• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKU PANDUAN SEKOLAH ASWAJA FULL VERSION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BUKU PANDUAN SEKOLAH ASWAJA FULL VERSION"

Copied!
287
0
0

Teks penuh

(1)

1

SEJARAH TEOLOGI I SLAM

DAN AKAR PEM I KI RAN

AH LUSSUNAH WAL

JAM A’AH

PEMIKIRAN TEOLOGI ISLAM: SEJARAH, AJARAN & PERKEMBANGANNYA GENEOLOGI PEMIKIRAN ASWAJA DI INDONESIADALIL AMALIAH KEAGAMAAN KAUM NAHDLATUL ULAMA SESUAI AJARAN ISLAM AHLUSSUNAH WAL JAMA’AH BERDASARKAN AL-QUR’AN, AL-HADITS, IJMA’, QIYAS & PENDAPAT PARA ULAMA

SALAFUNA AS-SHALIHISLAM DAN TEOLOGI PEMBEBASAN PROGRESSIF

Diterbitkan dan disebarkan untuk Amunisi Intelektual Kader Inti Ideologis dan kebutuhan gerakan sosial, atas kerjasama:

Komunitas Santri Progressif (KSP) Cilacap

Lembaga Kajian Sosiologi Dialektis (LKSD) Cilacap-Jogjakarta

Institute for Philosophycal and Social Studies (INSPHISOS) Cilacap-Jogjakarta Komunitas Diskusi EYE ON THE REVOLUTION + FORDEM Cilacap Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jaringan Inti Ideologis

(2)

2

SEJARAH TEOLOGI I SLAM

DAN AKAR PEM I KI RAN

AH LUSSUNAH WAL

JAM A’AH

Nur Sayyid Santoso Kristeva, S.Pd.I ., M .A.

Edisi Khusus Komunitas

untuk Program Sekolah Aswaja

Cetakan Pertama, Juni 2012

Diterbitkan, dicetak & didistribusikan atas kerjasama:

Komunitas Santri Progressif (KSP) Cilacap, Lembaga Kajian Sosiologi Dialekt is

(LKSD) Cilacap-Jogjakarta, Inst itute for Philosophycal and Social Studies

(INSPHISOS) Cilacap-Jogjakarta, Komunitas Diskusi EYE ON THE

REVOLUTION + FORDEM Cilacap, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

(3)

3

SEJARAH TEOLOGI I SLAM DAN AKAR PEM I KI RAN AH LUSSUNAH WAL JAM A’AH

Pemikiran Teologi I slam: Sejarah, Ajaran & Perkembangannya Geneologi Pemikiran Aswaja Di I ndonesiaDalil Amaliah Keagamaan Kaum Nahdlatul Ulama Sesuai Ajaran I slam Ahlussunah Wal Jama’ah Berdasarkan Qur’an, Al-H adits, I jma’, Qiyas & Pendapat Para Ulama Salafuna As-ShalihI slam dan Teologi Pembebasan Progressif

Penulis: Nur Sayyid Santoso Kristeva, S.Pd.I ., M .A.©

Alumnus (S.1) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta/ Alumnus (S.2) Program Pascasarjana Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial & Politik UGM/ Dosen Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG) Kabupaten Cilacap/ Kader Kultural Pergerakan Mahasiwa Islam Indonesia (PMII) Cabang Jogjakarta/ Direktur pada Komunitas Santri Progressif (KSP) Cilacap, Lembaga Kajian Sosiologi Dialektis (LKSD) Cilacap-Jogjakarta/ Institute for Philosophycal and Social Studies (INSPHISOS) Cilacap-Jogjakarta/ Komunitas Diskusi EYE ON THE

REVOLUTION + FORDEM Cilacap/ E-Mail: nuriel.ugm@gmail.com/ skristeva@gmail.com Hp. 085 647 634 312/ 087 838 520 977/ Website: www.negaramarxis.blogspot.com/

www.sosiologidialektis.wordpress.com

All right s reserved. Buku panduan Sekolah Aswaja ini diterbitkan atas solidaritas, dukungan & kerjasama: Komunitas Santri Progressif (KSP) Cilacap, Lembaga Kajian Sosiologi Dialektis (LKSD) Jogja, Institute for Philosophycal and Social Studies (INSPHISOS) Cilacap-Jogjakarta, Komunitas Diskusi EYE ON THE REVOLUTION + FORDEM Cilacap, PMII Jaringan Inti Ideologis Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur©Nur Sayyid Santoso Kristeva©2012.

Sejarah Teologi Islam dan Akar Pemikiran Ahlussunah Wal Jama’ah Anti-Copyright © 2012, untuk diterbitkan dan disebarkan

Demi kebutuhan Kader Inti Ideologis dan kebutuhan gerakan sosial.

Editor/ Penyunting/ Lay-Outer/ Desain Grafis: Tim Kreatif Revdem + Eye On The Revolution

Edisi Khusus Komunitas untuk Program Sekolah Aswaja

Cetakan Pertama, Juni 2012

Diterbitkan, dicetak & didistribusikan atas kerjasama:

Komunitas Santri Progressif (KSP) Cilacap, Lembaga Kajian Sosiologi Dialektis (LKSD) Cilacap-Jogjakarta, Institute for Philosophycal and Social Studies

(INSPHISOS) Cilacap-Jogjakarta, Komunitas Diskusi EYE ON THE REVOLUTION + FORDEM Cilacap, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jaringan Inti Ideologis Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur. Alamat Kantor Cilacap 1: Kompleks Pondok Pesantren Al-Madaniyah Al-Islamiyah As-Salafiyah, Jl. Pucang D.37 RT. 01 RW IX Gumilir, Cilacap-Utara, Cilacap. Kode Pos. 53231, Alamat Kantor Cilacap 2: Jl. Urip Sumoharjo No. 71 RT. 03 RW III Mertasinga, Cilacap Utara, Cilacap, Jawa Tengah Kode Pos 53231

(4)

4

Sejarah Kemunculan Persoalan Persoalan KalamKerangka Berfikir Aliran-Aliran

Ilmu KalamAliran AntroposentrisAliran Teolog TeosentrisAliran

Konvergensi/ SintesisAliran Nihilis.

2. H and-Out 02: AKAR PEM I KI RAN I LM U KALAM & M ASALAH NYA ……….

PengertianBeberapa Nama LainnyaMasalah BahasannyaPembahasan Ilmu

Kalam Menurut MutakallimSumber-sumber Ilmu KalamFaktor-faktor

Pendorong Lahirnya Ilmu KalamFaktor InternFaktor EksternPerbedaan

Metode Ilmu Kalam dan Ilmu Ke-Islam-an lainnyaFilsafat IslamFiqih

Tasawuf.

3. H and-Out 03: KONSTALASI POLI TI K-AQI DAH I SLAM DAN PERPECAH AN UM AT I SLAM SESUDAH WAFATNYA RASULULLAH SAW ………..

Kesatuan AqidahInfiltrasi Abdillah bin SabaAnalisis Hadis-hadis tentang

Terjadinya Perpecahan Ummat Islam.

4. H and-Out 04: ALI RAN-ALI RAN DALAM TEOLOGI I SLAM ……….

ALIRAN KHAWARIJPengertian KhawarijCiri-ciri Khusus kaum Khawarij

Pemikiran KhawarijSekte-sekte KhawarijAl-MuhakkimahAl-Azariqah

Al-NajdatAl-AjaridahAl-SufriyahAl-IbadiyahKongklusiALIRAN

MURJI’AHDasar Pemikiran Aliran Murji’ah & KelompoknyaAwal Kemunculan

Kelompok Murji’ahPermasalahan PolitikPermasalahan Ke-Tuhanan

Pembagian Kelompok M urji’ahGolongan ModeratGolongan Murji’ah

EkstrimKelompok Al-JahmiyahKelompok Ash-ShalihiyahKelompok

Al-Yunusiyah dan Kelompok Al-UbaidiyahKelompok Al-HasaniyahDoktrin

Pemikiran Kelompok Mur’jiahALIRAN JABARIYAHLatar Belakang Lahirnya

JabariyahAjaran-ajaran JabariyahALIRAN QADARIYAHLatar Belakang

Lahirnya Aliran QadariyahAjaran-ajaran QadariyahALIRAN MUKTAZILAH

PengantarPengertian dan Sejarah Perkembangan Aliran MuktazilahPola

Pemikiran dan Doktrin MuktazilahAt -Taauhid (Keesaan Tuhan)Ad-Adl

(Keadilan-Nya)Al-W a’d wa al-W a’id (Janji dan ancaman-Nya)Al-M anzilah bain

al-M anzilat ain (Posisi di antara dua posisi)Amar M a’ruf Nahi M unkar (Perintah

untuk melakukan perbuatan baik dan mencegah perbuatan jahat)Tentang Lutf

Tentang Salah wa Al-AslahAnalisis Terhadap Berbagai Perbedaan Aliran Kalam &

Implikasinya Bagi Hukum Islam ModernKongklusiALIRAN SYIAHSejarah

Kemunculan Golongan Syi’ahAliran-Aliran dalam Syi’ahAs-Sabaiyah

Al-GhurabiyahAl-KaisaniyahAl-ZaidiyahAl-ImamiyahAl-Imamiyah

(5)

5

IsmailiyahAl-Hakimiyah dan DrouzeAn-NushairiyahAjaran-Ajaran dan

Paham Golongan Syi’ahALIRAN SALAF (AHMAD IBN HANBAL & IBN

TAIMIYAH)PengantarRiwayat Hidup & Pemikiran Imam Ahmad Ibn Hanbal

Sejarah Singkat Ibnu HanbalPemikiran Teologi Imam Ahmad Ibn Hanbal

Riwayat Hidup & Pemikiran Ibn TaimiyahRiwayat singkat Ibn Taimiyah

Pemikiran Teologi Ibnu TaimiyahPandangan Ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat

AllahPerkembangan Pemikiran Aliran SalafPeriode Generasi Sahabat Nabi

Periode Imam Malik Bin Anas (91 H – 167 H)Periode Imam Ahmad bin Hanbal (

164 H – 261 H)Periode Imam Ibnu Hazm Al-Andalusi (384 H – 456)Periode

Kaum Hanbaliyin (469 H)Periode Ibnu Taimiyah (661 H – 728 H)Periode

Muhammad bin Abdul Wahab (1115 H – 1206 H)Periode Syeikh Muhammad

Nashiruddin Al-AlbaniPeriode Salafi KotemporerALIRAN KHALAF

AHLUSSUNAH WAL JAMA’AH : ASY’ARIYAHRiwayat Singkat Al-Asy’ari

Doktrin–doktrin Teologi Al-Asy’ariTuhan dan sifat -sifat nyaKebebasan dalam berkehandak (Free-W ill)Akal dan W ahyu dan crit eria baik dan burukQodimnya Al-Qur’anM elihat AllahKeadilanKedudukan orang berdosaALIRAN

KHALAF AHLUSSUNAH WAL JAMA’AH: MATURIDIYAHRiwayat Singkat

Al-MaturidiPengertian Aliran MaturidiyahSejarah Aliran Maturidiyah

Doktrin-doktrin Teologi Al-MaturidiAkal dan W ahyuPerbuat an manusiaKekuasaan

dan Kehendak M ut lak TuhanSifat TuhanM elihat TuhanKalam Tuhan

Perbuat an MunusiaPengut usan RasulPelaku Dosa Besar (M urt akib Al-Kabir).

BAGI AN KEDUA: GENEOLOGI PEM I KI RAN ASWAJA DI I NDONESI A ………..

5. H and-Out 05: SEJARAH KEM UNCULAN ASWAJA; PERSPEKTI F SOSI AL

POLI TI K & AGAM A ………..

PrawacanaMengenal ASWAJAAswaja, NU & Wacana Sosial-Keagaman

IndonesiaPerkembangan ASWAJA.

6. H and-Out 06: SEJARAH PERKEM BANGAN I SLAM DI I NDONESI A ………. Sejarah Masuknya Islam ke IndonesiaAntara Islam & Negara: Analisis Rezim

OrbaSkema Corak Hubungan Agama (Islam) dan Negara di Indonesia

Abangan, Sant ri, dan PriyayiTantangan Internal dan Eksterna Umat Islam Kebijakan Akomodasi IslamIslammodernis dan Islam t radisionalis.

7. H and-Out 07 : SEJARAH PERKEM BANGAN ASWAJA DI I NDONESI A ………

PrawacanaMasuknya Islam ke IndonesiaMenelusuri Jejak Ahlusunnah

Wal-Jama’ah di IndonesiaGerakan Modern IslamSejarah PerkembanganNU dan

ASWAJAKyai Hasyim Asy’ari dan NU : Pejuang SyariahKongklusi.

8. H and-Out 08: SEJARAH & DOKTRI N ASWAJA ………. Definisi & Historis Kemunculan AswajaGaris-Garis Besar Doktrin Aswaja

Doktrin KeimananDoktrin KeislamanDoktrin KeihsananMetodologi

Pemikiran (M anhajul fikr) AswajaTawasut h (Moderat)Tawâzun (Berimbang)

(6)

6

9. H and-Out 09: AH LUSSUNNAH WALJAM A’AH SEBAGAI M ANH AJUL FI KR ………

PrawacanaMembaca Sketsa SejarahPengertian Ahlussunnah Wal Jama’ah

Tuntutan Dunia BaruFormula Baru AswajaPeluang & AncamanAswaja

Sebagai M anhaj Al-FikrPrinsip Aswaja Sebagai M anhajBidang AqidahBidang

Sosial PolitikPrinsip Syura (musyawarah)Prinsip Al-‘Adl (Keadilan)Prinsip

Al-Hurriyyah (kebebasan)Prinsip Al-Musawah (Keset araan Derajat )Bidang

Istinbath Al-Hukm (Pengambilan Hukum Syari’ah)Bidang TasawufKongklusi.

10. H and-Out 10: AH LUSSUNAH WAL-JAM A’AH (ASWAJA) SEBAGAI M ANH AJUL

FI KR, M ANH AJ AL-TAGH AYYUR AL-I JTI M A’I & M ANH AJUL H ARAKAH …………

PrawacanaSejarah Ahlussunnah Wal Jama’ahAswaja dalam Pemahaman

PMIIAswaja sebagai MadzhabAswaja sebagai M anhaj Al-FikrTawwasuth

(Moderat)Tasammuh (Toleran)Tawwazun (Seimbang)Ta’addul (Adil)

Implementasi Aswaja dalam Nilai-Nilai GerakanOtoritas & Kontekstualisasi

Aswaja di PMIIAswaja sebagai M ahajul HarokahPerspektif Sosial Ekonomi

Perspektif Sosial Politik, Hukum & HAMPerspektif Sosial BudayaAswaja &

Tantangan Masa Depan.

BAGI AN KETI GA: DALI L AM ALI AH KEAGAM AAN KAUM NAH DLATUL ULAM A SESUAI AJARAN I SLAM AH LUSSUNAH WAL JAM A’AH BERDASARKAN AL-QUR’AN, AL-H ADI TS, I JM A’, QI YAS & PENDAPAT PARA ULAM A SALAFUNA AS-SH ALI H ………

11. H and-Out 11: DALI L AM ALI AH AH LUSSUNAH WAL JAM A’AH ………

Masalah Landasan HukumPenjelasan M asalah: Sumber Hukum Islam

Penjelasan Masalah: Ahlussunah Wal Jama’ahPenjelasan Masalah: Hukum

BermadzhabPenjelasan Masalah: Seputar TaqlidPenjelasan Masalah: Bid’ah

dan Hadits Bid’ahMasalah Amaliah KeagamaanPenjelasan Masalah: Membaca

Basmalah dalam Surat Al-FatikhahPenjelasan Masalah: Membaca Do’a Qunut

dalam Shalat SubuhPenjelasan Masalah: M engeraskan W iridan/ Dzikir Setelah

Shalat FadhuPenjelasan Masalah: Bilangan Shalat TarawihPenjelasan Masalah:

Ziarah Kubur (Bulan Ramadhan & Hari Raya)Penjelasan Masalah: Dzikir dengan

Memutar TasbihPenjelasan Masalah: Membaca Sayyidina/ dalam Tasyahud

Penjelasan Masalah: Tradisi Berjabat tangan sesudah ShalatPenjelasan Masalah:

Puji-pujian antara Adzan dan IqomahPenjelasan Masalah: Adzan Dua Kali pada

Hari Jum’atPenjelasan Masalah: Sedekah bagi yang Sudah Meninggal

Penjelasan Masalah: Peringatan 7 Hari atau 40 HariPenjelasan Masalah:

Peringatan Haul/ Peringatan KematianPenjelasan Masalah: Tradisi Tahlil/

Membaca Laaillaha IllalahPenjelasan Masalah: Tradisi Yasin/ Tahlil di Makam

Penjelasan Masalah: Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAWPenjelasan

Masalah: Berzanjen, Diba’an, Burdahan, ManaqibanPenjelasan Masalah:

Shalawat Nariyah dan BadriyahPenjelasan Masalah: Membaca Surat Yasin

Penjelasan Masalah: Do’a Menggunakan Tawassul pada Waliyullah.

155

168

187

(7)

7

BAGI AN KEEM PAT: I SLAM DAN TEOLOGI PEM BEBASAN PROGRESSI F ……….

12. H and-Out 12: PETA PEM I KI RAN KE-I SLAM -AN DI I NDONESI A ………..

PrawacanaPengelompokan Aliran IslamAliran-Aliran Islam di Indonesia

Islam TradisionalIslam ModernisIslam NeomodermisIslam Fundamentalis

Islam LiberalIslam Kiri/ Kiri IslamIslam Alternatif, Rasional, InklusifCatatan Tambahan.

13. H and-Out 13: SEJARAH TEOLOGI PEM BEBASAN AM ERI KA LATI N &

PEM I KI RAN TEOLOGI PEM BEBASAN I SLAM ………..

PrawacanaTerminologi Teologi PembebasanBelajar dari Teologi Pembebasan

Amerika LatinApakah yang Dimaksud dengan Lingkaran Hermeneutik?

Teologi Pembebasan Islam, Adakah?Tentang Teologi Pembebasan Rasional

Analisis Pemikiran Tokoh Teologi Pembebasan IslamAli Syariati dan Humanisme

IslamAsghar Ali Engineer dan Elemen Pembebasan dalam Qur’anHassan

Hanafi dan Kiri IslamKongklusi.

14. H and-Out 14: TEOLOGI PEM BEBASAN & TEOLOGI LI NGKUNGAN ………..

PrawacanaAliran Teologi KontemporerTeologi PembebasanSejarah Teologi

Pembebasan & PerkembangannyaPerspektif Islam, Tokoh Teologi Pembebasan &

PemikirannyaAsghar Ali EngineerMaulana Farid EssackMuhammad

YunusHasan HanafiTeologi LingkunganPeran Manusia Terhadap

LingkunganPandangan Ahli tentang Kewajiban Memelihara Lingkungan.

15. H and-Out 15: TELAAH KRI TI S PEM I KI RAN H ASSAN H ANAFI ………

Hassan Hanafi Masa kecilRiwayat Hidup dan Kondisi Sosio-Kultural Mesir

Perkembangan Pemikiran dan Karya-karyanya.

16. H and-Out 16: KI RI I SLAM , AGAM A DAN DEM OKRASI ……….

PrawacanaKiri Islam Hassan HanafiAgama dan Demokrasi.

17. H and-Out 17: REKONSTRUKSI PARADI GM A POLI TI K I SLAM DALAM

PERSPEKTI F H UBUNGAN NEGARA DAN M ASYARAKAT; ANALI SI S TRADI SI VERSUS M ODERNI SASI I SLAM ……….

Prawacana: Civil Society Menuju Peradaban Baru IndonesiaCivil Society:

Rekonstruksi Gagasan NegaraCivil Society: Mencari Bentuk Peran Negara dan

MasyarakatTradisi Versus M odernisasi IslamGerakan Islam dan Kapitalisme

Global: Membela Pembela Agama Tuhan.

REFERENSI ………. TENTANG PENULI S ……….

216

217

226

242

252

259

268

(8)

8

KARYA I NI SAYA DEDI KASI KAN UNTUK

Untuk Para Pendiri Republik I ndonesia dan Para Alim Ulama

Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, Aidit, Nyoto, Hadratus Syaikh Kiai Hasyim Asy'ari, Ali Syariati, Asghar Ali Engineer, Hasan Hanafi, Arkoun, Abu Hasan

Al-Asy'ari, Abu Mansur Al-Maturidi, Imam Hanafi, Imam Syafi'i, Imam Malik, Imam Hambali, Imam Junaidi, Imam Ghozali, dll.

Untuk Semua Guru I ntelektual

Sokrates, Plato, Aristoteles, Copernicus, Kepler, Galileo Galilei, Nicolo Machiavelli, Thomas More, Francis Bacon, Rene Descrates, Blaise Pascal, Baruch Spinoza, Hobbes,

John Locke, Leibniz, Cristian Wolft, George Barkeley, David Hume, Voltaire, Jean Jacques Rousseau, Immanuelt Kant, JC Ficte, FWJ Schelling, GWF Hegel, Athur Scopehauer, August Comte, John Struat Mill Herbert Spencer, Ludwig Feuerbach, Karl

Marx, Soren Kiegarard, Friedrich Nietzsche, William James, John Dewey, Henry Bergson, Edmund Husserl, Max Scheller, Martin Heidegger, Jean Paul Sartre, Karl Jaspers, Gabriel Marcel, Herbert Marcus, Ibnu Khaldun, Arnold Toynbee, Patirin A.

Sorikin, Emile Durkheim, Friedrich Engels, Talcots Parson, Neil Smeller, Everett E. Hagen, David McClelland, Thorstein Veblen, WF Orgburn, Al-Ghozali, Mohammed Arkoun, Paulo Freire, Michel Foucault, Ivan Illich, Habermas, Neil Posman, Giroux, dll.

Untuk Kedua Orang Tuaku

Kedua orang tuaku Bapak H. Muhammad Nur Sayyidi, Ibunda tercinta Hj. Khamidah Nurul Jannah, Kakakku Almarhumah Komyati Azizah, serta kepada semua intelektual,

akademisi, aktivis, pelajar, semua pecinta ilmu pengetahuan.

Untuk Para Aktivis Gerakan

Untuk mereka yang telah membunuh egoisme dan watak sektarianisme. Untuk mereka yang telah menumbalkan dirinya pada realitas sosial. Untuk mereka

yang mengorbankan dirinya demi kaum miskin dan tertindas. Untuk mereka yang telah mendedikasikan dirinya demi meneruskan ruh perjuangan pada pahlawan, para

syuhada, para alim ulama. Untuk mereka yang telah menitikan dirinya demi perjuangan ummat manusia disekeliling mereka. Untuk mereka yang tidak pernah

patah semangat, yang terus-menerus berproses demi mencapai dan menemukan eksistensi dirinya. Untuk mereka yang tidak rela nilai-nilai kemanusia dinista oleh sebuah rezim kekuasaan yang aristokratik. Untuk mereka yang tidak pernah tunduk

pada rezim tiranik. Untuk mereka yang cinta kebenaran dan keadilan. Untuk mereka para martir revolusi sosial.

Untuk Tambatan H atiku

Engkaulah laut pada perahuku—karena dirimulah yang selalu memberikan harapan, selalu menuntun dan dengan sabar menunjukkan padaku cita-cita mulia. Engkaulah layar pada perahuku—karena dirimulah yang telah memberi dorongan dengan tetes

air mata. Engkaulah nahkoda pada perahuku—karena dirimulah yang telah mengarahkan diriku dan menunjukkan pada jalan yang diridhoi oleh-Nya. Buat laut,

(9)

9

PENGANTAR PENULI S

Aspek-aspek utama dari pengaitan NU terhadap proses perkembangan Islam di Indonesia dapat dilihat dalam hal-hal berikut: tradisi keilmu-agamaan yang dikembangkannya, pandangan masyarakat yang dimilikinya, cara pengambilan keputusan umum yang digunakannya, dan reorientasi internalnya, jika perbedaan pandangan yang tajam. Semua aspek utama it u terkait satu sama lain, dan seringkali berfungsi saling tumpang tindih, walaupun secara keseluruhan berpola saling menunjang. Tradisi ke-ilmuagama-an yang dianut NU, bertumpu pada pengertian

tersendiri tentang apa yang oleh NU disebut Aqidah Ahlussunah W al Jama’ah. Doktrin

tersebut berpangkal pada tiga panutan: mengikuti paham Al-Asy’ari dan Al-Maturidi dalam bertauhid (mengesakan Allah dan mengakui keutusan Muhammad), mengikut i salah satu mazhab fiqh yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali), dan mengikuti cara yang ditetapkan oleh Al-Junaid Al-Baghdadi dan Imam Al-Ghozali dalam bertarekat atau bertasawuf. Mukaddimah NU sejak berdirinya tahun 1926 mencantumkan istilah aswaja pada Qanun Asasinya. Jadi bagi NU, aswaja adalah doktrin aqidah yang harus dimengerti, ditanamkan secara benar dan dipertahankan oleh pimpinan dan para anggotanya. Dalam perkembangan selanjutnya, konsep Ahlusunnah Waljamaah disingkat Aswaja yang dijabarkan dan di dibakukan menjadi Aswaja versi NU.

Terminologi aswaja (ahlussunnah waljamaah) bukanlah terma baru di mat a masyarakat muslim. Ia adalah terminologi keagamaan klasik yang telah mengakar kuat dalam keyakinan eskatologis masyarakat muslim. Aswaja tanpa terasa telah memberikan arah dan corak model keberagamaan yang sangat varian bagi masyarakat muslim sesuai dengan hasil pendekatan tafsir para imam yang diikutinya. Namun demikian, terma aswaja tidak sedikit menyisakan problematika di kalangan internal umat Islam itu sendiri, utamanya dalam hal yang berkenaan dengan dimensi teologis (aqidah) mereka. Banyak pihak mengatakan bahwa akar permasalahan terma keagamaan tersebut sejatinya bersumber dari kepentingan politis yang bermuara pada simbol-simbol teologis dan hajat keagamaan lainnya.

Nahdlatul Ulama (NU) adalah wadah umat Islam yang mengedepankan prinsip Tawasut h (moderat), Tasamuh (toleransi), Tawazun (keseimbangan), Ta’addul

(keadilan) & Tat harruf (non-ekstrimitas/ tidak beraliran Islam garis keras) dalam usaha menjaga & memelihara kerukunan umat Islam. Sehingga NU sama sekali bukan organisasi yang merasa paling benar dalam menentukan hukum Islam. Namun NU akan selalu menunjukkan fakta dan bukti objektif tentang dalil mana yang paling kuat sebagai sandaran hukum Islam. Definisi resmi tentang Nahdlatul Ulama atau ke-NU-an adalah, seperti tertuke-NU-ang dalam Qanun Asasi, bahwa NU adalah organisasi yang beraqidah Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah dengan menempuh manhaj dalam bidang fiqih salah sat u madzhab empat: Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i atau Imam Hambali. Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi manhaj dalam bidang teologi. Imam Al-Ghazali dan Junaidi Al-Baghdadi manhaj dalam bidang tasawwuf dan Al-Mawardi manhaj dalam bidang siyasah.

(10)

10

sebagai ahli bid’ah dan sesat. Bagi kaum Nahdliyin, perbedaan tafsir, madzhab, atau aliran dalam tiap-tiap agama adalah cermin dari keluasan makna yang terkandung dalam ajaran Kitab-kitab Suci. Nahdlatul Ulama (NU) sebagai bagian dari agama Islam harus diyakini akan mampu menolong dan menyelamatkan umat. NU akhir-akhir ini selalu tidak lepas dari berbagai macam klaim sebagai ahli bid’ah. Sehingga sekarang yang terjadi adalah ada golongan yang merasa paling benar, bahkan menuduh sampai memvonis-nya, sebagai yang paling benar. Hal yang demikian sesungguhnya tidak perlu terjadi, sehingga adanya perdebatan dalam mempertahankan pemikiran baik aliran agama, golongan, individu sampai pertentangan antar keyakinan amaliah agama dapat dikurangi demi kemaslahatan umat.

Penerbitan tulisan ini adalah untuk meneguhkan keyakinan (hujjah) kepada Kaum Nahdliyin atas keabsahan tradisi keagamaannya, serta semakin meneguhkan tradisi orang-orang NU yang belakangan diusik oleh kelompok yang mengklaim dirinya sebagai kelompok yang lebih murni dalam menjalankan ajaran Islam. Kelompok Islam murni (puritan) ini seringkali mendebat dan memukul dengan keras terhadap segala sesuatu yang berbau tradisi dan budaya lokal sebagai bid’ah dan sesat. Karena pendapat kaum modernis/ puritan/ Islam murni/ wahabi-salafi selalu meragukan ajaran kaum Nahdliyin bahkan semena-mena menyalahkan tanpa ada dasar argumentasi yang jelas.

Berbagai macam persoalan yang diangkat dalam tulisan ini selalu merujuk pada sumber primer dalam hukum Islam yakni Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’, Qiyas dan pendapat para ulama terkemuka dan ahli dibidangnya. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi keagamaan yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, khususnya kaum Nahdliyin tidak menyimpang dari ajaran agama Islam, sebagai hasil ijtihad yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan dalil naqli dan dalil aqli.

Semua keterangan yang tercantum dalam tulisan ini adalah berdasarkan: dalil amaliah keagamaan kaum NU dengan tunt unan ajaran Islam Ahlussunah Wal Jama’ah berdasarkan Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’, Qiyas dan pendapat para ulama Salafuna As-Shalih, yang sudah pasti dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Maka umat Islam yang mentoleransi tradisi masyarakat harus bersatu padu dalam mengawal peradaban zaman dan kemajuan umat Islam.

Cilacap, 19 Juni 2012

Ponpes Al-M adaniyah Al-Islamiyah As-Salafiyyah Gumilir-Cilacap

(11)

11

Bagian Kesatu

PEM I KI RAN TEOLOGI I SLAM : SEJARAH ,

AJARAN & PERKEM BANGANNYA

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau

hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami

apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum

(12)

12 H and-Out 01

SEJARAH DAN KERANGKA BERFI KI R I LMU KALAM

A. Sejarah Kemunculan Persoalan Persoalan Kalam1

Kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib mengkristal menjadi Perang Siffin

yang berakhir dengan keputusan t ahkim (arbitrase). Sikap Ali yang menerima tipu

muslihat Amr bin Al-Ash, utusan dari pihak M u’awiyah dalam t ahkim, sungguhpun

dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian tentaranya. Mereka

berpendapat bahwa persoalan yang terjadi saat itu tidak dapat diputuskan melalui

t ahkim. Putusan hanya dating dari Allah dengan kembali pada hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an. La hukma illa lillah (tidak ada hukum selain dari hukum Allah) atau La hukma illa Allah (tidak ada perantara selain Allah) menjadi semboyan mereka. Mereka memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah sehingga mereka meninggalkan barisannya. Dalam sejarah Islam, mereka dikenal

dengan nama Khawarij, yaitu orang yang keluar dan memisahkan diri atau

secerders.2 Diluar pasukan yang membelot Ali, ada pula yang sebagian besar mendukung Ali. Mereka inilah yang kemudian memunculkan kelompok Syi’ah. Menurut W. Montgomery Watt, Syi’ah muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan Perang Siffin. Sebagai respon atas

penerimaan Ali terhadap arbit rase yang ditawarkan Mu‘awiyah, pasukan Ali

terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali, kelak disebut Syi’ah

dan kelompok lain menolak sikap Ali, kelak disebut Khawarij.3

Harun Nasution, lebih lanjut melihat bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan sipa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap dalam Islam.

Khawarij sebagaimana telah disebutkan, memandang bahwa orang-orang yang

terlibat dalam peristiwa t ahkim, yakni Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, Abu Musa

Al-Asy’ari, adalah kafir berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Ma’idah ayat 43-44.4

Artinya: “Dan bagaimanakah mereka mengangkat mu menjadi hakim mereka,

padahal mereka mempunyai Taurat yang didalamnya (ada) hukum Allah, kemudian mereka berpaling sesudah it u (dari put usanmu)? Dan mereka sungguh-sungguh bukan orang yang beriman.”

1

Abdul Razak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2003) hlm. 27-29.

2

W. Montgomery Watt, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam, Terj. Umar Basalim (Jakarta: P3M, 1987). hlm. 10.

3

Ibid., hlm. 6-7.

4

(13)

13

Artinya: “Sesungguhnya Kami t elah menurunkan Kit ab Taurat di dalamnya (ada) pet unjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kit ab it u diputuskan perkara orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendet a-pendet a mereka, disebabkan mereka diperint ahkan memelihara kit ab-kit ab Allah dan mereka menjadi saksi t erhadapnya. Karena it u janganlah kamu t akut kepada manusia, (t et api) t akut lah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat -ayat -Ku dengan harga yang sedikit . Barangsiapa yang t idak memut uskan menurut apa yang dit urunkan Allah, maka mereka it u adalah orang-orang yang kafir”.

Persoalan ini telah menimbulkan tiga aliran teologi dalam Islam, yaitu:

1. Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir,

dalam arti telah keluar dari Islam, atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.

2. Aliran M urji’ah, menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap

mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, hal itu terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.

3. Aliran M u’t azilah, yang tidak menerima kedua pendapat diatas, bagi mereka orang yang berdosa besar nukan kafir, tetapi buan pula mukmin. Mereka mengambil posisi antara mumin dan kafir, yang dalam bahasa Arab-nya terkenal dengan istilah al-manzilah manzilat ain (posisi diantara dua posisi).5

Dalam Islam, timbul pula dua aliran teologi yang terkenal dengan nama

Qadariyah dan Jabariyah. Menurut Qadariyah, manusia mempunyai kemerdekaan

dalam kehendak dan perbuatannya. Adapun Jabariyah, berpendapat sebaliknya

bahwa manusia tidak mempunyai kehendak dalam kehendak dan perbuatannya.6

Aliran M u’t azilah yang bercorak rasional mendapat tantangan keras dari golongan tradisional Islam, terutama golongan Hanbali, yaitu pengikut -pengikut Ibn Hanbal. Mereka menantang ini kemudian mengambil bentuk aliran teologi tradisional yang dipelopori Abu Al-Hasan Al-Asy’ari (935 M). disamping aliran

Asy’ariyah timbul pula aliran Samarkand yang juga bermaksud menentang aliran

5

Ibid. hlm. 8.

6

(14)

14

M u’t azilah. Aliran ini didirikan oleh Abu Mansur M uhammad Al-Maturidi (w. 944 M). Aliran ini kemudian terkenal dengan nama teologi Al-M at uridiyah.7

Aliran-aliran Khawarij, Murji’ah dan M u’t azilah tak mempunyai wujud lagi, kecuali dalam sejarah. Adapun yang masih ada sampai sekarang adalah aliran

Asy’ariyah dan Mat uridiyah yang keduanya disebut Ahlussunah wal Jama’ah.

B. Kerangka Berfikir Aliran-Aliran I lmu Kalam

Aliran teologi yang sering disebut -sebut memiliki cara berfikir teologi rasional adalah M u’t azilah. Oleh karena itu, M u’t azilah dikenal sebagai aliran yang bersifat rasional dan liberal. Adapun teologi yang sering disebut -sebut memiliki metode berfikir tradisional adalah Asy’ariyah. Disamping pengkategorian akibat adanya perbedaan kerangka berfikir dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam: 8

1. Aliran Antroposentris.

Aliran Antroposentris menganggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat intrakosmos dan impersonal. Ia berhubungan erat dengan masyarakat kosmos, baik yang natural maupun yang supranatural dalam arti unsur-unsurnya. Manusia adalah anak kosmos. Unsur supranatural dalam dirinya merupakan sumber kekuatannya. Tugas manusia adalah melepaskan unsur natural yang jahat. Dengan demikian, manusia harus mampu menghapus kepribadian kemanusiaan untuk meraih kemerdekaan dengan lilitan naturalnya. Orang yang tergolong dalam kelompok ini berpandangan negatif terhadap dunia karena menganggap keselamatan dirinya terletak pada kemampuannya untuk membuang semua hasrat dan keinginannya. Sementara ketaqwaan lebih diorientasikan kepada praktek-praktek pertapaan dan konsep-konsep magis. Tujuan hidupnya bermaksud

menyusun kepribadiannya kedalam realita impersonalnya.9

Anshari menganggap manusia yang berpandangan antroposentris sebagai sufi adalah mereka yang berpandangan mistis dan statis. Padahal manusia antroposentris sangat dinamis karena menganggap hakikat realitas transenden yang bersifat intrakosmos dan impersonal datang kepada manusia dalam bentuk daya sejak manusia lahir. Daya itu berupa potensi yang menjadikannya mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Manusia yang memilih kebaikan akan memperoleh keuntungan melimpah (surga), sedangkan manusia yang memilih kejahatan, ia akan memperoleh kerugian melimpah pula (neraka). Dengan daya, manusia mempunyai kebebasan mutlak tanpa campur tangan realitas transenden. Aliran teologi yang termasuk dalam kategori ini adalah Qadariyah, M u’t azilah dan Syi’ah.

2. Aliran Teologi Teosentris.

Aliran teosentris menganggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat suprakosmos, personal, dan ketuhanan. Tuhan adalah pencipta segala sesuatu yang ada di kosmos ini. Ia dengan segala kekuasaan-Nya, mampu berbuat apa saja secara mutlak. Sewaktu-waktu ia dapat muncul pada masyarakat kosmos. Manusia adalah

7

Ibid.

8

Muhammad Fazlur Rahman Ansari, Konsepsi Masyarakat Islam Modern, Terj. Juniarso Ridwan, dkk., (Bandung: Risalah, 1984) hlm. 92.

9

(15)

15

ciptaan-Nya sehingga harus berkarya hanya untuk-Nya. Di dalam kondisinya yang serba relatif ciri manusia ialah migran abadi yang segera akan kembali kepada Tuhan. Untuk itu manusia harus mampu meningkatkan keselarasan dengan realitas tertinggi dan transenden melalui ketakwaan. Dengan ketakwaannya, manusia akan memperoleh kesempurnaan yang layak sesuai dengan naturalnya. Dengan kesempunaan itu pula manusia akan menjadi sosok yang ideal, yang mampu memancarkan atribut-atribut ketuhanan dalam cermin dirinya. Kondisi semacam inilah yang pada saatnya nanti akan menyelamatkan nasibnya di masa yang akan datang.10

Manusia teosentris adalah manusia yang statis karena sering terjebak dalam kepasrahan mutlak kepada Tuhan. Sikap kepasrahan, menjadikan ia tidak mempunyai pilihan. Baginya segala perbuatannya pada hakikatnya adalah aktivitas Tuhan. Ia tidak mempunyai pilihan lain, kecuali apa yang telah ditetapkan Tuhan. Dengan cara itu Tuhan menjadi penguasa mutlak yang tidak dapat diganggu-gugat. Tuhan dapat saja memasukkan manusia jahat ke dalam keuntungan yang melimpah (surga). Begitu pula, Dia dapat saja memasukkan manusia yang taat kedalam situasi serba rugi yang terus-menerus (neraka).

Aliran teosentris menganggap daya yang menjadi potensi perbuatan baik atau jahat manusia bisa datang sewaktu-waktu dari Tuhan. Oleh sebab itu, adakalanya manusia mampu melaksanakan suatu perbuatan tatkala ada daya yang datang kepadanya. Sebaliknya ia tidak mampu melaksanakan suatu perbuatan apapun tatkala tidak ada daya yang datang kepadanya. Dengan perantaraan daya, Tuhan selalu campur tangan. Bahkan, manusia dapat dikatakan tidak mempunyai daya sama sekali terhadap segala perbuatannya. Aliran teologi yang tergolong dalam kategori ini adalah: Jabariyah.

3. Aliran Konvergensi/ Sintesis

Aliran konvergensi menganggap hakikat realitas transenden bersifat supra sekaligus intrakosmos, personal dan impersonal, lahut dan nashut, Makhluk dan Tuhan, sayang dan jahat, lenyap dan abadi, tampak dan abstrak, dan sifat lain yang dikotomik. Ibn-Arabi menamakan sifat-sifat semacam ini dengan insijam al-azali

(pre-est abilizad harmony).11 Aliran ini memandang bahwa manusia adalah al-azali

atau cermin asma dan sifat-sifat realit as mut lak itu. Bahkan seluruh alam (kosmos),

termasuk manusiajuga merupakan cermin asma dan sifat -sifat -Nya yang beragam.

Oleh sebab itu, eksistensi kosmos yang dikatakan sebagai penciptaan pada dasarnya adalah penyingkapan asma dan sifat-sifat-Nya yang azali.

(16)

16

makhluk adalah profane dan relative. Eksistensinya sebagai makhluk adalah mengikuti suunat ullah atau nat ural law (hukum alam) yang berlaku.

Aliran ini berkeyakinan bahwa hakikat daya manusia merupakan proses kerjasanm antar daya yang transendental (Tuhan)—dalam bentuk kebijaksanaan— dan daya temporal (manusia) dlam bentuk teknis. Dampaknya, ketika daya manusia tidak berpartisipasi dalam proses peristiwa yang terjadi pada dirinya, daya yang transendental yang memproses suatu peristirwa yang terjadi pada dirinya. Oleh karena itu, ia tidak memperoleh pahala at au siksaan dari Tuhan. Sebaliknya, ketika terjadi suatu peristiwa pada dirinya, sementera ia sendiri telah berusaha melakukannya, maka pada dasarnya kerjasama harmonis antara daya transendental dan daya temporal. Konsekuensinya, manusia akan memperoleh pahala atau siksaan dari Tuhan, sebanyak andil temporalnya dalam mengaktualkan peristiwa tertentu.

Kebahagiaan, bagi para penganut ailiran konvergensi terletak pada kermampuannya membuat pendulum agar selalu berada tidak jauh ke kanan atau ke kiri, tetapi tet ap di tengah-tengah antara berbagai ekstrirmitas. Dilihat dari sisi ini, Tuhan adalah sekutu manusia yang tetap, atau lebih luas lagi bahwa Tuhan adalah sekutu makhluk-Nya, sedangkan makhluk adalah sekutu Tuhannya. Ini karena, baik manusia atau makhluk merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan sebagaimana keterpaduan antara dzat Tuhan dan asma serta sifat-sifat-Nya. Kesimpulannya, kemerdekaan kehendak manusia yang profan selalu berdampingan dengan det erminisme t ranscendent al Tuhan yang sakral dan menyatu dalam daya manusia. Aliran teologi yang dapat dimasukkan ke dalam kategori ini adalah

Asy’ariyah.

4. Aliran Nihilis.

Aliran nihilis menganggap bahwa hakikat realitas transendental hanyalah iiusi. Aliran ini pun menolak Tuhan yang mutlak, terapi menerima berbagai variasi Tuhan kosmos. Manusia hanyalah bintik kecil dari aktivitas mekanisme dalam suatu masyarakat yang serba kebetulan. Kekuatan terletak pada kecerdikan diri manusia sendiri sehingga mampu melakukan yang terbaik dari tawaran yang terbutuk. Idealnya, manusia mempunyai kebahagiaan yang bersifat fisik, yang merupakan titik sentral perjuangan seluruh manusia.12[].

12

(17)

17

H and-Out 02

AKAR PEM I KI RAN I LM U KALAM DAN M ASALAH NYA

A. Pengertian

Menurut Syaikh Muhammad Abduh (1849-1905) Ilmu Tauhid yang juga

disebut Ilmu Kalam, memberikan pengertian sebagai berikut:13

“Tauhid ialah ilmu yang membahas t ent ang wujud Allah t ent ang sifat -sifat yang wajib t et ap bagiNya, sifat sifat yang jaiz disifat kan kepadaNya dan t ent ang sifat -sifat yang sama sekali yang wajib ditiadakan (must ahil) daripada-Nya. Juga membahas t ent ang Rasulrasul Allah unt uk menet apkan kebenaran risalahnya, apa yang wajib pada dirinya, hal-hal yang jaiz dihubungkan (dinisbatkan) pada diri mereka dan hal-hal yang t erlarang (must ahil) menghubungkannya kepada diri mereka.”

Sayyid Husein Afandi al-Jisr at-Tarabulisi (1845-1909) menerangkan:14

13

Syaikh Muhammad Abduh, Risalah Al-Tauhid, (Kairo, t.t.) hlm. 7.

14

(18)

18

“Ket ahuilah bahwa sesungguhnya ilmu t auhid it u ialah ilmu yang membahas padanya t ent ang menet apkan (meyakinkan) kepercayaan agama dengan mempergunakan dalil-dalil yang meyakinkan (nyat a). Buah faedahnya ialah menget ahui sifat -sifat Allah Ta’ala dan Rasul-rasul-Nya dengan bukt i-bukt i yang past i, akhirnya mendapatkan kebahagiaan dan keselamat an yang abadi. Ilmu t auhid adalah pokok paling utama dari semua agama, karena bert alian erat dengan Dzat Allah Ta’ala sert a Rasul-rasul-Nya’ Alaihimussholat uwassalam. Keadaan suat u ilmu it u t ergant ung pada keut amaan apa yang dimaklumi. Ilmu Tauhid dibawa oleh sekalian Rasul ‘Alaihimusshalat u-wassalam, sejak Nabi Adam hingga Nabi M uhant mad, semoga shalawat dan salam t et ap bagi -Nya sert a sekalian para Rasul-rasul-Nya”.

Ibnu Khaldun (1333-1406) menerangkan:15

“Ilmu Tauhid ialah ilmu yang berisi alasan-olasan mempert ahankan kepercayaan-kepercayaan iman, dengan mempergunakqn dalil-dalil pikiran dan berisi bontahan-bant ahan t erhadap orong-orang yang menyeleweng dari kepercayaaan salaf dan ahli sunnah”.

Ilmu kalam dikenal sebagai ilmu ke-Islam-an yang berdiri sendiri, yakni pada masa khalifah Al-Makmun (813-833) dari Bani Abbasiyah. Sebelum itu

pembahasan terhadap kepercayaan Islam disebut AI-Fiqhu Fiddin sebagai lawan

dari Al-Fiqhu Fil ‘Ilmi. Diterangkan oleh Asy-Syahrastani bahwa:16

15

lbnu Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, (Mesir: Maktabah Tijdriyah, t.t.) hlm. 468.

16

(19)

19

“Sesudah it u kemudian ulama-ulama M u’t azilah mempelajari buku-buku filsafat pada masa pemerint ahan Khalifah Al-M akmun, maka mereka mempert emukan sist em ilmu kalam, dan menjadikannya ilmu yang berdiri sendiri di ant ara ilmu-ilmu ke-Islaman yang ada, sert a menamakannya dengan nama Ilmu Kalam. Ada kalanya masalah yang paling pent ing yang mereka bicarakan dan berperang-perangan (berselisih pendapat -pen) adalah masalah Al-Kalam (firman Allah-pen). M aka ilmu ini dinamakan dengan namanya. Ada kalanya karena persesuaian mereka dengan ahli-ahli filsafat di dalam memberi nama ilmu mant iq (ilmu logika) di antara ilmu-ilmu mereka. Sedangkan mant iq dan kalam adalah sinonim. “

B. Beberapa Nama Lainnya

Adapun ilmu ini dinamakan ilmu kalam, disebabkan:

a. Persoalan yang terpenting yang menjadi pembicaraan pada abad-abad

permulaan hijriyah ialah apakah kalam Allah (Al-Qur’an) itu qadim atau hadit s. Karena itu keseluruhan Ilmu Kalam ini dinamai salah satu bagiannya yang terpenting.

b. Dasar ilmu Kalam ialah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil pikiran ini tampak

jelas dalam pembicaraan para Mutakallimin. Mereka jarang mempergunakan

dalil naqli (Al-Qur’an dan Hadis), kecuali sesudah menetapkan benarnya pokok

persoalan terlebih dahulu berdasarkan dalil-dalil pikiran.

Ilmu ini kadang-kadang juga disebut: a. I lmu Tauhid

Yang terpenting dalam pembahasan ilmu ini ialahmengenai keesaan Allah SWT.

Menurut ulama-ulama Ahli Sunnah:17

“Adapun t auhid it u ialah bahwa Allah SW T it u Esa dalam Dzat nya, t idak t erbagi -bagi. Esa dalam sifat -sifat nya yang azali, t iada t ara bandingan bagi -Nya dan Esa dalam perbuat an-perbuatan-Nya, tidak ada sekut u bagi-NYa”.

b. I lmu Ushuluddin

Sebab ilmu ini membahas tentang prinsip-prinsip agama Islam.

Ilmu ushuluddin ialah ilmu yang membahas t ent ang prinsip-prinsip kepercayaan agama dengan dalil-dalil yang qat h’i (Al-Qur’an dan Hadis M utawatir-pen) dan dalil-dalil akal pikiran”

17

(20)

20 c. I lmu Akidah atau Aqo’id

Ilmu ini membicarakan tentang kepercayaan Islam. Syaikh Thahir Al-Jazairy (1851-1919) menerangkan:18

“Akidah Islamiyah ialah hal-hal yang diyakini oleh orang-orang Islam, art inya mereka menet apkan atas kebenarannya. “

Syaikh Muhammad Abduh menerangkan:19

18

Syaikh Thahir al-Jazairi, Al-Jawahir al-Kalamiyah, (Surabaya: Salim Nabhan, 1996) hlm. 2.

19

(21)

21

“Asal-usul makna ilmu t auhid mengikt ikadkan Allah adalah Esa, t idak ada sekutu bagi-Nya. Ilmu ini dinamakan ilmu tauhid adalah sebagai penamaan dengan bagiannya yang t erpent ing, yait u menet apkan sifat Esa bagi Allah dalam Dzat -Nya dan perbuat an--Nya di dalam mencipt akan alam semest a sert a dia sendiri pula t empat kembali segala alam ini dan penghabisan segala t ujuan. Hal keyakinan t auhid inilah yang menjadi tujuan yang paling besar bagi t erut usnya Nabi Muhammad SAW . Sepert i dit egaskan oleh ayat -ayat Al-Qur’an yang mulia, dan akan dit erangkan kemudian. Kadang-kadang dinamakan ilmu kalam, karena ada kalanya masalah yang paling masyhur dan banyak menimbulkan perbedaan pendapat di ant ara ulama-ulama pada abad-abad pert ama hijriyah, yait u mengenai apakah kalam Allah (Al-Qur’an-pen) yang dibaca it u hadit s at au qadim. Dan adakalanya pula karena ilmu t auhid ini dibina oleh dalil akal, di mana tampak dari perkataan set iap ahli ilmu kalam dan sedikit sekali mendasarkan pendapat nya pada dalil naqli, kecuali ada ket et apan pokok pert ama ilmu it u, kemudian orang berpindah daripadanya kepada membicarakan masalah yang lebih menyerupai furu’ (cabang), sekalipun cabang itu dipandang sebagai pokok dari hal-hal yang dat ang kemudian. Di samping it u, (ada pula selain yang menyebabkan ilmu t auhid ini dinamakan ilmu kalam-pen) karena dalam memberikan dalil t ent ang pokok, lebih menyerupai logika sebagaimana ahli-ahli fikir dalam menjelaskan hujjah pendiriannya. Kemudian mengganli logika (mant iq) dengan ilmu kalam unt uk membedakan keduanya.”

C. M asalah Bahasannya

Ilmu tauhid adalah akidah lslam. Ia sesuai dengan dalil-dalil aqli dan naqli, menetapkan keyakinan-akidah dan menjelaskan tentang ajaran-ajaran yang dibawa oleh junjungan Nabi M uhammad SAW , bahkan merupakan kelanjutan dari ajaran para Nabi sebelumnya. Al-Qur’an sebagai kitab suci menggariskan ajaran-ajarannya di atas jalan yang terang, yang belurn pernah dilalui oleli kitab-kitab suci sebelumnya. Yaitu jalan yang memungkinkan orang di zaman ia diturunkan dan orang yang akan datang kemudian untuk melaluinya.

Al-Qur’an tidak cukup unt uk membuktikan kenabian Muhammad SAW dengan hanya memakai dalil yang telah dikemukakan oleh para Nabi sebelumnya. Tetapi ia mengemukakan dalil dan bukti atas kenabian Nabi M uhammad SAW dengan turunnya kitab suci Al-Qur’an itu sendiri kepada beliau. Suatu kitab yang sangat indah bahasanya balaghahnya), yang tidak memungkinkan para ahli sastra mana pun untuk menandinginya, walaupun hanya dengan mencontoh sebuah suratnya yang paling pendek.

Isinya menyatakan tentang sifat -sifatAllah SWT yang diwajibkan kepada manusia untuk mengetahuinya. Ia bukanlah datang hanya dengan membawa cerita-cerita, tetapi juga mengemukakan dalil dan kenyataan-kenyataan, yang mematahkan kepercayaan-kepercayaan orang-orang yang membantahnya.

(22)

22

kaidah, bahwa segala rnakhluk itu adalah suatu lingkungan hukum alam (sunnah)

yang tidak berubah-ubah dan tidak bertukar-tukar.

Firman Allah SWT:

”Sebagai suat u Sunnat ullah yang t elah berlaku sejak dahulu, kamu sekali -kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnat ullah it u.” (QS. Al-Fat h [48]:23).

“Sesungguhnya Allah t idak mengubah keadaan sesuat u kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.(QS. Al-Ra’d [13]: 11).

“(t et aplah at as) fit rah Allah yang t elah mencipt aknn manusia menuru t fit rah it u. Tidak ada perubahan pada fit rah Allah.” (QS.Al-Rum [30]: 30).

Dan senantiasa pula Al-Qur’an menyert akan dalil-dalilnya, hingga mengenai budi pekerti. Firman-Nya:

Tolaklah (kejahat an it u) dengan cara yang lebih baik, maka t iba-t iba orang yang ant aramu dan ant ara dia ada permusuhan seolah-olah t elah menjadi t eman yang sangat set ia.” (QS. Fushshilat [4l]:34).

Al-Qur’an telah mempertemukan akal (ratio) dengan agama, pertama kali dalam kitab suci it u sendiri, dengan perantara lisan Nabi yang diutus Allah

SWTdengan cara terus terang dan tidak memerlukan t a’wil. Telah merupakan

(23)

23

muslimin berpendapat, bahwa justru agama itu datang untuk mengatasi paham dan pengertian manusia yang berakal, maka adalah suatu hal yang mustahil jika Al-Qur’an membawa sesuatu yang bertentangan dengan akal itu.

Al-Qur’an datang menunjukkan sifat-sifat Allah SWT, sekalipun ia lebih dekat untuk menyucikan sifat -sifat yang pernah digambarkan oleh bangsa yang dulu-dulu. Namun, di antara sifat -sifat yang pernah dilekatkan oleh bangsa-bangsa yang dahulu ada yang menyamai sifat -sifat Tuhan dalam nama, seperti kudrat, ikhtiar, mendengar, melihat, dan beberapa hal lagi yang terdapat persamaannya dengan manusia, seperti bersila di atas arasy, mempunyai muka dan dua tangan. Kemudian dilanjutkan tentang hukum Allah SWT (qadha’) yang terjadi, tentang ikhtiar yang diberikannya pada manusia. Kemudian ia mencela pemuka mazhab yang keterlaluan. Di samping itu, Al-Qur’an juga membawa kabar yang menggembirakan dan menakutkan untuk perbuatan-perbuatan baik dan buruk, serta menyerahkan perkara pahala dan siksa kepada kehendak Allah SWT dan banyak lagi perkara-perkara yang seperti itu diterangkan di dalam Al-Qur’an.

Dengan ketentuan mengenai hukum akal, dan terdapatnya ayat -ayat mutasyabihat di dalam Al-Qur’an, maka hal itu merupakan jalan bagi mereka yang suka berpikir, terutama karena panggilan agama, untuk memikirkan semua makhluk Tuhan, tidak terbatas oleh suatu pembatas dan tidak pula dengan sesuatu syarat apa pun, karena mengerti bahwa segala pemikiran yang benar akan membawa kepercayaan terhadap Allah SW T, menurut sifat-sifat yang telah ditetapkan oleh-Nya dengan tidak terlalu menganggap sepi dan tidak pula membatasi pikiran itu.

Di samping Al-Qur’an merupakan sumber utama dari ilmu kalam, hadis Nabi adalah juga menjadi sumbernya. Keduanya menerangkan tentang wujud Allah SWT, sifat-sifat-Nya, af’al-Nya, para Rasul serta sifat -sifatnya dan masalah-masalah keyakinan Islam lainnya. Ulama-ulama Islam dengan tekun dan teliti memahami nash-nash yang bertalian dengan masalah-masalah akidah ini, menafsirkan, dan mena’wilkannya. Iman yang oleh Allah SWT ditaklifkan (dibebankan) pada sekalian hamba-Nya dan yang balasannya itu dijanjikan dengan memasukkannya dalam surga dan selamat dari siksa neraka itu, ialah membenarkan bahwa junjungan kita Nabi Muhammad SAW itu pesuruh atau utusan Allah SWT dan apa yang dibawanya itu dari hadirat Allah SWT.

(24)

24

Pengucapan dua kalimah syahadat adalah:

Aku menyaksikan bahwa t iada Tuhan selain Allah dan aku menyaksikan bahwa M uhammad adalah ut usan Allah”

Merupakan suatu syarat yang lazim atau pasti untuk melaksanakan hukum-hukum keduniaan terhadap seseorang Mukmin misalnya dalam soal pernikahannya, shalat, menjadi makmum di belakangnya, menyolatkannya bila ada orang meninggal, menguburnya di pemakaman golongan umat Islam dan lain-lainnya lagi. Kalau sekiranya tidak dapat mengucapkannya karena ada suatu sebab, seperti karena bisu atau tidak sempat untuk mengucapkannya, misalnya mati setelah beriman dengan hatinya, atau kebetulan tidak ada pengucapannya itu dan hatinya sudah mengimankannya, maka orang yang demikian itu pun termasuk golongan Mukmin di sisi Allah SWT dan dapat dipastikan bahwa ia pun akan diselamatkan di akhiratnya. Tetapi barangsiapa yang tidak suka mengucapkannya karena memang sengaja mengingkari setelah diajak untuk mengucapkan, maka orang yang demikian itu jelas dapat dipandang kafir.

Agama Islam melarang dan bahkan mengancam umatnya dari hal-hal yang dapat dianggap dapat menghilangkan iman dan orang yang melakukannya dianggap kafir, sekalipun batinnya mempercayai dan mengikuti apa yang dibawa oleh syariat Nabi M uhammad SAW. Misalnya menyembah berhala atau patung-patung, menganggap ringan kepada hal-hal yang dianggap mulia oleh Islam, seperti terhadap Al-Qur’an, Al-Hadis, para Rasul-rasul, asma Allah dan sifat -sifat-Nya, kewajiban dan Iarangan-Nya. Demikian pula mencaci-maki dan mencemooh pada salah satu yang tersebut di atas, dapat menghilangkan iman dan yang bersangkutan dianggap kafir.

Juga dianggap kafir orang yang mendustakan terhadap salah satu nash-nash

syara’ qat h’i, yaitu Al-Qur’an dan Hadis mut awatir, menghalalkan sesuatu yang haram atau mengharamkan sesuatu yang halal. orang yang demikian itu berarti telah melenyapkan sendiri keimanannya serta kepatuhannya kepada Islam. Karena dia telah melakukan hal-hal yang merusakkan imannya. Untuk itu, dia harus segera bertobat, memperbarui iman dan Islamnya.

(25)

25

Konsekuensi dari iman ialah mengamalkan syariat. Syaikh Mahmud Syaltut

menerangkan:20

Syariat ialah perat uran-perat uran yang diciptakan Allah, at au yang diciptakannya pokok-pokoknya supaya manusia berpegang kepadanya di dalam perhubungannya dengan Tuhannya, dengan sesama saudaranya yang M uslim, dengan sesama manusia, sert a hubungunnya dengan alam semest a dan hubungannya dengan yang hidup”.

Al-Qur’an, demikian pula dalam Al-Hadis, mengungkapkan kepercayaan iman dengan amal saleh sebagai berikut:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi t empat t inggal. mereka kekal di dalamnya, mereka t idak ingin berpindah daripadanya” (QS’ Al-Kahfi [18]: 108).

“Dari Anas bin M alik, dari Nabi M uhammad SAW bersabda, “Tidak beriman seseorang di ant ara kamu sehingga dia mencintai saudaranya at au menurut riwayat lain t erhadap t et angganya, sepert i dia mencint ai dirinya sendiri.” (HR Bukhari -M uslim)

Nyatalah bahwa Islam itu bukan semata-mata kepercayaan iman saja dan bukan pula hanya bertugas mengatur hubungan antara manusia dengan Khalik-Nya, akan tetapi Islam itu adalah kepercayaan iman dan perat uran-peraturan yang mencakup segala segi hidup dan kehidupan manusia.

20

(26)

26

Islam mewajibkan adanya lembaga yang erat di antara syariat dengan kepercayaan, sehingga tidak terpisahkan satu sama lain. Hubungan ini sebagai jalan keselamatan dan kebahagiaan, karena hal itu telah dijanjikan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang saleh. Barangsiapa yang beriman dan rnenyia-nyiakan syariat atau mengerjakan syariat, tetapi dadanya kosong melompong dari iman, dia bukanlah M uslim di sisi Allah SWT dan tidaklah dia melalui jalan keselamatan menurut tuntunan Islam.

D. Pembahasan I lmu Kalam M enurut M utakallimin

Para mutakallimin mempunyai ciri khusus dalam membahas Ilmu Kalam, yang berbeda dengan ulama-ulamayang lain. Ahmad Amin menerangkan demikian:21

“Bahwa sesungguhnya mut akallimin mempunyai sist em t ersendiri di dalam membahas, menet apkan dan berdalil, berbeda dengan sist em Al-Qr’an dan Al-Hadis sert a fat wa-fat wa sahabat . Dari segi Iain, berbeda dengan sist em filsafat dalam membahas, menet apkan dan berdalil. Sist em mereka berbeda dengan sist em orang-orang sebelumnya dan sesudahnya. unt uk it u akan kami jelaskan secara ringkas. Adapun perbedaan mereka dengan sist em Al-Qur’an ialah karena Al-Qur’an it u mendasarkan seruannya, berpegang pada fit rah manusia. Hampir set iap manusia,

21

(27)

27

dengan fit rahnya mengakui adanya Tuhan, Tuhan yang mencipt akan dan mengat ur alam. Hampir set iap manusia dengan fit rahnya sepakat t erhadap hal t ersebut , sekalipun berbeda menamakan Tuhan it u dan menyebut kan sifat -sifat-Nya. Yang demikian it u baik bagi bangsa yang masih bersahaja (primit if sampai kepada yang t elah maju kebudayaannya.”

FirmanAllah SWT:

“M aka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tet aplah at as fit rah Allah yang t elah mencipt akan manusia menurut fit rah it u. Tidak ada perubahan t erhadap cipt aan Allah. It ulah agama yang lurus, t et api kebanyakan manusia t idak menget ahui.” (QS. Ar-Rum [30]: 30).

Dalam menunjukkan dalil, Al-Qur’an selalu menggugah fitrah manusia atau seluruhnya memperhatikan struktur alam dengan segala keindahannya, di mana alam ini merupakan dalil tentang wujud Allah SWT

Firman Allah Swt.:

“Hai manusia, t elah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan it u. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali t idak dapat mencipt akan seekor lalat pun, walaupun mereka ber sat u untuk mencipt akannya. Dan jika lalat it u merampas sesuat u dari mereka, t iadalah mereka dapat merebut nya kembali dari lalat it u. Amat lemahlah yang menyembah dan juga yang disembah (berhala-berhala-pen) it u. “ (QS.Al-Hajj [22]: 73).

(28)

28 Firman Allah SWT:

“M aha berkat Dzat yang menjadikan gugusan-gugusan bintang-bintang di langit , menjadikan juga padanya mat ahari yang bersinar dan bulan yang bercahoya.” (QS. Al-Furqan [25]: 61).

“(Orang-orang yang berpikir) yait u orang-orang yang mengingat sambil berdiri, duduk dan berbaring dan mereka memikirkan tent ang p encipt aan langit dan bumi, seraya mereka berkat a: ya Tuhan kami! Tiada engkau mencipt an ini dengan sia-sia. M aha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksaan api neraka.” (QS. AIi Imran [3]: 191).

Al-Qur’an adalah kitab suci yang ditujukan kepada setiap orang, baik orang awam maupun orang cendekiawan. Orang awam disuruh melihat dan memperhatikan alam untuk menilai kebesaran Allah SWT Para cendekiawan menyelidiki, menilai dengan saksama, akhirnya mereka beriman kepada Allah SWT. Al-Qur’an memang bukan kitab filsafat, sebab ia tidak hanya diperuntukkan kepada ahli-ahli filsafat dan ahli mantiq saja. Karena kalau demikian, maka Al-Qur’an itu tidak akan dipahami oleh orang awam. Di dalam Al-Al-Qur’an ada

ayat-ayat mut asyabihat, yaitu ayat-ayat yang arti lahirnya Tuhan itu seperti

makhluk-Nya (Subhanahu wa Ta’ala). Seperti ayat-ayat yang menerangkan tentang

determinisme (ijbary) dan indeterminisme (ikht iyar), tentang wajah Allah SWT, cahaya-Nya, tangan-Nya dan Dia berada di langit dan sebagainya. Di antara ayat-ayat mutasyabihat ialah:

(29)

29

Bagi manusia ada Malaikat t elah mengikut inya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya at as perintah Allah. Sesungguhnya Allah t idak mengubah keadaan suatu masyarakat , sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan bila Allah menghendaki keburukan t erhadap suat u masyarakat, mereka tidak ada yang dapat menolalcnya: Dan sekali -kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia,” (QS. Ar-Ra’du [13]: 11).

Dan akan t et ap kekal wajah (Dzat ) Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (QS. Ar-Rahman [55]:27).

“Tangan (kekuasaan) Allah it u di at as t angan mereka”. (QS. Al-Fat hu [48]: 10).

“Allah (pemberi) cahaya kepada langit dan bumi” (QS. An-Nur [24]: 35).

“Apakah kamu merasa aman t erhadap Dzat yang berkuasa di t angit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi it u bergoncang.” (QS. Al-M ulk [67]: 16).

Akal manusia menetapkan bahwa Allah SWT itu suci dari jisim. Sebab Allah SWT bersifat “tidak ada sesuatu yang semisal dengan-Nya”. Terhadap

nash-nash mut asyabihat, kaum muslimin pada masa-masa pertama percaya

sepenuhnya terhadap nash-nash tersebut, tanpa membahas sedikit pun ataupun melakukan ta’wil dan menyerahkan segala maksudnya kepada Allah SWT. Imam Malik ra. (W . 179 H) pernah ditanya tentang ayat:

(30)

30

Maka beliau menjawab bahwa kata, “ist iwa” itu tidak asing menurut bahasa,

tetapi caranya tidak dapat diterima oleh akal. Beriman kepada-Nya adalah wajib,

mempersoalkannya adalah bid’ah.

Terhadap nash-nash mut asyabihat ini, ada beberapa pendapat:

1. Golongan Salaf; mempercayai sepenuhnya kepada nash-nash mut asyabihat.

Tetapi mereka menyerahkan maksud yang sebenarnya kepada Allah SWT, mereka tidak mengadakan ta’wil mengenai ayat:

“Tangan Allah it u di atas t angan-tangan mereka” (QS. Al-Fat hu [48]: 10).

Mereka percaya pada (tangan Allah SWT), tetapi keadaan-Nya berbeda dengan tangan manusia. Maksud yang sebenarnya mereka serahkan sepenuhnya kepada Allah SWT.

2. M u’at t hilah; berpendapat bahwa kalimat -kalimat yang mengandung sifat-sifat Allah SWT yang tampaknya serupa dengan sifat-sifat makhluk-Nya yang

terdapat pada nash-nash mut asyabihat, harus dinafikan (ditiadakan) dari Allah

SWT bersifat semacam itu. Agar dengan demikian orang dapat dengan

sungguh-sungguh ment aqdiskan akal menyucikan Allah SWT dari serupa

dengan makhluk-Nya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (1263-1328) menerangkan:22

“M ereka (golongan M u’at t hilah) menafikan sfat -sifat Allah SW T M ereka beranggapan bahwa Allah t idak mendengar, t idak berfirman, dan t idak melihat . Karena yang demikian itu t idak bisa t erjadi, melainkan dengan anggot a badan. At as anggapan ini mereka menafikan madlulnya nash-nash mut asyabihat dan menghapuskan makna-makna dari segala seginya”.

Golongan Mu’atthilah timbul pada akhir pemerintahan Bani Umayah, dipimpin oleh Jaham bin Sofwan At-Turmudzi. Dia mati dibunuh pada 128 H. Paham-pahamnya bercampur dengan paham-Paham-pahamnya Ja’ad bin Dirham yang juga mati terbunuh pada masa khalifah Hisyam bin Abdul Malik.

22

(31)

31

3. Golongan M ujassimah atau M usyabbihah. Golongan ini dipimpin oleh Dawud al-Jawariby dan Hisyam bin Hakam Ar-Rafidli. Mereka berpendapat bahwa ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis Nabi mengenai nash-nash mut asyabihat harus diartikan menurut lahirnya (letterlijk) saja. Jadi Allah SWT itu benar-benar mempunyai sifat-sifat seperti sifat-sifat makhluk-Nya. Selanjutnya Ibnu

Taimiyah menerangkan:23

“Golongan M ujassimah adalah golongan yang menent ang golongan M u’at t hilah. M ereka menet apkan adanya sifat -sifat Allah. Hanya saja mereka menjadikan (menganggap) bahwa sifat -sifat Allah it u sepert i sifat -sifat makhluk-Nya. Maka mereka berkat a: Allah it u mempunyai t angan sepert i t anganku ini dan pendengaran sepert i pendengaranku. M aha suci Allah SW T, M aha Tinggi Allah SW T dan M aha Besar dari hal-hal yang mereka kat akan.”

4. Golongan Khalaf; mempercayai bahwa nash-nash mutasyabihat itu

menerangkan tentang sifat -sifat Allah SWT yang tampaknya menyerupai dengan makhluk-Nya, adalah kalimat- kalimat majaz. Oleh karena itu, harus ditakwilkan sesuai dengan sifat keagungan dan kesernpurnaan-Nya. Seperti:

diartikan kekuasaan Allah SWT.

diartikan Dzat Allah SWT.

diartikan Dzat yang menguasai langit.

Adapun sebab-sebab golongan salaf tidak mengadakan t akwil itu ialah:

a. Pembahasan nash-nash mut asyabihat itu tidak memberi manfaat bagi orang

awam.

b. Segala yang berhubungan dengan Dzat dan sifatAllah SWT, adalah di luar akal

yang tidak mungkin manusia dapat mencapai-Nya, kecuali dengan cara mengiyaskan Allah SWT pada sesuatu. Ini adalah kesalahan yang sangat besar.

Adapun sistem mutakallimin ialah beriman kepada Allah SWT dan segala apa yang dibawa oleh Rasul-Nya. Akan tetapi, mereka perkuat dengan dalil-dalil akal yang disusun secara ilmu mantik. Mereka beralih dari segi fitrah menuju ke arah lingkungan akal pikiran.

23

(32)

32 Firman Allah SWT:

“Berkat a Rasul-rasul mereka: “Apakah ada keragu-raguan t erhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? “ (QS. Ibrahim [14]: 10)

Dari ayat tersebut mutakallimin berpindah dalil dengan barunya alam

untuk menetapkan wujudnya Allah SWT. Mengenai nash-nash mutasyabihat, para

mutakallimin tidak merasa puas dengan beriman secara ijmal saja, tanpa mengadakan ta’wil. Maka mereka mengumpulkan nash-nash yang pada lahirnya bertentangan, seperti nash-nash yang det erminist is, indet erminist is, dan

ant ropomorfist is.

Mereka menakwilkan nash-nash tersebut dan takwilan itu adalah ciri khusus dari mutakallimin. Menakwilkan nash-nash itu memberikan kebebasan pada akal untuk membahas dan memikirkannya. Dengan sendirinya menimbulkan perbedaan takwilan yang tidak dikenal semasa hidup Rasulullah. Dapat

disimpulkan bahwa perpindahan dari periode salaf ke periode khalaf ini

disebabkan:

1. Adanya agama-agama yang sudah memfilsafatkan ajaran-ajarannya. Mereka

tidak puas dengan hanya disebutkan nash-nash agama saja. Hal ini memaksa mutakallimin menyelidiki cara-cara itu. Maka tersusunlah dalil-dalil akal tentang Allah SWT dan kebenaran Nabi Muhammad SAW.

2. Bahwa pemeluk-pemeluk agama itu dibagi menjadi dua golongan: a) Golongan

yang berpegang teguh pada nash-nash kitab suci, tanpa mengadakan penafsiran; b) Golongan yang bebas mempergunakan akal pikiran untuk menafsirkan nash-nash kitab sucinya.

Di dalam agama Buddha dikenal adanya dua golongan, yaitu:

1. Golongan Hinayana, artinya kendaraan kecil. Golongan ini lebih mendekati ajaran Buddha yang awal, pada kitab suci Tripittaka. Dalam Hinayana orang memikirkan keselamatan dirinya sendiri. Pengikut -pengikut golongan ini terdapat di Ceylon, Birma, dan Tailand.

2. Golongan M ahayana, artinya kendaraan besar, terdapat di Tibet, Tiongkok, dan

Referensi

Dokumen terkait