RINITIS ALERGI
PENDAHULUAN
Rinitis alergi penyakit inflamasi yang banyak
ditemui prevalensi : bervariasi, 15 – 20 %
Int. Study of Asthma & Allergies in Children (ISAAC)
di Indonesia: 0,8%-14,9%(6-7 th), 1,4%-39,7%(13-14 th) , 10-20% % dewasa
Prevalensi terbesar usia 15-30 tahun
prevalensi pada usia sekolah dan produktif
penurunan kualitas hidup fisik, emosional,
gangguan bekerja dan sekolah, gangguan tidur malam hari akibat sumbatan hidung, sakit kepala, lelah, penurunan kewaspadaan dan penampilan
Prev. me : f.lingkungan ( alergen,polutan ),
perub.gaya hidup, kebiasaan pola mkn, kejadian infeksi
FAKTOR RISIKO
Genetik & riwayat keluarga atopi
Sensitisasi pd masa kehidupan dini
Paparan alergen tinggi
Perubahan gaya hidup, pe sos.ek ( gaya
hidup barat )
Efek jangka panjang polusi udara : ozon,
NO, gas buang kendaraan
Faktor infeksi pd masa neonatus (
keseimbangan Th1 dan Th2,
hygiene
hypothesis
)
RISIKO UNTUK
TERJADINYA ALERGI
R. kel (-) 1 saudara 1 OT 2 OT 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45% 50% 5-15 % 25-35 % 20-40 % 40-60 %RINITIS ALERGI
Definisi
– Kelainan pada hidung dengan gejala bersin, rinore, gatal, tersumbat setelah mukosa terpapar alergen yang
PATOFISIOLOGI
Terdiri dari 2 tahap :
–
Tahap sensitisasi
–
Reaksi alergi, terdiri dari 2 fase :
Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) sejak
kontak alergen sampai 1 jam setelahnya
Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang
berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan berlangsung 24-48 jam
HISTAMIN
mersg reseptor H1 pd saraf vidianus
mersg serabut halus C tak bermielin
gatal
Mersg sel goblet , kelenjar, peningkatan permeabilitas
kapiler hipersekresi (
rinore
)
vasodilatasi
hidung tersumbat
( RAFC )
Rinore :
ACh, PGD2, LTC4, Subs.P, VIP
Hidung tersumbat
(RAFL ) : histamin, PGD2, LTC4,
LTD4, bradikinin, Ach, Subs.P, Calcitonin
Gene Related Factor
KLASIFIKASI RINITIS
ALERGI
Dahulu, menurut sifat berlangsungnya :
– Rinitis alergi musiman (
seasonal, hay fever
)
– Rinitis alergi sepanjang tahun (
perenial
)
Saat ini
menurut WHO-ARIA
Berdasarkan terdapatnya gejala :
–
Rinitis alergi intermiten
Gejala terdapat < 4 hari/minggu atau < 4 minggu
–
Rinitis alergi persisten
Gejala terdapat > 4 hari/minggu dan > 4 minggu
KLASIFIKASI RINITIS
ALERGI
Berdasarkan tingkat ringan beratnya
penyakit:
–
Ringan
, berarti tidak terdapat salah satu
dari
:
gangguan tidur
gangguan aktifitas
sehari-hari/malas/olahraga
gangguan pekerjaan atau sekolah Gejala dirasakan mengganggu
–
Sedang-berat
, berarti didapatkan satu
DIAGNOSIS
Anamnesis Gejala rinitis alergi :
– bersin-bersin (> 5 kali/serangan)
– rinore (ingus bening encer)
– hidung tersumbat (menetap/berganti-ganti)
– gatal di hidung, tenggorok, langit-langit atau telinga
– mata gatal, berair atau kemerahan
– hiposmia/anosmia
– sekret belakang hidung/post nasal drip atau batuk kronik
– adakah variasi diurnal
– frekuensi serangan, beratnya penyakit, lama sakit (intermiten atau persisten), usia timbulnya gejala,
– pengaruh terhadap kualitas hidup : ggn. aktifitas dan tidur
– Gejala penyakit penyerta : sakit kepala, nyeri wajah,sesak napas,gejala radang tenggorok, mendengkur, penurunan konsentrasi, kelelahan
Gejala RA
Keluhan terberat pada pagi hari
bersin
Gatal hidung
rinore
Post nasal drip Sumbatan
Faktor penyebab keluhan
terberat pd pagi hari
Pengaruh
circadian rhythms
1
Peningkatan pajanan thd alergen
indoor
dan
outdoor
– Konsentrasi Pollen tinggi
pd pagihari
2– Konsentrasi Histamin dan mediator inflamasi
1. Storms. J Allergy Clin Immunol. 2004;114(suppl):S146.
Variasi gejala sirkadian
pada Rinitis Alergi
Gejala bervariasi sepanjang hari,tetapi terberat pada pagi hari
Reinberg et al. J Allergy Clin Immunol. 1988;81:51.
12 10 Clock hours 6 12 18 0 0 10 8 6 A rbitra ry units Clock hours 6 12 18 0 0 12 5 0 6 12 18 0 Clock hours 12 10 0 6 12 18 0 Clock hours
bersin Hdung tersumbat rinore Hidung gatal
Terdapat perbedaan bermakna antara gejala pagi hari dan sore hari
(P<0.008)
Tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan
Female
ANAMNESIS
– Cari kemungkinan alergen penyebab
– Keterangan mengenai tempat tinggal, lingkungan sekolah & pekerjaan serta kesenangan / hobi penderita
– Riwayat pengobatan ( respon perbaikan & efek samping ), kepatuhan
– Riwayat atopi pasien dan keluarga : asma bronkial, dermatitis atopik, urtikaria, alergi makanan
PEMERIKSAAN FISIK
Anak-anak : Allergic shiner,Allergic Salute, Allergic Crease, Allergic Facies
Rinoskopi anterior
• Mukosa edema, basah, pucat-kebiruan disertai adanya sekret yang banyak, bening dan encer • konka inferior hipertrofi
Nasoendoskopi kelainan yang tidak terlihat di
Tanda dermatitis atopi
Cari kemungkinan komplikasi :
sinusitis, polip, otitis media efusi
Otoskopi
Rinosinusitis Polip hidung
• Cobble stone appearance
• Penebalan lateral pharyngeal bands ( PND )
PEMERIKSAANPENUNJANG
In vivo :
– Tes kulit :
Tes cukit/tusuk (Prick test), Multi test Intradermal
SET (skin end point titration) In vitro :
– IgE total : untuk skrining, bkn alat diagnostik – IgE spesifik
Sitologi hidung : eosinofil > 5 sel/LPB DPL : eosinofil me↑
Tes Provokasi : tdk sesuai klinis dan hsl tes cukit, tdk rutin,
penelitian
Radiologis (Foto SPN, CT-Scan, MRI) :
– Tidak untuk diagnosis rinitis alergi
– Indikasi : Untuk mencari komplikasi sinusitis/polip, tidak ada respon terhadap terapi, direncanakan tindakan operatif
PRICK TEST
Banyak dipakai sederhana, mudah, murah, sensitivitas tinggi, cepat, cukup aman
Tes pilihan dan primer
untuk diagnostik dan riset
Membuktikan telah terjadi
fase sensitisasi
Tes (+) ada reaksi
hipersensitivitas tipe I atau telah terdapat kompleks Sel Mast – IgE pada
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan : me(-) gej, perbaikan
kualitas hidup, m(-) ES obat, edukasi,
mengubah jalannya peny / terapi kausal
CARA
:
Penghindaran allergen (
avoidance
) dan
eliminasi
Edukasi
Medikamentosa/farmakoterapi
Imunoterapi
Pembedahan (jika perlu)
untuk
mengatasi hipertrofi konka, komplikasi
rinosinusitis dan polip hidung
ALLERGEN AVOIDANCE
&
ELIMINASI
Terapi ideal : hindari kontak dengan
alergen dan eliminasi
edukasi
Pencegahan primer
mencegah tahap
sensitisasi
Pencegahan sekunder
mencegah gejala
timbul, dgn cara menghindari alergen dan
terapi medikamentosa (Studi
ETAC
)
Pencegahan tersier
mencegah
TERAPI
MEDIKAMENTOSA
Obat teratur
, tdk saat dibutuhkan,
mengontrol inflamasi (
MPI/Minimal
Persistant Inflammation
), me(-)
komplikasi
Pemberian :
individual
berdsrkan
klasifikasi rinitis alergi (intermiten,
persisten, ringan, sdg/berat )
TERAPI
MEDIKAMENTOSA
Antihistamin
– Antagonis yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1
– Mengurangi gejala bersin, rinore, gatal – Antihistamin ideal :
Efek antikolinergik, antiadrenergik, antiserotonin (-) Tidak melewati SDO dan plasenta efek samping SSP
(-)
Efek ke jantung (-)
Absorbsi oral cepat, mula kerja cepat, masa kerja lama Tidak ada efek takifilaksis
TERAPI
MEDIKAMENTOSA
– AH generasi I (klasik) :
Lipofilik menembus SDO
efek pada SSP sedasi,
lemah, dizzines, ganguan kognitif dan penampilan
Efek antikolinergik mulut
kering, konstipasi hambatan miksi, glaukoma
Difenhidramin, klorfeniramin
maleat (CTM), hidroksisin, klemastin, prometasin dan siproheptadin
TERAPI
MEDIKAMENTOSA
–
AH generasi II (non-sedatif)
Lipofobikefek SSP minimal, efek
antikolinergik(-)
Kelompok I : terfenadin, astemisol
kardiotoksik, ditarik dari peredaran
Kelompok II : loratadin, setirisin,
fexofenadin,desloratadin,levosetirizin
AH topikal :
Azelastin, levocabastin
Untuk mengatasi gejala bersin dan gatal pada
TERAPI
MEDIKAMENTOSA
Kombinasi Antihistamin-Dekongestan
– Banyak digunakan – Loratadin/feksofenadin/setirisin + pseudoefedrin 120 mg Ipratropium Bromida
– Topikal, antikolinergik– Efektif mengatasi rinore yang refrakter terhadap kortikosteroid topikal/antihistamin
TERAPI
MEDIKAMENTOSA
Kortikosteroid
– Kortikosteroid topikal
Pilihan pertama untuk rinitis alergi persisten
sedang-berat efek antiinflamasi jangka panjang
Mula kerja lambat (12 jam), efek maksimum beberapa
hari sampai minggu
Budesonide, beklometason, fluticason,mometason
furoat, triamcinolon acetonide
Dosis dws : 1 x II semprot/hr, anak 1 x I semprot /hr
– Kortikosteroid oral
Jangan gunakan sebagai pengobatan lini I
Terapi jangka pendek (3 – 5 hr). Dosis tinggi, tapp off Pada rinitis alergi berat yang refrakter
Efek kortikosteroid topikal :
Mengikat reseptor glukokortikoid di
sitoplasma
Menghambat transkripsi genetik
Efek antiinflamasi :
– Menghambat uptake & p’btk sel APC
– Me (-) jumlah eosinofil & mediator kimianya – Me (-) influks sel inflamasi pd mukosa
– Me (-) pengel pro-inflam.mediator kimia & hiperesponsif mukosa
– Menghambat sintesis & pengel.mediator kimia : histamin, sitokin,leukotrien, kemokin
TERAPI LAINNYA
Imunoterapi:
– Respon (-) terhadap terapi medikamentosa – Penghindaran alergen tidak dapat dilakukan – Terdapat efek samping dari pemakaian obat – sublingual, suntikan
– Operatif : konkotomi pada konka hipertrofi berat dan kauterisasi sudah tidak menolong, sinusitis & polip nasi
CysLT reseptor antagonis (zafirlukast)
Leukotrien reseptor antagonis ( montelukast) 5-LO inhibitor (Zileuton) : asma, rinitis alergi Kombinasi AH + antileukotrien : RA
Anti IgE ( recombinant humanized monoclonal
antibody , Omalizumab ) : subkutan 3- 4 mgg
Fosfodiesterase inhibitor : m’hbt degradasi sAMP Vaksinasi dg peptida
T regulator
Cuci hidung dg lar.NaCl fisiologis atau air laut
isotonik
ARIA At-A-Glance Pocket Reference 2007