• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara optimisme dengan successful aging pada lansia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara optimisme dengan successful aging pada lansia."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA OPTIMISMEDENGAN SUCCESFUL AGING PADA LANSIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Psikologi

(S.Psi)

Leli Nurendah Suryani B77213075

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa ada hubungan antara optimisme dengan successful aging. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan skala optimisme dan skala successful aging sebagai alat ukur. Subjek penelitian ini berjumlah 58 lansia yang bertempat tinggal di Desa Becirongengor. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan uji korelasi Spearman Rank dengan taraf signifikansi 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai p = 0,004 < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif antara optimisme dengan successful aging pada lansia. Artinya, semakin tinggi optimisme pada lansia semakin tinggi pula successful aging yang dicapai. Sebaliknya, semakin rendah optimisme pada lansia, semakin rendah pula successful agingyang dicapai.

(7)

xii

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine the relationship between optimism with successful aging. This research is a quantitative research with the scale of optimism and the scale of succesful aging as a measuring tool. The subjects of this study are 58 elderly who live in Becirongengor Village. Data analysis technique in this research using Spearman Rank test with significance level 0,05. The results of this study indicate the value of p = 0.004 <0.05. It can be concluded that there is a positive relationship between optimism with successful aging in the elderly. That is, the higher the optimism in the elderly the higher the successful aging is achieved. Conversely, the lower the optimism in the elderly, the lower the successful aging achieved.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman Sampul

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan... ii

Halaman Pernyataan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel... viii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Lampiran ... x

Intisari ... xi

Abstract ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Penelitian Terdahulu ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Successful Aging 1. PengertianSuccessful Aging... 18

2. Aspek-aspekSuccessful Aging... 21

3. Faktor-faktor yang MempengaruhiSuccessful Aging... 23

4. Teori-teori TentangSuccessful Aging... 25

B. Optimisme 1. Pengertian Optimisme... 28

2. Aspek-aspek Optimisme ... 30

3. Ciri-ciri Optimisme ... 32

4. Manfaat Optimisme... 35

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Optimisme ... 37

C. Lansia 1. Pengertian Lansia ... 38

2. Tahap Perkembangan Umur... 41

3. Perubahan-perubahan Periode Lansia ... 43

D. Hubungan Antara Optimisme denganSuccessful Aging... 45

(9)

vii

F. Hipotesis... 53

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian ... 54

2. Definisi Operasional Variabel... 54

B. Populasi, Sampling, dan Teknik Sampling 1. Populasi ... 55

2. Sampel dan Teknik Sampling ... 56

C. Teknik Pengumpulan Data... 58

D. Validitas dan Reliabilitas Data 1. Uji Validitas ... 61

2. Uji reliabilitas... 63

E. Analisis Data ... 65

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek ... 68

B. Deskripsi dan Reliabilitas Data 1. Deskripsi Data ... 70

2. Reliabilitas ... 73

C. Hasil 1. Uji Normalitas... 74

2. Uji Linieritas ... 75

3. Uji Hipotesis ... 76

D. Pembahasan ... 77

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 83

Daftar Pustaka... 86

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan dunia ilmu pengetahuan telah mengurangi derita dan beban yang diakibatkan kematian karena penyakit menular pada bayi dan anak, meningkatnya taraf hidup dan taraf kesehatan menyebabkan turunnya angka kematian yang diakibatkan oleh penyakit. Menurunnya tingkat kematian dan menurunnya jumlah kelahiran menyebabkan pertumbuhan penduduk usia lanjut hampir di setiap negara meningkat. Pertumbuhan penduduk usia 60 tahun keatas tumbuh lebih pesat dari kelompok umur lainnya. Berdasarkan United Nation, pada tahun 2010, dari penduduk dunia sebesar 6.9 milyar terdapat 759 juta berusia 60 tahun ke atas (11%) dan 105 juta berusia 80 tahun ke atas (1.5%). Pada 2050 diperkirakan penduduk dunia telah meningkat menjadi 9.1 milyar, penduduk 60 tahun keatas sebanyak 2 milyar (22%), bahkan 400 juta orang berusia 80 tahun ke atas (4%). Negara Indonesia tahun 2010 diperkirakan penduduk diatas 60 tahun telah berjumlah 20.9 juta dari keseluruhan 235,7 juta orang (8.9 %), sedangkan pada pertengahan abad, total penduduk berjumlah 284.6 juta dan 67.3 juta (24%) berusia 60 tahun (Agus, 2013).

(11)

2

2.9% per tahun. Inilah ledakan penduduk lansia yang akan terjadi dalam waktu tidak terlalu lama lagi. Suatu negara memasuki era aging population (penduduk tua) jika proporsi penduduk lansianya telah berada pada patokan penduduk berstruktur tua yakni tujuh persen dari total populasi. Penduduk dengan usia 60 tahun keatas mengalami peningkatan, dilihat dari proporsi dari total populasi.

Lansia menurut UU RI no 13 tahun 1998 adalah mereka yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Banyak istilah yang dikenal masyarakat untuk menyebut orang lanjut usia, antara lain lansia yang merupakan singkatan dari lanjut usia. Istilah lain adalah manula yang merupakan singkatan dari manusia lanjut usia. Apapun istilah yang dikenakan pada individu yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas tersebut tidak lebih penting dari realitas yang dihadapi oleh kebanyakan individu usia ini. Lansia harus menyesuaikan dengan berbagai perubahan baik yang bersifat fisik, mental, maupun sosial. Perubahan-perubahan dalam kehidupan yang harus dihadapi oleh individu usia lanjut khususnya berpotensi menjadi sumber tekanan dalam hidup karena stigma menjadi tua adalah sesuatu yang berkaitan dengan kelemahan, ketidakberdayaan, dan munculnya penyakit-penyakit. Masa lansia sering dimaknai sebagai masa kemunduran, terutama pada keberfungsian fungsi-fungsi fisik dan psikologis.

Hurlock (2004) mengemukakan bahwa: “penyebab fisik kemunduran ini

(12)

tetapi karena proses menua. Kemunduran dapat juga mempunyai penyebab psikologis. Sikap tidak senang terhadap diri sendiri, orang lain, pekerjaan dan penghidupan pada umumnya dapat menuju kepada keadaan uzur, karena terjadi perubahan pada lapisan otak, akibatnya, orang menurun secara fisik dan mental dan mungkin akan segera mati. Masa lansia bisa jadi juga disertai dengan berbagai penyakit yang menyerang dan menggerogoti kehidupan lansia sekalipun tidak semua lansia adalah berpenyakit, tapi kebanyakan lansia rentan terhadap penyakit-penyakit tertentu akibat kondisi organ organ tubuh yang telah aus atau mengalami kemunduran juga fungsi imun (kekebalan tubuh) yang juga menurun. Masalah-masalah lain seperti kemundurun dari aspek sosial ekonomi.

(13)

4

lansia yang masih potensial serta memiliki energi dan semangat untuk berprestasi.

Memasuki masa lansia yang bahagia identik dengan kesiapan untuk menerima segala perubahan dalam aspek-aspek kehidupan. Aspek kehidupan sosial merupakan salah satu aspek yang mengalami perubahan cukup signifikan pada masa lansia. Perubahan sosial ini tentu tak lepas dari adanya perubahan fisik-kognitif juga. Perubahan sosial yang dialami individu usia lanjut bisa menjadi sumber stres tersendiri jika tidak disikapi dengan positif. Banyak lansia yang mampu tetap optimal dalam bidang-bidang sosial dan mencapai kondisi yang dikatakan sejahtera.

(14)

terhadap buruknya kondisi sosial, ekonomi, derajat kesehatan dan kemandirian (Agus, 2013)

Perubahan fisik dan psikologis yang dialami lansia menentukan, sampai taraf tertentu, apakah lansia akan melakukan penyesuaian sosial yang baik atau buruk. Menurut Hurlock (2004), ciri-ciri usia lanjut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk daripada yang baik dan kepada kesengsaraan daripada kebahagiaan. Karena itu masa usia lanjut lebih ditakuti daripada usia madya, khususnya masyarakat berkebudayaan di Amerika. Perasaan tidak berguna dan tidak diinginkan membuat banyak lansia mengembangkan perasaan rendah diri dan marah. Perasaan ini tentu saja tidak membantu untuk penyesuaian sosial dan pribadi baik. Sehubungan dengan itu, menurut Butler (dalam Hurlock, 2004) menyatakan bahwa orang lansia secara tidak proporsional menjadi subjek bagi masalah emosional dan mental yang berat. Insiden psikopatologi timbul seiring dengan bertambahnya usia. Gangguan fungsional-keadaan depresi dan paranoid terus bertambah sama seperti penyakit otak di usia 60 tahun. Kasus bunuh diri juga meningkat seiring bertambahnya usia. Disfungsional dan psikopatologi yang dialami lansia, disebabkan oleh beberapa bahaya yang terjadi di masa lansia antara lain masalah kesehatan, ekonomi, hubungan dalam keluarga dan masalah psikologis.

(15)

6

pribadi dan sosial pada lansia jauh lebih sulit. Dengan demikian dibutuhkan kondisi hidup yang menunjang agar lansia dapat menjalani masa lansia dengan baik dan memuaskan, kondisi hidup yang menunjang juga dibutuhkan agar lansia tidak tertekan karena memasuki masa lansia. Kondisi hidup ini antara lain adalah sosial ekonomi, kesehatan, kemandirian, kesehatan mental (Agus, 2013)

Succesful aging atau memasuki masa tua dengan sukses tentu menjadi dambaan bagi semua individu yang memasuki usia dewasa akhir. Bagaimanapun tua tetap sebagai bagian dari rentang kehidupan individu sehingga tidak ubahnya seperti masa-masa sebelumnya bahwa kesejahteraan juga menjadi impian bagi yang menjalani masa ini. Memasuki masa lansia yang bahagia identik dengan kesiapan untuk menerima segala perubahan dalam aspek-aspek kehidupan sosial, merupakan salah satu aspek yang mengalami perubahan cukup signifikan pada masa lansia. Banyak lansia yang mampu tetap optimal dalam bidang-bidang sosial dan mencapai kondisi yang dikatakan sejahtera atau dengan kata lain lansia tersebut mencapai kesejahteraan sosial. Kesejahteraan pada masa ini sangat dipengaruhi oleh bagaimana individu lansia mampu untuk menyesuaikan keadaannya dengan keadaan di sekitarnya.

(16)

faktor-faktor penentu successful aging yang tidak terkontrol yang dapat mempengaruhi successful aging secara signifikan. Sementara ahli lain Shu (dalam Hamidah, 2012) mengatakan bahwa successful aging didefinisikan sebagai suatu kondisi lengkap atau sempurna secara fisik, mental dan social well-being. Lebih spesifik dikatakan bahwa successful aging meliputi empat bidang kesehatan dan indikator sosial, yaitu fungsi fisik, fungsi kognitif, fungsi kepribadian dan adanya dukungan sosial dari keluarga dan lingkungan.

Dorris (dalam Hamidah dan Aryani, 2012) mengatakan bahwa successful agingadalah kondisi yang tidak ada penyakit, artinya secara fisik sehat, aman secara finansial, hidupnya masih produktif, mandiri dalam hidupnya, mampu berpikir optimis dan positif dan masih aktif dengan orang lain yang dapat memberikan makna dan dukungan secara sosial dan psikologis dalam hidupnya. Secara lebih mendasar dapat dikatakan bahwa successful aging adalah kondisi yang seimbang antara aspek lingkungan, emosi, spiritual, sosial, fisik, psikologis dan budaya.

(17)

8

(active aging). Mac Arthur Foundation Research Network on USA telah mengidentifikasi tiga komponen utama dalam successful aging, yaitu: terhindar dari penyakit ataupun penyakit-penyakit yang menghalangi kemampuan ataupun kemandirian. Terpeliharanya fungsi fisik dan psikologis yang tinggi, dan aktif dalam kehidupan sosial dan aktivitas yang produktif (yang dibayar ataupun tidak) yang dapat menciptakan nilai-nilai sosial (Papalia, 2004)

Lansia yang sukses (successful agings) cenderung memiliki dukungan sosial baik emosional maupun material yang dapat membantu kesehatan mental, dan sepanjang mereka merasa aktif dan produktif maka mereka tidak akan merasa sebagai orang yang sudah tua (Papalia, 2004) .Menurut pengertian yang telah dijelaskan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa pengertian successful aging bisa diartikan sebagai kondisi fungsional lansia berada pada kondisi maksimum atau optimal, yang tercegah dari berbagai penyakit serta memiliki fungsi kognitif yang tinggi, sehingga memungkinkan lansia bisa menikmati masa tua dengan penuh makna, membahagiakan, berguna dan berkualitas serta tetap berperan aktif dalam kegiatan sosial.

(18)

Hidupnya akan dijalani dengan rasa pesimis, mudah menyerah dengan kondisinya yang sudah semakin melemah karena faktor usia, timbulnya rasa rendah diri. Seligman (dalam Weiner, 2003) menjelaskan bahwa optimisme adalah menumbuhkan harapan-harapan dimasa yang akan datang. Perasaan atas harapan-harapan tersebut menyebabkan lansia benar-benar mengontrol dirinya dan secara proaktif berkomunikasi dengan lingkungan sesuai kebutuhan dimasa depan. Optimisme berkontribusi besar dalam pencapaian successful aging.

McGinnis (1995) menyatakan bahwa individu yang optimis adalah individu yang bertindak karena mereka yakin bahwa mereka mempunyai pengendalian yang besar sekali atas masa depan mereka. Sedangkan menurut Segerestrom (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010) optimisme adalah cara berfikir positif dan realistis dalam memandang suatu masalah. Berpikir positif adalah berusaha mencapai hal terbaik dari keadaan terburuk. Bagi para individu yang telah memasuki masa lansia maka dibutuhkan optimisme yang tinggi untuk menjalani masa lansia tersebut. Rasa optimisme yang tinggi akan membuat individu yang memasuki masa lansia merasa yakin memiliki kekuatan untuk menghilangkan pemikiran negatif, berusaha gembira meskipun tidak dalam kondisi gembira.

(19)

10

tersebut. Optimisme mengacu perasaan pada masa depan yang positif, sereta memiliki kecenderungan untuk menemukan makna positif dalam pengalaman, dan keyakinan pada kemampuan individu memberikan dampak positif pada lingkungan dan situasi di sekitar individu. Individu yang pesimis dalam hidupnya individu akan mudah putus asa, tidak memiliki kepercayaan diri dan mudah terkena depresi. Akhirnya akan banyak memunculkan berbagai penyakit fisik maupun psikis.

Penelitian yang dilakukan oleh Gill (dalam Nevid, 2006), menunjukan adanya hubungan antara optimisme dengan kesehatan yang lebih baik. Misalnya, pasien yang mempunyai pikiran lebih pesimis selama masa sakitnya akan lebih menderita dan distress. Berdasarkan beberapa pengertian mengenai optimisme, maka pengertian optimisme dalam penelitian ini adalah sikap individu yang mengharapkan akan terjadi hal-hal baik dimasa yang mendatang.

(20)

pihak, individu yang pesimis memiliki kecenderungan untuk mengantisipasi kemungkinan bertambah buruknya masalah, dan mereka juga cenderung ragu-ragu dalam menghadapi masalah yang mereka alami (Carver & Scheier, dalam Synder & Lopez, 2005).

Individu dikatakan optimis jika ia memiliki ciri ciri kehidupannya didominasi oleh pikirannya yang positif, berani mengambil resiko, setiap mengambil keputusan penuh dengan keyakinan dan kepercayaan diri yang mantap. Apabila individu yang memasuki masa lansia tidak memiliki optimisme maka akan muncul rasa putus asa, terkucilkan ketegangan, tekanan batin, rasa kecewa dan ketakutan yang menggangu fungsi fungsi organik dan psikis, sehingga mengakibatkan macam-macam penyakit. Penyakit yang muncul bisa berupa penyakit fisik dan psikis, sehingga akan mempengaruhi pencapaiansuccessful aging pada lansia.

Pernyataan diatas sesuai dengan gambaran subyek yang ada ditempat penelitian. Peneliti memilih Desa Becirongengor sebagai tempat penelitian karena lansia di Desa Becirongengor masih semangat melakukan aktivitas yang bermanfaat, seperti berladang, mengikuti pengajian, mengikuti rutinan di desa, atau hanya sekedar berkebun di halaman rumah.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin mengungkap hubungan antara optimisme dengan successful aging pada lansia. Oleh karena itu

peneliti mengangkat penelitian ini dengan judul “Hubungan Optimisme

(21)

12

B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara optimisme dengansuccesfull agingpada lansia?

C. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini ada tujuan penelitian yaitu sebagai berikut :

Untuk mengetahui hubungan antara optimisme dengan succesfull aging pada lansia

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini ada beberapa manfaat yang bisa digunakan untuk lingkungan atau bagi peneliti dan subjek penelitian, sebagai berikut :

1. Maanfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat member sumbangan yang bermanfaat bagi pengembangan teori-teori dalam bidang psikologi, khususnya psikologi klinis yang kaitannya denganoptimismedansuccesfull aging. 2. Manfaat praktis

(22)

E. Penelitian Terdahulu

Dasar atau acuan yang berupa teori-teori atau temuan-temuan melalui hasil berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat perlu dan dapat dijadikan sebagai data pendukung. Salah satu data pendukung yang menurut peneliti perlu dijadikan bagian tersendiri adalah penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini. Dalam hal ini, fokus penelitian terdahulu yang dijadikan acuan adalah terkait dengan masalah optimism dan succesfull aging. Oleh karena itu, peneliti melakukan langkah kajian terhadap beberapa hasil penelitian berupa jurnal-jurnal penelitian dan skripsi.

Penelitian yang dilakukan oleh Seeman, dkk (1995) membahas tentang hubungan aktivitas fisik dengan successful aging. Penelitian tersebut dilakukan dengan metode kuantitatif dengan subyek laki-laki dan wanita yang berumur 70-79 tahun. Hasil dari penelitian tersebut adalah aktivitas fisik turut mempengaruhi pencapaiansuccessful aging.

Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Marlina (2007) yang membahas tentang hubungan antara aktivitas sehari-hari dengan successful aging pada lansia. Subjek penelitian ini adalah lansia berumur 60-70 tahun sebanyak 100 orang. Hasil penelitian ini adalah adanya hubungan yang signifikan antara aktivitas sehari-hari dengansuccessful agingpada lansia.

(23)

14

hubungan kemandirian dengan successful aging pada lansia di suatu komunitas Dwelling. Subyek pada penelitian ini sebanyak 205 lansia. Hasil penelitian tersebut adalah adanya hubungan yang positif antara kemandirian dengansuccessful aging.

Penelitian tentang successful aging berikutnya dilakukan oleh Wong dan Watt (1991) yang membahas tentang jenis kenangan yang berhubungan dengan successful aging. Subjek penelitian ini sebanyak 400 orang. Hasil penelitian ini adalah jenis kenangan yang berbeda mempengaruhi tingkat successful agingyang berbeda pula.

Penelitian terakhir yang membahas tentang successful aging yaitu penelitian yang dilakukan oleh Hamidah dan Aryani (2012) membahas tentang dampak psikologis lansia dalam bentuk successful aging dan dukungan sosial. Subyek penelitian ini adalah 100 orang lansia dari Surabaya dan 100 orang lansia dari Malaysia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lansia Indonesia memiliki successful aging, sedangkan lansia Malaysia sebagian besar (97%) memilikisuccessful aging.

(24)

Penelitian yang serupa dilakukan oleh Kusumadewi (2011) yang membahas tentang peran stressor harian, optimisme dan regulasi diri terhadap kualitas hidup individu dengan diabetes mellitus tipe 2. Subjek penelitian ini sebanyak 64 orang penderita diabetes mellitus tipe 2. Hasil penelitian ini adalah adanya hubungan antara stressor harian, optimisme, dan regulasi diri secara bersama-sama dengan kualitas hidup.

Penelitian yang serupa namun dilakukan di luar negeri yaitu penelitian yang dilakukan oleh Pilling, Harries, dan Powell (2012) yang membahas tentang penderita diabetes mellitus, Alzheimer, dan prostat mampu mencapai successful aging karena memiliki optimisme. Penelitian tersebut menggunakan subyek lansia yang menderita diabetes mellitus, Alzheimer, dan prostat.

Sementara itu penelitian eksperimen tentang variable optimisme dilakukan oleh Nurindah, Afiatin, dan Sulistyarini (2012) yang membahas tentang pengaruh pelatihan berfikir positif terhadap optimisme pada remaja yang tinggal dipanti social. Subjek penelitian ini adalah 20 remaja putra dan putri yang minimal tinggal dipanti selama 1 tahun. Hasil penelitian ini adalah ada pengaruh pelatihan berfikir positif terhadap optimisme pada lansia yang tinggal dipanti sosial.

(25)

16

Compensation). Penelitian ini menggunakan subjek sebanyak 156 orang yang berumur 71-91 tahun. Hasil penelitian ini adalah model SOC bagus untuk diterapkan dalam pencapaiansuccessful aging.

Sebelum penelitian ini dilakukan, penelitian dengan variable optimisme maupun successful aging telah dilakukan. Namun penelitian yang menghubungkan antara variable optimisme dengan succesfull aging hanya

dilakukan oleh Pilling dkk (2012) dengan judul ”Genomics and Successful

Aging: Grounds for Renewed Optimisme?”. Pada penelitian ini membahas

tentang seorang yang menderita diabetes mellitus, Alzheimer, dan prostat, namun lansia tersebut tetap optimisme akan kesembuhan penyakitnya itu sehingga mampu mencapai successful aging. Terdapat beberapa perbedaan pada penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti sekarang, antara lain:

a. Pada penelitian sebelumnya terdapat variable genomics, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan sekarang hanya mengaitkan antara variable optimisme dengansuccessful aging

b. Subjek pada penelitian sebelumnya adalah penderita diabetes mellitus, Alzheimer, dan prostat, sedangkan subjek pada penelitian ini adalah lansia yang sehat.

(26)
(27)

18

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Succesfull Aging

1. PengertianSuccessful Aging

Menurut Suardiman (2011) successful aging adalah suatu kondisi dimana seorang lansia tidak hanya berumur panjang tetapi juga umur panjang dalam kondisi sehat, sehingga memungkinkan untuk melakukan kegiatan secara mandiri, tetap berguna dan memberikan manfaat bagi keluarga dan kehidupan sosial. Kondisi demikian sering disebut sebagai harapan hidup untuk tetap aktif. Sebaliknya orang tidak menghendaki umur panjang, apabila umur panjang ini dilalui dalam keadaan sakit.Sedangkan Havigurst (dalam Ouwehand, 2007) mendefinisikan

successful aging sebagai seseorang yang memiliki perasaan kebahagiaan

dan kepuasaan hidup baik pada masa sekarang maupun masa lalu.”

(28)

perlakuan yang wajar dari lingkungan lansia tersebut, lingkungan yang menghargai hak-hak lansia serta memahami kebutuhan dan kondisi psikologis lansia dan tersedianya media atau sarana bagi lansia untuk mengaktualisasikan potensi dan kemampuan yang dimiliki.

Kesempatan yang diberikan akan memiliki fungsi memelihara dan mengembangkan fungsi-fungsi yang dimiliki oleh lansia. Penelitan terhadap usia lanjut mengungkapkan bahwa rangsangan dapat membantu mencegah kemunduran fisik dan mental. Mereka secara fisik dan mental tetap aktif dimasa tua tidak terlampau menunjukkan kemunduran fisik dan

mental dibanding dengan mereka yang menganut filsafat “kursi goyang”

terhadap masalah usia tua dan menjadi tidak aktif karena kemampuan-kemampuan fisik dan mental mereka sedikit sekali memperoleh rangsangan (Hurlock, 2004)

(29)

20

indikator sosial, yaitu fungsi fisik, fungsi kognitif, fungsi kepribadian dan adanya dukungan sosial dari keluarga dan lingkungan.

Dorris (dalam Hamidah dan Aryani, 2012) mengatakan bahwa successful aging adalah kondisi yang tidak ada penyakit, artinya secara fisik sehat, aman secara finansial, hidupnya masih produktif, mandiri dalam hidupnya, mampu berpikir optimis dan positif dan masih aktif dengan orang lain yang dapat memberikan makna dan dukungan secara sosial dan psikologis dalam hidupnya. Secara lebih mendasar dapat dikatakan bahwa successful aging adalah kondisi yang seimbang antara aspek lingkungan, emosi, spiritual, sosial, fisik, psikologis dan budaya.

(30)

dan aktivitas yang produktif (yang dibayar ataupun tidak) yang dapat menciptakan nilai-nilai sosial (Papalia, 2004)

Lansia yang sukses (successful agers) cenderung memiliki dukungan sosial baik emosional maupun material yang dapat membantu kesehatan mental, dan sepanjang mereka merasa aktif dan produktif maka mereka tidak akan merasa sebagai orang yang sudah tua (Papalia, 2004).

Menurut pengertian yang telah dijelaskan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa pengertian successful aging bisa diartikan sebagai kondisi fungsional lansia berada pada kondisi maksimum atau optimal, yang tercegah dari berbagai penyakit serta memiliki fungsi kognitif yang tinggi, sehingga memungkinkan lansia bisa menikmati masa tua dengan penuh makna, membahagiakan, berguna dan berkualitas serta tetap berperan aktif dalam kegiatan sosial.

2. Aspek-aspekSuccessful Aging

Lawton (dalam Weiner, 2003) memaparkan successful aging dalam 4 (empat) aspek yaitu meliputi :

a. Functional well

(31)

22

fungsional fisik dan kognitif yang tinggi dan terlibat aktif dalam kehidupan.

b. Psychological well-being.

Kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, mempunyai kepuasaan hidup dan tidak ada gejala-gejala depresi. c. Selection optimatization compensation.

Model SOC merupakan model pengembangan yang mendefinisikan proses universal regulasi perkembangan. Proses ini bervariasi fenotipe biasanya, tergantung pada konteks sosio-historis dan budaya, domain fungsi (misalnya, hubungan sosial fungsi kognitif), serta pada tingkat analisis (misalnya, masyarakat, kelompok, atau tingkat individu). Mengambil perspektif aksi-teoretis, seleksi, optimasi, dan kompensasi mengacu pada proses pengaturan, mengejar, dan memelihara tujuan pribadi.

d. Primary and Secondary Control

(32)

konsistensi antara perilaku dan peristiwa di lingkungan.Hal ini disebut sebagai primary control.Sedangkan secondary control merujuk kepada kemampuan seseorang untuk mengatur keadaan mental, emosi dan motivasi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhisuccessful aging

Berk (dalam Suardiman, 2011) mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaiansuccessful aging:

a. Optimisme

b. Perasaan efikasi diri dalam meningkatkan kesehatan dan fungsi baik. c. Optimisasi secara selektif dengan kompensasi untuk membangun

keterbatasan energi fisik dan sumber kogntif sebesar besarnya.

d. Penguatan konsep diri yang meningkatkan penerimaan diri dan pencapaian harapan.

e. Memperkuat pengertian emosianal dan pengaturan emosianal diri, yang mendukung makna, menghadirkan ikatan sosial.

f. Menerima perubahan, yang membantu perkembangan kepuasaan hidup.

(33)

24

h. Kontrol pribadi dalam hal ketergantungan dan kemandirian. Kualitas hubungan yang tinggi, memberikan dukungan sosial dan persahabatan yang menyenangkan.

Sedangkan menurut Budiarti (2010) terjadinya penuaan yang sukses (successful aging) karena terdapat beberapa faktor yang saling berkaitan, antara lain:

a) Faktor fisik dan kesehatan

Pola hidup yang sehat akan membuat keadaan fisik dan kesehatan lanjut usia tetap terjaga. Pola hidup sehat yang dimaksud yaitu mengontrol pola makan, seperti menghindari makanan yang menyebabkan penyakit, mengkonsumsi nutrisi dan vitamin bagi kesehatan tubuh, rutin melakukan check-upkesehatan serta aktif dalam melakukan kegiatan olah raga untuk menjaga kesehatan fisik.

b) Faktor aktivitas

Lanjut usia mampu memanfaatkan waktu luang mereka dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang disenangi seperti aktif di kegiatan lingkungan, membantu anak-anak belajar mengaji ataupun menjadi guru les akan membuat lanjut usia merasa masih berguna baik untuk dirinya maupun orang lain.

c) Faktor psikologis

(34)

menyelesaikan per-masalahan pada dirinya serta tercapainya tujuan dan memaknai hidup dengan baik akan membuat lanjut usia menjalani usia senjanya dengan perasaan optimis.

d) Faktor sosial

Dengan adanya dukungan baik dari keluarga maupun lingkungan kepada lanjut usia untuk tetap melakukan segala kegiatan di lingkungannya akan membuat lanjut usia merasa diakui atau dihargai.

e) Faktor religiusitas

Rutinitas yang dilakukan lanjut usia untuk menjalankan ibadah serta mengikuti kegiatan keagamaan merupakan salah satu bentuk adanya keyakinan yang kuat akan campur tangan Tuhan atas apa yang diperolehnya dalam menjalani hidup.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi successful aging adalah lansia yang dapat menjaga pola hidup sehat, memiliki optimisme, memiliki control diri yang baik, dukungan sosial, dan penerimaan diri.

4. Teori-teori TentangSuccessful Aging

(35)

26

mendeskripsikan tentang usia lanjut berhasil yang dikemukakan oleh beberapa ahli:

a. Teori yang pertama adalah teori disengangement yang diajukan oleh Cumming dan Henry (dalam Ouwehand, 2007) semakin tinggi usia manusia akan diikuti secara berangsur-angsur oleh semakin mundurnya interaksi sosial, fisik dan emosi dengan kehidupan dunia. Terdapat satu proses saling menarik diri atau pelepasan diri, baik individu dari masyarakat maupun masyarakat dari individu. Individu mengundurkan diri karena kesadarannya akan berkurangnya kemampuan fisik maupun mental yang dialami, yang membawanya secara berangsur-angsur kepada konsisi fisik tergantung, baik fisik maupun mental. Sebaliknya masyarakat menarik diri karena lansia memerlukan orang yang lebih muda, yang lebih mandiri untuk mengganti bekas jejak orang yang lebih tua. Teori ini berpendapat bahwa adalah hal yang normal dan bahkan dirasa perlu bagi seseorang untuk mengundurkan diri dari masyarakat ketika usia lanjut.

(36)

tetap aktif, baik secara fisik, mental maupun sosial akan melakukan penyesuaian yang lebih baik seiring dengan bertambahnya usianya. c. Teori lain yang menjelaskan usia lanjut berhasil adalah teori

kesinambungan (continuity) yang dikemukakan oleh Atchley (dalam Suardiman, 2010). Seseorang yang sukses saat lansia adalah yang mampu mengatur beberapa kontinuitas, atau hubungan dengan masa lalu atau masa sebelumnya dalam struktur kehidupan mereka baik internal atau eksternal. Struktur internal termasuk di dalamnya adalah pengetahuan, harga diri, dan perasaannya tentang sejarah personal oleh Erikson hal ini disebut “ego integrity” struktur eksternal termasuk di dalamnya adalah peran, hubungan dengan orang lain, aktivitas dan sumber-sumber dukungan sosial atau lingkungan fisik.

(37)

28

B. Optimisme

1. Pengertian Optimisme

Seligman (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010) menyatakan bahwa optimisme adalah suatu pandangan secara menyeluruh, melihat hal yang baik, berfikir positif, dan mudah memberikan makna bagi diri. Menurut Carver & Scheier (dalam Synder & Lopez, 2005) individu yang optimis merupakan individu yang mengira akan terjadi hal-hal baik pada diri mereka dan individu yang pesimis adalah individu yang mengira akan terjadi hal-hal buruk pada diri mereka.

(38)

Misalnya, pasien yang mempunyai pikiran lebih pesimis selama masa sakitnya akan lebih menderita dan distress.

Individu yang optimis dan individu yang pesimis memiliki perbedaan dalam beberapa cara yang berpengaruh besar dalam hidup mereka. Perbedaan mereka terletak pada cara pendekatan dalam menghadapi masalah dan tantangan yang mereka alami, dan mereka berbeda dalam tata cara serta kesuksesan dalam mengatasi permasalahan hidup. Individu yang optimis memiliki kecenderungan untuk menganggap bahwa seluruh masalah dapat terselesaikan, baik dengan satu cara maupun cara lainnnya. Mereka juga memiliki keyakinan dan kegigihan dalam menghadapi suatu masalah. Di lain pihak, individu yang pesimis memiliki kecenderungan untuk mengantisipasi kemungkinan bertambah buruknya masalah, dan mereka juga cenderung ragu-ragu dalam menghadapi masalah yang mereka alami (Carver & Scheier, dalam Synder & Lopez, 2005).

(39)

30

individu bahwa peristiwa buruk atau kegagalan hanya bersifat sementara, tidak mempengaruhi semua aktivitas dan bukan mutlak disebabkan diri sendiri tetapi bisa situasi, nasib atau orang lain. Ketika mengalami peristiwa yang menyenangkan individu yang optimis akan berkeyakinan bahwa peristiwa tersebut akan berlangsung lama, mempengaruhi semua aktivitas yang lain dan disebabkan dirinya sendiri. Sebaliknya pesimisme adalah kecenderungan individu untuk berkeyakinan bahwa peristiwa buruk akan berlangsung lama, mempengaruhi semua aktivitas dan disebabkan oleh diri sendiri. Ketika mengalami peristiwa menyenangkan individu yang pesimis akan berkeyakinan bahwa peristiwa yang dialami hanya sementara, tidak mempengaruhi aktivitas yang lain dan disebabkan oleh situasi atau orang lain.

Menurut pengertian yang telah dijelaskan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa optimisme adalah sikap individu yang memiliki keyakinan akan terjadi hal-hal baik dimasa yang mendatang, bertanggung jawab penuh atas hidup, membangun cinta kasih dalam hidup, dan selalu berfikir positfi dan relistis.

2. Aspek-aspek Optimisme

Seligman (2006) mengemukakan ada tiga macam aspek optimisme, yaitupermanence, pervasiveness dan personalization.

(40)

Aspek ini menggambarkan bagaimana individu melihat peristiwa bersifat sementara (tempory) atau menetap (permanent).Orang-orang yang pesimis melihat peristiwa yang buruk sebagai sesuatu yang menetap dan mereka cenderung menggunakan kata-kata “selalu” dan “tidak pernah”.Sebaliknya orang yang optimis melihat peristiwa buruk

sebagai suatu hal yang bersifat sementara.Sementara orang pesemis melihat suatu yang buruk sebagai suatu hal yang permanen.

b. Pervasiveness

Aspek ini menerangkan bagaimana pengaruh peristiwa yang dialami terhadap situasi yang berbeda dalam hidup, yaitu spesifik atau global. Orang yang optimis bila dihadapkan pada kejadian yang buruk akan membuat penjelasan yang spesifik dari kejadian itu. Bila dihadapkan dengan hal-hal baik ia akan menjelaskan hal itu diakibatkan oleh faktor yang universal.

Sementara orang yang pesimis akan melihat kejadian yang baik sebagai suatu hal yang spesifik dan berlaku untuk hal-hal tertentu saja. Bila menemui kejadian buruk, ia akan menjelaskan sebagai suatu hal yang universal.

c. Personalization

(41)

32

menganggap bahwa hal itu terjadi karena faktor dalam dirinya. Sedangkan orang optimis jika di hadapkan dengan hal buruk, maka ia akan menjelaskan bahwa itu terjadi karena factor diluar dirinya.

McClean (dalam Waluyo, 2010) berpendapat bahwa optimisme mengandung tiga aspek antara lain:

a. Time Factor, yaitu menerangkan hal yang berhitungan dengan waktu. b. Space Factor, yaitu menerangkan pengaruhnya terhadap situasi yang

berbeda.

c. Cause Factor, yaitu menerangkan siapa yang menjadi penyebab terhadap peristiwa yang dialami.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa individu yang optimis adalah individu yang mengharapkan akan terjadi hal-hal baik di masa yang mendatang, sedangkan pesimis adalah sikap individu yang mengharapkan akan terjadi hal-hal yang buruk di masa yang akan datang.

3. Ciri-ciri Optimisme

(42)

Sedangkan menurut McGinnis (1995) ciri-ciri orang optimis diantaranya meliputi:

a. Jarang merasa terkejut oleh kesulitan b. Mampu mencari pemecahan masalah

c. Merasa yakin bahwa mampu mengendalikan atas masa depan d. Memungkinkan terjadinya pembaharuan secara teratur

e. Menghentikan pemikiran yang negatif f. Meningkatkan kekuatan apresiasi

g. Menggunakan imajinasi untuk melatih sukses

h. Selalu gembira meskipun sedang tidak merasa bahagia

i. Merasa yakin bahwa memiliki kemampuan yang hampir tidak terbatas untuk di ukur

j. Suka bertukar berita baik

Robinson (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010) menyatakan individu yang memiliki sikap optimis jarang menderita depresi dan lebih mudah menggapai kesuksesan dalam hidup, memiliki kepercayaan, dapat berubah ke arah yang lebih baik, adanya pemikiran dan kepercayaan mencapai sesuatu yang lebih dan selalu berjuang dengan kesadaran penuh.

(43)

34

tentang hakikat kesalahan. Mereka melihat kesalahan sebagai papan loncatan untu belajar. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa orang optimis yaitu orang yang merasa mampu mengatasi setiap masalah fisik maupun psikologis yang menimpanya berdasarkan pandangannya yang selalu positif terhadap suatu masalah.

Seligman (2005) menambahkan bahwa orang-orang yang membuat penjelasan permanen dan universal untuk kejadian bagus, begitu pula penjelasan temporer dan spesifik untuk kejadian buruk, dengan cepat pulih kembali dan dengan mudah kembali melangkah begitu mereka mendapatkan sebuah keberhasilan.

Orang-orang yang memberikan penjelasan temporer dan spesifik untuk keberhasilan, serta penjelasan permanen dan universal untuk kegagalan, cenderung kolaps ketika terkena tekanan pada keduanya dalam waktu yang lama dan menyebar ke berbagai situasi dan jarang aktif kembali. Orang optimis akan menerangkan situasi yang menyenangkan secara internal (diri sendiri yang menyebabkan terjadinya situasi yang menyenangkan).

Sebaliknya orang optimis akan menerangkan situasi yang tak menyenangkan secara eksternal (orang lain atau lingkungan yang menyebabkan terjadinya situasi tak menyenangkan). Orang pesimis cenderung menerangkan situasi yang menyenangkan karena orang lain atau

situasi (eksternal) misalnya: “kemampuan teman-teman saya yang

(44)

menerangkan situasi yang tak menyenangkan karena dirinya sendiri (internal).

Berdasarkan uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa orang yang optimis akan memandang suatu kejadian positif sebagai suatu hal yang akan terus terjadi (permanent) meski dalam kondisi apapun (universal), hal ini diakibatkan karena mereka percaya bahwa kejadian positif itu muncul akibat faktor dari dalam dirinya (internal). Sementara bila mereka berhadapan dengan kejadian negatif mereka akan memandangnya sebagai suatu hal yang sementara dan spesifik (hanya pada saat terntentu saja). Hal ini diakibatkan karena mereka percaya bahwa hal yang negatif muncul diakibatkan faktor dari luar dirinya (eksternal).

4. Manfaat Optimisme

Fungsi dan manfaat optimis menurut Ubaedy (2007), dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Sebagai Energi Positif (dorongan)

Untuk menciptakan langkah dan hasil yang lebih bagus dibutuhkan harapan yang baik, memiliki harapan baik akan memunculkan energi dorongan yang lebih baik pula.

b. Sebagai Perlawanan

(45)

36

optimisme kuat biasanya punya perlawanan yang kuat untuk menyelesaikan masalah.Sebaliknya, orang dengan optimisme rendah (pesimis), biasanya punya tingkat perlawanan yang lebih lemah, cenderung lebih lemah menyerah pada realitas ketimbang memperjuangkannya.

c. Sebagai Sistem Pendukung

Optimisme juga berfungsi sebagai sistem pendukung. Kalau seseorang menginginkan keberhasilan, maka ia akan berhasil, punya kemauan untuk berhasil, punya sikap yang dibutuhkan untuk berhasil, dan melakukan hal-hal yang dibutuhkan untuk keberhasilan itu maka logikanya ia akan berhasil.

Sedangkan manfaat itu sendiri, studi sejumlah pakar kesehatan mental menunjukan bahwa orang yang optimis jauh dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh kerusakan emosi, seperti stress, distress, depresi dan lain-lain (Ubaedy, 2007).Selain itu optimisme juga dapat bermanfaat untuk membangkitkan gairah hidup, untuk membangun masa depan yang lebih baik (Tebba, 2006).

(46)

ketidakpercayaan diri terhadap frustasi, depresi maupun ketika individu tersebut dalam menghadapi dan menyelesaikan masalahnya, dapat menjadikan individu tersebut memiliki kesehatan dalam mentalnya sehingga dapat menjauhkan diri dari berbagai penyakit distress, depresi dan kondisi batin yang terpuruk serta kondisi yang dapat menghanyutkan individu tersebut ke dalam realitas buruknya.

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Optimisme

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi optimisme menurut para ahli, yaitu :

a. Pesimis, banyak orang yang menyatakan mereka ingin bisa lebih positif, tetapi berfikir mereka terkutuk dengan sifat pesimistik, dan untuk dapat mengubah dirinya dari pesimis menjadi optimis dapat melalui rencana tindakan yang ditetapkan sendiri (McGinnis, 1995) b. Pengalaman bergaul dengan orang lain, kemampuan untuk mengagumi

dan menikmati hal pada diri orang lain merupakan daya yang sangat kuat, sehingga dapat membantu mereka memperoleh optimisme (Clark dalam McGinnis, 1995)

(47)

38

d. Explanatory style yang menjadi petunjuk seseorang cenderung optimis atau pesimis dipengaruhi oleh genetika, orang tua, guru, media dan trauma (Carver & Scheier, dalam Synder & Lopez, 2005).

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi optimisme seseorang adalah mereka yang memiliki kepercayaan diri yang rendah, lingkungan pergaulan yang tidak baik, selalu memiliki prasangka yang tidak baik untuk dirinya maupun dengan orang lain.

C. Lansia

1. Pengertian Lansia

(48)

banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua sering kali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat.

Neugarten (dalam Azizah, 2011) masa tua adalah masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lansia bukanlah kelompok orang yang homogen.Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti. Ada juga lansia yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.

(49)

40

terus-menerus (berlanjut) secara alamia. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami semua makhluk hidup, (Nugroho dalam Azizah, 2000). Para ahli sosial yang mengkhususkan pada studi aging (Papalia & Olds, 2004) menunjuk pada tiga kelompok dewasa akhir, yaituthe “young” ,“old old”,

dan “oldest old” Biasanya ditujukan pada orang yang berusia 65-74 tahun,

yang biasanya aktif, vital, dan bersemangat.The old old, usia 75-84 tahun, danthe oldest old, usia 85 tahun ke atas, adalah kemungkinan lebih besar menjadi lemah dan mempunyai kesulitan melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Klasifikasi yang berarti lebih adalahfunctional age, seberapa baik fungsi orang itu dalam hal fisik dan lingkungan sosialnya dibandingkan dengan orang lain yang sama usia kronologisnya.

Santrock (2004) menyebutkan bahwa beberapa ahli perkembangan membedakan antara orang tua muda atau usia tua (usia 65-74 tahun) dan orang tua yang tua atau usia tua akhir (75 tahun atau lebih). Secara pasti seseorang yang telah memasuki masa lansia akan mengalami kemunduran kemampuan fisik hal ini akan berpengaruh terhadap kemampuan lansia untuk bergaul dengan masyarakat luas, seiring dengan menurunnya perhatian masyarakat luas terhadap individu lansia maka perhatian dari lingkungan dekatpun makin lama makin turun, maka akan berpengaruh terhadap diri pribadi lansia menjadi semakin kompleks.

(50)

kehidupan manusia dengan rentang umur 60 tahun keatas, dengan cirri-ciri mengalami kemunduran psikis dan fisik, mengalami penurunan daya kemampuan untuk hidup dan kepekaan secara individual.

2. Tahap Perkembangan Umur

Dalam tahap perkembangannya umur manusia dibagi menjadi tiga kriteria umum yaitu umur kronologis, umur biologis, umur psikologis. a. Umur kronologis, umur yang dihitung dari jumlah tahun yang sudah

dilewati seseorang.Ini adalah umur yang umum di kenal misalnya 50 tahun, 60 tahun dan sebagainya.

b. Umur biologis, umur yang ditentukan berdasarkan kondisi tubuh. Hal ini dapat terjadi jika seseorang menjadi tua karena merasa tua.

c. Umur psikologis, umur yang diukur berdasarkan sejauh mana kemampuan seseorang yang sudah berusia 80 tahun tapi merasa lebih muda dari orang yang umurnya berada dibawah umurnya.

(51)

42

56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Demikian juga batasan lansia yang tercantum dalam Undang-Undang No.4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa lansia adalah yang berumur 56 tahun ke atas.

(52)

Sebaliknya jika organ tubuhnya sakit padahal usianya masih muda itu artinya usia biologisnya lebih tua dari usia sebenarnya. Tidak seperti usia kronologis, usia biologis dapat diubah menjadi lebih baik (lebih muda) atau lebih buruk (lebih tua). Individu bisa muda dan memiliki usia biologis yang tinggi, atau di 50-an tahun tetapi memiliki usia biologis 20 tahun. Usia biologis pada dasarnya adalah ukuran vitalitas batin dan energi. Semakin tinggi tingkat vitalitas seseorang maka semakin rendah usia biologisnya. Hidup sehat dan mampu mengendalikan stres dapat membuat usia biologisnya seseorang selalu muda meski usia kronologisnya sudah tidak muda lagi.

Usia psikologis seseorang berkisar pada keterampilan psikologis atau kejiwaan dan mekanisme individu ketika dalam menangani stres atau masalah. Usia psikologis juga tidak selalu sama dengan usia kronologis ataupun usia biologis. Orang yang gampang marah dan selalu meledak-ledak, emosional, gampang tersinggung diartikan sebagai usia psikologis yang muda. Usia psikologis muda identik dengan umur anak-anak yang tidak mampu menguasai emosinya. Jadi usia psikologis bagi lansia ditinjukkan dengan kemampuan lansia untuk menjadi apa yang seharusnya.

3. Perubahan-perubahan Periode Lansia

(53)

44

a. Perubahan fisik, meliputi perubahan penampilan, perubahan bagian tubuh, perubahan fungsi fisiologis, perubahan panca indera dan perubahan seksual.

b. Perubahan kemampuan motorik. Hurlock (2004) menambahkan bahwa terjadi juga perubahan- perubahan pada kemampuan motorik di usia lanjut, meliputi kekuatan, kecepatan, kemampuan belajar keterampilan baru, kelakuan.

c. Perubahan kemampuan mental. Perubahan mental pada lansia, terdiri dari perubahan ingatan.Kenangan (memory) terdiri dari kenangan jangka panjang (berjam–jam sampai berhari–hari yang lalu mencakup beberapa perubahan), dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit, kenangan buruk).Perubahan–perubahan mental pada lansia berkaitan dengan 2 hal yaitu kenangan dan intelegensia. Lansia akan mengingat kenangan masa terdahulu namun sering lupa pada masa yang baru, sedangkan intelegensia tidak berubah namun terjadi perubahan dalam gaya membayangkan. (Nugroho dalam Azizah, 2011).

d. Perubahan minat. Seperti perubahan fisik, mental dan gaya hidup pada orang-orang yang berusia lanjut, juga terjadi perubahan minat dan keinginan yang tidak dapat dihindari.

(54)

menikmati hal ini dalam hidup, tetapi yang diharapkan adalah kebalikannya.Pensiun sering diasosiasikan dengan kehilangan seperti penghasilan, peran, kerugian, dan harga diri.(Nugroho dalam Azizah, 2011).

Pada umumnya setiap orang menginginkan umur panjang. Setiap ulang tahun doa yang dipanjatkan juga menyebut semoga panjang umur. Bagi usia lanjut yang diperlukan bukan hanya umur panjang, tetapi juga kondisi sehat yang memungkinkan untuk melakukan kegiatan secara mandiri tetap berguna dan memberikan manfaat bagi keluarga dan kehidupan sosial. Kondisi demikian sering disebut sebagai harapan hidup untuk tetap aktif (active live expectancy) sebaliknya orang tidak menghendaki umur panjang apabila umur panjang itu dilalui dengan keadaan sakit.

(55)

46

keluarga yang lain. Kemunduran dari segi sosial ditandai dengan kehilangan jabatan atau posisi tertentu dalam sebuah organisasi atau masyarakat, yang telah menempatkan dirinya sebagi individu dengan status terhormat, dihargai, memiliki pengaruh, dan didengarkan pendapatnya.Sekalipun mengalami kemunduran pada beberapa aspek kehidupannya, bukan berarti lansia tidak bisa menikmati kehidupannya.Lansia pasti memiliki potensi yang bisa dimanfaatkan untuk mengisi hari-harinya dengan hal-hal yang bermanfaat dan menghibur.Banyak lansia yang masih potensial serta memiliki energi dan semangat untuk berprestasi.

(56)

Successful aging merupakan kondisi yang optimal dimana para lansia bebas dari penyakit fisik maupun penyakit mental serta aktif di dalam kehidupan sosial sehari-hari.Successful aging yaitu keadaan lansia yang tercegah dari berbagai penyakit serta tetap berperan aktif dalam kehidupan dan memelihara fungsi fisik dan kognitif yang tinggi. Artinya, para lansia masih dapat bekerja aktif terutama pada sektor informal (productive aging), berbagai pengalaman dalam kebijaksanaan pendalaman spiritual dan kehidupan (consious aging) serta mengoptimalkan kesempatan dalam keikutsertaan program kesehatan dan kesejahteraan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia (active aging).

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pencapaian successful aging pada lansia, diantaranya optimisme, dukungan keluarga, optimasi, dan hubungan dengan lingkungan. McGinnis (1995) menyatakan bahwa individu yang optimis adalah individu yang bertindak karena mereka yakin bahwa mereka mempunyai pengendalian yang besar sekali atas masa depan mereka. Sedangkan menurut Segerestrom (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010) optimisme adalah cara berfikir positif dan realistis dalam memandang suatu masalah.

Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Pilling (2012) dengan judul “Genomics and Successful Aging: Grounds for Renewed Optimisme?”. Penelitian tersebut membahas tentang seorang penderita

(57)

48

menjadi penghalang.Bagi dirinya untuk melakukan kegiatan seperti biasanya.Penderita tersebut memiliki optimis yang tinggi, sehingga penyakit tersebut tidak berpengaruh pada kehidupannya.Dari optimis yang dimiliki oleh pasien, maka pasien tersebut mampu mencapaisuccessful aging.

Salah satu faktor internal yang sangat mempengaruhi pencapaian successful aging pada lansia adalah optimisme. Optimisme akan mempengaruhi pola fikir lansia yang berdampak pada kegiatan sehari-hari lansia. Bagi lansia yang memiliki tingkat optimisme tinggi, maka lansia tersebut tidak akan merasa rendah diri walaupun terjadi banyak kemunduran dalam dirinya. Lansia tersebut akan terus semangat menjalani hidupnya. Berbeda dengan lansia yang memiliki tingkat optimis yang rendah atau cenderung pesimis. Bagi lansia tersebut, hidupnya sudah tidak berharga lagi, dan kemunduran-kemunduran yang terjadi akan membuatnya merasa rendah diri.

(58)

Sedangkan menurut Ubaedy (2007) optimisme memiliki dua pengertian. Pertama, adalah doktrin hidup yang mengajarkan kita untuk meyakini adanya kehidupan yang lebih baik.Kedua, optimisme berarti kecenderungan batin untuk merencanakan aksi untuk mencapai hasil yang lebih bagus atau meyakini adanya kehidupan yang lebih baik dan keykinan itu kita jadikan sebagai bekal untuk meraih hasil yang lebih baik.

Individu dikatakan optimis jika ia memiliki ciri-ciri kehidupannya didominasi oleh pikirannya yang positif, berani mengambil resiko, setiap mengambil keputusan penuh dengan keyakinan dan kepercayaan diri yang mantap. Apabila individu yang memasuki masa lansia tidak memiliki optimisme maka akan muncul rasa putus asa, terkucilkan ketegangan, tekanan batin, rasa kecewa dan ketakutan yang menggangu fungsi fungsi organik dan psikis, sehingga mengakibatkan macam-macam penyakit. Penyakit yang muncul bisa berupa penyakit fisik dan psikis, sehingga akan mempengaruhi pencapaiansuccessful aging pada lansia.

E. Landasan Teoritis

(59)

50

Tuntutan dan perubahan yang dialami lansia menyebabkan munculnya berbagai masalah.Kondisi khas yang menyebabkan perubahan pada lansia, diantaranya adalah tumbuh uban, kulit mulai keriput, penurunan berat badan, tanggalnya gigi sehingga mengalami kesulitan makan.Selain itu juga muncul perubahan yang menyangkut kehidupan psikologis lansia, seperti perasaan tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan baru, misalnya penyakit yang tidak kunjung sembuh atau kematian pada pasangan. Secara alami proses menjadi tua mengakibatkan para lansia mengalami perubahan fisik dan mental, yang mempengaruhi kondisi ekonomi dan sosialnya (Jumita, 2011).

(60)

tetap merasa sehat baik fisik maupun psikis. Kondisi lansia seperti ini disebut sebagaisuccessful aging.

Baltes dan Baltes (1990) menjelaskan bahwa successful aging sebagai perpaduan antara fungsi-fungsi biologis (kesehatan dan daya tahan tubuh), fungsi-fungsi psikologis (kesehatan mental) dan aspek-aspek positif seseorang sebagai manusia (kompetensi sosial, kontrol diri, dan kepuasan hidup).

Konsepsuccessfulagingdari Baltes dan Baltes dikenal dengan model SOC yaitu Selection, Optimization dan Compensation. Model ini berasumsi bahwa setiap individuselalu berada di dalam proses adaptasi secara kognitif yang terjadi secara terusmenerussepanjang hidupnya, dan bahwa dalam kehidupan seseorang akan selaluterdapat perubahan, baik dalam makna maupun tujuan hidup.

Pencapaiansuccessful agingpada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor fisik dan kesehatan, faktor aktivitas, faktor psikologis, faktor social, dan faktor religiusitas.Salah satu faktor psikologis yang mempengaruhi successful agingadalah optimisme (Budiarti, 2010). Sikap-sikap positif pada lanjut usia seperti menyadari akan segala kekurangan yang ada dalam dirinya, mampu menghadapi serta menyelesaikan per-masalahan pada dirinya serta ter-capainya tujuan dan memaknai hidup dengan baik akan membuat lanjut usia menjalani usia senjanya dengan perasaan optimis.

(61)

52

satunya yaitu optimisme. Berk menjelaskan bahwa optimisme yang dimiliki oleh lansia akan meningkatkan kesehatan fisik lansia, sehingga lansia tersebut tidak mudah merasa sakit.

Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Pilling (2012) dengan judul “Genomics and Successful Aging: Grounds for Renewed Optimisme?”. Penelitian tersebut membahas tentang seorang penderita diabetes mellitus tipe 2, Alzheimer, prostat.Namun penyakit tersebut tidak menjadi penghalang.Bagi dirinya untuk melakukan kegiatan seperti biasanya.Penderita tersebut memiliki optimis yang tinggi, sehingga penyakit tersebut tidak berpengaruh pada kehidupannya.Dari optimis yang dimiliki oleh pasien, maka pasien tersebut mampu mencapaisuccessful aging.

Menurut Ubaedy (2007) optimisme memiliki dua pengertian. Pertama, adalah doktrin hidup yang mengajarkan kita untuk meyakini adanya kehidupan yang lebih baik.Kedua, optimisme berarti kecenderungan batin untuk merencanakan aksi untuk mencapai hasil yang lebih bagus atau meyakini adanya kehidupan yang lebih baik dan keykinan itu kita jadikan sebagai bekal untuk meraih hasil yang lebih baik.

(62)

Lansia yang memiliki optimisme tinggi, akan cenderung aktif melakukan aktivitas dan merasa tidak ada tekanan dalam kondisi barunya sehingga mampu mencapai successful aging. Berbeda dengan lansia yang memiliki optimisme yang rendah atau bahkan tidak memiliki optimisme. Lansia yang tidak memiliki optimisme, akan susah menyesuaikan diri dengan kondisi barunya. Berbagai kemunduran yang dialami akan membuat lansia tersebut merasa tidak berguna lagi, dan menjadikan lansia tersebut malas untuk beraktivitas.

[image:62.612.132.537.275.526.2]

X = Optimsme

Gambar 1. Hubungan antara optimisme dengansuccessful agingpada lansia

F. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan diatas, maka

dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah “Terdapat hubungan

positif antara optimisme dengan successful aging pada lansia”.Artinya,

semakin tinggi optimisme yang dimiliki oleh lansia, maka successful aging yang di capai juga semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah optimisme yang dimiliki lansia, maka semakin successful aging yang dicapai juga semakin rendah.

(63)

54

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Variable dan Definisi Operasional 1. Variable Penelitian

a. Variable Y : Successful Aging b. Variable X : Optimisme

2. Definisi Operasional Variable

Dalam Penelitian ini akan dikemukakan definisi operasional sebagai batasan mengenai persepsi terhadap optimisme dan successful aging. Berikut penjelasannya:

a. Successful Aging

(64)

yang dikemukakan oleh Weiner (2003), antara lain functional well, psychological well-being, selection optimization compentation, primary and secondary control.

b. Optimisme

Optimisme adalah sikap individu yang memiliki keyakinan akan terjadi hal-hal baik dimasa yang mendatang, bertanggung jawab penuh atas hidup, membangun cinta kasih dalam hidup, dan selalu berfikir positfi dan relistis. Optimisme akan diukur menggunakan skala optimisme. Skala optimisme disusun berdasarkan aspek yang telah diungkapkan oleh Seligman (2006), antara lain permanence, pervasiveness,danpersonalization.

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi

(65)
[image:65.612.138.530.144.546.2]

56

Tabel 1

Data Penduduk Lansia Desa Becirongengor

No Umur Jenis Kelamin Jumlah

Perempuan Laki-laki

1 61 – 70

tahu

86 123 209

2 >70 tahun 79 53 132

Jumlah 341

Sumber Data : Sekretariat Desa Becirongengor Tahun 2017

Berdasarkan table 1 diperoleh penjelasan bahwa jumlah penduduk berusia 61-70 tahun sebanyak 209 orang, dan yang berusia diatas 70 tahun sebanyak 132 orang.

2. Sampel dan Teknik Sampling

(66)

Teknik pengambilan data sampel ini biasanya didasarkan oleh pertimbangan tertentu, misalnya keterbatasan waktu, tenaga dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh. Adapun cara dalam penentuan sampel, penulis menggunakan cara purposive sampling. Hal ini dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Dalam buku Metode Penelitian oleh Sugiyono (2008) menjelaskan bahwa purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam hal ini penulis mengambil sampel berdasarkan pengamatan dilapangan terhadap lansia yang tinggal di Desa Becirongengor, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidosrjo.

Berdasarkan buku Prosedur Penelitian oleh Arikunto (2010) menjelaskan bahwa syarat – syarat yang harus dipenuhi dalam menentukan sampel berdasarkan tujuan tertentu, yaitu:

a. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri–ciri, sifat–sifat atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri–ciri pokok populasi. b. Subjek yang diambil sebagai sampel benar–benar merupakan subjek

yang paling banyak mengandung ciri–ciri yang terdapat pada populasi.

(67)

58

Berdasarkan pendapat diatas, maka pengambilan sampel pada penelitian ini adalah lansia yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Laki-laki dan perempuan, untuk mengetahui tingkat successful aging dari masing-masing jenis kelamin.

b. Berumur 65-70 tahun dengan alasan lansia pada rentang usia tersebut masih bisa membaca dan menulis, sehingga peneliti tidak kesulitan untuk penggalian data.

c. Penduduk asli Desa Becirongengor, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo supaya data yang diperoleh sesuai dengan sasaran peneliti.

C. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan peneliti untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan. Pemilihan skala didasarkan pada pernyataan Saifuddin Azwar (2012) bahwa data yang diungkap oleh skala psikologi adalah deskripsi mengenai aspek kepribadian individu. Subjek diminta untuk memilih salah satu dari alternatif-alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaan dirinya.

(68)

bersangkutan, skala psikologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala optimisme dan skalasuccessful aging.

1. Optimisme

[image:68.612.139.528.232.596.2]

Skala optimisme digunakan untuk mengetahui gambaran dan tingkat optimisme yang ada pada lansia. Skala optimisme disusun berdasarkan aspek yang telah dikemukakan oleh Seligman (2006), antara lain permanence, pervasiveness, personalization.Skala disusun dengan 4 jawaban yang terdiri dari Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), Sangat Setuju (SS). Subjek diminta untuk memilih salah satu pilihan yang sesuai dengan dirinya mengenai pernyataan yang disebutkan dalam skala. Pedoman pemberian skor pada pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 2.

Kriteria Skor Skala Optimisme

Respon F UF

Sangat Tidak Setuju

1 4

Tidak Setuju 2 3

Setuju 3 2

(69)
[image:69.612.142.524.143.551.2]

60

Tabel 3.

Blue Print Skala Optimisme

2. SkalaSuccessful Aging

Skala successful aging digunakan untuk mengetahui gambaran dan tingkat successful aging yang ada pada lansia. Skala successful aging disusun berdasarkan aspek yang telah dikemukakan oleh Weiner (2003), antara lain functional well, psychological well-being, selection optimization compentation, primary and secondary control.

Skala disusun dengan 4 jawaban yang terdiri dari Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), Sangat Setuju (SS). Subjek diminta untuk memilih salah satu pilihan yang sesuai dengan dirinya mengenai pernyataan yang disebutkan dalam skala. Pedoman pemberian skor pada pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut.

Aspek Item Jumlah

F UF

Permanence (lama waktu) 5,6,7,18,2 3, 29 2,11,12,19, 24, 30 12 Pervasiveness (pengaruh)

3, 4, 13 8,20,21 6

(70)
[image:70.612.138.517.132.544.2]

Tabel 4.

Kriteria Skor Skala Successful Aging

Respon F UF

Sangat Tidak Setuju

1 4

Tidak Setuju 2 3

Setuju 3 2

Sangat Setuju 4 1

Tabel 5.

Blue Print SkalaSuccessful Aging

Aspek Item Jumlah

F UF

Functional well 2, 3, 4, 7 1, 5, 6, 8 8 Psychologycal well-being 22, 23,

24, 27,29

21 ,25,, 28, 26,30

10

Selection, Optimization, competation

10, 11,12 9, 13, 14 6 Primary and secondary

control

15,17,20 16,18,19 6

Jumlah 30

D. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

(71)

62

(Azwar, 2015 ). Validitas masing-masing item pernyataan dapat dilihat dari nilai corrected item-total correlation pada masing-masing item melalui output SPSS 16.00

a. Uji Validitas Instrumen

[image:71.612.138.532.227.580.2]

Uji validitas instrumen dilakukan pada dua jenis skala yang digunakan dalam penelitian yaitu uji validitas skala optimism dan uji validitas skala successful aging. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson. Pada skala optimism, dari 30 item yang di uji cobakan, terdapat 27 item yang valid sedangkan 14 item yang lainnya tidak valid. Nomor item skala optimism yang tidak valid bias dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6.

Blue Print Setelah Try Out Skala Optimisme

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa dari 30 item skala optimism ada 27 item yang valid dengan kriteria angka valid > 0.3, yaitu item nomor 1, 2 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 28. 29, 30. Item-item yang valid itulah yang dijadikan alat ukur

Aspek Item Jumlah

F UF

Permanence (lama waktu)

5,6,7,1,23, 29

2,11,12,19, 24, 30

11 Pervasiveness

(pengaruh)

3, 4, 13 8,21 5

(72)

untuk penelitian dari uji reliabilitas item yang valid pada skala optimisme.

[image:72.612.137.528.227.560.2]

Sedangkan pada skala successful aging, dari 60 item yang diuji cobakan, terdapat 28 item yang valid sedangkan 2 item lainnya tidak valid. No item yang valid dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7,

Blue Print Setelah Try Out SkalaSuccessful Aging

Aspek Item Jumlah

F UF

Functional well 2, 4, 7 1, 5, 6, 8 7

Psychologycal well-being

22, 23, 24, 27,29

21 ,25, 28, 26,30

10

Selection, Optimization, competation

10, 11,12 9, 13, 14 6

Primary and

secondary control

17,20 16,18,19 5

Jumlah 28

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa dari 30 item skalasuccessful aging ada 28 item yang valid dengan kriteria angka valid > 0.3, yaitu item nomor 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28. 29, 30. Item-item yang valid itulah yang dijadikan alat ukur untuk penelitian dari uji reliabilitas item yang valid pada skala successful aging.

2. Reliabilitas

(73)

64

apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa reliabilitas adalah sejauh mana instrumen menghasilkan pengukuran yang relatif sama meskipun dilakukan dalam waktu yang berbeda. Dalam penelitian ini untuk menguji reliabilitas rumus yang digunakan adalah Alpha Cronbach. Data ini diperoleh dari satu kali pengujian. Berikut ini adalah tabel uji reliabilitas skala optimism dansuccessful aging:

[image:73.612.139.529.220.613.2]

a. Reliabilitas Skala Optimisme Tabel 8.

Reliabilitas Tryout Optimisme

Suatu konstruk atau variable dikatakan reliable jika memiliki nilai cronbach alpha > 0,361. Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,361. Hal ini berarti ke 27 item tersebut dapat

Gambar

Gambar 1. Hubungan antara optimisme dengan successful aging pada lansia
  Tabel 1Data Penduduk Lansia Desa Becirongengor
Tabel 2.Kriteria Skor Skala Optimisme
  Tabel 3.Blue Print Skala Optimisme
+7

Referensi

Dokumen terkait

PERAN PEREMPUAN DALAM NOVEL ANAK INDONESIA: REKOMENDASI KECIL SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMBANGUN KARAKTER ANAK BANGSA. Purwati

perubahan ini batu-bata digunakan sebagai dinding. Semen pada fase perubahan ini mulai dari pembuatan fondasi yang digunakan sebanyan 30 karung. Sedangkan untuk

Pengembangan pertanian organik dengan sistem integrasi di Desa Antapan dilaksanakan secara bertahap, mulai dari sosalisasi, penyuluhan/pelatihan pembuatan pupuk organik

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sirait (2015) yang berjudul Strategi Mekanisme Koping Orang Tua yang memiliki Anak dengan Retardasi Mental

Tujuan dari penelitian ini yaitu ingin menganalisis kejadian stunting, pengetahuan gizi ibu, pendidikan ibu, pendapatan keluarga, riwayat ASI Eksklusif dan riwayat

Dua model prediksi tersebut dapat digunakan dalam memprediksi kebangkrutan, tetapi dari yang telah diteliti model prediksi kebangkrutan yang lebih tepat digunakan

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada variabel independen yang digunakan, jika dalam penelitian terdahulu menggunakan variabel independen

Dalam pelaksanaan Promosi di Objek Wisata Danau Bandar Khayangan Lembah Sari Kota Pekanbaru dalam bentuk advertising, personal selling, sales promotion, dan public