• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pokok Bahasan 13 manajemen (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pokok Bahasan 13 manajemen (1)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tungau yang dalam bahasa Inggris disebut mite atau ticks merupakan salah satu jenis hama penting dalam budidaya suatu tanaman. Populasi tungau berlimpah dan dapat ditemui disekitar lokasi budidaya tanaman dan

habitatnya pun cukup luas. Selain ditemukan pada lokasi budidaya, tungau juga dapat ditemukan di tempat penyimpanan bahan simpanan, dan bahkan di dalam rumah. Kebanyakan tungau yang menyerang tanaman umumnya memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil, yaitu antara 0,2-0,8 mm sehingga sulit untuk dilihat dan membutuhkan bantuan mikroskop (Fitrianti, 2014).

Saat ini pengendalian yang banyak dilakukan untuk mengendalikan hama tungau pada komoditas pertanian masih menggunakan akarisida. Namun demikian, penggunaan yang berlebihan menimbulkan masalah, yaitu terjadiny resistensi hama, peningkatan populasi hama, pencemaran lingkungan, adanya residu pada produk pertanian. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut digunakan cara pengendalian lain yang lebih aman yaitu dengan menggunakan agen hayati, contohnya predator predator sebagai agen pengendali tungau (Santoso, 2012).

Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mempelajari dan memahami tentang musuh alami yang dapat dipergunakan atau dimanfaatkan sebagai pengendali hama tungau pada tanaman.

Manfaat

(2)

POKOK BAHASAN

Amblyseius deleoni et Denmark (Acari: Phytoseiidae)

Tungau predator Amblyseius deleoni et Denmark (Acari: Phytoseiidae) merupakan salah satu musuh alami dari famili Phytoseiidae yang berpotensi untuk mengendalikan hama tungau dari famili Tetranychide, termasuk Panonichus citri McGregor. Tungau predator ini banyak dikembangkan pada perkebunan teh (Oomen, 1982 dalam Setyobudi et al., 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Setyobudi et al. (2007) mengenai potensi A. deleoni sebagai predator tungau P. Citri pada tanaman jeruk yang dilakukan di Balitjestro menunjukkan bahwa daya mangsa tungau predator A. deloni meningkat dengan bertambahnya umur predator tersebut. Hal tersebut dapat terlihat dari imago tungau predator A. deleoni

memangsa P.citri lebih banyak dibandingkan dengan protonimfa dan deutronimfa. Selain itu juga terlihat bahwa semakin meningkatnya umur dari P.citri maka semakin sedikit dimangsa oleh A. deleoni. Contohnya adalah protonimfa tungau predator A. deleoni memangsa imago P. citri lebih sedikit dibandingkan

memangsa telur, larva, dan nimfa.

Faktor yang berpengaruh terhadap potensi reproduksi dari A. deleoni adalah nutrisi yang terdapat dalam mangsa. Protein merupaka unsur penting untuk pembentukan telur dan apabila ketersediaannya cukup akan meningkatkan jumlah telur yang diproduksi dan juga akan berpengaruh terhadap daya tetas telur tersebut (Wigglesworth, 1972 dalam Setyobudi et al., 2007). Sebagai pakan alternatif untuk perbanyakan massal tungau predator A. deleoni dapat digunakan pollen bunga pepaya karena kandungan yang ada di dalamnya dapat meningkatkan reproduksi predator tersebut (Setyobudi et al., 2007).

Tungau predator Amblyseius sp. memiliki bentuk idiosoma yang lebih membulat dibandingkan dengan tungau predator Phytoseiidae sp. Jumlah setae pada ventrianal shield 22 buah, 4 setae pada ujung anal yang tidak sama panjang, dan 8 buah setae disekitar ventrianal shield yang letaknya tersebar secara teratur. Ukuran tubuh rata-rata mencapai 0,22 mm, dorsal shield lunak, dan pada

(3)

dalah tingkah lakunya adalah cara berjalan yang kuat dan lincah karena

ditegakkannya idiosoma di atas keempat pasang kakinya yang dilangkahkan jauh-jauh serta sepasang chelicerae dan palpus yang merunduk ke bawah mencari mangsa. Lama waktu perkembangan dari telur hingga dewasa adalah 12,3 hari (Budianto dan Munadjat, 2012).

Phytoseius sp. (Acari: Phytoseiidae)

Phytoseius sp. adalah tungau predator dari Tetranychus urticae Koch (Acari: Phytoseiidae) yang merupakan hama dari tanaman singkong. Kerusakan yang diakibatkan oleh T. urticae menimbulkan kerugian dan dapat menurunkan produksi hingga 60% (Budianto dan Munadjat, 2012). Penelitian tentang

kemampuan reproduksi tungau famili Phytoseiidae yang dilakukan oleh Budianto dan Munadjat (2012), menunjukkan bahwa Phytoseius sp. bersifat kosmopolitan dan dapat penyebarannya luas sehingga selain pada tanaman singkong dapat ditemukan juga di berbagai tanaman perkebunan seperti apel, mangga, dan teh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tungau predator Phytoseius dijumpai pada 4 sampai 5 tangkai terbawah dari tanaman singkong dengan suhu berkisar antara 24-26 °C pada siang hari (pukul 12.00 – 13.00 WIB) dengan kelembaban udara mencapai 78%.

Secara morfologi, Phytoseius sp. mempunyai chelicerae dan palpus yang sama panjang, dorsal shield lunak, dan 4 buah setae yang sama panjang pada ujung idiosoma. Jumlah setae pada ventrianal shield 18 buah, 4 buah setae pada ujung anal dan 8 buah setae yang tersebar teratur di ventrianal shield. Tungau predator ini mempunyai sternal shield, dan genital shield. Ukuran tubuh rata-rata 0,275 mm dan warna tubuh bening. Lama waktu perkembangan dari telur hingga dewasa adalah 11 hari (Budianto dan Pratiknyo, 2007).

Stethorus sp. (Coleoptera: Coccinelidae)

(4)

menetas. Imago betina menghasilkan 1 sampai 10 telur yang diletakkan satu per satu. Telur biasanya ditempatkan pada daun di dekat pembuluh utama daun, letaknya 95% di bawah permukaan daun dan 5% di atas permukaan daun. Setelah 5 hari, larva keluar dari telur dan mulai memakan semua stadia tungau. Larva berwarna abu-abu sampai kehitaman dan mempunyai banyak rambut (Hull dan Horsburgh, 2007 dalam Rahardita, 2008).

Larva mempunyai 13 segmen termasuk kepalanya. Larva dewasa berubah menjadi kemerahan, sebelum menjadi pupa. Larva melalui empat stadia dan menjadi pupa dalam 12 hari. Pupa Stethorus sp. berwarna hitam, kecil dan jika diperbesar bentuk segmen abdominalnya dapat terlihat, bakal sayapnya sudah tampak dan pada seluruh tubuhnya terdapat rambut berwarna kuning. Pada akhir pupasi warnanya menjadi orange kemerahan. Pupasi berlangsung selama 5 hari. Beberapa jam setelah keluar dari pupa, imago berwarna orange kemerahan dan setelah itu berubah menjadi hitam keseluruhan. Imago memerlukan 25 hari untuk menghasilkan telur (Hull dan Horsburgh, 2007 dalam Rahardita, 2008).

Predator Stethorus sp. merupakan predator khusus tungau tetranychid. Imago dan larva Stethorus sp. merupakan predator yang khusus memangsa tungau tetranychid dan beberapa tenuipalpid. Telah dilaporkan ada 40% spesies yang diketahui dapat menyerang tungau laba-laba yang menyebabkan kerugian ekonomi. Imago Stethorus sp. sangat aktif memangsa ketika jumlah mangsanya melimpah tetapi ketika populasi mangsanya rendah Stethorus sp. akan berpindah. Stethorus sp. memangsa semua stadia tungau. Imagonya dapat memangsa 75-100 tungau tiap hari dan larvanya dapat memangsa sampai 75 tungau tiap hari,

(5)

PENUTUP

Kesimpulan

Tungau memiliki habitat hidup yang luas dan dapat ditemukan dimana-mana. Melimpahnya tungau yang bertindak sebagai hama di lokasi budidaya dan menyerang tanaman menyebabkan kehilangan hasil produksi. Hal ini

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Budianto, BH dan A. Munadjat. 2012. Kemampuan Reproduksi Tungau Predator Famili Phytoseiidae pada Berbagai Kepadatan Tetranychus urticae dan Polen Tanamandi Sekitar Tanaman Singkong (Manihot esculenta Crantz). J. HPT Tropika. 12(2): 129-137, 2012.

Budianto, BH dan H Pratiknyo. 2007. Kemampuan Phytoseius crinitus Memangsa Setiap Stadium Tetranichus urticae serta Beberapa Pakan Alternatif untuk Perbanyakan di Laboratorium. Laporan Penelitian DUE. Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto.

Budianto, BH. 2001. Seleksi Tungau Predator Lokal yang Potensial sebagai Agen Pengendali Hayati Tungau Hama Tetranychus sp. pada Tanaman Singkong (Manihot esculenta Crantz). Laporan Penelitian. Fakultas Biologi

Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto. Fitrianti, Andi Fahdina. Vektor Tungau. Diunduh dari

http://andifahdinafitrianti.blog spot.com/2014/05/makalah-kesling-vektor-tungau-mites.html pada tanggal 20 Juni 2014.

Rahardita, NP. 2008. Daya Mangsa Stethorus sp. (Coleoptera: Coccinellidae) dan Coccinellid, Predator Tungau Tetranychus sp. (Acari: Tetranychidae). Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.

Santoso, Sugeng. 2012. Pengembangan dan Pemanfaatan Tungau Predator Neoseiulus longispinosus (Acari: Phytoseiidae) sebagai Agens

Pengendalian Hayati Tungau Hama. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

Keterangan Gambar: Pada Sequence Diagram Stage game 3, Pada saat pemain membuka aplikasi Game , pemain akan melihat beberapa pilihan menu utama Kemudian,

Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan bagi kelas menengah untuk berkembang menjadi kelompok masyarakat madani yang mandiri secara politik dan ekonomi,

REKAPITULASI KARTU INVENTARIS BARANG (KIB) B PERALATAN DAN

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

Memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah dan Surat Penetapan Pemenang

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Bangka Belitung Hak Bebas Royalti Nonekslusif Non-exclusive Royalti-Free Right atas skripsi saya

Hasil uji regresi linier berganda pada tabel koefisien didapatkan nilai X1, dan X3 adalah positif dengan nilai X1 sebesar 231, dan nilai X3 sebesar 639, yang dimana

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat peta daerah penangkapan Rajungan yang ditangkap dengan alat tangkap bubu dan menganalisis pengaruh parameter