• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA CHOLELITHIASIS. Dikenal dengan istilah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kolelitiasis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA CHOLELITHIASIS. Dikenal dengan istilah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kolelitiasis"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA CHOLELITHIASIS

I. DEFINISI

Dikenal dengan istilah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan viseral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm diameter 3-5 cm. Kapasitasnya sekitar 30-60 mL dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 mL.Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus, infundibulum, dan leher. Pada bagian antara Leher dan duktus sistikus terdapat lipatan mukosa yang disebut katup heister. Katup mencegah pasase batu dan terjadinya distensi atau kolap duktus sitikus. Panjang duktus

(2)

sistikus 1-5 cm dan diameternya 3-7 mm. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar dimana fundus berhubungandengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan.Corpusbersentuhan dengan permukaan viseral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.Collum dilanjutkan sebagai duktus sistikus yang berjalan dalam omentum minus untukbersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus comunis membentuk duktus koledokus.Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan viseral hati.

Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cysticus, cabang arteri hepatika kanan. Vena cysticus mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Terdapat Segitiga Calot yang terdiri dari duktus sistikus, duktus hepatikus, dan liver. Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

FISIOLOGI Sekresi Empedu

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.

(3)

a. Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pancreas. Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.

b. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.

Penyimpanan dan Pemekatan Empedu

Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml per hari. Empedu yang disekresikan secara terus-menerus oleh sel-sel hati disimpan dalam kandung empedu sampai diperlukan di duodenum. Volume maksimal kandung empedu hanya 30-60 ml. Meskipun demikian, sekresi empedu selama 12 jam (biasanya sekitar 450 ml) dapat disimpan dalam kandung empedu karena air, natrium, klorida, dan kebanyakan elektrolit kecil lainnya secara terus menerus diabsorbsi oleh mukosa kandung empedu, memekatkan zat-zat empedu lainnya, termasuk garam empedu, kolesterol, lesitin, dan bilirubin. Kebanyakan absorpsi ini disebabkan oleh transpor aktif natrium melalui epitel kandung empedu, dan keadaan ini diikuti oleh absorpsi sekunder ion klorida, air, dan kebanyakan zat-zat terlarut lainnya. Empedu secara normal dipekatkan sebanyak 5 kali lipat dengan cara ini, sampai maksimal 20 kali lipat.

Pengosongan Kandung Empedu

Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, kemudian masuk kedalam darah dan menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus koledokus dan sfingter Oddi mengalami relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum.

(4)

1) Hormonal :

Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon kolesistokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.

2) Neurogen :

• Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu. • Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai sfingter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.

Secara normal pengosongan kandung empedu secara menyeluruh berlangsung selama sekitar 1 jam. Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.

Gambar 4a. Kontraksi sfingter Oddi dan pengisian empedu ke kandung empedu. 4b. Relaksasi sfingter Oddi dan pengosongan kandung empedu.

KOMPOSISI CAIRAN EMPEDU Garam Empedu

Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.

Fungsi garam empedu adalah :

• Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.

(5)

• Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak.

Prekursor dari garam empedu adalah kolesterol. Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90%) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.

Bilirubin

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi biliverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.

III. EPIDEMIOLOGI

Sekitar 10% populasi Amerika Serikat terkena batu empedu, sebanyak 25 juta orang dengan batu empedu yang diketahui , sebanyak 800.000 kasus baru didiagnosis setiap tahun. insiden meningkat berdasarkan usia Wanita memiliki kemungkinan 3 kali lebih tinggi untuk terkena batu empedu dibandingkan dengan laki-laki. Lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko tinggi yang disebut ”4 F” : female (wanita), fertile (subur), khususnya selama kehamilan, fat (gemuk), dan forty (empat puluh tahun).

Faktor resiko tersebut antara lain :

1. Jenis Kelamin dan Hormon

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.

(6)

2. Usia.

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. Perubahan rasio androgen dan esterogen merupakan proses fisiologis pada laki-laki yang berhubungan dengan penurunan metabolisme lipid biliari dan motolitas kandung empedu. Pada penelitian USG mengindikasikan sensitifitas kandung empedu terhadap Cholecystokinin (CCK) menurun berdasarkan usia.

3. Obesitas dan Penurunan Berat Badan Cepat

Lebih dari 50% wanita usia 45-55 tahun yang obesitas memilik penyakit kandung empedu dan cholelithiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu. Penurunan berat badan yang cepat pada pasien obese berhubungan dengan sekresi saturasi kolesterol empedu dan meningkatkan insiden batu empedu.

4. Diabetes

Pasien diabetes memiliki bilirubin yang membentuk supersaturasi dengan kolesterol, penurunan pool asam empedu, dan gangguan aktifitas motorik kandung empedu. 5. Riwayat keluarga.

Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan tanpa riwayat keluarga..

8. Nutrisi intravena jangka lama.

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan / nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

IV. ETIOLOGI

Etiologi batu empedu dan saluran empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu

a. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol, mengekresi

(7)

empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu. Sedangkan perubahan komposisi lainnya yaitu yang menyebabkan batu pigmen adalah terjadi pada penderita dengan high heme turnover. Penyakit hemolisis yang berkaitan dengan batu pigmen adalah sickle cell anemia, hereditary spherocytosis, dan beta-thalasemia.Selain itu terdapat juga batu campuran, batu ini merupakan campuran dari kolesterol dan kalsium bilirubinat. Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90% pada penderita kolelitiasis.

b. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingter Oddi, atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.

c. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding panyebab terbentuknya batu

V. PATOGENESIS

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus. Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu. Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah

(8)

lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu. Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.

VI. KLASIFIKASI BATU EMPEDU 1. Batu Kolesterol

Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase : a. Fase Supersaturasi

Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponenyang tak larut dalam air.Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentumembentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empeduketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat.Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggirasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.

Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :

 Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh lebih banyak.

 Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi supersaturasi.

 Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)

 Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi.  Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum

terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik).  Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar

(9)

kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.

b.Fase Pembentukan inti batu (Nukleasi)

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang mengendap karena perubahan rasio dengan asam empedu.

c.Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.

Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi

2. Batu bilirubin/Batu pigmen

Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok :

a. Batu calcium bilirubinat (batu infeksi) atau batu coklat b. Batu pigmen murni (batu non infeksi) atau batu hitam

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase : a. Saturasi bilirubin

Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sickle cell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerjaglukuronidase.

(10)

Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Makimelaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing Ascaris lumbricoides.Sedangkan Tung dari Vietnammendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.

VII. MANIFESTASI KLINIS

Batu Kandung Empedu (Kolesistolitiasis) 1. Asimtomatik

Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual. Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 % dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan batu empedu asimtomatik.

2. Simtomatik

Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 30 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian..

Kolik Bilier dan Kolesistitis Kronik

Gejala dari kolik bilier dihasilkan dari impaksi batu didalam duktus sistikus atau didalam infundibum kandung empedu. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian pulih. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris akibat obstruksi viseral.

Kolesistitis Akut

Nyeri pada kolesistitis akut lebih kuat, tidak seperti kolik bilier, dan berlangsung beberapa hari. Inflamasi akut pada kandung empedu berhubungan dengan obstruksi duktus sistikus. Kombinasi dari penyumbatan duktus sistikus dan penurunan komposisi lipid biliaris

(11)

mengawali pelepasan agen inflamasi dari kandung empedu. Sekitar 50% pasien dengan akut kolesistitis terdpat bakteri pada kultur.

Kolesistitis Kronik

Gejala pada kolesistitis kronik lebih berhubungan dengan dispepsia, flatus, perut kembung sesudah makan, intoleransi makanan berlemak, ulu hati panas, dan mual atau muntah. Hampir semua pasien dengan kolik bilier berulang memiliki gambaran histologi kolesisititis kronik, tetapi terdapat pada pasien meskipun ada inflamasi kronik kandung empedu, tidak ada riwayat nyeri berulang.

Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)

Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma. Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.

VIII. Diagnosis

1. Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asintomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih

(12)

dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.

2. Pemeriksaan Fisik Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.

Batu saluran empedu

Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.

3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.

Alanin aminotransferase ( SGOT = Serum Glutamat – Oksalat Transaminase ) dan aspartat aminotransferase ( SGPT = Serum Glutamat – Piruvat Transaminase )

(13)

merupakan enzym yang disintesis dalam konsentrasi tinggi di dalam hepatosit. Peningkatan serum sering menunjukkan kelainan sel hati, tapi bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran empedu terutama obstruksi saluran empedu.

Fosfatase alkali disintesis dalam sel epitel saluran empedu. Kadar yang sangat tinggi, sangat menggambarkan obstruksi saluran empedu karena sel ductus meningkatkan sintesis enzym ini.

Pemeriksaan fungsi hepar menunjukkan tanda-tanda obstruksi. Ikterik dan alkali fosfatase pada umumnya meningkat dan bertahan lebih lama dibandingkan dengan peningkatan kadar bilirubin.

Waktu protombin biasanya akan memanjang karena absorbsi vitamin K tergantung dari cairan empedu yang masuk ke usus halus, akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian vitamin K secara parenteral.1,7

Pemeriksaan radiologis Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa

Kolangiopankreatografi endoskopi retrograde (ERCP = Endoscopic retrograde kolangiopankreatograft)

(14)

Kanulasi duktus koledokus dan/atau duktus pankreatikus melalui ampula Vater dapat diselesaikan secara endoskopis. Lesi obstruksi bagian bawah dapat diperagakan. Pada beberapa kasus tertentu dapat diperoleh informasi tambahan yang berharga, misalnya tumor ampula, erosis batu melalu ampula, karsinoma yang menembus duodenum dan sebagainya) Tehnik ini lebih sulit dan lebih mahal dibandingkan kolangiografi transhepatik. Kolangitis dan pankreatitis merupakan komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien yang salurannya tak melebar atau mempunyai kontraindikasi sebaiknya dilakukan kolangiografi transhepatik, ERCP semakin menarik karena adanya potensi yang 'baik untuk mengobati penyebab penyumbatan tersebut (misalnya: sfingterotomi untuk jenis batu duktus koledokus yang tertinggal).

IX.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan dari batu empedu tergantung dari stadium penyakit. Saat batu tersebut menjadi simptomatik maka intervensi operatif diperlukan. Biasanya yang dipakai ialah kolesistektomi. Akan tetapi, pengobatan batu dapat dimulai dari obat-obatan yang digunakan tunggal atau kombinasi yaitu terapi oral garam empedu ( asam ursodeoksikolat), dilusi kontak dan ESWL. Terapi tersebut akan berprognosis baik apabila batu kecil < 1 cm dengan tinggi kandungan kolesterol.

1. Asimptomatik

Penanganan operasi pada batu empedu asimptomatik tanpa komplikasi tidak dianjurkan. Indikasi kolesistektomi pada batu empedu asimptomatik ialah

- Pasien dengan batu empedu > 2cm

- Pasien dengan kandung empedu yang kalsifikasi yang resikko tinggi keganasan - Pasien dengan cedera medula spinalis yang berefek ke perut

Disolusi batu empedu

Agen disolusi yang digunakan ialah asam ursodioksikolat. Pada manusia, penggunaan jangka panjang dari agen ini akan mengurangi saturasi kolesterol pada empedu yaitu dengan mengurangi sekresi kolesterol dan efek deterjen dari asam empedu pada kandung empedu. Desaturasi dari empedu mencegah kristalisasi.

(15)

Dosis lazim yang digunakan ialah 8-10 mg/kgBB terbagi dalam 2-3 dosis harian akan mempercepat disolusi. Intervensi ini membutuhkan waktu 6-18 bulan dan berhasil bila batu yang terdapat ialah kecil dan murni batu kolesterol.

Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat

2. Simptomatik

Kolesistektomi

Kolesistektomi adalah pengangkatan kandung empedu yang secara umum diindikasikan bagi yang memiliki gejala atau komplikasi dari batu, kecuali yang terkait usia tua dan memiliki resiko operasi. Pada beberapa kasus empiema kandung empedu, diperlukan drainase sementara untuk mengeluarkan pus yang dinamakan kolesistostomi dan kemudian baru direncanakan kolesistektomi elektif. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi.

Laparoskopik kolesistektomi

Berbeda dengan kolesistektomi terbuka, pada laparoskopik hanya membutuhkan 4 insisi yang kecil. Oleh karena itu, pemulihan pasca operasi juga cepat. Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10

(16)

hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga

Kolesistostomi

Pada pasien dengan kandung empedu yang mengalami empiema dan sepsis, yang dapat dilakukan ialah kolesistostomi. Kolesistostomi adalah penaruhan pipa drainase di dalam kandung empedu. Setelah pasien stabil,maka kolesistektomi dapat dilakukan.

X. KOMPLIKASI

- Kolesistitis Akut

Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. (Lesmana, 2009). Hampir semua kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang terjebak dalam kantong Hartmann. Komplikasi ini terdapat pada lima persen penderita kolesistitis. Kolesistitis akut tanpa batu empedu disebut kolesistitis akalkulosa, dapat ditemukan pasca bedah.

Pada kolesistitis akut, faktor trauma mukosa kandung empedu oleh batu dapat menyebabkan pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin di dalam empedu menjadi lisolesitin, yaitu senyawa toksik yang memperberat proses peradangan. Pada awal penyakit, peran bakteria agaknya kecil saja meskipun kemudian dapat terjadi supurasi (nanah/pernanahan). Komplikasi kolesistitis akut adalah empiema, gangrene, dan perforasi.

Perjalanan kolesistitis akut bergantung pada apakah obstruksi dapat hilang sendiri atau tidak, derajat infeksi sekunder, usia penderita, dan penyakit lain yang memperberat keadaan, seperti diabetes mellitus.

Perubahan patologik di dalam kandung empedu mengikuti pola yang khas. Proses awal berupa udem subserosa, lalu perdarahan mukosa dan bercak-bercak nekrosis dan akhirnya fibrosis. Gangren dan perforasi dapat terjadi pada hari ketiga setelah serangan penyakit, tetapi kebanyakan pada minggu kedua. Pada penderita yang mengalami resolusi spontan, tanda radang akut baru menghilang setelah empat minggu, tetapi sampai berbulan-bulan kemudian sisa peradangan dan nanah masih tetap ada. Hampir 90% kandung empedu yang diangkat dengan kolesistektomi menunjukan jaringan parut lama, yang berarti pada masa lalu pernah menderita kolesistitis, tetapi umumnya penderita menyangkal tidak pernah merasa ada keluhan.

(17)

Kolesistitis kronik adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat. Kolesistitis kronik merupakan kelainan kandung empedu yang paling umum ditemukan. Penyebabnya hampir selalu batu empedu. Penentu penting untuk membuat diagnosa adalah kolik bilier, dispepsia, dan ditemukannya batu empedu pada pemeriksaan ultrasonografi atau kolesistografi oral. Keluhan dispepsia dicetuskan oleh makanan “berat” seperti gorengan, yang mengandung banyak lemak, tetapi dapat juga timbul setelah makan bermacam jenis kol. Kolik bilier yang khas dapat juga dicetuskan oleh makanan berlemak dan khas kolik bilier dirasakan di perut kanan atas.

- Kolangitits Akut

Kolangitis akut adalah infeksi bakterial yang akut dari saluran empedu yang tersumbat baik secara parsial atau total; sumbatan dapat disebabkan oleh penyebab dari dalam lumen saluran empedu misalnya batu koledokus, askaris yang memasuki duktus koledokus atau dari luar lumen misalnya karsinoma caput pankreas yang menekan duktus koledokus, atau dari dinding saluran empedu misalnya kolangio-karsinoma atau striktur saluran empedu. Kolangitis akut dapat terjadi pada pasien dengan batu saluran empedu karena adanya obstruksi dan invasi bakteri empedu. Gambaran klinis kolangitis akut yang klasik adalah trias charcot yang meliputi nyeri abdomen kuadran kanan atas, ikterus dan demam yang didapatkan pada 50% kasus. Kolangitis akut supuratif adalah trias charcot yang disertai hipotensi, oliguria, dan gangguan kesadaran.

Spektrum dari kolangitis akut mulai dari yang ringan, yang akan membaik sendiri, sampai dengan keadaan yang membahayakan jiwa di mana dibutuhkan drainase darurat. Penatalaksanaan kolangitis akut ditujukan untuk: a) Memperbaiki keadaan umum pasien dengan pemberian cairan dan elektrolit serta koreksi gangguan elektrolit, b) Terapi antibiotic parenteral, dan c) Drainase empedu yang tersumbat. Beberapa studi acak tersamar memperlihatkan keunggulan drainase endoskopik dengan angka kematian yang jauh lebih rendah dan bersihan saluran empedu yang lebih baik dibandingkan operasi terbuka. Studi dengan control memperkuat kesimpulan bahwa angka kematian dengan ERCP hanya sepertiga dibandingkan dengan operasi terbuka pada pasien dengan kolangitis yang berat. Oleh karenanya, ERCP merupakan terapi pilihan pertama untuk dekompresi bilier mendesak pada kolangitis akut yang tidak respon terhadap terapi konservatif.

(18)

XI. PROGNOSA

Prognosis nya adalah tergantung dari besar atau kecilnya ukuran batu empedu, karena akan menentukan penatalaksanaannya, serta ada atau tidak dan berat atau ringannya komplikasi. Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil yang didapatkan biasanya baik

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. Hall, John E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th edition. Jakarta: EGC; 2007.

Hunter JG. Gallstones Diseases. In : Schwart’s Principles of Surgery. 8th edition. US : McGraw-Hill Companies; 2007.

Price, Sylvia A, Lorraine M Willson.Patofisiologi :Konsep Klinis Proses-Proses

Stead, Latha. G, dkk. First Aid for The Surgery Clerkship. Mc Graw Hill. United State of America. 2003

Towsend, M. Jr, dkk. Sabiston textbook of Surgery. Elsivier. United State of America. 2008

Gambar

Gambar  4a.  Kontraksi  sfingter  Oddi  dan  pengisian  empedu  ke  kandung  empedu.  4b

Referensi

Dokumen terkait

Bronchopneumonia merupakan salah satu jenis penyakit saluran pernafasan yang terjadi akibat saluran infeksi akut di ruang alveoli paru-paru, dapat melibatkan saluran bronkus

Infeksi saluran pernafasan atas adalah infeksi yang disebabkan mikroorganisme di struktur saluran nafas atas yang tidak berfungsi untuk pertukaran gas, termasuk

Meskipun tipe sinusitis akut yang sering terjadi adalah disebabkan oleh virus dan alergi akan tetapi diagnosa sinusitis fungal atau bakterial yang akurat

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna, yang ditandai oleh demam berkepanjangan, yang disertai dengan gejala pada

Batu empedu adalah suatu bahan keras berbentuk bulat, oval,ataupun bersegi-segi yang terdapat pada saluran empedu dan mengandung kolesterol, kalsium karbonat, kalsium

Suraatmaja (2007) menyatakan bahwa diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Penyebab diare akut biasa disebabkan

Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam,

Pneumonia balita merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut, yaitu terjadi peradangan atau iritasi pada salah satu atau kedua paru, disebabkan oleh