UG JURNAL VOL.11 NO.04 1
INVENTARISASI TANAMAN POTENSIAL INSEKTISIDA
BOTANI PADA ARBORETUM UNIVERSITAS GUNADARMA
Oleh: Risnawati1)
Evan Purnama Ramdan2)
Herik Sugeru3)
1). Prodi Agroteknologi, Universitas Gunadarma 2). Prodi Agroteknologi, Universitas Gunadarma 3). Prodi Agroteknologi, Universitas Gunadarma
Abstraks
Inventarisasi jenis tanaman berkhasiat insektisida botani dilakukan di Kebun Koleksi Tanaman Langka (Arboretum) Universitas Gunadarma, Desa Mulyasari, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada bulan Desember 2016.Penelitian bertujuan untuk menginventarisir jenis-jenis tanaman berkhasiat insektisida yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan serangga hama pertanian.Penelitian menggunakan metode orientasi langsung dan studi pustaka.Identifikasi nama spesies tanaman telah tertera pada tanaman tersebut, kemudian peneliti melakukan penentuan tanaman sebagai insektisida botani berdasarkan padakajian pustaka setelah peneliti mendata seluruh jenis tanaman yang tersedia di KebunKoleksi Tanaman Langka tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 10jenis tanamanberkhasiat sebagai insektisida yaitu Barringtonia asiatica, Aglaia elliptica, Aglaia odorata, Sandoricum koetjapi, Callophyllum soulatri, Cinnamomun camphora, Annona squamosa, Annona muricata, dan Pometia pinnata. Bagian tanaman tersebut yang dapat dijadikan sebagai insektisida adalah kulit batang, ranting, daun, dan biji.
Kata kunci: insektisida botani, Annona squamosa, Barringtonia asiatica, Sandoricum koetjapi, Cinnamomun camphora
PENDAHULUAN
Pengendalian serangga hamahingga saat ini yang dilakukan oleh para petani masih banyak mengandalkan penggunaan insektisida berbahan kimia sintetik. Petani lebih memilih penggunaan insektisida kimia sintetik tersebut karena aplikasi di lapangan yang praktis, relatif mudah didapat, cepat kelihatan hasilnya dan harganya relatif murah (Djojosumarto, 2008; Abbas et al.,2015; Norris et al. 2003). Namun, seiring perkembangan ilmu pengetahuan, penggunaan insektisida kimia sintetik ternyata berdampak negatif. Beberapa dampak negatif tersebut di antaranya resistensi serangga hama, resurjensi/ledakan populasi serangga hama dan munculnya serangga hama sekunder
serta residu pada hasil panen(Abbas et al., 2014, Abbas et al., 2015; Abbas et al., 2016; Alen et al., 2015; Dono et al., 2010;Ejaz et al.,2016; Norris et al., 2003; Tarwotjo et al., 2014). Berdasarkan dampak tersebut, para ilmuwan mencari cara pengendalian alternatiflain yang aman serta ramah lingkungan yaitu salah satunya dengan memanfaatkan tanaman sebagai pengendali terhadap serangga hama tanaman.Tanaman yang berkhasiat sebagai racun serangga dikenal dengan sebutan insektisida botani (Dadang dan Prijono, 2008).
2 UG JURNAL VOL.11 NO.04 Leguminosae, dan Simaroubaceae (Prijono
et al.,2001; Syahputra et al.,2004; Prijono, 2005; Lina et al.,2006; Dadang et al., 2007; Syahputra, 2008;Abizar dan Prijono, 2010; Risnawati et al., 2013; Santhosh et al., 2015; Tariagan et al., 2016). Risnawati et al.,(2013) melaporkan bahwa ekstrak metanol biji Annona squamosa(srikaya) asal Pontianak dan ekstrak etil asetat daun bunga ungu Tephrosia vogelii (kacang babi) asal Bogor masing-masing pada konsentrasi sub letal (LC50) (yang
mematikan 50% dari seluruh jumlah sampel percobaan) yaitu 0.068 dan 0.07% terhadap ulat krop kubis Crocidolomia pavonana di laboratorium.
Selain bersifat insektisida, ekstrak tanaman aktif juga memiliki pengaruh terhadap penghambat reproduksi dan penghambat peneluran, sehingga hal tersebut meningkatkan efisiensi kerja ekstrak tanaman tersebut sebagai racun serangga. Risnawati et al.,(2013) melaporkan bahwa ekstrak metanol biji srikaya dan ekstrak etil asetat daun kacang babi bunga ungu pada konsentrasi sub letal pada LC50 dapat menurunkan jumlah telur
yang diletakkan oleh imago C. pavonana masing-masing berturut-turut sebesar 29.6.4% dan57.3% pada larva ujiinstar 4C. pavonanadibandingkan dengan kontrol.
Keunggulan lainnya dari tanaman yang berkhasiat sebagai insektisida botani adalah ekstrak tanaman yang bahan bakunya diaplikasikan secara campuran dapat bersifat sinergistik(tingkat toksisitas campuran ekstrak lebih tinggi dibanding toksisitas ekstrak tunggalnya) (abizar dan Prijono, 2010).Sehingga hal tersebut dapat mengefektifkan dan mengefisienkan ketersediaan bahan baku. Selanjutnya hal
tersebut juga meminimalisirkan
ketergantungan hanya pada satu jenis bahan baku (Dadang dan prijono 2008). Abizar
Budidaya tanaman langka sekaligus sebagai koleksi tanaman plasma nutfah
yang dikembangkan sebagai upaya
pelestarian dan salah satu upaya konservasi keanekaragaman sumber daya alam yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Hal
tersebut tersedia pada Kebun Koleksi Tanaman Langka (Arboretum) Universitas Gunadarma.Beberapa di antara tanaman tersebut di samping memiliki khasiat sebagai insekstisida, juga memiliki nilai estetika dari segi keberagamannnya. Tanaman langka tersebut terdiri dari beberapa jenis spesies dari berberapafamili tanaman. Asal tanaman tersebut sebagian besar dari Kebun Raya Bogor, Jawa Barat.
Berbagai jenis tanaman yang terdapat pada Kebun Koleksi Tanaman Langka tersebut, mulai dari banyaknya variasi famili hingga banyaknya variasi dari segi jenis spesies tanaman yang ditanam belum pernah dilakukan invetarisir secara khusus mengenai jenis tanaman yang berkhasiat sebagai insektisida botani.Pengumpulan informasi mengenai tanaman berkhasiat insektisida perlu dilakukan sebagai data base pada Arboretum tersebut.Selanjutnya akan mempermudah bagi pihak peneliti bidang terkait untuk mengetahui letak penyebaran bahan baku ketersediaan tanaman sebagai plasma nutfah sekaligus sebagai insektisida botani.Berdasarkan hal tersebut sehingga perlu diadakan suatu penelitian inventarisasi tanaman berkhasiat insektisida sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi berbagai jenis tanaman yang ada pada kebun Koleksi Tanaman Langka Universitas Gunadarma, di Desa Cikalong, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Tujuan penelitian adalah
menginventarisirjenis-jenis tanaman yang berpotensi sebagai insektisida botani yang dibudidayakan di Kebun Koleksi Tanaman Langka, Universitas Gunadarma, berlokasi di daerah Cikalong, kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.Berdasarkan informasi tersebut maka dapat memanfaatkan tanaman tersebut sebagai alternatif pengendalian terhadap beberapa serangga hama atau melakukan pengembangan lebih lanjut dengan memperbanyak tanaman yang serupa.
METODE PENELITIAN
Inventarisir tanaman dilakukan di
kebun Koleksi Tanaman Langka
UG JURNAL VOL.11 NO.04 3 Koleksi Tanaman Langka (Arboretum)
Universitas Gunadarma, Desa Mulyasari, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Luas Lahan kebun tanaman langka tersebut yaitu 75 x 25 m.
Metode yang digunakan adalah orientasi secara langsung dengan mengamati secara langsung semua jenis tanaman di lapangan danstudi kepustakaan dengan cara analisis dokumen isi.Metode kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data-data dari bahan-bahan pustaka yang berasal dari berbagai buku, literature, jurnal, dan terbitan lainnya yang berhubungan dengan penelitian tersebut.
Penentuan golongan famili dan jenis tanaman sudah dilakukan oleh para pengoleksi tanaman. Pada tanaman tersebut sudah dilengkapi indentitas famili dan spesies jenis tanaman tersebut. Pendataan semua jenis tanaman dilakukan terkait dengan nama spsesies dan famili masing-masing dari tanaman tersebut. Selanjutnya menentukan jenis-jenis tanaman berkhasiat insektisida berdasarkan studi pustaka terkait.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan diperoleh bahwa terdapat
beberapa famili tanaman yang
dibudidayakan pada di Kebun Koleksi Tanaman Langka (Arboretum) Universitas Gunadarma, Desa Mulyasari, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, yaitu terdiri atas famili Annonacea, Meliaceae, Euphorbiaceae, Flacourtiaceae, Gnetaceae, Hammdaceae, Lauraceae, Lecythidaceae,
Magnoliaceae, Caesalpiniaceae,
Chrysobalanaceae, Clusiaceae,
Combretaceae, Dilleniaceae,
Dipterocarpaceae, Acanthaceae,
Agavaceae, Anacardiaceae, Apocynaceae, Arecaceae, Bignoniaceae, Bombacaceae, Burceraceae, dan Caesalpiniaceae. Sebanyak enamfamili tanaman diketahui berpotensi sebagai racun bagi serangga hama (Tabel 1).
Penyebaran tanaman tersebut dapat dijumpai di beberapa daerah di Indonesia. Namun daerah yang berpotensi sebagai penghasil bahan aktif yang lebih tinggi tingkat toksisitasnya, salah satunya berkaitan dengan musim yang ada di
daerah tersebut. Jawa Timur sebagai daerah beriklim kering,kandungan bahan aktif yang dimiliki tanaman pada dearah tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan Kalimantan Barat, yang beriklim hujan (tropis basah). Hal tersebut dilaporkan pada penelitian Risnawati (2007) bahwa ekstrak etanol biji mimba asal Asembagus dan Situbondo, Jawa Timur memiliki tingkat toksisitas lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak etanol biji mimba asal Pontianak Kalimantan Barat dengan LC50 0.1, 0.1, dan
0.18% terhadap larva C. pavonana.
Bagian-bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai insektisida botani dapat berupa akar, kulit batang, ranting, tangkai daun, daun, bunga dan biji. Tanaman srikaya, sirsak, kecapi, matoa dan keben, bagian yang memiliki kandungan senyawa aktif paling tinggi yaitu pada bagian biji (Risnawati, 2007; Dadang dan Prijono, 2008; Syahputra, 2010). Risnawati (2013) melaporkan bahwa ekstrak methanol biji srikaya asal Pontianak Kalbar memiliki toksisitas 10 kali lipat lebih tinggi di bandingkan dengan ekstrak etil asetat daun kacang babi dengan LC50 masing-masing
sebesar 0.007% dan 0.068% terhadap larva C. pavonana. Penggunaan biji pada tanaman sebagai insektisida botani memiliki peranan yang sangat potensial karena tidak merusak tanaman sehingga tidak menggagu kerja fotosintesis. Sedangkan tanaman Callophylum soulatri bagian yang memiliki kandungan senyawa aktif paling tinggi yaitu kulit batang. Sedangkan tanaman pacar cina bagian yang memiliki kandungan senyawa aktif paling tinggi adalah ranting dan daun.
Penyediaan insektisida botani dapat dilakukan dalam bentuk sediaan sederhana. Penggunaan sediaan sederhana, bahan tanaman diekstrak menggunakan air sebagai pelarut untuk memperoleh bahan aktif yang terkandung pada tanaman tersebut. Bahan tanaman yang digunakan dapat dalam bentuk basah atau kering. Akan tetapi kelemahan dalam bentuk sediaan sederhana, penggunaan bahan tanaman lebih banyak, sehingga terjadi pemborosan bahan tanaman (Dadang dan Prijono, 2008).
4 UG JURNAL VOL.11 NO.04 antaranya seperti metanol, etanol, etil
asetat, diklorometana, dan dietel eter (Dadang dan Prijono, 2008). Pelarut organik tersebut memiliki tingkat kepolaran yang tinggi hingga yang bersifat non polar. Pelarut polar dapat melarutkan bahan aktif yang bersifat polar, begitu juga pelarut yang bersifat non polar akan melarut bahan aktif yang bersifat non polar (Dadang dan Prijono, 2008). Perbedaan jenis pelarut akan mempengaruhi kandungan bahan aktif yang terekstrak, yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat toksisitas terhadap serangga hama sasaran. Bassana dan Prijono 1994 melaprkan bahwa ektrak air biji srikaya memiliki LC50 sebesar 0.208%,
jauh berbeda tingkat toksisitasnya dengan ekstrak methanol biji srikaya dengan LC50
0.007% terhadap C. pavonana (Risnawati et al., 2013).
Insektisida yang bahan aktifnya berasal dari tanaman dari berbagai daerah atau lokasi berbeda memiliki tingkat toksisitas yang berbeda. Pada saat akan
menggunakan bahan tanaman yang
diketahui bersifat insektisida maka perlu dilakukan uji keaktifan bahan tersebut. Risnawati et al., (2007) melaporkan bahwa toksisitas biji mimba (Azadirachta indica) yang asal biji dari Situbondo, Jawa Timur dan Pontianak, Kalimantan Barat memiliki tingkat toksisitas yang berbeda pada LC50
yaitu masing-masing berturut-turut sebesar 0.1 dan 0.18%. Adanya perbedaan toksisitas tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa aktif di dalam ekstrak biji tersebut.
Insektisida botani tidak hanya memiliki efek tunggal berupa insektisida seperti insektisida kimia sintetik, namun juga efek lainnya seperti menurunkan tingkat reproduksi (Dono et al., 2008; Risnawati et al., 20130), maka selanjutnya berakibat pada penurunan jumlah generasi atau populasi pada tahap berikutnya. Hal tersebutakan menguntungkan bagi petani, tanaman mereka sedikit yang terserang oleh serangga, sehingga tindakan pengendalian juga menjadi lebih ringan.
Efek selanjutnya adalah menghambat lama perkembangan (Cespedes et al., 2013). Syahputra dan Prijono (2011)
melaporkan bahwa sediaan fraksi
diklorometana Callophilum soulatri pada konsentrasi 0.09% dapat mengakibatkan
lama perkembangan larva 6.14 hari lebih lama dibandingkan kontrol.Adanya lama
perkembangan pada serangga yang
diakibatkan oleh insektisida botani karena senyawa aktif sediaan mengganggu kerja hormonal serangga, sehingga kerja metabolisme di dalam tubuh serangga juga terhambat secara keseluruhan. Akhirnya
berdampak terhadapperkembangan
serangga berlangsung dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan lamanya perkembangan serangga tanpa perlakuan.
Selain efek insektisida, hambatan makan juga merupakan efek lain dari insektisida botani.Syahputra dan Prijono (2011) melaporkan bahwa sediaan fraksi diklorometana kulit batang C. soulattri pada konsentrasi 0.075% mengakibatkan hambatan makan larva C. pavonana
sebesar 100% terhadap daun
brokoli.Serangga hama tidak mau
memakan tanaman yang sudah
diaplikasikan sediaan insektisida botani. Adanya hambatan makan tersebut dapat disebabkan karena kemungkinan tanaman tersebut mengandung senyawa aktif yang merupakan senyawa metabolit sekunder memberikan memberikan dampak pada serangga untuk menolak makan atau menghentikan aktivitas makan. Selain hal tersebut, hamabatan terjadi pada serangga dikarenakan alat mulut serangga dilengkapi dengan sensori untuk mendeteksi senyawa metabolit sekunder pada tanaman yang dialipkasikan sediaan insektisida (Schoonhoven, 1987).
Efek lain yang menguntungkan dari penggunaan insektisida botani terhadap seranggahama yaitu menghambat peletakan telur serangga pada inang tanaman (Risnawati et al., 2013). Adanya efek
menghambat peneluran tersebut
dikarenakan pada ekstrak tanaman yang berkhasiat sebagai insektisida botani mengandung senyawa volatil yang dapat mencegah serangga hama untuk datang menghampiri atu hinggap pada tanaman yang telah diaplikasikan insektisida botani tersebut. Senyawa volatile pada tanaman selain bersifat sebagai pengahambat peneluran juga dapat berisifat toksik atau mematikan (Mikhaiel, 2008).
UG JURNAL VOL.11 NO.04 5 sebagai insektisida, akan tetapi
berpengaruh terhadap penghambat makan, penghambat peneluran, dan reproduksi (Tabel 2). Bagian tanaman yang dapat dijadikan sebagai racun serangga terdapat pada berbagai bagian tanaman di antaranya pada akar, kulit batang, ranting, tangkai daun, daun, bunga dan biji (Tabel 2).
Penyebaran tanaman tersebut dapat dijumpai di beberapa daerah di Indonesia. Namun daerah yang berpotensi sebagai penghasil bahan aktif yang lebih tinggi tingkat toksisitasnya, salah satunya berkaitan dengan musim yang ada di daerah tersebut. Jawa Timur sebagai daerah beriklim kering,kandungan bahan aktif yang dimiliki tanaman pada dearah tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan Kalimantan Barat, yang beriklim hujan (tropis basah). Hal tersebut dilaporkan pada penelitian Risnawati (2007) bahwa ekstrak etanol biji mimba asal Asembagus dan Situbondo, Jawa Timur memiliki tingkat toksisitas lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak etanol biji mimba asal Pontianak Kalimantan Barat dengan LC50 0.1, 0.1, dan
0.18% terhadap larva C. pavonana.
Bagian-bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai insektisida botani dapat berupa akar, kulit batang, ranting, tangkai daun, daun, bunga dan biji. Tanaman srikaya, sirsak, kecapi, matoa dan keben, bagian yang memiliki kandungan senyawa aktif paling tinggi yaitu pada bagian biji (Risnawati, 2007; Dadang dan Prijono, 2008; Syahputra, 2010). Risnawati (2013) melaporkan bahwa ekstrak methanol biji srikaya asal Pontianak Kalbar memiliki
toksisitas 10 kali lipat lebih tinggi di bandingkan dengan ekstrak etil asetat daun kacang babi dengan LC50 masing-masing
sebesar 0.007% dan 0.068% terhadap larva C. pavonana. Penggunaan biji pada tanaman sebagai insektisida botani memiliki peranan yang sangat potensial karena tidak merusak tanaman sehingga tidak menggagu kerja fotosintesis. Sedangkan tanaman Callophylum soulatri bagian yang memiliki kandungan senyawa aktif paling tinggi yaitu kulit batang. Sedangkan tanaman pacar cina bagian yang memiliki kandungan senyawa aktif paling tinggi adalah ranting dan daun.
Penyediaan insektisida botani dapat dilakukan dalam bentuk sediaan sederhana. Penggunaan sediaan sederhana, bahan tanaman diekstrak menggunakan air sebagai pelarut untuk memperoleh bahan aktif yang terkandung pada tanaman tersebut. Bahan tanaman yang digunakan dapat dalam bentuk basah atau kering. Akan tetapi kelemahan dalam bentuk sediaan sederhana, penggunaan bahan tanaman lebih banyak, sehingga terjadi pemborosan bahan tanaman (Dadang dan Prijono, 2008).
Tabel 1 Hasil inventarisasi tanaman berkhasiat insektisida botanidi Kebun Koleksi Tanaman Langka (Arboretum) Universitas Gunadarma
No Famili Spesies Nama lokal
1. Lecythidaceae Barringtonia asiatica Keben
2. Meliaceae Aglaia elliptica Tanglar, Lengsar
3. Meliaceae Aglaia odorata Pacar Cina
4. Meliaceae Sandoricum koetjapi Kecapi
5. Clusiaceae Callophyllum soulattri Langkung
6. Lauraceae Cinnamomun camphora Kayu Manis
7. Annonaceae Annona squamosal Srikaya
8. Annonaceae Annona muricata Sirsak
6 UG JURNAL VOL.11 NO.04
Tabel 2 Hasil Penelitian jenis-jenis tanaman berpotensi insektisida dan bagian tanaman yang dimanfaatkan
No Spesies Bagian
tanaman Asal tanaman Pelarut Fraksi Serangga uji Aktivitas Toksisitas Pustaka
1
Barringtonia asiatica
Biji C. pavonana Residu Dono dan
Rismanto, 2008
Biji Jatinangor,
Sumedang Metanol C. pavonana Insektisida LC50 0.15% Dono et al. 2008
Biji Jatinangor,
Sumedang Metanol C. pavonana
Penghambat perkembangan
Biji Sengkubang,
Sungai Kunyit, Pontianak
Etanol C. pavonana
Insektisida LC50 0.14% Syahputra, 2010
Penghambat
peneluran Syahputra, 2010
Efektifitas di
lapangan Syahputra, 2010
Biji Air C. pavonana Insektisida
50g/l, kematian
100%
Syahputra, 2010
2 Aglaia
elliptica
Biji Kebun Raya
Bogor Metanol Etil asetat C. pavonana
Insektisida LC50 0.11
Lina dan Prijono, 1999 Penghambat
perkembangan
Insektisida LC50 0.08%
Charnelis et al., 1998
Biji Kebun Raya
Bogor Aseton C. pavonana
Penghambat perkembangan
3
Aglaia odorata
Daun Air C. pavonana Insektisida LC50 657.24
mg/l Tarwotjo, 2009
Ranting Air C. pavonana Insektisida Tarwotjo, 2009
Daun Cisarua, bogor
Metanol
teknis C. pavonana Insektisida LC50 0.49%
Mahfud et al., 2016
Ranting Bantar
Kemang, Methanol Etil asetat
Liriomyza
huidobrensis Insektisida Insektisida
UG JURNAL VOL.11 NO.04 7 Bogor
4
Callophyllum soulattri
Kulit batang
Teluk Melano, Ketapang, kalbar
Methanol
Diklorometana C. pavonana Insektisida LC50 0.051%
Syahputra et al., 2006
Diklorometana C. pavonana Hambatan
makan
Syahputra dan Prijono, 2011
Diklorometana C. pavonana Penghambat
perkembangan
Syahputra dan Prijono, 2011
5 Cinnamomun
camphora Minyak
Haematopinus
tuberculatus insektisida LC50 2.74% Khater et al. 2009 6
Annona squamosa
Biji Pontianak,
Kalbar Metanol C. pavonana
Insektisida LC50 0.007%
Risnawati et al., 2013
Penghambat peneluran
Risnawati et al., 2013
Reproduksi Risnawati et al.,
2013
Biji Tamil Nadu
India
Isoamyl
asetat Heksana
Aedes aegypti; Culex quinquefasciatus
Insektisida
LC50,
11.7ppm; 12.71ppm
Velayutham dan Ramanibai, 2016
Biji Lampung Air C. pavonana Insektisida LC50 0.208% Basana dan
Prijono, 1994
Biji Solo Aseton C. pavonana Insektisida LC50 0.012% Prijono et al.,
1997 7
Annona muricata
Biji Deli, Serdang,
Medan Aseton
Sitophilus
zeamais. M Insektisida
Azmanizar et al., 2008
Biji Sp State,
brazil Etanol
T ni; M.
persicae Insecticide
Ribeiro et al., 2014
8. Sandoricum
koetjapi Biji
Pontianak,
Kalbar Etanol C. pavonana Insektisida
Indriani et al., 2010
9. Pometia
pinnata Biji
Pontianak,
Kalbar Etanol C. pavonana Insektisida
8 UG JURNAL VOL.11 NO.04 Metode lainnya dalam mengekstrak
bahan aktif tanaman dapat menggunakan pelarut organik. Pelarut organik tersebut di antaranya seperti metanol, etanol, etil asetat, diklorometana, dan dietel eter (Dadang dan Prijono, 2008). Pelarut organik tersebut memiliki tingkat kepolaran yang tinggi hingga yang bersifat non polar. Pelarut polar dapat melarutkan bahan aktif yang bersifat polar, begitu juga pelarut yang bersifat non polar akan melarut bahan aktif yang bersifat non polar (Dadang dan Prijono, 2008). Perbedaan jenis pelarut akan mempengaruhi kandungan bahan aktif yang terekstrak, yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat toksisitas terhadap serangga hama sasaran. Bassana dan Prijono 1994 melaprkan bahwa ektrak air biji srikaya memiliki LC50 sebesar 0.208%,
jauh berbeda tingkat toksisitasnya dengan ekstrak methanol biji srikaya dengan LC50
0.007% terhadap C. pavonana (Risnawati et al., 2013).
Insektisida yang bahan aktifnya berasal dari tanaman dari berbagai daerah atau lokasi berbeda memiliki tingkat toksisitas yang berbeda. Pada saat akan
menggunakan bahan tanaman yang
diketahui bersifat insektisida maka perlu dilakukan uji keaktifan bahan tersebut. Risnawati et al., (2007) melaporkan bahwa toksisitas biji mimba (Azadirachta indica) yang asal biji dari Situbondo, Jawa Timur dan Pontianak, Kalimantan Barat memiliki tingkat toksisitas yang berbeda pada LC50
yaitu masing-masing berturut-turut sebesar 0.1 dan 0.18%. Adanya perbedaan toksisitas tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa aktif di dalam ekstrak biji tersebut.
Insektisida botani tidak hanya memiliki efek tunggal berupa insektisida seperti insektisida kimia sintetik, namun juga efek lainnya seperti menurunkan tingkat reproduksi (Dono et al., 2008; Risnawati et al., 20130), maka selanjutnya berakibat pada penurunan jumlah generasi atau populasi pada tahap berikutnya. Hal tersebutakan menguntungkan bagi petani, tanaman mereka sedikit yang terserang oleh serangga, sehingga tindakan pengendalian juga menjadi lebih ringan.
Efek selanjutnya adalah menghambat lama perkembangan (Cespedes et al., 2013). Syahputra dan Prijono (2011)
melaporkan bahwa sediaan fraksi
diklorometana Callophilum soulatri pada konsentrasi 0.09% dapat mengakibatkan lama perkembangan larva 6.14 hari lebih lama dibandingkan kontrol.Adanya lama
perkembangan pada serangga yang
diakibatkan oleh insektisida botani karena senyawa aktif sediaan mengganggu kerja hormonal serangga, sehingga kerja metabolisme di dalam tubuh serangga juga terhambat secara keseluruhan. Akhirnya
berdampak terhadapperkembangan
serangga berlangsung dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan lamanya perkembangan serangga tanpa perlakuan.
Selain efek insektisida, hambatan makan juga merupakan efek lain dari insektisida botani.Syahputra dan Prijono (2011) melaporkan bahwa sediaan fraksi diklorometana kulit batang C. soulattri pada konsentrasi 0.075% mengakibatkan hambatan makan larva C. pavonana
sebesar 100% terhadap daun
brokoli.Serangga hama tidak mau
memakan tanaman yang sudah
diaplikasikan sediaan insektisida botani. Adanya hambatan makan tersebut dapat disebabkan karena kemungkinan tanaman tersebut mengandung senyawa aktif yang merupakan senyawa metabolit sekunder memberikan memberikan dampak pada serangga untuk menolak makan atau menghentikan aktivitas makan. Selain hal tersebut, hamabatan terjadi pada serangga dikarenakan alat mulut serangga dilengkapi dengan sensori untuk mendeteksi senyawa metabolit sekunder pada tanaman yang dialipkasikan sediaan insektisida (Schoonhoven, 1987).
Efek lain yang menguntungkan dari penggunaan insektisida botani terhadap seranggahama yaitu menghambat peletakan telur serangga pada inang tanaman (Risnawati et al., 2013). Adanya efek
menghambat peneluran tersebut
UG JURNAL VOL.11 NO.04 9
KESIMPULAN DAN SARAN
Arboretum yang tersedia
beranekaragam jenis tanaman dan beragam potensi yang dimiliki. Salahsatunya tanaman tersebut berkhasiat insektisida botani, akanmemberikan manfaat bagi pertanian ke depannya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Terdapat 6 famili tanaman yang diketahui aktif terhadap serangga hama yaitu family Lecythidaceae, Meliacea, Clusiaceae, Lauraceae, Annonaceae, dan Sapindaceae.
Satu jenis tanaman dapat mematikan beberapa jenis serangga sehingga hal tersebut sangat efektif bagi tindakan pengendalian, salah satunya mengurangi biaya pengendalian. Pengendalian dapat dilakukan sekaligus terhadap beberapa serangga hama sasaran.
Tanaman yang berpotensi insektisida tersebut perlu dilakukan penelitian uji toksisitas untuk mengetahui secara tepat konsentrasi letal efektif bagi serangga hama sasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas N, Crickmore N, Shad SA. 2015. Efficacy of insecticide mixture against a resistant strain of house fly (Diptera: Muscidae) collected from a poultry farm. Int. J. Trop. Insect Sci. 35(1): 48-53.
Abbas N, Ijaz M, Shad SA, Binyameen M. 2016. Assessment of resistance risk to fipronil and cross resistance to other insecticides in the Musa domestica L. (Diptera: Muscidae). Vet. Parasitol. 223, 71-76.
Abbas N, Khan HAA, Shad SA. 2014. Resistance of the house fly Musca domestica (Diptera: Muscidae) to lamda-cyhalothrin: mode of inheritance, realized heritability, and cross-resistance to other insecticides. Ecotoxicology.23, 791-801.
Abbas N, samiullah, Shad SA, Razaq M, Waheed A, Aslam M. 2014. Resistance of spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) to profenofos: relative fitness and cross resistance. Crop Protection 58: 49-54.
Abbas N, Shad SA. 2015. Assessment of resistance risk to lambda-cyhalotrhrin and cross-resistance to four other insecticides in the house fly, Musa domestica L. (Diptera: Muscidae). Parasitol. Res. 114, 2629-2637.
Abizar M, Prijono D. 2010. Aktivitas insektisida ekstrak daun dan biji
Tephrosia vogelii J.D. Hooker
(Leguminosae) dan ekstrak buah Piper cubeba L. (Piperaceae) terhadap larva
Crocidolomia pavonana (F.)
(Lepidoptera: Crambidae). JHPT Trop. 10(1):1-12.
Alen Y, Zulhidayati, Suharti N. 2015. Pemeriksaan residu pestisida profenofos pada selada (Lactuca sativa L.) dengan metode kromatografi gas. Jurnal Sains Farmasi & Klinis 1(2): 140-149.
Azmanizar, Djamin A, Idris AB. 2008. Effect of selected plant extract on mortality of adult Sitophilus zeamais
Motschulsky (Coleoptera:
Curculionidae) a pest of stored rice grains. Malays. Appl. Biol. 37(2):41-46. Aliyah L, Prijono D, Widodo. 2001. Aspek
teknis dalam penyiapan insektisida
botani dari tanaman Dysoxylum
acutangulum miq. Untuk penggunaan di tingkat petani. Dalam: Sukartana et al., editor. Prosiding Seminar Nasional III PEI: pengelolaan Serangga yang Bijaksana Menuju Optimasi Produksi; Bogor, 6 November 2001. Bogor: Perhimpunan Entomologi Indonesia. hlm 102-111.
Basana IR, Prijono D. 1994. Insecticidal activity of aqueous seed extracts of four spesies of Annona (Annonaceae) against cabbage head caterpillar, Crocidolomia pavonana. Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan. 7(2): 50-60.
Cespedes CL, Molina SC, Munoz E, lamella C, Alarcon J, Palacios SM, Carpinella MC, Avila JG. 2013. The insecticidal, molting disruption and insect growth inhibitory activity of extracts from Condalia microphylla Cav. (Rhamnaceae). Industrial Crops and Products.42: 78-86.
Charnelis, Prijono D, Ratna ES. 1998. Aktivitas insektisida ekstrak tiga biji
spesies Meliaceae terhadap
10 UG JURNAL VOL.11 NO.04 (Lepidoptera: Pyralidae). Buletin Hama
dan Penyakit Tumbuhan. 10(2): 22-28. Dadang, Prijono D. 2008. Insektisida
Nabati: Prinsip, Pemanfaatan,dan
Pengembangan. Departemen Proteksi Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Dadang, Fitriasari ED, Prijono D. 2009.
Effectivenes of two botanical
innsecticide formulations to two major cabbage insect pests on field application. JISSAAS.15(1):42-51. De Cassia Seffrin R, Shikano I, Akhtar Y,
Isman MB. 2010. Effects of crude seed extracts of Annona atemoya and Annona squamosa L. against the cabbage looper, Trichoplusia ni in the laboratory and greenhouse. Crop Protection: 29:20-24. Dono, Hidayat S, Nasahi C, Anggarini E.
2008. Pengaruh Ekstrak Biji
Barringtonia asiatica L. (Kurz)
(Lecythidaceae) terhadap mortalitas larva dan fekunditas Crocidolomia pavonana F. (Lepidoptera: Pyralidae). Jurnal Agrikultura. (19)1: 5-14.
Dono D, Rismanto. 2008. Aktivitas residu ekstrak Barringtonia asiatica (L.) Kurz. Terhadap larva Crocidolomia pavonana F. (Lepidoptera: Pyralidae). Jurnal Agrikultura. (19)3: 184-190.
Dono D, Ismayana S, Idar, Prijono D,
Muslikha I. 2010. Status dan
mekanisme resistensi biokimia
Crocidolomia pavonana (F.)
(Lepidoptera: Crambidae) terhadap
insektisida organofosfat serta
kepekaannya terhadap insektisida botani ekstrak biji Barringtonia asiatica. J. Entomol. Indon. (7)1:9-27.
Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta Selatan (ID): PT. Agro Media Pustaka.
Ejaz M, Afzal MBS, Shabbir G, Serrao JE, Shad SA, Muhammad W. 2016. Laboratory selection of chlorpyrifos resistance in an invasive pest, Phenacoccus solenopsis (Homoptera: Pseudococcidae): cross-resistance, stability and fitness costand fitness cost. Elsevier: Pesticide Biochemistry and Physiology: 30(1-7).
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia.Jilid ke-2. Badan Litbang Kehutanan, penerjemah. Jakarta (ID):
Yayasan Sarana Warna Jaya.
Terjemahan dari: De Nuttige Planten van Ned-Indië.
Hudaya DA, Prijono D. 2003. Pengaruh ekstrak daun Dysoxylum acutangulum Miq. (Meliaceae) terhadap mortalitas dan reproduksi Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae). Skripsi. Instititut Pertanian Bogor. Bogor. Hamdani, Prijono D, Rauf A, Simanjuntak
P. 2001. Keefektifan insektisida alami terhadap pengorok daun Liriomyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae) pada Tanaman Hias. J.II.Pert.Indon. 10(2): 33-39.
Indriani O, Syahputra E, Widyaningsih A. 2010. Aktivitas insektisida ekstrak biji kecapi Sandoricum koetjape dan biji matoa Pometia pinnata terhadap larva
Crocidolomia pavonana. Skripsi.
Universitas Tanjungpura. Pontianak. Khater HF, Ramadan MY, El-madawy RS.
2009. Lousidal, ovicidal and repellent efficacy of some essential oils against lice and flies infesting water buffaloes in Egypt. Veterinary Parasitology. 164: 257-266.
Lina EC, Prijono D. Pengaruh ekstrak tujuh spesies Meliaceae terhadap mortalitas dan perkembangan larva Crocidolomia
binotalis Zeller (Lepidoptera:
Pyralidae). Skripsi. Proteksi Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mahfud RI, Dadang, Ratna ES. 2016. Formulasi ekstrak tanaman Aglaia odorata dan Piper aduncum untuk
pengendalian ulat krop kubis
Crocidolomia pavonana (F.)
(Lepidoptera: Crambidae). Tesis. Entomologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Martinez ML, von Poser G, henriques A,
Gattuso M, Rossini C. 2013.
Simaroubaceae and Picramniaceae as potential sources of biotanical pesticides. Short Communication. Industrial Crops and Products. 44 (600-602).
UG JURNAL VOL.11 NO.04 11 Norris RF, Caswell-Chen EP, Kogan M.
2003. Concepts in Integrated Pest Management. New Jersey (US): Lori Dalberg, Carlisle Publishers Services. Prijono D, Gani MS, Syahputra E. 1997.
Insecticidal activity of Annonaceous seed extracts against Crocidolomia binotalis zeller (Lepidoptera: Pyralidae). Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan . 9(1): 1-6.
Prijono D, Syahputra E, Sudarmo, Nugroho BW, Simanjuntak P. 2001. Aktivitas lima jenis insektisida alami terhadap ulat krop kubis Crocidolomia binotalis Zeller. Di dalam: Pengelolaan Serangga
yang Bijaksana Menuju Optimasi
Produksi; Prosiding Seminar Nasional III, editor. 2001 Nov 6; Bogor. Bogor
(ID): Perhimpunan Entomologi
Indonesia. hlm 72-82.
Ramadibai R, Parthiban E, Boothapandi M. 2016. Effect of seed kernel aqueous extract from Annona squamosa against three mosquito vector and its impact on non-target aquatic organisms. Asian Pacific Journal of Tropical Disease. 6(9): 741-745.
Ribeiro LP, Akhtar Y, Vendramim JD,
Isman MB. 2014. Comparative
bioactivity of selected seed extracts from Brazilian Annona spesies and an
acetogenin-based commercial
bioinsecticide against Trichoplusia ni and Myzus persicae. Crop Protection. 62: 100-106.
Risnawati, Syahputra E. Hendarti I. 2007. Aktivitas insektisida ekstrak mimba Azadirachta indica terhadap larva
Crocidolomia pavonana.Skripsi.
Agronomi, Univeritas Tanjungpura. Pontianak.
Risnawati, Dadang, Prijono D. 2013. Aktivitas biologi campuran ekstrak
Tephrosia vogelii dan Annona
squamosal terhadap Crocidolomia
pavonana. Prosiding Lokakarya
Nasional dan Seminar Forum
Komunikasi Perguruan Tinggi
Pertanian Indonesia. Bogor, 2-4 September 2013. Departemen Proteksi Tanaman, Faperta, IPB. hlm 587-597. Tarwotjo U, Situmorang J, Soesilohadi
RCH, Martono E. 2014. Monitoring resistensi populasi Plutella xylostella L.
terhadap residu emamektin benzoat di Sentra produksi tanaman kubis Propinsi
Jawa Tengah. J. Manuasia dan
Lingkungan. Vol. 21. No. 2. pp:201-212.
Santoso GB. 2011. Aktivitas insektisida ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L.) dari lokasi berbeda dan sinergisnya dengan ekstrak buah sirih hutan (Piper
aduncum L.) terhadap larva
Crocidolomia pavonana (F.)
(lepidoptera: crambidae).Tesis. Entomologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Santhosh SB, Ragavendran C, Natarajan D. 2015. Spectral and HRTEM analyses of Annona muricata leaf extract mediated silver nanoparticles and its larvicidal efficacy against three mosquito vectors
Anopheles stephensi, Culex
quinquefasciatus, and Aedes aegypti.
Journal of Photochemistry &
Photobiology, B: Bilogy. 153:184-190. Syahputra E, Prijono D, Simanjuntak P.
2002. Pengaruh fraksi aktif kulit batang
Dysoxylum acutangulum Miq.
(Meliaceae) terhadap reproduksi
Crocidolomia pavonana (f.)
(Lepidoptera: Pyralidae). JHPT Tropika. 2:1-7.
Syahputra E, Prijono D, Dadang, Manuwoto S, Darusman LK. 2006.
Respon fisiologi Crocidolomia
pavonana terhadap fraksi aktif
Calophyllum soulatri. Hayati (13)1:7-12.
Syahputra E. 2010. Sediaan biji Barringtonia asiatica: Aktivitas pada hama kubis Crocidolomia pavonana di laboratorium dan keefektifan di lapangan. J. HPT Tropika. 10(2): 100-107.
Syahputra E, Prijono D. 2011.
Perkembangan dan hambatan makan larva Crocidolomia pavonana yang diberi sediaan fraksi diklorometan kulit batang Calophyllum soulattri. Jurnal Agrotekno. 1(3): 135-140.
Tarigan SI, Dadang, Harahap IS. 2016. Toxicity and physiological effects of three essential oils against Tribolium
castaneum and Callosobruchus
12 UG JURNAL VOL.11 NO.04 Velayutham K, Ramanibai R. 2016.
Larvicidal activity of synthesized silver nanoparticles using isoamyl acetate identified in Annona squamosa leaves against Aedes aegypti and Culex quinquefasciatus. The Journal of Basic & Applied Zoology 74:16-22.
Yuswanti L. 2002. Pengaruh campuran ekstrak Aglaia harmsiana Perkins dan
Dysoxylum acutangulum Miq.