• Tidak ada hasil yang ditemukan

Plagiarism Checker X Originality Report

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Plagiarism Checker X Originality Report"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Plagiarism Checker X Originality Report

Similarity Found: 36%

Date: Minggu, Agustus 23, 2020

Statistics: 1769 words Plagiarized / 4854 Total words

Remarks: Medium Plagiarism Detected - Your Document needs Selective Improvement. --- 213 TINDAK PIDANA CYBERPORN DALAM KAJIAN YURIDIS UNDANG-UNDANG PORNOGRAFI Ferry Irawan Febriansyah Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Ponorogo e-mail: irawanferryirawan@yahoo.com ABSTRAK Dalam dunia maya yaitu internet, informasi menjadi sesuatu yang sangat penting dan benar-benar hidup.

Mobilitas begitu cepat dan bisa di download, diproduksi, untuk kemudian diupload lagi. Jaringan internet merupakan salah satu sumber informasi paling populer saat ini. Banyak pengguna internet mengakses situs-situs yang berbau pornografi karena situs-situs yang berbau pornografi inilah yang menunjang perkembangan dari internet.

Tindak pidana ini dinamakan dengan Cyberporn. Mengingat sangat besar dampak yang diakibatkan oleh perbuatan pornografi terutama pada situs internet, maka pemerintah mengesahkan RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi menjadi Undang-Undang Pornografi. Dalam hal ini yang menjadi problem Undang-Undang Pornografi ini adalah sejauh mana efektifitas undang-undang ini. Undang-Undang Pornografi ini berperan aktif dalam penindakan tindak pidana pada situs internet walaupun masih banyak kendala-kendala dalam penerapannya di dalam masyarakat.

Peran dari Undang-Undang Pornografi ini adalah untuk memfilter suatu tindak pidana pornografi terutama pornografi internet Cyberporn agar terjadi batasan-batasan bagi pengguna situs internet agar tidak melakukan hal-hal yang berbau porno di suatu situs dunia maya yaitu internet. Dari hasil penelitian telah ditemukan data-data pengguna internet yang melakukan akses situs porno. Ironisnya semua pengguna internet pernah melakukan akses situs porno dari yang sekedar iseng sampai kebutuhan lainnya.

Undang- undang ini tidak mampu menjangkau semua aspek pornografi di internet karena sifat dari internet yang selalu ter update. Undang-undang ini dirasa lemah dalam penanganan masalah pornografi internet.

(2)

Internet selalu terupdate sehingga modus-modus kejahatan yang timbul tergolong baru sedangkan undang-undang ini tidak ada perubahan tentang isi dari pasal-pasal yang ada. Kata Kunci: Internet, Cyberporn, Pornografi. ABSTRACT In the virtual world of the internet, information becomes something very important and really life. Data mobility is so fast and can be downloaded, produced, and then uploaded again. The internet network is one of the most popular information sources today. Many internet users access pornographic websites because these pornographic websites support the development of the internet. This criminal act is called Cyberporn.

Given the enormous impact caused by pornographic acts, especially on internet sites, the government legalized the Anti-Pornography and Porno-action Bill into Pornography Act. In this case the problem of pornography law is how far the effectiveness of this law. This pornography law plays an active role in criminal prosecution on internet sites although there are still many obstacles in its application in society. The role of this

pornography law is to filter out a crime of pornography, especially Internet pornography Cyberporn in order to make restrictions for users of internet sites to not do things that smell porn on a web site that is the internet.

From the results of research there are internet data found by users who access porn sites. Ironically all internet users have access to porn sites from a mere fun to other needs. This law is not able to reach all aspects of pornography on the internet because of the nature of the internet is always updated. This law is perceived as weak in handling internet pornography problems. The internet is always updated so that the crime modes that arise are new while the law does not change the contents of the existing articles. Keywords: Internet, Cyberporn, Pornography.

Ferry Irawan Febriansyah, Tindak Pidana Cyberpon Dalam Kajian Yuridis

Undang-Undang Pornografi 214 PENDAHULUAN Pada asasnya, hukum merupakan peraturan- peraturan yang digunakan untuk mencapai kehidupan bermasyarakat agar menjadi aman, damai, dan sejahtera. Akibat pengaruh-pengaruh kehidupan sosial yang semakin maju, hukum mengikuti perubahan-perubahan sosial yang telah tumbuh dalam masyarakat. Terjadinya perubahan hukum dapat melalui dua bentuk, yakni masyarakat berubah terlebih dahulu, baru hukum datang mengesahkan perubahan itu, disini perubahan yang terjadi bersifat pasif, hukum selalu datang setelah perubahan terjadi. Sedangkan bentuk lain adalah hukum sebagai sarana untuk merubah masyarakat ke arah yang lebih baik atau law as tool of social engineering. Pada bentuk ini, perubahan hukum harus dikehendaki atau tended change dan harus direncanakan atau planed change sedemikian rupa sesuai dengan yang diharapkan. Perubahan model ini sifatnya

(3)

aktif, artinya pihak yang berwenang aktif merencanakan dan mengarahkan agar konsep pembaruan hukum itu dapat berjalan secara efektif.1

Secara substansial dalam ilmu hukum dipelajari tentang kaedah hukum baik dalam arti luas maupun sempit. Kaedah hukum dalam arti luas lazimnya diartikan sebagai

peraturan, baik tertulis maupun lisan, yang mengatur bagaimana seyogyanya kita sebagai masyarakat berbuat atau tidak berbuat. Kaedah hukum dalam arti luas meliputi asas-asas hukum, kaedah hukum dalam arti sempit atau nilai norma, dan peraturan hukum konkrit.

Asas-asas hukum merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, merupakan latar belakang peraturan hukum konkrit yang terdapat di dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang menjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim. Sementara itu, kaedah hukum dalam arti sempit atau nilai norma merupakan perumusan suatu pandangan obyektif mengenai penilaian atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau tidak dilakukan, yang dilarang atau dianjurkan untuk dijalankan

merupakan nilai yang bersifat lebih konkrit dari asas hukum. Dalam dunia maya yaitu internet, informasi menjadi sesuatu yang sangat penting dan benar-benar hidup.

Mobilitas begitu cepat dan bisa didownload, diproduksi, untuk kemudian di upload lagi. Hal itu 1 Abdul Manan, Aspek-aspek Pengubah Hukum , Prenada Media, Jakarta, 2005, h. 10-11. dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja berada. Internet adalah kata yang tidak asing lagi bagi kita yang sudah mengenal teknologi. Jaringan internet merupakan salah satu sumber informasi paling populer saat ini. Lewat biaya yang relatif murah dan terjangkau, kita sudah bisa mendapatkan informasi dalam berbagai macam bentuk mulai dari bentuk teks berupa tulisan, gambar, grafik, sampai sound atau media suara dengan jangkauan di seluruh dunia dengan sebebas-bebasnya dan tanpa batas. Aspek ketidakterbatasan itulah yang menjadi sarana untuk mengakses situs-situs porno bagi para pengguna internet yang ingin mencari kepuasan tersendiri. Disamping keuntungan dari media informasi ini, kita juga dihadapkan pada

permasalahan terbesar yang mengancam moral bangsa yaitu merebaknya situs-situs yang berbau pornografi yang bisa diakses sedemikian bebasnya oleh para pengguna internet. Saat ini, internet telah membentuk masyarakat dengan kebudayaan baru.

Masyarakat yang tak lagi dihalangi oleh batas-batas teritorial antara negara yang dahulu ditetapkan sangat rigid sekali. Masyarakat baru dengan kebebasan beraktivitas dan berkreasi yang paling sempurna. Namun di balik kegemerlapan itu, internet juga melahirkan keresahan-keresahan baru. Di antaranya muncul kejahatan yang lebih canggih dalam bentuk Cybercrime.

(4)

Hal ini ditandai dengan berkembang pesatnya situs-situs porno dalam berbagai tampilan situs yang sangat menggoda atau tempat penyebaran kabar bohong (fitnah) yang paling efektif. Bahkan, berbagai data terakhir menunjukkan bahwa transaksi terbesar perdagangan melalui internet diperoleh dari bisnis pornografi ini.2 Masyarakat tengah marak memperbincangkan pornografi dan segala problematikanya, tidak

terhitung banyaknya diskusi, workshop, dan semiloka yang membahas masalah yang satu ini.

Mulai dari tinjauan yang dilakukan oleh akademisi, praktisi, jurnalistik sampai kajian yang dibuat oleh ulama, dan tokoh masyarakat. Perdebatan pro dan kontra timbul hampir di setiap wacana mengenai pornografi. Hal ini kita kaitkan dengan

undang-undang anti pornografi 2 Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika , Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, h. 196-197. 215 yang menyangkut kejahatan di situs dunia maya atau internet. Melalui jaringan Internet, gambar, cerita, dan film porno semakin mudah diperoleh dan diakses.

Cukup dengan mengetik serangkaian kata ke search engine yang identik dengan

istilah-istilah yang berkonotasi porno, akan diperoleh segera situs-situs yang menyajikan semua ini. walaupun banyak yang sudah diblokir, akan tetapi masih ada saja situs-situs yang menyajikan bentuk pornografi. Bermodal biaya yang murah saja, seseorang bisa memperoleh materi- materi yang berbau porno di mana materi ini amat beragam, mulai dari yang normal hingga yang tidak lazim. Setiap masyarakat memiliki nilai-nilai yang dijadikan sandaran bersikap tindak.

Pornografi internet, terutama oleh masyarakat tradisional yang minim informasi, kadang dipandang sebagai hantu yang akan merusak tata nilai yang dianut. Bagi masyarakat modern pun, pornografi internet kadang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang telah ada. Di salah satu negara bagian Amerika, misalnya, terdapat perbedaan perlakuan terhadap pornografi. Bila suatu situs menyediakan gambar atau tampilan seronok anak di bawah umur maka hal tersebut dikategorikan sebagai kejahatan. Tidak demikian halnya dengan penyajian gambar atau tampilan orang dewasa.3

Pornografi di internet terus menjadi kontroversi, pemblokiran situs yang menawarkan pornografi juga pernah dilakukan. Terlepas dari dampak buruk yang ditimbulkannya, pornografi adalah pemicu suksesnya perkembangan internet di dunia. Tanpa bisnis seks online, world wide web (www) tidak akan pernah tumbuh besar dengan cepat. Layanan khusus dewasa ini membantu perkembangan internet hingga tersedia secara luas seperti sekarang. Sistem pembayaran online bisa berkembang pesat, juga berkat industri yang menghasilkan produk untuk orang dewasa ini. Seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih, semakin canggih pula modus- modus kejahatan yang

(5)

timbul di dalam kehidupan bermasyarakat.

Kejahatan-kejahatan di dalam situs dunia maya semakin tak terkendali dan undang- 3 Rapin Mudiardjo, jurnalis dan redaksi, www.hukumonline. com.pornografi bagian kecil realita internet. Menurut penulis, selama ini masyarakat belum mendapatkan pendidikan mengenai Internet sebagaimana mestinya. Kesenjangan informasi, atau digital divide, tidak akan pernah terjadi jika pendidikan menjadi prioritas. undang yang telah ada masih sulit menjangkau kejahatan-kejahatan dalam situs internet ini terutama kejahatan pornografi Cyberporn.

Banyak pengguna internet mengakses situs-situs yang berbau pornografi karena

situs-situs yang berbau pornografi inilah yang menunjang perkembangan dari internet. Tindak pidana ini dinamakan dengan Cyberporn . Cyberporn merupakan suatu tindak pidana pornografi yang ada di situs internet. Kedudukan cyberporn ini sangat

menunjang dalam perkembangan teknologi internet, tanpa situs-situs pornografi ini maka tidak akan maju suatu teknologi informasi yang disebut dengan internet. Dikaji dari hukum positif sebagaimana ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (selanjutnya disingkat UU Pornografi), disebutkan bahwa pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat

kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Selain dimensi demikian maka Pornografi juga bisa diartikan sebagai tulisan-tulisan cabul bersifat asusila dan kotor.

4 Lebih lanjut penelitian ini mengetengahkan tindak pidana pornografi pada situs

internet ditinjau dari UU Pornografi serta peran aktif undang-undang ini dalam menjerat kejahatan cyberporn pada situs internet. Selain itu, banyak pro dan kontra tentang pengesahan undang-undang ini karena dirasa kurang sesuai dengan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi warga negara Indonesia. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang sebagaimana diuraikan di atas maka dirumuskan masalah apakah relevansi antara pornografi dengan bentuk tindak pidana, serta bagaimanakah peran UU Pornografi dalam memerangi cyberporn.

METODE PENELITIAN Penelitian ini berupa penelitian hukum normatif. Penelitian hukum

normatif adalah penelitian hukum 4 Mas’ud Khasan Abdul Qohar, Kamus Istilah

Pengetahuan Populer, Bintang Pelajar, h. 196. Ferry Irawan Febriansyah, Tindak Pidana Cyberpon Dalam Kajian Yuridis Undang-Undang Pornografi 216 yang meletakkan

(6)

norma, kaidah dari peraturan perundang- undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin atau ajaran.

Objek penelitian hukum normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai sistem norma atau kaidah yang digunakan untuk memberikan justifikasi preskriptif yaitu ketetapan- ketetapan tentang suatu peristiwa hukum. Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah sistem kaidah atau aturan.5 Soekanto mengatakan bahwa metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.6

Penelitian hukum normatif yaitu mendasarkan pemikiran pada aturan

perundang-undangan sebagai bahan hukum utama penelitian yakni bahan-bahan hukum seperti peraturan perundang-undangan, undang-undang, putusan pengadilan hingga peraturan daerah, kemudian digunakan dengan titik berat penafsiran hukum dan konstruksi hukum untuk mendapatkan kaidah-kaidah hukum, konsepsi- konsepsi

hukum, inventarisasi peraturan hukum serta penerapan hukum in concreto yaitu dengan meninjau masalah yang ada serta menelaah dan mengkaji peranan UU Pornografi

kemudian dikaitkan dengan tindak pidana pornografi cyberporn pada situs internet. PEMBAHASAN Relevansi Pornografi Sebagai Bentuk Tindak Pidana Tujuan pokok dari suatu sistem komputer yaitu untuk mengolah data yang diperoleh guna menghasilkan suatu informasi. Paling tidak kerja komputer digantung pada tiga faktor antara lain adalah faktor manusia atau brainware, perangkat keras atau hardware , dan perangkat lunak atau software.7 Ketiga faktor tersebut saling keterkaitan dan ketergantungan. Bila salah satu faktor tersebut 5 Ranuhandoko, Terminologi Hukum , Grafika, Jakarta, 2003, h. 419. 6 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat , Cetakan ke-11, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, h. 13-14.

7 Andi Hamzah, Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer , Sinar Grafika, Jakarta, h. 392. tidak berfungsi, maka tidak akan ada suatu perbuatan yaitu pengoperasian komputer. Kemudian bila tiga faktor ini kita kaitkan dengan penggunaan komputer secara ilegal akan terjadi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Suatu contoh kejahatan pornografi di internet. Relevansi dalam hal ini dimaknai sebagai masih perlunya pornografi

dijadikan sebagai tindak pidana. Suatu perbuatan ditetapkan sebagai perbuatan yang diancam pidana disebut kriminalisasi.

Terdapat beberapa kriteria perlunya suatu perbuatan dikriminalisasikan antara lain:8 Pertama , Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan

(7)

spirituil berdasarkan Pancasila. Kedua , Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak

dikehendaki yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian (materiil dan atau spiritual) bagi warga masyarakat. Ketiga , Penggunaan hukum pidana harus pula

memperhitungkan prinsip biaya dan hasil. Keempat , Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas atau kemampuan daya kerja dari badan badan hukum yaitu jangan sampai ada kemampuan beban tugas.

Dalam kriminalisasi perbuatan pornografi terdapat persoalan yang mendasar. Persoalan mendasar berkaitan dengan kriteria dalam menentukan suatu perbuatan sebagai

perbuatan pidana. Persoalan ini menjadi tidak mudah, mengingat pornografi terkadang dianggap sebagai kejahatan ringan dan bersifat pribadi. Oleh karena itu, dianggap sebagai Victimless Crime karena korban menghendaki sendiri kejahatan tersebut. Namun apabila dikaji secara mendalam berkaitan dengan kerugian dan korban yang jatuh akibat pornografi ini tampak luar biasa. Mengingat kejahatan ini dapat

meruntuhkan moralitas suatu bangsa.

Arti penting moralitas bangsa ini berkaitan dengan kelangsungan pembangunan terutama generasi muda bangsa. Generasi muda Indonesia tidak boleh tercemar polusi pornografi ini, yang dapat menimbulkan akses terhadap kejahatan kesusilaan lainnya seperti perkosaan, percabulan, perdagangan wanita, perdagangan anak-anak, perilaku seksual yang 8 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, h. 44. 217 menyimpang dan sebagainya. Di samping itu pornografi dilarang oleh norma agama dan norma kesusilaan di dalam masyarakat.

Oleh karena itu perbuatan tersebut dipandang sebagai perbuatan yang tercela dan bersifat asusila. Mengingat sangat besar dampak yang diakibatkan oleh perbuatan pornografi ini terutama pada situs internet, maka pemerintah mengesahkan rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi menjadi undang-undang pornografi. Dalam hal ini yang menjadi problem undang-undang pornografi ini adalah sejauh mana efektifitas undang-undang ini dengan mengingat masih barunya undang-undang

pornografi ini dalam penerapannya di kehidupan bermasyarakat.

Kemajuan teknologi yang semakin canggih membuat UU Pornografi ini tidak dapat menjangkau problem-problem yang ada di dunia maya yaitu situs internet. Walaupun dalam pasal-pasal tertentu yang ada di dalam UU Pornografi telah mengatur masalah pornografi di situs internet, akan tetapi dari segi pembuktian dan jerat hukum atau aturan-aturan pidana yang ada, tidak dapat menjangkau pelaku- pelaku tindak pidana pornografi tersebut dikarenakan terlalu luas wilayah hukum yang ada dan menyangkut masalah internasional. Peran Undang-Undang Pornografi Satu kenyataan bahwa

(8)

Undang-Undang No.

11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disingkat UU ITE) dan UU Pornografi ini telah menjelma menjadi filter informasi yang melanggar susila. Padahal apa yang tertuang di dalam UU ITE tersebut jauh lebih luas daripada pornografi itu sendiri. Mulai dari perbuatan yang diperkenankan sampai dengan perbuatan yang dilarang seperti jaminan terhadap konsumen, bukti yang sah dihadapan hukum, penggunaan nama domain, penyelenggaraan sistem elektronik sampai dengan ketentuan mengenai pidana seperti penyebaran informasi yang melanggar susila, mengandung SARA, penyusupan dan pengerusakan terhadap suatu sistem elektronik. Perbuatan-perbuatan tersebut perlu segera diluruskan mengingat kegiatan dengan memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi memerlukan sebuah payung hukum. Bahwa UU Pornografi ini harus disempurnakan tentu kita semua setuju. Sebagai suatu proses, undang-undang ini telah memberikan dasar bagi kegiatan yang memanfaatkan teknologi elektronik. Munculnya gagasan untuk melakukan filtering secara membabi buta agaknya tidak bisa efektif dilakukan. Satu kenyataan bahwa informasi di internet tidak sebatas materi yang melanggar susila, sehingga upaya pemerintah menjadikan undang- undang ini sebagai suatu alat untuk mencegah informasi tersebut agaknya tidak akan berhasil karena bertentangan nature dari teknologi itu sendiri yang setiap saat mengalami perkembangan. Buktinya, sampai dengan hari ini meskipun dilarang informasi yang dianggap melanggar susila tersebut tetap bisa diakses oleh masyarakat. Upaya untuk melakukan filter melalui cara dan strategi yang represif tidak akan

membawa dampak yang positif bagi generasi bangsa kita. Jauh lebih efektif melalui cara dan strategi persuasif yakni dengan melakukan edukasi (penerangan) kepada

masyarakat melalui forum informal atau formal, atau melalui saluran edukatif lainnya seperti pembuatan buku panduan berinternet. Larangan dan Pembatasan UU Pornografi terutama Pasal 4 dan Pasal 5 yang berbunyi, (1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan

pornografi yang secara eksplisit memuat: persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; kekerasan seksual; masturbasi atau onani; ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; alat kelamin; atau pornografi anak.

Di dalam ayat (2) menegaskan, setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang: menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan

ketelanjangan; menyajikan secara eksplisit alat kelamin; mengeksploitasi atau

memamerkan aktivitas seksual; atau menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual. Di dalam Pasal 5 menegaskan juga setiap

(9)

orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). Larangan-larangan dan pembatasan yang telah ditentukan dalam pasal-pasal ini akan menjadi tidak efektif bila diterapkan di dalam suatu situs yaitu situs internet dikarenakan sifat internet yang terlalu universal sehingga undang-undang ini sulit Ferry Irawan Febriansyah, Tindak Pidana Cyberpon Dalam Kajian Yuridis

Undang-Undang Pornografi 218 menjangkau pelaku-pelaku tindak pidana pada situs internet.

Selain undang-undang ini perlu adanya kerjasama antar negara-negara di seluruh dunia terhadap larangan pornografi pada situs internet tersebut. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah mau negara-negara lain menerima kerjasama ini sedangkan bisnis internet maju dikarenakan peran serta situs porno. Perlu kita ketahui bahwa kemajuan teknologi informasi seperti internet maju dikarenakan adanya situs porno. Bila situs porno dilarang oleh semua negara-negara di dunia, maka teknologi internet tidak akan bisa maju.

Oleh sebab itu sebagian negara-negara di dunia melegalkan situs porno guna

menunjang kemajuan teknologi informasi yaitu internet dan secara otomatis tidak akan mau bila melakukan kerjasama yang berhubungan dengan pemblokiran situs porno pada internet. UU Pornografi ini berperan aktif dalam penindakan tindak pidana pada situs internet walaupun masih banyak kendala-kendala dalam penerapannya di dalam masyarakat. Coba kita menengok ke belakang pada waktu RUU Pornografi dibentuk, banyak pro dan kontra yang mengiringi sampai undang-undang ini disahkan dan ditanda tangani oleh presiden.

Walaupun demikian kita harus menganut fiksi hukum yaitu suatu rancangan

undang-undang bila sudah disahkan menjadi undang- undang sepatutnya dipatuhi oleh semua warga negara Indonesia. Adapun pasal-pasal yang relevan dengan tindak pidana pornografi pada situs internet antara lain adalah Pasal 1 yang berbunyi, Dalam undang- undang ini yang dimaksud dengan: Pertama , Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau

pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

Kedua, Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya. Di dalam Pasal 18 telah ditegaskan bahwa peran pemerintah sebagai pencegah perbuatan pornografi. Pasal 18 berbunyi, Pemerintah dan

(10)

Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan dan penggunaan pornografi.

Sedangkan Pasal 19 berbunyi, Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah Daerah berwenang: pertama, melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet di wilayahnya; kedua, melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya; ketiga , melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya; dan keempat, mengembangkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi dalam rangka pencegahan pornografi di wilayahnya.

Pasal-pasal di atas merupakan pasal-pasal dari UU Pornografi yang sangat erat hubungannya dengan tindak pidana pornografi pada situs internet. Semua larangan mengenai tindak pidana ini telah diatur di dalam pasal-pasal tersebut di atas. Ketentuan Pidana Terhadap Pelaku Cyberporn Adapun ketentuan pidana di dalam UU Pornografi yang terkait dengan tindak pidana cyberporn antara lain: Pertama, Pasal 29 menegaskan setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,

menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,

memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) di pidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp

250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Kedua, Pasal 30, setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) di pidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp

250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 219 Ketiga , Pasal 31, setiap orang yang meminjamkan atau

mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 di pidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp

2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Keempat, Pasal 32 menegaskan setiap orang yang memperdengarkan,

mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 di pidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Ada 2 kemungkinan status apabila seseorang tersangkut pasal-pasal dalam UU

(11)

Pornografi ini, yaitu menjadi: Pertama, Status Saksi: dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, lihat sendiri, dan alami sendiri; atau langsung menjadi; Kedua, Status Tersangka: karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai tindak pidana. Ingat juga bahwa status saksi bisa menjadi berstatus tersangka.

Dan perlu diingat juga, bahwa maksimum sanksi pidana dalam undang-undang ini adalah pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Sanksi berupa kurungan penjara dan denda dalam ketentuan pidana UU Pornografi ini sangat berat. Hal ini agar memberikan efek jera kepada pengguna internet ( user) agar tidak

melakukan perbuatan melanggar hukum yaitu mengakses situs porno yang bertentangan dengan undang-undang pornografi.

Peran UU Pornografi dan Tindakan Hukum Telah dijelaskan sebelumnya bahwa undang- undang mempunyai ketentuan berlaku yaitu ketentuan yuridis, sosiologis dan filosofis. Undang-undang mempunyai sifat fiksi hukum yakni ketika undang- undang tersebut telah diundangkan, maka semua harus mematuhinya tanpa kecuali. Dalam pembahasan kali ini kita kaitkan dengan UU Pornografi. Pornografi dalam hal ini adalah pornografi di dunia maya atau internet. Pornografi di internet ini termasuk suatu tindak pidana karena UU Pornografi telah mengatur hal tersebut.

UU Pornografi ini berperan sebagai aturan hukum yang relevan dengan pornografi dan merupakan filter bagi masyarakat agar mengerti dampak negatif dari pornografi, akan tetapi dalam pembahasan kali ini penulis hanya mengkaji dan meneliti tentang

pornografi yang berkaitan dengan internet. Substansi dari undang-undang pornografi ini sudah cukup jelas, akan tetapi kecanggihan teknologi internet sulit dijangkau oleh undang-undang ini karena wilayah yuridiksi hukum yang berbeda. Selain itu pasal-pasal yang terkandung di dalamnya juga semakin ketinggalan oleh teknologi internet karena internet mempunyai sifat ter update setiap saat dan setiap waktu sedang

undang-undang dalam melakukan amandemen atau revisi saja butuh waktu yang tidak sebentar.

Peran dari UU Pornografi ini adalah untuk memfilter suatu tindak pidana pornografi terutama pornografi internet cyberporn agar terjadi batasan- batasan bagi pengguna situs internet agar tidak melakukan hal-hal yang berbau porno di suatu situs dunia maya yaitu internet. Dengan adanya undang- undang baru ini diharapkan agar masyarakat tahu akan untung ruginya melakukan akses porno serta tindakan hukum terhadap

(12)

pelaku pornografi di internet. Selain itu dapat mencegah suatu perbuatan- perbuatan pornografi yang berdampak bagi turunnya moral generasi bangsa Indonesia. Dari hasil penelitian telah ditemukan data- data pengguna internet yang melakukan akses situs porno.

Ironisnya semua pengguna internet pernah melakukan akses situs porno dari yang sekedar iseng sampai kebutuhan lainnya. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa semua pengguna internet pernah melanggar UU Pornografi. Ada yang kurang paham tentang aturan hukum tentang UU Pornografi dan ada juga yang tidak tahu menahu aturan hukumnya sehingga mereka merasa aman dan sah-sah saja dalam melakukan tindak pidana pornografi cyberporn. Tindakan hukum sudah dilakukan oleh pihak- pihak yang berwajib, seperti sweeping ke warnet- warnet dan pemblokiran suatu situs porno, akan tetapi sulitnya penanganan dalam pornografi internet ini yang

membuat banyaknya masalah dalam penanganannya.

Terhitung masih barunya UU Pornografi ini maka tingkat efektifitas dari undang- Ferry Irawan Febriansyah, Tindak Pidana Cyberpon Dalam Kajian Yuridis Undang-Undang Pornografi 220 undang ini masih dipertanyakan karena banyaknya hambatan-hambatan dalam penanganan masalah pornografi pada situs internet ini. Sebenarnya dengan mengacu kepada Pasal 282 dan Pasal 283 KUHP sudah cukup dalam menjerat masalah pornografi. 9 Adapun tindak pidana yang digolongkan dalam Kejahatan Kesusilaan dirumuskan dari Pasal 281 sampai dengan Pasal 303 KUHP, sedangkan tindak pidana yang digolongkan dalam pelanggaran kesusilaan dirumuskan pada Pasal 532 sampai dengan Pasal 547 KUHP.

Pada dasarnya dari segi isi kedua kelompok tindak pidana kesusilaan tersebut, kita perhatikan bahwa tindak pidana kesusilaan dalam KUHP sebagian besar dibatasi pada kesusilaan konteks seksual semata, meskipun memang pendefinisian kesusilaan ini tidaklah dapat ditemukan kesamaan persepsinya.10 Dengan adanya UU Pornografi ini semakin sulit penanganan dari pihak-pihak yang berwajib dari segi penafsiran

pasal-pasal di dalam undang-undang ini karena begitu luas definisi dari pornografi internet tersebut. Selain itu juga ada undang-undang lain yaitu UU ITE yang mengatur pornografi pada situs internet. Hal inilah yang membuat tumpang tindihnya undang- undang dalam penerapannya di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Perbedaan substansi dari undang-undang seperti ini yang menjadi masalah sehingga bila terjadi suatu kasus pornografi di internet maka aparat kepolisian akan mengalami kendala dalam menjerat pelaku cyberporn karena pasal-pasal dalam undang-undang ini terlalu luas dalam menginterpretasikannya. Sejauh ini belum ada kasus yang berkaitan dengan pornografi di internet yang terjerat pasal-pasal dalam UU Pornografi. Teknologi

(13)

internet merupakan teknologi canggih yang belum bisa diterima secara luas oleh masyarakat Indonesia.

Butuh pembelajaran lebih lanjut mengenai teknologi internet ini sehingga tidak terjadi kesalahan penggunaan teknologi internet yang melanggar undang-undang. Kemudian

dalam kaitannya dengan tindak pidana pornografi, 9 Agus Raharjo, “Kajian Yuridis

terhadap Cyberporn dan Upaya Pencegahan serta Penanggulangan Penyebarannya di

Internet”, Jurnal Hukum Respublika, Vol. 7, No. 1 Tahun 2007, h.38. Lihat juga, Andi

Hamzah, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di Dalam KUHP , Sinar Grafika, Jakarta, 2009, h. 154. 10 Eka Nugraha Putra, “Kejahatan Tanpa Korban dalam Kejahatan

Cyberporn”, Jurnal Cakrawala Hukum, ISSN: 2356- 4962, Vol. 6, No.

1 Juni 2015, h. 41. pengguna internet sering melakukan hal-hal tersebut tanpa peduli apakah perbuatannya itu melanggar undang-undang atau tidak. Dengan kecanggihan teknologi internet serta kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang dampak negatif dari pornografi internet, hal ini merupakan suatu hambatan UU Pornografi. Pasal-pasal dalam undang-undang ini yang berkaitan dengan pornografi internet belum mampu menjangkau teknologi internet yang semakin hari semakin canggih dan

terupdate. Menurut Roy, pornografi melalui internet atau cyberporn ini tidak usah dibatasi.

Ia mencontohkan, layaknya orang belajar mobil, awalnya pasti tidak langsung dapat menyetir dengan baik. Demikian juga dengan pornografi di internet. 11 Tentunya pendapat tersebut harus dikaitkan dengan bentuk negara hukum, karena Indonesia adalah negara hukum yang diatur oleh perundang-undangan. Agar undang-undang mampu mengikuti perubahan hukum di dalam kehidupan bermasyarakat, maka

undang- undang itu perlu perubahan agar mampu menjangkau perubahan yang terjadi di dalam masyarakat.

PENUTUP Kesimpulan Dalam kesimpulan penelitian telah jelas dinyatakan bahwa peran UU Pornografi belum berjalan secara efektif karena banyak kendala- kendala serta semua aspek yang ada tidak dapat dijangkau oleh undang-undang ini karena sifat dari internet yang selalu ter update. Undang-undang ini dirasa lemah dalam penanganan masalah pornografi internet. Internet selalu ter update sehingga modus- modus kejahatan yang timbul tergolong baru sedangkan undang-undang ini tidak ada perubahan tentang isi dari pasal-pasal yang ada.

Berdasar hasil penelitian semua orang sebagai subyek hukum pernah mengakses situs porno di internet dan hal ini sudah melanggar UU Pornografi Pasal 4 ayat (1). Ironisnya mereka banyak yang tidak tahu akan UU Pornografi ini sehingga undang-undang ini

(14)

tidak dapat berperan aktif terhadap kejahatan di dunia maya yaitu cyberporn. 11

Ram/APr, “Cyberporn Sulit untuk Dibendung”, diakses dari

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol2538/ icyberporni-sulit-untuk-dibendung, tanggal 27 Agustus 2017 pukul 12.40 WIB. 221 Rekomendasi Perlunya sosialisasi UU Pornografi agar masyarakat tahu mengenai dampak bila mengakses situs porno. DAFTAR PUSTAKA Peraturan Perundang-undangan: Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Nomor 58 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4843. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Lembaran Negara Nomor 181 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4928. Buku: Hamzah, Andi, 1989, Aspek-Aspek Pidana di Bidang Komputer, Jakarta: Sinar Grafika. _______, 2009, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di Dalam KUHP , Jakarta: Sinar Grafika. Makarim, Edmon, 2004, Kompilasi Hukum Telematika, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Manan, Abdul, 2005, Aspek-Aspek Pengubah Hukum , Jakarta: Prenada Media.

Qohar, Mas’ud Khasan Abdul, Kamus Istilah Pengetahuan Populer , Bandung: Bintang Pelajar. Ranuhandoko, 2003, Terminologi Hukum , Jakarta: Grafika. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke-11, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sudarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana,

Bandung: Alumni. Jurnal: Putra, Eka Nugraha, “Kejahatan Tanpa Korban Dalam Kejahatan Cyberporn”, Jurnal Cakrawala Hukum, ISSN: 2356-4962 Vol. 6, No. 1 Juni 2015.

Raharjo, Agus, “Kajian Yuridis Terhadap Cyberporn dan Upaya Pencegahan Serta

Penanggulangan Penyebarannya di Internet”, Jurnal Hukum Respublika, Vol. 7, No. 1

Tahun 2007. Website: Mudiardjo, Rapin , jurnalis dan redaksi www. Hukumonline.com ,

pornografi bagian kecil realita internet. Ram/APr, “Cyberporn Sulit untuk Dibendung”

diakses dari http://www.hukumonline.com/

berita/baca/hol2538/icyberporni-sulit-untuk- dibendung, pada tanggal 27 Agustus 2017 pukul 12.40 WIB. Ferry Irawan Febriansyah, Tindak Pidana Cyberpon Dalam Kajian

Yuridis Undang-Undang Pornografi INTERNET SOURCES: --- <1% - http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/47917/Chapter%20I.pdf;sequen ce=4 <1% - https://dokumenheri.blogspot.com/2011/04/ <1% - https://adventureenergy.weebly.com/1/feed <1% -

(15)

https://pidanaumum.blogspot.com/2011/01/urgensi-alat-bukti-pengamatan-hakim.html <1% - https://www.artonang.com/2016/01/fungsi-hukum-dalam-masyarakat.html 1% - https://jiwamerdeka.blogspot.com/2006/02/rumusan-seminar-universitas-udayana.html 1% - https://agus-prasetiyo.blogspot.com/2012/03/analisis-dan-kasus-asas-hukum-dan.html <1% - https://mafiadoc.com/perlindungan-hukum-konsumen-dalam-pelabelan-produk-panga n_59f5ac2e1723dd1b3ab56015.html 1% - https://meitakhairunissa.blogspot.com/ 2% - https://erfansyah.blogspot.com/2011/01/pornografi-internet-dan-ruu-iete.html 1% - https://fakultashukum-uq-medan.blogspot.com/ 1% - https://wahyupriantosh.blogspot.com/2014/03/tindak-pidana-pornografi-dan-pornoaksi .html 3% - http://www.master.web.id/mwmag/issue/03/content/fokus-realitas_pornografi/fokus-re alitas_pornografi.html <1% - https://www.eramuslim.com/oase-iman/anung-umar-kreativitas-dalam-bermaksiat.htm <1% - https://perlengkapanbayi-123.blogspot.com/ <1% - https://nurinadwi.blogspot.com/2012/ <1% - https://id.123dok.com/document/yj7jrwpy-pendahuluan-penegakan-hukum-terhadap-ti ndak-pidana-cyberpornografi.html <1% - https://es.scribd.com/doc/256611160/HUKUM-ISLAM 1% - https://tribratanews.kepri.polri.go.id/2019/06/28/dampak-negatif-penggunaan-teknolog i-informasi-dan-komunikasi/ <1% - http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/60444/Chapter%20I.pdf;sequen ce=4 <1% - https://arinprasticha.blogspot.com/2017/01/desain-penelitian-hukum.html <1% - https://id.123dok.com/document/ozl9llz4-perindungan-hukum-dalam-hal-pengembalia n-dana-konsumen-dalam-transaksi-jual-beli-media-internet-online-studi-di-lamido-ind onesia.html <1% - http://scholar.unand.ac.id/24785/2/BAB%201%20PENDAHULUAN.pdf <1% - https://mafiadoc.com/kebijakan-hukum-pidana-terhadap-penanggulangan-tindak-pida

(16)

na-_59d1039f1723dd5d108af543.html <1% - http://digilib.unila.ac.id/20069/2/BAB%201%20mawan.pdf 1% - https://id.scribd.com/doc/176825202/Tindak-Pidana-Pornografi-Sistem-Peradilan-Pidan a 4% - https://brandalmetropolitan.blogspot.com/2017/03/globalisasi-dan-pornografi.html <1% - https://buumbum.blogspot.com/2012/04/peranan-politik-hukum-pidana-dalam.html <1% - https://djamilawaludin.blogspot.com/2014/05/kebijakan-hukum-pidana.html <1% - https://id.123dok.com/document/wq2nr0pq-perempuan-dan-politik-studi-tentang-kelo mpok-pendukung-dan-penentang-undang-undang-anti-pornografi-dan-pornoaksi-di-s umatera-utara.html <1% - https://mellypuspita699.blogspot.com/2017/06/permasalahan-yang-timbul-akibat-dari. html <1% - https://issuu.com/elsam31/docs/bin_internet_untuk_semua 3% - https://bloggaul57.blogspot.com/2012/11/perang-lawan-pornografi-bagaimana.html <1% - https://aljawahir2.blogspot.com/2009/07/ <1% - https://internetsehat07.blogspot.com/ <1% - http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/litigasi/Putusan%20PUU%2010-17-23-2009%2 0pornografi.pdf 1% - http://www.jim.unsyiah.ac.id/pidana/article/download/14611/6127 1% - https://hukumclick.wordpress.com/2018/07/27/pornografi-sanksi-pidana-pornografi-ter hadap-perorangan-korporasi/ <1% - https://rahmiandri.wordpress.com/2008/11/04/undang-undang-tentang-pornografi-maj u-jalan/2/ <1% - https://kinaaku.wordpress.com/author/abbiesetiawan/ 1% - https://www.liputan6.com/citizen6/read/2507344/mana-lebih-merusak-otak-pornografi-atau-narkoba 1% - http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/19114/Appendix.pdf;sequence= 1 1% -

(17)

http://www.sarapanpagi.org/bagaimana-menurut-temen2-sp-renungan-opini-pendapat -vt2348.html <1% - https://egg-animation.blogspot.com/2008/10/kontroversi-isi-uu-pornografi.html <1% - https://fh.unram.ac.id/wp-content/uploads/2018/07/M.-NUR-FIKRY-D1A012277.pdf 1% - https://cianjurtoday.com/sebar-foto-bugil-di-sosial-media-siap-siap-dijerat-pasal-ini/ <1% - http://repository.unpas.ac.id/4975/3/BAB%20I.pdf 1% - https://tribratanews.kepri.polri.go.id/2020/04/17/sanksi-pidana-pornogafi-bag-1/ 1% - https://forumduniahukumblogku.wordpress.com/2012/05/08/analisis-terhadap-undang-undang-nomor-44-tahun-2008-tentang-pornografi/ <1% - https://putrinurainiw.blogspot.com/2011/11/pornografi-dan-pancasila.html 1% - https://asa-keadilan.blogspot.com/2014/04/sekilas-lintas-tindak-pidana-dibidang_12.ht ml <1% - https://humanrightspapua.org/resources/nlaw/171-kitab-undang-undang-hukum-pidan a <1% - https://id.123dok.com/document/8yd87g1q-peran-lembaga-bantuan-hukum-bandar-la mpung-terhadap-perlindungan-hak-hak-tersangka-pada-tahap-penyidikan.html <1% - https://www.researchgate.net/publication/312461318_TUJUAN_PEMIDANAAN_DALAM_ UNDANG-UNDANG_PORNOGRAFI <1% - https://www.slideshare.net/dWaay/makalah-cybercrime-dan-cyberlaw-76224159 <1% - https://www.kompasiana.com/pietronetti/54f93833a33311ba078b489f/tindak-pidana-p ornografi-di-dunia-maya <1% - https://gudangilmuhukum.blogspot.com/2010/08/cyber-crime.html <1% - https://mafiadoc.com/badan-intelijen-dari-masa-ke-masa-biar-sejarah-yang-bicara_5a2 bb2561723dd3367df36a4.html 1% - http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jch/article/download/680/346 <1% - https://id.scribd.com/doc/117676716/Putusan-Sidang-Putusan-No-10-17-23-PUU-VII-2 009 <1% - https://riocicaksono.blogspot.com/ <1% - https://bahruninfocom.blogspot.com/2010/03/demokratisasi-hak-asasi-manusia-dan.ht

(18)

ml <1% - https://www.researchgate.net/publication/326407104_Langkah_Pemerintah_Menangkal_ Diseminasi_Berita_Palsu <1% - https://news.detik.com/kolom/d-4631191/facebook-libra-dan-kesiapan-kita 1% - https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol2538/icyberporni-sulit-untuk-dibendung <1% - http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/49726/Reference.pdf;sequence =1 <1% - https://issuu.com/e-jurnal-fh-unsri/docs/e-journal_bidang_kajian_pidana__edi <1% - http://eprints.ums.ac.id/25582/9/DAFTAR_PUSTAKA.pdf <1% - https://jurnal.dpr.go.id/index.php/hukum/article/view/1203

Referensi

Dokumen terkait

Sebagus apapun artikel yang sudah diramu tetapi jikalau tidak sesuai dengan cakupan keilmuan yang dinyatakan oleh sebuah jurnal, tidak akan pernah diterima untuk dipublikasikan

Salah satu jenis kegiatan yang bisa dilakukan oleh Guru kelas dalam membantu siswaI. I mengatasi permasalahan belajar adalah dengan melaksanakan kegiatan

Menurut pendapat penulis, dalam ayat 1 dan 2 ini seseorang dengan sengaja dan dengan suatu cara yang salah memasuki jaringan komputer orang lain tanpa izin guna memperoleh atau

Pengukuran antropometri lain yang sering digunakan adalah mengukur Rasio Lingkar Perut dan Lingkar Pinggang (RLPP). Penilaian RLPP ini cukup penting karena untuk

Analisa Faktor Riwayat Kontrasepsi pada Wanita Peserta Program Penapisan Kanker Leher Rahim Dengan Pendekatan &#34;See &amp; Treat&#34; : Untuk Deteksi Lesi Prakanker dan

Aktivitas Unsur Radionuklida dalam Air Pendingin Primer (Bq/liter) yang diambil dari sedotan pompa benam. Radionuklida terdeteksi merupakan radionuklida dengan waktu

Font body teks meliputi font yang dipakai dalam penulisan keterangan pembuat komik, penulisan daftar sub bab dalam buku komik maupun ringkasan cerita pada bagian

Kode Etik Advokat Indonesia adalah hukum tertinggi dalam menjalankan profesi, yang selain menjamin dan melindungi namun juga membebankan kewajiban kepada setiap