• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengkajian kedalaman dan keselamatan sit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengkajian kedalaman dan keselamatan sit"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGKAJIAN KEDALAMAN DAN

KESELAMATAN SITUS PEMBUANGAN

MORTAR LIMBAH STRONSIUM

BERDASARKAN FENOMENA FISIS TEKANAN

Dwi Sukma Pratiwi1, Susetyo Hario Putero2, Haryono Budi Santosa3 1,2,3Jurusan Teknik Fisika FT UGM

Jln. Grafika 2 Yogyakarta 55281 INDONESIA

1dwi.sukma.p@mail.ugm.ac.id 2susetyo@ugm.ac.id

3hbs@ugm.ac.id

Intisari— Kegiatan pembuangan limbah radioaktif di laut sudah dilakukan sejak tahun 1940 hingga 1970. Hasil penelitian International Arctic Sea Assessment Project (IASAP) membuka penelitian berbagai bidang mengenai pembuangan limbah radioaktif di laut, salah satunya yaitu analisis keselamatan situs pembuangan dari fenomena fisis tekanan yang menghilangkan daya ikat mortar limbah stronsium dan tekanan hidrostatis laut. Tekanan hidrostatis laut berubah dan dipengaruhi oleh kedalaman laut. Sumber fenomena fisis tekanan berasal dari biota laut, keadaan laut, benda ciptaan dan aktivitas manusia, dan penumpukan mortar. Pengkajian dilakukan menggunakan metode penelitian literatur dan menggunakan data sekunder dari laporan penelitian yang telah ada. Sampel yang dikaji dalam penelitian adalah mortar limbah stronsium berbentuk silinder pejal, bervolume 0,661 m3, bermassa

255,6 kg, beraktivitas jenis 2x1010Bq.kg-1, dan berkekuatan tekan mekanik 32,069 MPa hingga 41,232 MPa. Kedalaman maksimum

yang dicapai sampel adalah 4.094 meter. Wilayah perairan Indonesia yang memiliki keragaman kedalaman hingga 4.094 meter adalah Laut Banda. Terdapat 9 sumber fenomena fisis yang dikaji, yaitu: (1) kebiasaan renang predator laut, (2) jasad predator di kawasan pelagic, (3) jasad predator di kawasan benthic, (4) jatuhan benda angkasa, (5) aktivitas penangkapan ikan, (6) aktivitas pengeboran laut dalam, (7) aktivitas lalu lintas kapal, (8) penumpukan sampel, dan (9) keadaan Laut Banda. Hasil pengkajian menetapkan fenomena fisis dalam poin 1 hingga 7 merupakan sumber fenomena fisis yang memberikan potensi hilangnya daya ikat mortar limbah stronsium. Sumber pada poin 1, 2, 3, 4, dan 6 tidak dapat diketahui probabilitas kejadian karena keberadaan sumber bersifat normal terjadi (1, 2, dan 3) dan terbatasnya informasi yang dapat diakses dan tersedia (4 dan 6). Probabilitas kejadian terbesar ditemukan dalam aktivitas lalu lintas kapal sebesar 0,014.

Kata kunci— ocean dumping, limbah tingkat sedang, biota laut, aktivitas laut, dan Laut Banda

AbstractAny deliberate of waste dumping in the ocean started on 1940 until 1970. The result of International Arctic Sea Assassment Project (IASAP) was open up many fields of research regarding the disposal of radioactive in the sea, for example are analysis of disposal site safety that removes a holding capacity of mortar strontium waste, and hydrostatic pressure. The hydrostatic pressure is changed and influenced by depth of sea. The source of physical pressure phenomena come from marine life, sea-state, man-made creation and activity, and mortar’s accumulation. The study was conducted using literature research methods and using secondary data from existing research report. The sample on this study was mortar strontium waste that has form solid cylinder, volume 0.1661 m3, mass 255.6 kg, specific activity 2x1010Bq.kg-1, and mechanical compressive strength 32.069-41.232 MPa. Maximum

depth reached in 4,094 meters is The Banda Sea. There are 9 sources of physical phenomena than have been studied, namely: (1) marine’s life swimming habit, (2) dead body of predator on pelagic, (3) dead body of predator on benthic, (4) celestial and aircraft fall-out, (5) fishing activity, (6) deep-sea drilling activity, (7) ship traffic activity, (8) sample’s accumulation, (9) Banda Sea’s state. The result showed that 7 sources of physical phenomena have potency to remove a holding capacity of mortar strontium waste. The probability of occurrence of source on source 1, 2, 3, 4, and 6 are unknown because a natural presence (1st, 2nd, and 3rd source) and limited information that can be accessed (4th, and 6th sourcce). The greatest probability of occurrence is found on ship traffic activity by 0.014.

Keywords— Include at least 5 keywords or phrases

I. PENDAHULUAN

Pembuangan limbah radioaktif di laut adalah penempatan limbah radioaktif yang telah dipadatkan dalam wujud mortar di dasar laut. Proses yang berlangsung adalah pemindahan mortar

(2)

pelepasan limbah radioaktif ke lingkungan. Keutuhan mortar tercapai sebagai hasil dari gaya ikat reaksi hidrasi molekul-molekul penyusunnya. Kerusakan daya ikat mortar terjadi ketika gaya yang diterima mortar melebihi kuat tekan mekaniknya. Gaya mekanis yang bisa diperkirakan ketika mortar dipindahkan di laut dan di situs penempatan dasar laut, terdiri dari gaya hidrostatis laut dan gaya tumbukan mekanik. Besarnya gaya hidrostatis laut ditentukan oleh kedalaman situs pembuangan, sementara gaya tumbukan mekanik berpotensi dari adanya aktivitas mekanis di jalur pemindahan mortar dari permukaan laut ke dasar laut, dan di situs penempatan mortar di dasar laut. Pengkajian kedalaman dan keselamatan situs pembuangan mortar limbah radioaktif di laut menelaah sumber-sumber fenomena fisis yang memberikan gaya berlebih terhadap mortar limbah stronsium, dan gaya yang berasal dari tekanan hidrostatis. Kemampuan tekan mekanik yang dimiliki mortar limbah stronsium menentukan kedalaman maksimum yang dapat dicapai oleh mortar limbah stronsium, dan diperkirakan area perairan Indonesia yang dipilih. Pemilihan dan identifikasi sumber fenomena fisis tekanan yang dapat menghilangkan daya ikat mortar limbah stronsium melihat aspek kedalaman sumber, pembatasan keadaan, dan probabilitas sumber berinteraksi dengan mortar limbah stronsium.

II. TINJAUANPUSTAKA A. Spesifikasi Mortar Limbah Stronsium

Mortar limbah stronsium dengan komposisi semen portland pozolan, air, pasir, dan limbah stronsium diteliti oleh Edi Sepriyanto (2010) dan dihasilkan kemampuan kuat tekan mekanik sebesar 32,069 MPa hingga 41,232 MPa [1]. Ukuran mortar limbah stronsium diacu dari ukuran kapasitas kontainer limbah tipe B-1 dari penelitian S. Seki, A. Ito, dan H. Amano (1980), yaitu 166,1 L dan massa 255,6 kg [2]. Aktivitas jenis sampel mengacu pada penetapan IAEA mengenai definisi limbah radioaktif tingkat tinggi yang tidak cocok dibuang di Laut, yaitu: 2 x 1010Bq.kg-1[3].

B. Keadaan Laut Lokal

Perairan laut Asia Tenggara memiliki perbedaan densitas di tiap kedalaman. Densitas tertinggi

lapisan epipelagicadalah 1.026 kg.m-3[4]. Densitas tertinggi lapisan mesopelagicadalah 1.027,4 kg.m-3 [4]. Densitas tertinggi lapisan bathypelagic adalah 1.027,62 kg.m-3 [4]. Laut Banda memiliki pergerakan arus yang tercatat pada beberapa penelitian. Laut Banda pada kedalaman 300 meter hingga 1.500 meter adalah 2,38 x 10-6 m.s-1, pergerakan perpindahan Ekman di Laut Banda pada kedalaman 300 meter hingga 1.500 m adalah 1,39 x 10-6 m.s-1, pergerakan partikulat air secara vertikal di Laut Banda pada kedalaman 300 meter hingga 1.500 meter berkisar antara 0,19 x 10-6m.s-1hingga 0,24 x 10-6 m.s-1 [5], dan arus pasang surut Laut Banda adalah 3 cm.s-1 [6]. Terdapat 3 pertemuan lempeng di Laut Banda, yaitu Lempeng Benua Australia, Lempeng Samudra Pasifik, dan Lempeng Filipina [7]. Gempa bumi 8,6 SR tahun 1938 di Laut Banda disebabkan karena pergerakan lempeng memiliki kecepatan sebesar 7 cm.tahun-1sedangkan saat ini, pergerakan lempeng memiliki kecepatan sebesar 1 cm.tahun-1 [8]. Pergerakan lempeng tersebut membuat Laut Banda bagian barat hingga selatan mengalami kenaikan dasar laut sekitar 2 hingga 3 cm [9].

C. Kehidupan Biota Laut

Lapisan epipelagic mengandung banyak kehidupan biota laut yang beragam. Predator terbesar dalam lapisan epipelagic adalah

Balaenoptera musculus. Balaenoptera musculus

memiliki kemampuan menyelam hingga kedalaman 500 meter , dan memiliki kebiasaan memakan krill, ikan, dan cumi [10]. Jasad Balaenoptera musculus

ditemukan di dasar laut dengan massa sekitar 160 ton [11]. Dimensi panjang, lebar, dan tinggi terbesar Balaenoptera musculus tercatat adalah 33 meter, 10 meter, dan 10 meter [10]. Biota laut di lapisan mesopelagic didominasi oleh biota dalam

family Bathylagidae, Gonostomidae, Myctophidae, Nototheniidae, dan Paralepidae [12]. Family biota tersebut merupakan ikanforagingbagi predator laut seperti Carcharhinidae, Lamnidae, Phocidae, dan Physeteridae [13]. Habitat Carcharhinidae berada di seluruh perairan dunia [14], tidak seperti

(3)

mencapai 1.200 meter [14]. Physeteridae mampu menyelam hingga lapisan Bathypelagic [17]. Dimensi panjang dan massa terbesar dari

Carcharhinidae adalah 4 meter, dan 205,9 kg dengan kecepatan renang 26,94 m.s-1 [14]. Lapisan

bathypelagic terdapat biota laut seperti Oneirodes acanthius/eschrictii, Physeteridae, Cyma atrum,

Cetosma regani, Lycodopus mandibularis,

Careproctussp,Coryphaenoidesspp,Foraminifera, Mollusca, Isopod, Echinodermata, Nematoda, Crustacea, dan Brachipoda [18,19]. Physeteridae

merupakan predator kawasan bathypelagic terbesar berdimensi panjang, lebar, dan tinggi adalah 18 meter, 9 meter, dan 8 meter dengan massa 14.000 kg [17]. Ciri utama dari hewan asli lapisan

bathypelagic adalah perubahan anatomi tubuh dari rahang bawah yang memudahkan ikan mendapatkan makanan yang turun dari lapisan laut bebas teratas [20].

D. Aktivitas Manusia dan Benda di Atas Laut

Rekomendasi IAEA mengenai luas situs pembuangan tidak melebihi 107 m2, dan aktivitas jenis limbah yang dibuang untuk radiasi gamma dan beta tidak lebih dari 102 Ci/ton (1 Ci = 3,7 x 1010 Bq) [21]. Batas atas aktivitas laju pelepasan limbah radioaktif beta atau gamma yang dibuang di laut yang memiliki volume lebih dari 1017m3adalah 108 Ci/tahun [22]. Laut Banda memiliki potensi perikanan laut komersil untuk jenis ikan sapu-sapu dan tuna pada lapisan epipelagic [23]. Tercatat jumlah armada dan nelayan yang melakukan penangkapan hasil laut di Laut Banda adalah 401 armada [24]. Alat dan metode penangkapan ikan secara komersial dan tradisional berupa trawl, muroami, dinamit, pancing, perangkap, tombak, jaring, dan bahan kimia [25]. Trawl, muroami,

dinamit, dan bahan kimia merupakan metode penangkapan yang merusak ekosistem laut [26, 27].

Trawl memiliki massa sebesar 162 kg dengan luas proyeksi alat 1,7 m2 [27]. Laut Banda memiliki catatan kecelakaan kapal kontainer di tahun 2013 [28]. Pertumbuhan armada kapal di tahun 2008 hingga 2012 sebesar 70 armada [29]. Catatan kapal kontainer terbesar yang dimiliki oleh Maersk Group memiliki dimensi panjang, lebar, dan tinggi adalah 400 meter, 15 meter, dan 59,5 meter dengan

deadweight sebesar 165 x 106 kg yang beroperasi

dalam kecepatan 11,832 ms-1 [30]. Teknologi kegiatan pengeboran laut dalam mencapai kedalaman 3.051 meter [31] dengan tekanan pengeboran mencapai 930,729 MPa [32].

III. DASARTEORI A. Hidrostatis Laut

Hubungan konstitutif untuk tekanan hidrostatis dalam Persamaan (1).

Perbedaan densitas pada tiap lapisan laut membuat tekanan hidrostatis seperti pada Persamaan (2), Persamaan (3), dan Persamaan (4).

g = pecepatan gravitasi bumi

 = densitas air laut 0

P = tekanan di 0 m dari permukaan laut 200

P = tekanan di kedalaman 200 meter 1000

P = tekanan di kedalaman 1000 meter Z

P = tekanan di kedalaman Z meter

B. Resultan Gaya Benda Melayang dan Tenggelam di Laut

Penumpukan 2 benda di perjalanan menuju dasar laut memiliki gaya-gaya yang bekerja berupa gaya hidrostatis (dF1), gaya badan benda pertama(dFb1), gaya badan benda kedua(dFb2), gaya reaksi benda (dFr), dan gaya apung (dFapung). Persamaan (5) mengekspresikan fenomena penumpukan 2 benda di dasar laut.

Dengan dF1dalam sistem benda melayang adalah sebagai berikut:

(4)

(7) mengekspresikan fenomena penumpukan 2 benda di dasar laut.

1 2

1 dF dF

dF

dFbebanbb  (7)

Di mana:

Fbeban = gaya yang diterima benda terbawah Fapung = gaya apung

Fb1 = gaya badan dari benda teratas Fb2 = gaya badan dari benda terbawah

IV.METODOLOGIPENELITIAN

Penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap besar pengerjaan, yaitu:

1) Pengumpulan bahan: Materi penelitian dicari dengan kata kunci: ocean dumping, oceanology,

pelagic, sea repository, limbah tingkat rendah, limbah tingkat sedang, pengelolaan limbah radioaktif, biota laut, aktivitas laut, dan Laut Banda.

Mulai

Fsampel,ρlaut,

g

Tekanan Hidrostatis (P)

Kedalaman (z)

Selesai

Gbr. 1. Diagram alir analisis tekanan hidrostatis

2) Analisis: Analisis tekanan hidrostatis air laut mengikuti sistematika diagram alir pada Gbr. 1. Analisis sumber fenomena fisis tekanan berupa biota laut, keadaan laut lokal, penumpukan sampel, dan kegiatan manusia di atas laut dikaji mengikuti diagram alir pada Gbr. 2.

3) Penyajian data: Penyajian data berupa kedalaman pembuangan, dan skenario kecelakaan laut

V. HASIL DANPEMBAHASAN

Kemampuan sampel dengan kuat tekan mekanik antara 32,069 MPa hingga 41,232 MPa cocok pada kedalaman 3.185 meter hingga 4.095 meter. Perairan Indonesia dengan keragaman kedalaman

3.185 meter hingga 4.095 meter tersebar di Laut Banda.

Gbr. 2. Diagram alir analisis skenario kecelakaan

(5)

kapal (0,962 TN). Kebiasaan renang predator laut, dan jasad predator yang mati merupakan sumber fenomena fisis yang biasa terjadi, sedangkan jatuhan benda angkasa, dan aktivitas pengeboran laut dalam merupakan sumber fenomena fisis yang tidak dapat dilihat potensi kejadiannya dikarenakan terbatasnya informasi. Kecelakaan penangkapan ikan memiliki potensi kejadian sebesar 0,0097. Kecelakaan kapal memiliki potensi kejadian sebesar 0,014. Skenario kecelakaan berdasarkan fenomena fisis ditunjukan pada Gbr. 3.

Gbr. 3. Skenario kecelakaan laut berdasarkan fenomena fisis

VI.KESIMPULAN DANSARAN

Penelitian ini mempunyai hasil kesimpulan berupa:

1. Kedalaman penempatan mortar limbah stronsium adalah 3.185 meter hingga 4.094 meter dengan area situs pembuangan adalah Laut Banda.

2. Skenario kecelakaan terbangun dari sumber-sumber fenomena fisis yang memberikan gaya berlebih terhadap mortar limbah stronsium saat di perjalanan dasar laut dan saat mortar limbah stronsium berada di dasar laut.

Saran yang bisa diberikan dari penelitian ini berupa:

1. Penelitian lanjut mengenai simulasi transfer partikulat air laut beserta radiologi situs pembuangan di Laut Banda.

2. Penelitian lanjut mengenai rancangan sistem keamanan situs pembuangan di Laut Banda.

UCAPANTERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini, sehingga penelitian dapat terlaksana dengan baik.

PUSTAKA

[1] Edi Sepriyanto. Pengaruh Variasi Jenis Mineral dan Ukuran Butir Bahan Pengisi terhadap Sementasi Limbah Radioaktif Cair pada Lingkungan Bergaram. Skripsi, Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2010.

[2] S. Seki, A. Ito, Y. Wadachi, H. Amano. “Safety Evaluation of Multistage-Type Packages Containing Radioactive Waste for Sea Disposal”. IAEA SM 248: Impacts of Radionuclide Release into the Marine Environment. Proceedings of a Symposium, hal. 661-672, Vienna, 1980.

[3] IAEA TECDOC 1105: Inventory of Radioactive Waste Disposals at Sea. Dokumen teknis, IAEA-TECDOC-1105 ISSN 1011-4289, International Atomic Energy Agency (IAEA), Vienna, 1999.

[4] Wallace S. Broecker, William C. Patsert, John R. Toggweiler, Minze Stuiver. “Hydrography, Chemistry, and Radioisotopes in The Southeast Asian Basin”. Journal of Geophysical Research, 91: 14345-14354, 1986.

[5] Arnold L. Gordon, Claudia F. Giulivi, A. Gani Ilahude. “Deep Topographic Barriers within The Indonesian Seas”. Deep Sea Research II 50:2205-2228, 2003.

[6] Richard D. Ray, Gary D. Eggbert, Suetlana Y. Erofeeva. “Tides in The Indonesian Seas”. Oceanography 18, 2005.

[7] Emile A. Okal, Dominique Reymond. “The Mechanism of Great Banda Sea Earthquake of 1 Febuary 1938: Applying The Method of Preliminary Determination of Focal Mechanism to a Historical Event”. Earth and Planetary Science Letter, 216: 1-15, 2003.

[8] A. Lapouille, H. Haryono, M. Larue, S. Pramumijoyo, M. Lardy.Age and Origin of The Seafloor of The Banda Sea. Oceanology Acta, 8,4: 379-389, 1985.

[9] A. Lapouille, H. Haryono, M. Larue, S. Pramumijoyo, M. Lardy.Age and Origin of The Seafloor of The Banda Sea. Oceanology Acta, 8,4: 379-389, 1985.

[10] Departement of Environment of Australia Government.Balaenoptera musculus-Blue Whale. Diakses dari

http://www.environment.gov.au/cgi-bin/sprat/public/publicspecies.pl?taxon_id=36, 6 Juni 2014.

[11] Craig R. Smith, Amy R. Baco. “Ecology of Whale Falls at The Deep-Sea Floor”. Oceanography and Marine Biology: an Annual Review 41:311-354, 2003.

[12] Masato Moteki, Naho Horimoto, Riou Nagaiwa, Kazuo Amakasu, Takashi Ishimaru, Yukuya Yamaguchi. “Pelagic Fish Distribution and Ontogenetic Vertical Migration in Common Mesopleagic Species off Lutzow-Holm Bay (Indian Ocean Secctor, Souther Ocean) During Austral Summer”.Polar Biol, 32: 1461-1472, Springer, Verlag, 2009. [13] Patrick W, Robinson.PLOS ONE: Foraging Behavior and Success of a

Mesopelagic Predator in the Northeast Pacific Ocean: Insight from a Data-Rich Species, The Northern Elephant Seal. Diakses dari http://www.plosone.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.po ne.0036728, 5 Juni 2014.

[14] Marinebio. Blue Shark, Priaunace glauca. Diakses dari http://marinebio.org/species.asp?id=35, 5 Juni 2014.

[15] Encyclopedia (dot) com. True Seals-Phocidae. Diakses dari http://www.encyclopedia.com/article-1G2-3406700891/true-seals-phocidae.html, 5 Juni 2014.

[16] The IUCN Red List Guiding Conservation for 50 Years. Lamna ditropis. Diakses dari http://www.iucnredlist.org/details/39342/0, 5 Juni 2014.

[17] The IUCN Red List Guiding Conservation for 50 Years. Physeter macrocephalus. Diakses dari http://www.iucnredlist.org/details/41755/0, 5 Juni 2014.

[18] Bruce H. Robison, Rob E. Sherlock, Kim R. Reisenbichler. “The Bathypelagic Community of Monterey Canyon”.Deep-Sea Research II 57:1551-1556, 2010.

[19] Katrin Premke, Philipp Fischer, Melanie Hempel, Karl-Otto Rothhaupt. “Ecological Studies on The Decomposition Rate of Fish Carcasses by Benthic Organisms in The Littoral Zone of Lake Constance, Germany”. Ann. Limnol. - Int. J. Lim. 46:157-168, 2010.

(6)

[21] W. L. Templeton. “Dumping of Low-Level Radioactive Waste in The Deep Ocean”.IAEA SM 248: Impacts of Radionuclide Release into the Marine Environment. Proceedings of a Symposium, hal. 451-464, Vienna, 1980.

[22] Y. Nishiwaki. “Some Historical Background to The IAEA Definition and Recommendation Concerning HLRW or Other HLRM Unsuitable for Dumping at Sea”.IAEA SM 248: Impacts of Radionuclide Release into the Marine Environment. Proceedings of a Symposium, hal. 167-200, Vienna, 1980.

[23] S. J. M. Blaber, C. M. Dichmont, W. White, R. Buckworth, Sadiyah, Iskandar, Nurhakim, Pillans, Andamari, Dharmadi, Fahmi. “Elasmobranchs in Southern Indonesia Fisheries: The Fisheries, The Status of The Stocks and Management Option”. Fish Biol Fisheries 19:367-391, 2009.

[24] Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia: Rencana Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia di Teluk Tolo dan Laut Banda. Dokumen Teknis, WPP-RI 714, Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Jakarta, 2013.

[25] Ministry for Primary Industries New Zealand. Fishing methods. Diakses dari http://www.fish.govt.nz/en-nz/Commercial/About+the+Fishing+Industry/Fishing+Methods.htm, 11 Juni 2014.

[26] V.T. Corpuz, P. Caztaneda, J.C. Sy. “Traditional Muro-Ami, An Effectif but Destructive Coral Reef Fishing Gear”. The Fisheries News Letter of The Philippine Bureau of Fisheries and Aquatic Resources 12,1: 2-13, 1983

[27] J. Main, G. I. Sangster.A Study of Bottom Trawling Gear on Both Sand and Hard Ground. Diakses dari http://www.scotland.gov.uk/Uploads/Documents/No%2014.pdf, 11 Juni 2014.

[28] Rosnia. Ship Sinks in Banda Sea | 19 Missing. Diakses dari http://en.tempo.co/read/news/2013/07/11/055495285/Ship-Sinks-in-Banda-Sea-19-Missing, 1 Juni 2014.

[29] Kementrian Perhubungan: Statistik Perhubungan 2012 Buku Satu. Dokumen Teknis, Kementrian Perhubungan, Jakarta, 2013.

[30] Dr. Jean-Paul Rodrigue.Specification for Very Large Post-Panamax Containership. Diakses dari http://people.hofstra.edu/geotrans/eng/ch3en/conc3en/tbl_postpanamax. html, 10 Juni 2014.

[31] GEO exPRO.GEO exPRO - Pioneering Production from Deep Sea. Diakses dari http://www.geoexpro.com/articles/2008/04/pioneering-production-from-the-deep-sea, 11 Juni 2014

Referensi

Dokumen terkait

Klus- ter berdasarkan sifat kuantitatif terlihat antar tipe tidak mengelompok dalam kluster yang berbeda, melainkan ber- baur, aksesi dari daerah lokal yang sa- ma umumnya

Strategi yang disarankan adalah pengoptimalan peran Balai Among Jiwo yang satu-satunya Balai yang dikelola oleh Pemerintah Kota Semarang tidak hanya untuk tempat

Bahwa di dalam permohonan yang diajukan oleh Pemohon, pokok permohonan dan petitum yang dimohonkan secara jelas dan nyata-nyata akan sangat merugikan hak-hak dan kepentingan

Keadilan restoratif merupakan suatu proses diversi dimana semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama meme cahkan masalah, menciptakan

2011, bahwa berdasarkan Surat Penetapan Pemenang Pengadaan, tanggal 16 Agustus 2011, maka dengan ini diumumkan Pemenang Pengadaan untuk Kegiatan- kegiatan Tahap III

Penulis berharap hasil dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap masyarakat tentang kedudukan serta akibat hukum yang berkaitan dengan

Promosi dilakukan untuk menggalang dukungan dari para delegasi negara lain sehingga memilih Indonesia menjadi tuan rumah Annual Meeting ICOLD ke 82 tahun 2014 di Bali,

Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi sehubungan dengan kinerja yang telah dicapai, dimana ada keberhasilan yang telah diperoleh maupun kegagalan akibat kendala /