• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN KH. AHMAD NUR SYAMSI AL HAFIDZ DALAM MEMBENTUK MASYARAKAT PENGHAFAL ALQURAN DI PONDOK PESANTREN TA’LIM DAN TAHFIDZUL QURAN AN NUR DESA GLATIK UJUNG PANGKAH GRESIK TAHUN 1998-2010 M.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN KH. AHMAD NUR SYAMSI AL HAFIDZ DALAM MEMBENTUK MASYARAKAT PENGHAFAL ALQURAN DI PONDOK PESANTREN TA’LIM DAN TAHFIDZUL QURAN AN NUR DESA GLATIK UJUNG PANGKAH GRESIK TAHUN 1998-2010 M."

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN KH. AHMAD NUR SYAMSI AL-HAFIDZ DALAM MEMBENTUK MASYARAKAT PENGHAFAL ALQURAN DI PONDOK

PESANTREN TA’LIM DAN TAHFIDZUL QURAN AN-NUR DESA GLATIK UJUNG PANGKAH GRESIK TAHUN 1998-2010 M.

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh :

Nur Cholidah Hasanah NIM: A0.22.12.084

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Peranan KH. Ahmad Nur Syamsi dalam Membentuk Masyarakat Penghafal Alquran di Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidzul Quran

An-Nur Desa Glatik Ujung Pangkah Gresik tahun 1988-2010. Masalah yang

diteliti dalam skiripsi ini adalah (1) Bagaimana genealogi KH. Ahmad Nur syamsi? (2) Bagaimana peran KH. Ahmad Nur Syamsi dalam membentuk Masyarakat Penghafal Alquran? (3) Bagaimana gambaran metode penghafal Alquran yang digunakan oleh KH. Ahmad Nur Syamsi bagi masyarakat penghafal Alquran? (4) bagaimana perkembangan penghafal Alquran pada masa kepemimpinan KH. Ahmad Nur Syamsi?.

Dalam menjawab permasalahan ini, penulis menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahap yakni, (1) heuristik dengan teknik mengumpulkan data dengan cara wawancara dan data-data yang ditemukan berupa Akta pendirian pondok pesantren dari Notaris, dan foto-foto pengajaran Alquran bagi warga Desa Glatik, (2) kritik, (3) Interpretasi, (4) historiografi. Pembahasan dalam skripsi ini menggunakan pendekatan yang dipakai adalah historis deskriptif dan teori yang digunakan adalah peran yang dikemukakan oleh Biddle dan Thomas serta teori kepemimpinan kharismatik yang dikemukakan oleh Max Weber.

Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa KH. Ahmad Nur Syamsi lahir di Desa Glatik tanggal 06 Juni 1962. Anak pertama dari tujuh bersaudara, orang tuanya bernama Iyamal dan Solikah, istrinya bernama Sudarwati. KH. Ahmad Nur Syamsi mempunyai tiga putra dan satu putri. KH. Ahmad Nur Syamsi sangat berpera dalam masyarakat Desa Glatik khususnya menjadikan Desa Glatik masyarakatnya pandai menghafal Alquran 30 juz bil Ghoib. Metode yang digunakan dalam menghafal Alquran yakni: bin-nadhor (melihat Mushaf), bil

ghoib (hafalan), tikrar (pengulangan hafalan) dan evaluasi hafalan. Perkembangan

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... . ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... ix

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 7

F. Penelitian Terdahulu ... 9

G. Metode Penelitian ... 10

(7)

BAB II : GENEALOGI KH. AHMAD NUR SYAMSI DAN KEGIGIHANYA DALAM MEMBANGUN PONDOK PESANTREN AN-NUR

A. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren An-Nur ... 17

B. Genealogii KH. Ahmad Nur Syamsi ... 20

1. Sejarah Kelahiran KH. Ahmad Nur syamsi ... 20

2. Latar Belakang Pendidikan KH. Ahmad Nur syamsi .... 23

C. Kepemimpinan KH. Ahmad Nur Syamsi di Pondok

Pesantren Ta’lim dan Tahfidzul Quran An-Nur ... 25

D. Peran KH. Ahmad Nur Syamsi dalam Membentuk

Masyarakat Penghafal Al-Quran. ... 28

BAB III : SYARAT MENGHAFAL ALQURAN DAN GAMBARAN

METODE MENGHAFAL ALQURAN YANG

DIGUNAKAN OLEH KH. AHMAD NUR SYAMSYI BAGI MASYARAKAT

A. Syarat-Syarat Menghafal Alquran ... 34

B. Pelaksanaan Menghafal Alquran di Pondok Pesantren

An-Nur ... 37

C. Metode yang dipakai KH. Ahmad Nur Syamsi bagi

Masyarakat Penghafal Alquran. ... 39

D. Problem dan Solusi dalam Menghafal Alquran di Pondok

(8)

BAB IV : PERKEMBANGAN PENGHAFAL ALQURAN PADA

MASA KEPEMIMPINAN KH. AHMAD NUR SYAMSI SERTA PERAN LIMA ORANG YANG DIBIMBING KH. AHMAD NUR SYAMSI DALAM MEMBENTUK MASYARAKAT PENGHAFAL ALQURAN

A. Perkembangan menghafal Alquran sejak awal KH.

Ahmad Nur Syamsi mulai berperan sampai beliau wafat .... 47

B. Upaya melestarikan hafalan Alquran bagi penghafal

Alquran ... 51

1. Penghafal laki-laki ... 52

2. Penghafal perempuan ... 53

C. Peran lima orang yang dibimbing KH.ahmad Nur Syamsi

dalam mengajak masyarakat menghafal Al-quran ... 55

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran-saran ... 65

(9)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai

kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Berbicara

tentang pondok pesantren, maka kita harus mengingat bahwasanya lembaga

pendidikan yang ada di Indonesia pertama kali adalah pondok pesantren, yang

mana dahulu pernah mencapai keemasan sehingga mampu mempengaruhi seluruh

lapisan masyarakat. Sebelum datangnya Islam ke Indonesia pun lembaga yang

serupa dengan pesantren itu telah ada di Indonesia dan Islam tinggal meneruskan,

melestarikan dan mengislamkannya. Jadi, pesantren merupakan hasil dari

akulturasi kebudayaan Hindhu Budha dan kebudayaan Islam melebur menjadi

satu lembaga yang kita kenal sebagai pesantren sekarang ini. Menurut Nurcholis

Majid, secara histori pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman tetapi

juga mengandung makna keaslian Indonesia.1

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan dan lembaga sosial

kemasyarakatan telah tumbuh dan berkembang bersama masyarakat sejak

berabad-abad, sehingga lembaga ini diterima dan ikut serta memberi corak serta

warna khas dalam masyarakat Indonesia khususnya di daerah pedesaan. Pondok

pesantren beserta kiai sebagai pengasuhnya mempunyai tempat yang strategis

dalam pembangunan bangsa terutama dalam pembangunan ide-ide baru sebagai

1

(10)

2

upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat sekaligus mewujudkan misi rahmatan

lil alamin dari agama Islam.

Posisi yang sangat baik bagi pesantren itu perlu dipertahankan, bahkan

disempurnakan dalam rangka upaya meningkatkan pembangunan segala bidang,

mengingat bahwa di pedesaan tidak merasa sulit berkomunikasi dengan pesantren

dan pengasuhnya. Oleh karenanya pendidikan agama selalu berdasarkan Alquran,

karena Alquran merupakan sumber pokok ajaran Islam. Oleh karena itu

pendidikan harus dikenalkan kepada anak sedini mungkin. Adapun kepedulian

kita terhadap Alquran harus ditingkatkan seiring dengan perkembangan zaman

maju, yang menuntut pula pengaktualan ajaran-ajaran yang terkandung dalam

Alquran untuk kehidupan sehari-hari.2

Jatuh bangunnya umat Islam pada dasarnya tergantung pada umat Islam

dengan kitab sucinya. Bila umat Islam benar-benar menjadikan Alquran sebagai

pedoman hidup niscaya umat Islam akan maju, cerdas dan sejahtera lahir dan

bathin, karena Alquran diturunkan Allah bagi kaum muslimin sebagai pedoman

hidup yang membawa kepada kehidupan baik di dunia dan di akhirat. Oleh karena

itu sudah selayaknya Alquran itu dipelihara baik dalam bentuk tulisan maupun

hafalan, guna memelihara kesucian alquran baik dari segala macam kesalahan

baik mengenal harakat atau ayatnya. Banyak pesantren yang mengajarkan tentang

menghafalkan Alquran khususnya di daerah Gresik namun pondok tahfidhul

quran yang saya teliti ini berbeda dari pondok-pondok lainnya karena pondok

2

Minarti,”Pondok Pesantren Huffadz Darul Quran Singosari Malang” (Skripsi IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya,2007), 2.

(11)

3

lainnya hanya membimbing santri yang menetap di pondok pesantren tersebut dan

pondok pesantren sekarang lebih mementingkan pendidikan formal daripada

non-formal, sedangkan Pondok Pesantren Tahfidhul Quran An-Nur adalah pondok

yang tidak mementingkan pendidikan formalnya, akan tetapi juga menggerakkan

masyarakat sekitar untuk menghafalkan Alquran.

Pondok Pesantren An-Nur tidak hanya mengajarkan hafalan Alquran untuk

santrinya saja tetapi menggerakan masyarakat desa untuk menghafalkan alquran.

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengambil judul ini.

KH. Ahmad Nur Syamsi lahir di sebuah desa kecil yang bernama Glatik,

Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik yang bertepata pada tanggal 05

Juni 1962. Salasatu hal yag menarik dari KH. Ahmad Nur Syamsi adalah latar

belakang beliau yang dari lingkungan pondok pesantren. KH. Ahmad Nur Syamsi

merupakan putra dari seorang petani dan dari keluarga yang biasa biasa saja.

Tetapi Dia tumbuh di lingkungan yang sangat agamis. Saat beliau muda KH. Nur

Syamsi dikenal dengan kepandaiannya dalm membaca dan menghafal Alquran.

Pada saat itu juga beliau diberi tugas oleh KH. Dawud Munawar untuk

membimbing santri dalam menghafal Alquran, sehingga setelah pulang ke desa

beliau mampu mendirikan pondok pesantren yang diberi nama pondok pesantren

An-Nur.

Selama KH. Ahmad Nur Syamsi menjadi pengasuh, dia sangat disegani di

masyarakat pada saat itu dan ulama-ulama di wilayah Gresik. hal ini dikarenakan

(12)

4

berada di wilayah Ujung Pangkah. Dengan kepandaiannya dalam membaca dan

menghafal Alquran beliau mampu menggerakkan dan mengajak masyarakat desa

untuk sedikit demi sedikit mau membaca Alquran hingga beliau berhasil membuat

masyarakat pandai menghafal Alquran.

Pada awalnya desa ini hanya sedikit orang yang hafal Alquran tetapi

dengan berjalannya waktu mereka menyebar ke kampung-kampung untuk

mengajak warga rutinan membaca alquran dan dibaca berulang kali. Awalnya

masyarakat Desa Glatik banyak yang tidak begitu tertarik dengan acara rutinan

tapi malah pergi ke sawah karena mata pencahariannya di desa ini adalah bertani,

maka dari itu hal-hal seperti rutinan itu dianggap masih tabu, tapi KH. Ahmad

Nur Syamsi tidak berhenti dalam mengajak masyarakat untuk membaca Alquran

tiap hari, akhirnya satu per satu tertarik dengan rutinan tersebut dan akhirnya

sampai sekarang banyak para petani yang hafal al-quran dan remaja-remaja sudah

mulai menghafal Alquran sehingga sampai sekarang masyarakat ini sebagian

besar banyak yang hafal Alquran. Pada saat ini Desa Glatik Ujung Pangkah

merupakan desa yang masyarakatnya terbanyak yang hafal Alquran khususnya di

wilayah ujung pangkah. Disinilah dapat dikatakan bahwa pada saat ini Desa

Glatik banyak yang hafal Alquran.3

Selain profil beliau yang sangat menarik untuk dibahas peran beliau

dalam pondok pesantren tersebut juga sangat menarik untuk dibahas, oleh karena

itu hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk menulis skripsi yang berjudul.

Peranan KH. Ahmad Nur Syamsi Al-Hafidz dalam membentuk masyarakat

3

(13)

5

penghafal Alquran di Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidzul Quran An-Nur

Desa Glatik Ujung Pangkah.

KH. Ahmad Nur Syamsi adalah seorang kiai yang tak lepas dari karisma

yang dimiliki serta profil beliau yang sangat berperan dalam membentuk

masyarakat penghafal Alquran, eksistensi pondok pesantren An-Nur yang diasuh

oleh KH. Ahmad Nur Syamsi ini merupakan titik pusat dari pengetahuan agama

yang menjadi rujukan warga masyarakat sekitar serta para santri yang belajar di

pondok pesantren tersebut.

Dari semua pemaparan di atas penulis tertarik untuk membahas hal

tersebut karena seorang tokoh yaitu sosok seorang kiai yang memimpin pondok

pesantren Tahfidzul Quran yang pada saat itu telah membentuk masyarakat

penghafal Alquran sehingga pada saat itu banyak orang yang hafal Alquran di

wilyah Gresik umumnya, dan di wilayah Ujung Pangkah khususnya.

Dari semua latar belakang masalah yang penulis paparkan maka penulis

menulis skripsi yang berjudul Peranan kiai Ahmad Nur Syamsi aI –Hafidz dalam

Membentuk Masyarakat Penghafal Alquran di desa Glatik Ujung Pangkah Gresik

Tahun 1988-2010 M.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan judul di atas, Peranan KH. Ahmad Nur Syamsi Al-Hafidz

dalam membentuk masyarakat penghafal Alquran di Pondok Pesantren Ta’lim

dan Tahfidzul Quran An-Nur Desa Glatik Ujung Pangkah Gresik, maka yang

(14)

6

1. Bagaimana genealogi KH. Ahmad Nur syamsi?

2. Bagaimana peran KH. Ahmad Nur Syamsi dalam membentuk masyarakat

penghafal Al-Quran?

3. Bagaimana gambaran metode penghafal Alquran yang digunakan oleh KH.

Ahmad Nur Syamsi bagi masyarakat penghafal Alquran?

4. Bagaimana perkembangan penghafal Alquran pada masa kepemimpinan

KH.Ahmad Nur Syamsi?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai adalah:

1. Mengetahui siapa KH.Ahmad Nur Syamsi yang merupakan pengasuh pondok

pesantren Tahfidhul Quran An-Nur dan kepemimpinan beliau dalam pesantren

Tahfidhul Quran an-Nur.

2. Mengetahui bagaimana peran KH. Ahmad Nur Syamsi dalam membentuk

masyarakat penghafal Alquran.

3. Mengetahui bagaimana gambaran atau metode yang digunakan KH. Ahmad

Nur Syamsi dalam mengajarkan kepada masyarakat penghafal Alquran.

4. Mengetahui perkembangan masyarakat penghafal Alquran pada masa

(15)

7

D. Kegunaan Penelitian.

Dalam pembahasan skripsi ini terdapat beberapa kegunaan penelitian,

diantaranya adalah:

1. Untuk mengetahui latar belakang berdirinya Pondok Pesantren Tahfidzhul

Quran Nur serta profil pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Quran

An-Nur yakni KH.Ahmad An-Nur Syamsi dalam membentuk masyarakat penghafal

Alquran.

2. Sebagai bahan kajian selanjutnya bagi para mahasiswa yang mendalami

sejarah, terutama yang berkaitan dengan biografi dan sejarah perjuangan

Islam.

3. Untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Strata Satu (S1) di Fakultas Adab

dan Humaniora Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam UIN Sunan Ampel

Surabaya.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini, penulis menggunakan

pendekatan historis deskriptif. Dalam hal ini penulis berusaha mengungkapkan

serta mendeskripsikan bagaimana sejarah riwayat hidup KH.Ahmad Nur Syamsi

serta peranannya dalam membentuk masyarakat penghafal Alquran di Pondok

Pesantren Tahfidzul Quran an-Nur Ujung Pangkah Gresik.

Sementera itu, skripsi ini menggunakan bantuan dari beberapa teori

(16)

8

berarti menduduki suatu posisi sosial dalam masyarakat.4 Kepemimpinan dapat

diartikan sebagai kemampuan dari seseorang (yaitu pemimpin atau leader) untuk

mempengaruhi orang lain (yaitu orang yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya),

sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh

pemimpin tersebut.

Kadang kepemipinan dibedakan antara kepemimpinan sebagai

kedudukan dan dan kepemimpinan sebagai proses sosial. Sebagai kedudukan,

kepemimpinan merupakan suatu kompleks hak dan kewajiban yang dapat dimiliki

oleh suatu badan. Sedangkan kepemimpinan sebagai proses sosial adalah suatu

proses, kepemimpinan meliputi segala tindakan yang dilakukan oleh

seseorang/suatu badan yang menyebabkan gerak dari masyarakat.5

Max weber mengklasifikasi kepemimpinan menjadi 3 jenis:

1. Otoritas kharismatik yakni berdasarkan pengaruh dan kewibawaan pribadi.6

2. Otoritas tradisional yaitu dipilih berdasarkan pewarisan

3. Otoritas legal-rasional yakni yang dimiliki berdasarkan jabatan serta

kemampuan.

Melihat dari teori yang telah dijelaskan diatas, maka KH. Ahmad Nur

Syamsi termasuk dalam teori yang pertama yaitu kharismatik dan

kewibawaannya, karena mempunyai kemauan yang keras serta mempunyai bakat

sejak kecil untuk menjadi pemimpin atau pengasuh pondok. Menurut Sukamto,

4

Edy Suhardono, Teori Peran konsep, Derivasi dan Implikasinya (Jakarta: PT Gramedia Putaka Utama, 1994), 07.

5

Koentjoroningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial (Penerbit: Dian Rakyat, 1967), 181.

6

(17)

9

dalam bukunya Kepemimpinan Kiai Dalam Pesantren, mengutip dari Max Weber

mengemukakan bahwa, kepemimpinan didasarkan pada faktor tradisi (traditional

authority), yaitu kebiasaan yang diluhurkan dan disakralkan, sehingga dengan

sendirinya menentukan proses pergantian, tujuan organisasi dan hak serta

kewajiban pemimpin. Tradisi ini memberikan ruang gerak bebas bagi pemiliknya,

sehingga keputusan akhir terletak pada kekuasaan pemimpin.7

F. Penelitian Terdahulu.

Mengenai tinjauan penelitian terdahulu, penulis telah melakukan studi

tentang penelitian terdahulu, sejauh ini penulis belum menemukan karya yang

membahas KH.Ahmad Nur Syamsi dan perananya dalam pondok pesantren

“Tahfidzul Quran”, oleh karena itu penulis menggunakan karya yang lain yang

berhubungan dengan masalah yang penulis teliti yaitu:

1. Skripsi dari Erma Mauluddiyah, NIM (A02209017) Mahasiswa Prodi SKI

Fakultas Adab dan Humaniora IAIN Sunan Ampel Surabaya, yang telah lulus

tahun 2013 berjudul “KH.Dawud Munawar, Biografi dan Perannya di Pondok

Pesantren Al-Munawar, skripsi ini diteliti di desa Kauman Kecamatan Sidayu

Kabupaten Gresik. Keterkaitan skripsi ini dengan yang penulis teliti adalah

bahwa KH. Dawud Munawar adalah guru dari KH. Ahmad Nur Syamsi.

2. Skripsi dari Minarti, NIM 089100067 mahasiswa Prodi SKI Fakultas Adab

dan Humaniora IAIN Sunan Ampel Surabaya yang telah lulus tahun 1996

yang berjudul “Pondok Pesantren Huffadz Darul quran” keterkaitan skripsi

7

(18)

10

ini dengan yang penulis teliti adalah sama-sama meneliti tentang pondok

pesantren huffadz.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang mendasarkan analisis

pada data dan fakta yang ditemui di lapangan, metode ini tidak di ungkapkan

dengan angka-angka seperti dalam penelitian secara kuantitatif. Data penulis

dapatkan dari buku-buku, dokumen dan peristiwa lainya baik yang tertulis

ataupun tidak tertulis seperti wawancara dengan informan yaitu, ibu kandung dari

KH. Ahmad Nur Syamsi, keluarga, santri, dan warga masyarakat yang

mengetahui KH. Ahmad Nur Syamsi.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan langkah-langkah metode

penelitian sejarah, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, historiografi.8

Melalui tahapan ini, penulis berusaha menjelaskan tentang Biografi KH.Ahmad

Nur Syamsi dan Perannya di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran An-nur di Ujung

Pangkah Gresik.

Metode yang digunakan oleh penulis dalam menulis skripsi ini adalah:

a. Heuristik.

Heuristik berasal dari bahasa Yunani yaitu Heuristiken yang berarti

mengumpulkan atau menemukan sumber-sumber sejarah. Dalam penelitian

8

(19)

11

ini penulis mengumpulkan sejumlah materi sejarah yang tersebar dan

teridentifikasi, seperti: catatan, wawancara,dll.9

Dalam tahap ini penulis memulai proses mengumpulkan

sumber-sumber sejarah, sehingga dengan sumber-sumber sejarah tersebut dapat

mendiskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Penelitian ini

dimulai dengan wawancara dengan ibu kandung dari KH.Ahmad Nur

Syamsi, paman KH. Ahmad Nur Syamsi, Santri, serta warga masyarakat

Sebagai acuan atau referensi dalam penulisan skripsi ini. Disini penulis

mencari data dengan wawancara/interview secara langsung untuk

mengetahui profil KH.Ahmad Nur Syamsi. Selain Interview penulis juga

melakukan studi kepustakaan dengan mengumpulkan data

referensi-referensi tertulis, meliputi buku-buku tentang pesantren dan peneliti juga

melakukan penelitian langsung sehingga terjadi interaksi antara peneliti dan

informan. Sumber sejarah dibagi menjadi dua yaitu :

1. Sumber primer:

a. Akta pendirian Yayasan Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidhul

Quran An-Nur yang diterbitkan oleh Kamilia Bahasuan, S.H. Notaris

PPAT Wilayah Kabupaten Gresik, Nomor 3 tanggal 16 April 2008.

b. Piagam Ijin Operasional Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidhul

Quran An-Nur, Kabupaten Gresik Nomor 511235250123, tanggal 1

November 2010.

9

(20)

12

c. Interview

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan

Solikah ibu kandung dari KH. Ahmad Nur Syamsi, paman beliau

yang bernama H. Mundi, serta anak pertama dari KH.Ahmad Nur

Syamsi, yaitu H.Makinun Amin. Selain anak dari KH Ahmad Nur

Syamsi, peneliti juga melakukan wawancara dengan saudara

kandung dari KH. Ahmad Nur Syamsi, yaitu Moh. Zainun Nasikh

beliau adalah adik dari KH. Ahmad Nur Syamsi. Selanjutnya peneliti

juga melakukan wawancara dengan Santri dari KH. Ahmad Nur

Syamsi, yaitu KH. Abdullah Mas’ud, beliau adalah santri yang

mengabdi dengan beliau sampai beliau wafat. Peneliti juga

mewawancarai masyarakat sekitar pondok pesantren yang hidup

sezaman dengan beliau, yaitu H.Nurul Hilal beliau adalah teman

semasa kecil KH.Ahmad Nur Syamsi.

2. Sumber Sekunder

Untuk mendukung penulisan skripsi ini penulis menggunakan

sumber sekunder yaitu, berupa karya-karya lain yang menyangkut skripsi

yang penulis bahas, yang diantaranya dari buku-buku atau referensi yang

ada keterkaitan dengan penulisan skripsi.10Sumber sejarah adalah sesuatu

yang langsung atau tidak langsung menceritakan kepada kita tentang

suatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lalu.11

10

Bugiono dan Purwantana P.K, Pengantar Ilmu Sejarah (Jakarta: PT.Rineka Cipta,1992), 23.

11

(21)

13

Penelitian yang penulis teliti ini berbeda dengan peneletian

sebelumnya, penelitian ini akan lebih terfokus pada biografi, peran serta

keberhasilan membentuk masyarakat penghafal Alquran.

b. Kritik Sumber

Kritik sumber adalah upaya mendapatkan otentisitas dan kredibilitas

sumber.12 Dalam kritik sumber penulis meneliti sumber-sumber yang

diperoleh dari wawancara agar memperoleh kejelasan apakah sumber

tersebut kredibel atau tidak, dan sumber tersebut autentik atau tidak.

Dalam metode sejarah kritik sumber terbagi menjadi 2, yaitu:

1. Kritik ekstern adalah proses untuk melihat apakah sumber yang

didapatkan autentik atau asli. Sumber yang diperoleh penulis merupakan

yang relevan, karena penulis mendapatkan sumber tersebut langsung dari

tokoh yang hidup sezaman dengan KH.Ahmad Nur Syamsi melalui

wawancara.

Dalam penetian ini penulis melakukan wawancara dengan Ibu

kandung beliau, paman beliau, saudara kandung, serta para santri

sehingga penulis mendapat sumber yang relefan.

2. Kritik intern adalah upaya yang dilakukan untuk melihat apakah isi

sumber tersebut cukup layak untuk dipercaya kebenarannya.13

12

Suhartono W.Pranoto, Teori & Metodologi Sejarah (Yogyakkarta: Graha Ilmu. 2010), 34.

13

(22)

14

c. Interpretasi atau penafsiran

Dalam tahap ini penulis melihat kembali data-data yang di dapatkan

dan telah diketahui autentisitasnya terdapat saling berhubungan antara yang

satu dengan yang lain, kemudian dibandingkan dan disimpulkan atau

ditafsirkan.

Melihat dari data yang penulis peroleh dari observasi dan wawancara,

terdapat proses perjuangan KH. Ahmad Nur Syamsi dalam mengemban

amanat dari kiainya untuk memajukan dan mengembangkan pondok

pesantren di desanya menjadi pondok pesantren yang maju pesat dan

menjadikan wilayah Ujung Pangkah menjadi pusat pengembangan belajar

Alquran. Proses-proses yang dilakukan adalah dengan cara berdakwah

kepada masyarakat dengan melakukan pembelajaran Alquran gratis dan

metode pembelajaran yang disiplin sehingga bisa membuat santri dan

masyarakat yang sangat berkualitas.

d. Historiografi.

Disini penulis menyusun atau merekonstruksi fakta-fakta yang telah

tersusun yang didapatkan dari sumber yag telah didapatkan oleh penulis.14

Dalam laporan ini ditulis biografi dari KH. Ahmad Nur Syamsi peran

beliau dalam Pondok Pesantren Tahfidzul Quran An-Nur desa Glatik Ujung

Pangkah Gresik, metode yang digunakan dalam menghafal Al-quran, serta

perkembangan para penghafal Al-Quran pada masa kepemimpinan KH.

Ahmad Nur Syamsi.

14

(23)

15

H. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan penulis dalam penulisan skripsi ini, maka diuraikan

dalam sebuah kerangka penulisan yang terbagi dalam beberapa bab, yaitu:

Bab pertama, menjelaskan Pendahuluan yang menjelaskan secara global

dari keseluruhan isi skripsi ini. Yang terdiri dari Latar Belakang Masalah,

Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian Pendekatan dan

Kerangka Teoritik, Penelitian Terdahulu, Metode Penelitian, Sistematika

Bahasan.

Bab kedua, Menjelaskan tentang genealogi KH. Ahmad Nur Syamsi,

sejarah singkat berdirinya pondok pesantren, bagaimana kepemimpinannya dalam

pondok pesantren dan bagaimana perananya dalam membentuk masyarakat

penghafal Alquran.

Bab ketiga, Menjelaskan tentang bagaimana gambaran atau metode

penghafalan Alquran yang digunakan oleh KH. Ahmad Nur Syamsi bagi warga

dalam penghafalan Alquran, Pelaksanaan menghafal Alquran di Pondok Pesantren

An-Nur, dan Metode yang dipakai KH. Ahmad Nur Syamsi bagi Masyarakat

Penghafal Alquran

Bab keempat, Menjelaskan tentang Perkembangan KH. Ahmad Nur

Syamsi selama mengajarkan masyarakat penghafal Alquran sejak beliau berperan

sampai wafat, upaya melestarikan hafalan Alquran bagi penghafal Alquran

Penghafal laki-laki dan Penghafal perempuan. Peran lima orang yang dibimbing

(24)

16

Bab kelima, penulis melaporkan yang berisi kesimpulan dan saran.

Kesimpulan merupakan pemaparan dari hasil pemaparan bab-bab sebelumnya dari

(25)

17

BAB II

GENEALOGI KH. AHMAD NUR SYAMSI DAN PERANANNYA DALAM MEMBANGUN PONDOK PESANTREN TA’LIM DAN

TAHFIDZUL QURAN AN-NUR

A.Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Tahfidzul Quran An-Nur

Pondok Pesantren Tahfidzul Quran An-Nur didirikan oleh Kiai Ahmad

Nur Syamsi pada tahun 1988 di Desa Glatik, Kecamatan Ujung Pangkah

Kabupaten Gresik, yang berada di 3 kilometer dari Masjid Kanjeng Sepuh Sidayu,

dan 6 kilometer dari Kecamatan Ujung Pangkah. Pondok Pesantren An-Nur

merupakan pesantren yang dirintis dan dibangun oleh Kiai Ahmad Nur Syamsi

atas izin dan restu guru beliau semasa beliau menghafal Alquran, yaitu KH.

Dawud Munawar serta dukungan dari warga Desa Glatik demikian yang

diucapkan oleh paman KH. Ahmad Nur Syamsi.1

Di sini dijelaskan dalam sejarahnya bahwa tepat pada tahun 1980

pengajaran Alquran di Desa Glatik ini masih dilakukan di masjid Baiturrohman

yang letaknya kurang lebih 100 meter dari rumah beliau, tepatnya di RT. 1 RW. 1.

Pada awalnya berupa pengajaran Alquran biasa dan hanya beberapa warga yang

belajar kepada Kiai Ahmad Nur Syamsi. Berkat keuletan dan ketekunannya

dalam mengajar masyarakat membaca Alquran, lambat laun semakin banyak

warga yang berbondong-bondong ke masjid untuk belajar Alquran kepada Kiai

Ahmad Nur Syamsi.

Selang beberapa tahun, masjid Baiturrohman yang berada di jalan Arbei

RT.1 RW.1 tersebut kurang efektif karena semakin banyaknya masyarakat yang

1

(26)

18

ikut serta belajar Alquran dan terbenturnya kegiatan-kegiatan di masjid dengan

pengajaran Alquran, akhirnya Ahmad Nur Syamsi mempunyai ide untuk

mendirikan pondok pesantren sebagai sarana belajar Alquran bagi masyarakat,

khususnya pembelajaran dengan sisten hafalan Alquran. Ide tersebut mendapat

dukungan penuh dari masyarakat sekitar, akan tetapi Kiai Ahmad Nur Syamsi

tidak memiliki dana yang cukup untuk membangun pondok pesantren tersebut.

Kiai Ahmad Nur Syamsi berfikir mencari jalan keluar dan berinisiatif

pergi ke Malaysia untuk mencari bantuan kepada warga Desa Glatik yang bekerja

di Malaysia pada saat itu. Ketika di Malaysia beliau mendapat sambutan yang

baik oleh warga desa yang bekerja di sana dan mereka memberikan bantuan

sebesar 12 juta untuk membantu beliau mewujudkan keinginannya untuk

membangun pondok pesantren. Dengan niat yang baik dan perjuangan serta dana

bantuan dari warga desa, dari Malaysia dan uang pribadi Ahmad Nur Syamsi

sendiri beliau membangun pondok pesantren di Desa Glatik tepatnya di jalan

pesantren, RT. 09 RW. 3 yang diberi nama “Pondok Pesantren Tahfidzul Quran

An-Nur”.

Tahap pertama pembangunan pondok pesantren ini hanya terdiri dua

kamar, satu kamar di bawah untuk putri dan satu kamar di atas untuk putra serta

aula untuk pengajaran Alquran. Pembangunan ini berkat dorongan masyarakat

sekitar dan saran para tokoh masyarakat yang ikut serta membantu tenaga dan

pikiran demi kelancaran pembangunan Pondok Pesantren Tahfidzul Quran

(27)

19

Setelah berdirinya pondok pesantren tersebut, masyarakat yang belajar di

sana semakin bertambah. Pondok pesantren yang diasuh oleh Kiai Ahmad Nur

Syamsi mengalami kemajuan yang pesat, ini dibuktikan dengan datangnya santri

dari luar Desa Glatik yang ingin menetap dan belajar di pondok tahfidzul quran

tersebut.2

Selang beberapa tahun setelah bertambahnya santri dan warga desa yang

belajar di Pondok Pesantren An-Nur, sarana pondok pesantren menjadi sempit dan

kurang nyaman bagi santri yang menetap maupun warga desa yang belajar di

sana. Pada saat itu kiai Ahmad Nur Syamsi berfikir untuk membangun dan

menambahi ruangan pondok pesantren tersebut agar para santri dan warga desa

menjadi lebih nyaman dalam belajar Alquran di Pondok Pesantren An-Nur.

Setelah berfikir matang dan dana sudah ada, kiai Ahmad Nur Syamsi

menambahkan sebuah ruangan kelas sebanyak tiga kelas untuk kegiatan belajar

Alquran. Setelah selesai menambahkan tiga kelas tersebut kiai Ahmad Nur

Syamsi juga mencari ustadz untuk membantunya dalam mengajar Alquran bagi

santri pondok pesantren dan warga Desa Glatik.

Setelah itu kegiatan pembelajaran Alquran di pondok pesantren tersebut

berjalan lancar sebagaimana biasanya, para penghafal Alquran juga merasa

nyaman. Beberapa tahun kemudian, berkat kharisma Kiai Ahmad Nur Syamsi

dalam mendidik dan mengajarkan Alquran kepada masyarakat dirasa bagus, maka

masyarakat berbondong-bondong untuk belajar Alquran di pondok pesantren

tersebut.

2

(28)

20

Akhirnya sarana pondok pesantrenpun sudah mulai tidak nyaman lagi

karena banyak orang yang belajar Alquran. Pada saat itu Kiai Ahmad Nur Syami

belum punya dana untuk membangun pondok pesantren lagi. Oleh karena

pembelajaran Alquran di pondok pesantren sudah kurang nyaman, maka mereka

yang mempunyai uang ikut menyumbangkan sedikit uang mereka untuk

membantu membangun dan menambahi ruang kelas. Akhirnya ketika uangnya

sudah cukup, Kiai Ahmad Nur Syamsi menambahkan dua kelas di lantai dua dan

kiai Ahmad Nur Syamsi juga bisa membeli tanah dibelakang pondok pesantren

tersebut untuk mengantisipasi bertambahnya santri yang dari luar maupun warga

desa yang belajar Alquran.

Pondok pesantren ini sudah mempunyai surat ijin operasional dari Kantor

Kementrian Agama Republik Indonesia Kabupaten Gresik, bahwa pondok

pesantren ini berdiri sejak tahun 1988 di Desa Glatik Kecamatan Ujung Pangkah

Kabupaten Gresik telah menjadi yayasan, dengan nomor statistik 511235250123,

yang ditanda tangani (diresmikan) oleh kepala Kementrian Agama Kabupaten

Gresik Drs. H. Agus Thohir, M.Si. pada tanggal 1 November 2010.

Pondok pesantren ini juga mempunyai akta tanah Wilayah Kabupaten

Gresik oleh Kamiliah Bahasuan, S.H. notaris di Gresik, bahwa pondok pesantren

ini resmi menjadi yayasan Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidzul Quran An-Nur,

(29)

21

B.Genealogi KH. Ahmad Nur Syamsi

1. Sejarah Kelahiran KH. Ahmad Nur Syamsi

Kiai Ahmad Nur Syamsi lahir di desa kecil yang bernama Glatik,

Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, pada tanggal 06 bulan Juni

tahun 1962. Kiai Ahmad Nur Syamsi adalah anak dari seorang petani biasa

yang kurang mampu, ayah beliau bernama Iyamal dan ibunya bernama

Sulikah, orang tua Kiai Ahmad Nur Syamsi adalah orang-orang yang sangat

Agamis.

Kiai Ahmad Nur Syamsi adalah anak pertama dari tujuh bersaudara,

diantaranya adalah Nuriati, Nuriatun, Ahmad Syafi’i, Ahmad Syafa’at, Khurul

Ain, Zainun Nasikh S.Pd. Sejak kecil Kiai Ahmad Nur Syamsi dan

saudara-saudaranya hidup di lingkungan keluarga yang taat beragama, karena

sehari-hari Kiai Ahmad Nur Syamsi gemar pergi ke masjid untuk sholat berjama’ah

dan mengaji. Ahmad Nur Syamsi dan saudara-saudaranya dididik ketat oleh

ayahnya untuk menjadi orang yang agamis, berakhlakul karimah dan menjadi

orang yang suka membaca Alquran. Oleh karena itu Kiai Ahmad Nur Syamsi

dan sebagian saudaranya berhasil menghafal Alquran pada usia yang masih

kecil, yaitu antara usia 15-20 tahun.

Pada masa kecilnya Kiai Ahmad Nur Syamsi sudah menunjukkan

kelebihannya dalam hal membaca dan menghafal Al-Quran, terbukti bahwa

Ahmad Nur Syamsi sudah hafal Alquran pada usia 15 tahun. Karena

kepandaiannya ini, maka dipercaya untuk mengajari masyarakat untuk

(30)

22

Pada saat itu Kiainya Ahmad Nur Syamsi masih cukup muda usianya

tetapi beliau sudah berhasil menghafal Alquran dan bisa mengajarkan warga

sekitar di Desa Glatik bahkan para petani yang kerjanya di sawah juga banyak

yang mengikuti belajar Alquran di masjid. Pada saat itu Kiai Ahmad Nur

Syamsi mengajar saudaranya yang umurnya masih kecil dengan sabar, telaten

dan membimbing serta mengajari untuk membaca Alquran sampai mereka

benar-benar hafal Alquran, Ahmad Nur Syamsi berharap jika

saudara-saudaranya bisa hafal Alquran, maka beliau mengajak saudara-saudara-saudaranya

untuk mengajarkan kepada masyarakat sekitar agar mau menghafal Alquran.

Pada usia 26 tahun Kiai Ahmad Nur Syamsi dijodohkan dengan gadis

Desa Glatik, gadis itu sangat santun dan sholihah bernama Sudarwati, ayahnya

bernama Mukarrom dan ibunya bernama Sun. Beliau merupakan anak dari

seorang petani asli Glatik yang rumahnya terletak di RT. 6 yang selisih tiga

kampung dari rumah Kiai Ahmad Nur Syamsi. Kiai Ahmad Nur Syamsi

menerima perjodohan itu karena beliau yakin bahwa pilihan orang tuanya pasti

yang terbaik untuknya, dan akhirnya mereka menikah.

Usai menikah dan hidup baru bersama keluarga barunya, Kiai Ahmad

Nur Syamsi dikaruniai empat putra dan putri yakni tiga laki-laki dan satu

perempuan, diantaranya yaitu Ahmad Makinun Amin, Amrul Hasan, Ahmad

Shofiyurrohman, Wafirotus Shofiyah. Keluarga beliau sederhana namun

memancarkan kebahagiaan, karena Kiai Ahmad Nur Syamsi sabar dalam

(31)

23

untuk mengingatkan putra-putrinya dalam hal kebaikan dan selalu menjaga

silaturrohmi dengan sesama.

Setelah menikah Kiai Ahmad Nur Syamsi sudah memimpin Pondok

Pesantren An-Nur. Dalam kepemimpinannya Kiai Ahmad Nur Syamsi

mempunyai kharisma yang sangat besar, beliau sangat disegani oleh

masyarakat dan para santri yang belajar di pondok pesantren An-Nur. Selain

kharisma yang dimiliki oleh Kiai Ahmad Nur Syamsi, beliau juga dikenal

dengan istiqomahannya, beliau mempunyai beberapa keistiqomahan yang

setiap hari dilakukan oleh Ahmad Nur Syamsi yaitu, selalu derres

(memperkuat hafalan) dengan tepat waktu, tidak pernah meninggalkan sholat

jamaah meskipun dalam keadaan sakit. Jadi, dapat dikatakan bahwa Kiai

Ahmad Nur Syamsi merupakan sosok orang yang sangat disiplin dan semangat

dalam mengajarkan Alquran serta memberi contoh yang baik kepada

masyarakat.3

2. Latar belakang Pendidikan KH. Ahmad Nur Syamsi

Sejak kecil Kiai Ahmad Nur Syamsi sudah terkenal dengan

kecerdasannya. Kiai Ahmad Nur Syamsi sekolah formal di Madrasah

Ibtidaiyah Hidayatul Mubtadiin yang terletak di dekat rumahnya yaitu pada

tahun 1973. Pada saat di sekolah kecerdasannya dilihat oleh guru-guru di

sekolah, setiap ulangan Kiai Ahmad Nur Syamsi mendapat nilai yang bagus.

Saat disekolah selain dikenal dengan kecerdasanya, Ahmad Nur Syamsi juga

sangat bandel. Ketika di sekolah dan di kampungnya selalu jahil. Kiai Ahmad

3

(32)

24

Nur Syamsi sering menjahili teman-temannya dan tetangganya dengan

mengejek teman-temanya serta merusak apa saja yang ada di depan rumah

tetangganya.

Setelah lulus Madrasah Ibtidaiyah beliau ingin melanjutkan ke

Madrasah Tsanawiyah Kanjeng Sepuh tetapi pada saat itu orang tua beliau

tidak mempunyai uang untuk biaya sekolah. Salah seorang paman beliau ingin

membantu membiayai sekolah Kiai Ahmad Nur Syamsi, akan tetapi orang tua

beliau tidak langsung menyetujui tawaran dari pamannya akan tetapi

bermusyawarah dengan sepupunya yaitu H. Rokhim.

H. Rokhim tidak setuju atas usulan pamannya tersebut, akhirnya

Ahmad Nur Syamsi disuruh pergi ke Pondok Pesantren Al-Munawar bersama

tiga temannya yakni Mundokir, Munir dan Muntahap untuk menghafal

Alquran. Ketika Kiai Ahmad Nur Syamsi belajar di lembaga non formal di

Pesantren Al-Munawar Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik pada tahun 1973.

Kiai Ahmad Nur Syamsi tergolong santri yang cerdas, setiap hari selalu deres

Alquran, dan setiap dua hari sekali selalu menyetorkan hafalan Alquran kepada

kiainya. Beliau juga sering dihukum oleh kiainya, tapi dengan hukuman yang

diberikan membuatnya tambah bersemangat dalam menghafal Alquran.

Keadaan pesantren yang sangat ketat dan gurunya keras dan tegas

dalam mendidik santrinya, banyak santri yang ingin keluar dari pondok

pesantren tersebut, termasuk ketiga teman dari Kiai Ahmad Nur Syamsi.

Ketiga temannya tersebut mengajak Kiai Ahmad Nur Syamsi pindah ke

(33)

25

Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik, akan tetapi Kiai Dawud Munawar

melarang mereka untuk pindah, dan ketiga temannya tidak mendengarkan

larangan itu sehingga mereka tetap pindah dari pondok Al Munawar ke pondok

Ngaren, akan tetapi Kiai Ahmad Nur Syamsi tetap bertahan dan semakin

tawadhu’ sampai beliau hafal Alquran. Ketika liburan pondok, Kiai Ahmad

Nur Syamsi pulang dan membantu orang tuanya di sawah. Kiai Ahmad Nur

Syamsi selalu membawa Alqurannya di manapun beliau berada untuk

melancarkan hafalannya.

Kiai Ahmad Nur Syamsi sangat bersungguh-sungguh dalam menghafal

Alquran di Pondok Pesantren Almunawar, dan karena kegigihannya dalam

belajar menghafal Alquran maka pada usia 15 tahun tepatnya tahun 1976 Kiai

Ahmad Nur Syamsi sudah hafal Alquran 30 juz dan beliau mulai mengamalkan

ilmunya ke masyarakat desa untuk mengajarkan membaca dan menghafal

Alquran yaitu sejak tahun 1978-2010.4

C.Kepemimpinan KH. Ahmad Nur Syamsi di Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidzul Quran An-Nur

Kiai Ahmad Nur Syamsi adalah seorang pemimpin Pondok Pesantren

Tahfidhul Quran An-Nur yang ada di Desa Glatik Ujung Pangkah Gresik. Beliau

sangat bertanggung jawab dalam kepemimpinannya. Pada awal setelah pondok

pesantren berdiri beliau hanya mempunyai satu santri yang menetap dan belajar di

sana. Akan tetapi dengan berjalannya waktu satu santri tersebut kagum dengan

4

(34)

26

kepemimpinannya Kiai Ahmad Nur Syamsi akhirnya santri tersebut bercerita

kepada tetangganya di desa dan mulai dari situlah banyak santri luar yang

berdatangan untuk menetap dan belajar Alquran di Pondok Pesantren An-Nur.

Pondok Pesantren An-Nur merupakan pondok pertama yang ada di Desa

Glatik Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik. Pemimpinnya adalah Kiai

Ahmad Nur Syamsi, beliau adalah seorang yang mempunyai kharisma dalam

memimpin santrinya di pondok pesantren. Setelah santri yang mondok di sana

semakin hari semakin banyak, Kiai Ahmad Nur Syamsi tidak hanya mengajarkan

hafalan Alquran akan tetapi jika memasuki bulan Ramadhan kegiatan di pondok

pesantren tersebut yaitu mengkaji kitab kuning yang biasanya diajarkan oleh Kiai

Ahmad Nur Syamsi, tetapi Kiai Ahmad Nur Syamsi juga mendatangkan guru dari

luar untuk mengajarkan atau mengkaji kitab kuning untuk santrinya.5

Kiai Ahmad Nur Syamsi tidak hanya menganggap santri yang menetap

hanya sebatas santri tetapi sudah dianggap sebagai anak sendiri, bahkan Kiai

Ahmad Nur Syamsi mengadopsi santri perempuannya untuk menjadi anak beliau

sampai anak itu dinikahkan dan dibuatkan rumah oleh Kiai Ahmad Nur Syamsi.

Semua santri yang menetap di pondok An-Nur sangat segan kepada Kiai Ahmad

Nur Syamsi karena beliau tidak pernah membatasi hubungan antara atasan dan

bawahan termasuk antara kiai dan santri yaitu antara Kiai Ahmad Nur Syamsi dan

santrinya. Seperti contoh makanan Kiai Ahmad Nur Syamsi yang dimakan

sehari-hari adalah sama dengan apa yang dimakan oleh santrinya.

5

(35)

27

Dalam kepemimpinannya di pondok pesantren Kiai Ahmad Nur Syamsi

sangat memperhatikan para santrinya, mendidik dengan sungguh-sungguh dan

penuh keikhlasan agar santri dapat belajar dan menghafal Alquran dengan baik.6

Selain belajar menghafal Alquran di dalam pondok pesantren, santri-santrinya

sering diajak ke sawah oleh Kiai Ahmad Nur Syamsi untuk membantu mengelola

sawah dan mengajari mereka bagaimana belajar juga berjuang demi cita-cita yang

ingin dicapai. Meskipun di sawah mereka tidak boleh sedikitpun lupa membaca

Alquran.

Jadi, para santri yang menetap di Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidzul

Quran An-Nur selain mendapat ilmu dari pondok pesantren, mereka juga dapat

pengalaman dari luar pondok pesantren yaitu membantu kiainya bekerja di sawah

akan tetapi mereka tidak boleh melupakan hafalan Alqurannya.

Seperti halnya yang dikatakan Dalyono dalam bukunya bahwa pemimpin

dalam bahasa inggris disebut leader. Kegiatannya disebut kepemimpinan atau

Leadership. Dalam suatu pesantren itu tidak lepas dari kepemimpinan kiai untuk

memimpin seluruh proses kegiatan yang ada di pondok pesantren karena perannya

sebagai pengasuh dalam pondok pesantren.7

Kharisma yang dimiliki oleh para kiai menyebabkan mereka menduduki

posisi kepemimpinan dalam lingkungannya. Selain sebagai pemimpin agama dan

pemimpin masyarakat desa, kiai juga memimpin sebuah pesantren dimana ia

6

Sudarwati, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 18 Oktober 2015.

7

Dalyono, Kepemimpinan Menurut Islam (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, cet. Pertama, 1993), 6.

(36)

28

tinggal. Di lingkungan pondok pesantren inilah kiai tidak saja diakui sebagai guru

mengajar agama, tetapi juga dianggap oleh santri sebagai seorang bapak atau

orang tuanya sendiri. Sebagai seorang bapak yang luas jangkauan pengaruhnya

kepada semua santri, menempatkan kiai sebagai seorang yang disegani, dihormati,

dipatuhi dan menjadi sumber petunjuk ilmu pengetahuan bagi santri.8

Dalam suatu pesantren tidak lepas dari kepemimpinan kiai untuk

memimpin seluruh proses kegiatan yang ada di pondok pesantren hal ini

dikarenakan peranya sebagai pengasuh dalam pondok pesantren. Menurut

Nawawi, kepemimpinan secara etimologi berasal dari kata pimpin dengan

mendapat awalan”me”menjadi memimpin berarti menuntun, menunjukan jalan

dan memimbing. Perkataan lain yang disamakan pengertianya adalah mengetahui

atau mengepalai, memandu dan melatih dalam arti mendidik dan mengajari

supaya dapat mengerjakan sendiri. Kata memimpin berarti suatu kegiatan.

Sedangkan orang yang melaksanakannya disebut pemimimpin. Bertolak dari kata

pemimpin berkembang pula perkataan kepemimpinan berupa awalan “ke” dan

akhiran “an”pada kata pemimpin. Sehingga kepemimpinan menunjukan pada

semua prihal dalam memimpin termasuk juga kegiatannya.9

D.Peranan KH. Ahmad Nur Syamsi dalam Membentuk Masyarakat Penghafal Alquran

Sebelum berdirinya Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidzul Quran

An-Nur Kiai Ahmad An-Nur Syamsi mempunyai peran dalam masyarakat sekitar yaitu

8

Sukamto, Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren (Jakarta: Pustaka LP3ES, cet. Pertama,1999), 77.

9

(37)

29

membentuk masyarakat penghafal Alquran yang pada saat itu berawal dari beliau

berdakwah dan mengajarkan ngaji setiap hari di masjid Desa Glatik Kecamatan

Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

Dalam membina masyarakat desa yang pada saat itu masih belum

benar-benar memahami hakekat Islam dan juga belum memahami bacaan Alquran.

Tidak mudah bagi Kiai Ahmad Nur Syamsi untuk mengajari mereka tentang Islam

dan membaca Alquran, karena jiwa dan mental mereka masih belum siap. Pada

saat itu masyarakat Desa Glatik mata pencahariannya adalah bertani, mereka pergi

ke sawah pagi hari dan pulang sore hari, sehingga tidak ada waktu untuk dirumah

kalau pagi sampai sore, oleh karena itu jika dipaksakan, maka mereka pasti akan

lari.

Pada saat Kiai Ahmad Nur Syamsi mengajarkan Alquran di masjid ada

beberapa masyarakat yang menolak adanya kegiatan tersebut dengan alasan

mengganggu kegiatan di dimasjid. Oleh karena itu perlu ada pendekatan dan

cara-cara yang cerdas agar mereka perlahan-lahan tumbuh kesadarannya untuk belajar

membaca Alquran. Dengan berjalannya waktu, serta kharisma yang dimiliki

beliau, sehingga dapat meluluhkan hati masyarakat, akhirnya sedikit demi sedikit

masyarakat mulai berdatangan untuk belajar mengaji dengan Kiai Ahmad Nur

Syamsi.

Pada awalnya Kiai Ahmad Nur Syamsi mengajarkan membaca Alquran

(38)

30

Alquran bin nadzor, yakni dengan melihat mushaf kemudian jika sudah hatam 30

juz, maka beliau menyuruh masyarakat untuk belajar menghafal Alquran.

Adapun untuk bisa menghafal Alquran dengan baik harus mempunyai

kaidah-kaidah yang harus dimilik bagi setiap individu seorang penghafal Alquran

diantaranya adalah, pertama mempunyai niat yang ikhlas, artinya penghafal

Alquran wajib mengikhlaskan niatnya dan meluruskan tujuanya karena Allah serta

mengharapkan ridha-Nya. Kedua menentukan kemampuan menghafal dalam

sehari, maksudnya adalah penghafal Alquran seyogyanya dapat menentukan

kemampuannya dalam menghafal Alquran setiap hari, apakah satu halaman, dua

halaman, dan seterusnya, setelah itu baru mulai menghafal. Ketiga yaitu

memantapkan hafalan sebelum menambah dengan yang baru, artinya penghafal

Alquran dianjurkan untuk tidak menambah hafalan yang baru sebelum ayat yang

sudah dihafal benar-benar lancar, hal ini bertujuan agar hafalannya terekam dalam

otak dengan baik. Keempat yaitu upaya menjaga hafalan karena menghafal

Alquran itu berbeda dengan menghafal bait-bait syair, prosa dan karya-karya

sastra lainnya. Hal itu disebabkan hafalan Alquran cenderung hilang dari hati.

Oleh karena itu bagi penghafal Alquran harus mampu dan bersedia menjaga

hafalannya agar tidak mudah lupa.

Yang terakhir yaitu selalu menyetorkan hafalannya, artinya penghafal

Alquran tidak boleh mengandalkan hafalan dari dirinya saja, akan tetapi ia harus

(39)

31

melihat mushaf, akan tetapi lebih bagus kalau yang menyimak sudah hafal

Alquran.10

Kiai Ahmad Nur Syamsi memperhatikan dan menyeleksi masyarakat yang

bisa menerapkan pada dirinya kaidah-kaidah dalam menghafal Alquran yang

diajarkannya, serta melihat beberapa orang yang giat dalam belajar Alquran, kiai

Nur Syamsi menemukan lima orang yang memiliki semangat tinggi untuk

menghafal Alquran dan bisa menerapkan kaidah-kaiah dalam menghafal Alquran,

serta mempunyai niat yang ikhlas karena Allah.

Setelah beliau menemukan lima orang yang menurut beliau serius dalam

belajar dan membaca Alquran, Kiai Ahmad Nur Syamsi lebih

bersungguh-sungguh mengajari mereka untuk menghafal Alquran. Pada saat itu Kiai Ahmad

Nur Syamsi berhasil membuat lima orang yang sudah hafal Alquran, kemudian

beliau menugaskan mereka agar berusaha mengajak warga untuk mengikuti

belajar mengaji khususnya para petani yang lebih banyak waktunya di sawah.

Setelah masyarakat sekitar Desa Glatik sudah banyak yang belajar ngaji

dengan Kiai Ahmad Nur Syamsi beliau menyarankan kepada masyarakat agar

mau belajar untuk menghafal Alquran sedikit demi sedikit. Dengan kharisma yang

dimiliki beliau maka masyarakat menerima dengan baik usulan dari Kiai Ahmad

Nur Syamsi tersebut,. Pada saat itu peran Kiai Ahmad Nur Syamsi dalam

10

(40)

32

masyarakat semakin kuat ketika kehadirannya diyakini membawa berkah dan ilmu

agama untuk menjadikan masyarakat Desa Glatik lebih baik dari sebelumnya.11

Kharisma seorang kiai memperoleh dukungan dari masyarakat karena

memiliki kemantapan moral dan kualitas keilmuan, sehingga akhirnya melahirkan

suatu bentuk kepribadian yang magnetis (penuh daya tarik) bagi pengikutnya,

sekalipun proses ini mula-mula hanya beranjak dari kalangan terdekat, sekitar

tempat tinggalnya.12

Begitu juga dengan peran Kiai Ahmad Nur Syamsi di desa Glatik yang

juga mendapat dukungan penuh oleh masyarakat untuk menjadikan desa Glatik ini

sebagai desa yang penduduknya penghafal Alquran. Selain membentuk

masyarakat penghafal Alquran beliau telah menjadikan keluarganya sendiri hafal

Alquran dari turun temurun hingga sekarang.

Seperti yang dikatakan Sukamto bahwa hubungan antara kiai dengan

masyarakat diikat dengan emosi keagamaan yang membuat kekuasaan sahnya

semakin berpengaruh. Kharisma yang menyertai aksi-aksi kiai juga menjadikan

hubungan itu penuh dengan emosi. Karena kiai telah menjadi penolong bagi para

penduduk dalam memecahkan masalah-masalah mereka, yang tidak hanya

terbatas pada masalah spiritual saja tetapi juga mencakup aspek kehidupan yang

lebih luas.

11

Mundi, Wawancara, Glatik Ujung Pangkah, 25 September 2015.

12

Sukamto, Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren (Jakarta: Pustaka LP3ES, cetakan pertama, 1999), 13.

(41)

33

Para penduduk juga menganggap kiai sebagai pemimpin dan wakil mereka

dalam sistem nasional. Keberhasilannya dalam menunjukkan peran penting

hampir tak terelakan pada penempatannya tidak hanya sebagai seorang mediator

hukum dan doktrin Islam, tetapi juga sebagai kekuatan suci itu sendiri.13

Setelah beliau dipercaya oleh masyarakat Desa Glatik beliau ditunjuk

sebagai pengurus masjid dimana masjid itu tempat beliau mengajarkan Alquran

kepada masyarakat. Beliau juga menjadi Imam sholat di masjid serta menjadi

pendakwah kepada masyarakat sekitar Desa Glatik. Dengan berkembangnya

masyarakat Desa Glatik yang semakin hari semakin banyak, maka setelah

berdirinya Pondok Pesantren Ta’lim dan Tahfidzul Quran An-Nur pengajaran

beliau berpindah di pondok pesantren.

Pondok Pesantren An-Nur merupakan sarana bagi masyarakat untuk

belajar membaca dan hafalan Alquran bagi masyarakat Desa Glatik tanpa menetap

di pondok pesantren tersebut. Kiai Ahmad Nur Syamsi sangat berperan penting

dalam masyarakat sampai beliau wafat.

13

Ibid., 83.

(42)

34

BAB III

SYARAT MENGHAFAL ALQURAN DAN GAMBARAN METODE MENGHAFAL ALQURAN YANG DIGUNAKAN OLEH KH. AHMAD

NUR SYAMSI BAGI MASYARAKAT

A.Syarat-Syarat Menghafal Alquran di Pondok Pesantren An-Nur

Dalam proses untuk menghafal Alquran para penghafal Alquran

mempunyai beberapa persyaratan agar proses menghafalnya dapat berjalan

dengan lancar dan mencapai keberhasilan yang maksimal yaitu antara lain:

1. Niat yang Ikhlas

Niat yang ikhlas dan sungguh-sungguh akan mengantar seseorang

ketempat tujuan, dan akan membentengi dan menjadi perisai terhadap

kendala-kendala yang mungkin akan datang. Niat adalah hal yang paling

utama dalam melakukan segala sesuatu. Niat juga sebagai pengaman dari

penyimpangannya dalam suatu proses menghafal Alquran. Karena niat yang

ikhlas karena Allah akan memacu tumbuhnya kesetiaan dalam menghafal

Alquran. Dengan demikian tidak lagi menjadi beban yang dipaksakan, akan

tetapi justru menjadi kesenangan dan kesabaran.

2. Memiliki Keteguhan dan Kesabaran

Keteguhan dan kesabaran merupakan faktor yang sangat penting bagi

orang yang sedang menghafal Alquran. Hal ini disebabkan karena dalam

proses menghafal Alquran akan banyak sekali ditemui kendala-kendala

misalnya jenuh, bising, atau gangguan batin. Hal ini sering kali dirasakan

(43)

35

3. Istiqomah

Yang dimaksud dengan istiqomah adalah konsisten yakni menjaga

kelancaran dalam proses menghafal Alquran, dengan kata lain seorang yang

menghafal Alquran harus senantiasa menjaga kontinuitas dan efisien terhadap

waktu.

4. Mampu Membaca dengan Baik

Sebelum seseorang melangkah pada penghafalan Alquran, seharusnya

seseorang yang ingin menghafal Alquran harus meluruskan, melancarkan dan

menguasai bacaan tajwid terlebih dahulu agar hafalannya bagus dan benar.

5. Menjauhkan Diri dari Maksiat dan Sifat-Sifat Tercela

Perbuatan maksiat dan tercela merupakan suatu perbuatan yang harus

dijauhi bukan hanya oleh seorang yang menghafal Alquran, akan tetapi untuk

semua muslim. Pada umumnya mempunyai pengaruh yang besar terhadap

perkembangan jiwa dan mengusik ketenangan hati orang yang sedang

menghafal Alquran.1 Di antara sifat yang harus dijauhi khususnya bagi

penghafal Alquran yaitu madzmumah, ujub, riya’, hasad dan sebagainya.

Sifat madzmumah ini sangat besar pengaruhnya terhadap orang-orang yang

menghafalkan Al-Qur`an.

Perbuatan maksiat dan sifat madzmumah mempunyai pengaruh

terhadap perkembangan dan kestabilan jiwa (rohani) seseorang, termasuk di

dalamnya seorang yang sedang menjalani proses menghafal Alquran. Jika

1

(44)

36

ketenangan jiwa seseorang terganggu maka konsekwensi (istiqamah) pada

diri seseorang akan terpengaruh.

Konsentrasi yang selamanya telah dibina dan dilatih sedemikian

baiknya akan berubah bahkan akan menghilangkan konsentrasi penghafal

Alquran. Misalnya, seseorang yang menghafalkan Alquran karena riya’, jika

tidak ada seorang di dekatnya, maka dia tidak akan melanjutkan untuk

menghafalkan atau membaca, karena Allah SWT mengancam dan melarang

seseorang berakhlaq tercela tersebut.

Di samping beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang

penghafal Alquran, maka ada juga faktor pendukung dalam menghafal

Alquran juga merupakan hal yang dianggap penting demi tercapainya tujuan

tersebut, adapun faktor-faktor pendukung itu antara lain :

1. Usia Ideal

Tingkat usia seseorang memang berpengaruh terhadap keberhasilan

dalam menghafal Alquran. Usia yang kecil belum banyak terbebani

problematika hidup yang memberatkan. Sehingga akan lebih cepat

menciptakan konsentrasi untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

2. Manajemen Waktu

Pengaturan waktu mempunyai fungsi yang sangat penting dalam

upaya memperbarui semangat dan kemauan meniadakan kejenuhan dan

kebosanan serta mengupayakan adanya kesungguhan. Adapun waktu yang

dianggap sesuai dan baik untuk menghafal Alquran adalah sebagai berikut

(45)

37

a. Waktu sebelum terbit fajar

Waktu sebelum terbit fajar merupakan waktu yang baik untuk

menghafal ayat-ayat suci Alquran, karena disamping memberikan

kesenangan juga saat yang banyak memiliki keutamaan.

Setelah sholat

b. Waktu diantara maghrib dan isya’

Di Podok Pesantren An-Nur para santri dan masyarakat yang menghafal

Alquran diantara waktu maghrib dan isya’ biasanya digunakan untuk

deres sebagai persiapan setor kepada kiainya setelah sholat subuh.2

B.Pelaksanaan Menghafal Al-Quran di Pondok Pesantren An-Nur

Pelaksanaan menghafal Alquran bagi masyarakat Desa Glatik yang

menghafal Alquran di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran An-Nur, pada awalnya

dilaksanakan di masjid Baiturrohman Desa Glatik tepatnya di RT. 1 RW. 1, dan

pelaksanaannya di pagi setelah sholat shubuh dan siang hari setelah sholat

dhuhur.

Pada awalnya mengaji Alquran hanyalah anak-anak, remaja dan sebagian

orang tua yang jumlahnya sangat sedikit antara 10 sampai 15 orang, karena pada

pagi hari dan siang hari masyarakat desa Glatik sudah berada di sawah untuk

bekerja, oleh karena itu mereka tidak bisa mengikuti kegiatan ngaji di masjid.

Pada waktu itu Kiai Ahmad Nur Syamsi mengajak masyarakat untuk ikut

serta belajar mengaji, tapi ada yang menolak karena mereka tidak mau

2

(46)

38

meninggalkan pekerjaannya di sawah. Namun Kiai Ahmad Nur Syamsi tidak

putus asa, akhirnya beliau mencari tahu apa yang menyebabkan mereka tidak mau

ikut belajar mengaji, akhirnya Kiai Ahmad Nur Syamsi mengetahui alasan

masyarakat yang tidak mau mengikuti belajar mengaji, karena pada waktu pagi

dan siang hari masyarakat harus ke sawah untuk bekerja oleh karena itu mereka

tidak bisa mengikuti belajar mengaji di masjid.

Setelah mengetahui permasalahan yang dialami masyarakat sehingga

mereka tidak mau mengaji karena terbenturnya waktu bekerja sama kegiatan

mengaji di masjid, maka Kiai Ahmad Nur Syamsi mengubah waktu kegiatan yaitu

diganti pada waktu pagi hari setelah sholat subuh dan malam hari setelah sholat

maghrib. Setelah itu masyarakat mulai berdatangan untuk mengikuti kegiatan

belajar mengaji di Masjid Baiturrohman.

Adapun banyaknya yang dibaca pada saat mengaji dalam setiap pertemuan

dengan kiainya yaitu antara satu sampai dua halaman, jika satu sampai dua

halaman membacanya bisa lancar, maka kiainya akan menambah bacaannya lebih

dari dua halaman. Pengajaran Alquran baik bin-nadlor maupun bil-ghoib

dilaksanakan enam hari dalam satu minggu mulai hari sabtu, ahad, senin, selasa,

rabu, dan kamis. Sedangkan untuk hari jumat libur.

Adapun jadwal kegiatan pengajarannya yaitu pada waktu setelah sholat

subuh pukul 05.00 WIB itu dilaksanakannya tartilul quran dan itu waktu yang

dibutuhkan adalah 30 menit. Pada pukul 05.30 WIB pengajaran Alquran

(47)

39

hari yaitu setelah sholat maghrib tepatnya pukul 18.00 WIB pengajaran Alquran

bin-nadlor dan bil-ghoib.

Sedangkan waktu selain jam di atas adalah untuk belajar mengaji sendiri di

rumah masing-masing agar ketika mengaji dihadapan kiainya bacaannya bisa

lancar dan bagus. Teknis pengajarannya yaitu dua orang mengaji bin-nadlor

dihadapan kiainya dan dua orang yang hafalan itu di samping kanan dan kiri

kiainya. Pelaksanaan dan waktu belajar membaca Alquran ataupun menghafal

Alquran sejak pertama kali dilakukan oleh Kiai Ahmad Nur Syamsi tidak ada

perubahan setelah pondok pesantren berdiri hingga sekarang baik mengenai

pelaksanaan, waktu, dan teknis yang digunakan masih tetap sama. Demikian kiai

mengajar dengan telaten dan sabar menuntun bacaan mereka dengan

menyimaknya satu persatu tanpa lelah.3

C.Metode yang dipakai KH. Ahmad Nur Syamsi bagi Masyarakat Penghafal Alquran.

Dalam pembahasan ini, penulis memaparkan metode yang digunakan

dalam menghafal Alquran bagi masyarakat, bagi siapa saja yang ingin menghafal

Alquran, pertama kali yang harus dilakukan adalah membaca bin nadhor (melihat

mushof) dulu secara tartil dan fasih, dan secara berulang-ulang. Bagi penghafal

Alquran pemula disuruh menghafal juz 1 (satu) pada Alquran, setelah juz satu

hafal maka dilanjut juz 30 atau juz amma. Setelah juz satu dan juz amma hafal,

lancar maka boleh meneruskan hafalan pada juz dua dan selanjutnya.

3

(48)

40

Metode yang digunakan Kiai Ahmad Nur Syamsi bagi masyarakat yang

menghafal Alquran tidak berbeda dengan yang biasanya digunakan dalam

menghafal Alquran, yaitu antara lain :

1. Metode pengajaran Alquran bin-nadlor

Pengajaran Alquran bin-nadlor merupakan pengajaran Alquran bagi

pemula yang menghafal Alquran dengan membaca ayat-ayat Alquran dengan

melihat mushaf. Di sini para penghafal Alquran sebelum memulai hafalannya

dianjurkan dengan pengajaran Alquran bin-nadlor yaitu dimulai dari

membaca surat alfatihah.

Dalam bacaan surat alfatihah para pemula sebelum menghafal

Alquran dibimbing dan ditunjukan cara membaca ayat Alquran dengan baik

dan benar dalam pandangan ilmu tajwid sebagai pedoman dalam membaca

Alquran. Bagi penghafal Alquran di pondok pesantren An-Nur yang hendak

menghafal Alquran disyaratkan mampu membaca Alquran bin-nadlor dengan

baik dan dapat izin dari kiai, agar seorang penghafal Alquran dapat

menghafalkan secara baik dan bacaannya benar.

2. Metode pengajaran Alquran bil-ghoib

Pengajaran Alquran bil-ghoib merupakan pengajaran Alquran dengan

cara membaca Alquran dengan hafalan. Dalam pengajaran Alquran dengan

hafalan mempunyai sistem pengajaran yang berbeda dengan sistem

pengajaran Alquran bin-nadlor yaitu dengan sistem setoran.

Kalau setoran Alquran bin-nadlor dalam setiap setoran adalah selalu

(49)

41

bil-ghoib setorannya meliputi, setoran tambahan yaitu dimana santri menyetor

tambahan bacaan Alquran kepada kiai untuk disimak benar dan salahnya

bacaan. Setoran tambahan dilaksanakan pada waktu pagi hari yaitu setelah

sholat subuh sampai selesai dan setoran ulangan yaitu dilaksanakan pada

petang hari yaitu setelah sholat isya’.

Untuk setoran tambahan biasanya sebanyak satu sampai dua halaman,

sedangkan untuk setoran ulangan biasanya sebanyak dua sampai lima

halaman atau lebih. Metode yang demikian ini dipakai bagi penghafal

Alquran agar disamping seorang yang menghafal Alquran menjaga

hafalannya juga ada keseimbangan dan kesinambungan dalam menghafal

Alquran.

3. Metode Tikrar

Sebagaimana telah diketahui selain menggunakan metode tahfidz kiai

Ahmad Nur Syamsi menggunakan metode tikrar. Materi metode tikrar

maksudnya adalah mengulang-ngulang materi hafalan yang telah dihafalkan

atau disetorkan dengan tujuan agar terhindar dari bahaya kelupaan dan untuk

kelancaran hafalan.

Adapun pelaksanaan metode tikrar bagi penghafal Alquran

sebagaimana hasil observasi yang telah dilakukan oleh penulis yaitu santri

mengulang-ulang materi yang telah ditashih oleh kiainya dengan cara bergilir.

tikrar harus diulang dari awal lagi dengan maksud agar penghafal Alquran

(50)

42

merasa bingung jika sudah banyak yang dihafal, maka diperlukan untuk

mengulang-ulang.

4. Evaluasi Hafalan

Dalam setiap pembelajaran diperlukan adanya evaluasi untuk menguji

setiap pembelajaran yang telah dilakukan dan untuk memperbaiki yang

kurang dalam pembelajaran itu, dan evaluasi yang dilakukan adalah setiap

penghafal Alquran yang mau melanjutkan hafalannya ke materi yang baru,

maka harus menghafal satu juz di hadapan kiainya. Dengan demikian sistem

evaluasi inilah para penghafal Alquran merasa lebih kuat hafalannya.

D.Problem dan Solusi Menghafal Alquran di Pondok Pesantren An-Nur

Problematika menghafal Alquran yang dihadapi oleh santri maupun

masyarakat desa Glatik yang menghafal Alquran di Pondok Pesantren An-Nur

sangat beragam sekali, mulai dari problem yang berhubungan dengan obyek yang

ditekuninnya yaitu Alquran, sampai dengan yang berhubungan dengan lingkungan

sekitar.

Seperti yang dikatakan oleh salah satu warga desa Glatik yang menghafal Alquran di pondok pesantren An-Nur yang bernama Fatichul Maayisy dia mengatakan bahwa, Di dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, seorang tidak akan lepas dari berbagai hambatan dan kesulitan yang menimpa. Tidak ada keberhasilan tanpa adanya hambatan dan pengorbanan.4

Walaupun berjalan dengan lancer suatu kegiatan tersebut, yang namanya

hambatan dan kesulitan selalu mengiringi biarpun itu sedikit atau kecil.

Sebagaimana dalam pelaksanaan menghafal Alquran di pondok pesantren ini,

4

(51)

43

hambatan-hambatan terhadap pelaksanaan menghafal Alquran juga pasti akan

terjadi.

Sebagaimana dikatakan di atas bahwa dalam mewujudkan satu tujuan

tidak akan lepas dari hambatan dan kesulitan yang harus dihadapi. Begitu juga

yang dialami oleh santri maupun masyarakat desa yang menghafal Alquran.

Problem yang dihadapi adalah sebagai berikut:

1. Problem intern

a. Banyaknya ayat-ayat yang sudah dihafal lupa lagi

Problem ini sering terjadi pada seorang penghafal pemula, karena

pada santri yang menempuh juz-juz awal ini santri sangat semangat

sekali untuk menambah hafalannya, akan tetapi malas nderes

(memperlancar) hafalan yang baru atau telah dihafalkannya, oleh karena

hafalan yang baru dihafalkannya itu belum melekat pada ingatannya

sehingga kalau tidak dibaca berulang-ulang, maka hafalannya akan lupa.

Jika pada waktu para penghafal Alquran dituntut oleh kiainya untuk

membaca hafalan yang sebelumnya, maka mereka akan merasa kesulitan.

Cara mengatasinya yaitu dengan menggunakan metode tikrar

(mengulang-ulang kembali), karena keyakinan dan keoptimisan tidak

boleh dihilangkan dan kemalasan harus dibuang. Sebab kemalasan itulah

yang menyebabkan kegagalan dalam mendapatkan keberhasilan dan

kesuksesan dalam menghafal Alquran.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa setiap

(52)

44

para penghafal Alquran terutama pada masalah ini penyebab utamanya

adalah malas-malasan dan tergiur dengan materi baru, padahal dua hal

tersebut yang akan menjadikan kendala bagi diriya sendiri. Bagi

penghafal Alquran ketika terjadi masalah kelupaan dalam hafalannya

mereka tidak boleh berputus asa dalam mengulang bacaannya sampai

lancar, karena berputus asa dilarang oleh agama sebagaimana firman

Allah dalam suratYusuf ayat 87 yang berbunyi:

b. Di dalam Alquran sangat banyak ayat-ayat yang serupa tapi tidak sama.

Biasanya pada awal surat bacaannya sama dan mengenai

peristiwa yang sama akan tetapi pada pertengahan atau akhir ayatnya

berbeda. Ini merupakan salah satu problem yang dihadapi para penghafal

Alquran dan sangat sulit pula bagi penghafal Alquran untuk meneliti dan

mengingat juz atau surat apa dan ayat berapa yang dibacanya.

Para penghafal Alquran di Pondok Pesantren An-Nur

menganggap banyaknya ayat yang serupa adalah problem yang dihadapi

dalam proses menghafal Alquran, walaupun ada yang mengatakan

masalah itu bukanlah masalah yang sangat besar akan tetapi para

penghafal Alquran memiliki solusi yaitu dengan cara menghitung ayat

yang serupa tersebut, kemudian ditulis pada buku untuk

diperbandingkan, dan ayat-ayat yang serupa tersebut diberi garis bawah.

Dengan memberi garis bawah pada ayat-ayat yang serupa itu akan

mempermudah mengetahui kata yang serupa.5

5

(53)

45

Contoh ayat yang serupa tapi tidak sama dan tidak dalam satu

surat yaitu, surat Almukminun ayant 83:6



































































Referensi

Dokumen terkait