• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLTU BATUBARA antara Solusi Krisis Lis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PLTU BATUBARA antara Solusi Krisis Lis"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PLTU BATUBARA:

Antara Solusi Krisis Listrik dengan Isu Pencemaran Lingkungan

Studi kasus pada PT PLN (Persero) Unit Pembangkitan Jawa Bali

GALIH HONGGO BASKORO

24 Oktober 2013

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

Proyek Percepatan PLTU 10.000 MW1

Permintaan akan energi listrik di Indonesia yang semakin meningkat, rata-rata

9% per tahun, menuntut adanya solusi yang menjamin ketersediaan energi listrik

Indonesia salah satunya melalui program percepatan pembangunan PLTU210.000

MW tahap I. Program tersebut diinisiasi oleh Pemerintah melalui Peraturan Presiden

Nomor 71 Tahun 2006 yang menugaskan kepada PT PLN (Persero) untuk melakukan

percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batubara.

Dalam program tersebut dibangun 35 unit pembangkit dengan total kapasitas 10.000

MW, 10 unit pembangkit di antaranya dibangun di Pulau Jawa untuk memenuhi

kebutuhan sistem interkoneksi Jawa-Madura-Bali (JAMALI) sebagaimana

ditunjukkan dalam tabel berikut[1].

Tabel 1.1. Sepuluh Proyek PLTU dalam Sistem JAMALI

Selain penugasan Pemerintah yang tertuang dalam Perpres nomor 71 Tahun

2006, Pemerintah juga memberikan jaminan atas kewajiban pembayaran hutang PT

1

Proyek 10.000 MW juga biasa disebut dengan Fast Track Program Phase 1 (FTP-1). 2

(3)

PLN (Persero) kepada kreditor yang menyalurkan dananya dalam proyek ini melalui

Perpress Nomor 86 Tahun 2006 [2]. Program FTP-1 selain untuk mengimbangi

meningkatnya permintaan energi listrik, juga diharapkan untuk dapat menggantikan

pembangkit dengan berbahan bakar minyak menjadi batubara, atau disebut dengan

diversifikasi energi.Proses diversifikasi pembangkit batubara tersebut menurut Ali

Herman Ibrahim juga akan mengurangi konsumsi BBM hingga maksimum hanya 5

persen sehingga memiliki dua keuntungan yaitu (1) Pembangunan infrastruktur

kelistrikan yang memungkinkan PLN memenuhi permintaan listrik yang tumbuh, dan

(2) Upaya menekan subsidi pemerintah yang disebabkan oleh naiknya harga BBM

[3].

PLTU berbahan bakar batubara masih akan mendominasi penyediaan energi

listrik Indonesia, selain karena lebih ekonomis, terutama saat dibandingkan dengan

pembangkit berbahan bakar minyak dan gas, batubara juga merupakan sumber

pasokan energi utama Indonesia yang ditunjukkan oleh target bauran pasokan energi

tahun 2030 sebesar 51% [4]. Hal ini juga terjadi di Amerika, di mana menurut data

EIA (Energy Information Administration) tahun 2011 bahwa 93% penggunaan

batubara adalah untuk membangkitkan listrik, dan 42% pembangkit listrik di

Amerika menggunakan batubara sebagai bahan bakar primernya, walaupun trend

penggunaan batubara mengalami sedikit penurunan akibat adanya regulasi terkait

polusi udara dan menurunnya harga gas bumi [5]. Di Indonesia, total sumber daya

batubara sebesar 105 miliar Ton dengan cadangan sebesar 21 miliar Ton pada tahun

2011 serta trend peningkatan pada produksi batubara sejak 2004 hingga 2011 [6]. Hal

ini mengukuhkan penggunaan batubara pada tahun-tahun ke depan akan semakin

ditingkatkan, baik pada kegiatan eksplorasinya maupun secara khusus sebagai sumber

energi primer bagi pembangkit listrik.

Isu Pencemaran PLTU Batubara

Menurut data Kementerian Negara Lingkungan Hidup, kualitas lingkungan

(4)

pembangunan apapun [7].Lebih lagi selain memberikan manfaat positif bagi

pengembangan infrastruktur Indonesia, PLTU berbahan bakar batubara juga dapat

menimbulkan berbagai dampak negatif bagi lingkungan seperti polusi udara,

pencemaran air tanah, serta pencemaran laut dan pantai.Selain itu dampak negatif

bagi lingkungan tidak hanya mengenai daerah sekeliling pembangkit listrik namun

juga tempat asal batubara tersebut dieksplorasi, di mana terjadi deforestasi yang

mengancam kelestarian hutan. Greenpeace mencatat beberapa dampak negatif

batubara bagi lingkungan pada setiap langkah pemrosesan batubara, yang dibagi

atas:[8]

 Penambangan batubara

o Bencana banjir, yang diakibatkan oleh adanya deforestasi.

o Rusaknya lahan pertanian akibat pencemaran limbah pertambangan.

o Tercemarnya sungai yang menjadi sumber ait bagi penduduk.

o Timbulnya penyakit yang terkait pernapasan pada penduduk di

sekeliling tambang, seperti ISPA, asma, bronchitis, dan radang

paru-paru akibat debu batubara.

o Bekas lubang galian batubara menjadi Drainase Tambang Asam (Acid

Mine Drainage)

 Penggunaan batubara pada pembangkit listrik

o Sumber pengemisi polutan seperti sulfur dioksida, nitrogen oksida

yang mengakibatkan pencemarean udara dan dapat menimbulkan

hujan asam.

o Penyakit terkait pernapasan pada penduduk sekeliling pembangkit

listrik.

o PLTU sebagai sumber emisi merkuri, di mana PLTU batubara

berkapasitas 100 MW dapat mengemisi kurang lebih 11,34 kg

merkuri setiap tahunnya. Merkuri merupakan logam yang sangat

berbahaya dan tidak memiliki fungsi biokimia/ nutrisi yang dapat

(5)

motorik dan emosi, bahkan kematian apabila paparannya mencapai

(6)

BAB II

PROFIL PERUSAHAAN

Latar Belakang dan Sejarah

PT PLN (Persero) Unit Pembangkitan Jawa Bali, selanjutnya disebut PLN

UPJB, yang berdiri sejak Juli 2011 merupakan salah satu unit bisnis PT PLN

(Persero) yang dibangun dalam rangka peningkatan efektivitas dan efisiensi

pengendalian operasi dan pemeliharaan serta untuk peningkatan kinerja dan

percapaian target produksi pembangkit di Jawa-Bali khususnya Program Percepatan

Pembangunan Pembangkit 10.000 MW. PLN UPJB melingkupi Sektor Pembangkitan

Cilegon, Sektor Pengendalian Pembangkitan I (yang mengelola aset PLTU Suralaya

Unit 8, PLTU Labuan, dan PLTU Lontar), Sektor Pengendalian Pembangkitan II

(yang mengelola aset PLTU Palabuan Ratu, PLTU Indramayu, dan PLTU Adipala),

Sektor Pengendalian Pembangkitan III(yang mengelola aset PLTU Rembang, PLTU

Tanjung Awar-awar, PLTU Pacitan dan PLTU Paiton Unit 9), dan Sektor

Pengendalian Pembangkitan IV (yang mengelola aset PLTGU Muara Karang Blok 2,

PLTGU Tanjung Priok Blok 3, dan PLTGU Muara Tawar Blok 5). Grafik 1.1 berikut

menunjukkan wilayah kerja PLN UPJB dalam Sistem Jawa Madura Bali

(7)

Grafik 1.1. Wilayah Kerja PLN UPJB

Tujuan Perusahaan

Dalam rangka peningkatan kinerja dan percapaian target produksi pembangkit

di Jawa-Bali khususnya Program Percepatan Pembangunan Pembangkit 10.000 MW,

sebagai Asset Manager3, PLN UPJB mengelola sistem asetnya dengan tujuan

optimalisasi risiko, biaya dan kinerja dengan pola pengusahaan sebagaimana Grafik

2.2[10].

3

PLN UPJB sebagai Manajer Aset atas Unit Pembangkit 10.000 MW, dengan Operator Aset yaitu PT Indonesia Power dan PT Pembangkitan Jawa Bali (Anak Perusahaan PT PLN (Persero)).

SURALAYA

Dikelola Oleh UBOH

(8)

Grafik 1.2. Pola Pengelolaan Aset PLTU FTP1 JAMALI

Visi dan Misi Perusahaan

Visi:

Menjadi Perusahaan Pengelola Asset Pembangkit Terbaik di Indonesia pada Tahun 2015.”

Makna Visi:

Menjadi perusahaan pengelola aset pembangkit mengandung pengertian

bahwa PLN UPJB melakukan usaha pengelolaan khusus untuk aset

pembangkit listrik, baik berupa PLTU, PLTGU maupun jenis pembangkit

lain. Pengelola dimaksud adalah sebagai Aset Manajer yang bertanggung

jawab terhadap optimalisasi risiko, biaya, dan kinerja atas aset pembangkit.

Terbaik di Indonesia pada Tahun 2015 mengandung pengertian yaitu

proses pengelolaan PLN UPJB dijadikan standar bagi pengelola aset

pembangkit di PLN maupun sebagai benchmark perusahaan lain di Indonesia.

Unit pembangkit yang telah dikelola selama 2 (dua) tahun oleh UPJB akan

mencapai

o Kinerja operasi: di atas rata-rata NERC;

(9)

Misi:

Bertindak sebagai asset manager yang bertanggung jawab terhadap pengendalian

operasi dan pemeliharaan pembangkit secara optimal, efektif dan efisien, serta

memastikan keamanan pasokan bahan bakar, agar dapat menjadi pembangkit yang

andal, produktif, dan ramah lingkungan dengan mengacu kepada standar kinerja

yang telah ditetapkan.

Makna Misi:

Bertindak sebagai asset manager mengandung pengertian bahwa peran PLN

UPJB yaitu sebagai pengelola sistem aset yang berada di antara Asset Owner

yang berperan sebagai penentu kebijakan strategis dan Service Provider/ Asset

Operator yang berperan dalam menjalankan kegiatan O&M.

Pengendalian pembangkit secara optimal, efektif, dan efisien mengandung

pengertian bahwa PLN UPJB melakukan pengelolaan sistem aset dengan

melakukan optimasi risiko, biaya dan kinerja yang bertujuan untuk menjaga

ketersediaan energi listrik Sistem JAMALI dan menghasilkan energi listrik

yang murah.

Memastikan keamanan pasokan bahan bakar mengandung pengertian

UPJB akan mengelola ketersediaan dan kualitas pasokan energi primer untuk

memenuhi kegiatan operasional aset pembangkit, yaitu:

o Batubara: tersedia 15 (lima belas) hinga 25 (dua puluh lima) hari

operasi.

Menjadikan pembangkit yang andal, produktif, dan ramah lingkungan

dengan mengacu kepada standar yang ditetapkan mengandung pengertian

bahwa dalam menjalankan kegiatan operasionalnya UPJB menggunakan

standar-standar internasional seperti ISO 9001:2008, 14001:2004, SMK3, dan

(10)

BAB III

ANALISA PELUANG DAN TANTANGAN

Sebagai asset manager atas sejumlah pembangkit listrik berbahan bakar

batubara (PLTU 10.000 MW), PLN UPJB akan mendapatkan dampak bisnis dari sisi

Lingkungan Alam sebagaimana berikut.

Peluang

 Adanya aturan dan ketentuan yang jelas dari Pemerintah mengenai ambang batas pencemaran lingkungan, baik udara, air, maupun terkait pengelolaan

limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), sehingga PLN UPJB dapat

melakukan pemantauan dan evaluasi secara rutin berdasarkan aturan dan

ketentuan tersebut.

 Adanya program peringkat kinerja perusahaan (PROPER) dari Kementerian Lingkungan Hidup, yang dapat memberikan guidline dan target yang jelas

dalam penyusunan roadmap pengelolaan lingkungan hidup atas asset-aset

fisik PLN UPJB.

 Tersedianya cadangan batubara berkalori rendah yang cukup di Indonesia untuk kepastian kegiatan operasional penyediaan tenaga listrik PLTU

batubara.

Ancaman

 Kurangnya peran serta PLN UPJB dalam memastikan bahwa pemasok/

supplier batubara mentaati aturan dan ketentuan pemerintah tentang

pengelolaan lingkungan hidup, atau tidak berperingkat merah/ hitam dalam

PROPER Kementerian Lingkungan Hidup. Hal ini dikarenakan tidak adanya

regulasi Domestic Market Obligation yang diterapkan Pemerintah atas

(11)

batubara ke luar negeri masih sangat tinggi. Sehingga PLN UPJB belum tentu

mendapatkan pasokan batubara di tengah melimpahnya cadangan batubara

berkalori rendah di Indonesia.

 Adanya kemungkinan kerusakan peralatan pembangkit listrik, sehingga dapat memungkinkan adanya limbah buangan (air dan/ atau udara)ataupun getaran

dan kebisingan yang melebihi batas baku mutu yang ditetapkan oleh

Kementerian Lingkungan Hidup.

 Masih terdapatnya pekerjaan konstruksi di beberapa lokasi unit pembangkit sehingga memungkinkan terjadinya kebisingan.

 Adanya sanksi administrasi atau bahkan pelarangan kegiatan operasional dari Kementerian Lingkungan Hidup Deputi Bidang Penaatan Hukum Lingkungan

apabila terbukti adanya pelanggaran aturan pengelolaan Lingkungan Hidup

oleh unit pembangkit. Hal ini akan merugikan PLN UPJB, dari keharusan

melakukan investasi tambahan dalam pengelolaan limbah B3 hingga

kehilangan kesempatan produksi listrik akibat ditutupnya unit pembangkit

listrik.

 Demonstrasi oleh masyarakat sekitar akibat pencemaran lingkungan sekitar unit pembangkit, yang dapat berakibat terganggunya mobilisasi tenaga kerja

ke dalam PLTU atau bahkan berakibat berhentinya operasional unit

(12)

BAB IV

IMPLIKASI TERHADAP BISNIS

Analisa Mengenai Dampak Lingkungan

Untuk memperkecil dampak negatif dan memperbesar dampak positif

terhadap lingkungan, PLN UPJB menerapkan Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan yang mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 [11].

PLN UPJB juga berkewajiban dalam memenuhi berbagai ketentuan dari pemerintah

sebagai berikut:

 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 39/MENLH/II1996 tentang Jenis Usaha ayau kegiatan yang wajib Amdal.

 Keputusan Kepala Bapedal RI No 056 Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting.

 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51/MENLH/10/1995 tentang Limbah Cair bagi Kegiatan Industri.

 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 13/MENLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak

 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 49/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.

 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.

 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 49/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Getaran.

(13)

 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 45 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup

(RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).

 Peraturan Pemerintah RI No 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 08 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah dan/ Atau Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Thermal.

Menurut Suratmo, Amdal dilakukan atas dua alas an yaitu: (1) Amdal harus

dilakukan untuk proyek yang dibangun karena Undang-undang dan Peraturan

Pemerintah menghendaki demikian; atau (2) Amdal harus dilakukan agar kualitas

lingkunan tidak rusak karena adanya proyek-proyek pembangunan. Di mana point

kedua merupakan jawaban yang paling ideal dilakukan atas diterapkannya Amdal

oleh suatu perusahaan, dalam hal ini PLN UPJB [12].

Dalam rangka memperkecil dampak negatif dan memperbesar dampak positif

atas kegiatan pengoperasian pembangkit listrik berbahan bakar batubara, PLN UPJB

perlu melakukan upaya-upaya sebagaimana berikut:

 Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), yang terdiri atas aspek:

o Penurunan Kualitas Air Laut,

o Gangguan pada Biota Laut (Aquatic Biota),

o Penurunan Kualitas Udara, dan

o Peningkatan Kebisingan.

(14)

o Penurunan Kualitas Air Laut,

o Gangguan pada Biota Laut (Aquatic Biota),

o Penurunan Kualitas Udara,

o Peningkatan Kebisingan,

o Air Sumur Penduduk/ Kualitas Air Tanah,

o Air Permukaan Sungai,

o Air Limbah WWTP (Waste Water Treatment Plant),

o Air Buangan Condenser,

o Air Buangan Desalinasi,

o Air Buangan dari Oil Catcher, dan

o Dampak Sosial, Ekonomi, Budaya, dan Kesehatan.

 Evaluasi Tingkat Kritis, yang merupakan evaluasi terhadap potensi risiko di mana suatu kondisi akan melebihi baku mutu atau standar lainnya.

 Evaluasi Ketaatan, yang merupakan evaluasi terhadap tingkat kepatuhan untuk memenuhi berbagai ketentuan yang terdapat dalam izin lingkungan atau

pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam dokumen

pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (RKL-RPL).

 Pelaksanaan Program Partisipasi Pemberdayaan Lingkungan yang berorientasi pada Community Development (ComDev), sehingga akan menciptakan

peningkatan kesejahteraan masyarakat secara mandiri.

Program PenilaianPeringkatKinerja Perusahaan (PROPER)

Selain menerapkan Analisis Mengenai Dampal Lingkungan, serta pelaksanaan

rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup secara periodik, PLN UPJB

juga perlu mengejar bendera emas dari program penilaian peringkat kinerja

perusahaan yang diassess setiap tahun oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik

(15)

Proper merupakan salah satu upaya Kementerian Negara Lingkungan Hidup

untuk mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui

instrument informasi. Dilakukan melalui berbagai kegiatan yang diarahkan untuk: (1)

Mendorong perusahaan untuk mentaati peraturan perundang-undangan melalui

insentif dan disinsentif, dan (2) mendorong perusahaan yang sudah baik kinerja

lingkungannya untuk menerapkan produk bersih [13].

Melalui proper kinerja lingkungan perusahaan diukur menggunakan warna,

mulai dari emas yang merupakan predikat terbaik, hijau, biru, merah, hingga yang

terburuk berwarna hitam.Secara berkelanjutan, PLN UPJB perlu mendorong seluruh

pembangkit listrik-nya untuk mendapatkan criteria tertinggi dalam pemeringkat

Proper. Sehingga selain menunjukkan tingkat kepedulian terhadap kelestarian

lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar, namun juga akan memperoleh citra

yang positif di mata masyarakat dan ajang unjuk gigi terhadap

(16)

DAFTAR PUSTAKA

1. Republik Indonesia. 2006. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2006 tentang

Penugasan Kepada PT PLN (Persero) Untuk Melakukan Percepatan

Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Yang Menggunakan Batubara.

2. Republik Indonesia. 2006. Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2006 tentang

Pemberian Jaminan Pemerintah Untuk Pecepatan Pembangunan Pembangkit

Tenaga Listrik Yang Menggunakan Batubara.

3. Ibrahim, Ali Herman. 2008. General Check-Up Kelistrikan Nasional.

Mediaplus Network.

4. Pusat Data & Informasi ESDM. 2010.Indonesia Energy Outlook 2010.

5. Campbell, Richard J.. 2013. Prospect for Coal in Electric Power and

Industry. Congressional Research Service.

6. Kementerian ESDM. 2012. Statistik Batubara Tahun 2011.

7. Kementrerian Negara Lingkungan Hidup. 2013. Status Lingkungan Hidup

Indonesia 2012: Pilar Lingkungan Hidup Indonesia.

8. Greenpeace Asia Tenggara. 2010. Laporan tentang Batubara Mematikan.

9. National Wildlife Federation. 1999. Clean the Rain, Clean the Lakes:

Mercury in Rain is Polluting the Great Lakes.

10.PT PLN (Persero) UPJB. 2013. Rencana Jangka Panjang Perusahaan

2013-2017.

11.Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999

tentang Analisi Mengenai Dampak Lingkungan.

12.Suratmo, F. Gunarwan. 2004. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gajah

Mada University Press.

13.Kementrerian Negara Lingkungan Hidup. 2013. Status Lingkungan Hidup

Gambar

Tabel 1.1. Sepuluh Proyek PLTU dalam Sistem JAMALI
Grafik 1.1. Wilayah Kerja PLN UPJB
Grafik 1.2. Pola Pengelolaan Aset PLTU FTP1 JAMALI

Referensi

Dokumen terkait

Ini bermakna bahawa tiga faktor sahaja iaitu faktor rawatan, skor ujian pra dan pencapaian bahasa Inggeris PMR memberi sumbangan bermakna terhadap skor pencapaian komponen

Terkait dengan penyelenggaraan diklat di atas, berikut adalah ketentuan-ketentuan bagi peserta diklat: A. Selama penyelenggaraan diklat seluruh peserta diklat diwajibkan

Kata ini berarti penyebaran dan secara figuratif dapat diartikan sebagai orang Kristen yang hidup dalam penyebaran di dunia ini, jauh dari tempat mereka yang menyenangkan.”

Sedangkan, menurut Rutter (dalam Safaria, 1980:51) keluarga yang tidak harmonis dicirikan sebagai :.. 1) Kematian salah satu orang tua juga bisa menjadi penghambat

dan ikan lele secara luring yakni tatap muka langsung dengan masyarakat namun dengan tetap menjalankan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah yakni tetap memakai masker

1) Alih tugas / mutasi adalah perpindahan Pegawai dari satu Unit Kerja ke Unit Kerja lain dalam rangka rotasi, promosi dan demosi dibawah jajaran RSU Kemayoran. 2) Alih tugas /

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif analisis, yaitu teknik analisis dengan cara menjabarkan data sesuai apa adanya,

Pada kelas angka bebas jentik kelas 1 atau angka bebas jentik tinggi (keadaan lingkungan bersih tidak ada jentik) tidak terdapat kasus penyakit demam berdarah karena di