TUGAS MATA KULIAH
FISIKA FORENSIK
“Penggunaan
Computed Tomography Scanning
Sebagai Alternatif Autopsi”
Oleh :
FAIZAL ARIEF NUROKHMAN
091414653001
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SEKOLAH PASCASARJANA
MAGISTER IMU FORENSIK
SURABAYA
DAFTAR ISI
Halaman Judul...1
Daftar Isi...2
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...3
1.2. Permasalahan...4
1.3. Tujuan & Manfaat...4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian CT-Scan...5
2.2. Sejarah CT-Scan...6
2.3. Prinsip Kerja Secara Fisika CT-Scan...10
2.3. Kelebihan dan Kekurangan CT-Scan...19
2.4. Aplikasi Dalam Forensik ...19
BAB 3 PENUTUP - Simpulan...24
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam beberapa yursidiksi di seluruh dunia, kegiatan patologi forensik mengalami banyak perubahan. Untuk beberapa tahun angka autopsi di beberapa rumah sakit mengalami penurunan. Pada beberapa rumah sakit pendidikan besar kegiatan pemeriksaan autopsi konvensional dengan diseksi pada tiap-tiap sistem organ dan pemeriksaan neuropatologis otak mulai berkurang. Alasan perubahan ini masih belum banyak dipahami. Pada sebagian departamen patologi di rumah sakit tindakan autopsi kurang dianggap penting dibandingkan dengan pelayanan rutin operasi patologi. Beberapa alasan kenapa autopsi mulai dihindari karena faktor emosi, beberapa karena alasan agama, dan sebagian lagi dengan alasan logistical (misal, pada umat muslim setiap jenazah harus segera dimakamkan menurut aturan agama dan adat).
Alternatif autopsi secara konvensional sudah beberapa kali diajukan dalam dunia medikolegal. Salah satu teknologi yang diusulkan dan digunakan adalah penggunaan alat CT-Scan (Computed tomography scanning). CT-Scan merupakan alat kedokteran yang digunakan untuk menampilkan penampang tubuh yang dideteksi menggunakan Sinar-X yang hasil pencitraannya diolah dalam sebuah komputer. Hasil gambar yang didapat memungkinkan seorang ahli radiologi untuk melihat bagian dalam tubuh pasien tanpa melakukan sayatan bedah. Organ yang sering dievaluasi menggunakan CT-Scan antara lain otak, leher, tulang belakang, dada, perut, panggul, dan sinus. Penggunaan CT-Scan makin lazim dalam dunia kedokteran saat ini.
Adanya teknologi ini sangat membantu bidang medis karena dimungkinkan seorang dokter melihat penyakit di masa lalu, yang seringkali hanya bisa ditemukan di meja operasi atau dengan autopsi setelah pasien meninggal. Sifat pemeriksaan CT-Scan yang non-invasif, aman, dan dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh sangatlah menguntungkan.
Teknologi CT-Scan juga semakin berkembang, generasi terbarunya yaitu MSCT-Scan 64 Slice (Multi Slice Computed tomography scanning 64 Slice), mampu menghasilkan gambar lebih rinci dari bagian tubuh manusia seperti kepala, dada, perut, pembuluh darah dan sebagainya. MSCT-Scan 64 Slice merupakan peningkatan kecepatan yang secara signifikan dari generasi terdahulu, sehingga penegakkan diagnosis dapat lebih akurat.
Penggunaan CT-Scan sudah makin marak di dunia kedokteran, mendorong penulis untuk mengetahui lebih dalam bagaimana prinsip kerja secara fisika dan pengaplikasian alat tersebut dalam dunia forensik.
1.2. Permasalahan
a) Apa yang dimaksud dengan CT-Scan?
b) Bagaimana prinsip kerja secara fisika CT-Scan?
c) Bagaimana pengaplikasian penggunaan CT-Scan dalam dunia forensik? 1.3. Tujuan dan Manfaat
a) Mengetahui tentang CT-Scan
b) Mengetahui prinsip kerja secara fisik CT-Scan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian CT-Scan
CT-Scan (computed tomography scan) adalah proses penggunaan komputer untuk memperoleh gambaran tiga-dimensional dari ribuan gambar sinar-X dua-dimensional. CT-Scan dapat menghasilkan gambar-gambar yang sangat akurat dari objek-objek di dalam tubuh seperti tulang, organ, dan pembuluh darah. Gambar-gambar ini sangat berguna dalam mendiagnosa berbagai penyakit, seperti kanker, penyakit jantung, stroke, kelainan organ reproduktif, dan kelainan gastrointestinal. Citra yang dihasilkan CT-Scan jauh lebih detail dibanding citra yang diperoleh sinar-X biasa [ CITATION Cor09 \l 1033 ].
Mesin CT-Scan berbentuk pipa dengan tempat pasien berbaring di tengahnya. Pemroses citra (scanner) sendiri terdapat dalam frame pipa tersebut. Saat mesin bekerja, pipa pemroses citra itu berputar sambil menembakkan sinar rontgen ke arah pasien dari berbagai sudut. Untuk setiap putaran, sekitar 1.000 gambar bagian dalam pasien diambil. Gambar-gambar ini kemudian diproses oleh komputer sehingga menghasilkan gambar cross-sectional bagian dalam tubuh pasien yang dapat digunakan dalam menganalisa dan mendiagnosa pasien.
Prinsip dasar CT-Scan mirip dengan perangkat radiografi yang sudah lebih umum dikenal. Kedua perangkat ini sama-sama memanfaatkan intensitas radiasi terusan setelah melewati suatu obyek untuk membentuk citra/gambar. Perbedaan antara keduanya adalah pada teknik yang digunakan untuk memperoleh citra dan pada citra yang dihasilkan. Tidak seperti citra yang dihasilkan dari teknik radiografi, informasi citra yang ditampilkan oleh CT-Scan tidak overlap (tumpang tindih) sehingga dapat memperoleh citra yang dapat diamati tidak hanya pada bidang tegak lurus berkas sinar (seperti pada foto rontgen), citra CT-Scan dapat menampilkan informasi tampang lintang obyek yang diinspeksi. Oleh karena itu, citra ini dapat memberikan sebaran kerapatan struktur internal obyek sehingga citra yang dihasilkan oleh CT-Scan lebih mudah dianalisis daripada citra yang dihasilkan oleh teknik radiografi konvensional.
suatu meja khusus yang secara perlahan – lahan dipindahkan ke dalam cincin CT-Scan. Scanner berputar mengelilingi pasien pada saat pengambilan sinar rontgen. Waktu yang digunakan sampai seluruh proses scanning ini selesai berkisar dari 45 menit sampai 1 jam, tergantung pada jenis CT-Scan yang digunakan( waktu ini termasuk waktu check-in nya).
Proses scanning ini tidak menimbulkan rasa sakit . Sebelum dilakukan scanning pada pasien, pasien disarankan tidak makan atau meminum cairan tertentu selama 4 jam sebelum proses scanning. Bagaimanapun, tergantung pada jenis prosedur, adapula prosedur scanning yang mengharuskan pasien untuk meminum suatu material cairan kontras yang mana digunakan untuk melakukan proses scanning khususnya untuk daerah perut.
CT-Scan memiliki beberapa kelebihan dibanding sinar-X biasa: citra yang diperoleh CT-Scan beresolusi lebih tinggi, sinar rontgen dalam CT-Scan dapat difokuskan pada satu organ atau objek saja, dan citra perolehan CT-Scan menunjukkan posisi suatu objek relatif terhadap objek-objek di sekitarnya sehingga dokter dapat mengetahui posisi objek itu secara tepat dan akurat. Kelebihan-kelebihan tersebut telah membuat CT-Scan menjadi proses radiografis medis yang paling sering direkomendasikan oleh dokter dan, dalam banyak kasus, telah menggantikan proses sinar-X biasa secara total [ CITATION Bus12 \l 1033 ].
Gambar 2.1.1 Contoh alat CT-Scan [ CITATION Bus12 \l 1033 ].
Awal perkembangan CT-Scan bermula dari tanggal 11 Agustus 1895, yaitu dengan ditemukannya radiasi Sinar-X oleh seorang ahli fisika berkebangsaan Jerman yang bernama Wilhem Conrad Rontgen (1845-1923) (Gambar 2.2.1). Gambar Sinar-X tubuh manusia pertama yang pernah diambil dan paling terkenal yakni gambar tangan istri Roentgen (Gambar 2.2.2).
Meskipun kekuatan Sinar-X bertumpu pada kemampuan mereka untuk menembus bahan padat dan punya karakteristik redaman tergantung bahan yang dilewati, tidak mungkin untuk memvisualisasikan struktur tertentu sepanjang jalur yang dilewati tanpa mempertimbangkan pelemahan yang disebabkan oleh struktur lain sepanjang jalur tersebut. Tumpang tindih ini diilustrasikan dalam hasil gambar Tangan Mrs. Roentgen, di mana bayangan cincin kawin tumpang tindih dengan struktur tulang di dalam cincin. Keinginan untuk menghapus dampak dari struktur tumpang tindih tersebut menjadi awal perkembangan tomografi konvensional[ CITATION Hen14 \l 1033 ].
Gambar 2.2.1 Wilhem C. Roentgen [ CITATION Hen14 \l 1033 ].
Gambar 2.2.2 Hasil citra Sinar-X tangan istri Roentgen [ CITATION Hen14 \l 1033 ].
· Memiliki daya tembus yang besar.
· Dapat diserap oleh materi (tergantung nomor atomnya). · Memiliki efek fotografi (dapat menghitamkan film).
· Dapat menimbulkan efek fluorosensi (memendarkan fosfor). · Dapat dibelokkan / dihamburkan (difraksi Sinar-X)
· Menimbulkan ionisasi.
Gambar 2.2.3 Spektrum elektromagnetik umumnya dibagi menjadi tujuh area, dalam proses penurunan panjang gelombang dan peningkatan energi dan frekuensi: gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, cahaya tampak, ultraviolet, sinar-X dan sinar gamma. [ CITATION Luc15 \l 1033 ]
tomografi. Gambar tomogram yang dihasilkan oleh peralatan sinar-X konvensional diperoleh dengan tomografi bergerak. Tomogram adalah sebuah gambar dari bidang atau irisan bagian tubuh.
Salah satu pelopor tomografi konvensional adalah E. M. Bocage (1922). Pada awal tahun 1921, Bocage melakukan suatu teknik yang berusaha memisahkan gambaran overlapping dari suatu organ yang diperiksa yang dinamakan Tomografi. Komponen utama dari penemuannya mencakup tabung sinar-X, sebuah film sinar-X, dan koneksi mekanik untuk memastikan gerakan sinkron dari tabung dan film (Gambar 2.2.4). Teknik yang dikembangkan adalah dengan menggerakkan tabung Sinar-X dan film dalam kaset secara bersamaan, dan menggunakan fulcrum sebagai titik focus dari organ yang akan diperiksa. Organ yang ada di bagian atas dan bawah obyek yang diperiksa akan tampak blur (samar) sedangkan objek yang diperiksa akan tampak lebih jelas. Teknik Tomografi ini digunakan pertama kali pada tahun 1935.
Namun demikian teknik ini masih mempunyai beberapa kekurangan, yaitu hanya area tertentu saja yang berada pada bidang focus yang dapat terlihat jelas, dan bidang-bidang lainnya yang tidak berada pada bidang focus tidak dapat terlihat dengan jelas. Sedangkan dunia ilmu pengetahuan terus berkembang dengan pesat. Ilmu kedokteran modern membutuhkan gambaran yang mampu menampilkan organ dengan lebih jelas tidak hanya pada organ yang diperiksa, melainkan juga organ lain disekitarnya [ CITATION Hen14 \l 1033 ].
Perkembangan aplikasi medis Sinar-X Computed Tomography pertama kali dikembangkan pada tahun 1963 oleh Godfrey N. Hounsfield dan A. M. Cormack (Gambar 2.2.5 a dan b) yang bekerja di Central Research Lab of EMI, Ltd di Inggris menghasilkan Gambar klinis pertama dengan CT-Scan (Computed tomography scan). Dan merupakan tanda awal dari dimulainya era baru perkembangan diagnostic imaging.
Pada tahun 1974, enam puluh unit CT terpasang. Awalnya pemeriksaan yang dilakukan hanya terbatas pada CT kepala saja. Dan pada tahun 1975 diperkenalkan pertama kali sebuah Whole Body scanner (CT-Scan seluruh tubuh) yang digunakan untuk penunjang klinis . Pada tahun 1979, Hounsfield dan Cormack dianugerahi hadiah nobel.
Pada tahun 1989, W.A. Kalender dan P. Vock melakukan pemeriksaan klinis pertama dengan menggunakan Spiral CT. Dan pada tahun 1998 mulailah diperkenalkan alat Multi Slice CT (MSCT) dengan 4 slice. Pada tahun 2000 dikembangkan PET/CT sistem, kemudian di tahun 2001 telah dikembangkan CT-Scan 16 slice. Pada tahun 2004 dikembangkan teknik CT-CT-Scan 64 slice dan telah lebih dari 40000 instalasi CT untuk aplikasi klinik [CITATION Hsi14 \l 1033 ].
Gambar 2.2.5 Penemu CT Sinar-X pertama; Godfrey N. Hounsfield (a) dan Allan M. Cormack (b).
dihasilkan pada CT adalah peralatan digital yang menghasilkan gambaran digital dan gambar irisan mempresentasikan volume / informasi 3 Dimensi.
Namun pencitraan CT-Scan juga masih mengalami kendala terhadap organ – organ yang mempunyai densitas hampir sama. Misalnya adalah kasus tumor pada jaringan, dimana gambaran tumor sulit dibedakan dengan jaringan sekitarnya. Demikian juga pencitraan sistem peredaran darah, sistem urinaria (saluran kencing), dan masih banyak lagi kasus – kasus pemeriksaan CT-Scan yang sulit divisualisasikan secara baik dengan pemeriksaan CT-Scan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka mulailah dilakukan penelitian untuk memperoleh hasil pencitraan CT-Scan yang dapat membedakan suatu organ yang diperiksa dengan organ lain disekitarnya dengan menambahkan suatu zat yang dianggap mampu memvisualisasikan organ – organ yang mempunyai densitas hampir sama. Zat tersebut dinamakan “Contrast Media” atau Bahan Kontras [ CITATION Kar14 \l 1033 ].
2.3. Prinsip Kerja Secara Fisika CT-Scan 2.3.1. Teori Atenuasi
Pada prinsipnya, tomografi komputer mengukur distribusi spasial (ruang) suatu kuantitas fisik yang akan diamati dari arah yang berbeda-beda dengan tujuan untuk merekonstruksi gambar yang bebas dari superimposisi dari data tersebut. Kuantitas fisik yang diukur adalah koefisien atenuasi (µ) dari obyek yang menyebabkan pelemahan intensitas sinar-X oleh obyek yang ditembus oleh sinar-X tersebut.
Teori Atenuasi ini adalah prinsip dasar yang membedakan CT-Scan dengan peralatan radiografi yang konvensional yang juga memanfaatkan radiasi sinar-X. Berkas sinar-X yang menembus suatu obyek akan mengalami pelemahan (kehilangan energi) yang diakibatkan oleh:
Penyerapan oleh obyek
Penghamburan oleh obyek
energi radiasi karena sinar-X yang dihasilkan oleh tabung sinar-X tersebut terdiri atas spektrum-spektrum energi. Dengan demikian jelaslah bahwa masing-masing karakteristik atenuasi yang dimiliki oleh suatu jaringan, disebut koefisien atenuasi linier μ, adalah suatu fungsi kompleks yang memiliki nilai berbeda-beda bergantung pada energi radiasi yang menyinarinya. Fungsi dari energi radiasi terhadap koefisien atenuasi dapat dilihat pada gambar di bawah, dimana nilai μ besar untuk energi radiasi yang kecil dan akan terus berkurang bila energi radiasinya semakin besar. Pada CT-Scan masing-masing atenuasi sinar-X untuk tiap-tiap bagian dari suatu jaringan dibuat rekonstruksi gambarnya secara diskrit, sedangkan pada radiografi konvensional dilakukan proses superposisi terlebih dahulu terhadap informasi atenuasi tersebut [ CITATION Kar14 \l 1033 ].
2.3.2. Cara Kerja CT-Scan
Tabung sinar-X sebagai sumber radiasi yang akan menghasilkan radiasi sinar-X yang terkolimasi (terarah) dan diarahkan ke pasien untuk menembus tubuh pasien (dalam gambar adalah kepala pasien). Kemudian berkas sinar-X yang telah menembus tubuh pasien tersebut ditangkap oleh detektor menghasilkan satu proyeksi. Susunan tabung sinar-X dan detektor ini akan bergerak mengelilingi tubuh pasien dan menghasilkan proyeksi dari obyek yang ditembus tersebut. Hasil proyeksi ini yang kemudian diolah oleh komputer sehingga membentuk gambar potongan melintang dari jaringan tubuh/obyek tersebut.
Berikut ini adalah diagram blok dari keseluruhan kerja sistem CT-Scan, mulai dari sistem pembangkit radiasi Sinar-X beserta sistem kontrolnya sampai didapatkan gambar yang diinginkan pada selembar film atau disimpan dalam cakram magnetik.
Gambar 2.3.2 Diagram Blok sistem CT-Scan secara keseluruhan [ CITATION
Kar14 \l 1033 ].
2.3.3. Akuisisi Data dan Rekonstruksi Gambar pada CT-Scan
Akusisi data berarti kumpulan hasil penghitungan transmisi Sinar-X setelah melalui tubuh pasien. Sekali Sinar-X menembus pasien, berkas tersebut diterima oleh detektor khusus yang menghitung nilai transmisi atau nilai atenuasi (penyerapan).
Penghitungan transmisi yang cukup atau data harus terekam sebagai syarat proses rekonstruksi. Pada skema kumpulan data yang pertama kali tabung Sinar-X dan detektor bergerak pada garis lurus atau translasi melewati kepala pasien, mengumpulkan hasil penghitungan transmisi selama pergerakan dari kiri ke kanan. Lalu Sinar-X berotasi 1 derajat dan mulai lagi melewati kepala pasien, kali ini dari kanan ke kiri. Proses gerak translasi-rotasi-stop-rotasi ini dinamakan scanning yang berulang 180 kali.
Tahap pertama pada akuisisi data adalah proses scanning. Selama scanning tabung Sinar-X dan detektor berputar mengelilingi pasien untuk mendapatkan data atenuasi pasien. Detektor menangkap radiasi yang diteruskan melalui pasien dari beberapa lokasi dan dari beberapa sudut. Sebagai hasilnya, nilai transmisi relatif atau pengukuran atenuasi dapat dihitung sebagai berikut:
Transmisi relatif = log I0 I
dengan I0 = Intensitas Sinar-X pada tabung I = Intensitas Sinar-X pada detektor
Metode akuisisi data CT-Scan ada dua, yaitu :
a. Metode konvensional slice by slice atau metode aksial.
Prinsipnya, tabung sinar–x dan detektor bergerak mengelilingi pasien dan mengumpulkan data proyeksi pasien. Saat pengambilan data proyeksi, posisi meja berhenti. Kemudian meja pasien bergerak untuk menuju posisi kedua dan dilakukan proses scanning berikutnya. Demikian seterusnya.
b. Metode spiral atau helical.
Gambar 2.3.3 Skema dasar Akuisisi Data pada CT-Scan [ CITATION Kar14 \l 1033 ].
Sinar-X yang mengalami atenuasi setelah menembus objek akan ditangkap oleh detektor yang berhadapan dengan sumber sinar dan terletak di belakang objek. Pada saat yang bersamaan detektor menerima berkas Sinar-X yang langsung berasal dari sumber, berkas radiasi tersebut oleh detektor diubah dalam bentuk sinyal listrik yang akhirnya oleh analog digital converter diubah dalam bentuk digital. Selanjutnya data tersebut dikirim ke komputer dan melalui proses matematis data-data tersebut direkonstruksi dan ditampilkan kembali pada layar monitor berupa citra dengan skala keabuan.
Gambar 2.3.4 Prinsip CT-Scan Spiral
Gambar 2.3.5 Proyeksi obyek yang diperoleh dari satu putaran penuh [ CITATION Kar14 \l 1033 ].
Gambar 2.3.6 Rekonstruksi gambar dari data mentah menjadi gambar CT-Scan [ CITATION Kar14 \l 1033 ].
1) Teknik Rekonstruksi Aljabar atau Algebraic Reconstruction Techniques (ART)
2) Metode Fourier
3) Proyeksi Balik Tertapis (Filtered Backprojection)
4) Prosedur Proyeksi Balik dengan Konvolusi ( Convolution-Backprojection Procedure).
Metode back projection banyak digunakan dalam bidang kedokteran. Metode ini menggunakan pembagian pixel-pixel yang kecil dari suatu irisan melintang. Pixel didasarkan pada nilai absorbsi linier. Kemudian pixel-pixel ini disusun menjadi sebuah profil dan terbentuklah sebuah matrik. Rekonstruksi dilakukan dengan jalan saling menambah antar elemen matrik.
Untuk mendapatkan gambar rekonstruksi yang lebih baik, maka digunakan metode konvolusi. Proses rekonstruksi dari konvolusi dapat dinyatakan dalam bentuk matematik yaitu transformasi Fourier.Dengan menggunakan konvolusidan transformasi Fourier, maka bayangan radiologi dapat dimanipulasi dan dikoreksi sehingga dihasilkan gambar yang lebih baik.
Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom dari picture element (pixel) dalam proses perekonstruksian gambar. Rekonstruksi matriks ini merupakan salah satu struktur elemen dalam memori komputer yang berfungsi untuk merekonstruksi gambar. Jumlah ukuran matriks yang dapat digunakan yaitu 80 x 80, 128 x 128, 256 x 256, 512 x 512 dan 1024 x 1024. Rekonstruksi matriks ini berpengaruh terhadap resolusi gambar yang akan dihasilkan. Semakin tinggi matriks yang dipakai, maka semakin tinggi resolusi yang akan dihasilkan.
Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis (algorithma) yang digunakan dalam merekonstruksi gambar. Ada 3 rekonstruksi dasar algoritma yang digunakan pada CT kepala, cervikal dan tulang belakang. Yaitu sebagai berikut [ CITATION LiL14 \l 1033 ]:
a. Algoritma standar
Standar algoritma menyediakan resolusi kontras yang baik dan oleh sebab itu algoritma ini menjadi pilihan untuk pemeriksaan brain. Selain itu juga berguna untuk soft tissue pada kepala, wajah, dan tulang belakang.
Bone algoritma membantu meningkatkan spatial resolusi tetapi menghasilkan resolusi kontras yang buruk. Akibatnya, jenisalgoritma ini hanya digunakan pada area dengan densitas jaringan yang tinggi seperti Sinus paranasal atau tulang temporal. c. Detail algoritma
Detail algoritma memberikan cukup resolusi kontras dengan batas tepi yang baik. Oleh karena itu dapat digunakan untuk memperoleh definisi yang lebih baik antar jaringan, terutama pada leher dan wajah.
2.3.4. Penampilan Gambar
Irisan dari suatu obyek terbagi dalam elemen volume yang kecil yang disebut dengan “voxel”. Masing-masing voxel memiliki suatu nilai tertentu yang menyatakan atenuasi rata-rata sinar-X oleh obyek pada posisi tersebut. Sedangkan, elemen gambar dalam bidang 2 dimensi disebut “pixel”. Satu bagian volume dari gambar yang direkonstruksi (= voxel) diwakili oleh ukuran pixel di bidang (x, y) dan ketebalan irisan (s) dalam sumbu-z. Teknik rekonstruksi gambar CT kemudian dapat dilakukan dengan membagi-bagi irisan jaringan yang disinari menjadi beberapa ”pixel” dimana masing-masing ”pixel”
mewakili CT Number-nya masing-masing. Nilai koefisien pelemahan radiasi diukur kemudian dikodekan dan ditransfer ke komputer. Oleh komputer akan ditampilkan dalam gambar 2 dimensi yang disebut dengan matriks. Kumpulan CT Number dari ”pixel-pixel” tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk matriks untuk keperluan rekonstruksi dan penampilan gambar.
Gambar CT dapat disimpan dalam pita magnetik dan cakram magnetik. Saat ini, teknologi penyimpanan optik telah menambah dimensi penyimpanan informasi dari CT-Scan. Pada penyimpanan optik, data yang terekam dibaca oleh sinar laser. Pada kasus ini penyimpanannya biasa disebut laser storage. Media penyimpanan optik seperti disket, pita kaset dan kartu. Pada CT, komunikasi bermakna transmisi elektronik data berupa tulisan dan gambar dari CT-Scan ke alat lain seperti laser printer, diagnostic workstation, layar monitor di radiologi, ICU, kamar operasi dan trauma di RS; dan komputer di luar RS. Komunikasi elektronik pada CT perlu
a. Gambar yang dihasilkan memiliki resolusi yang baik dan akurat. b. Tidak invasive (tindakan non bedah).
c. Waktu perekaman cepat.
d. Gambar yang direkontruksi dapat dimanipulasi dengan komputer sehingga dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.
2) Kekurangan CT-Scan
a. Paparan radiasi akibat sinar X yang digunakan yaitu sekitar 4% dari radiasi sinar X saat melakukan foto rontgen. Jadi ibu hamil wajib memberitahu kondisi kehamilannya sebelum pemeriksaan. b. Munculnya artefak (gambaran yang seharusnya tidak ada tapi
terekam). Hal ini biasanya timbul karena pasien bergerak selama perekaman, pasien menggunakan tambal gigi amalgam atau sendi palsu dari logam, atau kondisi jaringan tubuh tertentu.
bedah tidak dapat menemukan proyektilnya. Peluru itu terlokalisasi di kaki bagian bawah antara tibia dan fibula. Gambar itu dihadirkan di Pengadilan, dan pelaku dijatuhi hukuman 14 tahun penjara. Tiga tahun kemudian teknik ini digunakan dalam pemeriksaan mayat. Banyak pemeriksaan X-ray sehubungan dengan forensik dalam autopsi, telah terbatas pada kasus-kasus tertentu seperti luka tembak peluru, sindrom battered child dan tenggelam, serta untuk tujuan identifikasi, dll.
Sejak awal tahun 1970 computed tomography telah dikembangkan, yang dimungkinkan untuk membuat citra radiologi cross-sectional dari seluruh tubuh. Pada tahun 1998, CT-Scanner generasi baru diperkenalkan. Alat ini mampu untuk menghasilkan berbagai citra cross-sectional dari tubuh yang lengkap dalam waktu kurang dari 1 menit. Teknik ini, bersama-sama dengan multi slice computed tomography (MSCT), telah diterapkan dalam beberapa kasus-kasus tertentu dan sukses besar selama beberapa tahun terakhir. Institute of Forensik Medicine di Copenhagen pada bulan April 2002 memperoleh Spiral CT-Scanner, dan dari Desember 2002 telah menjadi prosedur rutin di Departemen Patologi forensik untuk melakukan scanning pada seluruh tubuh dari semua mayat sebelum dilakukan pemeriksaan post-mortem [ CITATION Pou07 \l 1033 ].
Menurut Thalia, et al. (2003), penggunaan CT-scan dapat menjadi alat alternatif dalam proses identifikasi selain menggunakan metode baku seperti DNA, Sidik jari, dan Odontologi. Misalnya pada proses pencarian anak peluru, benda asing dalam tubuh, dan pencitraan pada mayat yang sudah mengalami dekomposisi.
Gambar 2.5.1 (a) Potongan axial computed tomography menunjukkan citra adanya fragmen tulang dan otak mengalami kolaps akibat pembusukan dalam. (b) Penampakan sepert keju Swiss otak akibat adanya gas dekomposisi (panah) [ CITATION Tha03 \l 1033 ].
Penelitian oleh Kawasumia et al (2013) pada kasus tenggelam yang dilakukan dengan jumlah sekitar 250 kasus dilakukan post-mortem CT. Pemeriksaan post-mortem CT menemukan hasil, kurangnya peningkatan konsentrasi bidang paru, pembekuan darah di jantung, aorta toraks atau paru arteri, dan urin retensi di kandung kemih ditemukan lebih sering dalam kasus kematian hipotermia daripada non-hipotermia kasus kematian.
Poulsen & Simonsen (2007) di Copenhagen melakukan penelitian kasus-kasus trauma yang dilakukan pemeriksaan CT-Scan sebelum diperiksa post-mortem (autopsi). Hasilnya menunjukan bahwa CT-scanner sangat berguna untuk bukti dan dokumentasi, yang sulit didapatkan sebelumnya. Pemeriksaan CT telah menunjukkan sangat berguna dalam kasus perdarahan intrakranial, memar otak dan edema, splenomegali, patah tulang panggul dan ekstremitas fraktur dan aneurisma, baik intrakranial serta aorta.
Gambar 2.5.2 Topogram menunjukkan fraktur bilateral pada pelvis [ CITATION Pou07 \l 1033 ].
tumpang tindih, dan potensi untuk digunakan baik individu hidup atau post mortem [ CITATION Pat15 \l 1033 ]. Penelitian oleh Pattamapaspong et al., menilai perkembangan klavikularis pada populasi Thailand menggunakan thin-slice computed tomography. Status penulangan dari epiphysis klavikularis medial ditentukan pada 409 pasien yang menggunakan klasifikasi 5 tahap dengan metode Schmeling et al. Hasil dari penelitian ini dapat membantu hasil penilaian lebih akurat untuk memperkirakan usia.
Gambar 2.5.3 Pengukuran panjang tulang dari gambar yang sudah diformat ulang yang terdapat kedua end points; pengukuran ini digunakan untuk estimasi tinggi badan pada mayat terdekomposisi. (a) Humerus, (b) radius, (c) femur and (d) tibia [ CITATION Mar07 \l 1033 ].
Pada kasus yang melibatkan hilangnya banyak nyawa (Mass Fatality Incidents), sangat penting untuk mengidentifikasi para korban dengan cepat dan akurat, berhubungan dengan urusan hukum dan agar keluarga korban bisa segera memakamkan dengan layak. Proses identifikasi ini mengacu pada protokol
Interpol Disaster Victim Idenfication Guideline yang membagi dalam beberapa fase. Metode identifikasinya dibagi menjadi dua bagian yakni primary identifiers
(DNA, Sidik jari dan Rekam Gigi) dan secondary identifiers (Properti, Fotografi, Rekam Medis, dll.) [ CITATION Mar07 \l 1033 ]. Untuk beberapa waktu ke belakang, penggunaan metode pencitraan belum banyak digunakan, hal ini mungkin disebabkan salah satunya terkendala alat yang sulit untuk dibawa ke wilayah terpencil atau medan terjal dan juga belum banyak fasilitas kesehatan yang mempunyai alat tersebut.
BAB 3 PENUTUP
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1) CT atau CAT-Scan merupakan alat kedokteran yang digunakan untuk menampilkan gambar penampang tubuh yang dideteksi menggunakan sinar X-Ray dengan bantuan komputer.
2) Penerapan prinsip fisika pada CT Scan menggunakan teori Atenuasi dan mempunyai cara kerja terdiri dari akuisisi data, pengolahan data, rekonstruksi, representasi dan penyimpanan.
3) Kelebihan CT Scan adalah cepat, akurat, tidak invasive, resolusinya tinggi dan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Sedangkan kekurangan CT Scan adalah dosisnya tinggi, biasanya terjadi movement unsharpness dan resiko alergi media kontras.
DAFTAR PUSTAKA
Bushong, S. C., 2012. Radiologic Science for Technologists: Physics, Biology, and Protection. 10th ed. Missouri: Mosby.
Corno, A. & Festa, P., 2009. Congenital Heart Defects: Decision Making for Cardiac Surgery. 3rd ed. Jerman: Steinkopff Verlag.
Hendee, W. R., 2014. IMAGING IN MEDICAL DIAGNOSIS AND THERAPY. 1st ed. Florida: Taylor & Francis Group.
Hsieh, J., 2014. History of x-ray computed tomography. In: W. R. Hendee, ed. Cone Beam Computed Tomography. Florida: CRC Press, p. 1.
Kartawiguna, D., 2014. Pemindai Tomografi Komputer. 1st ed. Jakarta: Binus University Press.
Kawasumia, Y., Onozuka, N., Kakizakia, A. & Usui, A., 2013. Hypothermic death: Possibility of diagnosis by post-mortem computed tomography. European Journal of Radiology, Volume 82, p. 361– 365.
Li, L., Chen, Z. & Wang, G., 2014. Reconstruction algorithms. In: W. R. Hendee, ed. Cone Beam Computed Tomography. Florida: CRC Press, p. 21.
Lucas, J., 2015. Live Science. [Online]
Available at: http://www.livescience.com/32344-what-are-x-rays.html [Accessed 12 06 2015].
Morgan, B. et al., 2014. Use of post-mortem computed tomography in Disaster Victim Identification.. Journal of Forensic Radiology and Imaging, Volume 2, pp. 114-116.
Pattamapaspong, N., Madla, C., Mekjaidee, K. & Namwongprom, S., 2015. Age estimation of a Thai population based on maturation of the medial clavicular epiphysis using computed tomography. Forensic Science International, Volume 246, pp. 123 e1 - e5.
Poulsen, K. & Simonsen, J., 2007. Computed tomography as routine in connection with medico-legal autopsies. Forensic Science International, Volume 171, pp. 190-197.
Sidler, M. et al., 2007. Use of multislice computed tomography in disaster victim identification—Advantages and limitations. Forensic Science International, Volume 169, pp. 118-128.
Thalia, M. et al., 2003. Into the decomposed body—forensic digital autopsy using multislice-computed tomography. Forensic Science International, Volume 134, pp. 109-114.
Torimitsu, S. et al., 2014. Stature estimation in Japanese cadavers using the sacral and coccygeal length measured with multidetector computed tomography. Legal