• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perkembangan Ekspor Subsektor Perikanan di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Perkembangan Ekspor Subsektor Perikanan di Indonesia"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Perkembangan Ekspor Subsektor Perikanan

di Indonesia

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (SE)

Program Studi Ekonomi Pembangunan

Oleh :

Nama : Anggi Putri Dewi Nst NPM : 1405180076P

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

Anggi Putri Dewi Nst, (1405180076P) , Analisis Perkembangan Ekspor Subsektor Perikanan di Indonesia. Skripsi, 2017.

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai lebh dari 81.000 km serta memiliki lebih dari 17.508 pulau. Wilayah laut Indonesia membentang seluas 5,8 juta km² yang terdiri dari luas laut sekitar 1 juta km² dan 2,7 juta km²merupakan wilayah zona ekonomi eksklusif. Sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki banyak potensi pengembangan di sektor kelautan dengan kekayaan dan keanekaragamaan hayati (biodiversity) laut terbesar didunia. Salah satu komoditas subsektor perikanan yang paling unggul adalah udang dan lobster yang memberikan kontribusi yang cukup besar untuk menambah devisa negara sebesar 17,34 persen.

Tujuan peelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan ekspor subsektor perikanan di Indonesia. Metode yang digunakan adalah dengan menghitung pertumbuhan Ekspor subsektor Perikanan dengan menggunakan rumus pertumbuhan ekonomi. Data-data yang digunakan bersumber dari Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), BPS, Internet serta buku statistik hasil ekspor subsektor perikanan yaitu drai tahun 2009-2014.

Adapun hasil analisis menggunakan rumus pertumbuhan ekspor subsektor perikanan di Indonesia ekspor subsektor perikanan tahun 2014 mencapai 1,27 juta ton atau mengalami kenaikan sebesar 1,34 persen dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 1,26 juta ton. Komodi utama yang mengalami perkembangan ekspor yang paling tinggi adalah udang , ekspor udang mencapai 17,34 persen

(3)

dibandingkan komoditi lainnya. Hasil dari perhitungan laju pertumbuhan ekspor subsektor perikanan cendrung mengalami pertumbuhan yang cukup baik untuk menciptakan perkembangan Ekpor subsektor perikanan dengan sistem keberlanjutan dan dapat menambah kontribusi yang besar terhadap devisa negara saat ini. Dengan menggunakan analisis Trend terlihat bahwa seluruh komoditi unggulan memiliki peluang untuk terus mengikat setiap tahunnya seiring dengan perbaikan kinerja di subsektor perikanan Indonesia. Dengan menggunakan Analisis Tipologi Kluttsen terlihat bahwa provinsi Jawa Timur memiliki potensi untuk berkembang pesat di bidang ekspor susektor perikanan di Indonesia , sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah Jawa Timur , dan di sisi lain dapat pula meningkatkan pendapatan yang cukup besar di daerah tersebut.

(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan , kesabaran serta kekuatan dan tak lupa pula Shalawat bernadakan salam kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita kealam yang seperti saat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “ Analisis Perkembangan Ekspor Subsektor Perikanan Indonesia”. Yang di ajukan untuk melengkapi tugas dan

syarat menyelesaikan pendidikan pada Fakultas Ekonomi, Jurusan Ekonomi Pembangunan di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Terwujudnya skripsi ini tak lepas dari dukungan berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tugasnya, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinggi nya dengan segala kerendahan hati kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan penulis kesehatan dan ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini .

2. Bapak Drs. Agussani, MAP , selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

3. Bapak Januri SE, MM ,M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

(5)

4. Ibu Dr. Prawidya Hariani M,Si, selaku Ketua Jurusan Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Roswita Hafni M,Si selaku Sekretaris Jurusan Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

6. Ibu Sri Endang Rahayu SE. M,Si selaku Dosen Pembimbing saya yang telah banyak memberikan bimbingan , masukan serta semangat kepada penulis sehingga terwujudnya proposal ini .

7. Seluruh Staf Biro Ekonomi Pembangunan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

8. Ayahanda dan Ibunda Tercinta H.Abdul Muthalib Nst, M.M dan Hj.Refnawati M.A yang telah dengan sabar mendengarkan keluh kesah penulis, memberikan dukungan, dan tak henti-hentinya berdoa untuk keberhasilan penulis, serta kakak tercinta Fauziah Nst, Spd dan Adik tersayang Dinda Syahrani Nst dan Raihan Al Farisi yang telah ikut membantu, memberi motivasi, dan doa kepada penulis.

9. Terkhusus Maulana Zulvi Arif Srg, Am.tem yang telah memberi dukungan, motivasi serta ikut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Terima kasih kepada teman-teman dari IESP-B Pagi terkhususnya kepada (Ria, Arfa, Fadiah, Risma, Nina, Ranny, Uty, Filza dan Zuhra) serta teman-teman IESP lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

(6)

yang telah memberi dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Tersayang teman-teman Cucok Rempong (Dewi dan Ayu) yang telah mendukung, memberikan saran serta memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Atas segala bantuan dan bimbingan yang telah penulis terima dari berbagai pihak, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan yang berlimpah. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis serta dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran dalam dunia pendidikan.

Medan, Agustus 2017

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... iv

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 13

C. Batasan dan Rumusan Masalah ... 14

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 14

BAB II LANDASAN TEORI ... 16

A. Uraian Teoritis... 16

1. Perdagangan Internasional ... 16

a. Pengertian perdagangan Internasional ... 16

b. Teori Perdagangan Internasional ... 17

2. Teori Penawaran... 24

3. Ekspor ... 27

4. Teori Produksi ... 29

(8)

6. Penelitian Terdahulu ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

A. Metode Penelitian ... 34

B. Definisi Oprasional Variabel ... 34

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

D. Jenis dan sumber Data ... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ... 35

F. Teknik Analisis Data... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Gambaran Umum ... 37

1. Perkembangan Ekspor Subsektror Perikanan di Indonesia ... 39

2. Ekspor Hasil Perikanan Menurut Negara Tujuan ... 41

3. Ekspor Hasil Perikanan Menurut Provinsi ... 42

4. Laju Pertumbuhan Ekspor Subsektor Perikanan di Indonesia ... 44

5. Analisis Trend ... 46

6. Analisis Tipologi Kluttsen ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 55

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Nilai Kumulatif Menurut Lapangan Usaha pada Tahun 2012-2016 ... 4

Tabel 1.2. Hasil Oprasi Kapal Pengawas ... 13

Tabel 2.1. Penelitian Sebelumnya ... 31

Tabel 4.1 Tabel Volume Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditi Utama di Indonesia ... 39 Tabel 4.2 Volume Ekspor Perikanan ke Negara Tujuan ... 41

Tabel 4.3 Volume Ekspor Hasil Perikanan Indonesia Menurut Provinsi ... 43

Tabel 4.4 Laju Pertumbuhan Ekspor Subsektor Perikanan di Indonesia Menurut Komoditi Unggulan ... 44 Tabel 4.5 Volume Ekspor Hasil Perikanan Indonesia Menurut Provinsi

2009-2014 ... 51 Tabel 4.6 Klasifikasi volume Ekspor Hasil Perikanan Indonesia Setiap Provinsi menurut Topologi Klassen tahun 2009-2014 ... 52

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Grafik APBN Kementrian Kelautan dan Perikanan ... 12

Gambar 2.1 Mekanisme Terjadinya Perdaganga Internasional ... 23

Gambar 2.2 Kurva Penawaran ... 25

Gambar 2.3 Kurva Pergeseran Penawaran ... 26

Gambar 4.1 Grafk Trend Komoditi Udang dan Lobster Tahun 2009-2014 ... 46

Gambar 4.2 Grafik Trend Komoditi Tuna,Tongkol dan Cakalang Tahun 2009-2014 ... 47

Gambar 4.3 Grafik Trend Komoditi Ikan Lainnya Tahun 2009-2014 ... 48

Gambar 4.4 Grafik Trend Komoditi Kepiting Tahun 2009-2014 ... 48

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara kepulauan dan bahari, terdiri dari 17.508 pulau 3,7 km² juta lautan dan garis pantai sepanjang 81.000 km tersebar luas antara 60° LU-110° LS dan 950 °BT-1410° BT. Secara geografis, wilayah Indonesia

berada pada posisi yang strategis antara dua Benua dan dua Samudera. Posisi

ini menyebabkan Indonesia memiliki potensi perikanan sangat besar, dimana perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang menopang

perekonomian Indonesia. Sumberdaya perikanan merupakan barang umum

(good common) yang bersifat open access, artinya setiap orang berhak menangkap ikan dan mengeksploitasi sumberdaya hayati lainnya kapan saja, dimana saja, berapapun jumlahnya, dan dengan alat apa saja. Hal ini mirip dengan ”hukum rimba” dan ”pasar bebas”.

Sumberdaya perikanan dan kelautan yang sangat besar dan permintaan yang tinggi baik di dalam maupun di luar negeri, merupakan kesempatan untuk memperbaiki perekonomian negara melalui pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ada. Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi salah satu produsen dan eksportir utama produk perikanan.

Disisi lain , Perubahan pola makan dari red meat ke white meat membuka peluang terhadap tingkat konsumsi produk perikanan pada masyarakat dunia, sementara disisi lain berlaku kewajiban secara legitimasi pertanggung jawaban untuk menjamin bahwa pengawasan keamanan makanan dimulai

(12)

dari C to T atau (Capture to Table) atau F to F (Farm to Fork). Peningkatan konsumsi produk perikanan juga menyebabkan tuntutan pasar terhadap jaminan kualitas dan keamanan yang selanjutnya mempengaruhi tingkat permintaan suplai bahan baku (”raw material”) produk perikanan yang semakin hari semakin bertambah, hal ini menyebabkan persaingan pasar yang terus menerus sedangkan sisi lain kita harus mempersiapkan eksportir perikanan yang mampu berdaya saing.

Pada tahun 2013 total ekspor hasil perikanan dunia mencapai US$144,1 milyar atau meningkat sebesar 6,81% dari tahun 2012. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan prediksi FAO sebelumnya yaitu sebesar US$ 132,2 milyar. Menurut catatan UN COMTRADE, pada tahun 2014 terdapat sepuluh negara eksportir perikanan dunia antara lain: Tiongkok (US$ 20,3 milyar), Norwegia (US$ 10,4 milyar), Thailand (US$ 7,1 milyar), Amerika Serikat (US$ 6,5 milyar), Vietnam (US$ 5,7 milyar), India (US$ 5,3 milyar), Chile (US$ 5,2 milyar), Denmark (US$ 4,7 milyar), Kanada (US$ 4,5 milyar), dan Indonesia (US$ 4,2 milyar). Menurut Daryanto (2007), sumber daya pada sektor perikanan merupakan salah satu sumber daya yang penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki potensi dijadikan sebagai penggerak utama (prime mover) ekonomi nasional. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa pertama, Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Kedua, Industri di sektor perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya. Ketiga, Industri perikanan berbasis sumber daya nasional atau dikenal dengan istilah national resources based industries, dan keempat Indonesia memiliki keunggulan (comparative

(13)

advantage) yang tinggi di sektor perikanan sebagimana dicerminkan dari potensi sumber daya yang ada. Namun mencermati pembangunan Indonesia selama ini sangatlah ironis karena secara empiris, dengan potensi yang besar, pembangunan sektor perikanan kurang mendapatkan perhatian dan selalu diposisikan sebagai pingiran. Hal ini karena, selama ini strategi pembangunan yang berbasis sumber daya alam lebih mengutamakan kepada sektor pertanian dan pertambangan. Selain itu penekanan pembangunan sektor perikanan selama ini lebih bersifat eksploitasi sumber daya sehingga mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem lingkungan dan tidak memperhatikan nilai tambah ekonomis yang dapat diperoleh dari sektor tersebut.

Kesuksesan negara lain dalam pengembangan sektor perikanan seperti di Islandia, Norwegia, Thailand, China dan Korea Selatan, yang dalam hal sumber daya berada di bawah Indonesia, seharunya dapat menjadi pembelajaran.

Pada negara tersebut, sektor perikanan mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar. Sebagai contoh Islandia dan Norwegia, kontribusi sektor perikanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 60% dan 25%. Keadaan tersebut jauh berbeda dengan kontribusi sektor perikanan Indonesia terhadap PDB nasional yang hanya mencapai 6.99% pada tahun 2016 .

(14)

Tabel 1.1

Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Nilai Kumulatif Menurut Lapangan Usaha pada Tahun 2012-2016

No Lapangan Usaha Tahun

2012 2013 2014 2015 2016 A Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan

4.59 4.20 4.24 4.02 2.54 1 Pertanian, Peternakan,

Perburuan dan Jasa Pertanian

4.58 3.85 3.85 3.31 1.91 a. Tanaman Pangan 4.90 1.97 0.06 3.48 -0.87 b. Tanaman Hortikultura -2.21 0.67 5.15 2.49 1.29 c. Tanaman Perkebunan 6.95 6.15 5.94 3.54 3.84

d. Peternakan 4.97 5.08 5.52 3.09 4.44

e. Jasa Pertanian dan Perburuan

6.07 5.91 2.95 3.87 1.88 2 Kehutanan dan Penebangan

Kayu 0.24 0.61 0.58 0.66 -2.39 3 Perikanan 6.29 7.24 7.35 8.37 6.99 PRODUK DOMESTIK BRUTO 6.03 5.58 5.02 4.79 5.04

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Dengan melihat potensi dan kesuksesan negara lain, pembagunan sektor perikanan harusnya dapat menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik dari pada keadaan sekarang. Adanya kesalahan orientasi pembangunan dan pengelolaan sumber daya menyebabkan Indonesia belum dapat mengoptimalkan manfaat dari potensi sumber daya yang ada. Hal ini dikarnakan oleh faktor internal seperti kelemahan strategi dan manajemen program pemerintah, serta aspek teknis dan regulasi seperti pembatasan kapal dan alat tangkap

Salah satu pendorong pertumbuhan industri dan ekonomi adalah ekspor . Oleh sebab itu, untuk menghadapi era perdagangan bebas (MEA) , maka Indonesia dituntut untuk menyusun dan melakukan strategi ekspor yang tepat dan tidak hanya bertumpu pada ekspor migas saja. She ubungan dengan ini ,

(15)

pemerintah harus mendorong peningkatan ekspor non-migas, diantara sektor tersebut adalah sektor pertanian , salah satunya sub sektor perikanan.

Untuk dapat memperkuat serta meningkatkan ekspor non migas maka sangat perlu untuk melakukan orientasi kebijaksanaan pembangunan industri dan perdagangan international yang pada saat ini sangat bersifat broad base ke

priority approach . Dalam kaitannya dengan priority approach peningkatan ekspor harus didasarkan pada pembangunan komoditi unggulan yang berdasarkan prinsip efisiensi, komoditifitas , sumber daya dan kompetensi inti serta pengalaman yang ada dan harus berorientasi pasar. Untuk meningkatkan perkembangan ekspor pada sektor perikanan diperlukan kebijaksanaan yang sifatnya strategis bagi ekspor komoditi unggulan yang telah diidentifikasi dan kebijaksanaan yang dapat mengamankan ekspor komoditi unggulan tersebut, namun kebijaksanan tersebut juga harus tetap didasarkan pada mekanisme pasar, sehingga dapat memberikan kesempatan kepada komoditi unggulan untuk mencapai skala ekonomi yang paling efisiensi dan dapat bersaing.

Sumber daya perikanan dan kelautan yang sangat besar dan permintaan yang tinggi baik didalam maupun di luar negri, merupakan kesempatan untuk memperbaiki perekonomian negara melalui pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ada . Nilai ekspor hasil perikanan Indonesia berdasarkan total komoditi bulan Januari hingga November 2013 mencapai US$3,77 Milliar meningkat 6,98 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2012 dengan nilai US$ 3,53 Milliar. Secara keseluruhan volume ekspor hasil perikanan Indonesia periode Januari hingga November 2013 mencapai 1.136.927 ton meningkat sebesar 2,18 persen dibanding dengan periode yang sama tahun

(16)

2012 sebesar 1.112.700 ton . Dari total volume ekspor hasil perikanan tersebut, komoditi yang paling banyak berkontribusi adalah tuna sebesar 174.566 ton , kemudian hasil perikanan lainnya sebesar 174.070 ton , Rumput laut sebesar 169.230 ton , Udang sebesar 124.230 ton , dan ikan lainnya sebesar 465.435 ton. Sedangkan komoditi yang mengalami peningkatan volume ekspor terbesar dibanding bulan November 2012 adalah ikan hias sebesar 208,97 persen dan kepiting sebesar 32,28 persen ini mengindikasikan Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu produsen dan eksportir utama produk prikanan. Dikawasan ASEAN, Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara produsen ikan tuna setelah Thailand. Hal ini disebabkan perbedaan tingkat eksploitasi baik dari segi jumlah maupun teknologi penggunaan alat tangkap. Karna itu Indonesia seyogyanya memanfaatkan keunggulan komparatif produk perikanan nya menjadi keunggulan kompetitif untuk merebut peluang yang ada di pasar global.

Namun demikian tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tersebut masih belum optimal, baik untuk pemenuhan konsumsi ikan dalam negeri maupun pemenuhan permintaan ekspor meskipun Indonesia merupakan Negara pengekspor ikan tetapi masih juga mengimpor ikan. Di lain pihak, pada musim panen di wilayah timur Indonesia sebagai gudang ikan masih tersedia banyak ikan, karena jumlah penduduk dan industri pengolahan ikan yang sedikit tidak mampu menyerap kelebihan tangkapan ikan. Kelebihan pasokan tangkapan ikan pada saat panen di wilayah timur Indonesia sering diikuti dengan rendahnya harga jual ikan. Dilain pihak wilayah barat

(17)

Indonesia dengan populasi penduduk yang besar dan industri pengolahan ikan yang lebih banyak masih membutuhkan pasokan ikan.

Kelangkaan stok ikan yang diakibatkan faktor alam bersifat relatif dan musiman sehingga sudah dapat diketahui dan diantisipasi. Meskipun demikian ada pula perubahan alam yang belum dapat diantisipasi seperti pemanasan global yang makin meningkat. Selain faktor musim terdapat pula faktor tingginya biaya distribusi ikan dari wilayah timur ke wilayah barat atau ke Jawa. Tingginya biaya transportasi dari produsen penangkapan ikan di wilayah timur ke konsumen atau industri di wilayah barat berakibat tingginya harga ikan konsumsi dan mahalnya bahan baku untuk industri perikanan. Hal ini akan berdampak pada beralihnya konsumen dari konsumsi ikan ke bahan pangan lain dan ini dapat pula mengakibatkan berkurangnya produksi industri perikanan (pengolahan).

Masalah pendidikan bagi masyarakat nelayan adalah merupakan masalah yang pelik yang lazim dihadapi oleh masyarakat nelayan secara umum. Rendahnya tingkat pendidikan bagi masyarakat nelayan akan berdampak pada kualitas hidup bagi masyarakat nelayan antara lain berpengaruh terhadap tingkat pendapatan, serta tingkat kesejahteraan keluarga nelayan. Dengan latar belakang pendidikan yang rendah tentu akan berdampak pada aktifitas bagi masyarakat nelayan. Secara umum nelayan yang memiliki latar belakang pendidikan yang rendah adalah terdapat pada nelayan yang miskin .

Nelayan yang miskin umumnya belum banyak tersentuh teknologi modren, kualitas sumberdaya manusia rendah dan tingkat produktifitas hasil tangkapannya juga sangat rendah. tingkat pendidikan nelayan berbanding

(18)

lurus dengan tekhnologi yang dapat dihasilkan oleh para nelayan, dalam hal ini tekhnologi di bidang penangkapan dan pengawetan ikan. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain di sebebkan oleh bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan. Oleh karna itu, diperlukan tekhnologi pengawetan ikan yang baik. Selama ini , nelayan hanya menggunakan cara tradisional untuk mengawetkan ikan. Hal tersebut salah satunya disebabkan karna rendahnya tingkat pendidikan dan penguasaan nelayan terhadap tekhnologi .

Dukungan pemerintah dan pihak lain sangat dibutuhkan , karna kelemahan utama nelayan Indonesia dibandingkan nelayan bangsa lain adalah masalah pemanfaatan tekhnologi , akses informasi mengenai titik titik keberadaan ikan tidak dimiliki oleh nelayan, sehingga jumlah tangkapan nelayan selalu terbatas. Nelayan perlu diedukasi untuk mampu memahami sistem teknologi satelit atau GPS, setidaknya walaupun tidak mampu mengguakan teknologinya nelayan dibukakan akses informasinya, baik dari pihak DKP , BNG , maupun syahbandar , sebagai pengelola kegiatan nelayan ditingkat lokal. Selain itu dalam peningkatan kualitas ikan, dukungan dari pengusaha atau pihak akademik mengenai tekhnologi pengawetan, pengemasan harus diberikan, agar harga ikan yang nelayan jual tidak mengalami kejatuhan.

(19)

Pemanfaatan sumberdaya perikanan yang tidak terkendali di beberapa wilayah perairan Indonesia telah mengakibatkan beberapa gejala penangkapan berlebih (over fishing), karena jumlah tangkapannya sudah melebihi maximum sustainable yield (MSY). Disamping persoalan tersebut, terdapat pula persoalan terkait masalah keberlanjutan lingkungan yang dihadapi oleh perikanan, khususnya di perairan umum. Adanya kasus kematian massal ikan dikarenakan up welling air dan terlampauinya batas

carrying capacity lingkungan karena kegiatan penangkapan ikan yang tidak terkendali, mengakibatkan menurunnya kualitas ekosistem perairan. Kondisi ini akan terus terjadi,jika pemanfaatan perairan umum untuk kegiatan produksi dan ekspor tidak mengadopsi prinsip-prinsip berkelanjutan. Padahal permintaan produk perikanan akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya keperluan asupan protein hewani sejalan dengan perbaikan kesadaran nilai gizi untuk peningkatan kualitas SDM.

Dalam hal ini , sudah saatnya diterapkan prinsip-prinsip berkelanjutan secara konkrit, didalam pemanfaatan ekonomi sumberdaya kelautan dan perikanan. Hal ini sangat penting karena sektor kelautan dan perikanan dapat menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi penting karena: (a) kapasitas suplai sangat besar, sementara permintaan terus meningkat (b) produk dapat diekspor, melalui input sumber daya yang berasal dari lokal (c)dapat membangkitkan industri hulu dan hilir yang besar, sehingga menyerap tenaga kerja cukup banyak dan (d) industri perikanan, bioteknologi

(20)

dan pariwisata bahari bersifat dapat diperbarui (renewable resources), sehingga mendukung pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.

Selanjutnya, Ekonomi hijau penting untuk diterapkan di sektor perikanan dan kelautan karena dua (2) hal yaitu Pertama, bahwa keberlanjutan produksi perikanan dan hasil laut lainnya sangat tergantung pada kualitas lingkungan. Kualitas lingkungan yang buruk akan berdampak pada aliran air baik di sungai, perairan umum maupun di laut. Kedua, bahwa masih banyak manfaat lain yang belum dikembangkan dari sektor perikanan dan kelautan. Dengan demikian, keberlanjutan eksistensi dan fungsi perairan umum dan laut akan sangat memperluas pemanfaatan dan kontribusi sektor perikanan dan kelautan. Apabila sektor perikanan dan kelautan tidak dapat dijaga/rusak, maka akan mengganggu kontribusi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat yang tergantung di dalamnya sehingga ini merupakan salah satu aset yang sangat potensial.

Sementara itu, pemanfaatan dan pengelolaan aset yang ada di negara Indonesia masih “land oriented” sehingga aset dan potensi di dalam laut

belum dimanfaatkan secara optimal. Pada saat ini pemanfaatan aset laut masih terbatas pada hasil ikan dan tambang (migas), padahal masih banyak nilai/value yang terkandung di dalamnya (maritime services). Selain itu, selama ini pengembangan ekonomi masih berorientasi darat dan aset serta potensi laut belum dikembangkan dengan optimal khususnya ocean economy (fishery and marine economy), sehingga pelaku di sektor kelautan masih sangat tergantung pada hasil ikan saja. Untuk itu, ocean economy

(21)

proporsi yang lebih besar, dan perlu dikembangkan sebagai bagian integral dan signifikan dalam perekonomian negara .

Tantangan yang dihadapi untuk menerapkan prinsip keberlanjutan disektor perikanan antara lain adalah:

1. Belum selesainya Rencana Strategis/Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil baik Provinsi /Kabupaten/Kota yang termasuk ke dalam RTRW

2. Nelayan banyak yang berskala kecil, sehingga sulit menerapkan pembaruan dan penegakan hukum.

Sehingga dalam hal ini dapat pula berdampak pada potensi ekspor di sektor perikanan yang masih terbilang jauh tertinggal dari negara-negara pengekspor didunia . Padahal dapat dilihat bahwa kontribusi yang diberikan pemerintah dalam APBN cukup besar pada bidang keberlanjutan sebesar 67% dari seluruh anggaran yang dikeluarkan untuk bidang kelautan dan perikanan

(22)

Gambar 1.1

Grafik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementrian Perikanan dan Kelautan Tahun 2016

Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan

Selain itu , maraknya kegiatan Illegal, Unreported and Undregulatef (IUU) Fishing yang terjadi dilaut Indonesia semakin mengkhawatirkan , berdasarkan data yang dilansir mentri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia kerugian negara akibat Illegal Fising mencapai 300 Triliyun Rupiah pertahun, yaitu dengan memperhitung tingkat kerugiannya mencapai 25% dari total potensi perikanan Indonesia . kerugian tersebut berdampak merugikan negara dan mengancam kelestarian sumber daya kelautan dan Perikanan serta dapat menurunkan potensi ekspor Indonesia .

Data hasil operasi kapal pengawasan mencatat bahwa data kurun waktu 2014 pengawasan dari ditjen sumberdaya kelautan dan perikanan (PSDKP) KKPtelah berhasil menangkap 39 kapal illegal 13 diantaranya kapal perikanan asing (KIA). Sedangkan pada tahun 2015 KKP telah berhasil menangkap 13 KIA dari kapal illegal yang berhasil diperiksa asing (KIA). Sedangkan pada

20% 18% 48% 14% 100% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

Belanja Aparatur Kedaulatan Keberlanjutan Kesejahteraan Total APBN

ANGGARAN PENDAPATAN DAN

BELANJA NEGARA

KEMENTRIAN KELAUTAN DAN

PERIKANAN

(23)

tahun 2015 KKP telah berhasil menangkap 13 KIA dari kapal illegal yang berhasil diperiksa .

Tabel 1.2

Tabel Hasil Operasi Kapal Pengawas

Sumber : Ditjen PSDKPKKP, 2015

Mengingat bahwa perairan Indonesia masih luas maka peluang untuk meningkatkan produksi masih besar dan itu berarti juga pelung untuk meningkatkan ekspor sebagai penambah devisa negara juga besar.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka yang menjadi identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Indonesia termasuk negara maritim dengan wilayah laut yang luas akan tetapi masih kurangnya pencapaian hasil perikanan Indonesia.

2. Perkembangan ekspor perikanan Indonesia yang masih rendah diakibatkan karna nelayan Indonesia masih menggunakan cara tradisional dalam proses penangkapan ikan.

3. Ketidakoptimalan pemerintah dalam mengelola dana APBN yang dikeluarkan mengakibatkan kurangnya pencapaian ekspor di Indonesia. Kapal

yang ditangkap

Tahun Kapal perikanan Indonesia (KII)

Kapal perikanan asing (KIA)

Jumlah Jumlah kapal pengawas 2010 24 159 183 24 2011 30 76 106 25 2012 42 70 112 26 2013 24 44 68 26 2014 23 16 39 27 2015 23 13 36 27 jumlah 166 378 544

(24)

4. Illegal fisher yang terjadi di perairan Indonesia menyebabkan kurangnya hasil perikanan dan mengurangi ekspor ikan Indonesia.

C. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penulis hanya memfokuskan penelitian ini tentang perkembangan ekspor subsektor perikanan di Indonesia.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang diatas , maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitia ini adalah : 1. Bagaimana perkembangan ekspor subsektor perikanan di Indonesia? 2. Bagaimana Trend perkembangan Volume Ekspor Subsektor perikanan di Indonesia tahun 2009-2014 ?

3. Bagaimana Potensi Produksi dan Ekspor subsektor perikanan dari setiap provinsi di Indonesia ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Latar Belakang dan Identifikasi Masalah , maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1.Untuk menganalisi perkembangan dan pertumbuhan ekspor subsektor perikanan di Indonesia.

2. Untuk mengetahui Trend perkembangan ekspor subsktor perikanan di Indonesia tahun 2009-2014.

(25)

3. Untuk mengetahui potensi produksi dan ekspor subsektor perikanan setiap Provinsi di Indonesia

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan beberapa penjelasan sebelumnya , maka diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak , sebagai berikut :

1. Manfaat akademis, dapat memberikan tambahan informasi dalam wacana akademik yang berkaitan dalam ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu ekonomi perdagangan internasional di bidang ekspor dan ekonomi pertanian dalam bidang perikanan , sehingga dapat dijadikan refrensi , serta bahan penelitian sejenis dimasa yang akan datang.

2. Manfaaat untuk Penulis , yaitu untuk melengkapi persyaratan menyelesaikan program S1 , program studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara dan sebagai salah satu media pengembangan kemampuan dan keterampilan sesuai dengan disipin ilmu yang telah dipelajari.

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Uraian Teoritis

1. Perdagangan Internasional

a. Pengertian perdagangan internasional

Perdagangan yang terjadi antara dua negara atau lebih sering disebut per-dagangan internasional. Perper-dagangan antar negara ini bisa terjadi karena adanya selisih harga barang di berbagai negara yang disebabkan perbedaan dalam jumlah, jenis, kualitas dan cara mengkombinasikan faktor-faktor produksi, perbedaan dalam pendapatan dan selera. Jadi dapat disimpulkan perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dari berbagai negara ( Nopirin, 1990). Dapat juga dikatakan bahwa ekspor komoditi suatu negara ke negara lain merupakan selisih antara penawaran domestik dengan permintaan domestik atau merupakan excess supply. Kondisi ini timbul karena adanya perbedaan harga domestik dengan harga internasional . Sedangkan harga internasional sendiri memiliki hubungan yang positif dengan ekspor , yaitu apabila harga internasional semakin tinggi maka ekspor pun semakin meningkat. (Salvatore, 1997) Ekspor suatu komoditi juga berkaitan dengan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang negara lain. Sehingga kebijakan ekspor suatu negara salah satu nya akan dipengaruhi dengan kebijakan devaluasi negara tersebut, hal ini dikarena kan untuk memperbaiki neraca pembayaran yang defisit salah satunya melalui peningkatan ekspor.

(27)

b. Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional sejak lama diyakini oleh dunia sebagai pemberi sumbangan yang baik bagi pertumbuhan ekonomi sebuah negara. Masyarakat di era merkantilisme yakni para ahli yang hidup pada era abad keenam belas dan ketujuh belas mengemukakan bahwa perdagangan luar negeri adalah kunci dari kekayaan suatu negara. Salah satu teori perdagangan internasional yakni teori klasik, teori klasik yang umum dikenal adalah Teori Keunggulan mutlak (Absolut Advantage Theory) dari Adam Smith, dan Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage Theory) dari J.S Mill dan David Ricardo. Dalam sub bagian ini akan menjelaskan Teori Keunggulan Mutlak dan Teori Keunggulan Komparatif.

a. Teori Keunggulan Mutlak

Teori keunggulan mutlak diperkenalkan oleh Adam Smith. Adam Smith menyatakan bahwa keunggulan mutlak didapat oleh sebuah negara dengan cara melakukan spesialilsasi dalam memproduksi sebuah komoditas, dan mengekspor komoditas tersebut ke negara lain yang tidak memiliki kemampuan untuk memproduksi komoditas serupa secara efisien. Dan sebaliknya negara tersebut juga akan mengimpor produk atau komoditas yang tidak dapat diproduksi secara efisien. (Tulus Tambunan, 2000)

Kelebihan dari teori keunggulan mutlak yaitu terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan mutlak dalam barang berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahanya yaitu apabila hanya satu

(28)

negara yang memiliki keunggulan mutlak maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.

Teori keunggulan mutlak ini didasarkan kepada beberapa asumsi pokok, yaitu:

1. Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja saja 2. Kualitas barang yang diproduksi oleh kedua negara sama 3. Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang 4. Biaya transport ditiadakan

Teori ini hanya memusatkan kepada perhatiannya kepada variabel riil misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin rendah biaya tenaga kerja tersebut. (Peter H Lindert, 1994)

b. Teori Keunggulan Komparatif

Berdasarkan keunggulan komparatif oleh David Ricardo, meskipun suatu negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi kedua barang, masih terdapat keunggulan komparatif dalam melakukan perdagangan internasional. Apabila suatu negara tersebut melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produksi serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif (Salvatore, 1997).

(29)

Teori ini berlandaskan pada asumsi:

1) Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya. 2) Perdagangan internasional dilihat sebagai pertukaran barang

dengan barang.

3) Tidak diperhitungkan biaya dari pengangkutan dan lain-lain dalam hal pemasaran.

4) Produksi dijalankan dengan biaya tetap, hal ini berarti skala prduksi tidak berpengaruh.

Indonesia memiliki keunggulan mutlak dalam perdagangan internasional karena struktur negara Indonesia yang cocok untuk mengekspor sektor perikanan. karena Indonesia memiliki lautan yang luas yang cocok untuk dijadikan sebagai lahan peningkatan ekspor perikanan serta kualitas ikan di indonesia.

c. Teori Heckscher & Ohlin (Teori H-O)

Teori H-O atau dalam istilah lain dikenal dengan teori ketersediaan faktor, sangatlah dikenal sebagai teori modern dalam perdagangan internasional. Yang dijadikan dasar teori ini adalah sebuah kondisi dimana perdagangan internasional antara dua negara terjadi karena adanya perbedaan biaya opportunitas yang berbeda diantara kedua negara tersebut. Perbedaan biaya opportunitas tersebut dapat muncul karena berbagai faktor,

(30)

diantaranya tenaga kerja, modal usaha, tanah, serta ketersediaan bahan baku produksi yang dimiliki oleh masing-masing negara. (Salvatore, 1997)

Teori H-O menggunakan asumsi 2 x 2 x 2 yang berarti sebuah bentuk perdagangan internasional terjadi antara dua negara, dimana dua negara tersebut memproduksi produk yang sama, dan dua negara tersebut menggukan dua macam faktor produksi yang berbeda proporsinya. Inti dari teori H-O adalah :

1) Harga/biaya produksi suatu komoditas akan ditentukan oleh jumlah ketersediaan input atau faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh negara tersebut.

2) Keunggulan komparatif dari suatu jenis produk yang masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi input yang dimilikinya.

3) Masing-masing negara akan cenderung untuk melakukan spesialisasi produksi dan akan mengekspor produk tertentu karena tersedianya sumber daya untuk memproduksi produk tersebut, dan sebaliknya masing-masing negara juga akan mengimpor produk tertentu yang input utama produksinya tidak tersedia didalam negeri.

(31)

d. Keunggulan Kompetitif

Menurut Tangkilisan (2003) bahwa keunggulan kompetitif adalah merujuk pada kemampuan sebuah organisasi untuk memformulasikan strategi yang menempatkannya pada suatu posisi yang menguntungkan berkaitan dengan perusahaan lainnya. Keunggulan kompetitif muncul bila pelanggan merasa bahwa mereka menerima nilai lebih dari transaksi yang dilakukan dengan sebuah organisasi pesaingnya. Keunggulan kompetitif bersifat kompetisi dan bersifat persaingan. Bertitik tolak dari kedua sumber diatas, kami berpendapat bahwa keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh organisasi, dimana keunggulanya dipergunakan untuk bekompetisi dan bersaing dengan organisasi lainnya, untuk mendapatkan sesuatu.

e. Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional

Pada dasarnya beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional suatu negara dengan negara lainnya bersumber dari keinginan memperluas pasaran komoditi ekspor, memperbesar penerimaan devisa bagi kegiatan pembangunan, adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara, serta akibat adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu. Dalam teori mengenai timbulnya perdagangan internasional,

Heckser- Ohlin menganggap bahwa suatu negara dicirikan oleh faktor bawaan yang berbeda, sedangkan fungsi produksi di semua negara adalah sama. Berdasarkan asumsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan fungsi produksi yang sama dan faktor bawaan yang berbeda antar negara, suatu negara cenderung untuk mengekspor komoditi yang menggunakan faktor

(32)

produksi yang lebih banyak dan secara relatif murah, dan mengimpor barang-barang yang menggunakan faktor- faktor produksi yang relatif langka dan mahal. (Salvatore, 1997).

Perbedaan permintaan disebabkan oleh selera dan tingkat pendapatan, sedangkan perbedaan penawaran disebabkan oleh jumlah dan kualitas faktor produksi serta tingkat teknologi. Selain itu, perdagangan dua negara juga timbul karena adanya keinginan untuk memperluas pasar komoditas untuk menambah devisa negara. Karenanya, di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan pendapatan nasional.

Permintaan pada perdagangan internasional dilakukan jika harga barang yang bersangkutan di luar negeri lebih murah. Harga yang lebih murah karena antara lain: Pertama, negara produsen mempunyai sumber daya alam yang lebih banyak. Kedua, negara produsen bisa memproduksi barang dengan biaya yang lebih murah. Ketiga, negara produsen bisa memproduksi barang dengan jumlah yang lebih banyak.

Salvatore (1997), merumuskan model sederhana terjadinya perdagangan internasional sebagai berikut:

Sebelum terjadinya perdagangan internasional harga relatif barang X di negara A sebesar Pa, sedangkan harga relatif barang X di negara B sebesar Pb. Pada harga- harga tersebut, baik di negara A maupun di negara B, terjadi keseimbangan produksi dan konsumsi. Setelah terjadi perdagangan

(33)

internasional, harga relative barang X akan terletak di barang Pa dan Pb jika kedua negara tersebut memiliki kekuatan ekonomi yang cukup besar.

Jika harga yang berlaku diatas Pa, maka negara A akan memproduksi barang X lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestiknya. Akibatnya, penawaran meningkat menjadi Q2A dan permintaan menurun menjadi Q1A, sehingga terjadi kelebihan penawaran sebesar Q1AQ2A. kelebihan penawaran tersebut, selanjutnya akan diekspor ke negara B. Di lain pihak, jika harga yang berlaku lebih kecil dari Pb maka negara B akan mengalami peningkatan permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi dari produksi domestiknya. Akibatnya, permintaan di negara B meningkat menjadi Q2B dan penawarannya turun menjadi Q1B. Dengan demikian, terjadi kelebihan permintaan di negara B sebesar Q1BQ2B. Hal ini akan mendorong negara B untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas barang X di negara A.

Gambar 2.1 Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional

(34)

2. Teori Penawaran

Penawaran suatu komoditi adalah jumlah komoditi yang ditawarkan kepada konsumen pada suatu pasar tertentu dengan harga dan waktu tertentu. Harga komoditi dan penawaran mempunyai hubungan positif dimana dengan makin tingginya harga di pasar akan merangsang produsen untuk menawarkan komoditinya lebih banyak demikian pula sebaliknya (Teken, 1991). Komoditi perikanan pada umumnya merupakan komoditi pada pasar persaingan sempurna karena produsen dalam jumlah banyak dan skala usahanya kecil sehingga produsen tidak dapat menentukan sendiri harga komoditinya atau bertindak sebagai “price taker” ( Amin Aziz, 1993) . Menurut Sebastian (1985) ada dua macam model untuk menganalisis penawaran yaitu model statis dan model dinamis. Pada model penawaran statis hanya memperlihatkan perubahan jumlah barang yang ditawarkan akibat adanya perubahan harga, sedangkan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus).

Sementara model penawaran dinamis adalah merupakan respon penawaran akibat adanya perubahan faktor-faktor di luar harga yang menyebabkan terjadinya pergeseran kurva penawaran (supply shifter).

Ekspor pada dasarnya adalah penawran , yaitu penawaran terhadap barang yang diproduksi didalam negeri. Adapun faktor faktor yang mempengaruhi penawaran terutama yang berkaitan dengan penawaran ekspor , diantaranya tekhnologi , harga input , jumlah produsen dan harapan produsen terhadap harga produksi dimasa datang.

(35)

Adapun fungsi dari penawaran itu sendiri sebagai berikut : Qs = a + bP

Dimana :

Qs = jumlah barang yang ditawarkan

a = konstanta

b = koefisien

P = harga

Hukum penawaran pada hakikatnya adalah berbanding lurus antara harga terhadap jumlah barang yang ditawarkan yaitu jika harga naik maka penawaran akan meningkat, dan sebaliknya jika harga turun makan penawaran juga akan menurun. Cateris paribus : fakor-faktor lain selain harga barang itu sendiri dianggap tidak berubah. Berikut kurva penawaran dapat dilihat pada gambar 2.2 :

Harga (p)

Supply (s)

Jumlah (q)

Gambar2.2 Kurva Penawaran

Kurva penawaran merupakan jumlah yang ditawarkan seseorang penjual pada berbagai tingkat harga. Kurva penawaran bersifat positif , ini menujukkan

(36)

hubungan positif antara harga suatu barang dengan jumlah barang yang ditawarkan . kurva penawaran bergerak keatas dari kiri kekanan.

Adapun kurva penawaran berdasarkan pergeseran permintaan dapat dilihat di gambar 2.3 dibawah ini :

(P) (P)

Qs1 Qs0

Qs0 Qs2

0 (Q) 0 (Q)

Gambar 2.3 kurva pergeseran penawaran

Perpindahan kurva penawaran kekanan atau kekiri di sebabkan oleh perubahan dalam faktor-faktor lain selain dari pada perubahan harga barang itu sendiri . selain itu tekhnologi juga akan menambah penawaran . perpindahan ini disebut pertambahan penawaran , peningkatan biaya penawaran akan menyebabkan penjual mengurangi penawaran , perpindahan ini dikenal sebagai pengurangan penawaran.

- Faktor-faktor penawaran

Sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi penawaran suatu barang. Diantaranya adalah harga pasar dimana harga pasar sangat menentukan faktor penawaran suatu barang, semakin tinggi harga barang maka semakin tinggi pula jumlah barang yang ditawarkan begitu pula sebaliknya , tekhnologi produksi juga sangat mempengaruhi faktor penawaran jika

(37)

teknologi produksi suatu barang tersebut meningkat maka penawaran akan barang tersebut pun akan meningkat pula .

3. Ekpor

Ekspor dari satu negara merupakan impor untuk negara lain. Ekspor merupakan salah satu pemicu perkembangan nasional di setiap negara. Secara ringkas dapat dikatakan, dalam dunia yang sudah terbuka ini hampir tidak ada lagi satu negarapun yang benar-benar mandiri, tapi satu sama lain saling membutuhkan dan saling mengisi. Kenyataan ini meyakinkan kita akan bertambah pentingnya peranan perdagangan Internasional dalam masa mendatang untuk kepentingan ekonomi suatu negara.

Menurut MS Amir (1991), ada tiga hal yang menjadi landasan untuk kemungkinan memperdagangkan komoditi dalam pasaran internasional adalah pertama, bila komoditi atau produk mempunyai keunggulan mutlak atau keunggulan komparatif dalam biaya produksi dibandingkan dengan biaya produksi komoditi yang sama dinegara lain. Asas ini lebih ditekankan pada masalah efisiensi dari komoditi bersangkutan. Suatu komoditi dinyatakan mempunyai keunggulan mutlak bila produk itu merupakan produk langka secara alamiah, misalnya terikat pada iklim tertentu atau wilayah tertentu. Kedua, bila komoditi tersebut sesuai dengan selera dan kebutuhan konsumen di luar negeri. Komoditi yang mempunyai potensi ekspor dipandang dari sudut selera konsumen adalah komditi yang mutu, desain, ketepatan waktu penyerahan, pengaturan packing dan standarisasi produk itu sesuai dan memenuhi selera konsumen. Ketiga, bila komoditi tersebut diperlukan untuk diekspor dalam rangka pengamananan cadangan strategi nasional. Ketiga asas

(38)

diatas dapat dianggap sebagai asas utama dalam menentukan kebijaksanaan dan setiap upaya untuk mendorong ekspor. Dalam Amir (2004), tujuan ekspor adalah:

a. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar serta untuk memperoleh harga jual yang lebih baik (optimalisasi laba).

b. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestik (membuka pasar ekspor).

c. Memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capcity).

d. Membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional sehingga terlatih dalam persaingan yang ketat.

Menurut Darmansyah dalam Soekartawi (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ekspor antara lain :

a. Harga internasional. Semakin besar selisih antara harga di pasar internasional dengan harga domsetik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan diekspor menjadi bertambah banyak.

b. Nilai Tukar (exchange rate). Semakin tinggi nilai tukar mata uang suatu negara maka harga ekspor negara itu di pasar internasional akan menjadi lebih mahal. Sebaliknya, semakin rendah nilai mata uang suatu negara, harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi lebih murah.

c. Quota ekspor yakni kebijakan perdagangan internasional berupa pembatasan kuantitas barang ekspor.

d. Kebijakan tarif dan non tarif. Kebijakan tarif adalah untuk menjaga harga produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu yang dianggap mampu atau

(39)

dapat mendorong pengembangan suatu komoditi. Sedangkan kebijakan non tarif adalah untuk mendorong tujuan diversifikasi ekspor.

4. Teori Produksi

Teori produksi merupakan analisis mengenai bagaimana seharusnya seorang pengusaha atau produsen , dalam tekhnologi tertentu memilih dan mengkombinasikan berbagai macam faktor produksi untuk menghasilkan sejumlah produksi tertentu, seefisien mungkin. (suherman,2000) . produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output. Sehingga nilai barang tersebut bertambah . penentuan kombinasi faktor – faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi sangatlah penting agar proses poduksi yang dilaksakan dapat efisien dan hasil produksi yang didapat menjadi optimal .

Produksi juga merupakan suatu kegiatan yang dapat menimbulkan tambahan manfaatnya atau penciptaan faedah baru. Faedah atau manfaat ini dapat terdiri dari berbagai macam, misalnya faedah bentuk, faedah waktu, faedah tempat, serta kombinasi dari beberapa faedah. Dengan demikian, produksi tidak terbatas pada pembuatan, tetapi sampai pada distribusi. Namun komoditi bukan hanya dalam bentuk output barang, tetapi juga jasa. Menurut Salvatore (2001), produksi adalah merujuk pada transformasi dari berbagai input atau sumber daya menjadi output beberapa barang atau jasa. Berdasarkan teori jika produksi suatu barang meningkat maka permintaan terhadap barang lain yang sejenis akan turun dan sebaliknya, jika produksi suatu barang turun maka permintaan terhadap barang lain yang sejenis akan meningkat. Artinya berdasarkan hubungan produksi terhadap permintaan suatu barang tertentu memiliki hubungan yang negatif.

(40)

5. Ekspor perikanan

Peningkatan permintaan ikan dunia memberikan peluang yang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor subsektor perikanan. Nilai perdagangan ikan dunia diperkirakan sebesar US$ 100 milyar per tahun, dari jumla tersebut pangsa pasar Indonesia baru sekitar 3.5 persen (Windria, 2005). Pangsa pasar tersebut dapat dikatakan masih relatif kecil jika dibandingkan dengan potensi yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat potensi ekspor yang besar untuk sektor perikanan Indonesia, namun peluang tersebut belum digarap secara optimal. Apabila peluang tersebut telah dimanfaatkan dengan optimal, maka sektor perikanan berpeluang untuk mendorong peningkatan ekspor netto Indonesia, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nasional.

(41)

6. Penelitian Sebelumnya

Tabel 2.1

NO PENELITI JUDUL VARIABE

L METODE HASIL 1 Wilhelmina L . Tumengkol , Sukmo Wim Palar dan Debby Ch. Rotinsulu KINERJA DAN DAYA SAING EKSPOR HASIL PERIKAN AN LAUT KOTA BITUNG variabel bebas : GDP dari negara pengimpor , produksi , konsumsi. variabel terikat : nilai dan volume ekspor.  Analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif  Metode Revealed Comparati ve Advantage (RCA)  Teori Porter’s Diamond Dari hasil Analisi Porter’s Diamond ditemukan bahwa kondisi masing-masing faktor yaitu kondisi sumber daya , permintaan, industri terkait dan pendukung , persaingan dan strategi perusahaan dan faktor kesempatan , sehingga adanya daya saing ekspor antar suatu negara ataupun daerah. 2. Indriana Yudiarosa ANALISIS EKSPOR IKAN TUNA DI INDONESI A Variabel bebas : harga ekspor perikanan indonesia , produksi ekspor ikan tuna Variabel terikat : Nilai dan volume ekspor  Analisi Regresi Linear Berganda  Metode SWOT  Analisis Trend Ekspor ikan tuna berhubungan positif dan sangat responsif terhadap perubahan harga, selain itu besarnya sumber daya perikanan yang dimiliki juga sangat berpengaruh

(42)

besar terhadap peluang berkembangn ya ekspor di Indonesia , terlebih lagi Indonesia sebagai negara maritim yang memiliki perikanan yang cukup besar 3. Adrian D. Lubis ANALISI FAKTOR YANG MEMPENG ARUHI KINERJA EKSPOR INDONESI A Variabel bebas : harga komoditi ekspor , produksi ekspor Variabel terikat : ekspor dan impor  Model Estimasi Permintaa n Ekspor dan Penawara n Ekspor Perkembanga n kinerja ekspor Indonesia secara historis bersifat dinamik, yang dipengaruhi oleh perubahan kondisi ekonomi dunia yang sifatnya Turbulens. Disisi lain faktor yang mempengaru hi ekspor di sektor pertanian adalah harga produk pertanian , kapasitas produksi dan kurs , sedangkan pada penawaran ekspor di

(43)

sektor industri di tentukan oleh harga produk industri , kapasitas industri dan kurs .

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Deskriptif , metode ini dapat digunakan untuk mendeskripsikan, menginterpretasikan sesuatu fenomena, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual.

B. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional merupakan acuan dari landasan teori yang di gunakan untuk melakukan penelitian. Definisi operasional dari variabel-variabel terkait adalah sebagai berikut : ekspor perikanan Indonesia (Ex) adalah total volume ekspor perikanan di Indonesia yang diekspor ke berbagai negara dalam satuan ribuan ton per tahun.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Medan dengan melihat data yang telah disediakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Kementrian Kelautan Dan Perikanan (KKP), Food And Agliculture Organization of United Nation (FAO).

(45)

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian direncanakan oleh penulis pada awal Juli 2017 sampai dengan bulan September 2017.

D. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu (time series) dari tahun ke tahun yang merupakan data sekunder yang bersumber dari Pusat Statistik (BPS), Kementrian Kelautan Dan Perikanan (KKP), Food And Agliculture Organization of United Nation (FAO).

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan metode studi kepustakaan atau dokumentasi. Metode ini merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan penelitian kepustakaan yaitu dengan mempelajari dan memahami bahan-bahan bacaan yang berhubungan atau berkaitan dengan penelitian untuk mendapatkan masukan dan informasi yang dibutuhkan.

F.Teknik Analisis Data

Teknik analisi data yang digunakan dalam penelitian ini dengan:

1. Menghitung laju pertumbuhan ekspor subsektor perikanan di Indonesia dengan menggunakan rumus :

( ) ( ) ( )

(46)

Keterangan :

∆Ep(t) = Laju pertumbuhan Ekspor subsektor Perikanan tahun t. Ep(t) = Ekspor subsektor perikanan tahun t.

Ep(t-1) = Ekspor perikanan subsektor perikanan tahun sebelumnya.

Adapun untuk mendapatkan laju pertumbuhan ekspor subsektor perikanan rata-rata pertahun menggunakan rumus :

atau dengan compounding factor tn=t0 (1 + r )n-1

keterangan :

r = laju Pertumbuhan ekpor subsektor Perikanan rata-rata pertahun

n = Jumlah tahun (mis,periode 1990-an, n 10)

m = Tahun terakhir periode

t0 = Tahun awal periode

(1 + r)n-1= Menggambarkan compounding factor

2. Analisis Trend

Proyeksi Ekspor subsektor perikanan diestimasi dengan menggunakan analisis trend . analisis ini lebih banyak digunakan untuk meramal produksi dan hasil penjualan (Suprapto,1990). Dengan menetapkan waktu sebagai variabel independent dan volume ekspor yang telah diketahui sebagai variabel dependen, akan dilakukan prediksi dengan metode jumlah kuadrat terkecil. Tujuan dari penggunaan metode ini adalah untuk meminimumkan jumlah kesalahan.

(47)

3. Analisis Tipologi Kluttsen

Tipologi Kluttsen mendasarkan pengelompokkan suatu sektor, subsektor, usaha atau komoditi daerah dengan cara membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah (nasional) yang menjadi acuan dan membandingkan pangsa sektor, subsektor, usaha, atau komoditi suatu daerah dengan nilai rata-ratanya di tingkat yang lebih tinggi (daerah acuan atau nasional). Tipologi Kluttsen dengan pendekatan sektoral menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan karakteristik yang berbeda sebagai berikut :

1) Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (kuadran I) 2) Sektor maju tapi tertekan (kuadran II)

3) Sektor potensial atau masih dapat berkembang dengan pesat (kuadran III)

(48)

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

Sektor perikanan memegang kendali penting dalam prekonomian Indonesia . Ekspor subsektor perikanan merupakan salah satu komoditas perdagangan yang mengalami perkembangan perdagangan cukup pesat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia. Mengapa pertumbuhan penduduk sangat berpengaruh terhadap perkembanganekspor subsektor perikanan? Hal ini disebabkan pertama, jumlah konsumsi ikan dunia, baik ikan segar maupun ikan olahan, sangat besar. Kedua, ikan tidak hanya dikonsumsi oleh manusia, tetapi juga digunakan untuk bahan baku pakan ternak. Perkembangan perdagangan ikan yang cukup pesat ini juga didorong oleh semakin meluasnya penggunaan lemari pendingin dan pengembangan alat transportasi yang mampu menjaga kualitas ikan segar.

Menurut Departemen Pertanian (2006), sub sektor perikanan mencakup semua kegiatan penangkapan, pembenihan dan budidaya segala jenis ikan dan biota air lainnya, baik yang berada di air tawar maupun di air asin. Komoditi hasil perikanan antara lain seperti ikan tuna dan jenis ikan laut lainnya; ikan mas dan jenis ikan darat lainnya; ikan bandeng dan jenis ikan payau lainnya; udang dan binatang berkulit keras lainnya; cumi-cumi dan binatang lunak lainnya; rumput laut serta tumbuhan laut lainnya. Dengan demikian, potensi sumberdaya perikanan dapat dibedakan menjadi perikanan tangkap (laut) dan perikanan budidaya.

(49)

Pada perikanan tangkap, perairan laut Indonesia dibagi menjadi sembilan wilayah pengelolaan perikanan (Ditjen Perikanan Tangkap dalam Effendi, 2004). Wilayah-wilayah tersebut adalah :

1. Selat Malaka 2. Laut Cina Selatan 3. Laut Jawa

4. Selat Makasar dan Laut Flores 5. Laut Banda

6. Laut Seram dan Teluk Tomini 7. Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik 8. Laut Arafura

9. Samudra Hindia

Potensi perikanan budidaya Indonesia terletak pada potensi sumberdaya marikultur dan budidaya air payau atau tambak. Marikultur merupakan kegiatan perikanan budidaya yang dilakukan di perairan laut yang relatif terlindung dari ombak badai dan angin ribut (Effendi, 2004). Luas potensial untuk budidaya tambak di seluruh wilayah Indonesia mencapai 913 ribu hektar, sedangkan untuk budidaya marikultur mencapai 24,5 juta hektar lahan.

(50)

1. Perkembangan Ekspor Subsektor Perikanan di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang memiliki hasil laut dan kekayaan yang melimpah tetapi masih minimnya kemampuan dalam mengelola perikanan baik tangkap ataupun budidaya, sehingga hasil ekspor di sektor perikanan pun masih terbilang cukup tertinggal diantara negara – negara pengekspor ikan lainnya .

Jika melihat dari luas nya perairan indonesia subsektor perikanan memberikan kontribusi yang cukup baik untuk pendapatan di Indonesia , Secara umum kondisi subsektor perikanan di Indonesia cukup berkembang dengan baik. Hal ini terbukti dengan terus bertambahnya nilai ekspor subsektor perikanan di indonesia. Dari tabel 4.1 dibawah diketahui bahwa dibanding 2009, pada tahun 2014 terjadi kenaikan nilai ekspor subsektor perikanan sekitar 5,66 persen yaitu dari total 881.413 Ton menjadi 1.274.982 Ton.

Tabel 4.1

Tabel Volume Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditi Utama diIndonesia

Sumber : BPS, diolah oleh ditjen P2HP No Komoditas Utama Volume (Ton) 2009 2010 2011 2012 2013 2014 1 Udang dan Lobster 150.989 145.092 158.062 162.068 167.565 196.623 2 Tuna,tongkol,ca kalang 131.550 122.450 141.774 201.159 209.072 206.553 3 Ikan lainnya (termasuk darat) 430.513 622.932 621.632 538.723 524.752 502.027 4 Kapiting 18.673 21.357 23.089 28.212 34.173 28.091 5 Lainnya 149.688 191.564 214.793 298.952 322.618 341.689 6 Total 881.413 1.103.575 1.159.350 1.229.114 1.258.180 1.274.982

(51)

Total volume ekspor hasil subsektor perikanan Indonesia pada tahun 2009 sebesar 881 ribu ton, sedangkan pada tahun 2014 volume ekspor hasil perikanan Indonesia mencapai 1,3 ton . pertumbuhan rata-rata volume ekspor hasil perikanan selama tahun 2009 sampai 2014 adalah sebesar 8 persen per tahun. Komoditi yang berkontribusi tertinggi berada pada interval waktu tersebut adalah udang dan lobster serta tuna,tongkol,cakalang . kedua jenis komoditi tersebut masing-masing mempunyai rata-rata pertumbuhan volume ekspor sebesar 5,66 persen dan 10,70 persen per-tahun. Total volume ekspor udang dan lobster pada tahun 2009 sebesar 151 ribu ton, sedangkan pada tahun 2014 meningkat menjadi 197 ribu ton. Volume ekspor komoditi tuna , tongkol, cakalang pada tahun 2009 sebesar 132 ribu ton, meningkat menjadi 207 ribu ton pada tahun 2014. Sehingga dapat dilihat bahwa ekspor subsektor perikanan diindonesia dari tahun ketahun terus mengalami perkembangan dan perbaikan untuk menciptakan perekonomian subsektor perikanan dengan sistem keberlanjutan.

Pengembangan komoditas unggulan ekspor terdapat beberapa isu yang dapat diidentifikasikan diantaranya aspek pasar (BAPPENAS,2006) yaitu : (1) meningkatnya kesadaran konsumsi ikan sebagai alternatif makanan sehat (2) meningkatnya permintaan ekspor produk perikanan dunia (3) masih diperlukannya koordinasi kelembagaan yang menangani ekspor produk perikanan Indonesia (4) berkembangnya hambatan tarif dan non tarif bagi produk perikanan dunia (5) ketatnya persyaratan mutu dari negara importir (treceability raw,official inffection) zona kekerangan dan sertifikat kesehatan (6) adanya upaya advokasi dari pemerintah yang tidak sehat dan adil dan (7) informasi pasar pada ekspor ikan hias yang bersifat asimetris bagi eksportir dan dan breeder.

(52)

2. Ekspor Hasil Perikanan Menurut Negara Tujuan

Berdasarkan volume ekspor subsektor perikana , pada tahun 2009 sampai 2014 ekspor hasil perikanan Indonesia banyak didominasi kenegara tujuan Cina, Thailand, Amerika Serikat , Jepang, Vietnam, dan Uni Eropa. Cina menjadi negara tujuan pengekspor hasil perikanan tertinggi sepanjang tahun 2009 – 2014. Rata-rata pertumbuhan volume ekspor hasil perikanan kenegara tujuan Cina dari tahun 2009 sampai 2014 sebesar 18,92 persen per tahun. Pada tahun 2009 volume ekspor hasil perikanan ke negara tujuan Cina sebesar 149 ribu ton , meningkat menjadi 344 ribu ton pada tahun 2014. Sementara itu, rata-rata pertumbuhan volume ekspor hasil perikanan kenegara tujuan Thailand dari tahun 2009 sampai 2014 sebesar 31,31 persen per tahun. Pada tahun 2009 volume ekspor hasil perikanan kenegara tujuan Thailand sebesar 79 ribu ton, meningkat menjadi 199 ribu ton pada tahun 2014 . dapat di lihat pada tabel 4.2 :

Tabel 4.2

Volume Ekspor Subsektor Perikanan ke Negara Tujuan No Negara Tujuan Volume (Ton) 2009 2010 2011 2012 2013 2014 1 China 149.280 213.055 242.397 295.486 336.648 344.374 2 Thailand 78.653 193.723 160.471 216.407 227.947 198.871 3 United States 125.929 127.792 126.931 133.476 136.847 168.017 4 Japan 118.639 126.514 123.830 118.732 115.594 108.847 5 Vietnam 46.806 56.751 87.047 80.304 66.257 75.950 6 Uni Eropa 75.006 71.533 92.892 76.348 94.734 94.948 7 Lainnya 287.100 314.208 325.781 308.361 280.151 283.976 Total 881.413 1.103.576 1.159.349 1.229.114 1.258.180 1.274.982 Sumber : BPS, diolah oleh ditjen P2HP

(53)

Perubahan perkembangan ekspor subsektor perikanan di Indonesia ditandai dengan menurunnya volume ekspor pada tahun 2013 dan 2014. Tingkat penurunan ekspor kenegara tujuan Rhailand dan Jepang pada tahun 2013-2014 masing masing sebesar 12,76 persen dan 5,84 persen. Hal ini dapat pula mengakibatkan turunnya pendapaan pemerintah dalam bidang ekspor subsektor perikanan di Indonesia.

3. Ekspor Hasil Perikanan Menurut Provinsi

Selama tahun 2009 sampai dengan 2014, volume ekspor hasil perikanan Indonesia didominasi oleh 5 (lima) provinsi, yaitu Jawa Timur, DKI Jakarta, Maluku, Sulawesi Selatan, dan Sumatra Utara. Rata-rata pertumbuhan volume ekspor hasil perikanan provinsi Jawa Timur pada tahun 2009 sampai 2014 adalah sebesar 2,49 persen per tahun. Volume ekspor hasil perikanan Provinsi Jawa Timur pada tahun 2009 sebesar 334 ribu ton meningkat menjadi 377 ribu ton akhir tahun 2014. Sementara Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2009 sampai 2014 mempunyai rata-rata pertumbuhan volume ekspor hasil perikanan sebesar 7,01 persen per tahun. Pada tahun 2009 volume ekspor hasil perikanan DKI Jakarta sebesar 197 ribu ton, meningkat menjadi 271 ribu ton pada tahun 2014.

(54)

Tabel 4.3

Volume Ekspor Hasil Perikanan Indonesia Menurut Provinsi

No Provinsi Volume (Ton)

2009 2010 2011 2012 2013 2014 1 Sumatra Utara 78.280 68.385 70.676 77.975 74.783 81.545 2 DKI Jakarta 197.349 210.165 263.455 274.762 283.555 271.363 3 Jawa Timur 334.196 343.039 341.775 352.839 348.634 376.903 4 Sulawesi Selatan 44.631 67.677 90.051 91.125 103.759 139.702 5 Maluku 72.879 135.222 145.931 183.143 203.976 162.285 6 Lainnya 154.078 279.088 247.461 245.270 243.473 243.184 Total 881.413 1.103.576 1.150.349 1.229.114 1.258.180 1.274.982 Sumber : BPS, diolah oleh ditjen P2HP

Apabila ditinjau lagi volume ekspor subsektor perikanan di Indonesia dari masing-masing Provinsi diatas masih dikatakan relatif lebih tinggi dari pada Provinsi yang lain. Hal ini disebabkan oleh adanya pelabuhan-pelabuhan besar yang aktif melakukan kegiatan ekspor subsektor perikanan ke luar negeri di provinsi tersebut. Seperti hal nya provinsi Jawa Timur memiliki pelabuhan Tanjung Perak yang berkontribusi sebesar 372 ribu ton pada tahun 2014. Kemudian Provinsi Maluku dengan pelabuhan yang tertinggi menyumbang ekspornya yaitu sebesar 97 ribu ton. Selanjutnya , Provinsi Sulawesi Selatan dengan pelabuhan yang tertinggi berkontribusi menyumbangkan ekspor yaitu Ujung Pandang sebesar 135 ribu ton , lalu Provinsi Sumatra Utara yang memiliki pelabuhan Belawan dan berkontribusi menyumbangkan ekspor sebesar 77 ribu ton. Penyumbang Ekspor tertinggi subsektor perikanan berada di Provinsi DKI Jakarta yang memberikan kontribusi yang cukup baik dalam perkembangan Ekspor Subsektor perikanan menurut Provinsi di Indonesia.

Gambar

Gambar 2.1 Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional
Gambar 2.3 kurva pergeseran penawaran
Grafik Trend Komoditi Udang dan Lobster tahun 2009-2014
Grafik Trend Komoditi Lainnya Tahun 2009-2014

Referensi

Dokumen terkait

4 Maka raja mengulurkan tongkat emas kepada Ester, lalu bangkitlah Ester dan berdiri di hadapan raja, 5 serta sem- bahnya: "Jikalau baik pada pemandangan

Tesis yang berjudul PENGARUH PEMBERIAN PROPOFOL INTRAVENA 10 mg/kgBB, 25 mg/kgBB dan 50 mg/kgBB TERHADAP EKSPRESI KASPASE 3 MENCIT BALB/C DENGAN CEDERA ini

Dari kasus AIDS yang dilaporkan sampai dengan 30 Desember 2006, ternyata penularan terbanyak terjadi melalui penggunaan jarum suntik bersama/tercemar virus HIV pada

Besarnya pendapatan yang dibagikan dalam perhitungan distribusi hasil usaha dengan prinsip bagi hasil (revenue sharing) ini adalah pendapatan (revenue) dari pengelolaan dana

Penentuan beban-beban ini merupakan unsur distribusi hasil usaha apabila bank syariah mempergunakan prinsip distribusi hasil usaha adalah pembagian laba (profit sharing), karena

Hasilpenelitian : menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh pemberian aroma terapi minyak sereh yang signifikan terhadap peningkatan asupan makan balita dalam

Sistem Pengambilan Keputusan Penilaian terhadap pemilihan siswa mengikuti lomba kompetensi siswa merupakan sebuah sistem yang dapat menentukan peserta yang mengikuti lomba kompetensi

Peker & Mirasyediogglu (2008) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa adalah sikap siswa terhadap matematika, dan