• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mental and Behavioural Disorders Due to Other Stimulants Includes Caffeine

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Mental and Behavioural Disorders Due to Other Stimulants Includes Caffeine"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Stimulansia Termasuk Kafein

1

Diano Ramadhan Fauzan,

1

Muhammad Yusran,

2Juspeni Kartika, 2Haryadi

1

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

2

Departemen Kejiwaan, Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung

Abstrak

Gangguan mental dan perilaku akibat sabu-sabu (metamfetamin) dikelompokkan dalam gangguan perilaku akibat stimulansia lainnya.Penggunaan sabu-sabu dapat menginduksi psikosis. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulansia paling banyak terdapat pada golongan usia produktif. Tn. E, laki-laki, 25 tahun datang ke UGD RSJ Provinsi Lampung diantar keluarga dengan keluhan marah tanpa sebab yang jelas hingga hampir mengancam jiwa orang tua pasien, disertai keluhan lain seperti gelisah, sering memukul tembok, melihat, mendengar dan merasakan makhluk gaib, mudah tersinggung, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, bisa menyembuhkan orang sakit,berkomunikasi dengan almarhum pamannya yang mengatakan melalui mimpi bahwa dia diwarisi ilmu dan batu merah delima.Pasien mengatakan melakukan hal demikian karena disuruh oleh makhluk gaib (genderuwo) dan sulit untuk menolaknya dansemua kemampuan ini dimilikinya dalam satu tahun belakangan. Keluhan pertama kali pada bulan februari 2015. Setelah minum obat dan 2 bulan kontrol keluhan hilang. Pasien kemudian tidak berobat kembali. Pasien pernah mengkonsumsi sabu-sabu tiap hari selama satu tahun. Pasien belum memiliki kemampuan tersebutsebelum konsumsi sabu-sabu. Riwayat trauma maupun penyakit lain tidak ada. Selamawawancara pasien dalam keadaan tenang, kontak mata cukup. Wawancara secara pontan,lancar, intonasi normal, volume keras, kualitas kurang,artikulasijelas, kuantitas cukup, amplitudo baik.Tilikan derajat 1. Pasien didiagnosis gangguan mental dan perilaku akibat stimulansia lain termasuk kafein dan gangguan psikotik residual atau onset lambat. Psikofarmaka yang digunakan Risperidone 2x2 mg serta terapi psikososial.

Kata kunci:mental,metamfetamin, perilaku, psikosis, stimulansia

Mental and Behavioural Disorders Due to Other Stimulants Includes Caffeine

Abstract

Mental and behavioral disorders due to sabu-sabu (methamphetamine) are grouped under behavioral disorders due to other stimulants. The use of sabu-sabu can induce psychosis. Mental and behavioral disorders due to use of stimulants are most numerous in the productive age group. Mr. E, male, 25 years old come to the ER RSJ Lampung province ushered families with complaints angry for no apparent reason until nearly slashed his parents, along with other complaints such as anxiety, often hitting the wall, see, hear and feel the magical creatures, irritability, able to move from one place to another, heal diseases, able to communicate with the deceased uncle in a dream that she had inherited magic and rubies. Patient was told to do so by a supernatural being (genderuwo) and hard to resist and all of these capabilities obtained in the past a year.First complaint in February 2015. After taking medicine and 2 months control, complaints vanished. Patients do not seek treatment back then. Patients consumed metamfetamin every day for a year. Patients also said that prior to the consumption of methamphetamin did not have that capability. A history of trauma or other diseases do not exist. During the interview the patient is in a quiet, pretty good eye contact. During interview patient talked spontaneously, smooth, normal intonation, loud, less quality, clear articulation, enough quantity, good amplitude. Insight is at stage 1. Patient was diagnosed mental and behavioral disorders due to other stimulants including caffeine and residual psychotic disorders or late-onset. Psychotherapeutic used 2x2 mg risperidone as well as psychosocial therapy.

Keywords: behavioral, mental,methamphetamine, psychotic, stimulant

Korespondensi: Diano Ramadhan Fauzan, S.Ked, Alamat Jln. Sampan Raya No. 49 Kelapa Dua Tangerang, HP 081289915018,e-mail dianofauzan@gmail.com

Pendahuluan

Merunut padaPedoman Penggolongan dan Gangguan Jiwa (PPDGJ-III) gangguan mental dan perilaku akibatsabu-sabu (metamfetamin) dikelompokkan dalam gangguan perilaku akibat stimulansia lainnya.1 Penggunaan sabu-sabu (metamfetamin) dapat menginduksi psikosis.Insidensi psikosis yang

diinduksi metamfetaminsebesar

76-92%.2Induksi skizofrenia akibat penggunaan metamfetaminbahkan dapat terjadi meskipun

tidak ada riwayat keluarga dengan kelainan psikotik.3Prevalensi psikosis pada pengguna metamfetamin tanpa riwayat psikosis sebelumnya adalah 27%.3

Ketergantungan narkoba merupakan penyakit mental dan perilaku yang dapat berdampak pada kondisi kejiwaan yang

bersangkutan dan masalah

(2)

merupakan perkiraan dari jumlah aslinya sesuai dengan fenomena gunung es, yaitu jumlah kasus lebih besar dibandingkan jumlah yang dilaporkan.Berdasarkan data morbiditas pasien rawat jalan di Rumah Sakit di Indonesia tahun 2010, gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulansia paling banyak terdapat pada golongan usia produktif, yaitu 25-44 tahundengan jumlah kasus baru sebanyak 214 orang.4

Membedakan antara psikosis akibat metamfetamin, psikosis primer, maupun

psikosis yang dieksaserbasi oleh

metamfetamin tidaklah mudah.Gejala yang ditimbulkan dapat sangat mirip.Beberapa gejala psikosis akibat metamfetamin sangat khas. Psikosis primer menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV) didiagnosis bila tidak ada bukti penggunaan substansi atau withdrawal, ketika gejala psikotik terjadi selama setidaknya 4 minggu tanpa penggunaan substansi atau ketika gejala psikotik mendahului onset penggunaan substansi dalam jumlah besar.3

Kasus

Tn. E, laki-laki, 25 tahun, Islam, sudah menikah, bekerja sebagai pencuci mobil, pendidikan terakhir Madrasah Tsanawiyah (MTS), suku Ogan, tinggal di dusun Balak Rejo, Batang Hari, masuk Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Propinsi Lampungpada tanggal 12 Januari 2016. Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 27Februari 2016 pada pukul 11.20 WIB.Autoanamnesis dilakukandari pasien dan alloanamnesis dari Tn. S, 48 tahun pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama (SMP) (orang tua pasien).

Pasien datang ke UGD RSJ Provinsi Lampung diantar keluarga dengan keluhan marah tanpa sebab yang jelas hingga hampir membacok orang tua pasien. Menurut orang tua pasien, Tn. E biasa berobat jalan di polikllinik jiwa RSJ Provinsi Lampung karena sering marah tanpa sebab yang jelas. Orang tua pasien juga mengatakan bahwa pasien sering bertingkah laku aneh seperti menjampi-jampi motor sebelum berkendara. Hal ini terjadi pada bulan Februari 2015. Pasien juga mudah marah dan tidak sabar bila keinginannya tidak terpenuhi. Bila pasien marah, dia akan merusak barang dan meninju tembok rumah.

Orang tua pasien mengatakan bahwa bibi pasien curiga kalau pasien menggunakan sabu. Hal ini diungkapkan karena melihat kondisi pasien waktu itu yang sering panas-dingin, mudah marah, mudah tersinggung, serta berat badan yang rendah. Pasien juga jarang tidur malam dan tampak gelisah.

Pasien mengatakan ada yang

mengontrol pikiran dan perilaku pasien. Pasien mengatakan ada makhluk gaib (genderuwo) yang menyuruh pasien marah. Pasien terkadang disuruh untuk memukul orang tua pasien. Namun pasien dapat menahannya dan melampiaskannya dengan memukul tembok rumah hingga tangannya terluka. Semenjak peristiwa ini, pasien dibawa ke RSJ Provinsi Lampung. Pasien mendapat pengobatan dan keluhan perlahan hilang. Pasien sempat kontrol dua kali selama dua bulan semenjak berobat pertama kali kemudian tidak kontrol kembali karena keluhan menghilang.

Dua bulan terakhir sebelum dirawat, keluhan mudah marah dan tidak sabar muncul kembali. 1 hari sebelum dirawat, pasien

mengamuk tanpa sebab dan hampir

membacok orang tua pasien. Menurut pasien, makhluk gaib yang dulu pernah dilihatnya, datang dan menyuruhnya untuk membacok orang tua pasien. Pasien tak dapat menahannya.

Pasien juga mengatakan memiliki indra keenam yang diwariskan dari almarhum pamannya. Suatu malam, pasien bermimpi bertemu dengan almarhum pamannya yang mengatakan bahwa dia mewariskan indra keenam dan batu merah delima kepadanya. Dalam mimpi tersebut juga dikatakan bahwa batu merah delima tersebut harus diambil olehnya pada malam hari di kebun milik orang tua pasien. Pasien pun menuruti apa yang dikatakan mimpi tersebut dan pergi mengambil batu merah delima pada malam hari. Dia melihat batu merah delima tersebut berpijar terang.Dalam perjalanan menuju kebun, pasien berulang kali melihat sosok makhluk halus seperti kuntilanak, pocong, genderuwo, tuyul, dan jin menghalanginya

(3)

berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Pasien juga mengatakan dapat berkomunikasi dengan alam gaib melalui meditasi. Lebih lanjut pasien mengatakan dapat melihat makhluk-makhluk tersebut di dunia nyata. Terkadang, pasien dapat merasakan makhluk-makhluk tersebut menyentuh kulitnya. Pasien tidak terganggu dengan hal tersebut karena menurutnya makhluk tersebut tidak berusaha mencelakainya.

Pasien mengatakan pernah

menggunakan sabu-sabu selama satu tahun tiap harinya. Sabu-sabu didapatkan dari temannya yang seorang oknum penegak hukum. Pasien awalnya coba-coba. Namun lama kelamaan menjadi konsumsi harian. Pasien merasa semangat bila menggunakan sabu-sabu. Sebaliknya, pasien merasa tidak nyaman dan mudah lelah bila tidak

menggunakan sabu-sabu. Pasien

menggunakan sabu-sabu dengan cara dihisap langsung ke hidung.Makin lama penggunaan sabu-sabu makin banyak karena menurutnya jumlah yang biasa dikonsumsi tidak berefek lagi. Pasien kemudian berhenti setelah berobat ke RSJ Provinsi Lampung untuk pertama kalinya.Pasien juga merokok dan mengkonsumsi alkohol yang dibarengi penggunaan sabu-sabu.Tidak ada riwayat trauma kepala /penurunan kesadaran, riwayat kejang dan tumor.

Riwayat tumbuh kembang pasien menurut orang tua pasien yaitu pada periode prenatal dan perinatal(0-1 tahun), ia lahir secara normal, cukup bulan, dibantu oleh bidan, tidak ada kecacatan waktu lahir. Selama hamil, orang tua pasien tidak memiliki hendaya apapun.Periode sebelum masa kanak (1-6tahun) tidak didapatkan penyakit/kelainan selama sebelum masa kanak. Selama masa balita, pasien bisa berjalan lebih cepat dibandingkan saudara kandung lainnya. Pasien tidak belajar merangkak.Periode masa kanak awal-akhir (6-12 tahun), selama masa kanak-kanak pasien merupakan anak yang aktif dan cenderung nakal. Pasien pernah tinggal kelas pada saat SD.Periode masa remaja awal-akhir (12-18 tahun), masa remaja pasien dihabiskan pada Madrasah Tsanawiyah. Pasien memiliki banyak teman, mudah bergaul, dan tidak pernah tinggal kelas.

Riwayatpendidikan, pasien tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih

tinggi lantaran masalah biaya. Pendidikan terakhir MTS dalamkurunwaktu 3tahun.

Selama di MTS pasien tampak seperti anak lain yang bersekolah.Riwayat pekerjaan,setelah lulus MTS, pasien mulai bekerja serabutan. Pasien ikut mengolah kebun milik orang tuanya dan kadang bekerja di bengkel untuk tambahan penghasilan. Pada umur 19 tahun, pasien ikut bekerja pada usaha neneknya di Metro.Riwayat hukum, pasien tidak pernah terjerat masalah hukum. Riwayat perkawinan, pasien sudah menikah 1 kali dengan wanita pilihannya, dan sudah berlangsung selama 3 tahun hingga sekarang. Pasien sudah dikarunia 1 orang anak berumur 3 tahun.Riwayat kehidupan beragama, pasien beragama Islam dan kadang mengerjakan ibadah sholat 5 waktu.

Riwayat keluarga, pasien merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Saat ini pasien tinggal dengan istri dan anak pasien. Adik pasien yang kedua meninggal karena kecelakaan motor. Dalam keluarga, tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien.Anggota keluarga rukun satu sama lain.

Keterangan

Gambar 1. Skema Pedigree

(4)

lainnya. Pasien mudah bergaul dan disenangi oleh teman-temannya. Persepsipasiententang dirinya, pasien merasa dirinya sakit atau mengalami gangguan jiwa, namun tidak mengerti sebabnya. Pasien sedikit mengerti dan memahami tentang penyakitnya yang membutuhkan pengobatan. Pasien merasa optimis untuk sembuh.

Status mental : pasien seorang laki-laki sesuai dengan usia, berperawakan tinggi dengan tinggi sekitar 170 cm, kesan gizi cukup, kulit sawo matang, kuku rapi, perawatan diri cukup. Sikap terhadap pemeriksaan kooperatif. Kesadaran jernih (compos mentis). Perilaku dan aktivitas psikomotor selamawawancara pasien dalam keadaan

tenang, kontak mata

cukup.Pembicaraanspontan,lancar, intonasi

normal, volume cukup,

kualitaskurang,artikulasijelas, kuantitas cukup,

amplitudo baik.Keadaan

afektif:moodhipotimia, afek menyempit. Keserasianappropriate. Halusinasi: auditorik (+), visual (+),taktil(+). Ilusi tidak ditemukan. Depersonalisasitidak ditemukan. Derealisasi tidak ditemukan. Proses berpikir: produktivitascukup, kontinuitas koheren, arus pikiran normal, waham bizar(+), waham kebesaran (+), riwayatwaham dikendalikan (+). Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasansesuai dengan taraf pendidikan pasien, daya konsentrasikurang, orientasi (waktu, tempat, dan orang) baik, daya ingat jangka panjang,jangka menengah,jangka pendek dan jangka segera baik. Pikiran abstrak kurang, kalkulasi kurang, visuospasial baik.

Norma sosialbaik, uji daya nilai baik, penilaianrealitas terganggu. Tilikan2 (dua) yaitu mengakui dan menyangkalpada saat yang bersamaan terhadap penyakitnya.Taraf dapat dipercayadapat dipercaya. Pemeriksaan tanda vital dan kondisi umum dalam keadaan baik.

Berdasarkan diagnosis multiaksial, maka didapatkan:

 AksisI :Gangguan mental dan perilaku akibat stimulansia lain termasuk kafein (F15.2), gangguan psikotik residual atau onset lambat (F1x.7).

 Aksis II :Belum dapat ditentukan

 Aksis III: Belumdapat ditentukan

 Aksis IV:

o Masalah dengan “primary support group”(keluarga) dan teman – temannya. o Masalah ekonomi dan pekerjaan karena

pasien saat ini tidak dapat bekerja sehingga mengandalkan pendapatan orang tua yang sudah lanjut usia.

o Masalah hukum/kriminal tetap

mengancam jika pasien kemudian mengulangi pemakaian NAPZA.

 Aksis V :GAF 50 – 41 (current) GAF 90 – 81 (HLPY)

Rencana terapi pada pasien adalah sebagai berikut

a. Psikofarmaka :

 Antipsikotik atypical (Risperidone 2x2 mg)Risperidone 2x2 mg diberikan selama 5 hari, dipertimbangkan peningkatan dosis berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan.

b. Psikoterapi

 Ventilasi yaitu memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan keluhan dan isi hati serta pikiran sehingga mengurangi beban pasien.

 Konseling dengan cara memberikan pengertian kepada pasien tentang penyakitnya dan memahami kondisinya lebih baik dan menganjurkan untuk berobat teratur.

 Psikoedukasi: Pasien

 Membina hubungandengan pasien dan

membuat pasien

nyamansehinggapasienmerasa

diperhatikandandipedulikan sesuai dengan terapiyangkomprehensif.

 Memberikan informasi penting kepada pasien untuk meminum obatnya secara teratur serta menghentikan sama sekali penggunaan zat terlarang.

Keluarga

 Memberikan perhatian kepada pasien dan menciptakan suasana yang nyaman agar pasien nyaman dan dapat terbuka kepada keluarga tentang masalah yang sedang dihadapi.

 Diberikan kegiatan bermanfaat dirumah yang tidak berisko membahayakan pasien maupun orang lain.

(5)

Pembahasan

Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan afektif, persepsi dan isi pikir yang

bermakna serta menimbulkan suatu

distress(penderitaan) dan disability (hendaya)

dalam pekerjaan dan kehidupan

sosialsehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan jiwa.Berdasarkan data-data yang didapat memelalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan rekam medik tidak ditemukan riwayat trauma kepala, demam tinggi atau kejang sebelumnya ataupun kelainan organik.Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis gangguan mental organik (F.0).

Dari anamnesa didapatkan riwayat penyalahgunaan obat berupa penggunaan NAPZA jenis sabu sejak tahun 2014 dan terakhir pemakaian adalah bulan Februari 2015 ketika berobat pertama kali. Hal ini dapat menegakkan diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F.1). Selain itu, psikosis primer menurut DSM-IV didiagnosis bila tidak ada bukti penggunaan substansi atau withdrawal, ketika gejala psikotik terjadi selama setidaknya 4 minggu tanpa penggunaan substansi atau ketika gejala psikotik mendahului onset penggunaan substansi dalam jumlah besar.3

Pasien menggunakan NAPZA sabu-sabu.

Sabu-sabumerupakan NAPZA golongan

amphetamine-type stimulants atau ATS. Penggunaan sabu-sabu selama hampir setahun dengan taraf dependentserta gejala psikotik yang muncul sebelumnya tidak ada.Hal ini dapat menegakkan diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat stimulansia lain termasuk kafein (F15).

Pasien kemudian berhenti

menggunakan sabu selama 11 bulan. Namun gejala psikotik muncul kembali melampaui jangka waktu khasiat psikoaktifnya. Gejala atau gangguan tersebut memperlihatkan suatu perubahan atau kelebihan dari fungsi yang sebelumnya normal. Hal ini dapat menjadi dasar diagnosa gangguan psikotik residual atau onset lambat (F1x.7)

Pasien dapat menyelesaikan

pendidikan hingga kelas 3 setara SMP, pernah tinggal kelas saat SD namun bukan karena masalah akademis dan tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pendidikan.

Tidak terdapat ciri kepribadian retardasi mental. Penilaian terhadap ciri kepribadian belum dapat dinilai. Pada aksis II belum dapat ditentukan.

Pada anamnesistidakterdapat

keluhanmedis,pemeriksaanfisikdanhasillabora

toriumdarahlengkap didapatkan

hasildalamkeadaannormal.Meskipundemikian, kondisimedis

umumbelumdapatdipastikankarenahasilpeme riksaankimia darahbelum dilakukan sehingga aksisIIIbelumdapat ditentukan.

Aksis IV didapatkan bahwa

penyalahgunaan obat mengganggu hubungan (relationship) pasien dengan keluarga dan teman–temannya. Masalah ekonomi dan pekerjaan karena pasien saat ini tidak dapat bekerja sehingga mengandalkan pendapatan orang tua yang sudah lanjut usia.Masalah hukum/kriminal tetap mengancam jika pasien kemudian mengulangi pemakaian NAPZA.

Penilaian terhadap kemampuan pasien untuk berfungsi dalam kehidupannya menggunakan skala GAF (Global Assessment of Functioning) menurut PPDGJ-III pada aksis V didapatkan GAF saat dirawat (GAF current) adalah 50-41, yaitu gejala berat dan disabilitas beratdalam menjalani aktivitas sehari-hari. GAF HLPY (Highest Level Past Year) adalah 90-81, yaitu tidak ada gejala atau ada gejala minimal, berfungsi baik di semua area, tertarik dan terlibat dalam berbagai aktivitas, efektif secara sosial, secara umum puas dengan kehidupannya. Penilaian GAF ini didasarkan pada riwayat yang pernah hidup normal tanpa gejala psikotik atau disabilitas berat, pernah berfungsi seperti orang normal dan pernah bekerja sebelumnya.

Terapi farmakologis pada pasien ini

menggunakanantipsikotik atipikal

risperidone2x2 mg diberikan selama 5 hari,

dipertimbangkan peningkatan dosis

berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan.Risperidon merupakan salah satu obat antipsikotik atipikal.Antipsikotik atipikal memiliki efek samping yang kecil untuk terjadinya Sindrom Ekstrapiramidal dan efek sedatif serta tidak berpengaruh terhadap fungsi kognitif pasien. Obat golongan ini juga tidak memerlukan pemantauan jumlah sel darah putih setiap minggu.5

(6)

penggunaan stimulansia.Psikoterapi pada pasien ini terdiri dari ventiliasi, konseling, dan

psikoedukasi terhadap pasien dan

keluarga.Psikoterapi ventilasi dengan cara memberikan kesempatan pada pasien untuk menceritakan keluhan dan isi hatinya sehingga diharapkan dapat mengurangi beban pikiran pasien.Psikoterapi konseling dengan cara memberikan pengertian kepada pasien tentang penyakitnya serta kondisinya yang membutuhkan pengobatan teratur dapat

membantu kepatuhan terhadap

pengobatan.Psikoterapi psikoedukasi terhadap pasien dan keluarganya penting dalam menjaga rasa aman serta nyaman dalam lingkungannya.

Berdasarkan Kepmenkes RI No. 420 tentang Pedoman Layanan Terapi dan Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan NAPZA Berbasis Rumah Sakit, tindakan penanganan pada pasien dengan penyalahgunaan zat meliputi Gawat darurat NAPZA, Detoksifikasi, Rehabilitasi, Rawatjalan/Rumatan. Apabila kondisi pasien memungkinkan, pasien penyalahgunaan NAPZA dapat langsung menjalani rawat jalan/rumatan.

Berbagai kondisi yang mandasari

gangguan penggunaan NAPZA

akanmempengaruhi jenis pengobatan yang akan diberikan kepada pasien, kebijakan untuk merawat dan memulangkan pasien, hasil yang diharapkan, sumber daya manusia yang akan memberikan pelayanan, dan sikap terhadap perilaku pasien. Di bawah ini akan diuraikan beberapa model yang popular dilaksanakan pada masalah gangguan penggunaan NAPZA :

1. Therapeutic Community-TC Model, model ini merujuk pada keyakinan bahwa gangguan penggunaan NAPZA adalah gangguan pada seseorang secara menyeluruh. Dalam hal ini norma-norma perilaku diterapkan secara nyata dan ketat yang diyakinkan dan diperkuat dengan memberikan reward dan sangsi yang spesifik secara langsung untuk

mengembangkan kemampuan

mengontrol diri dan sosial/komunitas. Pendekatan yang dilakukan meliputi terapi individual dan kelompok, sesi encounter yang intensif dengan kelompok sebaya dan partisipasi dari lingkungan terapeutik dengan peran yang hirarki,

diberikan juga keistimewaan dan tanggung jawab. Pendekatan lain dalam program termasuk tutorial, pendidikan formal dan pekerjaan sehari-hari.6

2. Model Medik, model ini berbasis pada biologik dan genetik atau fisiologiksebagai penyebab adiksi yang membutuhkan pengobatan dokter danmemerlukan farmakoterapi untuk menurunkan gejala-gejala serta perubahanperilaku. Program ini dirancang berbasis rumah sakit dengan program rawatinap sampai kondisi bebas dari rawat inap atau kembali ke fasilitas dimasyarakat.7

3. Model Minnesota, model ini

dikembangkan dari Hazelden Foundation and Johnson Institute. Model ini fokus pada abstinen atau bebas NAPZA sebagaitujuan utama pengobatan. Fase perawatan rawat inap termasukterapi kelompok, terapi keluarga untuk kebaikan pasien dan anggotakeluarga lain, pendidikan adiksi, pemulihan dan program 12 langkah.Diperlukan pula staf profesional seperti dokter, psikolog, pekerja sosial,mantan pengguna sebagai addict counselor.7

4. Model Eklektik, model ini menerapkan pendekatan secara holistik dalamprogram rehabilitasi. Pendekatan spiritual dan kognitif melalui penerapanprogram 12 langkah merupakan pelengkap program

TC yang menggunakanpendekatan

perilaku, hal ini sesuai dengan jumlah dan variasi masalah yangada pada setiap pasien adiksi.7

5. Model Multi Disiplin, program ini

merupakan pendekatan yang

lebihkomprehensif dengan menggunakan komponen disiplin yang terkaittermasuk reintegrasi dan kolaborasi dengan keluarga dan pasien.7

6. Model Tradisional, tergantung pada kondisi setempat dan terinpirasi darihal-hal praktis dan keyakinan yang selama ini sudah dijalankan. Programbersifat jangka pendek dengan aftercare singkat atau tidak sama sekali.Komponen dasar terdiri dari: medikasi, pengobatan alternatif, ritual dankeyakinan yang dimiliki oleh

sistem lokal, contoh: pondok

(7)

7. Faith Based Model, sama dengan model

tradisional hanya pengobatan

tidakmenggunakan farmakoterapi.7

Keluarga juga berperan penting dalam kesembuhan pasien.8Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal usaha dalam memberikan iklim yang kondusif bagi anggota keluarganya. Keluarga selain dapat meningkatkan dan mempertahankan kesehatan mental anggota keluarga, juga dapat menjadi sumber problem bagi anggota keluarga yang mengalami persoalan kejiwaan keluarganya.9

Berdasarkan penelitian dari bahan National Mental Health Assosiation(NMHA), diperoleh bahwa banyak ketidakmengertian ataupun kesalahpahamankeluarga mengenai gangguan jiwa, keluarga menganggap bahwa seseorang yang mengalami gangguan jiwa tidak akan pernah sembuh lagi. Namun faktanya, NHMA mengemukakan bahwa orang yang mengalami gangguan jiwa dapat sembuh dan dapat mulai kembali melakukan aktivitasnya.10

NMHA mengemukakan hal-hal yang perlu diketahui oleh keluarga agar dapat menyikapi dan mengontrol emosi dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, yaitu:10

 Membangun harapan yang realistis dalam keluarga dan kepada penderita gangguan jiwa sehingga keluarga memiliki kesabaran dan tetap mendukung anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa.

 Pendekatan secara spiritual

membantu keluarga dalam

menghadapi penderita gangguan jiwa.

 Mencari bantuan dari petugas kesehatan ataupun sumber media lainnya dalam mendapatkan informasi yang benar tentang gangguan jiwa.

 Komunikasi sangat penting untuk membangun kepercayaan antara keluarga dengan penderita gangguan jiwa. Komunikasi yang baik secara tidak langsung dapat membuat penderita gangguan jiwa dapat mengungkapkan perasaan yang dirasakannya dan kelurga diharapkan mengerti bahwa kondisi yang mereka alami.

Keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang meliputi:11

Mengetahui kemampuan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan keluarga pasien dengan perilaku kekerasan, keluarga perlu mengetahui penyebab tanda-tanda pasien kambuh dan perilaku maladaftifnya meliputi keluarga perlu mengetahui pengertian prilaku kekerasan, tanda dan gejalanya, cara mengontrol prilaku kekerasaannya dengan cara minum obat dan cara spiritual.

Mengetahui kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai tindakan keperawatan yang tepat dalam mengatasi anggota keluarga dengan prilaku kekerasan, menanyakan kepada orang yang lebih tahu, misalnya membawa kepelayanan kesehatan atau membawa untuk dirawat ke rumah sakit jiwa.

Mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan riwayat prilaku kekerasan yang perlu dikaji pengetahuan tentang akibat lanjut perilaku kekerasan yang dilakukan, pemahaman keluarga tentang cara merawat anggota keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan yang perlu dilakukan oleh keluarga, pengetahuan keluarga tentang alat-alat yang membahayakan bagi anggota keluarga dengan riwayat prilaku kekerasan, pengetahuan keluarga tentang sumber yang dimiliki keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan, bagaimana keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan yang membutuhkan bantuan.

Mengetahui kemampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan, yang perlu dikaji : pengetahuan keluarga tentang sumber-sumber yang dimiliki keluarga dalam memodifikasi lingkungan khususnya dalam merawat anggota keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan, kemampuan keluarga dalam memanfaatkan lingkungan yang asertif.

Mengetahui kemampuan keluarga

(8)

tentang manfaat fasilitas pelayanan yang berada di masyarakat, tingkat kepercayaan keluarga terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, apakah keluarga mempunyai pengalaman yang kurang tentang fasilitas pelayanan kesehatan, apakah keluarga dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat.

Fungsi dasar keluarga adalah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya dan masyarakat yang lebih luas, meliputi:11

 Fungsi afektif adalah fungsi

mempertahankan kepribadian dengan memfasilitasi kepribadian orang

dewasa, memenuhi kebutuhan

psikologis anggota keluarga, peran keluarga dilaksanakan dengan baik dengan penuh kasih sayang.

 Fungsi sosial adalah memfasilitasi sosialisasi primer anggota keluarga yang bertujuan untuk menjadikan anggota

keluarga yang produktif dan

memberikan status pada anggota

keluarga, keluarga tempat

melaksanakan sosialisasi dan interakasi dengan anggotanya.

 Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan hidup keluarga, dan menambah sumber daya manusia.

 Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan

keluarga secara ekonomi dan

mengembangkan untuk meningkatkan

penghasilan dalam memenuhi

kebutuhan keluarganya.

 Fungsi perawatan mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar memiliki produktivitas yang tinggi, fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan.

Simpulan

Diagnosa kasus ini adalah gangguan mental dan perilaku akibat stimulansia termasuk kafein dan gangguan psikotik residual atau onset lambat.Pengobatan pada pasien dengan penyalahgunaan NAPZA

disertai gangguan psikotik tidak hanya berupa psikofarmaka melainkan psikososial yang berpusat pada pasien serta keluarganya.

Daftar Pustaka

1. Rusdi M.Diagnosis

gangguanjiwarujukanringkasdari PPDGJ-III.Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya. 2007.

2. Ghaffari N, Ziaddini H, Saffari ZS, Kheradman A, Pouya F. A study of the phenomenology of psychosis induced by metamfetamin: a preliminary research. Addict Health. 2014; 6(3-4):105-11. 3. Grant KM, Levan TD, Wells SM, dkk.

Metamfetamin-associated psychosis. J

Neuroimmune Pharmacol. 2012;

7(1):113-9.

4. Kementrian Kesehatan RI. Data dan informasi kesehatan. Kementrian Kesehatan RI; 2014. [diakses tanggal 30 Agustus 2016]. Tersedia dari: www.depkes.go.id

5. Kaplan dan Sadock. Buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2013. 6. Cakunani A. Mengenal therapeutic

community untuk rehabilitasi pasien narkoba. 2015. [diakses tanggal 29

Agustus 2016]. Tersedia

dari:www.mirifica.net

7. Anonim. Model terapi dan tahapan-tahapan rehabilitasi. 2012. [diakses tanggal 29 Agustus 2016]. Tersedia dari:www.gepenta.com

8. Keliat, B.A. Peran serta keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa. Jakarta: EGC; 2003.

9. Notosoedirdjo & Latipun. Kesehatan mental, konsep dan penerapan. Malang: UMM Press; 2005.

10. National Mental Health

Assosiation/NHMA. A literature review report.2001. [diakses tanggal 29 Agustus 2016] Tersedia di:www.nmha.org

Referensi

Dokumen terkait

TNI AL memiliki kurang lebih 148 kapal perang berbagai kelas dan jenis, belum termasuk 2 kapal layar tiang tinggi yang ada di TNI AL.jumlah kapal perang dibawah ini belum termasuk

Pada bagian ini akan dipaparkan rekomendasi yang akan menjadi solusi atas temuan- temuan yang didapat guna memperbaiki peran Sistem Informasi dan Teknologi Informasi dalam mendukung

Begitu banyak proses yang telah dilalui penulis dalam penulisan skripsi, ada hambatan-hambatan dan juga kesulitan yang di alami dalam penulisan skripsi ini, tetapi

Bahan kimia meli%u$i Da$,Da$ ang di%erlukan dalam %er(obaan,%er(obaan H +engenalan Reaksi Kimia3 7eknik +emisahan dan +emurnian3 7i$rasi sam,Basa3 9lek$rokimia3 9nerge$ika3

Penelitian ini menyatakan bahwa niat konsumen untuk menggunakan kembali platform transportasi online dapat dipengaruhi oleh kepercayaan yang telah terbentuk,

Melalui rencana pengembangan usaha yang dilanjutkan dengan pembuatan gazebo pemancingan serta wisata kuliner sederhana membuat kelompok mitra menjadi lebih semangat

Oven gelombang mikro menghasilkan kenaikan suhu dalam kayu pinus yang lebih cepat dengan profil kurva suhu bagian dalam lebih tinggi dibanding bagian luarnya..

Bahwa oleh karena itu dengan diberlakukannya Pasal 2 ayat (5) dan Pasal 223 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)