LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2012 NOMOR 5
BUPATI TOLITOLI
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 5 TAHUN 2012
TENTANG
RETRIBUSI IZIN GANGGUAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI TOLITOLI,
Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Retribusi Izin Gangguan merupakan Jenis Retribusi Daerah Kabupaten ;
b. bahwa Retribusi Izin Gangguan merupakan salah satu Sumber Pendapatan Daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan Pemerintahan, Pembangunan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat ;
c. bahwa dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tolitoli Nomor 16 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Gangguan sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti ;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Gangguan.
Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74 Tambahan Lembaran Negara Nomor 1822);
2. UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 209);
terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
5. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
6. Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
9. Peraturan Daerah Kabupaten Tolitoli Nomor 9 Tahun 2000 tentang Perubahan Nama Kabupaten Daerah Tingkat II Buol Tolitoli menjadi Kabupaten Tolitoli (Lembaran Daerah Kabupaten Tolitoli Nomor 08 Tahun 2000 seri D Nomor 08);
10. Peraturan Daerah Kabupaten Tolitoli Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Daerah Kabupaten Tolitoli (Lembar Daerah Kabupaten Tolitoli Tahun 2008 Nomor 17, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Tolitoli Nomor 37).
Dengan Persetujuan Bersama,
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI
BUPATI TOLITOLI
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;
3. Kepala Daerah adalah Bupati Tolitoli yang selanjutnya disebut Bupati; 4. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang Retribusi
Daerah, sesuai dengan Peraturan Perundangundangan;
5. Izin Gangguan adalah Pemberian Izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau Badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan /atau gangguan, tidak termasuk tempat usaha yang telah ditunjuk oleh Pemerintah Daerah;
6. Perizinan tertentu adalah Kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam Pemberian Izin kepada Orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam,prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan;
7. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat Ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang;
8. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah bukti pembayaran atas penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati;
9. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang disingkat SKRDLB adalah Surat Ketetapan Retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang;
10. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah Surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda;
BAB II
NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI
Pasal 2
Dengan nama Retribusi Izin Gangguan dipungut retribusi atas Pelayanan Pemberian Izin tempat usaha/kegiatan yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Pasal 3
(1) Obyek Retribusi Izin Gangguan adalah Pemberian Izin tempat Usaha/ kegiatan kepada orang pribadi atau Badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan dan memenuhi norma keselamatan kesehatan kerja.
(2) Tidak termasuk Obyek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Pasal 4
Subyek Retribusi Izin Gangguan adalah Orang pribadi atau Badan yang mendapatkan dan/atau memperoleh Izin Gangguan dari Pemerintah Daerah.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5
Retribusi Izin Gangguan digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.
BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 6
Tingkat Penggunaan Jasa Retribusi Izin Gangguan diukur berdasarkan Luas Ruang Tempat Usaha, Indeks Lokasi dan Indeks Gangguan serta jenis usaha.
BAB V
Pasal 7
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Izin Gangguan didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya, penyelenggaraan pemberian izin yang meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin gangguan.
BAB VI
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 8
(1) Tarif Retribusi Izin Gangguan berdasarkan luas ruang tempat usaha, lokasi dan tingkat gangguan.
(2) Besarnya retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikali dengan luas ruang usaha, indeks gangguan dan indeks lokasi yang dijadikan dasar ukuran tingkat penggunaan jasa pelayanan, pengendalian dan pengawasan.
(3) Besarnya tarif retribusi pendaftaran ulang izin gangguan, selama usahanya masih berjalan dan harus dilakukan pendaftaran ulang setiap 2 (dua) tahun sekali dan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebelum batas waktu daftar ulang, ditetapkan sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif retribusi yang berlaku.
(4) Besarnya tarif retribusi pengalihan izin dalam hal pendirian atau perluasan tempat usaha dan/atau perubahan jenis usaha, ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari tarif retribusi yang berlaku.
(5) Struktur tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :
a. Luas Ruang Tempat Usaha :
1. 1 10 M2 Rp. 30.000, 2. 11 20 M2 Rp. 75.000, 3. 21 40 M2 Rp. 120.000, 4. 41 80 M2 Rp. 175.000, 5. 81 100 M2 Rp. 200.000, 6. 101 150 M2 Rp. 220.000, 7. 151 200 M2 Rp. 240.000, 8. 201 250 M2 RP. 260.000, 9. 251 300 M2 Rp. 280.000, 10. 301 500 M2 Rp. 300.000, 11. 501 750 M2 Rp. 350.000, 12. 751 1000 M2 Rp. 420.000,
b. Indeks Gangguan :
Terhadap jenis usaha yang indeks gangguan tinggi / besar sebagaimana ketentuan pada huruf a diatas, ditambah biaya Rp. 5.000, /M, yang sedang Rp. 3.500, /M dan yang rendah Rp. 3.000, /M.
Terhadap jenis usaha yang berada pada jalur pusat perdagangan, industri dan jasa, sebagaimana ketentuan pada huruf a diatas ditambah biaya Rp. 4.000, /M, yang sedang Rp. 3.000, /M, dan yang rendah Rp. 2.000, /M.
(6) Setiap pengurusan / pengambilan izin gangguan (HO) terlebih dahulu harus dilakukan peninjauan lokasi.
BAN VII
KETENTUAN PERIZINAN
Pasal 9
(1) Setiap orang Pribadi atau Badan yang mengadakan usaha yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan gangguan masyarakat dan kelestarian lingkungan harus mendapat izin dari Bupati.
(2) Setiap orang Pribadi atau Badan yang mendirikan atau memperluas tempat usahanya dilokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan masyarakat, diwajibkan memiliki Izin Gangguan dan Izin tempat usaha.
(3) Bagi setiap orang Pribadi dan Badan yang akan mendirikan, memperluas atau mendaftarkan ulang dimana usahanya berpotensi limbah pencemaran diwajibkan melengkapi dengan UKLUPL.
BAB VIII
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 10
Retribusi yang terutang dipungut diwilayah Daerah.
BAB IX
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 11
Retribusi terutang dalam masa retribusi terjadi pada saat ditetapkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamaka.
BAB X
SURAT PENDAFTARAN
Pasal 12
(2) SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh wajib Retribusi atau kuasanya.
(3) Bentuk, isi dan tata cara pengisian dan penyampaian SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.
BAB XI
PENETAPAN RETRIBUSI
Pasal 13
(1) Berdasarkan SPdORD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) Retribusi terutang ditetapkan dengan menerbitkan SKRD atas Dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Bentuk, isi serta tata penerbitan dan penyampaian SKRD atau dokumen lain yang persamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati
BAB XII
TATA CARA PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 14
(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(3) Hasil pemungutan sebagaimana dimaksud pasal (2) disetor ke Kas Daerah melalui Bendaharawan khusus penerima.
BAB XIII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 15
(1) Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
BAB XIV
TATA CARA PEMBAYARAN RETRIBUSI
Pasal 16
(1) Pembayaran Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus.
(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambatlambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, dan STRD.
(3) Pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan SSRD.
(4) Tata cara pembayaran, tempat pembayaran, penundaan pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XV PENAGIHAN
Pasa 17
(1) Pengeluaran surat teguran / peringatan surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran / peringatan / surat lain yang sejenis wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.
(3) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk
BAB XVI KEBERATAN
Pasa 18
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRD dan SKRDLB.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia dengan disertai alasanalasan yang jelas.
(4) Keadaan diluar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah terjadi diluar kehendak atau kekuasaan wajib Retribusi.
(5) Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi.
Pasal 19
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 ( enam ) bulan sejak tanggal Surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
BAB XVII
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 20
(1) Bupati berdasarkan permohonan wajib Retribusi dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi dengan melihat kemampuan wajib Retribusi.
(2) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi ditetapkan dengan peraturan Bupati.
BAB XVIII
KADALUARSA PENAGIHAN
Pasal 21
(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kadaluarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang Retribusi.
(2) Kadaluarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika :
a. Diterbitkan Surat Teguran ; atau
b. Ada pengakuan utang Retribusi dari wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kadaluarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.
Pasal 22
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan piutang Retribusi yang sudah kadaluarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata Cara Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kadaluarsa diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIX
Pasal 23
(1) Tarif retribusi dapat ditinjau kembali paling lama 3(tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapan dengan Peraturan Bupati.
BAB XX
INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 24
(1) Instansi yang melaksanakan pungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kenerja tertentu.
(2) Pemberian Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD ).
(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati sesuai Peraturan Perundang undangan.
BAB XXI PENYIDIKAN
Pasal 25
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan Penyidikan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksd pada ayat (1) adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan Tindak Pidana di bidang Retribusi Daerah ;
d. Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenan dengan Tindak Pidana di bidang Retribusi Daerah ;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ;
f. Meminta bantuan Tenaga Ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan Tindak Pidana di bidang Retribusi Daerah ;
g. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda dan/atau dokumen yang dibawa ; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan Tindak Pidana Retribusi
Daerah ;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ;
j. Menghentikan penyidikan ; dan/atau
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran Penyidikan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah menurut Hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang – Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XXII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 26
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan negara.
BAB XXIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Tolitoli Nomor 16 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Gangguan ( Lembaran Daerah Kabupaten Tolitoli Nomor 16 Tahun 2003 Seri C Nomor 04, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 26 ) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan Penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tolitoli.
Ditetapkan di Tolitoli pada tanggal, 7 Mei 2012
BUPATI TOLITOLI,
MOH. SALEH BANTILAN
Diundangkan di Tolitoli pada tanggal, 7 Mei 2012
SEKRETARIAT DAERAH,
NURDIN HK
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 05 TAHUN 2012
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 5 TAHUN 2011
TENTANG
RETRIBUISI IZIN GANGGUAN
I. UMUM
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi, Pemerintah Daerah dibina kewenangan untuk melakukan pernyataan Retribusi termasuk Rutinisasi Izin Gabungan (HO) yang menetapkan kewenangan kabupaten.
Berkaitan dengan kewenanganya tersebut Pemeritah Daerah berhak melakukan penyetujuan terhadap izin gangguan yang dituangkan dalam Peraturan Daerah berdasarkan Peraturan Perundangundangan.
ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja.
Untuk menyelenggarakan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat membutuhkan pembiayaan yang salah satunya bersumber dari Retribusi izin Gangguan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3 Ayat (1)
Mengingat tingkat penggunaan jasa pelayanan yang bersifat pengawasan dan pengendalian sulit ditentukan tarif retribusi dapat ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari nilai investasi usaha diluar tanah dan bangunan, atau penjualan kotor atau biaya operasional, yang nilainya dikaitkan dengan frekuensi pengawasan dan pengendalian usaha / kegaitan tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Yang dimaksud dipungut diwilayah Daerah adalah retribusi dipungut oleh petugas yang berada dilokasi objek retribusi.
Pasal 11 Cukup jelas
Cukup jelas
Pasal 13 Cukup jelas
Pasal 14 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan dokumen lain yang dipersamakan, antara lain, berupa kupon dan kartu langganan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 15 Cukup jelas
Pasal 16 Cukup jelas
Pasal 17 Cukup jelas
Pasal 18 Cukup jelas
Pasal 19 Ayat (1)
Ayat ini memberi suatu kepastian hukum kepada wajib retribusi bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak surat keberatan diterima.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 20 Cukup jelas
Pasal 21 Cukup jelas
Pasal 22 Cukup jelas
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam hal besarnya tarif retribusi yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah perlu disesuaikan karena biaya penyediaan layanan cukup besar, tidak efektif lagi untuk mengendalikan permintaan layanan, Bupati dapat menyesuaikan tarif retribusi.
Pasal 24 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Instansi yang melaksanakan pemungutan” adalah dinas / badan / lembaga yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan pemungutan retribusi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 25 Cukup jelas
Pasal 26 Cukup jelas
Pasal 27 Cukup jelas
Pasal 28 Cukup jelas