• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Inkonsistensi Pertimbangan dan Putusan Hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 28/PUU-XI/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Inkonsistensi Pertimbangan dan Putusan Hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 28/PUU-XI/2013"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara etimologi atau secara umum, Bambang Waluyo, S.H,1

menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hakim adalah organ pengadilan

yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah diletakkan

kewajiban dan tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu ditegakkan,

baik yang berdasarkan tertulis atau tidak tertulis (mengadili suatu perkara

yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas), dan

tidak boleh ada satupun yang bertentangan dengan asas dan sendi peradilan

berdasar Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam menjalankan kewajibannya, tugas utama bagi hakim yaitu

menerapkan hukum pada kasus konkret dalam wujud putusan. Dalam

penerapan hukum itu selalu diawali dengan penemuan hukum. Penemuan

hukum diperlukan dalam rangka memecahkan atau menyelesaikan suatu

persoalan hukum berdasarkan hukum atau secara hukum. Hukum yang

diterapkan adalah hukum yang berlaku positif. Dalam hal hukum positif

yang mengatur peristiwa hukum sudah jelas, maka tugas hakim yaitu

mempertemukan peristiwa hukum yang konkret dengan aturan hukum yang

1 Bambang Waluyo, S.H. Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia,

(2)

ada, akan tetapi apabila aturan hukum yang ada tidak jelas, atau tidak sesuai

rasa keadilan masyarakat atau kurang melindungi hak asasi, maka penemuan

hukum dilakukan dengan interpretasi yaitu menemukan

pengertian-pengertian aturan hukum yang ada, atau menggali bahan hukum yang

bersumber dari kesadaran hukum masyarakat atau teori-teori hukum yang

tersedia sehingga suatu peristiwa hukum konkret dapat dipecahkan secara

cepat dan benar. Penemuan hukum seperti ini disebut pembentukan hukum

(recht chepping) melalui wujud putusan.2

Dalam sebuah putusan hakim, terdapat beberapa indikator yang harus

di penuhi sebuah putusan yang dapat bernilai yurisprudensi, yaitu: (1)

putusan hakim yakni mengenai kasus tertentu; (2) ratio decidendi putusan,

yaitu berupa prinsip hukum yang dijadikan dasar putusan yang diambil; (3)

putusan berhubungan dengan perkembangan hukum sehingga putusan yang

diambil berkaitan erat dengan perubahan sosial; (4) putusan tersebut belum

diatur dalam undang-undang atau undang-undang kurang jelas. 3

Berdasarkan hal-hal diatas yang telah di paparkan mengenai sebuah

putusan maka hal tersebut juga seharusnya berlaku dalam sebuah Putusan

Mahkamah Konstitusi No. 28/PUU-XI/2013 dimana dalam putusan tersebut

ratio decidendi putusan sebagai salah satu serangkaian indikator yang

seharusnya dipenuhi hakim dalam membuat putusan menjadikannya sebagai

pertimbangan hukum yang menjadi dasar dalam hakim membuat putusan

yang pertimbangan hukum nya, namun justru yang terjadi adalah sebaliknya

2 Bagir Manan, dalam Idris, Rachminawati, Imam Mulyana, Penemuan Hukum

Nasional dan Internasioal, (Bandung: Penerbit Fikahati Aneska, bekerjasama dengan Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, 2012), hlm. 77.

(3)

dimana pertimbangan hukum yang di buat oleh hakim tidak konsisten

dengan putusan yang dibuat oleh hakim.

Hakim dalam pertimbangan hukum nya memberikan argumen yang di

dalam nya menanggapi pihak pemohon dan termohon terhadap pasal yang

di gugat dan dalam argumen hukum nya hakim terhadap beberapa pasal

yang di gugat hakim memberikan argumen yang merujuk kepada termohon.

Namun dalam putusannya hakim justru menolak permohonan termohon dan

mengabulkan permohonan pemohon. Sehingga dapat dilihat bahwa argumen

tersebut menimbulkan inkonsistensi hakim khusus nya dalam lingkup

peradilan Mahkamah Konstitusi dalam memberikan pertimbangan sebagai

dasar putusan yang secara khusus terdapat dalam pengujian pasal-pasal

dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian. Dimana

pasal-pasal yang dimohonkan oleh pemohon dianggap telah menghilangkan

karakteristik dasar Koperasi sebagai salah satu sistem perekonomian

Indonesia.

Sebagai contoh pertimbangan hakim yang inkonsistensi terdapat

dalam pengujian pasal 37 ayat (1) huruf f dan pasal 57 ayat (2) mengenai

pemberian imbalan bagi pengawas serta gaji dan tunjangan bagi pengurus.

Terhadap pasal tersebut pemohon keberatan apabila pengurus dan pengawas

diberi gaji dan imbalan. Termohon yaitu Pemerintah memberikan tanggapan

terhadap pasal tersebut bahwa pasal tersebut memiliki dasar pemikiran

bahwa prestasi kerja yang diberikan pengurus dan pengawas dengan

kapasitas dan kemampuan yang dimiliki serta tanggung jawab yang berat

(4)

apabila pengurus mendapatkan gaji dan pengawas juga mendapatkan

imbalan.

Pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa

menurut mahkamah, imbalan bagi pengawas serta gaji dan tunjangan bagi

pengurus bukanlah suatu persoalan konstitusionalitas. Sebab koperasi

sebagai salah satu pelaku ekonomi bukanlah suatu entitas yang statis

melainkan dinamis. Sehingga pemberian imbalan dan besaran imbalan

pengawas serta gaji dan tunjangan pengurus merupakan hak kewenangan

RAT (Rapat Anggota Tahunan) sebagai mekanisme kedaulatan para

anggota koperasi. Dengan demikian dalil pemberian imbalan bagi pengawas

serta gaji dan tunjangan bagi pengurus bukanlah suatu persoalan

konstitusionalitas. Dan pemberian besaran imbalan bagi pengawas serta gaji

dan tunjangan bagi pengurus merupakan hak kewenangan RAT sebagai

mekanisme kedaulatan para anggota koperasi, Tidak beralasan demi hukum.

Artinya hakim bisa menerima argumen termohon bahwa orang berkeja

dengan keahliannya wajar mendapat kan gaji atau imbalan. Namun dalam

putusannya hakim mencabut Undang-undang tentang Perkoperasian tersebut

termasuk Pasal 37 ayat (1) huruf f dan Pasal 57 ayat (2) mengenai

pemberian gaji bagi pengurus. Ini Inkonsistensi.

Selain itu terdapat pula pertimbangan hakim yang inkonsistensi

terdapat dalam pengujian Pasal 69 angka (1) yang menyatakan bahwa

“Sertifikat Modal Koperasi tidak memiliki hak suara.” Berdasarkan

pernyataan Termohon menyatakan bahwa, ketentuan Pasal 69

(5)

suara, oleh karena Koperasi bukan kumpulan modal. Sertifikat Modal

Koperasi yang diatur dalam Pasal 69 Undang-undang koperasi merupakan

jaminan kepastian hukum untuk melaksanakan Sertifikat Modal Koperasi,

yang justru merupakan bentuk perlindungan dan kepastian hukum untuk

memperkuat Koperasi dengan penerbitan Sertifikat Modal Koperasi. Dan

menurut Mahkamah peraturan Pasal 69 tersebut tidak sesuai dengan prinsrip

koperasi yang telah berorientasi menjadi perkumpulan modal dan bukan lagi

perkumpulan orang dengan usaha bersama sebagai modal utama nya. Dan

skema permodalan yang diatur dalam pasal ini dapat menjadikan modal

koperasi sebagian besar dimiliki oleh satu, dua atau beberapa anggota saja

sehingga tidak tertutup kemungkinan pemegang Sertifikat Modal Koperasi

terbesar memiliki pengaruh yang kuat menentukan jalannya Koperasi,

meskipun Sertifikat Modal Koperasi tidak menjadi dasar hak suara dalam

RAT. Dan dalam pertimbangan terhadap Pasal 69 hakim memiliki

inkonsistensi karena tidak sepenuh nya memihak kepada termohon atau

pemohon dan dalam pertimbangan nya terdapat keraguan.

Berdasarkan isu hukum tersebut maka akan di bahas secara lebih

lanjut dalam penulisan skripsi ini inkonsistensi seperti apa yang terdapat

antara pertimbangan dan putusan hakim dalam Putusan Mahkamah

Konstitusi No. 28/PUU-XI/2013, serta bagaimana akibat hukum nya jika

dalam sebuah putusan terdapat inkonsistensi antara pertimbagan dan

(6)

B. Rumusan Masalah

1. Inkonsistensi seperti apa yang terdapat antara pertimbangan dan putusan

hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 28/PUU-XI/2013 ?

2. Apakah akibat hukum dari adanya inkonsistensi antara pertimbangan

dan putusan hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No.

28/PUU-XI/2013 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Menggambarkan inkonsistensi antara pertimbangan hakim dengan

putusan hakim Mahkamah Konstitusi pada putusan No.

28/PUU-XI/2013

2. Menggambarkan bunyi putusan yang seharusnya dengan dasar

pertimbangan dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut

3. Menambah dan memperluas wawasan penulis mengenai poin-poin

dalam memberikan pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi pada

putusan No. 28/PUU-XI/2013.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan hakim dalam

(7)

kepada dasar filosofi dan prinsip-prinsip yang terdapat dalam

undang-undang dasar tahun 1945 dalam menguji undang-undang-undang-undang, yang mana

putusan hakim merupakan salah satu sumber hukum formal.

2. Praktis

Dengan dilaksanaannya penelitian ini, diharapkan hakim

mahkamah konstitusi sebagai seseorang yang dianggap mengetahui

hukum dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat luas

terhadap undang-undang koperasi yang berlaku dan undang-undang

koperasi yang harus di patuhi dalam menjalankan kegiatan usaha di

bidang koperasi. Sehingga masyarakat yang melakukan kegiatan usaha

koperasi dapat merasakan keamanan dan kenyamanan atas kepastian

hukum berdasarkan keutusan hakim mahkamah kostitusi dalam menguji

undang-undang koperasi.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum, menurut Peter

Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk

menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun

doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu-isu hukum yang dihadapi. Metode

penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk

menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi

normatifnya. Logika keilmuan yang ajeg dalam penelitian hukum

(8)

hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.4

Penelitian ini merupakan penelitian hukum karena dalam penelitian ini

membahas isu hukum mengenai adanya inkonsitensi pertimbangan dan

putusan hakim Mahkamah Konstitusi, untuk menjawab isu hukum

Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua

undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum

yang sedang ditangani.5 Pendekatan perundang-undangan dalam

penelitian hukum normatif memiliki kegunaan baik secara praktis

maupun akademis. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan

undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk

mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu

undang-undang dengan undang-undang-undang-undang lainnya atau antara undang-undang-undang-undang

dengan Undang-Undang Dasar atau regulasi dan undang-undang. Hasil

dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu

yang dihadapi.6 Penelitian hukum dalam level dogmatik hukum atau

penelitian untuk praktik hukum tidak dapat melepaskan diri dari

4 Johnny Ibrahim, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia,

Malang, 2011, hlm 57.

5 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cetakan ke-11, (Jakarta: Kencana, 2011),

(9)

pendekatan peruundang-undangan.7 Pendekatan perundang-undangan

ini digunakan dalam penelitian ini sebagai dasar hakim memberikan

pertimbangan dan putusan nya untuk menjawab inkonsistensi seperti

apakah yang terdapat dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.

28/PUU-XI/2013.

b. Pendekata Kasus (Case Aprroach)

Dalam menggunakan pendekatan kasus, yang perlu di pahami oleh

peneliti adalah ratio decidenci, yaitu alasan-alasan hukum yang

digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya.8 Menurut

Goodheart, ratio decidendi dapat ditemukan dengan memperhatikan

fakta meteriel.9 Perlunya fakta materiel tersebut diperhatikan karena

baik hakim maupun para pihak akan mencari aturan hukum yang tepat

untuk dapat diterapkan kepada fakta tersebut. Ratio decidendi inilah

yang yang menunjukan bahwa ilmu hukum merupakan ilmu yang

bersifat preskriptif, bukan deskriptif.10 Yang artinya adalah ilmu yang

mempelajari apa yang seyogianya atau apa yang seharusnya, dan

bukan menggambarkan sesuatu yang apa adanya.

Pendekatan kasus ini digunakan dalam penelitian ini berkaitan

dengan pertimbangan hakim sebagai dasar putusan khusus nya dalam

memperhatikan pertimbangan hakim pada putusan Mahkamah

Konstitusi No. 28/PUU-XI/2013. Dalam pertimbangan tersebut sudah

seharusnya hakim mempertimbangan fakta materiel dan argumentasi

7 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2005),

hlm, 136.

8 Ibid, hlm 158.

(10)

para pihak, sehingga hakim dapat menilai dengan bijak dalam

menentukan putusannya. Sehingga dengan menggunakan pendekatan

ini diharapkan hakim dapat membuat pertimbangan yang sesuai dan

Referensi

Dokumen terkait

Haryanti, ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM SEBAGAI ALTERNATIF DALAM PENENTUAN HARGA PELAYANAN RAWAT INAP DI RSUD KARANGANYAR Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu

Dapat dikatakan bahwa pengalaman Merek Online secara signifikan memiliki pengaruh terhadap membentuk loyalitas merek pelanggan aplikasi Go-jek di Surabaya, baik

[r]

BULU ATAU RAMBUT ??.. VARIATION

1) Mengolah bagian tubuh yang lemah menjadi sebuah kelebihan. Para peserta akan menari, dikaji tubuhnya dan sharing bersama antar pengajar dan peserta. Pada

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai kecerdasan emosional dan perilaku belajar terhadap tingkat pemahaman akuntansi, untuk mendapatkan

Untuk mengetahui kondisi atau masalah yang dijumpai pada guillain barre syndrome yang ditandai dengan parese (kelemahan) pada AGA dan AGB, penurunan aktifitas fungsional

selaku Ketua Program Manajemen Pendidikan Pascasarjana UMS, yang selalu bersedia meluangkan waktu di sela-sela kesibukan dan mengoreksi penulis hingga akhir