13
ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAN PENAMBANGAN
BAWAH TANAH TERHADAP PROPAGASI
SUBSIDENCE
DI DAERAH ERTSBERG PT FREEPORT INDONESIA, PAPUA
oleh :
Ellisa Tirayoh*) dan Arista Muhartanto**)
*) Alumni Prodi T. Geologi **) Dosen Tetap, Prodi T. Geologi
Fakultas Teknologi Kebumian & Energi, Usakti Gedung D, Lantai 2, Jl. Kyai Tapa No.1, Grogol, Jakarta 11440
Abstrak
Daerah operasional penambangan PT Freeport Indonesia ialah penambang bawah tanah dan open pit. Daerah penambangan bawah tanah, meliputi area GBT (Gunung Bijih Timur) 1 dan 2, DOZ (deep ore zone), IOZ (intermediate ore zone). Metoda tambang bawah tanah yang diaplikasikan adalah block caving.
Operasional block caving adalah melakukan undercutting pada level undercut yang bertujuan untuk membuat initial cave, apabila terbentuk, maka akan diikuti oleh amblesan dari block bijih di level panel.
Amblesan dari cave disebabkan sistem penambangan PT Freeport Indonesia, sedangkan kondisi geologi di permukaan, gaya tegasan dan pergesaran dari sesar, sehingga membentuk rekahan dan hanya memperlihatkan penyebaran batas cave.
I. Pendahuluan
PT Freeport Indonesia adalah perusahaan tambang emas dan tembaga yang beroperasi
dengan menggunakan dua macam sistem
penambangan, yaitu sistem tambang terbuka
dengan metode open pit dan sistem tambang bawah
tanah dengan metode blockcaving.
Tambang terbuka PT Freeport Indonesia mulai berproduksi pada tahun 1972 dengan menambang cadangan bijih di Gunung Bijih (Ertsberg) yang dilanjutkan dengan penambangan di Grasberg, sedangkan tambang bawah tanah di PT. Freeport Indonesia produksinya mulai pada tahun 1980, ketika diketemukannya cadangan bijih tembaga di sebelah timur Gunung Bijih atau dikenal dengan GBT (Gunung Bijih Timur).
Saat ini, daerah PT. Freeport Indonesia sedang melakukan penambangan bawah tanah dengan menggunakan metode block caving, meliputi IOZ (Intermediet Ore Zone), DOZ (Deep Ore Zone), DOM (Deep Ore Zone).
Dengan adanya kegiatan penambangan bawah
tanah yang menggunakan metode block caving,
sangat memungkinkan terjadinya subsidence. Hal ini disebabkan, karena dampak penambangan bawah tanah ini dapat mengakibatkan hilangnya daya dukung tanah dan batuan. Selain itu, subsidence atau amblesan juga dapat terjadi akibat dari adanya struktur geologi.
Daerah PT Freeport Indonesia terdapat area subsidence atau amblesan berada di daerah Ertsberg yang dioperasikan penambangan bawah tanah dan menggunakan metode block caving, meliputi daerah GBT area 1 dan 2, IOZ (Intermediet Ore zone), DOZ (Deep Ore Zone), DOM (Deep ore Mineralization).
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui penyebab terjadinya subsidence; (2) untuk mengetahui pengaruh metode penambangan dengan sistem block caving terhadap subsidence; dan
(3) untuk mengetahui arah amblesan terhadap
penambangan bawah tanah.
Analisis struktur geologi, berupa kekar, sesar di batuan diorite, marble, diorite magnetite-fosterite skarn, batupasir karbonatan. pada lokasi subsidence dengan pemetaan struktur geologi. Analisis struktur
geologi. kemudian dikaitkan dengan data
penambangan bawah tanah di tambang GBT 1 dan 2, IOZ, DOZ dan DOM.
Secara umum kondisi geologi di area
penambangan PT.Freeport Indonesia termasuk ke dalam zona penyusupan yang berhubungan dengan sistem busur pada teori tektonik lempeng. Area tersebut berada pada batas tumbukan antara Lempeng Australia dengan Indo-Pasifik yang bergerak ke arah baratdaya. Penyusupan lempeng yang terjadi mengakibatkan pengangkatan batuan sedimen (karbonatan), kemudian diinstrusi oleh magma pada batas tepi lempeng.
Sesar-sesar dip slip ditemukan dengan trend hampir parallel dengan sumbu lipatan dengan besar pergeseran (offset) kurang dari beberapa ratus meter (McDowell et al., 1996). Lipatan dan sesar dip slip ini dipotong oleh sesar dengan pergerakan strike slip dengan arah N 300 E – N 700 E dan N 1700 E-N 1800E. Sesar dengan trend arah NE memperlihatkan pergerakan mendatar mengiri (left lateral fault) dan
sesar dengan trend arah N memperlihatkan
pergerakan mendatar menganan (right lateral fault) (Quarles van Ufford, 1996). Pergeseran yang dihasilkan oleh sesar-sesar ini berskala mulai dari beberapa meter sampai beberapa ratus meter (Sapiie dan Cloos, 1994, 1995; Quarles van Ufford, 1996).
Akibat dari proses geologi ini akhirnya terbentuk suatu pusat daerah kompleks mineralisasi dalam bentuk zona-zona di sepanjang batas zona instrusi. Zona-zona yang terbentuk, meliputi : 1. Zona Grasberg. Zona ini berupa tubuh instrusi
dengan bijih berupa Cu-Au porphyry dengan
14
2. Zona Skarn Ertsberg. Zona ini, meliputi : a. Zona Gunung Bijih Timur (East Ertsberg)
b. Zona Mineralisasi Bijih Dalam atau Deep Ore
Mineralized (DOM)
c. Zona Bijih Menengah atau Intermediate Ore Zone (IOZ)
d. Zona Bijih Dalam atau Deep Ore Zone (DOZ)
e. Zona Gossan Besar atau Big Gossan
Geologi Daerah Penelitian
Struktur Geologi
Dua sistem deformasi utama diketahui didaerah
GBT (Gunung bijih timur). Lipatan berskala
kilometer (kilometers scale folds) dengan arah N 1100 E (dikenal Yellow Sincline) merupakan struktur geologi utama yang melalui districk GBT ini.
Lokasi penelitian pada surface subsidence terletak pada daerah Irian Jaya mobile belt yang merupakan bagian perbatasan antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik bagian baratlaut.
Lempeng Indo-Australia mengandung batuan klastik yang nerupakan bagian grup Kambelangan dan mengandung batuan karbonat.
Struktur yang berkembang di daerah subsidence adalah sesar, kekar dan rekahan., Left strike-slip fault berarah N 2550 E-N 700 E merupakan batas antara daerah skarn yang mengandung bijih dibagian selatan dengan daerah diorit alterd di bagian utara yang mengandung mineral. Patahan bersudut besar dan memotong sistem skarn gunung bijih timur (EESS) sepanjang baratlaut sampai tenggara dari batas mineralisasi.
Sesar Ertsberg 1 dan 2
Sesar Ertsberg (SE) 1 berarah baratdaya-timurlaut melewati atau pada bagian tambang bawah tanah IOZ (Intermediet Ore Zone) dan DOZ (Deep Ore Zone). Sesar geser menganan N 120 E slickenside-nya N 800 E - N 900 E. Sesar ini adalah sesar penyerta antitetic faul
SE 2 ditemukan bagian timur daerah penelitian. Sesar ini dengan pergerakan sesar geser mengiri (sinistral strike slip fault) mempunyai arah N 2050 E, cermin sesarnya N 700 E, struktur ini termasuk dalam sesar penyerta (synthetic fault). Batuan diorit ditemukan di lapangan pada bagian timur terlihat banyak rekahan akibat dilewati sesar. Kekar pada diorit di lokasi ini, umumnya berarah NE.
Stratigrafi Regional
Dua formasi yang ditemukan telah mengalami ubahan akibat adanya intrusi batuan beku
berkomposisi intermediet yang dikenal sebagai intrusi diorit Ertsberg. Secara kompleks, litologinya dibagi dua kelompok besar, terdiri dari kelompok formasi dan batuan intrusi.
Kelompok formasi, Formasi Waripi (Tw), berumur Paleocene dengan ketebalan mencapai 300
m yang merupakan lapisan Mg dolomite dengan
sisipan silt dan sand. Formasi Faumai (Tf), berumur Eocene dengan ketebalan antara 120-150 m terdiri dari lapisan massive limestone. Formasi Sirga (Ts), berumur Oligocene dengan ketebalan 30-50 m yang
tersusun oleh quartzone sandston dengan semen
berupa calcite,silstone dan sandy limestone.
Kelompok batuan intrusi Ertsberg. Satuan intrusi meliputi 35% dari daerah penelitian. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan deskripsi secara megaskopik diketahui diorit di daerah penelitian terdiri atas 2 tipe. Tipe pertama adalah diorit dicirikan oleh warna abu-abu terang, tekstur
equigranular, holokristalin, butir subhedral-
anhedral, ukuran butir halus sampai sedang (1-2
mm) terdiri atas plagioklas, klinopiroksen,
hornblende, biotit, kuarsa. Tipe kedua adalah
Diorite Altered dengan ciri-ciri warna abu-abu
terang-kemerahan, tekstur porfiritik,
inequi-granular, butir subhedral-anhedral, fenokris terdiri atas hornblende, biotit, plagioklas dan kuarsa berukuran 0,5 – 1,5 mm dengan matriks terdiri atas k-feldspar dan plagioklas. Diorit jenis kedua ini memeotong tubuh diorit tipe pertama, sehingga disimpulkan bahwa diorit tipe kedua berumur lebih muda. Lokasi E 737496, N 9548738
Marmer, putih-abu-abu, semen karbonatan pemilahan baik, bentuk butir halus sampai sedang, kemasnya tertutup, porositas baik, kekompakan sangat kompak, besar butir >1 mm. Lokasi: E ditambang dengan sistem tambang terbuka.
2. Biaya produksi relatif lebih murah bila
dibandingkan dengan sistem tambang bawah tanah yang lain.
3. Kondisi batuan di DOZ mempunyai rock
strength lemah dan mempunyai banyak retakan
sehingga mudah hancur oleh bebannya sendiri.
4. Geometri dari tubuh bijih Cu skarn yang besar,
15
Gambar 1. Letak Tambang DOZ
Block caving adalah metode penambangan yang bertujuan untuk memotong bagian bawah dari blok bijih sehingga blok bijih tersebut mengalami keruntuhan dengan sendirinya disebabkan oleh beban beratnya dan dengan adanya gaya gravitasi bumi. Konsep kerja penambangan dengan metode ambrukan blok adalah meruntuhkan tubuh bijih di atas level undercut secara massal, dengan cara membuat gua-gua ambrukan, sehingga nantinya akan terjadi perambatan ambrukan pada bijih akibat beban dari pada bijih itu sendiri. Batu-batuan antara level undercut dan level produksi yang tidak
diruntuhkan disebut sebagai pilar. Metode ini
diterapkan terutama pada blok badan bijih yang besar, karena tingkat produksinya yang sangat tinggi.
Secara umum ada beberapa syarat untuk menerapkan metode block caving dalam aktivitas penambangan bawah tanah yaitu:
1. Memiliki endapan bijih yang tebal lebih dari 30
m, memiliki kekuatan batuan yang seragam dari lemah sampai medium (25 – 100 kpa), dengan batas bijih dan batuan jelas.
2. Memiliki kekuatan bijih yang lemah sampai
kuat (25-250 kpa), diutamakan massa bijih yang
mempunyai rekahan atau kekar bukan
berbentuk block sehingga dapat runtuh dengan sendirinya.
3. Bentuk deposit/cadangan masif dan tebal.
4. Penunjaman cadangan (deposit dip) agak curam (lebih besar dari 60o) atau vertikal, dapat juga agak rata jika cadangan tebal.
5. Ukuran cadangan meliputi daerah yang sangat luas, mempunyai ketebalan lebih dari 30 m.
6. Memiliki keseragaman bijih yang homogen dan
seragam. Kedalaman sedang antara 600 m sampai 1200 m, sehingga cukup kuat untuk
menimbulkan tekanan dari overburden yang
melebihi kekuatan batuan.
Subsidence adalah pergerakan materialnya tanpa
memandang ada tidaknya bagunan-bangunan
teknik yang ada di permukaan tanah dan dapat terjadi pada daerah yang relatif luas, yaitu dari beberapa puluh meter sampai beberapa puluh kilometer persegi, sedangkan settlement adalah pergerakan material ke bawah akibat adanya beban bagunan teknik, dan beban yang lain yang ada di permukaan tanah. Dengan demikian, hanya terjadi pada daerah yang relatif sempit, yaitu di daerah yang telah ada bangunan-bangunan, dan kisaran ukurannya adalah dari beberapa meter persegi sampai beberapa ratus meter persegi.
II.Metodologi
Metode digunakan dalam studi ini adalah:
a. Metode pengamatan
- studi literatur
- kondisi geologi daerah subsidence
- pengambilan sampel
b. Metode analisis
- perhitungan analisis kekar dengan software
dips
- pengambilan sampel guna untuk mengetahui
daya dukung batuan.
Hasil dalam metode pengamatan, berupa pemetaan dan pengamatan struktur geologi dan subsidence dengan lembaran foto radar, sedangkan dalam metode analisis, antara lain :
- mengelompokkan kekar dan dihitung arah
dominan dengan menggunakan schmid net.
- mengintepretasi dari metode pengamatan yang
ada.
III. Hasil dan Pembahasan
Pengamatan Struktur Geologi
16
3975 m dan 4600 m di atas permukaan laut. Pengamatan struktur geologi di permukaan dengan cara mencatat pengukuran kekar dan sesar yang terdapat pada batuan-batuan yang tersingkap, dan pengambilan contoh batuan, sedangkan pengamatan TDR (time domain reflection) ini digunakan dalam melihat kemajuan cave di level undercut dan level extraction DOZ dengan cara mengambil data sekunder dari PT. Freeport Indonesia di depth geotech underground.
Setiap bidang jenis batuan yang meliputi jurus,kemiringan dari batuan diorit, calcareous sandstone, diorite altered dan marble diamati dengan menggunakan pengukuran kekar dan sesar sebanyak 302 buah.
Hasil Pengamatan
Analisis struktur geologi dilakukan terhadap hasil pengamatan pemetaan adalah :
1. Pengelompokan pengukuran kekar dan sesar
pada grafik schmidt net.
2. Pengamatan struktur geologi dengan foto
radar dengan data sekunder PT Freeport Indonesia.
Analisis Struktur Geologi dalam Schmidt Net
Pengukuran kekar di LP-1 sampai LP-8, memperlihatkan arah jurus kemiringan yang berbeda berarah timurlaut-baratdaya, utara-selatan, tenggara-baratlaut. Penyebaran cave pada subsidence lebih cenderung ke arah timurlaut -baratdaya.
Analisis Data PT Freeport Indonesia Depth.
Geotech. Underground
Analisis struktur geologi dan arah subsidence dari foto radar. Foto radar digunakan untuk melihat
perkembangan subsidence pergerakan subsidence
sampai Januari 2004 (Foto 1), dan pergerakan subsidence sampai Mei 2004 (Foto 2).
Foto 1. Kemajuan Cave Daerah Subsidence pada tanggal 8 Januari 2004
Foto 2. Kemajuan Cave yang diambil pada bulan Mei 2004
Analisis pengamatan penambangan dengan
TDR (Time Domain Reflectometry). Pengamatan
diawali dengan melakukan pemboran dengan orientasi arah kedalaman tertentu sesuai rencana
yang menembus cave, selanjutnya memasukan kabel
sedalam lubang pemboran panjang dari kabel ini akan menjadi berkurang, jika terjadi pergerakan
cave dengan tujuan untuk mengamati dan mencatat
panjang kabel TDR tertentu dalam keadaan putus atau fault/break cable, sehingga dapat diketahui batas dari cave.
Di level penambangan DOZ diindikasikan
bahwa secara vertikal menyebar ke arah selatan. PT Freeport Indonesia membuat program dalam
memonitoring kemajuan cave di tahun 2004,
sebagai berikut :
- Periode I bulan JanuariMaret 2004 (1stquarter)
Bentuk DOZ Cave. Berdasarkan data TDR dan total material yang di drawpoint, perbandingan dari tinggi penarikan baijih dan tinggi cave 1 : 3,42 dan batas dari ketinggian cave adalah 818 m, terdapat pada panel 16/17 DB-3. Gambar 2 untuk
memprediksi tingginya cave di beberapa panel.
Penyebaran cave DOZ. Petunjuk penyebaran
cave di permukaan dapat dipengaruhi oleh
topografi dan struktur, meliputi sesar dan bidang perlapisan. Gambar 3, beberapa fakta di daerah subsidence dan putusnya TDR adalah: (a) struktur di daerah Ertsberg dengan arah orientasi timur-barat dan jurus kemiringan N 700 E. Tekanan dari
sesar mempengaruhi perkembangan subsidence dari
pergerakan vertikal dari cave berbelok pada bidang sesar Ertsberg; (b) pada akhir periode, kabel TDR yang putus pada daerah selatan. Ini mengindikasi-kan bahwa DOZ cave secara vertikal bergerak ke arah selatan. Posisi dimple ke undercut footprint tidak tepat pada titik tertinggi pada DOZ cave (panel#16/17 DB#3), dibelokkan ke bagian selatan.
Pengamatan Perubahan Permukaan
17 Pengamatan periode I memperlihatkan pergerakan
ke utara. Mekanisme dari subsidence dikontrol oleh aktivitas tambang DOZ; (b) Pengamatan kekar, umumnya berarah timurlaut, kecuali CM-05a (timur) dan CM-07 (utara). Arah dari pergerakan
kekar ini mengidentifikasikan bahwa subsidence
mengikuti DOZ cave.
Gambar 2. Bentuk Cave IOZ/GBT dan DOZ 3D diprediksi Maret 2004, ketinggian belakang Cave 818 m (relatif DOZ
Level Extraction) Lokasi Panel#16, DP#3E dan panel 17, DP#3W
Periode II Bulan April - Juli 2004 (2ndQuarter
)
Bentuk DOZ Cave. Prediksi bentuk DOZ cave
diperbaharui berdasarkan pada produksi
rata-rata dari masing-masing drawpoint sampai
dengan Juni 2004 dan berdasarkan pada data perekaman TDR. Rata-rata perbandingan dari tinggi penarikan dan tinggi cave 1: 4. prediksi dari cave tertinggi untuk masing-masing panel dilihat pada Gambar 4.
Penyebaran cave DOZ. Penyebaran cave di permukaan dapat dipengaruhi oleh topografi dan struktur sesar, bidang perlapisan dan aktifitas penambangan. Pergerakan vertikal
DOZ cave dibelokan ke arah selatan. Gambar 5,
beberapa fakta di daerah subsidence dan putusnya TDR.
Pengamatan Cave di Level Undercut dan Level Extraction di Periode II
Pengamatan terakhir pada caving dilakukan
pada bulan Juni 2004 dari pemeriksaan ini didapatkan daerah-daerah yang merupakan daerah kritis, IOZ conveyor, 3426/I; G#18 waste conveyor drift, 3586/L, G#2 –service drift, 3616/L; main adit, 3686/L; GRS#53, 3686/L; G#1, 3616/L G#9,
3616/L; DOM service, 3646/L; dan daerah 2
extraction, 3625/L GHL#9.
Kondisi Daerah Subsidence
PT. Freeport Indonesia di daerah Ertsberg terdapat Subsidence di atas tambang IOZ, GBT dan DOZ. Subsidence ini di kontrol melalui pemeriksaan kabel TDR (time domain reflectometry) untuk mengetahui luas amblesan pada permukaan, dibagi 2 periode, yaitu :
Periode 1 (Bulan Januari - April 2004)
Foto udara periode I adalah salah satu
alat yang digunakan untuk kontrol
permukaan subsidence, terutama ketika gua telah menerobos mencapai ke permukaan (Gambar 6). Pada tanggal 8 Januari 2004 menunjukkan perubahan di bagian timur subsidence area, nampak punggung bukit
Guru Ridge dan letusan yang membuka pada
bagian atas sisi Yellow Valley di zona subsidence.
Kondisi Daerah Subsidence pada Periode- I
a. Dimple
Dimple adalah tekanan berbentuk kerucut
disebabkan oleh subsidence dengan massa batuan dari material cave yang bergerak ke arah bawah, karena pengaruh gravitasi meluncur dari bagian atas lereng yang curam.
Gambar 3. Kemajuan Cave di Level DOZ pada arah Selatan
Arah Perkembangan Subsidence
Daerah subsidence terletak di atas tambang IOZ, GBT dan DOZ berdasarkan mekanisme penye-baran cave. Beberapa area subsidence dibedakan oleh:
- area yang berpengaruh langsung
18
Area yang berpengaruh langsung adalah material batuan dengan sudut berasal dari cave boundary secara vertikal dan horizontal atau yang disebut angel of draw dan angel of break atau subsidence.
Gambar 4. Dimensi bentuk IOZ/GBT dan DOZ di prediksi pada bulan Juni 2004
Area yang tidak berpengaruh adalah area yang di perluas di sebabkan oleh aktifitas yang terus berlangsung. Terutama arah jatuhan material pada lapisan atas atau hangging wall searah dengan kemiringan.
Gambar 5. Kemajuan vertikal cave pada arah NE – SW
Pada periode I tahun 2004, penyebaran dari subsidence arah tenggara, batas garis cave dan batas garis rekahan di daerah subsidence dari data monitor
bawah tanah (pengamatan bentuk cave dan
pengamatan rekahan) melalui observasi foto. Batas garis cave periode ini 1,232,013 m2, dibandingkan pada bulan Desember 2003 berkisar
9,4% luas cave (Gambar 7) dan batas rekahan
periode ini 1,684,676 m2, perbandingan pada bulan Desember 2003 berkisar 18.6 % (Gambar 8).
Periode II (Mei 2004 - Desember 2004)
Foto udara periode II adalah alat monitor perkembangan permukaan subsidence; terutama gua
yang menembus sampai ke permukaan dimple. Foto
3 dan 4 foto perkembangan daerah subsidence dari periode I ke periode II Bulan Maret hingga Juni 2004, foto ini menunjukan pergerakan bagian Timur subsidence meliputi Guru Ridge; dan rekahan di Yellow Valley.
Level tambang DOZ menunjukan telah
menerobos permukaan, sehingga pada
permukaan berbentuk dimple.
Kondisi Daerah Subsidence pada Periode-II
Massa batuan di cave berkurang, maka
batuan permukaan yang telah mengalami rekahan akan runtuh di bawah gravitasi kondisi geomorfologi yang sangat curam.
Pada periode-2, penyebaran subsidence di permukaan ke arah bagian timur, batas garis
Kondisi Umum Geologi Daerah Subsidence
Struktur geologi pada daerah
subsidence saling memotong antara Sesar Ertsberg-1 berarah timurlaut-baratdaya dan Sesar Ertsberg-2 berarah utara-selatan, selain itu struktur kekar yang berada di daerah subsidence, sebagian besar searah dengan sesar. Material runtuhan dari hasil ledakan sistem blasting dari level undercut membuat massa batuan yang di bawah tanah dan permukaan akan lemah atau massa
batuan berkurang, nampak pada
permukaan arah jatuhan dari material searah dengan sesar dan dipengaruhi oleh kondisi geomorfologi yang sangat curam.
Sistem Penambangan di PT Freeport Indonesia
PT Freeport indonesia dalam
memproduksi tambang menggunakan sistem block
caving dan metode blasting dengan cara kerja dibagi per level sebagai berikut:
1. LevelUndercut. Level ini dirancang khusus untuk pemboran dan peledakan ore.
19 tempat penampungan, dan ada juga yang
dijadikan konsentrat.
3. Level Truck Haulage. Level ini adalah jalan truk
pengangkutan yang membawa ore pada
permukaan menuju ke bagian pengahancur batuan.
4. Level Ventilasi. Level ini berguna untuk memberikan udara masuk dan keluar pada setiap level.
Gambar 6. 3D dari posisi Dimple yang relatif di atas tambang IOZ, GBT dan DOZ dan beberapa kondisi permukaan
Hasil Pengamatan Subsidence
Periode 1 dan 2 menunjukan luas penyebaran subsidence kira-kira 9.4% dikaitkan dengan sistem penambangan amblesan yang terjadi hanya hasil blasting dari block cave pada level undercut yang turun, sedangkan struktur geologi yang berperan
adalah sesar dan arah jatuhan meterial
dipengaruhi oleh kondisi geomorfologi yang sangat curam.
Pengaruh Kontrol Struktur Geologi
Kontrol struktur geologi yang berperan, meliputi sesar dan kekar di daerah subsidence, seperti pada lokasi pengamatan (LP):
1. LP-1, terdapat batuan diorit, dijumpai
struktur sesar yang melewati batuan ini. Arah kemiringan dari lapisan batuan timurlaut-baratdaya. Arah jatuhan material berarah selatan.
2. LP-2 berada di bagian timur, dijumpai diorit
dan arah kemiringan lapisan batuan
timurlaut-baratdaya. Arah jatuhan material dominan berarah timurlaut.
3. LP-3 berada bagian timurlaut daerah
subsidence dengan batuan yang tersingkap
batupasir karbonatan dan arah kemiringan lapisan timurlaut-baratdaya. Arah jatuhan material ke arah dominasi kekar yang terbanyak, yaitu arah timur.
4. LP-4 terdapat batuan yang tersingkap adalah batupasir karbonatan dan arah sebaran lapisan batuan barat-timur dan
timurlaut-baratdaya, sedangkan arah kemiringan batuan ke arah utara. Arah jatuhan material ke arah dominasi kekar yang terbanyak, yaitu arah timur.
5. LP-5 yang tersingkap adalah batuan marmer dan sebaran batuan berarah timurlaut-baratdaya, sedangkan arah kemiringan batuan ke arah utara. Arah jatuhan material ke arah dominasi kekar yang terbanyak, yaitu arah
timur.
6. LP-6 yang tersingakap adalah
batuan diorit dan arah sebaran lapisan
batuan timurlaut-baratdaya, sedangkan
arah kemiringan batuan ke arah utara. Jatuhan material akan dominan 2 arah, yaitu timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara.
7. LP-7 yang tersingkap batupasir
fosterite magnetite skarn dan sebaran batuan berarah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara, arah kemiringan lapisan ke utara. Arah jatuhan material ke arah dominasi kekar yang terbanyak, yaitu arah timur.
8. LP-8 yang tersingkap adalah
batuan marmer, arah kemiringan lapisan timurlaut-baratdaya, kemiringan lapisan mempunyai 2 arah, yaitu arah utara dan selatan, jatuhan materaial dominan berarah timurlaut.
Arah Struktur Geologi dan Penyebaran Subsidence
Arah struktur geologi di daerah subsidence
berperan terhadap melebarnya batas cave, sehingga jatuhan material didominasi dengan kondisi geologi. Setiap lokasi pengamatan arah struktur
geologi mempengaruhi cave, sehingga jatuhan
material akibat blasting akan mengikuti arah
gravitasi pengunungan yang sangat curam.
Pengaruh Penambangan Bawah Tanah
Penambangan bawah tanah IOZ, GBT dan DOZ lokasinya terdapat diatas subsidence area, dan aktivitas penambangan dalam sistem block caving. Sistem block caving ini turun, karena diledakan dengan metoda blasting, akibatnya di permukaan akan bergerak dan material jatuh sesuai dengan kondisi gemorfologi yang ada.
Pada daerah sekitar di PT Freeport Indonesia lokasi tambang bawah tanah selain dari IOZ,GBT dan DOZ akan menambah lokasi yang akan ditambang meliputi Guru Ridge, Kucing Liar dan DOM, kondisi geomorfologi lokasi ini sama dengan sistem penambangan yang lama yaitu
menggunakan sistem block caving dan metoda
blasting.
Besar Jangkauan Pengaruh Cara Penambangan
terhadap Subsidence
Luas dari penambangan itu sendiri akan
20
permukaan akan terlihat gua yang menembus daerah permukaan. Subsidence yang terjadi pada permukaan dikontrol dengan kondisi struktur geologi, dimana Sesar Ertsberg-1 dan Sesar Ertsberg-2 melewati daerah subsidence, dan rekahan di sekitar struktur ini banyak yang searah dengan
sesar, kemungkinan besar subsidence melebar
searah dengan struktur geologi.
Perkembangan Daerah Subsidence
Struktur geologi, khususnya daerah subsidence akan bertambah melebar, jika level penambangan bertambah, dan dalam perencanaan PT Freeport
akan membuka lahan tambang baru, meliputi Guru
Ridge, Kucing Liar dan DOM subsidence di daerah Ertsberg ini akan meluas sesuai dengan kondisi struktur geologi dan kondisi gravitasi geomorfologi yang curam.
Perkiraan luas dari subsidence diukur dari alat
TDR (time domain reflectrometry) adalah
bertambahnya sistem dan level penambangan,
metoda blasting akan mempengaruhi daerah
permukaan. Arah jatuhan material lebih dominan
ke arah banyaknya rekahan akibat metoda blasting
dan rekahan akibat struktur geologi. struktur geologi
Cara Analisis
Intepretasi dari analisis dari penambangan bawah tanah terhadap subsidence adalah :
1. Observasi lapangan, memantau daerah
permukaan Ertsberg, level undercut dan level extraction dengan struktur geologi secara regional.
2. Intepretasi geomorfologi melalui foto udara 1 : 5000, peta level undercut 1 : 200, dan level extraction 1 : 1200.
3. Pemetaan geologi
4. Pembuatan laporan
Hasil prediksi dalam analisis ini adalah
penyebaran subsidence akan semakin bertambah
akibat metoda blasting, sehingga rekahan karena
vibrasi akan runtuh, penyebarannya tidak
beraturan dan rekahan dari struktur geologi akan runtuh searah dengan arah struktur sesar.
IV. Simpulan
1. Daerah subsidence di PT Freeport Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem penambangan bawah tanah dan kondisi geologi daerah
setempat, khususnya berupa struktur kekar dan sesar.
2. Daerah subsidence ini di waktu yang akan
datang dapat berkembang dan meluas
mengikuti arah pola struktur geologi dan arah
pengembangan penambangan daerah PT
Freeport Indonesia.
Pustaka
A.C., Mc Lean and C.D., Gribble, Geology for Civil Engineers.
Benyamin Sapiie, 1998 Geology Structure, Institut Teknologi Bandung.
State University – Tempe. Structural Geology of Rocks and Regions. Second Editon.
George Allen dan Unwin London, B.H.G. Brady,
Australia dan E.T. Brown, London “ Rock Mechanics” for Underground Minning.
G. Wilson, Introduction to small-scale Geological Structures.
Keller, AE., 1976, Environmental Geology, Charles E Merill Publishing Co., A bell & Howel Co., Columbus Ohio
Krynine,DP., Judd,WR., Prinsiples of Engineering Geology and Geotechnis, Mc. Graw Hill Book Company Inc, New York.
Lawless J.V., White P. J.,Bogie I., Peterson L.A., Cartwright A.J Hydrothermal Mineral Deposits In The Arc Settling, Exploration Based On Mineralisation Models. August 1998.
Mc Clay, K.R., Department of Geology Royal Holloway and Bedford New College University Of London. The Mapping of Geologycal Structure Handbook.
R.J., Mitchell, “Earth Structures Engineering, Statistical Methods in Geology”.
Syd S. Peng “Coal Mine” Ground Control Second
Edition.
Trefethen, JM.,1965, Geology for Engineers, Sond ed, D Van Nostrand Co Inc, Princeton – New York- New Jersey,.
Van Leeuwen T.M., Hedenquist J.W., James L.P., and Dow J.A.S., (Editors). Journal of Geochemical Exploration Special Issue
21
Gambar 7. Garis Cave
keterangan:
: Cave line on April 2003 (870.127 m3)
: Cave line on July 2003 (939.971 m3)
: Cave line on September 2003 (997.048 m3)
: Cave line on December 2003 (1.125.463 m3)
: Cave line on March 2004 (1.232.013 m3)
Gambar 8. Garis Rekahan
keterangan:
: Crack line on April 2003 (1.209.965 m3)
: Crack line on July 2003 (1.311.411 m3)
: Crack line on September 2003 (1.364.430 m3)
: Crack line on December 2003 (1.572.149 m3)
22
Foto 3. Kondisi terakhir Daerah Subsidence pada Periode-I Bulan Maret 2004