• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAWURAN DI DUNIA PENDIDIKAN ITU HAL BIAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TAWURAN DI DUNIA PENDIDIKAN ITU HAL BIAS"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TAWURAN DI DUNIA PENDIDIKAN ITU HAL BIASA ERY FAIDA

2010-33-054 5B/PGSD Sebuah Pengantar,

“Tawuran.” Ya, satu kata yang saat ini sedang marak-maraknya di media massa. Begitu banyak siaran di televisi menanyangkan berita tentang aksi kekerasan yang menyenggol nama pendidikan. Kita tahu sekarang ini, dalam setahun kasus tawuran meningkat hampir 95% sejak tahun 2002-2011. Hal ini sangat tragis sekali karena tawuran tersebut melibatkan anak-anak muda yang mempunyai intelektual tinggi yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa tidak lagi bisa untuk diunggulkan karena mereka lebih menonjolkan sikap egosentrisme pada diri mereka.

Pada zaman ini, tawuran bagi para pelajar sudah bisa dikatakan menjadi trend, kebanggaan, tradisi atau bahkan membudaya. Kebanyakan pelaku tawuran adalah para pelajar SMA dan mahasiswa. Baik usia SMA maupun mahasiswa, kita tahu bahwa dari segi usia masih terbilang sangat labil, terutama SMA. Mereka sering mengalami periode yang sangat berpotensi untuk menimbulkan masalah dan luapan emosi sehingga kelakuan mereka mudah menyimpang. Dari situasi konflik dan problem ini remaja tergolong dalam sosok pribadi yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat penyaluran kreativitas. Jika tempat penyaluran tersebut tidak ada atau kurang memadai, mereka akan mencari berbagai cara sebagai penyaluran. Salah satu aksesnya yaitu “tawuran”

Tawuran pelajar atau mahasiswa dapat terjadi di mana saja, sperti di jalan-jalan, di sekolah, di Universitas mereka, bahkan di perumahan warga. Tidak ada tawuran yang menguntungkan, semua aksi tawuran merugikan. Misalnya saja, tawuran terjadi di perumahan warga, maka akan mengganggu ketenangan warga. Dan apabila tawuran terjadi di jaln raya, akan menimbulkan macet dan pasti akan merusak properti jalan. Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita semua.

Salah satu kasus yang lagi nge-booming adalah tawuran antara SMA 6 dan SMA 70. Meskipun dari beberapa sumber berita menyebutkan bahwa tawuran hanya berlangsung 15 menit saja, tetapi tawuran tersebut memakan satu seorang nyawa. Dia bernama Alawy. Dia baru duduk di kelas X. Alawy terkena bacok di bagian dada. Sayang sekali, nyawanya tak terselamatkan saat dibawa lari menuju rumah sakit. Kasus Alawy ini menambah panjang korban tawuran yang terjadi. Hingga bulan September ini, dan korban yang meninggal akibat tawuran mencapai 26 orang termasuk Alawy.

(2)

kelas mereka. Tetapi apakah benar tidak ada jalan lain yang digunakan untuk mengakhiri perseteruan antar dua kelompok sekolah tersebut ? Jika kita amati, kasus tawuran pelajar antar SMA 6 dan SMA 70 itu hanya segelintir kasus tawuran yang terjadi di Indonesia. Pada 2011, terjadi 139 kasus tawuran antarpelajar. Sebanyak 36 pelajar tewas dalam serangkaian kasus tawuran tersebut. Di tahun 2012 hingga bulan September ini, sudah terjadi 127 kasus tawuran antarpelajar. Sementara jumlah pelajar yang tewas mencapai 26 orang.

Kemarin saja misalnya, pada tanggal 30 Agustus 2012 terjadi tawuran antara pelajar SMKM Bogor dan SMK 39 di Klender yang juga mengakibatkan seorang pelajar tewas. Padahal sehari sebelumnya tanggal 29 Agustus 2012 juga terjadi tawuran antara SMP 6 Buaran Klender dengan SMA Kartika di Bintaro.

Beberapa kasus diatas adalah kasus tawuran yang terjadi pada pelajar SMA. Belum lagi kasus para mahasiswa, yang seharusnya menjadi contoh untuk adik-adik mereka juga tak kalah hebohnya. Beberapa hari kemarin tepatnya tanggal 10 Oktober 2012 dalam sehari tercatat ada 2 kasus tawuran tingkat mahasiswa. Yaitu kasus tawuran antara Fakultas Teknik dan Fakultas Seni di Universitas Negeri Makassar (UNM) serta kasus tawuran antara Fakultas Bahasa dan Fakultas MIPA di Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan (STIK) Muhammadiyah.

Apa yang terjadi dalam dunia pendidikan kita ? Ternyata tawuran para mahasiswa pun juga ikut meramaikan catatan suram di dunia pendidikan. Tak tanggung-tanggung, dalam peristiwa tawuran itupun juga menelan korban jiwa. Apalagi di UNM telah ditemukan banyak senjata tajam dan ganja di ruang-ruang kelas mereka. Dua buah motorpun dibakar hangus sampai rusak total. Sampai-sampai rektor dari UNM membuat kebijakan untuk meliburkan perkuliahan selama tiga hari karena takut ada insiden susulan.

Insiden bermula saat seorang mahasiswa jurusan Teknik yang menjadi korban hingga tewas itu duduk di area jurusan Seni. Tiba-tiba sekelompok mahasiswa datang dan mengeroyok korban hingga raut wajahnya hancur dan bibirnya sobek. Saat dibawa ke Rumah Sakit, nyawanya tidak tertolong. Teman sejawat dari jurusan Teknik melakukan pembalasan dengan datang menggunakan senjata tajam dan terjadilah baku hantam antara dua jurusan tersebut. Insiden tersebut berlangsung sekitar 2 jam.

Di lain tempat, ada sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan yang juga terjadi tawuran antara 2 fakultas. Herannya, Sekolah Tinggi tersebut didirikan untuk mencetak tenaga kependidikan alias guru yang profesional. Tetapi apakah pantas seorang calon guru tersebut berkelakuan seperti itu ?

(3)

damai? Apa ada yang salah dalam dunia pendidikan di Indonesia? Dimana peran sekolah ? Lalu, apa ada jalan untuk mencegah tawuran itu agar tidak terulang kembali ?

Memahami arti “Tawuran”

Disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “tawuran” itu dapat diartikan sebagai perkelahian yang meliputi banyak orang. Dalam aplikasinya tentang kasus tawuran pelajar yang saat ini sedang nge-booming, tawuran pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mana perkelahian tersebut dilakukan oleh orang yang sedang belajar.

Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja(Juvenile Deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian dapat digolongkan ke dalam dua jenis delikuensi yaitu delikuensi situasional dan delikuensi sistematik.

Delikuensi Situasional yaitu perkelahian terjadi kerena adanya situasi yang mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara tepat. Contohnya saja adalah tawuran di UNM, antara Fakultas Teknik dan Fakultas Seni. Gara-gara teman mereka yaitu dari Fakultas Teknik dihajar dan dikeroyok oleh Fakultas Seni, lalu dengan sigap teman sejawat yang datang dari Fakultas Teknik langsung menyerbu balik Fakultas Seni dan terjadilah baku hantam. Disini dapat dilihat, betapa sigapnya Fakultas Teknik untuk menyerbu Fakultas Seni karena mereka tidak berpikir panjang dan situasi tersebut mengharuskan mereka untuk berkelahi.

Delikuensi Sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian berada di dalam suatu organisasi tertentu atau genk. Disini ada aturan, norma, dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti oleh anggotsnya termasuk berkelahi. Sebagai anggota, tumbuh kebanggaan apabila dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya. Seperti yang kita ketahui pada masa remaja akan cenderung sebuah genk yang mana dari pembentukan genk inilah para remaja bebas melakukan apa saja tanpa adanya peraturan-peraturan yang harus dipatuhi karena ia berada dilingkup kelompok teman sebayanya. Contohnya pada paparan diatas, kasus tawuran pelajar antara SMA 6 dan SMA 70. Genk terbentuk dari sekelompok remaja yang terbiasa berkumpul bersama. SMA, adalah salah satu fasilitas terbentuknya genk-genk tersebut. dan seperti yang diketahui sebelumnya, bahwa tawuran antara SMA 6 dan SMA 70 sudah merupakan warisan yang ditinggal oleh kakak alumni mereka. Misalnya pada SMA 6, mereka meninggalkan sesuatu yang bisa dibilang adalah aturan ataupun hukum, bahwa sampai kapanpun musuh mereka adalah SMA 70 dan begitu sebaliknya.

(4)

Sebagai anak muda, memang tidak puas kalau menyelesaikan masalah dengan tawuran. Mereka enggan sekali berdamai dengan musuh mereka. Gengsi bagi mereka lebih diutamakan. Tidak pandang bulu memang. Baik anak yang berprestasi, rajin, bahkan anak berbakat pun juga sering ikut tawuran. Remaja memang sulit sekali berpikir secara rasional. Menurut teori, banyak sekali memang faktor yang menyebabkan mereka lebih mengutamakan tawuran dibanding jalan untuk berdamai. Faktor tersebut bisa dari dalam diri mereka(internal) dan dari luar diri mereka(eksternal).

Faktor Internal

Faktor internal ini terjadi didalam diri individu itu sendiri yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru dalam menyelesaikan permasalahan disekitarnya dan semua pengaruh yang datang dari luar. Remaja yang melakukan perkelahian biasanya tidak mampu melakukan adaptasi dengan lingkungan yang kompleks. Maksudnya, ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan keanekaragaman pandangan, ekonomi, budaya dan berbagai keberagaman lainnya yang semakin lama semakin bermacam-macam. Para remaja yang mengalami hal ini akan lebih tergesa-gesa dalam memecahkan segala masalahnya tanpa berpikir terlebih dahulu apakah akibat yang akan ditimbulkan. Selain itu, ketidakstabilan emosi para remaja juga memiliki andil dalam terjadinya perkelahian. Mereka biasanya mudah friustasi, tidak mudah mengendalikan diri, tidak peka terhadap orang-orang disekitarnya. Seorang remaja biasanya membutuhkan pengakuan kehadiran dirinya ditengah-tengah orang-orang sekelilingnya.

Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar individu, yaitu : Faktor Keluarga

Keluarga adalah tempat dimana pendidikan pertama dari orangtua diterapkan. Jika seorang anak terbiasa melihat kekerasan yang dilakukan didalam keluarganya maka setelah ia tumbuh menjadi remaja maka ia akan terbiasa melakukan kekerasan karena inilah kebiasaan yang datang dari keluarganya. Selain itu ketidak harmonisan keluarga juga bisa menjadi penyebab kekerasan yang dilakukan oleh pelajar. Suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja.

Salah satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang baik bagi anak. Jadi disinilah peran orangtua sebagai penunjuk jalan anaknya untuk selalu berprilaku baik.

Faktor Sekolah

(5)

juga bisa menjadi wadah untuk siswa menjadi tidak baik, hal ini dikarenakan hilangnya kualitas pengajaran yang bermutu. Contohnya disekolah tidak jarang ditemukan ada seorang guru yang tidak memiliki cukup kesabaran dalam mendidik anak muruidnya akhirnya guru tersebut menunjukkan kemarahannya melalui kekerasan. Hal ini bisa saja ditiru oleh para siswanya. Lalu disinilah peran guru dituntut untuk menjadi seorang pendidik yang memiliki kepribadian yang baik.

Faktor Lingkungan

Lingkungan rumah dan lingkungan sekolah dapat mempengaruhi perilaku remaja. Seorang remaja yang tinggal dilingkungan rumah yang tidak baik akan menjadikan remaja tersebut ikut menjadi tidak baik. Kekerasan yang sering remaja lihat akan membentuk pola kekerasan dipikiran para remaja. Hal ini membuat remaja bereaksi anarkis. Tidak adanya kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang oleh para pelajar disekitar rumahnya juga bisa mengakibatkan tawuran.

Tekanan Kelompok Sebaya

Tekanan kelompok sebaya berpengaruh kuat terhadap terjadinya tawuran antar pelajar. Semua remaja pasti merasa cemas jika di tolak oleh lingkungannya. Sehingga remaja tersebut berusaha untuk mencari persetujuan dari kelompoknya dengan berbagai cara yang dapat di gunakan, walaupun cara tersebut salah.

Remaja sangat peka terhadap nilai- nilai kelompok sebaya dalam penampilan, prilaku, dan sikap. Jarang seorang remaja yang memiliki kemauan ego yang kuat berdiri teguh, terpisah dari nilai-nilai kelompok sebayanya. Suasana hatinya sebagian besar dari perjuangan terus menerus untuk memenangkan peperangan itu dan untuk berada dalam persetujuan kelompok sebayanya. Di kalangan remaja tawuran antar pelajar biasanya di gunakan untuk menunjukkan siapa diantara mereka yang terkuat, baik itu antara individu dan kelompok. Oleh karena itu remaja rawan terhadap tawuran antar pelajar.

Dari beberapa faktor penyebab tawuran diatas, dapat dijabarkan lagi menurut fakta dilapangan sekarang, yaitu :

Pendidikan Agama dinilai gagal, atau setidaknya belum mampu secara maksimal dimanfaatkan sekolah untuk membentuk watak dan perilaku siswa sesuai dengan harapan. Belakangan Mendikbud, Muhammad Nuh, menyatakan akan memperbanyak penilaian aspek afektif siswa dari pada aspek kognitifnya, semoga pernyataan ini segera dapat diwujudkan.

(6)

Tawuran disebabkan oleh faktor lingkungan atau budaya sosial yang tidak baik. Seperti yang disampaikan oleh wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud), Musliar Kasim, bahwa kondisi sosial sangat berperan dalam membentuk budaya siswa. Setidaknya demostrasi yang sering berujung pada bentrokan, seperti yang sering dipertontonkan di berbagai media, merupakan sesuatu yang tidak cocok untuk perkembangan emosional remaja. Banyak sedikit mereka akan terpola dengan budaya sosial yang tidak sehat ini dan mengemasnya dalam bentuk tawuran antar pelajar.

Menurut pandangan para psikolog, tawuran dipicu oleh emosional para siswa yang masih labih dan mencari jati diri. Mereka mudah terpancing oleh stimulus negatif yang ada di sekitarnya, merasa tercabik harga dirinya jika tidak mengadakan perlawanan terhadap orang yang merendahkannya, dan ada perasaan bangga atau hebat jika dia mampu membuat orang lain yang dianggap lawannya tertekan karena perlawannya. Ada juga yang menilai bahwa tawuran boleh jadi disebabkan karena maraknya kasus bullying di sekolah. Seperti ditegaskan Jusuf Kalla, bullying dapat berpotensi menjadi pemicu tawuran. Ini memang benar adanya, bullying bisa saja memunculkan dendam siswa jenior kepada siswa senior yang boleh jadi memanfaatkan rekan-rekannya di sekolah lain untuk melakukan balas dendam.

Penyebab tawuran adalah karena lemahnya pembinaan moral dan mentalitas anak dalam keluarga. Bahwa pendidikan dan pembinaan akhlak dalam keluarga kurang berjalan baik karena sebagian besar orang tua sibuk kerja di luar rumah dari pagi sampai sore, bahkan hingga malam. Kelupaan orang tua di rumah kemudian berdampak kepada kurangnya perhatian kepada anak, sehingga mentalitas mereka tidak terbentuk dengan baik.

Penyebab tawuran juga bisa dikarenakan semakin melemahnya upaya pembentukan moral siswa oleh guru, lantaran ketakutan mereka terhadap Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Dampaknya, banyak guru yang terkesan membiarkan siswa yang terlihat nakal. Akhirnya mereka ini secara moral tumbuh dan berkembang menjadi sosok yang mudah terseret berbagai kasus penyimpangan.

(7)

Banyak fakta dilapangan, misalnya ada anak yang mendapat nilai jelek pada waktu ujian, pasti dia akan menerima cap bahwa dia “bodoh”. Sehingga pada implikasinya, mereka bisa melampiaskan dengan emosi semata. Sekarang kita memetik kebijakan pemerintah yang selama ini dibuat. Memetik hasil buah yang pahit.

Para remaja yang harusnya menjadi generasi muda tidak lagi bisa diandalkan. Pasalnya saja, mereka harusnya bertindak sebagai pemersatu bangsa, bahasa dan budaya bangsa kita. tetapi pada kenyataanya mereka malah membudayakan aksi tawuran. Sungguh ironis sekali.

Peran Sekolah

Sekolah sebagai tempat menimba ilmu. Sekolah sebagai tempat bersosialisasi, dan sebagai pemahaman terhadap lintas budaya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, ke depan diharapkan agar lebih mengedepankan pembentukan moral, di samping pembentukan intelektual. Banyak terjadi, bahwa dengan adanya UU terhadap perlindungan anak dan pelanggaran HAM, guru enggan menegakkan kedisiplinan siswa. Misalnya saja, ada anak yang terlambat masuk sekolah hanya dibiarkan saja. Tanpa adanya hukuman walaupun itu ringan. Dulu, kedisiplinan sangat ditegakkan. Guru menjewer anak didiknya, menyuruh siswa berdiri di depan kelas adalah hal yang sangat biasa. Tetapi sekarang, guru hanya menjewer anak didiknya pun harus terkena kasus hukum lantaran penegakan UU Perlindungan Anak. Lalu bagaimana cara guru mendisiplinkan anak didiknya ?

Mungkin hal tersebut harus menjadi renungan bagi pemerintah. Memang perlu dikaji ulang, apakah ketentuan, peraturan dan kebijakan yang selama ini di buat mempunyai dampak positif terhadap moral pendidikan anak bangsa ?

Sekolah bisa lebih meningkatkan lagi pemahaman tentang lintas budaya. Karena dengan adanya lintas budaya, maka para siswa tersebut bisa melakukan interaksi sosial dengan kelompok lain. Penanaman pemahaman lintas budaya yang benar, maka akan meminimalisir terjadinya bentrokan, tawuran antar sesama pelajar, karena dalamnya terdapat cara-cara bersosialisisasi yang baik antara kelompok lain.

Selain itu, ada beberapa cara yang dilakukan sekolah dalam berperan mencegah tawuran anak didiknya tersebut. Cara-cara itu antara lain : Meneyelanggararakan kurikulum Pendidikan yang baik adalah yang bisa mengembangkan secara seimbang tiga potensi, yaitu berpikir, berestetika, dan berkeyakinan kepada Tuhan.

(8)

Memberikan pendidikan moral yang lebih untuk para pelajar, karena sejatinya guru bukan hanya mengajar pengetahuan kepada para siswa melainkan juga mendidik moral dan kelakuan para siswanya.

Menghadirkan seorang figur yang baik untuk dicontoh oleh para pelajar, seperti hadirnya seorang guru, orang tua, teman sebaya yang dapat mengarahkan para pelajar untuk selalu bersikap baik.

Memberikan perhatian lebih untuk para pelajar remaja yang sebenarnya dalam proses pencarian jati diri.

Memfasilitasi pelajar baik dilingkungan rumah atau dilingkungan sekolah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat diwaktu luangnya. Contohnya seperti membentuk ikatan remaja masjid atau karang taruna dan membuat acara-acara yang bermanfaat, mewajibkan setiap siswa mengikuti organisasi atau ekstrakulikuker di sekolahnya.

Meminimalisir Tawuran

Kita memang tahu, mencegah atau menghentikan aksi tawuran memang sangat sulit sekali, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Akan tetapi, setidaknya tawuran itu dapat diminimalisir. Upaya meminilamisir tawuran dapat mencegah rentetan kasus tawuran dan mencegah adanya koraban berjatuhan lagi.

Siapa yang dapat meminimalisir tawuran ? pasti jawabannya dari diri mereka sendiri. Kalau diri mereka sadar akan sanga meruginya tawuran itu, pasti mereka tidak akan melakukannya. Lalu, siapa yang bertugas untuk menyadarkannya ? disini keluargalah yang paling penting untuk memberikan kontrol diri bagi siswa selain sekolah. Dibawah ini adalah cara-cara untuk mencegah atau setidaknya meminimalisir tindakan tawuran itu.

Dalam lingkungan keluarga :

Mengasuh anak yang baik, penuh kasih sayang. Menanamkan kedisiplinan yang baik.

Mengajarkan hal yang baik dan buruk.

Mengembangkan kemandirian, memberi kebebasan bertanggung jawab.

Mengembangkan harg diri anak, mengahrgai jika berbuat atau mencapai prestasi tertentu.

Menciptakan suasana yang hangat dan bersahabat. Hal ini dapat membuat anak rindu untuk pulang ke rumah

Meluangkan waktu yang lebih bersama keluarga

Orang tua tidak menjadi contoh yang baik dengan menunjukkan perilaku agresif seperti memukul, mneghina dan mencemooh.

Memperkuat kehidupan beragama.

Memperkuat nilai moral yang terkandung dalam agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

(9)

Orang tua menciptakan suasana demokratis dalam keluarga, sehingga anak memiliki keterampilan sosial yang baik. karena kegagalam remaja dalam emngasai keterapilan sosial akan menyebabkan ia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Sehingga timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku normatif(misalnya sosial dan anti-sosial). Bahkan lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan dsb.

Peran LSM dan Aparat Kepolisian

LSM disini melakukan kegiatan penyuluhan di sekolah-sekolah mengenai dampak dan upaya yang perlu dilakukan agar dapat menanggulangi tawuran. Aparat kepolisian juga andil dalam menganggukangi tawuran dengan cara menempatkan petugas di daerah rawan dan melakukan razia terhadap siswa yang membawa senjata tajam.

Melalui beberapa serentetan cara diatas, berharap tawuran pelajar yang sekarang lagi ngebooming dapat di mininalisir.

REFERENSI

Buchori. 1985. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Aksara Baru http://news.liputan6.com/read/443891/dua-mahasiswa-tewas-dalam-tawuran-di-makassar (13 Oktober 2012 - 21:46)

http://psikologi-online.com/selamat-datang (19 Oktober 2012 - 20:31) http://www.lintasgayo.com/29166/menyoal-tawuran.html (19 Oktober 2012 - 20:39)

http://www.antarakalbar.com/berita/306676/tawuran-pelajar-bukti-kegagalan-kebijakan-pendidikan (13 Oktober 2012 - 21:50)

sumber :

Referensi

Dokumen terkait

tersebut dikategorikan sebagai kalimat yang bergaya bahasa simile karena badan yang lembek diibaratkan dengan tengah hari kalau berpuasa. Kalimat tersebut juga

pengguna jasa mereka.Baik pelayanan dari para sopir maupun pelayanan dari dalam armada taksi itu sendiri.Jenis armada yang memiliki kondisi fisik yang masih baru, masih terlihat

Hasil pengujian pada return harian indeks LQ45 menemukan bahwa tidak adanya pengaruh penurunan volatilitas pada underlying spot market di Indonesia karena keberadaan

Makalah ini bertujuan untuk mengkaji proses koreksi terrain dan contoh penerapannya pada citra Landsat TM; Kemudian artikel tentang “Perbandingan Teknik Orthorektifikasi Citra

Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 4 ayat (6) Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 (disempurnakan) dan pasal 5 sub b Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi

Hati membuat kolesterol, sangat banyak, sekitar ¾ gram sehari, dari berbagai sumber, termasuk asetat, suatu garam organik yang terbentuk pada metabolisme normal, kolesterol diet dan

Jika saya berada di rumah rasanya saya kurang nyaman karena dirumah tidak ada suasana hangat antara orang tua dengan anak.. Orang tua saya dengan lembut

Investasi dalam bentuk saham dimana Perusahaan mempunyai pemilikan saham minimal 20%, tetapi tidak lebih dari 50% dicatat dengan menggunakan metode ekuitas, dimana