• Tidak ada hasil yang ditemukan

AMALAN bulan rajab dan syaban.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "AMALAN bulan rajab dan syaban.docx"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

AMALAN –AMALAN BULAN RAJAB DAN SYA’BAN A. Amalan Bulan Rajab

1. Rajab merupakan salah satu bulan Haram

ههييللعل ههلللا َّىللص

ل ي

ي بهنللا ن

ي ع

ل ههنيعل ههلللا ي

ل ض

ه رل ةلرلك

ي بل يبهأل نيعل

ههلللا ق

ل للخل ملوييل ههتهئلييهلك

ل رلادلتلسيا ديقل نهَاملزللا للَاقل ملللسلول

ةةعلبلريأل َاهلنيمه اررهيشل رلش

ل ع

ل َانلثيا ةهنلس

ل لا ض

ل

ريلي

ل اول تهاولملسللا

مهرلحلمهلياول ةهجلحهليا وذهول ةهدلعيقلليا وذه ت

ة َايللهاولتلمه ةةثلللثل مةرهحه

ن

ل َابلعيش

ل ول َىدلَاملجه نلييبل ِيذهللا رلض

ل مه ب

ه جلرلول

Dari Abu Bakrah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Zaman (masa) terus berjalan dari sejak awal penciptaan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan diantaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan, yaitu Dzul Qa'dah, Dzul Hijjah dan al-Muharam serta Rajab yang berada antara Jumadil (akhir) dan Sya'ban" (HR. Bhukari: 2958)

Bulan-bulan haram memiliki kedudukan yang agung, dan bulan rajab termasuk salah satu dari empat bulan tersebut. Dinamakan bulan-bulan haram karena : 1. Diharamkannya berperang di bulan-bulan itu kecuali musuh yang memulai. 2. Keharaman melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dibulan ini lebih besar di bandingkan bulan yang lain.

























 





 















































 

 













 































 





































 



































 









 









(2)

tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al Maidah : 2)

[389] Syi'ar Allah ialah: segala amalan yang dilakukan dalam rangka ibadat haji dan tempat-tempat mengerjakannya.

[390] maksudnya antara lain ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan Ihram., maksudnya ialah: dilarang melakukan peperangan di bulan-bulan itu.

[391] ialah: binatang (unta, lembu, kambing, biri-biri) yang dibawa ke ka'bah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih ditanah Haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadat haji.

[392] ialah: binatang had-ya yang diberi kalung, supaya diketahui orang bahwa binatang itu Telah diperuntukkan untuk dibawa ke Ka'bah.

[393] dimaksud dengan karunia ialah: keuntungan yang diberikan Allah dalam perniagaan. keredhaan dari Allah ialah: pahala amalan haji.





 



 













 





 



 



















 

 















 































 















 













Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram[640]. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu menganiaya diri[641] kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan Ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (At Taubah : 36)

[640] maksudnya antara lain ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan ihram.

[641] maksudnya janganlah kamu menganiaya dirimu dengan mengerjakan perbuatan yang dilarang, seperti melanggar kehormatan bulan itu dengan mengadakan peperangan.

2. Beberapa kebiasaan menyimpang sunnah a. Peringatan Isro’ Mi’roj

Dan walaupun Isra’ dan Mi’raj adalah peristiwa yang tsabit (tetap dalam syari’at ini) dan beriman dengannya adalah wajib dan telah diwajibkan pula ketika itu shalat lima waktu, akan tetapi kita tidak memiliki dalil yang pasti bahwa itu terjadi di bulan Rajab.

Kemudian di sana ada perkara lainnya, yaitu bahwasanya walaupun kita mendapatkan dalil bahwa peristiwa Isra’ dan Mi’raj itu terjadi pada bulan Rajab, apakah kita disyaria’tkan untuk melakukan ritual ibadah tertentu pada bulan tersebut?

(3)

beliau tidak pernah mengadakan acara-acara tertentu untuk memperingati peristiwa tersebut.

b. Shalat Raghaib

Shalat Raghaib atau biasa juga disebut dengan Shalat Rajab adalah shalat yang dilakukan pada malam Jum’at pertama bulan Rajab antara shalat Maghrib dan ‘Isya. Pada siang harinya sebelum pelaksanaan shalat Raghaib ini (yakni hari Kamis pertama bulan Rajab) dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah.

Adapun tata cara dan keutamannya adalah sebagaimana yang disebutkan dalam hadits maudhu’ (palsu) yang berbunyi:

“Dan tidaklah ada seorang yang berpuasa di awal Kamis bulan Rajab, kemudian shalat di,antara Maghrib dan ‘Atamah (Isya)- yaitu malam Jum’at-dua belas rakaat, membaca pada setiap rakaatnya surat Al-Fatihah sekali dan surat Al-Qadr tiga kali serta surat Al-Ikhlas dua belas kali, setiap dua rakaat dengan satu kali salam, jika telah selesai dari shalat tersebut maka ia bershalawat kepadaku tujuh puluh kali, kemudian mengatakan ‘Allahhumma Shalli ‘Ala Muhammadin An-Nabi Al-Ummiyyi Wa ‘Ala Alihi’, kemudian sujud lalu mengatakan dalam sujudnya: ‘Subuhun qudusun Rabbul Malaikati War Ruh’ tujuh puluh kali, lalu mengangkat kepalanya dan mengucapkan: ‘Rabbighfirli warham wa tajaawaz ‘amma ta’lam Inaka anta Al-Aziz Al-A’zham’ tujuh puluh kali, kemudian sujud kedua dan mengucapkan seperti ucapan pada sujud yang pertama, lalu memohon kepada Allah hajatnya, kecuali pasti hajatnya tadi akan dikabulkan.

Rasulullah bersabda: ‘Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidak ada seorang hamba laki-laki maupun perempuan yang melakukan shalat ini kecuali akan Allah ampuni seluruh dosanya walaupun seperti buih di lautan dan seperti sejumlah daun di pepohonan, serta bisa memberi syafaat di hari kiamat kepada tujuh ratus keluarganya. Ketika berada di malam pertama di kuburnya, akan datang kepadanya pahala shalat ini. Ia menemuinya dengan wajah yang berseri dan lisan yang indah, lalu menyatakan: ‘Kekasihku, berbahagialah! Kamu telah selamat dari kesulitan. Lalu (orang yang melakukan shalat ini) berkata: ‘Siapa kamu? Sungguh demi Allah, aku belum pernah melihat wajah seindah wajahmu dan tidak pernah mendegar perkataan semanis perkataanmu serta tidak pernah mencium bau wewangian sewangi bau wangi kamu’. Lalu ia berkata: ‘Wahai kekasihku! Aku adalah pahala shalat yang telah kamu lakukan di malam itu pada bulan itu. Malam ini aku datang untuk menunaikan hakmu, menemani kesendirianmu dan menghilangkan darimu kegundahgulanaanmu. Ketika ditiup sangkakala, maka aku akan menaungimu di tanah lapang kiamat. Maka berbahagialah karena kamu tidak akan kehilangan kebaikan dari maula-Mu (Allah) selama-lamanya.”

(4)

Dari hadits tersebut, dapat diketahui secara ringkas tata cara Shalat Raghaib, yaitu:

Dikerjakan antara Maghrib dan ‘Isya’, jumlah rakaatnya dua belas, setiap dua rakaat satu salam.

Pada setiap rakaat membaca surat Al-Fatihah sekali, surat Al-Qadr tiga kali, dan surat Al-Ikhlash dua belas kali.

Setelah shalat mengucapkan shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tujuh puluh kali dengan lafazh:

ههلهآ َّىللع

ل ول ي

ي ميل

ه اي ي

ي بهنللا ددملح

ل مه َّىللع

ل ل

ي ص

ل م

ل ههلللا

Kemudian sujud dengan membaca tujuh puluh kali:

ْحويررلاول ةهكلئهل

ل ملليا ب

ر رل س

ة

ويدرقه ْحةويبرس

ه

Kemudian bangun dan duduk dengan mengucapkan tujuh puluh kali:

زهييييزهعلليا ت

ل نيأ

ل كلنلإه ميللعيتل َاملعل زيولَاجلتلول ميحلرياول يله ريفهغيا بيرل

م

ه ظ

ل عيل

ل اي

Lalu sujud lagi dan mengucapkan ucapan yang sama dengan sujud yang pertama

Kemudian berdo’a kepada Allah sesuai dengan hajat dan kebutuhannya. c. Mengkhususkan puasa bulan Rajab

Artinya : “Rajab adalah bulan Allah, Sya`ban bulan Saya (Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam), sedangkan Ramadhan bulan ummat Saya. Barang siapa berpuasa di bulan Rajab dua hari, baginya pahala dua kali lipat, timbangan setiap lipatan itu sama dengan gunung gunung yang ada di dunia, kemudian disebutkan pahala bagi orang yang berpuasa empat hari, enam hari, tujuah hari, delapan hari, dan seterusnya, sampai disebutkan ganjaran bagi orang berpuasa lima belas hari.

Hadits ini “Maudhu`” (Palsu). Dalam sanad hadits ini ada yang bernama Abu Bakar bin Al Hasan An Naqqaasy, dia perawi yang dituduh pendusta, Al Kasaaiy- rawi yang tidak dikenal (Majhul). Hadits ini juga diriwayatkan oleh pengarang Allaalaiy dari jalan Abi Sa`id Al Khudriy dengan sanad yang sama, juga Ibnu Al Jauziy nukilan dari kitab Allaalaiy.

(5)

Diterangkan di dalam kitab Allaalaiy setelah pengarangnya meriwayatkannya dari Abaan kemudian dari Anas secara Marfu` : Hadits ini tidak Shohih, sebab Abaan adalah perawi yang ditinggalkan, sedangkan `Amru bin Al Azhar pemalsu hadits, kemudian dia jelaskan : Dikeluarkan juga oleh Abu As Syaikh dari jalan Ibnu `Ulwaan dari Abaan, adapun Ibnu `Ulwaan pemalsu hadits

B. AMALAN BULAN SYA’BAN Kenapa Disebut Sya'ban?

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, "Dinamakan Sya'ban karena kesibukan mereka dalam mencari air atau di gua-gua setelah keluar dari bulan Haram Rajab dan dikatakan selain itu." (Fathul Baari: 4/251)

Tuntunan :

1. Banyak berpuasa

ن

ي ييمه رلييثلك

ي أل اررهيشل مهوص

ه يل ملسو هيلع هللا َّىلص َّى

ر بهنللا ن

ه ك

ه يل ميلل

ههللكه ن

ل َابلعيش

ل مهوص

ه يل ن

ل َاك

ل ههنلإهفل ، نلَابلعيشل

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156)

2. Larangan puasa di akhir sya’ban

: :

نناكن للججرن لإإ نإييمنويين لون ممويين مإويصنبإ نناضنمنرناومجددنقنتن ل منلدنسنون هإييلنعن هجلدنلا ىلدنصن هإلدنلا لجوسجرن لناقن لناقن هجنيعن هجلدنلا ينضإرن ةنرنييرنهج يبإأن نيعن هجميصجينليفن اممويصن مجوصجين

Dari Abu Hurairah dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda: “Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya kecuali orang yang terbiasa berpuasa maka puasalah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim) Hadits ini menunjukkan larangan berpuasa sehari atau dua hari, namun ada dalam riwayat lain yang menunjukkan bahwa larangan itu berlaku sejak memasuki pertangahan bulan Sya’ban.

:

اومجوصجتن لفن نجابنعيشن فنصنتننيا اذنإإ لناقن منلدنسنون هإييلنعن هجلدنلا ىلدنصن هإلدنلا لنوسجرن ندنأن هنع هللا يضر ةنرنييرنهج يبإأن نيعن

Dari Abu Hurairah ra, bahwasnnya nabi saw bersabda ; Apabila telah memasuki pertengahan Sya’ban maka janganlah kalian berpuasa (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dan dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani)

Bid’ah – bid’ah Sya’ban :

(6)

b. Shalat tujuh raka'at dengan niat untuk menolak bala' (bencana dan musibah), panjang umur, dan kecukupan sehingga tidak meminta-minta kepada manusia.

c. Membaca surat Yasin pada malam nisfu Sya’ban dan membaca do’a khusus d. Adanya tradisi nyadran, dan berziarah kubur.

e. Padusan, yaitu mandi besar sebelum memasuki bulan Ramadlan

f. Membaca Surat Yaasin dan berdoa pada malam nishfu Sya'ban dengan doa khusus, yaitu:

م

ه ارلك

ي لي

ه اول ل

ه ل

ل جلليا اذل َايل ،ههييللعل نمي ل

ل ول ،نيملليا اذل َايل ملههلللال

g. Meyakini bahwa malam Nishfu Sya'ban adalah malam Lailatul Qadar. Al-Syuqairi berkata, "Dia (pendapat itu) adalah batil berdasarkan kesepakatan para peneliti dari kalangan Muhadditsin." (Al-Sunan al-Mubtadi'ah, hal. 146) Hal tersebut berdasarkan firman Allah Ta'ala,

س

ه

َانللله َىدرهه ن

ه آلريقهليا ههيفه ل

ل زهنيأه ِيذهللا نلَاض

ل ملرل رههيش

ل

"Bulan Ramadan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia….." (QS. Al-Baqarah: 185)

رهديقلليا ةهللييلل يفه ههَانلليزلنيأل َانلإه

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada Lailataul Qadar (malam kemuliaan)." (QS. Al-Qadar:1) Dan malam Lailatul Qadar berada di Ramadlan, bukan di bulan Sya'ban.

Ketahuilah, bahwa perilaku bid'ah yang mereka lakukan tersebut disandarkan kepada beberapa riwayat berikut ini:

- Dari Ali radliyallahu 'anhu secara marfu', berkata,

اومهوييص

ه ول َاييهلللييلل اوييمهوقهفل ن

ل َابلعيييش

ل ن

ي ييمه ف

ه ييص

ي نيلا ةهييللييلل ت

ي نلَاك

ل اذلإه

َاهلرلَاهلنل

"Apabila tiba malam nishfu Sya'ban maka berdirilah shalat pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya." (HR. Ibnu Majah dalam Sunannya no. 1388, dan ini adalah hadits Maudlu'. Syaikh Al-Albani mengatakan dalam Dhaif Sunan Ibni Majah, "Lemah sekali atau maudlu – palsu-" no. 1388, juga dalam Al-Misykah no. 1308, Al-Dhaifah no. 2132)

- Hadits,

(7)

Bulan Sya’ban adalah bulan yang penuh kebaikan. Di bulan tersebut banyak yang lalai untuk beramal sholeh karena yang sangat dinantikan adalah bulan Ramadhan. Mengenai bulan Sya’ban, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رةهيييشل ولييههول نلَاييض

ل ملرلول ب

د ييجلرل ن

ل ييبل ههنيع

ل س

ه

َانللا ل

ه فهغييل رةهيشل ك

ل لهذل

يييلهملعل علييفلرييه نيأل ب

ر حهأ

ه فل نليمهللَاعلليا بيرل َّىللإه لهَاملعيليلا ههيفه عهفلريته

م

ة ئهَاص

ل َانلأ

ل ول

“Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An Nasa’i no. 2357. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan keras agar umatnya tidak beramal tanpa tuntunan. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin sekali umatnya mengikuti ajaran beliau dalam beramal sholeh. Jika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan tuntunan dalam suatu ajaran, maka tidak perlu seorang pun mengada-ada dalam membuat suatu amalan. Islam sungguh mudah, cuma sekedar ikuti apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam contohkan, itu sudah mencukupi.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ددرل ولههفل ههنيمه س

ل

ييلل َامل اذلهل َانلرهميأل َّىفه ث

ل د

ل حيأل ن

ي مل

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)

Dalam riwayat Muslim disebutkan,

ددرل ولههفل َانلرهميأل ههييللعل س

ل

ييلل ل

ر ملعل للمهعل نيمل

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)

Bid’ah sendiri didefinisikan oleh Asy Syatibi rahimahullah dalam kitab Al I’tishom,

(8)

Amalan yang Ada Tuntunan di Bulan Sya’ban

Amalan yang disunnahkan di bulan Sya’ban adalah banyak-banyak berpuasa. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

ل

ل ملكيتلييس

ي ا – ملييسو هيييلع هيللا َّىلص – ههلللا ل

ل وس

ه رل ت

ه ييأ

ل رل َاملفل

َّىيفه ههينيمه َامرَايليص

ه رلييثلكيأ

ل ههيتهييألرل َايملول ، نلَايضلملرل للإه ردهييشل ملَايليصه

ن

ل َابلعيش

ل

“Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)

Di bulan Sya’ban juga amat dekat dengan bulan Ramadhan, sehingga bagi yang masih memiliki utang puasa, maka ia punya kewajiban untuk segera melunasinya. Jangan sampai ditunda kelewat bulan Ramadhan berikutnya. Amalan yang Tidak Ada Tuntunan di Bulan Sya’ban

Adapun amalan yang tidak ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak yang tumbuh subur di bulan Sya’ban, atau mendekati atau dalam rangka menyambut bulan Ramadhan. Boleh jadi ajaran tersebut warisan leluhur yang dijadikan ritual. Boleh jadi ajaran tersebut didasarkan pada hadits dho’if (lemah) atau maudhu’ (palsu). Apa saja amalan tersebut? Berikut beberapa di antaranya:

1. Kirim do’a untuk kerabat yang telah meninggal dunia dengan baca yasinan atau tahlilan. Yang dikenal dengan Ruwahan karena Ruwah (sebutan bulan Sya’ban bagi orang Jawa) berasal dari kata arwah sehingga bulan Sya’ban identik dengan kematian. Makanya sering di beberapa daerah masih laris tradisi yasinan atau tahlilan di bulan Sya’ban. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat tidak pernah mencontohkannya.

2. Menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan shalat dan do’a.

Tentang malam Nishfu Sya’ban sendiri ada beberapa kritikan di dalamnya, di antaranya:

a. Tidak ada satu dalil pun yang shahih yang menjelaskan keutamaan malam Nishfu Sya’ban. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Tidak ada satu dalil pun yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Dan dalil yang ada hanyalah dari beberapa tabi’in yang merupakan fuqoha’ negeri Syam.” (Lathoif Al Ma’arif, 248). Juga yang mengatakan seperti itu adalah Abul ‘Ala Al Mubarakfuri, penulis Tuhfatul Ahwadzi.

(9)

عهيييمهجلله رهييفهغييلفل نلَابلعيييشل نيييمه ف

ه ييص

ي نيلا ةهييللييلل َّىفه عهلهط

ل يللل هللللا نلإه

ن

د حهَاش

ل مه ويأل كدرهش

ي مهله ل

ل إه ههقهليخل

“Sesungguhnya Allah akan menampakkan (turun) di malam Nishfu Sya’ban kemudian mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan dengan saudaranya.” (HR. Ibnu Majah no. 1390). Penulis Tuhfatul Ahwadzi berkata, “Hadits ini munqothi’ (terputus sanadnya).” [Berarti hadits tersebut dho’if/ lemah].

b. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ملوييييل اوص

ر خ

ه تل ل

ل ول َّىلهَايللللا نهييبل نيمه مدَايلقهبه ةهعلمهجهليا ةلللييلل اوص

ر تلخ

ي تل ل

ل

م

ه َايلل

ل ا نهييبل نيمه مدَايلصهبه ةهعلمهجهليا

“Janganlah mengkhususkan malam Jum’at dari malam lainnya untuk shalat. Dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at dari hari lainnya untuk berpuasa.” (HR. Muslim no. 1144). Seandainya ada pengkhususan suatu malam tertentu untuk ibadah, tentu malam Jum’at lebih utama dikhususkan daripada malam lainnya. Karena malam Jum’at lebih utama daripada malam-malam lainnya. Dan hari Jum’at adalah hari yang lebih baik dari hari lainnya karena dalam hadits dikatakan, “Hari yang baik saat terbitnya matahari adalah hari Jum’at.” (HR. Muslim). Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan agar jangan mengkhususkan malam Jum’at dari malam lainnya dengan shalat tertentu, hal ini menunjukkan bahwa malam-malam lainnya lebih utama untuk tidak dikhususkan dengan suatu ibadah di dalamnya kecuali jika ada dalil yang mendukungnya. (At Tahdzir minal Bida’, 28).

c. Malam nishfu Sya’ban sebenarnya seperti malam lainnya. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Malam Nishfu Sya’ban sebenarnya seperti malam-malam lainnya. Janganlah malam tersebut dikhususkan dengan shalat tertentu. Jangan pula mengkhususkan puasa tertentu ketika itu. Namun catatan yang perlu diperhatikan, kami sama sekali tidak katakan, “Barangsiapa yang biasa bangun shalat malam, janganlah ia bangun pada malam Nishfu Sya’ban. Atau barangsiapa yang biasa berpuasa pada ayyamul biid (tanggal 13, 14, 15 H), janganlah ia berpuasa pada hari Nishfu Sya’ban (15 Hijriyah).” Ingat, yang kami maksudkan adalah janganlah mengkhususkan malam Nishfu Sya’ban dengan shalat tertentu atau siang harinya dengan puasa tertentu.” (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 115)

(10)

‘Abdullah bin Al Mubarok rahimahullah pernah ditanya mengenai turunnya Allah pada malam Nishfu Sya’ban, lantas beliau pun memberi jawaban pada si penanya, “Wahai orang yang lemah! Yang engkau maksudkan adalah malam Nishfu Sya’ban?! Perlu engkau tahu bahwa Allah itu turun di setiap malam (bukan pada malam Nishfu Sya’ban saja, -pen).” Dikeluarkan oleh Abu ‘Utsman Ash Shobuni dalam I’tiqod Ahlis Sunnah (92).

Al ‘Aqili rahimahullah mengatakan, “Mengenai turunnya Allah pada malam Nishfu Sya’ban, maka hadits-haditsnya itu layyin (menuai kritikan). Adapun riwayat yang menerangkan bahwa Allah akan turun setiap malam, itu terdapat dalam berbagai hadits yang shahih. Ketahuilah bahwa malam Nishfu Sya’ban itu sudah masuk pada keumuman malam, insya Allah.” Disebutkan dalam Adh Dhu’afa’ (3/29).

Kami harap para pembaca bisa pula membaca artikel berikut: Meninjau Ritual Malam Nishfu Sya’ban.

3. Menjelang Ramadhan diyakini sebagai waktu utama untuk ziarah kubur, yaitu mengunjungi kubur orang tua atau kerabat (dikenal dengan “nyadran”). Yang tepat, ziarah kubur itu tidak dikhususkan pada bulan Sya’ban saja. Kita diperintahkan melakukan ziarah kubur setiap saat agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ةلرلخهلا مهكهرهكيذلته َاهلنلإهفل رلوبهقهليا اورهوزه

“Lakukanlah ziarah kubur karena hal itu lebih mengingatkan kalian pada akhirat (kematian).” (HR. Muslim no. 976). Jadi yang masalah adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuk ‘nyadran’ atau ‘nyekar’. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.

4. Menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar, padusan, atau keramasan. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Puasa tetap sah jika tidak lakukan keramasan, atau padusan ke tempat pemandian atau pantai (seperti ke Parangtritis). Mandi besar itu ada jika memang ada sebab yang menuntut untuk mandi seperti karena junub maka mesti mandi wajib (mandi junub). Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan “padusan”), ada juga yang melakukannya campur baur laki-laki dan perempuan (baca: ikhtilath) dalam satu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar karena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah?!

(11)

ةةلللض

ل ةدع

ل د

ي به ل

ر ك

ه ،ميتهيفهكه ديقلفل اوعهدهتلبيتل لول ،اوعهبهتلا

“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat amalan yang tidak ada tuntunannya. Karena (ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.” (Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 8770. Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih)

Orang yang beramal sesuai tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, itulah yang akan merasakan nikmat telaga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kelak. Sedangkan orang yang melakukan ajaran tanpa tuntunan, itulah yang akan terhalang dari meminum dari telaga yang penuh kenikmatan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اذلإه َّىتلحل ميكهنيمه لةَاجلره َّى

ل للإه ن

ل علفلرييهلل ، ض

ه

ويحلليا َّىللعل ميكهط

ه رلفل َانلأل

. َّىبهَاحلص

ي أ

ل بيرل َىيأل لهوقهألفل َّىنهوده اوجهلهتهخيا مهههللوهَانلله تهييولهيأل

ك

ل دلعيبل اوثهدلحيأل َامل َىرهديتل لل لهوقهيل

“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui ajaran yang tanpa tuntunan yang mereka buat sesudahmu.’ ” (HR. Bukhari no. 7049). Sehingga kita patut hati-hati dengan amalan yang tanpa dasar. Beramallah dengan ilmu dan sesuai tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,

حهلهص

ي يه َاملمه رلثلك

ي أل دهس

ه فييه َامل ن

ل َاك

ل م

د ليعه رهييغلبه هلللا دلبلع

ل ن

ي مل

“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan.” (Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Ibnu Taimiyah)

Wallahu waliyyut taufiq.

(12)

Referensi

Dokumen terkait