• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

25

Lokasi objek penelitian dari penulisan hukum ini adalah Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (selanjutnya disebut BPMPT) Kabupaten Batang yang berada di Jalan Urip Sumoharjo Nomor 13, Batang, Jawa Tengah. BPMPT merupakan salah satu dari 11 Lembaga Teknis Daerah yang ada di Kabupaten Batang.

2. Tugas dan Fungsi BPMPT

Berdasarkan Peraturan Bupati Batang Nomor 59 Tahun 2012 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Uraian Tugas dan Tata Kerja BPMPT Kabupaten Batang mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan kebijakan daerah di bidang penanaman modal dan perizinan terpadu. Fungsi dari BPMPT adalah sebagai berikut :

a. Penyelenggaraan kesekretariatan badan;

b. Penyusunan rencana program, evaluasi dan pelaporan; c. Pengawasan dan pelayanan di bidang perizinan; d. Penyelenggaraan sosialisasi; dan

e. Pembinaan jabatan fungsional. 3. Susunan Organisasi BPMPT

Susunan organisasi BPMPT sesuai dengan Peraturan Bupati Batang Nomor 59 Tahun 2012 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Uraian Tugas dan Tata Kerja BPMPT, terdiri dari :

a. Kepala Badan;

b. Sekretariat, membawahkan: 1) Subbagian Program; 2) Subbagian Keuangan; dan

(2)

c. Bidang Penanaman Modal, membawahkan :

1) Subbidang Promosi, Kerjasama dan Pengembangan Penanaman Modal; dan

2) Subbidang Pengawasan dan Pengendalian Penanaman Modal. d. Bidang Perizinan, membawahkan :

1) Subbidang Pelayanan Perizinan; dan

2) Subbidang Pemrosesan dan Penetapan Perizinan. e. Bidang Pengaduan dan Pendataan, membawahkan :

1) Subbidang Pengaduan; dan

2) Subbidang Pendataan, Informasi dan Dokumentasi. f. Unit Pelaksana Teknis Badan; dan

(3)

Kepala Badan Kelompok Jabatan Fungsional Sekretariat Subbagian Program Subbagian Keuangan Subbagian Umum dan Kepegawaian Unit Pelaksana Teknis Badan Bidang Penanaman Modal Bidang Perizinan Subbidang Promosi, Kerjasama dan Pengembangan Penanaman Modal Subbidang Pengawasan dan Pengendalian Penanaman Modal Subbidang Pelayanan Perizinan Subbidang Pemrosesan dan Penetapan Perizinan Bidang Pengaduan dan Pendataan Subbidang Pengaduan Subbidang Pendataan, Informasi dan Dokumentasi

Bagan 2. Susunan Organisasi Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Kabupaten Batang.

(4)

B. Pelaksanaan Pemberian Izin Gangguan Atas Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Ujungnegoro, Kabupaten Batang Perizinan merupakan aspek penting yang menentukan bagi kondusifitas iklim usaha di daerah. Pelayanan perizinan yang mudah dan cepat akan meningkatkan minat investasi. Pelayanan yang mudah dan cepat tersebut juga harus memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan usaha terkait. Rencana pembangunan PLTU dengan kapasitas 2 x 1000 MW (mega watt) yang berlokasi di wilayah pantai utara Jawa Tengah, tepatnya di desa Ujungnegoro dan desa Karanggeneng di Kecamatan Kandeman, dan desa Ponowareng di Kecamatan Tulis, Kabupaten Batang akan dilaksanakan oleh Perseroan Terbatas Bhimasena Power Indonesia (selanjutnya disebut dengan PT BPI). Pembangunan PLTU tersebut bertujuan untuk menunjang pasokan tenaga listrik di Jawa dan Bali. Pelaksanaan rencana tersebut tentunya memerlukan berbagai jenis izin hingga nantinya PLTU tersebut siap beroperasi.

Izin gangguan merupakan salah satu dari sekian banyak jenis perizinan yang harus dipenuhi oleh PT BPI dalam proses pembangunan PLTU di Kabupaten Batang. Penyelenggaraan perizinan di Kabupaten Batang dilakukan oleh BPMPT yang melayani 37 jenis izin termasuk izin gangguan. Izin gangguan dikeluarkan oleh BPMPT Kabupaten Batang dengan berbagai pertimbangan, syarat, dan prosedur tertentu sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Izin Gangguan.

Penyelenggaraan perizinan berbasis pada teori negara hukum demokratis yang merupakan perpaduan antara konsep negara hukum (rechtsstaat)dan konsep negara kesejahteraan (welfare state). Negara hukum secara sederhana merupakan negara yang menempatkan hukum sebagai acuan tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Sedangkan negara kesejahteraan memungkinkan negara untuk berperan serta dalam segala aspek kehidupan masyarakat, bukan hanya menjadi penjaga ketertiban saja (Adrian Sutedi, 2010:2).

Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Izin Gangguan, setiap orang pribadi atau badan

(5)

yang mendirikan dan atau memperluas tempat usaha dan atau kegiatan yang menimbulkan dampak dan gangguan terhadap lingkungan wajib memiliki izin gangguan dan izin tempat usaha dari Bupati. Kegiatan PLTU baik saat proses pembangunan maupun saat beroperasi tentunya harus memiliki izin gangguan karena kegiatan PLTU akan berdampak besar bagi lingkungan sekitar. Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Izin Gangguan berisi mengenai ketentuan-ketentuan serta prosedur yang harus dipenuhi oleh PT BPI untuk mendapatkan izin gangguan tersebut, yaitu :

Pemohon Loket Pendaftaran Penyerahan Surat Izin Pembayaran Retribusi Keputusan Bupati Pemeriksaan Berkas Pemeriksaan Lapangan Disetujui Ditolak

(6)

1. Pendaftaran permohonan penerbitan izin gangguan

Prosedur pertama dalam permohonan penerbitan izin gangguan atas pembangunan PLTU adalah pemohon yaitu PT BPI datang ke loket pendaftaran izin di BPMPT, kemudian petugas di loket pendaftaran izin memberitahukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh PT BPI untuk mendapatkan izin gangguan. Petugas juga memastikan bahwa sebelumnya PT BPI sudah memiliki izin prinsip, izin lokasi, serta Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (selanjutnya disebut AMDAL). AMDAL disusun karena kapasitas PLTU lebih dari 100 MW, sedangkan izin lokasi diperlukan karena luas lahan tempat PLTU akan dibangun lebih dari satu hektar. PT BPI sebagai pemohon harus mengisi formulir izin gangguan secara tertulis yang ditujukan kepada Bupati Batang melalui Kepala BPMPT. Formulir izin gangguan tersebut berisi :

a. Nama; b. Umur;

c. Alamat (desa, kecamatan, kabupaten); d. Nama perusahaan;

e. Tanah berdirinya tempat usaha (jalan/dukuh, desa/kelurahan, kecamatan dan kabupaten);

f. Mesin yang digunakan; g. Luas tempat usaha;

h. Batas-batas berdirinya tempat usaha (sebelah utara, timur, selatan dan barat);

i. Tanda tangan pemohon;

j. Daftar isian perusahaan (nama dan tempat tinggal pemohon izin, nama perusahaan, letak dan luas bangunan, jenis usaha, golongan perusahaan (PMA/PMDN);

k. Surat pernyataan persetujuan tetangga yang berbatasan langsung dengan tempat usaha (sebelah utara, timur, selatan dan barat) diketahui oleh Kepala Desa dan Camat; dan

(7)

l. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL).

Formulir permohonan izin gangguan yang sudah diisi juga harus dilampiri dengan:

a. Salinan akta pendirian perusahaan bagi perusahaan yang berbentuk badan hukum;

b. Foto kopi KTP (kartu tanda penduduk); c. Gambar situasi dan denah tempat usaha;

d. Foto kopi izin mendirikan bangunan, bagi tempat usaha yang telah ada bangunannya;

e. Bukti pemilikan/pelimpahan/persetujuan penggunaan tempat usaha yang sah; dan

f. Surat pernyataan persetujuan dari tetangga dan atau pemilik tanah sekitar tempat usaha diketahui oleh kepala desa/lurah dan camat setempat; dan surat pernyataan pengelolaan lingkungan.

Persyaratan izin gangguan tersebut oleh BPMPT ditambah dengan dua syarat, yaitu daftar hadir sosialisasi warga dan foto kopi surat undangan sosialisasi. Berdasarkan wawancara dengan bapak Dany Daulay selaku Project Operation Manager dari PT BPI pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 15.00 WIB di aula BPMPT Kabupaten Batang, PT BPI melakukan musyawarah pertama dengan warga di sekitar tempat PLTU akan dibangun dengan mengundang warga ke Balai Desa dan melakukan sosialisasi. Pertemuan tersebut berisi mengenai sosialisasi tentang rencana pembangunan PLTU, dalam pertemuan yang pertama masih banyak warga yang tidak menyetujui tentang rencana pembangunan PLTU tersebut, begitu pula dengan pertemuan-pertemuan selanjutnya. Musyawarah tidak hanya dilakukan antara PT BPI dengan warga sekitar lokasi PLTU yang akan dibangun, melainkan juga melibatkan Pemerintah Daerah Kabupaten Batang karena suasana yang tidak kondusif. Musyawarah juga dilakukan PT BPI dengan bantuan Pemerintah Daerah Kabupaten Batang di aula Kantor Bupati Batang dengan mendatangkan warga pemilik tanah dimana power blockPLTU

(8)

akan dibangun, dengan musyawarah tersebut terjadi persetujuan bahwa warga akan menjual tanah milik mereka sehingga akta jual beli dan sertifikat tanah didapatkan oleh PT BPI untuk melengkapi syarat permohonan izin gangguan. Musyawarah juga dilakukan untuk mendapatkan Surat Pernyataan Persetujuan Tetangga yang berbatasan langsung dengan proyek pembangunan PLTU yaitu di sebelah utara, selatan, timur dan barat.

Proses pembangunan dan operasional PLTU membutuhkan izin gangguan karena termasuk dalam salah satu jenis tempat usaha yang membutuhkan izin gangguan menurut Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonantie) Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad Tahun 1940 Nomor 450, yaitu :

1. Yang di dalamnya terdapat alat yang dijalankan dengan tenaga uap atau dengan tenaga gas, demikian juga yang dijalankan dengan motor listrik dan bangunan-bangunan tempat bekerja lain yang padanya dipergunakan tenaga uap atau gas yang bertekanan tinggi;

2. Yang disediakan untuk pembuatan dan penyimpanan mesiu dan bahan-bahan lain yang mudah meletus, di antaranya termasuk juga pabrik-pabrik dan tempat-tempat penyimpanan kembang api (petasan atau mercon); 3. Yang digunakan untuk pembuatan bahan-bahan kimia, di antaranya

termasuk juga pabrik-pabrik geretan;

4. Yang digunakan untuk memperoleh, mengolah dan menyimpan hasil pengolahan yang mudah habis (menguap);

5. Yang digunakan untuk penyulingan tanpa memakai air, bahan-bahan yang berasal dari tanaman-tanaman atau binatang-binatang dan untuk pengolahan hasil yang diperoleh dari perbuatan itu, termasukjuga di dalamnya pabrik-pabrik gas;

6. Yang digunakan untuk membuat lemak dan damar;

7. Yang digunakan untuk menyimpan dan mengolah ampas (bungkil atau sampah);

8. Tempat-tempat membikin mout (kecambah-kecambah dari pelbagai jenis jelai dan kacang), tempat-tempat membuat bit, pembakaran, penyulingan,

(9)

pablik spiritus dan cuka, dan penyaringan, pabrik tepung dan pembuatan roti, demikian pula pabrik setrup buah-buahan;

9. Tempat-tempat pemotongan hewan, perkulitan, tempat pengolahan isi perut hewan, penjemuran, pengasapan (penyalaian) dan pengasinan benda-benda yang berasal dari binatang, deinikian pula penyamakan kulit;

10. Pabrik-pabrik porselin dan tembikar (keramik), pembakaran-pembakaran batu, genteng, ubin dan tegel, tempat membuat barang-barang kaca, pembakaran kapur karang dan kapur batu dan tempat menghancurkan kapur;

11. Peleburan logam, penuangan, pertukangan besi, penukulan logam, tempat mencanai logam, pertukangan tembaga dan kaleng dan pembuatan ketel; 12. Penggilingan batu, tempat penggergajian kayu dan pengilangan minyak; 13. Galangan kapal, pemahatan batu dan penggergajian kayu, pembuatan

penggilingan, dan pembuatan kereta, pembuatan tahang dan tempat tukang kayu;

14. Penyewaan kereta dan pemerahan susu; 15. Tempat latihan menembak;

16. Ruang tempat menggantungkan daun-daun tembakau; 17. Pabrik singkong;

18. Pabrik guna mengerjakan rubber, karet, getah perca atau benda-benda yang mengandung karet;

19. Ruang kapuk, pembatikan; dan

20. Warung-warung dalam bangunan yang tetap, demikian pula segala pendirian-pendirian yang lain, yang dapat mengakibatkan bahaya, kerugian atau gangguan.

Sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) angka I Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonantie) Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad Tahun 1940 Nomor 450, PLTU memerlukan izin gangguan karena dalam operasional PLTU di dalamnya terdapat alat yang dijalankan dengan tenaga uap atau dengan gas, demikian juga yang dijalankan dengan motor listrik dan bangunan-bangunan tempat bekerja lain yang

(10)

padanya dipergunakan tenaga uap atau gas yang bertekanan tinggi. Sehingga terdapat kemungkinan yang akan menimbulkan gangguan bagi lingkungan hidup di sekitar PLTU.

2. Pemeriksaan berkas permohonan

Prosedur kedua yang harus dilakukan dalam permohonan penerbitan izin gangguan atas pembangunan PLTU adalah pemeriksaan berkas. PT BPI menyerahkan berkas yang sudah lengkap ke loket pendaftaran izin di BPMPT dan kemudian petugas di loket akan memeriksa kelengkapan berkas. Berkas permohonan penerbitan izin gangguan terdiri dari formulir yang dilampiri dengan syarat sesuai dengan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Izin Gangguan, serta dua syarat lain yang ditentukan oleh BPMPT yaitu daftar hadir sosialisasi warga dan foto kopi surat undangan sosialisasi.

Pemeriksaan berkas dimulai dengan memeriksa formulir pendaftaran izin gangguan. Petugas memeriksa apakah nama, umur, alamat, nama perusahaan, letak perusahaan, mesin yang dipakai, luas tempat usaha, serta batas-batas lokasi sudah terisi secara lengkap dan ditanda tangani oleh pemohon. Setelah memeriksa formulir pendaftaran, petugas memeriksa daftar isian perusahaan yaitu nama pemohon dan nama perusahaan, dalam permohonan izin gangguan atas pembangunan PLTU nama pemohon yang dipakai adalah presiden direktur PT BPI yaitu Kenichi Seshimo, sedangkan nama perusahaan yaitu PT Bhimasena Power Indonesia. Golongan perusahaan yaitu dengan fasilitas Penanaman Modal Asing (PMA), sedangkan izin perusahaan adalah pendirian baru. Daftar isian perusahaan tersebut dibuat rangkap dua, lengkap dengan tempat, tanggal, bulan dan tahun, serta ditanda tangani oleh pemohon.

Pemeriksaan selanjutnya adalah Surat Pernyataan Persetujuan Tetangga, yaitu tetangga di sebelah utara, timur, selatan dan barat dengan menyatakan setuju atau tidak setuju dengan pendirian PLTU dan ditanda tangani atau cap ibu jari serta nama terang. Surat Pernyataan Persetujuan Tetangga yang sudah diisi lengkap harus ditanda tangani oleh Kepala

(11)

Desa/Kelurahan dan Camat dimana PLTU akan dibangun. Jika sudah lengkap maka petugas akan memberikan tanda terima atas surat permohonan penerbitan izin gangguan yang ditanda tangani atas nama Kepala Seksi Perizinan BPMPT Kabupaten Batang.

Pemeriksaan selanjutnya adalah Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) yang berisi nama, jabatan, alamat dan nomor telepon penanggung jawab atas kegiatan pembangunan dan operasional PLTU. Penanggung jawab tersebut adalah Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Batang (selanjutnya disebut BLH). SPPL juga berisi nama perusahaan, alamat perusahaan, nomor telepon perusahaan, jenis usaha, kapasitas produksi, perizinan yang dimiliki dan besarnya modal yang dimilik PT BPI. Selain itu, SPPL juga berisi kesanggupan PT BPI untuk :

a. Melaksanakan ketertiban umum dan senantiasa membina hubungan baik dengan tetangga sekitar;

b. Menjaga kesehatan, kebersihan dan keindahan di lingkungan usaha;

c. Bertanggung jawab terhadap kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan tersebut;

d. Bersedia dipantau dampak lingkungan dari usaha dan/atau kegiatannya oleh pejabat yang berwenang;

e. Menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup di lokasi dan sekitar tempat usaha dan/atau kegiatan; dan

f. Apabila kami lalai untuk melaksanakan pernyataan pada huruf a sampai dengan e di atas, kami bersedia bertanggung jawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dampak lingkungan yang terjadi serta pengelolaan dampak lingkungan yang dilakukan juga ditulis dalam SPPL, yaitu :

(12)

Tabel 1. SPPL PLTU

Tahap Dampak lingkungan Pengelolaan

Pra konstruksi

Pola hubungan sosial

Perubahan pola mata pencaharian karena kegiatan pengadaan lahan

-Membangun pola interaksi dan menghilangkan timbulnya kecurigaan melalui keterbukaan informasi

- Inventarisasi buruh tani dan petani penggarap yang menyandarkan hidupnya dari lahan rencana pembangunan blok PLTU

Konstruksi

Penurunan kualitas udara karena kegiatan mobilisasi peralatan dan pematangan lahan

Peningkatan kebisingan Gangguan lalu lintas darat

Penurunan kualitas air laut

Perubahan bentang alam

Gangguan terhadap flora dan fauna darat

- Truk material dilengkapi terpal - Mengontrol emisi kendaraan

proyek

- Menggunakan kendaraan bermotor yang layak jalan - Pengaturan lalu lintas

kendaraan

- Menyesuaikan beban

kendaraan dengan kelas jalan - Pemeliharaan berkala terhadap

fasilitas umum

- Menempatkan tumpukan material diluar jangkauan pasang surut air laut

- Membuat bangunan pelindung pantai di sepanjang bibir pantai (shore protection)

- Menempatkan limpahan air larian batubara di kolam pengendapan (coal run off pond)

- Mengurug tanah dari bukit sesuai kebutuhan

- Membuat sistem terasering pada bukit

- Melakukan penghijauan, penanaman dan pemeliharaan mangrove

- Melakukan sosialisasi spesies yang dilindungi dan terancam

(13)

Gangguan kesehatan masyarakat

Penurunan pendapatan

punah di sekitar lokasi

- Melakukan penyuluhan dan deteksi dini penyakit

- Mengutamakan penerimaan tenaga kerja konstruksi dari masyarakat sekitar

Operasi

Penurunan kualitas udara

Peningkatan kebisingan Penurunan kualitas air laut dan gangguan terhadap biota laut

- Menyiram timbunan batubara dengan air

- Pengangkutan ke tempat penimbunan abu menggunakan truk khusus

- Melakukan pemadatan abu - Pemeliharaan turbin dan mesin

lainnya

- Buangan sisa-sisa ceceran minyak pelumas atau minyak pembakar dipisahkan dalam oil separator

- Menempatkan limpahan air larian batubara di kolam pengendapan (coal run off pond)

Sumber : AMDAL PLTU.

SPPL berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan berakhirnya usaha dan/atau kegiatan PLTU, atau mengalami perubahan lokasi, desain, proses, bahan baku dan/atau bahan penolong. Kemudian SPPL harus ditanda tangani oleh Kepala BLH Kabupaten Batang u/b Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan dan pemohon izin dengan dilengkapi materai Rp. 6.000,00,- dan cap perusahaan serta nama terang.

Pemeriksaan berkas dilanjutkan dengan memeriksa salinan akta pendirian perusahaan bagi perusahaan berbadan hukum. Salinan akta pendirian perusahaan yang diserahkan untuk melengkapi syarat permohonan izin gangguan adalah milik PT BPI. Saat penulis melakukan wawancara dengan bapak Dany Daulay (Project Operation Manager PT BPI), ia menjelaskan bahwa segala hal yang berhubungan dengan PLTU baik perizinan maupun operasional jika PLTU sudah mulai beroperasi adalah atas nama PT BPI yang merupakan anak perusahaan PT Adaro Energy karena dalam proyek

(14)

pembangunan PLTU di Kabupaten Batang PT BPI adalah wakil dari ketiga perusahaan yang melakukan konsorsium yaitu PT J-Power, PT Adaro Energy dan PT Itochu. Berdasarkan wawancara pula, bukti pemilikan tempat usaha yang sah ditunjukkan dengan akta jual beli dan sertifikat tanah. Denah tempat usaha yang diserahkan sebagai salah satu syarat permohonan penerbitan izin gangguan adalah denah yang sesuai dengan yang terdapat dalam AMDAL.

Saat mengumpulkan formulir pendaftaran dan syarat permohonan penerbitan izin gangguan yang kemudian diperiksa oleh petugas loket perizinan BPMPT, PT BPI sempat diperintahkan untuk melakukan perbaikan serta melengkapi syarat permohonan, sehingga PT BPI harus datang beberapa kali untuk menyerahkan kelengkapan tersebut. Syarat yang sudah dipenuhi dan sudah sesuai tidak dikembalikan lagi. Jika syarat belum lengkap maka prosedur perizinan selanjutnya belum dapat diproses. Kelengkapan syarat tersebut terkait dengan bukti pemilikan tempat usaha yang sah dan Surat Pernyataan Persetujuan Tetangga. Setelah melengkapi syarat yang ditentukan maka proses permohonan dapat dilanjutkan.

3. Pemeriksaan lapangan

Setelah tahap pemeriksaan berkas dimana berkas yang berisi formulir permohonan penerbitan izin gangguan dan syarat-syaratnya sudah terpenuhi, maka tahap selanjutnya adalah pemeriksaan lapangan. Pemeriksaan lapangan sesuai dengan Pasal 6 Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Izin Gangguan dilakukan oleh Tim Pemeriksa Izin Gangguan yang dibentuk dengan Keputusan Bupati. Tim Pemeriksa Izin Gangguan atas pembangunan PLTU terdiri dari BPMPT, BLH, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Energi Sumber Daya Mineral (DCKTRESDM). Pemeriksaan lapangan bertujuan untuk menyesuaikan antara apa yang tertera dalam berkas yang telah dikumpulkan dengan kenyataan di lapangan, seperti denah tempat usaha dan batas-batas proyek.

Pemeriksaan lapangan dilakukan di dua tempat sesuai dengan keputusan bupati tentang izin gangguan PLTU, yaitu di tempat power block

(15)

akan dibangun dan tempat dimana gardu induk serta tower transmisi akan dibangun. Saat pemeriksaan lapangan dilakukan oleh Tim Pemeriksa Izin Gangguan, apa yang tertulis dalam formulir dan syarat permohonan sudah sesuai dengan kenyataan di lapangan. Sehingga Tim Pemeriksa Izin Gangguan dapat menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Bupati Batang.

4. Keputusan Bupati

Berdasarkan pemeriksaan lapangan, Tim Pemeriksa Izin Gangguan kemudian memberikan pertimbangan tertulis kepada bupati. Sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) huruf a Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Izin Gangguan, dalam memberikan izin gangguan salah satu yang harus diperhatikan adalah rencana tata ruang. Lokasi pembangunan PLTU di desa Ujungnegoro dan desa Karanggeneng di Kecamatan Kandeman, dan desa Ponowareng di Kecamatan Tulis, sudah sesuai dengan rencana tata ruang karena wilayah seluas kurang lebih 450 hektar tersebut merupakan kawasan peruntukan industri. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 43 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batang Tahun 2011-2031, sehingga pertimbangan tata ruang dalam pemberian izin gangguan PLTU oleh BPMPT sudah tepat karena sudah memperhatikan rencana tata ruang wilayah di Kabupaten Batang.

Pemilihan lokasi rencana pembangunan PLTU di desa Ujungnegoro dan desa Karanggeneng di Kecamatan Kandeman, dan desa Ponowareng di Kecamatan Tulis tentunya bukan merupakan suatu kebetulan. Proyek pembangunan PLTU dilaksanakan oleh PT BPI sebagai pemenang tender proyek PLTU yang diadakan Perseroan Terbatas Perusahaan Listrik Negara (selanjutnya disebut PT PLN). PT PLN menyediakan delapan tempat yang menjadi calon tempat berdirinya PLTU yang terletak di sepanjang pantai utara tepatnya sepanjang Kabupaten Pemalang hingga Kabupaten Kendal. Kabupaten Batang sendiri berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan di sebelah barat dan Kabupaten Kendal di sebelah timur. Akhirnya, PT BPI memilih Kabupaten Batang sebagai tempat dimana PLTU akan dibangun.

(16)

PT BPI memilih Kabupaten Batang sebagai tempat berdirinya PLTU dengan alasan karena faktor-faktor yang mendukung operasional PLTU sudah lengkap. Faktor-faktor tersebut diantaranya seperti lokasi pembangunan yang dekat dengan laut (karena air laut berfungsi sebagai pendingin), dekat dengan jalan pantura (pantai utara), serta dekat dengan jaringan transmisi tenaga listrik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) dengan kapasitas 500 kVA (kilo volt ampere). Walaupun Kabupaten Kendal terletak lebih dekat dengan ibukota provinsi Jawa Tengah yaitu Semarang, tetapi PT BPI memilih Kabupaten Batang selain karena alasan di atas, juga karena dengan pertimbangan jenis tanah yang lebih mudah untuk didirikan bangunan.

Permohonan penerbitan izin gangguan disetujui oleh Bupati apabila semua syarat dan pemeriksaan lapangan sudah sesuai. Bupati juga dapat menolak permohonan apabila terdapat data dan kondisi lapangan yang tidak sesuai, kegiatan menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah, serta kondisi tempat tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Batang. Apabila permohonan penerbitan izin gangguan ditolak maka pemohon dapat mengajukan permohonan penerbitan izin gangguan yang baru.

Permohonan penerbitan izin gangguan atas pembangunan PLTU menurut wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pelayanan Perizinan BPMPT Kabupaten Batang, bapak Margo Santosa, memerlukan waktu kurang dari satu bulan sehingga hal tersebut sudah sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Izin Gangguan yaitu “pemberian atau penolakan izin gangguan harus dapat diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan, sejak tanggal diterimanya permohonan tersebut”.

5. Pembayaran retribusi

Tarif retribusi izin gangguan diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu. Retribusi merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Objek retribusi izin gangguan

(17)

adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus-menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja. Subjek retribusi izin gangguan wajib membayar sejumlah retribusi, subyeknya adalah orang atau Badan yang memperoleh izin gangguan dari Pemeritahan Daerah.

Pasal 17 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu menyebutkan bahwa tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan perkalian antara luas ruang tempat usaha, indeks lokasi dan indeks gangguan. Luas ruang tempat usaha merupakan jumlah luas lantai yang dipergunakan untuk kegiatan usaha. Indeks lokasi didasarkan pada klasifikasi jalan yang ditetapkan yaitu sebagai berikut :

a. Jalan Desa : indeks 1 b. Jalan Kabupaten : indeks 2 c. Jalan Provinsi : indeks 3 d. Jalan Negara : indeks 4

Sedangkan indeks gangguan didasarkan pada besar kecilnya gangguan yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut. Indeks gangguan terdiri dari tiga level, yaitu :

a. Gangguan kecil : indeks 1 b. Gangguan sedang : indeks 2 c. Gangguan besar : indeks 3

Saat penulis bertanya mengenai hal-hal yang menjadi batasan apakah suatu gangguan dapat dinyatakan kecil, sedang atau besar, pihak yang menerbitkan izin mengakui jika selama ini untuk menentukan apakah gangguan masuk dalam kategori kecil, sedang atau besar hanya dengan dikira-kira saja, tidak ada patokan tertentu. Kriteria indeks gangguan sesuai dengan Pasal 17 ayat (6) Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu ditentukan oleh Bupati. Seharusnya

(18)

kriteria tersebut dituangkan dalam suatu peraturan sehingga terdapat dasar yang jelas dalam menentukan apakah indeks gangguan termasuk dalam kategori kecil, sedang atau besar.

Besar tarif yang menjadi dasar perhitungan retribusi izin gangguan terbagi dalam empat kategori, yaitu :

Tabel 2. Besar tarif retribusi izin gangguan

Luas tempat usaha Tarif dasar

Luas < 500 m² Rp. 900,00 (Sembilan ratus rupiah) Luas di atas 500 m²

-1000 m² Rp 750,00 (tujuh ratus lima puluh rupiah) Luas di atas 1000 m²

-2000 m² Rp.600,00 (enam ratus rupiah)

Luas > 2000 m² Rp.450,00 (empat ratus lima puluh rupiah)

Sumber : Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu.

Sesuai dalam Keputusan Bupati Batang Nomor 530/102/2014 tentang Izin Gangguan (HO)Atas Nama Sdr. Kenichi Seshimo untuk Kegiatan Usaha Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) “PT. Bhimasena Power Indonesia” pada tanggal 20 Maret 2014 oleh Kepala BPMPT Kabupaten Batang atas nama Bupati Batang, tarif retribusi izin gangguan yang dibayar oleh PT BPI atas rencana pembangunan PLTU adalah sebagai berikut :

a. Luas tempat usaha : 1.406.709 m² b. Tarif dasar : Rp. 450,- /m² c. Indeks lokasi : 2 (jalan Kabupaten) d. Indeks gangguan : 3 (gangguan besar)

Perhitungan berapa besar retribusi izin gangguan PLTU yang harus dibayar oleh PT BPI diukur dengan perkalian antara luas ruang tempat usaha, tarif dasar, indeks lokasi, dan indeks gangguan. Sehingga jika keempat unsur di atas dikalikan (1.406.709 x Rp. 450 x 2 x 3) maka besar retribusi izin gangguan PLTU adalah Rp. 3.798.114.300,-.

(19)

Sedangkan dalam Keputusan Bupati Batang Nomor 530/464/2015 tentang Izin Gangguan (HO) Atas Nama PT. Bhimasena Power Indonesia untuk Kegiatan Usaha Pembangkit Listrik Tenaga Uap (Gardu Induk, Tower Transmisi dan Jaring Pengaman Kabel), tarif retribusi yang harus dibayar oleh PT BPI adalah :

a. Luas tempat usaha : 214.026 m² b. Tarif dasar : Rp. 450,- /m² c. Indeks lokasi : 2 (jalan Kabupaten) d. Indeks gangguan : 3 (gangguan besar)

Retribusi yang harus dibayar dari perhitungan (214.026 x Rp. 450 x 2 x 3) adalah Rp. 577.870.200,00,-. Saat penulis melakukan wawancara, PT BPI sebenarnya merasa keberatan dengan jumlah retribusi yang harus dibayar 100 persen setiap tiga tahun sekali. PT BPI memiliki alasan bahwa PLTU dibangun untuk kepentingan umum, sehingga PT BPI menginginkan pertimbangan lebih lanjut mengenai pengurangan jumlah retribusi yang harus dibayar setiap tiga tahun tersebut.

PT BPI melakukan pembayaran retribusi izin gangguan PLTU dengan cara mentransfer uang sejumlah Rp. 3.798.114.300,- dan Rp. 577.870.200,00,-ke re577.870.200,00,-kening Bank Jateng (Jawa Tengah). Re577.870.200,00,-kening tersebut merupakan rekening kas Pemerintah Daerah Kabupaten Batang. Biasanya, pembayaran retribusi izin gangguan dilakukan secara tunai di loket pendaftaran, namun karena retribusi yang dibayarkan oleh PT BPI berjumlah banyak maka dilakukan dengan cara transfer.

6. Penyerahan Surat Keputusan

Setelah proses pembayaran retribusi selesai, maka tahapan selanjutnya adalah penyerahan surat izin gangguan. PT BPI memiliki dua buah izin gangguan terkait pembangunan PLTU karena lokasi dan kegiatan yang dilakukan berbeda. Izin gangguan berupa surat Keputusan Bupati Batang, yaitu :

a. Keputusan Bupati Batang Nomor 530/102/2014 tentang Izin Gangguan (HO)Atas Nama Sdr. Kenichi Seshimo untuk Kegiatan Usaha Pembangkit

(20)

Listrik Tenaga Uap (PLTU) “PT. Bhimasena Power Indonesia” (digunakan untuk kegiatan di area bangunan utama atau power block meliputi ruang pembangkit, penimbunan batubara, penimbunan abu batubara dan pengolahan limbah cair), dan

b. Keputusan Bupati Batang Nomor 530/464/2015 tentang Izin Gangguan (HO) Atas Nama PT. Bhimasena Power Indonesia untuk Kegiatan Usaha Pembangkit Listrik Tenaga Uap (Gardu Induk, Tower Transmisi dan Jaring Pengaman Kabel).

Izin gangguan PLTU berlaku dari tahap dimulainya pembangunan hingga PLTU beroperasi, dengan ketentuan bahwa izin gangguan harus diperpanjang dengan pendaftaran ulang setiap tiga tahun sekali oleh PT BPI. Pendaftaran ulang tersebut dilakukan satu bulan sebelum jangka waktu yang tercantum dalam izin gangguan berakhir. Jadi, sesuai dalam Keputusan Bupati Batang Nomor 530/102/2014 tentang Izin Gangguan (HO) Atas Nama Sdr. Kenichi Seshimo Untuk Kegiatan Usaha Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) “PT. Bhimasena Power Indonesia”, bahwa PT BPI wajib mendaftar ulang selambat-lambatnya tanggal 20 Maret 2017 karena izin gangguan tersebut dikeluarkan pada tanggal 20 Maret 2014. Sedangkan Keputusan Bupati Batang Nomor 530/464/2015 tentang Izin Gangguan (HO)Atas Nama PT. Bhimasena Power Indonesia untuk Kegiatan Usaha Pembangkit Listrik Tenaga Uap (Gardu Induk, Tower Transmisi dan Jaring Pengaman Kabel) wajib diperpanjang selambat-lambatnya tanggal 28 Desember 2018 karena izin gangguan tersebut dikeluarkan pada tanggal 28 Desember 2015.

Kewajiban PT BPI sebagai pemegang izin gangguan PLTU tercantum dalam kedua izin gangguan, dalam menjalankan kegiatan usaha harus melaksanakan :

a. kesehatan dan keselamatan kerja para karyawan; b. ketertiban dan kebersihan lingkungan;

c. penyediaan alat pemadam kebakaran;

d. penanggulangan terhadap keungkinan timbulnya bahaya pencemaran lingkungan dalam segala bentuk (gas, bising, getaran, cair dan padat);

(21)

e. penanggulangan terhadap keungkinan timbulnya gangguan terhadap tetangga sekitar;

f. penyediaan air bersih, sumur, WC (water closet) yang memenuhi syarat kesehatan;

g. menyediakan obat-obatan atau PPPK (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) selengkapnya;

h. memelihara kelestarian lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan;

i. melaksanakan Analisa Dampak Lingkungan (ANDAL);

j. pemegang izin berkewajiban untuk membayar pajak/retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan

k. memasang papan nama yang bertuliskan nama perusahaan, nomor dan tanggal izin dengan huruf balok paling kecil berukuran 5 cm (centi meter). Jika PT BPI melanggar ketentuan di atas, maka sesuai dalam Keputusan Bupati tersebut sudah tercantum mengenai sanksi yang akan diberikan yaitu izin gangguan akan dicabut dan pemberi izin bebas dari segala tuntutan apapun dan dari pihak manapun juga. Selain itu, dalam Pasal 16 Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Izin Gangguan terdapat sanksi administratif jika pelanggaran dilakukan, yaitu :

a. Peringatan tertulis;

b. Pembatasan kegiatan usaha;

c. Penghentian sementara pada usaha; d. Pembekuan izin gangguan; dan

e. Pencabutan izin gangguan dan penutupan usaha.

Peringatan tertulis diberikan jika PT BPI melanggar ketentuan yang tertuang dalam Keputusan Bupati Batang Nomor 530/102/2014 dan Keputusan Bupati Batang Nomor 530/464/2015 serta adanya laporan atau pengaduan dari masyarakat serta laporan tersebut dibenarkan oleh Tim Pemeriksa Izin Gangguan. Peringatan tertulis diberikan maksimal tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu satu bulan. Sedangkan izin gangguan dibekukan apabila pemegang izin tidak mengindahkan peringatan tertulis serta

(22)

kegiatan PLTU menimbulkan gangguan melebihi ambang batas yang tidak dapat diatasi.

Setelah PT BPI menunjukkan bukti transfer di loket pendaftaran perizinan BPMPT, maka petugas loket akan memerikan tanda terima pembayaran retribusi izin ganggaun. PT BPI kemudian menerima izin gangguan berupa Keputusan Bupati Batang Nomor 530/102/2014 Tentang Izin Gangguan (HO)Atas Nama Sdr. Kenichi Seshimo untuk Kegiatan Usaha Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) “PT. Bhimasena Power Indonesia” dan Keputusan Bupati Batang Nomor 530/464/2015 tentang Izin Gangguan (HO) Atas Nama PT. Bhimasena Power Indonesia untuk Kegiatan Usaha Pembangkit Listrik Tenaga Uap (Gardu Induk, Tower Transmisi dan Jaring Pengaman Kabel). Setelah izin ganggaun selesai diproses, maka proses pembangunan PLTU dapat dilakukan. Saat ini, proses pembangunan PLTU sudah sampai pada tahap pendirian pagar keliling dan pemerataan tanah.

C. Kendala yang Terjadi dalam Pemberian Izin Gangguan Atas Pembangunan PLTU di Ujungnegoro, Kabupaten Batang dan Penyelesaiannya

Setiap prosedur dalam permohonan penerbitan izin gangguan atas pembangunan PLTU terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi PT BPI sebagai pemohon. Pemenuhan syarat-syarat tersebut sempat mengalami kendala, sesuai dengan wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan bapak Dany Daulay selaku Project Operation Manager PT BPI. Kendala yang terjadi dalam proses permohonan izin gangguan PLTU oleh PT BPI adalah dalam hal memperoleh Surat Persetujuan Tetangga. Surat Persetujuan Tetangga seperti yang telah dijelaskan di atas harus ditanda tangani oleh warga di desa yang berbatasan langsung dengan proyek pembangunan PLTU, serta diketahui oleh Kepala Desa dan Camat setempat. Jika PT BPI tidak mendapatkan Surat Persetujuan Tetangga tersebut maka izin gangguan juga tidak dapat diproses.

Sikap masyarakat yang menginginkan kegiatan pembangunan PLTU terealisasi dan sikap masyarakat yang menolak pembangunan PLTU muncul dalam masyarakat sehingga membuat situasi tidak kondusif bagi para pihak untuk

(23)

membicarakan mengenai rencana kegiatan pembangunan PLTU. Terbelahnya sikap masyarakat berawal dari informasi rencana pembangunan PLTU yang diperoleh dari sumber yang bukan pemrakarsa kegiatan sehingga memunculkan informasi yang tidak akurat. Ketidakjelasan informasi yang berkembang memunculkan ketidakpastian tentang rencana kegiatan pembangunan PLTU.

PT BPI mendapatkan persetujuan dengan cara sosialisasi di balai desa yang berbatasan langsung dengan proyek pembangunan PLTU, sosialisasi dengan mengumpulkan warga di aula Kabupaten Batang, serta dengan cara mendatangi setiap rumah di desa yang berbatasan langsung dengan proyek pembangunan PLTU. Saat pertama kali PT BPI meminta persetujuan warga di desa Ujungnegoro sebagai batas sebelah selatan PLTU, terdapat 50 persen warga yang menyetujui dan 50 persen sisanya tidak menyetujui. Kepala desa Ujungnegoro yaitu bapak Budi Arifin pada wawancara yang dilakukan penulis pada hari Sabtu 7 Mei 2016 pukul 07.30 WIB menyatakan bahwa faktor utama yang menyebabkan warga di desa Ujungnegoro tidak setuju dengan adanya rencana pembangunan PLTU adalah terdapat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mempengaruhi warga agar menolak adanya PLTU. LSM tersebut menyampaikan informasi mengenai buruknya PLTU dengan bahan bakar batubara yang dapat membahayakan kesehatan warga sekitar, selain itu juga dengan adanya PLTU banyak warga yang kehilangan mata pencaharian. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Project Operation Manager PT BPI, bapak Dany Daulay, bahwa terdapat banyak LSM yang mempengaruhi masyarakat sekitar sehingga berakibat pada terhambatnya PT BPI dalam mendapatkan Surat Persetujuan Tetangga karena surat tersebut harus ditanda tangani oleh warga yang bersangkutan. LSM tersebut adalah Greenpeace dan Go Green, bahkan bukan hanya LSM yang berasal dari Indonesia tetapi juga terdapat LSM dari Jepang.

Berbeda dengan desa Ujungnegoro, menurut pernyataan Kepala Desa Karanggeneng, bapak Walyono, dalam wawancara pada hari Sabtu 7 Mei 2016 pukul 08.00 WIB menyatakan bahwa 70 persen warga desa Karanggeneng yang berbatasan dengan proyek PLTU menolak adanya pembangunan PLTU, sedangkan 30 persen sisanya menyetujui. Desa Karanggeneng merupakan desa

(24)

yang berbatasan dengan PLTU di sebelah selatan. Kepala desa Karanggeneng juga menyatakan bahwa LSM memiliki peran besar dalam mempengaruhi persetujuan warga yang berbatasan dengan proyek PLTU. LSM tersebut secara rutin melakukan sosialisasi di salah satu rumah warga tanpa sepengetahuan perangkat desa. Sosialisasi dilakukan dengan cara mengumpulkan warga desa kemudian diisi dengan acara pemutaran film. Film tersebut berisi mengenai dampak adanya PLTU dengan bahan bakar batubara, seperti manusia yang mengalami sesak nafas dan ikan yang mati karena limbah. LSM yang mengadakan sosialisasi tersebut bertujuan untuk mengadu domba warga agar tidak menyetujui dan menandatangani Surat Persetujuan Tetangga yang diminta oleh PT BPI. Sampai saat ini LSM tersebut masih rutin melakukan sosialisasi meskipun dilakukan tanpa izin.

LSM yang memberikan informasi yang tidak benar pada masyarakat yang berakibat pada terhambatnya penandatanganan Surat Persetujuan Tetangga. Hal tersebut menjadi hambatan bagi PT BPI pada proses perizinan. Salah satu kekhawatiran masyarakat yang muncul adalah masalah lingkungan yaitu anggapan bahwa penggunaan batubara sebagai bahan bakar PLTU akan menimbulkan polusi udara yang berakibat buruk bagi kesehatan manusia, tetapi pada pernyataannya, PT BPI menggunakan ultra super critical technology yang ramah lingkungan untuk PLTU ini. PT BPI sudah memiliki rencana untuk membuat kolam penampungan endapan abu untuk mengelola abu yang merupakan limbah dari pembakaran batubara sebagai bahan bakar PLTU. Jadi kemajuan teknologi berperan penting dalam pengolahan limbah sisa pembakaran sehingga nantinya dampak-dampak yang mungkin timbul dapat diminimalisir. PT BPI melakukan sosialisasi secara terus menerus dengan berbagai cara untuk mendapatkan persetujuan warga dan memberikan klarifikasi akan kesalahan informasi yang diterima oleh warga dari LSM tersebut.

Saat ini masalah Surat Persetujuan Tetangga sebagai salah satu syarat permohonan penerbitan izin gangguan PLTU sudah selesai dan izin gangguan PLTU sudah diterbitkan. Bahkan menurut pernyataan Kepala Desa Ujungnegoro dan Karanggeneng PT BPI sudah melaksanakan program Corporate Social

(25)

Responsibility (CSR) walaupun PLTU belum beroperasi. Bentuk program CSR tersebut adalah bantuan tunai untuk pembangunan masjid, pelatihan perbengkelan, pelatihan memasak untuk katering dan pelatihan ternak kambing. Selain itu juga terdapat program pemberian bantuan tunai pada petani penggarap dan buruh tani sebesar Rp. 400.000,00,- setiap bulan. Bantuan tersebut berlangsung selama 18 bulan. Program katering langsung dipraktikkan oleh Kelompok Usaha Bersama (KUB) di desa Karanggeneng untuk menyediakan makan siang bagi pekerja proyek pembangunan PLTU saat ini.

PT BPI sebagai badan hukum wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan atau lebih dikenal sebagai CSR sesuai dengan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. CSR dilaksanakan sesuai dengan rencana kerja tahunan PT BPI. CSR bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi masyarakat di sekitar tempat PLTU akan dibangun.

Gambar

Tabel 1. SPPL PLTU
Tabel 2. Besar tarif retribusi izin gangguan

Referensi

Dokumen terkait

Memperlihatkan Dokumen Kualifikasi asli atau rekaman (fotocopy) Dokumen Kualifikasi yang telah dilegalisir oleh penerbit Dokumen sesuai isian pada sistem SPSE Kabupaten

Coverage includes trip delay or cancellation protection, medical care, the cost of repatriation back to your home, hospital care, lost or delayed luggage, missed flight connection

21.5/POKJA X/ULP-MT/VIII/2016 Tanggal 05 September 2016 dengan ini Pokja X ULP Kabupaten Maluku Tengah, mengumumkan Pemenang Pengadaan Barang/Jasa untuk pekerjaan tersebut diatas

Perihal : Undangan Pembuktian Kualifikasi Paket BELANJA MODAL PENGADAAN KONSTRUKSI PEMBANGUNAN JALAN DESA MUARA SALING

Perihal : Undangan Pembuktian Kualifikasi Paket BELANJA MODAL PENGADAAN KONSTRUKSI PEMBANGUNAN JALAN DESA MUARA SALING

[r]

Here´s a small selection of the city´s eating-places: City Café Birmingham: Service, style and ambience are on the menu at this top-rated restaurant that offers a la carte menus,

Sebagai kelanjutan proses pelelangan, kami mengundang saudara untuk Pembuktian Kualifikasi dengan ketentuan sebagai berikut :.. Saudara dianjurkan untuk menunjukkan dokumen