memahami konsep.

2.4 Model Pembelajaran Mekanistik

(14)

metode kurang bervariasi. Proses belajar mengajar cenderung dimulai dengan orientasi dan penyajian informasi yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari siswa, pemberian contoh soal dilanjutkan dengan tes. Peranan guru terutama adalah penyebar informasi. Proses belajar dilakukan dengan guru berceramah kepada siswa, disiplin kelas dan menilai siswa dengan tanya jawab. Disamping menyampaikan informasi, tugas guru di kelas adalah mengidentifikasi kesulitan belajar siswa, mensimulasi interaksi belajar siswa, memberikan bimbingan belajar, menggunakan multi media dan metode. Menurut Treffers (Evrieta, 2010: 22) “karakteristik pembelajaran matematika mekanistik adalah sebagai berikut (1) belajar bukan sebagai proses konstruksi melainkan proses peproduksi. Pelajaran tidak didasarkan pada orientasi konkret, tetapi setiap kali dimulai dengan tahap aritmetika formal. (2) proses belajar tidak mengenal tahap-tahap formalisasi, sehingga tidak ada jembatan antara kegiatan berkonteks yang informal dan pelajaran formal. (3) refleksi siswa kurang diperhatikan. Masalah disajikan secara khas, yaitu berupa soal simbolik dan cerita murni, tidak ada kesempatan untuk produksi bebas, tidak ada soal yang mengandung konflik, dan tidak ada soal yang informasinya dicari sendiri oleh siswa. (4) Pelajaran bersifat individual, tidak mengandung konteks sosial dan interaksi. (5) Keterkaitan antara materi matematika dan keterkaitan dengan realitas kurang ditekankan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran mekanistik menggunakan strategi dan metode ceramah dan drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan mengungkapkan kembali isi buku teks. Sehingga model pembelajaran ini merupakan praktek dari mekanistik dan direduksi menjadi pemberian informasi.

2.5 Hasil Kajian Yang Relevan

(15)

penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Kalibeji 01, Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang tahun 2012/2013, mata pelajaran Matematika, khususnya nilai semester 1 siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses model pembelajaran dengan model STAD yang dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri Kalibeji 01. Pembelajaran Matematika memerlukan strategi yang tepat. Oleh karena itu pembelajaran kooperatif sangat diperlukan agar terjadi kerjasama antar siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif yang dipilih adalah model

STAD. Model pembelajaran STAD dibagi menjadi lima tahap yaitu, tahap guru menyajikan materi, tahap kerja kelompok, tahap kuis, tahap skor kemajuan individu, dan tahap penghargaan.

Berdasarkan observasi kondisi awal, hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika masih rendah, ditandai dengan masih rendahnya prosentase ketuntasan siswa yang perlu ditingkatkan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: apakah penerapan STAD dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada siswa kelas IV. Bagaimana cara penerapan STAD dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri Kalibeji 01 tahun pelajaran 2012/2013.

Hasil penelitan ini menunjukan adanya peningkatan hasil belajar Matematika. Prosentase ketuntasan siswa pada kondisi awal hanya 55 %, pada siklus 1 meningkat menjadi 64 % dan meningkat lagi pada siklus 2 menjadi 86 %. Peningkatkan hasil belajar yang signifikan membuktikan bahwa pembelajaran model STAD dapat digunakan dalam pembelajaran Matematika pada kelas IV SD Negeri kalibeji 01 kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.

Dwi Rina (2013) dengan judul Efektivitas Penggunaan Alat Peraga Tiga Dimensi Dalam Pembelajaran Matematika Pada Materi Geometri Kelas V MI.

(16)

Cokrominoto yang berjumlah 15 orang sebagai kelas kontrol. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tes (pre-test dan post-test) dan obeservasi. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji t-test yang sebelumnya dilakukan uji prasyarat uij normalitas dan uji homogenitas.

Hasil penelitian ini menunjukkan nilai hasil uji tHitung 2.313 dan nilai tTabel 2.06, sehingga t-hitung > t-tabel (2.313>2.02) hal ini menunjukkan h0 : ditolak, H1: diterima, artinya rata-rata kelas eksperimen mengguakan alat peraga tiga dimensi lebih besar dari kelas kontrol tanpa menggunakan alat peraga. Hasil

penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh alat peraga terhadap hasil belajar siswa kelas V MI.

2.6 Kerangka Pikir

Masalah yang ada pada pembelajaran matematika adalah hasil belajar siswa Sekolah Dasar dalam mata pelajaran matematika masih belum memuaskan yakni, pencapaian hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Matematika cenderung lebih rendah dibandingkan dengan mata pelajaran lain seperti IPA, IPS dan Bahasa Indonesia. Rendahnya hasil belajar tersebut disebabkan oleh adanya pengaruh dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud antara lain minat belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika yang masih dinilai kurang. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa diantaranya adalah praktik pembelajaran yang masih menggunakan model mekanistik sehingga siswa menjadi pasif dan tidak termotivasi dalam mengikuti pembelajaran sehingga hasil belajarnya tidak optimal. Adapun kerangka berfikir yang akan digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini :

Gambar 2.1 Kerangka pikir Penelitian

Melalui Penerapan pembelajaran kooperatif metode STAD (Student Teams Achievement Divisions) diharapkan lebih tertarik dan fokus pada pembelajaran sehingga motivasi belajar dan hasil belajar mereka dapat meningkat. Hal ini

Model Pembelajaran STAD dikombinasikan dengan Teori

Permainan Dienes

Siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran

(17)

dikarenakan dalam pembelajaran kooperatif metode STAD, siswa belajar dalam kelompok heterogen (terdiri dari 4-5 anak dengan memperhatikan kesetraan gender dan terdiri dari siswa dengan tingkat akademis yang berbeda yakni, tinggi sedang, dan rendah). Dalam kelompok siswa akan belajar saling berdiskusi dan bekerja sama dalam memecahkan masalah. Siswa yang telah memahami materi dapat membantu teman yang lain yang belum memahami materi sehingga semua anggota kelompok dapat menguasai materi dengan baik. Belajar dalam bentuk kelompok serta perhitungan skor peningkatan prestasi individu serta penghargaan

Referensi

Dokumen terkait

Methodology: In vitro antioxidant activities of the extracts were studied using DPPH radical scavenging assay, NO scavenging assay, total phenol, total flavonoid content,

Untuk siklus ini, kegiatan belajar mengajar dengan metode Jigsaw sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana, meski peran guru masih cukup dominan untuk memberikan

[r]

Mahasiswa menguasai teori dan penerapan elektronika digital yang meliputi penggunaan sistem bilangan untuk operasi aritmatika, penyederhanaan rangkaian logika, perancangan

Sementara itu, Inggris pun mempromosikan teknik kimia sebagai ilmu yang berbeda di Eropa dan mulai membentuk Lembaga Insinyur Teknik Kimia (IChemE) pada

penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh dari faktor kinerja tenaga penjualan. terhadap sistem kontrol manager penjualan, tingkat pengalaman menjual

memperbaiki apa-apa kerosakan biasa yang disebabkan oleh " Fair Wear dan Tear " dan Tuan Rumah bertanggungjawab bagi mengawas dan mengurus segala

Ketiga variabel bebas berpengaruh positif dan signifikan baik secara lansung atau tidak lansung terhadap efektifitas penjualan dengan hipotesis yan diajukan adalah diterima