STUDY KOMPARASI TEKNIK PENGUKURAN SUHU ORAL DAN
REKTAL PADA PASIEN ANAK DI RRI ANAK RSUD. DR. IBNU SUTOWO BATURAJA TAHUN 2013
NI KETUT SUJATI
Poltekkes Palembang Prodi Keperawatan Baturaja
ABSTRAK
Latar belakang, variasi suhu pada berbagai bagian tubu dan kulit tidak seragam. Hal ini disebabkan oleh variasi aktivitas dari jaringan yang berbeda-beda, karena itu akan ditemukan bahwa variasi suhu akan tergantung pada area yang diukur. Dimana hasil pengukuran di rektal lebih peka dibandingkan dengan pengukuran suhu tubuh melalui oral, karena pengukuran suhu tubuh melalui rektal berada pada dinding pembuluh darah.
Metode Penelitian ini menggunakan metode penelitian Quasy Eksperiment, dengan menggunakan uji statistik menggunakan Uji T Dependen. Dengan sampel sebanyak 86 responden. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan rata-rata suhu pada teknik oral dan rektal pada pasien anak di RRI Anak RSUD. Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun 2013.
Analisa Data dilakukan untuk menganalisa rata-rata suhu tubuh dengan tehnik pengukuran suhu oral dan rektal. Dan untuk mengetahui perbedaan suhu tubuh pada oral dan rectal.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata antara hasil pengukuran suhu tubuh dengan menggunakan teknik Oral dan Rektal pada Pasien Anak di RRI Anak RSUD. Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun 2013.
Oleh karena itu disarankan kepada petugas kesehatan khususnya di RRI Anak RSUD. Dr. Ibnu Sutowo Baturaja untuk dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang tujuan, manfaat, keuntungan dan kerugian dalam melakukan tehnik pengukuran suhu tubuh melalui oral dan rectal pada anak-anak.
1
Latar Belakang
Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Meskipun dalam kondisi tubuh yang ekstrem dan aktivitas fisik, mekanisme kontrol suhu manusia tetap menjaga suhu inti atau suhu jaringan dalam relatif konstan. Suhu permukaan berfluktuasi bergantung pada aliran darah ke kulit dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar (Perry, 2005)
Pengukuran suhu tubuh merupakan komponen penting dari tanda vital yang diukur sebagai bagian dari pemeriksaan lengkap. Tetapi mungkin dapat diukur secara terpisah sebagai suatu cara cepat untuk melihat kondisi pasien atau mengenai suatu masalah. Tanda vital dan pengukuran fisiologis yang lain dapat menjadi dasar untuk pemecahan masalah klinis. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan mengenai suhu tubuh yang normal dan dengan pandangan ini berarti bahwa seseorang apakah bagian tubuhnya panas atau dingin. Untuk orang dewasa tentunya akan menginformasikan melalui verbal, bila mengalami perubahan sebagai informasi subyektif dalam penilaian awal dan selanjutnya (Rosa, 2009).
Reseptor suhu yang paling penting untuk mengatur suhu tubuh adalah banyak neuron peka panas khususnya yang
terletak pada area preoptika hipotalamus. Neuron ini meningkatkan pengeluaran inpuls bila suhu meningkat dan mengurangi inpuls yang keluar bila suhu turun. Selain neuron ini reseptor lain yang peka terhadap suhu adalah reseptor suhu kulit termasuk reseptor dalam lainnya yang juga menghantarkan isyarat terutama isyarat dingin ke susunan syaraf pusat panas untuk membantu mengontrol suhu tubuh disebabakan oleh berbagai hal, yaitu 50 persen disebabkan sebaiknya dilakukan pengukuran suhu rektal, karena anak pada usia ini belum dapat menahan termometer dalam mulutnya (Rahman, 2009).
permasalahan akan mempengaruhi tujuan yang ditentukan dan pilihan intervensi yang direncanakan oleh perawat. Menurut sumber bahwa terdapat variasi suhu pada berbagai bagian tubuh, suhu kulit tidak seragam dan hal ini disebabkan oleh variasi aktivitas dari jaringan yang berbeda-beda, karena itu akan ditemukan bahwa variasi suhu akan tergantung pada area yang diukur (Puji, 2011).
Faktor-faktor lingkungan dan infeksi minor dapat menghasilkan suhu lebih tinggi pada bayi dan anak kecil dari pada anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa. Pada bayi yang sangat muda, demam merupakan salah satu tanda suatu gangguan. Pada anak usia bermain, kejang karena panas dapat sama dengan demam dan merupakan masalah yang penting. Ada dan tidaknya demam dan penyabab demam adalah penting dalam
merencanakan asuhan
keperawatan. Suhu tubuh harus diukur saat masuk kefasilitas perawatan kesehatan, sabelum dan sesudah pembedahan atau prosedur diagnostik invasif, selama dalam masa infeksi yang tidak teridentifikasi, setelah tindakan menurunkan demam, dan kadang-kadang pada bayi atau anak yang tampak merah mukanya, merasa hangat, atau letargi (Joyce, 2008).
Pada bayi tidak dapat mengatur suhu tubuh mereka seperti yang dilakukan oleh orang
dewasa. Sehubungan dengan belum matangnya mekanisme pengaturan panas dan juga perkembangan yang belum matang. Bayi mempunyai laju metabolik yang tinggi dan karena suhu mereka mungkin lebih tinggi dari keadaan normal. Ada ketidakmampuan perkembangan untuk mengatur suhu tubuh pada bayi. Bayi muda atau kecil karena belum matangnya hipotalamus dan sistem saraf otonom. Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh dapat ditetapkan sepanjang masa anak usia bermain (Toddler) sampai dengan usia 3 tahun. Bayi dan anak kecil ini berisiko terjadinya kejang demam sampai usia ini (Helen, 2009).
pada pengukuran suhu di rektal. Sedangkan pengukuran di rektal karena daerah tersebut banyak pembuluh darah walaupun sekarang sudah dianjurkan untuk menghindari oleh karena dapat menyebabkan trauma pada pembuluh-pembuluh darah apabila dilakukan secara berulang (Latif, 2010).
Dari data RRI Anak RSUD. Dr. Ibnu Sutowo pada tahun 2011 terdapat jumlah pasien anak sebanyak 1.817 orang sedangkan pada tahun 2012 pada bulan Januari sebanyak 167 orang dan Februari sebanyak 126 orang pasien anak (RSUD. Dr. Ibnu Sutowo Baturaja, 2013).
Dari latar belakang di atas maka penulis mengadakan penelitian dengan judul “Study Komparasi Teknik Pengukuran Suhu Oral dan Rektal pada Pasien Anak di RRI Anak RSUD. Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun 2013”.
Belum diketahuinya perbedaan rata-rata suhu pada teknik Oral dan Rektal pada Pasien Anak di RRI Anak RSUD. Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun 2013.
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Perbedaan Rata-Rata Suhu Pada Teknik Oral dan Rektal Pada Pasien Anak di RRI
Anak RSUD. Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun 2013. 2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui rata-rata suhu tubuh dengan pengukuran suhu oral di RRI Anak RSUD. Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun 2013. b. Mengetahui rata-rata suhu
tubuh dengan pengukuran suhu raktal di RRI Anak RSUD. Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun 2013. c. Mengetahui perbedaan
suhu tubuh pada oral dan rectal di RRI Anak RSUD. Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun 2013.
Tinjauan Teori
Suhu yang dimaksud adalah panas atau dingin suatu substansi. Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Meskipun dalam kondisi tubuh yang ekstrim selama melakukan aktivitas fisik, mekanisme kontrol suhu manusia tetap menjaga suhu inti atau suhu jaringan dalam relatif konstan. Suhu permukaan berfluktuasi bergantung pada aliran darah ke kulit dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Karena fluktuasi suhu permukaan ini, suhu yang dapat diterima berkisar dari 36
0
C atau 38 0
7 suhu yang relatif sempit (Perry, 2005).
1. Keseimbangan Panas
Pengertian regulasi suhu adalah suatu pengaturan secara kompleks dari suatu proses dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan. Manusia pada dasarnya secara fisiologis digolongkan dalam makhluk berdarah panas atau homoteral. Organisasi homoteral mempunyai temperatur tubuh konstan walaupun suhu lingkungan berubah. Hal ini karena ada interaksi secara berantai yaitu heat proukdi (pembentukan panas) dan heat loss (kehilangan panas). Kedua proses ini aktivitasnya diatur oleh susunan saraf yaitu hipotalamus (Syaifuddin, 2009)
Reseptor suhu yang paling penting untuk mengatur suhu tubuh adalah banyak neuron peka panas khususnya yang terletak pada area preoptika hipotalamus. Neuron ini meningkatkan pengeluaran inpuls bila suhu meningkat dan mengurangi inpuls yang keluar bila suhu turun. Selain neuron ini reseptor lain yang peka terhadap suhu adalah reseptor suhu kulit termasuk reseptor dalam lainnya yang juga menghantarkan isyarat terutama isyarat dingin ke susunan syaraf pusat panas
untuk membantu mengontrol suhu tubuh.
2. Aliran Darah
Tingginya kecepatan pangaliran darah ke kulit menyebabkan panas dikonduksi dari bagian dalam tubuh ke kulit dengan efesiensi yang tinggi. Pembuluh darah menembus jaringan isolator sub kutis dan tersebar luas dalam bagian sub papilaris kulit. Aliran darah dalam kulit mempunyai dua fungsi yaitu mengatur suhu tubuh dan menyuplai makanan kepada kulit yang merupakan mekanisme transfer panas yang utama dari inti tubuh ke kulit. Suhu tubuh berpindah dari darah melalui pembuluh darah ke permukaan kulit dan hilang ke lingkungan sekitar melalui mekanisme penghilangan panas (Syaifuddin ,2009; Guyton , 1997)
suhu yang berlainan, dan besar perbedaan suhu antara bagian-bagian tubuh dengan suhu lingkungan bervariasi. Ekstremitas umumnya lebih dingin daripada bagian tubuh lainnya.
Suhu skrotum
dipertahankan secara ketat pada 320 C. Suhu
rektal dapat
mencerminkan suhu inti tubuh dan paling sedikit dipengaruhi oleh
perubahan suhu
lingkungan.
Suhu inti tubuh manusia mengalami fluktuasi sirkadian teratur sebesar 0,5-0,70 C. Pada orang-orang yang tidur pada malam hari dan terjaga pada siang hari (walaupun bertirah baring dirumah sakit), suhu paling rendah pada pukul 6.00 pagi dan tertinggi pada malam hari. Suhu paling rendah saat tidur, sedikit lebih tinggi pada keadaan terjaga tetapi santai, dan meningkat seiring dengan aktivitas. (Ganong, 2002)
b. Pembentukan Panas Setiap waktu, berbagai reaksi kimia
dasar berperan
membentuk panas tubuh.
Asupan makanan
meningkatkan
pembentukan panas karena aksi dinamik
(dynamic action) spesifik dari makanan, tetapi sumber utama panas adalah kontraksi otot rangka. Pembentukan panas dapat berubah-ubah akibat pengaruh mekanisme endokrin walaupun tidak terjadi asupan makanan atau gerakan otot. Epinefrin dan norepinefrin menyebabkan
peningkatan pembentukan panas yang cepat tetapi singkat, hormone tiroid menimbulkan
peningkatan yang lambat tetapi berlangsung lama. (Ganong, 2002).
c. Mekanisme Pengaturan Suhu
Respons-respons tersebut mencakup perubahan otonom, somatic, endokrin, dan prilaku. Satu kelompok respons meningkatkan pengeluaran panas dan menurunkan
pembentukan panas,
kelompok lain
menurunkan pengeluaran panas dan meningkatkan pembentukan panas. Secara umum pajanan panas merangsang kelompok respons pertama dan menghambat yang terakhir, sedangkan
pajanan dingin
Penyesuaian termoregulatoris
melibatkan respons-respons lokal serta respons refleks yang lebih menyeluruh. Apabila pembuluh-pembuluh darah kulit di dinginkan, pembuluh-pembuluh
tersebut menjadi lebih
peka terhadap
katekolamin, dan arteriol serta venula mengalami konstriksi. Efek lokal dingin ini mengarahkan darah menjauhi kulit (Ganong, 2002)
Tabel 2.1. Nilai Normal Suhu Tubuh
Teknik Pengukuran Nilai Normal Demam Bila… Keterangan
Meraba dengan tangan - - Sangat tidak akurat, dan tidak
direkomendasikan Suhu di dalam mulut
(Oral)
35,5° – 37,5° C > 37,5° C Aman dan akurat
Lebih akurat dibandingkan dengan suhu ketiak
Tidak dianjurkan pada anak usia < 5 tahun atau anak sulit bekerja sama Suhu ketiak (aksila) 34,7° – 37,3° C > 37,3° C Cukup akurat
Hasil lebih rendah 0,5° C dibandingkan dengan suhu oral
Mudah dilakukan pada semua usia
Suhu rektal (anus) 36,6° – 37,9° C > 37,9° C Akurat
Tidak nyaman bagi anak Suhu telinga 35,7° – 37,5° C > 37,5° C Keakuratannya masih
diperdebatkan oleh para ahli
Tidak dianjurkan pada bayi usia < 3 bulan
3. Faktor-faktor yang
mempengaruhi suhu tubuh
a. Usia
Pada saat lahir bayi meninggalkan lingkungan yang hangat yang relatif konstan, masuk ke dalam lingkungan yang suhu berfluktuasi dengan cepat. Mekanisme tubuh masih
Regulasi tidak stabil sampai pada anak-anak mencapai pubertas. Rentang suhu normal turun secara berangsur sampai seseorang mendekati masa lansia. b. Stres
Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal dan persarafan. Perubahan fisiologi tersebut meningkatkan panas. Pasien yang cemas saat masuk rumah sakit atau sedang melakukan pemeriksaan kesehatan suhu tubuhnya akan lebih tinggi dari normal. Adanya stres dapat dijembatani dengan mengunakan sistem pendukung, intervensi krisis dan peningkatan harga diri. Sistem pendukung sangat penting untuk penatalaksanaan stres seperti keluarga (orang tua) yang dapat mendengarkan, perhatian,
merawat dengan
dukungan secara emosional selama mengalami stress. Sistem pendukung pada intinya dapat mengurangi reaksi stres dan peningkatan kesejahteraan fisik dan mental. Intervensi krisis merupakan teknik untuk menyelesaikan masalah, memulihkan seseorang secepat mungkin pada
tingkat fungsi semua dimensi sebelum krisis. Peningkatan harga diri dilakukan untuk membantu dalam strategi reduksi stres yang positif yang dilakukan untuk mengatasi stres (Perry, 2005).
c. Lingkungan Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh dimana suhu dikaji dalam ruangan yang sangat hangat, pasien mungkin tidak mampu meregulasi suhu tubuh akan naik. Apabila klien berada pada lingkungan luar tanpa baju hangat, suhu tubuh mungkin rendah karena penyebaran yang efektif dan pengeluaran panas yang kondusif. Bayi dan lansia paling sering dipengaruhi oleh suhu lingkungan karena mekanisme suhu mereka kurang klien. d. Perubahan suhu
Perubahan suhu tubuh diluar rentang normal mempengaruhi set point hipotalamus. Perubahan ini dapat berhubungan dengan produksi panas yang berlebihan, produksi
panas minimal.
tersebut mempengaruhi masalah klinis yang di alami klien (Perry, 2005).
Pengukuran Suhu Tubuh
Nilai hasil pemeriksaan suhu merupakan indikator untuk menilai keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas. Nilai ini akan menunjukkan peningkatan bila pengeluaran panas meningkat. Kondisi demikian dapat juga disebabkan oleh vasodilatasi, berkeringat, hiperventilasi dan lain-lain. Demikian sebaliknya, bila pembentukan panas meningkat maka nilai suhu tubuh akan menurun. Kondisi ini dapat dilihat pada peningkatan metabolisme dan kontraksi otot. Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan secara oral dan rectal (Hidayat, 2004).
1. Tujuan Tindakan
Pengukuran suhu tubuh dilakukan untuk mengetahui rentang suhu tubuh. (Hidayat, 2004)
2. Alat dan Bahan
a. Termometer
b. Tiga buah botol : botol pertama berisi larutan sabun, botol kedua berisi larutan desinfektan dan botol ketiga berisi air bersih
c. Bengkok d. Kertas/tisu e. Vaselin
f. Buku catatan suhu g. Sarung tangan
3. Prosedur Kerja
Pengukuran Suhu Tubuh Secara Umum
Pemeriksaan Suhu Oral a. Jelaskan prosedur pada
klien b. Cuci tangan
c. Gunakan sarung tangan d. Atur posisi pasien
(manusia coba)
e. Tentukan letak bawah lidah
f. Turunkan suhu
thermometer, dibawah 340-350 C
g. Letakkan thermometer di bawah lidah sejajar dengan gusi, anjurkan mulut di katupkan selama 3-5 menit
h. Angkat thermometer dan baca hasilnya, catat hasil i. Bersihkan thermometer
dengan kertas tisu
j. Cuci dengan air sabun, desinfektan, bilas dengan air bersih dan keringkan k. Cuci tangan setelah
prosedur dilakukan Pemeriksaan Rektal
a. Jelaskan prosedur pada klien
b. Cuci tangan
c. Gunakan sarung tangan d. Atur posisi pasien
(manusia coba) dengan posisi miring
e. Pakaian diturunkan sampai di bawah glutea f. Tentukan thermometer
dan atur pada nilai nol lalu oleskan vaselin. g. Letakkan telapak tangan
dan masukan thermometer kedalam rektal jangan sampai berubah tempatnya dan ukur suhu.
h. Setelah 3-5 menit angkat thermometer.
i. Catat hasil
j. Bersihkan thermometer dengan kertas tisu
k. Cuci dengan air sabun, desinfektan, bilas dengan air bersih dan keringkan l. Cuci tangan setelah
prosedur dilakukan. Pemeriksaan suhu aksila a. Jelaskan prosedur pada
klien b. Cuci tangan
c. Gunakan sarung tangan d. Atur posisi pasien
(manusia coba)
e. Tentukan letak aksila dan bersihkan daerah aksila dengan menggunakan tisu.
f. Turunkan thermometer di bawah suhu 340-350 C. g. Letakkan thermometer
pada daerah aksila dan lengan pasien fleksi di atas dada.
h. Setelah 3-10 menit thermometer diangkat dan dibaca hasilnya.
i. Catat hasil
j. Bersihkan thermometer dengan kertas tisu.
k. Cuci dengan air sabun, desinfektan, bilas dengan air bersih dan keringkan l. Cuci tangan setelah
prosedur dilakukan (Hidayat, 2004)
4. Cara Mengukur Suhu
Tubuh pada Anak
Berikut ini adalah cara mengukur suhu tubuh pada anak:
a. Mengukur suhu di
dalam mulut (oral)
1) Bila anak baru saja minum atau makan, tunggu 20 – 30 menit sebelum mengukur temperatur di dalam rongga mulut
2) Pastikan tidak ada makanan, permen, dan lain-lain di dalam mulut anak anda 3) Letakkan ujung
termometer di bawah lidah, minta anak untuk mengatupkan bibirnya di sekeliling termometer. Ingatkan dia untuk tidak menggigit termometer atau berbicara saat ada termometer di dalam mulutnya. Minta anak untuk rileks dan bernafas biasa melalui hidung. 4) Setelah terdengar
nada beep, baca angka yang tertulis
b. Mengukur suhu ketiak (aksila)
1) Buka baju anak dan dalamannya
(termometer harus menyentuh kulit, bukan baju)
dada sehingga termometer terjepit 3) Tunggu sampai
terdengar nada “beep”. Baca angka yang tertera.
c. Mengukur
temperatur rectal
1) Lumasi ujung termometer dengan jelly pelicin yang larut
air (jangan
pergunakan petroleeum jelly) 2) Baringkan anak di
pangkuan anda atau di atas tempat yang rata dan agak keras
3) Satu tangan
memegang bagian bawah pantat anak agar tidak bergerak-gerak. Tangan yang lain memasukkan termometer melalui anus sejauh 1 – 2 cm, tetapi bila terasa ada tahanan, jangan masukkan lebih jauh dari 1 cm.
4) Termometer dikepit di antara dua jari saat bagian tangan anda yang lain memegang
pantat anak.
Tenangkan anak/bayi, ajak bicara sambil anda memegang termometer tersebut.
5) Tunggu sampai terdengar nada “beep” dan bacalah angka yang tertera
Bahan dan Cara
Jenis penelitian Quasy Eksperiment. Penelitian ini dilakukan pada umumnya untuk melakukan observasi dan pengukuran hanya terhadap karateristik sejumlah subjek atau kelompok subjek yang dapat dipandang mewakil populasinya. Untuk mengetahui rata-rata suhu tubuh dengan menggunakan tehnik oral dan rectal.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang di rawat di RRI Anak RSUD. Dr. Ibnu Sutowo Baturaja pada bulan Mei s/d Juni Tahun 2013.
Tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi yaitu:
1. Responden merupakan pasien yang di rawat di RRI Anak RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja 2. Bersedia menjadi
responden
Hasil
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui rata-rata suhu tubuh yang diukur dengan menggunakan tehnik pengukuran suhu tubuh melalui Oral dan Rektal.
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Nilai Rata-rata Suhu Tubuh dengan Tehnik Pengukuran Suhu Oral dan Raktal di RRI Anak
RSUD. Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun 2013
Variabel Mean STD Minimal Maksimal
Suhu Oral 37,222 0,6273 35,0 38,6
Suhu Rektal
36,766 0,8750 35,2 40,2
Rata-rata hasil pengukuran suhu melalui oral adalah 37,222ºC, dengan standar devisiasi 0,6273ºC. Sedangkan hasil pengukuran suhu tubuh melalui rektal adalah 36,766ºC, dengan standar devisiasi 0,8750ºC.
1. Analisa Data Bivariat
Analisis bivariat untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata suhu tubuh oral dan rectal.
Tabel 5.2
Perbedaan Suhu Tubuh pada Oral dan Rectal di RRI Anak RSUD. Dr. Ibnu Sutowo Baturaja
Tahun 2013
Variabel Mean STD p Value Minimal Maksimal N Suhu Oral 37,222 0,6273 0,000 35,0 38,6 86 Suhu Rektal 36,766 0,8750 0,000 35,2 40,2 86 Rata-rata hasil pengukuran suhu melalui oral adalah 37,222ºC, dengan standar devisiasi 0,6273ºC. Sedangkan hasil pengukuran suhu tubuh melalui rektal adalah 36,766ºC, dengan standar devisiasi 0,8750ºC. Hasil uji statistik didapatkan nilai value 0,000, berarti (p < α), hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan rata-rata hasil pengukuran suhu tubuh melalui oral dan rectal.
Pembahasan
Berdasarkan hasil dari penelitian diperoleh bahwa terdapat perbedaan rata-rata antara hasil pengukuran suhu tubuh dengan menggunakan teknik Oral dan Rektal pada
Pasien Anak di RRI Anak RSUD. Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun 2013.
37 dibandingkan dengan suhu oral 0,5ºC.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mufaza (2009) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
menyatakan bahwa Pengkuran suhu tubuh melalui ketiak hanya menggambarkan suhu perifer tubuh, sehingga dianggap kurang akurat.
Pengukuran suhu melalui rektal dianggap paling akurat
karena mewakili suhu inti tubuh dan paling sedikit dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Suhu tubuh yang diukur di mulut akan lebih rendah 0.5-0.6°C (17) dari suhu rektal. Suhu tubuh yang diukur diketiak akan lebih rendah 0.8-1.0°C (1.5-2.0°F) dari suhu oral. Suhu tubuh yang diukur di timpani akan 0.5-0.6°C (1°F) lebih rendah dari suhu ketiak.
Hasil penelitian ini juga mendekati sama dengan teori yang dikemukakan oleh American Academy of
Pediatrics (AAP) dimana suhu normal rektal pada anak berumur kurang dari 3 tahun sampai 38 °C, suhu normal oral sampai 37,5°C. Pada anak berumur lebih dari 3 tahun suhu oral normal dapat mencapai 37,2ºC, sedangkan suhu rectal normal dapat mencapai 37,8°C. Sedangkan menurut NAPN (National Association of Pediatric Nurse) disebut demam bila bayi
berumur kurang dari 3 bulan
suhu rektal melebihi 38°C. Pada anak umur lebih dari 3 bulan, suhu aksila dan oral lebih dari 38, 3 °C.
Hal ini disebabkan karena selain di tempat pengukuran yang berbeda juga dipengaruhi oleh tingkat kepekaan, dimana hasil pengukuran di rektal lebih peka dibandingkan dengan pengukuran suhu tubuh melalui oral, karena pengukuran suhu tubuh melalui rektal berada pada dinding pembuluh darah.
Pernyataan diatas juga sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Potter & Perry (2005) yang menyatakan bahwa hasil pengukuran suhu tubuh melalui rectal terbukti lebih dapat diandalkan bila suhu oral tidak dapat suhu inti tubuh. Tetapi, sekarang dianjurkan untuk menghindari pengukuran suhu tubuh melalui rectal hal ini dikarenakan dapat menyebabkan trauma pada pembuluh-pembuluh darah apabila dilakukan secara berulang (Latif, 2010).
Sedangkan, pengukuran suhu melalui oral dipengaruhi oleh cairan atau makanan yang dicerna, meroko, dan pemberian oksigen (Neff et al, 1988). Tidak boleh dilakukan pada klien yang mengalami bedah oral, trauma oral, riwayat epilepsy, atau gemetar akibat kedinginan. Tidak boleh dilakukan pada bayi, anak kercil, anak yang sedang
menjelaskan fenomena di atas adalah:
1. Transfer Panas
Energi panas yang hilang atau masuk ke dalam tubuh melalui kulit ada 4 cara yaitu:
a. Konduksi
Adalah pemaparan panas dari suatu obyek yang suhunya lebih tinggi ke obyek lain dengan jalan kontak langsung (Gabriel, 1998). Agar terjadi konduksi kedua obyek harus berbeda suhu dan harus saling
berkontak misalnya pada keperawatan mengukur suhu dengan
menggunakan termometer air raksa di bagian tubuh manusia atau permukaan tubuh kehilangan atau memperoleh panas melalui konduksi kontak langsung dengan substasi lebih dingin atau lebih panas termasuk udara atau air.
b. Konveksi
Konveksi adalah pemindahan panas melalui gas atau cairan yang bergerak. Aliran konveksi dapat terjadi karena massa jenis udara panas sangat ringan dibandingkan udara dingin misalnya orang telanjang yang duduk dalam ruangan yang kehilangan sekitar 12% panasnya dengan cara
konduksi ke udara menjauhi tubuh. c. Radiasi
Adalah suatu energi panas dari suatu permukaan obyek ke obyek lain tanpa mengalami kontak dari kedua obyek tersebut (Ganong, 2002), misalnya seseorang yang telanjang dalam ruangan dengan suhu kamar normal kehilangan sekitar 60% panas total secara radiasi. Jika suhu tubuh naik, pusat kendali suhu di otak akan melebar dan
meningkatkan aliran darah ke permukaan kulit sambil membawa panas tubuh.
pot.com/2011/01/suhu-tubuh.html diakses 24 Februari 2012)
2. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Hasil Pengukuran Suhu Tubuh
a. Tempat Pengukuran Tempat pengukuran yang tidak bersih, basah dan terdapat infeksi atau di lokasi dapat memberikan hasil yang kurang akurat, hal ini dapat berpengaruh pada hasil akhir
pengukuran suhu yang dilakukan.
b. Alat pengukuran Alat yang digunakan adalah termometer air raksa yang sejenis dan ukurannya sama. c. Metode pengukuran
Sebelum melakukan pengukuran air raksa sudah harus diturunkan sampai batas reservoir. d. Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk pengukuran baik yang di ketiak maupun di lipat paha harus sama (menit) (Perry, 2005) 3. Sistem Isolator Tubuh
Kulit, jaringan subkutis dan khususnya lemak jaringan merupakan isolator panas bagi tubuh, bila tidak ada darah yang
mengalir dari organ-organ internal yang telah dipanasi ke kulit, sifat isolator tubuh kira-kira sama dengan tiga perempat sifat isolator pakaian yang biasa.
Bagian otak yang berpengaruh terhadap
pengaturan suhu tubuh adalah hipotalamus anterior dan hipotalamus posterior. Hipotalamus anterior (AH/POA) berperanan meningkatkan hilangnya panas, vasodilatasi dan menimbulkan
keringat.Hipotalamus posterior (PH/ POA) berfungsi meningkatkan penyimpanan panas, menurunkan aliran darah, piloerektil, menggigil, meningkatnya produksi panas, meningkatkan sekresi hormon tiroid dan mensekresi epinephrine dan
norepinephrine serta meningkatkan basal metabolisme rate.
Jika terjadi penurunan suhu tubuh inti, maka akan terjadi mekanisme
homeostasis yang membantu memproduksi panas melalui mekanisme feed back negatif untuk dapat meningkatkan suhu tubuh ke arah normal (Tortora, 2000).
merangsang Thyrotroph di kelenjar pituitary anterior untuk melepaskan TSH (Thyroid stimulating hormon). Impuls syaraf dihipotalamus dan TSH kemudian mengaktifkan beberapa organ efektor. Berbagai organefektor akan berupaya untuk
meningkatkan suhu tubuh untuk mencapai nilai normal, diantaranya adalah :
1) Impuls syaraf dari pusat peningkatan panas
merangsang syaraf sipatis yang menyebabkan pembuluh darah kulit akan mengalami vasokonstriksi. Vasokonstriksi
menurunkan aliran darah hangat, sehingga
perpindahan panas dari organ internal ke kulit. Melambatnya kecepatan hilangnya panas
menyebabkan temperatur tubuh internal
meningkatkan reaksi metabolik melanjutkan untuk produksi panas. 2) Impuls syaraf di nervus
simpatis menyebabkan medulla adrenal merangsang pelepasan epinephrine dan
norepinephrine ke dalam darah. Hormon
sebaliknya, menghasilkan peningkatan metabolisme selular, dimana
meningkatkan produksi
peningkatan panas merangsang bagian otak yang meningkatkan tonus otot dan memproduksi panas. Tonus otot meningkat, dan terjadi siklus yang berulang-ulang yang disebut menggigil. Selama menggigil maksimum, produksi panas tubuh dapat meningkat 4x dari basal rate hanya dalam waktu beberapa menit 3) Kelenjar tiroid
memberikan reaksi terhadap TSH dengan melepaskan lebih hormone tiroid kedalam darah. Peningkatan kadar hormon tiroid secara perlahan-lahan
meningkatkan
metabolisme rate, dan peningkatan suhu tubuh.
Jika suhu tubuh meningkat diatas normal maka putaran mekanisme feed back negatif berlawanan dengan yang telah disebutkan diatas. Tingginya suhu darah merangsang termoreseptor yang mengirimkan impuls syaraf ke area preoptic, dimana sebaliknya
dan konduksi bersamaan dengan peningkatan volume aliran darah dari inti yang lebih hangat ke kulit yang lebih dingin. Pada waktu yang bersamaan,
metabolisme rate berkurang, dan tidak terjadi menggigil. Tingginya suhu darah
merangsang kelenjar keringat kulit melalui aktivasi syaraf simpatis hipotalamik. Saat air menguap melalui permukaan kulit, kulit menjadi lebih dingin. Respon ini melawan efek penghasil panas dan membantu mengembalikan suhu tubuh kembali normal.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang ”Study Komparasi Teknik Pengukuran Suhu Oral dan Rektal pada Pasien Anak di RRI Anak RSUD. Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun 2013” dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil rata-rata suhu oral dan rectal adalah 37,2ºC
sedangkan, suhu rectal rata-rata 36,7ºC. Jadi rata-rata-rata-rata suhu rectal lebih rendah dibandingkan dengan suhu oral 0,5ºC. Hasil uji statistik didapatkan nilai value 0,000, berarti (p < α).
2. Terdapat perbedaan rata-rata antara hasil pengukuran suhu tubuh dengan menggunakan teknik Oral dan Rektal pada Pasien Anak di RRI Anak
RSUD. Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun 2013.
Referensi
Ganong F William. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran.
Helen, 2009.
Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakrata : EGC. Joyce, H. 2008.
http://helenjoyce.blog.spot.com /2008/06/cara-mengukur-suhu-tubuh-pasien
Latif, D. 2010.
http://daniellatif.wordpress.com/my-articles/mengukur-suhu-tubuh Http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/23062/5/Chapter% 20I.pdf diakses 21 Februari 2012 Pukul 14. 00 WIB. Http://mariapoppy.blogspot.com/201
1/01/suhu-tubuh.html diakses 24 Februari 2012
Hidayat Alimul Aziz. 2008.
Menentukan Populasi, Sampel dan Teknik Sampling. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Puji, Indra. 2011.
/mengukur-suhu-tubuh-anak-dengan-termometer
Perry & Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses dan Praktik. Jakarta: Buku Kedokteran. Rahman, 2009.
http://askep45kesehatan.blogspot.co m/2009/03/suhu-tubuh
Rosa, 2009.