• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Nomor KNSI 402 FAKTOR PERILAKU M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Nomor KNSI 402 FAKTOR PERILAKU M"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Nomor: KNSI-402

FAKTOR PERILAKU MANUSIA DALAM KOLABORASI

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK

Tien Fabrianti Kusumasari1 , Husni Sastramihardja3, Kridanto Surendro2 , Iping Supriana4

1

Program Studi Sistem Informasi, STMIK IM Bandung

2,3,4

Teknik Informatika, STEI, Institut Teknologi Bandung

1

tien_kusumasari@yahoo.com, 3husni@informatika.org, 2 endro@informatika.org,4 iping@informatika.org

Abstrak

Keberhasilan proyek pengembangan perangkat lunak masih relatif kecil jika dibandingkan dengan keberhasilan proyek dibidang lain. Kualitas dan kecepatan proyek perangkat lunak sangat tergantung pada faktor sumberdaya manusia. Oleh karena itu pada makalah ini akan dibahas mengenai faktor manusia khusunya mengenai perilaku dalam kolaborasi pengembangan perangkat lunak sebagai kunci kesuksesan pengembangan proyek perangkat lunak.

Tujuan makalah ini adalah menentukan properti perilaku manusia dalam melakukan kolaborasi pengembangan perangkat lunak. Properti perilaku tersebut akan di kaitkan dengan kualitas produk, dalam hal ini adalah kualitas intrinsik produk.Dengan merumuskan properti perilaku manusia tersebut diharapkan dapat digunakan untuk memilih anggota tim yang tepat ataupun untuk menentukan metode kolaborasi yang tepat untuk suatu tim yang sudah ditentukan sehingga dapat mencapai kesuksesan proyek. Adapaun metode yang digunakan dalam

menentukan properti perilaku ini dengan berdasarkan framework perilaku Human Behavior Representation

(HBR) yang diturunkan dalam metode kolaborasi dan proses pengembangan perangkat lunak.

Hasil penelitan dalam makalah ini adalah pemetaan perilaku dalam kolaborasi perangkat lunak yang meliputi properti komunikasi, koordinasi, interaksi, kemampuan menggunakan tool, kondisi psikologi (motivasi dan kedekatan), serta pengalaman anggota tim. Berdasarkan uji coba dalam beberapa tim kecil disimpulkan bahwa peranserta anggota berpengalaman dalam proses perancangan dan kemampuan rata-rata anggota tim yang tinggi akan meberikan kualitas kode (kualitas instrinsik produk). Sebagai kelanjutan dari hasil penelitian ini, dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan menentukan metode pengukuran properti perilaku dalam melakukan kolaborasi pengembangan perangkat lunak dengan lebih baik sehingga semua aspek perilaku dapat terukur secara kuantitatif.

Kata kunci : perilaku manusia, kolaborasi, pernagkat lunak, kolaborasi pengembangan perangkat lunak, faktor

manusia.

1. Pendahuluan

Pengembangan perangkat lunak dapat

dinyatakan sebagai aktivitas penyelesaian persoalan secara kooperatif dan kolaborasi tim [29] dimana

kesuksesannya tergantung pada akuisisi

pengetahuan, pertukaran dan integrasi informasi, dan

meminimalisasi kegagalan komunikasi [2].

Kolaborasi atau collaboration berasal dari bahasa latin yaitu collaborare yang berarti bekerja bersama atau kerja sama. Kolaborasi merupakan proses kerjasama untuk mencapai tujuan bersama yang dilakukan oleh beberapa individu, organisasi, atau

organism [11]. Kolaborasi terjadi dalam hubungan formal dalam sebuah sistem. Untuk menciptakan sistem kolaborasi diperlukan komunikasi, framing

and authenticity, empati dan solidaritas, fairness dan moralitas, sistem reward dan punishment, reputation and reciprocity, serta perbedaan (Bencler, 2011). Sebuah sistem dapat disebut dengan sistem

kolaborasi atau masyarakat kolaboratif jika

(2)

Berdasarkan evaluasi dan analisis yang dilakukan oleh [16] menyatakan bahwa kolaborasi dalam pengambangan perangkat lunak berkaitan dengan metode dan tool yang mendukung komunikasi dan koordinasi antar stakeholder dalam pengembangan perangkat lunak yang terdistribusi.Metode yang dimaksud adalah metodologi dalam pengembangan perangkat lunak. Oleh karena itu, dalam 25 tahun terakhir ini, berbagai pendekatan dan metodologi dalam pengembangan perangkat lunak diungkapkan oleh berbagai peneliti dan praktisi TI, namun hanya sedikit yang bertahan sampai saat ini [2].

Agile development merupakan salah satu metodologi

pengembangan perangkat lunak yang diyakinin

paling handal dengan menawarkan 70%

pengurangan dalam waktu dan biaya [2]. Metode tersebut menitik beratkan pada bakat, kemampuan, dan komunikasi individual, serta membentuk proses untuk orang-orang tertentu dan tim yang dikenal dengan istilah faktor manusia (people factor) [9,19].

Berkaitan dengan pernyataan mengenai people

factor dalam pengembangan perangkat lunak, maka penelitian yang dilakkukan oleh [3], bahwa penugasan anggota tim berdasarkan kesesuaian kemampuan yang dimiliki dengan permintaan pekerjaan dapat memperbaiki proses pengembangan perangkat lunak. Penekanan pada sisi manusia juga tersirat dalam teori Socio Technical System (STS), yang memandang sebuah sistem terdiri dari 2 sub

sistem, yaitu technical subsystem dan social

subsystem [9]. Dalam hal ini STS merupakan

gabungan antara teknologi dan faktor manusia, yang mana konsep tersebut mulai diimplementasikan dalam pengelolaan Sistem Informasi (SI) [8]. Berdasarkan literatur diatas maka dalam makalah ini akan menitikberatkan penelitian pada sisi manusia sebagai faktor dalam kolaborasi pengembangan perangkat lunak terutama mengenai perilaku manusia. Dalam makalah ini akan ditentukan

properti perilaku manusia dalam melakukan

kolaborasi pengembangan perangkat lunak. Metode pemetaan properti perilaku dalam proses kolaborasi pengembangan perangkat lunak didasarkan pada

framework perilaku HBR. Pada framework HBR,

perilaku dibagi menjadi empat dimensi, yaitu aksi/tindakan, keputusan, kondisi fisik/psikologis, dan perubahan perilaku yang dinamis [12]. Dimensi-dimensi perilaku tersebut kemudian di petakan ke properti perilaku dalam kolaborasi pengembangan perangkat lunak berdasarkan beberapa penelitian terdahulu.

Adapun sistematika penulisan makalah ini terdiri

dari enam bagian. Bagian pertama adalah

pendahuluan, bagian kedua dan ketiga mengenai dasar teori dan penelitian terdahulu. Sedangkan bagian keempat pada makalah ini mengenai pemetaan properti perilaku dalam kolaborasi pengembangan perangkat lunak. Kemudian pada bagian kelima, dilanjutkan dengan implementasi

properti perilaku dalam beberapa proyek

pengembangan perangkat lunak beserta analisisnya. Dan yang terakhir adalah kesimpulan dan saran.

2. Kolaborasi dalam Pengembangan Perangkat

Lunak

Pengembangan perangkat lunak merupakan proses yang komplek dengan tugas-tugas yang tidak dapat diprediksikan yang mana berbagai kelompok

tertentu melakukan kolaborasi dalam

penyelesaiannya [24]. Dalam proses pengembangan perangkat lunak, pihak pengembang melakukan berbagai aktifitas diantaranya membuat artefak perangkat lunak dengan berbagai tool dari kode

program (source code) dan pemodelan hingga

dokumentasi dan skenario pengujian, pengelolaan proyek dan koordinasi dengan bantuan berbagai tool, serta komunikasi antar anggota tim sepanjang waktu pengembangan [30]. Aktivitas atau proses pengembangan software menurut [22] terdiri dari

problem definition, requirements development,

construction planning, software architecture atau

high-level design, detailed design, coding and debugging, unit testing, integration testing,

integration, system testing, corrective maintenance. Proses pengembangan perangkat lunak tersebut di lakukan dengan berbagai pendekatan dan metodologi dalam upaya meningkatkan kesuksesan

proyek pengembangan. Beberapa peneliti

mengungkapkan berbagai pendekatan dalam proses pembuatan pernagkat lunak. Namun menurut [28] berbagai pendekatan tersebut mempunyai proses umum yang sama, hanya penekanan dan aliran prosesnya saja yang membedakan dari masing-masing pendekatan pengembangan perangkat lunak tersebut.

Berdasarkan berbagai metodologi

pengembangan perangkat lunak dan praktek-praktek pembuatan perangkat lunak, penulis melakukan klasifikasi mengenai cara-cara atau metode dalam

berkolaborasi dalam proses pengembangan

perangkat lunak. Cara / metode berkolaborasi dalam proses pengembangan perangkat lunak dilihat dari pelaku kolaborasi, cara berkomunikasi, cara/metode

koordinasi, dan software tool yang mendukung

proses komunikasi dan koordinasi (

). Klasifikasi tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh [14,20,26] dan berdasarkan web site dari pengembangan perangkat lunak di kalangan

(3)

Tabel 19 Metode Kolaborasi dalam Pengembangan

3. Perilaku Manusia dalam Kolaborasi

Pengembangan Perangkat Lunak

Perilaku manusia merupakan reaksi purposive

manusia terhadap situasi tertentu yang bermakna [12]. Perilaku manusia mempunyai tiga komponen yang saling mempengaruhi, yaitu kognitif, psycho-motor, dan socio-affective [12]. Tiga pendekatan utama dalam perilaku manusia adalah manusia (person), lingkungan, dan waktu [18].

[12] mengusulkan sebuah frameworkHuman

Behavior Representation (HBR)” yang teridiri dari empat elemen perilaku yang disebut metal function,

yaitu aksi/tindakan, keputusan, kondisi

fisik/psikologis, dan perubahan perilaku yang dinamis. Aksi atau tindakan merupakan perilaku manusia yang tampak, yang terdiri dari interaksi dengan objek nyata atau lingkungan (terwujut dalam skill/kemampuan), interaksi secara simbolik

(komunikasi), dan interaksi sosial. Elemen

keputusan merupakan perilaku yang tidak tampak, terdiri dari kepedulian terhadap situasi, kemampuan

mengumpulkan dan memproses informasi,

schemata (kemampuan dan pengetahuan), dan

keputusan untuk bertindak. Kondisi fisik atau psikologis merupakan keadaan secara fisik dan mental seseorang (umur, nilai-nilai, emosi, motif,

stress, kewaspadaan). Sedangkan perubahan

perilaku dinamik meliputi pembelajaran dan instruksi, pengalaman trauma, ketahanan terhadap stress.

Penelitian yang dilakukan oleh [17] menyatakan bahwa elemen perilaku sosial terdiri dari aktivitas, interaksi, dan sentiment. Dalam tim pengembangan perangkat lunak, [17] mengukur aktivitas dengan kuantitas pekerjaan, interaksi dengan frekuensi dan intensitas, sedangkan sentimen (emosi, motivasi, dan attitude seseorang) yang tidak bisa diukur secara langsung, tetapi dicerminkan melalui pengaruh interaksi dan ativitas. Dengan demikian

maka dibangun kualitas kerja tim dalam

pengembangan perangkat lunak ke dalam

komunikasi, koordinasi, keseimbangan kontribusi anggota, mutual support, usaha, dan kohesi. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat

korelasi yang positif antara teamwork quality

(TQM) dengan kinerja tim. Namum korelasi ini berbeda-beda antara perspektif anggota itu sendiri, perspektif pemimpin tim, dan perspektif manajer. Berdasarkan [22] bahwa karakteristik programmer yang baik tidak superior, jujur secara intelektual, rasa keingintahuannya besar, cerdas (namun tidak harus menjadi supercerdas), komunikatif dan kooperatif, kreatif dan disiplin, kemalasan yang produktif (sehingga menciptakan tool). [22] juga menyatakan terdapat 4 (empat) level kompetensi

programmer, yaitu begining, introductory,

(4)

Penelitian mengenai kognitif dalam pengembangan perangkat lunak banyak dilakukan pada proses kognitif, diantaranya model proses meta-kognitif dalam menyelesaikan permasalahan pemrograman

[26]. [19] melakukan penelitian mengenai

absorption, reorganization, denial dan expulsion

pada level kognitif programmer (level rendah). Kemudian [19] juga melakukan penelitian empiris

mengenai cognitive level dalam software

maintenance pada keseluruhan level kognitif. Sedangkan dalam agile method, disebutkan bahwa salah satu faktor kesuksesan dalam penerapan metode ini adalah dengan adanya ahli dan

pengembang yang berpengalaman [2]. [23]

menyatakan bahwa kedekatan atara ahli bisnis

dengan pengembang (programmer) (dengan ruang

terpisah ataupun tidak pada satu lokasi) pada proyek perangkat lunak yang sama akan membantu komunikasi, kolaborasi, dan koordinasi didalam maupun diluar tim.

4. Pemetaan Perilaku Manusia dalam

Kolaborasi Pengembangan Perangkat

Lunak

Framework HBR menyatakan bahwa perilaku manusia terdiri dari empat dimensi aksi/tindakan, keputusan, kondisi fisik/psikologis, dan perubahan perilaku yang dinamis. Komunikasi merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam pengembangan perangkat lunak, karena lima dari enam penyebab kegagalan proyek perangkat lunak berhubungan dengan komunikasi atara pengembang dengan stakeholder [7]. Dalam berkomunikasi diperlukan sebuah medium untuk mempertukarkan pesan. Medium komunikasi yang digunakan untuk mendukung aktivitas pengembangan perangkat lunak harus cukup memfasilitasi pengurangan

ketidakpastian dan ketidakjelasan dalam

pengembangan [5]. Berdasarkan konsep [4], metode yang paling efektif dalam mempertukarkan

informasi dalam tim pengembang adalah

komunikasi secara langsung (face to face

conversation) serta koordinasi antara orang bisnis dengan pengembang setiap hari (bekerja bersama). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh [23]

menyatakan bahwa lingkungan fisik dan

keefektifan penggunaaan tool memegang peranan

penting dalam komunikasi dan kolaborasi,

pembatas ruangan dengan sebagian terbuat dari

kaca akan membantu dalam berkonsentrasi

terhadap pekerjaan namun juga memfasilitasi komunikasi, kolaborasi, dan koordinasi, kedekatan dengan ahli bisnis dalam ruang terpisah namun terhubung dalam satu proyek pengembangan perangkat lunak akan membantu inter dan intra komunikasi, kolaborasi dan koordinasi.

Selain komunikasi, koordinasi, dan interaksi

potensi seseorang juga berkontribusi dalam

pengembangan perangkat lunak. Potensi seseorang dapat dilihat dari intellectual intelligence dan

emotional intelligence. Sedangkan kompetensi

merupakan kemampuan, pengetahuan, kelakuan,

karakteristik personal, dan motivasi yang

berhubungan dengan kesuksesan dalam bekerja

[15]. Kompetensi dapat digunakan untuk

memperkirakan kinerja yang efektif, menghasilkan criteria seleksi yang valid, mengenali keterampilan. Menurut [22] terdapat 4 (empat) level kompetensi

programmer, yaitu begining, introductory,

competency, dan leadership. Sedangkan menurutk

konsep agile development, tim pengembang

menitikberatkan kompetensi individu sebagai faktor kritis dalam kesuksesan proyek [10].

Elemen kondisi fisik dan psikologis anggota tim dalam proses pengembangan perangkat lunak tidak dapat dilihat secara langsung, namun dampaknya cukup besar dalam proses kolaborasi. Kondisi fisik seseorang dapat dilihat dari usia dan gender. Sedangkan kondisi psikologis (seperti emosi, motivasi, dan attitude seseorang) tidak dapat diukur secara langsung, tetapi dicerminkan melalui pengaruh interaksi dan ativitas dalam proses pengembangan perangkat lunak [17]. Cerminan dari kondisi psikologis seorang pengembang dapat terlihat dari kontribusi, usaha, dan kepercayaan selama proses pengembangan.

Dimensi terakhir dalam HBR adalah mengenai

perubahan perilaku yang tercermin dalam

pengalaman seseorang. Tim dengan programmer yang berpengelaman akan mempercepat waktu penembangan dari 2 sampai 10 kali dibandingkan dengan anggota tim yang lebih lambat [2].

Berdasarkan framework HBR dan penelitian terdahulu, maka pencerminan perilaku manusia dalam kolaborasi pengembangan perangkat lunak diklasifikasikan menjadi empat dimensi perilaku. Pencerminan dimensi perilaku aksi/tindakan dalam kolaborasi pengembangan perangkat lunak dapat berupa komunikasi, koordinasi, interaksi, dan

kemampuan menggunakan tool. Elemen

keputusan dapat terlihat dari kemampuan dan

pengetahuan yang di miliki oleh seorang

programmer (pengembang). Elemen kondisi fisik dan psikologis merupakan keadaan secara fisik dan mental programmer yang dicerminkan dalam usia,

emosi, motivasi, dan attitude. Sedangkan

perubahan perilaku yang dinamis tercermin dengan

pengalaman programmer. Pemetaan properti

perilaku manusia dalam proses pengembangan perangkat lunak dalam penelitian ini terangkum pada Tabel 20.

Tabel 20 Pemeteaan Perilaku Manusia dalam Proses Pengembangan Perangkat Lunak

Dimensi perilaku

Mapping Properti

perilaku

(5)

Dimensi

Aktivitas Penggunaan tool Lama

penggunaan tool

Komunikasi Jenis

medium komunikasi

Koordinasi Jenis metode

kolaborasi

Interaksi Jumlah

Keputusan Potensi

Kompetensi

Fisik Unur, gender

Psikologis Jumlah

kontribusi

pengalaman lama (tahun)

pengalaman

5. Strategi Tim Berbasis Perilaku Anggota

dalam Kolaborasi Pengembangan

Perangkat Lunak

Berdasarkan pemetaan yang telah dirumuskan pada bagian 4, maka dalam makalah ini akan diimplementasikan pada tiga kasus pengembangan perangkat lunak dalam skala kecil dalam durasi waktu antara 2-5 bulan. Metode kolaborasi yang digunakan dalam kasus pengembangan proyek berbasis konsep agile yang telah di sesuaikan dengan kondisi lingkungan dan tim pengembangan [20]. Secara garis besar model tersebut dapat diilustrsikan seperti pada Gambar 69.

Gambar 69 Model Kolaborasi Pengembangan Perangkat Lunak [20]

Dari ketiga kasus pengembangan proyek tersebut

mempunyai beberapa kesamaan bahasa

pemrograman, metode komunikasi, dan tool yang digunakan. Secara garis besar beberapa kesamaan tersebut adalah :

a. Lingkungan sistem aplikasi : linux, php, apache, MySql

b. Php Framework : Yii framework (dengan

konsep MCV- Models, Controllers, Views)

c. Media komunikasi face to face, messager, dan email

d. Collaboration tool (task and assignment) : wiki (untuk proyek A dan proyek C, proyek B tidak menggunakan)

e. Perancangan Graphical User Interface (GUI design) secara kolaboratif : gomockingbird

f. SCM (Software Configuration Management)

: tortoise Hg dengan online repository

g. Alat pengukur kualitas intrinsik produk

perangkat lunak : Sonar.

Pengukuran mengenai kualitas produk untuk penelitian ini hanya dilakukan dari sisi internal produk, yaitu % rule of compliance dari source

code aplikasi. Pengembangan aplikasi

menggunakan model models, controllers, dan views

(default dari Yii Framework). Berdasarkan hasil perbandingan % of compliance dari source code yang diproduksi oleh tim pengembang sendiri (models, controllers, dan views)yang terdapat pada Tabel 21 , maka urutan proyek dengan kualitas

source code adalah proyek A, proyek B, dan proyek C.

Tabel 21 Properti Perilaku dalam Tim Pengembang

Face to face communication Understanding comprehension Story card

Modelling :

User interface design tool Face to face communication Virtual communication : chat and email

Coordination tool Planning :

Face to face communication Collaboration tool Understanding comprehension Expert : domain system, software architecture

Construction : Collaboration tool

Software configuration management tool

Face to face and virtual communication Understanding comprehension Expert : programmer and tester Automatic testing Deployment :

Communication : face to face

(6)

Properti bulan (task & assignment)

Hasil perbandingan proyek yang telah dilakukan menunjukkan bahwa metode komunikasi face to face yang dikombinasi dengan komunikasi virtual memberikan hasil kualitas kode yang lebih baik dari pada komunikas face to face murni maupun virtual. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh [25], bahwa kelompok dengan kombinasi komunikasi (face to face dengan virtual) akan mencapai level yang lebih tinggi dalam pengembangan dari pada tim virtual.

Kemampuan (potensi) rata-rata anggota yang diukur dengan Index Prestasi Kumulatif (IPK) memberikan dampak yang cukup besar dalam hal kemampuan untuk mempelajari sesuatu yang baru. Hal tersebut terbukti pada proyek A dimana hanya

dengan 20% (satu orang software architect)

anggota berpengalaman baik dalam pembuatan

perangkat lunak maupun penggunaan tool

memberikan kualitas kode yang lebih baik.

Sedangkan lebih banyak anggota yang

berpengalaman namun tidak ada keterlibatan

software architect yang berpengalaman dalam

merancang aplikasi tidak dapat meningkatkan kualitas kode (produk).

Kondisi fisik (usia dan gender) tidak terlihat berkontribusi dalam kolaborasi dan kualitas produk. Perhitungan kontribusi dalam pembuatan program (coding) dihitung secara sederhana berdasarkan

jumlah commit dalam SCM tool. Dari hasil

observasi proyekA, B, dan C kontirbusi anggota (programmer) tidak tersebar secara merata, hanya 1 sampai 2 orang yang berkontribusi penuh dalam pembuatan kode program. Hal ini berkaitan dengan

motivasi dan kecepatan anggota dalam

menyelesaikan sebuah penugasan. Frekuensi

koordinasi yang di ungkapkan dalam frekuensi kunjungan dalam sebuah coordination tool (task and assignment) tidak memberikan hasil akhir

terhadap kualitas produk. Hal tersebut

dimungkinkan kerena kedekatan antar anggota tim dalam masing-masing proyek sama, yang terlihat dalam semua proyek anggota tim saling mengenal dan pernah bekerja sama sebelum tim tersebut dibentuk.

Aplikasi perangkat lunak yang dirancang oleh ahli

yang berpengalaman (software architect) akan

mudah dalam hal implementasi automatic testing. Proyek A merupakan satu-satunya proyek yang

mengimplementasikan automatic testing dengan

waktu proyek yang telah ditentukan.

(7)

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kombinasi kemampuan rata-rata anggota tim (rata-rata IPK = 3,5), keberadaan software architect yang berpengalaman dan business expert dalam suatu tim (minimal 1 orang dalam satu tim kecil) akan memberikan dampak terhadap kualitas kode yang lebih baik (rata-rata rule of compliance dari semua bagian 57,6%). Kedekatan antar anggota tim

(pernah bekerja sama sebelumnya) akan

menentukan kesuksesan dalam melakukan

kolaborasi dalam pengembangan perkembangan perangkat lunak.

Pada penelitian ini, pengukuran properti perilaku

dilakukan secara sederhana dan belum

merepresentasikan keseluruhan aspek dari properti

perilaku manusia. Dengan demikian untuk

penelitian berikutnya dapat ditentukan metode pengukuran properti perilaku dalam melakukan kolaborasi pengembangan perangkat lunak dengan lebih baik sehingga semua aspek perilaku dapat terukur. Selain itu dapat menggunakan open source community untuk menyempurnakan model perilaku

dalam melakukan kolaborasi pengembangan

perangkat lunak.

Daftar Pustaka:

[1]. Abele, J. (2011) : Bringing Minds

Togather, Harvard Business Review, Juli-Agustus 2011, 86-93.

[2]. Abrahamsson, P., 2007, ITEA homepage

on Innovation Report modeling,

ww.itea2.org/project/result/download/resul t/5583.

[3]. Acuǹa, S.T, dan Juristo,N., 2004,

Assigning people to roles in software projects, Softw. Pract. Exper, vol.34, p.675–696.

[4]. Agile Manifesto, 2011, Agile Alliance website, http://www.agilealliance.org/the- alliance/the-agile-manifesto/the-twelve-principles-of-agile-software/

[5]. Andres, H. P., 2002, A comparison of

face-to-face and virtual software

development team, Team Performance Management, vol. 8, pp. 39–48, No. 1/2. [6]. Bishop, M., 2009, Chaos Report Worse

Project Failure Rate in Decade, irise

homepage on irise blog,

http://www.irise.com/blog/index.php/2009 /06/08/2009-standish-group-chaos-report-worst-project-failure-rate-in-a-decade/

[7]. Boehm, B., 2002, Six Reason for Software

Project Failure, IEEE Software on

Slideshare homepage,

http://www.slideshare.net/bstaud/six- reasons-for-software-project-failure-presentation.

[8]. Bostrom, R. P., & Heinen, J. S., 1977, MIS problems and failures: A socio-technical perspective, MIS Quarterly, 1 (3).

[9]. Cartelli, A., 2007, Socio-Technical Theory and Knowledge Construction: Towards New Pedagogical Paradigms?, Issues in

Informing Science and Information

Technology, vol.4, 1-14.

[10]. Cockburn, A. dan Highsmith, J.,

2001, Agile Software Development : The People Factor, Computer, IEEE Magazine, Vol.34, p 131-133.

[11]. DiMaio, P. (2008) : Collaboration

in Organisations: Theories, Tools,

Principles, and Practices, IEEE/Dest

Digital Ecosystems Tutorial, Pisanulok,

Thailand, 28 Februari 2008,

http://www.ieee-dest.curtin.edu.au/2008/slides/Paola.pdf. Download (diturunkan/diunduh) pada 4 Agustus 2011.

[12]. Dompke, U., 2001, Human

Behavior Representation : Definition, Presentasi pada RTO SAS Lecture Series on Simulation of and for Military Decision Making, II-1 –II-12.

[13]. Faraj, S. dan Sambamurthy, V.,

2006, Leadership of Information Systems Development Projects, IEEE Transaction on Engineering Management, Vol. 53, No. 2, 238-249.

[14]. Fugetta, A., 2000, Software

Process : a Roadmap, ICSE '00

Proceedings of the Conference on The Future of Software Engineering, p.25-34, New York, ACM.

[15]. Gangani, N. McLean,D.N. dan

Braden, N.A., 2006, Compatancd-Based Human Resource Development Strategy,

Performance Improvement Quarterly,

19(1). p 127-140.

[16]. Hildenbrand, T., Rothlauf, F.,

Geisser, M., Heinzl, A. dan Kude, T., 2008, Approach to Collaborative Software Development, International Conference on

Complex, Intelligent and Software

Intensive Systems, p.523-528.

[17]. Hoegl, M. dan Gemuenden, G.H.,

2010, Teamwork Quality and the Success o Innovative Projects : A Theoritical

Concept and Empirical Evidence,

Organization Science, Vol.12, No.4, 435-449.

[18]. Hutchison, E.D., 2007,

Dimension of Human Behavior : Person

and Environment, edisi 4, SAGE

(8)

[19]. Kelly, T. dan Buckley, J., 2009, An In-Vivo Study of the Cognitive Levels

Employed by Programmers During

Software Maintenance, ICPC '09. IEEE 17th International Conference

[20]. Kusumasari, T.F., Supriana, I.,

Sastramiharja, H., dan Surendro, K., 2011,

Collaboration Model of Software

Developemnt, Electrical Engineering and

Informatics (ICEEI), International

Conference.

[21]. Lalsing, V., Kishnah, S., dan

Pudaruth, S., 2012, People Factors in Agile Software Development and Project Management, International Journal of Software Engineering & Applications (IJSEA), Vol.3, No.1.

[22]. McConnel, S.C., 2004, Code

Complete : A Practical Handbook of Software Construction, Edisi 2, Microsoft Press.

[23]. Mishra, D. dan Mishra, A., 2009,

Effective communication, collaboration,

and coordination in eXtreme

Programming: human-centric perspective in a small organization, Human Factors and Ergonomics in Manufacturing, Vol. 19, pp. 438–456, Wiley InterScience.

[24]. Na, K.S., Li, X., Simson, J.T.O.

dan Kim, K.Y., 2004, Uncertainty profile and software project performance : A cross-national comparation, The Journa of system and software, vol.70, 155-163.

[25]. Ocker, R. J., 2001, The

relationship between interaction, group development, and outcome : a study of

virtual communication, Proc.IEEE

HICSS’01, p. 10.

[26]. Parham, J.R, 2009, A Cognitive

Model For Problem Solving in Computer Science, Clemson, Computer Science of Clemson University Disertation.

[27]. Phuwanartnurak, A.J., 2009,

Interdisciplinary Collaboration through

Wikis in Software Development,

Vancouver, Wikis4SE’09.

[28]. Pressman, R., 2010, Software

Engineering (a practitioner’s approach), 7th ed., Singapore: Mc Graw Hill International.

[29]. Saeki, M., 1995, Communication,

Collaboration, and Cooperation in

Software Development – How Should We

Support Group Work in Software

Development ?, Proceedings of Software Engineering Conference Asia Pacific, p.12-20.

[30]. Treude, C. dan Storey, M. A.,

2010, Work Item Tagging:

Communicating Concerns in Collaborative Software Development, IEEEtransaction homepage,

Gambar

Tabel 19 Metode Kolaborasi dalam Pengembangan perangkat Lunak
Gambar 69 Model Kolaborasi Pengembangan Perangkat Lunak [20]

Referensi

Dokumen terkait

(2) Wajib Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang teknik pengeringan yang paling efektif dan efisien dalam mempertahankan kadar kurkuminoid, total

Dimasa sekarang banyak terjadi bencana yang disebabkan oleh sampah seperti banjir yang disebabkan oleh sampah-sampah plastik dan kaca, oleh karena itu kami

EAKTIUIAS tr,MU

Each sensor node needs an operating system (OS) that can control the hardware, provide hardware abstraction to application software, and fill in the gap between applications

Hasil penelitian menunjukan impelentasi metode DMAIC Analysisdi industri garmen dapat mengurangi terjadinya cacat produksi, mengurangi variasi proses produksi,

Menentukan ingkaran suatu pernyataan Ingkaran dari pernyataan “ Jika Samy mendapat nilai 10, maka ia diberi hadiah” adalah ..... Jika Samy tidak mendapat nilai 10, maka ia

Hasil pengukuran histog pulpa dengan 3 kondisi ternyata baik pada trend , distribusi gray peak adalah nilai dari distribusi arah sumbu vertikal;semakin data dengan nilai