• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pahlawan Bangsa Nama pahlawan Nama pahlawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pahlawan Bangsa Nama pahlawan Nama pahlawan"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Pahlawan Bangsa

Judul Cerpen Pahlawan Bangsa Cerpen Karangan: Ivana Angelita

Kategori: Cerpen Anak

Lolos moderasi pada: 13 June 2014

Pada suatu hari yang cerah, Echa yang sedang nonton TV sambil makan cemilan yang dibeli Mama dari Singapura. Ia menonton kartun kesukaannya. Walaupun sudah umur 15 tahun, ia masih suka nonton kartun. Ia menonton kartun Spongebob. Saat acara tersebut iklan dan iklan tersebut berlangsung sangat-sangat lama, ia mengganti acara tersebut.

Ia melihat di RCTI ada acara gossip seputar selebriti. “Huh!” Echa mengendus kesal. Ia memang tidak menyukai gossip. Tetapi, saat di Trans7, ia melihat berita seputar

pahlawan-pahlawan bangsa yang telah dilupakan dan ditinggalkan.

“Sekarang, banyak pahlawan-pahlawan bangsa ditinggalkan. Padahal, mereka telah berjuang keras memerdekakan Indonesia, agar menjadi Negara yang merdeka. Tapi apa? Sekarang mereka ditinggalkan, dilupakan dan tak diperhatikan opleh Negara ini.” Ujar penyiar acara tersebut.

“Wah, kasihan ya! Banyak pahlawan yang dilupakan. Aku mau melakukan sesuatu untuk mereka. Kasian deh!” ujar Echa sambil tetap mengunyah cemilannya yang enak itu.

“Ada apa nih?” Tanya Mama yang datang-datang.

“Ini nih, Ma. Banyak pahlawan yang ditinggalkan. Kasihan mereka.”

“Dari dulu saja mereka dibegitukan. Tapi kamunya saja yang nggak mau melihat betapa sedihnya mereka. Selalu saja nonton kartun! Kamu mau membantu mereka?” Tanya Mama sambil tersenyumn bijaksana.

“Ia.”

Akhirnya, keesokan harinya mereka pergi ke tempat tinggal salah satu pahlawan bangsa yang hidupnya dilupakan. Mereka pun meniolong pahlawean itu. Pahlawan itu berterima kasih.

“Tidak, kami yang berterima kasih, Pak!” ujar Echa dan Mama bersamaan.

Teman-teman semua yang baca cerita/kisah ini, masih banyak pahlawan di luar sana yang hidup menderita. Kasihan mereka.

(2)

Tetap Berjuang Meski MATI

Imroatul Mufiah (04)

Sebuah pohon tanpa daun berbaris rapi ditepi jalan, menyambut indah para pengguna jalan. Terlihat diujung jalan berdiri sebuah kotak dengan atap lusuh tak karuan, hanya satu ruang, satu pintu, dan satu jiwa hidup disana. Sesosok lelaki tua keluar darisana, dengan baju luarbiasa sederhana dan siap dengan berbagai peralatan berkebun yang hampir setiap hari ia membawanya. Entah untuk apa peralatan-peralatan itu, para penduduk tak pernah tau apa pekerjaan lelaki tua itu .

Semakin hari lelaki tua itu semakin terlihat tidak se sehat biasanya, ia duduk dibawah pohon dengan Koran pagi bekas para pengguna jalan yang sering membuang berbagai sampah ke pinggir jalan, satu-satunya sampah yang selalu ia tunggu-tunggu yaitu selembar koran saja, meskipun itu bekas bungkus makanan. Dengan cara itulah dia bisa tau kabar dunia tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun.

Suatu ketika seorang wanita muda sedang berjalan santai melewati pelataran rumah lelaki tua itu, dengan suasana yang tenang, suara sekecil apapun bisa terdengar. Setelah beberapa langkah ia meninggalkan rumah lelaki tua itu, ia mendengar seseorang sedang berbicara sangat pelan, seakan-akan tidak boleh ada seorangpun yang mendengar suaranya. Tapi wanita muda tersebut tak menghiraukan suara apa dan berasal darimana suara tersebut berasal. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya.

Keesokan harinya, wanita muda tersebut melewati rumah lelaki tua itu untuk kedua kalinya, dan kedua kalinya pula ia mendengar suara yang sama ketika ia melewati rumah itu. Kemudian rasa penasaran dalam dirinya mulai menggeliat geliat ingin keluar dari dalam dirinya. Akhirnya rasa penasarannya pun mengalahkan sifat cueknya. Wanita itu mulai mencari sumber suara yang selama dua hari ini ia dengar. Ia melihat seorang lelaki tua sedang berbicara pada sebuah batu yang terlihat sangat sederhana, dan tertuliskan.

PAHLAWAN INDONESIA Mr. Ahmai Suparman

27 Maret 1950

Dalam hati wanita muda itu bergumam selirih mungkin, “loh, ada kuburan pahlawan ya disini? Sejak kapan?”. Kemudian wanita muda tersebut semakin mendekat untuk mendengarkan pembicaraan lelaki tua itu, dan ternyata syair indah yang dikumandangkan, tapi entah apa tujuannya untuk ini, ia pun masih bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

Setelah beberapa saat ia berdiri menguping, lelaki tua itu melihat dengan mata yang tajam seakan ia sedang menyampaikan sesuatu pada wanita muda itu. Dengan sepontan wanita itu tersentak kaget. Ternyata lelaki tua itu tau bahwa seorang wanita muda telah mengintipnya sejak tadi.

(3)

Kemudian ia terlihat berjalan memasuki hutan dengan seperangkat alat berkebun yang tak pernah lepas dari dirinya. “walah ternyata bapak ini tak se seram yang aku bayangkan, salah aku !”.

Kemudian wanita muda itu mengikuti setiap gerak lelaki tua tersebut, rasa penasarannya semakin menjadi-jadi, dari kejauhan lelaki tua itu berbicara tanpa melihat yang diajaknya bicara, “apa yang kau lakukan disini nak? Bukankah hutan ini terlalu berbahaya untuk wanita sepertimu.”. “ha? Dia berbicara padaku”, dalam hati wanita muda itu berusaha menjaga suapaya tidak ketahuan. “iya kau nak, aku berbicara padamu !”.

“loh kok bisa?”, “bisa apa nak?”,

“oh tidak pak, ya saya Cuma ingin melihat-lihat hutan ini saja pak”,

“lebih baik kau pulang, hutan ini cukup berbahaya untuk wanita muda seperti kau ini. Jika kau mati sekarang disini, siapa yang akan mengajar siswamu?”

“loh bapak kok tau kalo saya adalah guru?”,

“namamu Zuana Indah, kau seorang guru SMA yang pada tanggal 12 Mei 2013 mendapat penghargaan sebagai guru yang menjunjung tinggi nilai sejarah.”,

“bapak ini dukun apa gimana?”

Sambil tertawa terbahak-bahak lelaki tua itu melanjutkan jalannya yang sempat terhenti sejenak. “kau ini orang modern masih saja menganggap orang yang serba tau itu dukun. Aku kemarin membaca kabar itu dari koran nak, makanya aku tau nama sekaiigus pekerjaanmu”. Sambil berjalan dibelakangnya wanita muda it terus berusaha untuk mengenal lelaki tua itu lebih dalam. “kalau boleh tau, nama bapak siapa?”, “setelah sekian lama, baru kali ini ada yang bertanya namaku, kau bisa memanggilku Suparmin.”. setelah banyak berkenalan satu sama lain, mereka terlihat lebih akrab dari biasanya yang memang bisa dibilang sangat tidak akrab sekali.

Sore itu Ana mengunjungi tetangga lamanya yang baru tadi siang ia mengenalnya, dengan membawa beberapa benda pengisi perut untuk mencari kata PANTAS jika berkunjung ke rumah orang.

“Permisi ! Pak Parmin?”

“iya nak, masuk saja, pintu juga tak pernah dikunci, hehe”, tertawa terkekeh layaknya lelaki tua. Ana datang ke rumah pak Parmin selain menyambung pertemanan barunya itu, dalam hatinya ia juga ingin banyak bertanya soal apa yang ia lihat kemarin, kuburan seorang pahlawan Indonesia.

Semakin lama Ana berada disana Ana semakin banyak mendapat cerita-cerita yang mungkin sudah tidak asing ditelinganya, iya semua tentang sejarah, dan Ana sangat tertarik untuk itu. Sehingga terjalin hubungan yang baik antara mereka berdua.

“berjuang, mati, dikubur, dilupakan. Itulah yang namanya pahlawan nak!”, mata tajam seakan ingin meluapkan kemarahan. “hehe sepertinya juga begitu pak”, “bukan sepertinya nak, memang begitu.”.

Pak Parmin terus bercerita seakan protes terhadap keadaan. Ana mendengar dengan penuh perhatian. Selama mendengarkan ceritanya, tumbuh pertanyaan di dalam hati Ana. “bapak ini sebenarnya siapa ya? Kenapa begitu meledak-ledak nadanya ya ketika mulai bercerita tentang PAHLAWAN !”.

(4)

Parman tak pernah mendapat perhatian khusus dari pemerintah maupun dari masyarakat sekitar, padahal jasa-jasa merekalah Indonesia bisa merdeka.

Kemudian Ana berusaha membantu Pak Parmin dengan berbagai cara untuk kelangsungan hidup dimasa tuanya, tdak mungkin ia bisa hidup dengan baik dengan kondisi yang seperti itu, akhirnya Ana mencoba menulis berbagai artikel maupun tulisan-tulisan lain, dan berharap mendapat bantuan dari pemerintah.

Referensi

Dokumen terkait